LSken1 B 12

103
2 2 Laporan Skenario 1 Kelompok 5 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial Pertama sebagai suatu laporan atas hasil diskusi kami yang berkaitan dengan kegiatan tutorial pada Blok XII semester IV ini. Pada skenario yang berjudul “fever and cough”, kami membahas masalah yang berkaitan dengan proses menentukan diagnosa terkait skenario tersebut Selain itu, dilakukan pembahasan mengenai anatomi sistem saluran nafas atas. Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan dalam menggali semua aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan dengan scenario pertama ini baik pada Learning Objective yang kami cari ataupun pada pembahasan yang kurang memuaskan. Karena ini semua disebabkan oleh keterbatasan kami sebagai manusia. Tetapi, kami berharap laporan ini dapat memberi pengetahuan serta manfaat kapada para pembaca. Mataram, 9 Juni 2009

description

lapsken1

Transcript of LSken1 B 12

Laporan Skenario 1

Kelompok 5

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial Pertama sebagai suatu laporan atas hasil diskusi kami yang berkaitan dengan kegiatan tutorial pada Blok XII semester IV ini. Pada skenario yang berjudul fever and cough, kami membahas masalah yang berkaitan dengan proses menentukan diagnosa terkait skenario tersebut Selain itu, dilakukan pembahasan mengenai anatomi sistem saluran nafas atas.

Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan dalam menggali semua aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan dengan scenario pertama ini baik pada Learning Objective yang kami cari ataupun pada pembahasan yang kurang memuaskan. Karena ini semua disebabkan oleh keterbatasan kami sebagai manusia. Tetapi, kami berharap laporan ini dapat memberi pengetahuan serta manfaat kapada para pembaca.

Mataram, 9 Juni 2009DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................1

DAFTAR ISI .............................................................................................................................2

SKENARIO 1.............................................................................................................................3

LEARNING OBJECTIVES.......................................................................................................4

CONCEPT MAP .......................................................................................................................5pendekatan diagnosa pada skenario...........................................................................................6

anatomi saluran nafas atas.........................................................................................................8

otitis media...............................................................................................................................18

common cold ...........................................................................................................................26

sinusitis .................................................................................................................................. 30

faringitis.................................................................................................................................. 37

laringitis ..................................................................................................................................45

epiglotitis................................................................................................................................. 50

tonsilitis....................................................................................................................................53

hipertrofi adenoid ....................................................................................................................64

TB anak ...................................................................................................................................61

pneumonia................................................................................................................................69

KESIMPULAN .....................................................................................................................................71DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................72SKENARIO

LEARNING OBJEKTIF

1. mahasiswa mengetahui struktur anatomi saluran nafas anak dan dewasa2. mahasiswa mampu menentukan diagnosa dari masalah yang ada pada skenario3. mahasiswa mengetahui gambaran klinis dari berbagai penyakit saluran pernafasan terutama penyakit infeksi yaitu common cold, laringitis, faringitis, tonsilitis, pneumonia dan TB anak MAPPING CONCEPT

PENDEKATAN DIAGNOSA PADA SKENARIO

ANAMNESISRiwayat penyakit sekarang

gali mengenai keluhan utama terlebih dahulu:

1. demam

2. batuk

3. pilekdigali mengenai:

1. onset dan durasi

2. kronologis

3. kualitas

4. kuantitas

5. faktor yang memperberat keluhan

6. faktor yang memperingan keruhan

7. keluhan penyerta misalnya sesak, nyeri, nforok,dsb

Riwayat penyakit dahulu1. riwayat keluhan serupa sebelumnya

2. riwayat penyakit turunan

3. riwayat konsumsi obat-obatan

Riwayat penyakit keluarga1. keluhan serupa pada keluarga

2. penyakit turunan pada keluarga

Riwayat pribadi1. riwayat kelahiran

2. riwayat persalinan

3. riwayat imunisasi

4. riwayat tumbuh kembang

5. riwayat makanan dan nutrisi

6. lingkungan sosial dan tempat tinggal

Review sistemkeluhan terkait sistem GI, sistem saraf, keluhan terkait sistem kardiovaskuler, dsb

Pemeriksaan Fisikbeberapa hal yang dapat dinilai pada pemeriksaan fisik antara lain:

1. mukosa hidung apakah hiperemi atau bengkak2. adakah pembesaran tonsil, seberapa besar?3. adakah limfadenopati, dsbpenentuan diagnosa pada skenario yaitu:1. berdasarkan keluhan utama yaitu demam, batuk dan pilek maka dicurai adanya gangguan sistem respirasi tepat terjadi infeksi karena keluhan ini memang umum pada gangguan sistem respirasi2. pasien anak dengan tanpa gangguan tumbuh kembang serta pemeriksaan kardiovaskuler dan respirasi dalam batas normal namun dijumpai adanya hiperemi faring, pembesaran tonsil, pembengkakan limfonodi bilateral pada anterior servikal serta adanya otitis media maka didiagnosa sebagai faringotonsilitis komplikasi otitis mediaANATOMI SALURAN NAPAS

1. HidungHidung meliputi bagian eksternal yang menonjol dari wajah dan bagian internal berupa rongga hidung sebagai alat penyalur udara. Hidung bagian luar tertutup oleh kulit dan disupport oleh sepasang tulang hidung. Rongga hidung terdiri atas : Vestibulum yang dilapisi oleh sel submukosa sebagai proteksi

Dalam rongga hidung terdapat rambut yang berperan sebagai penapis udara

Struktur konka yang berfungsi sebagai proteksi terhadap udara luar karena strukturnya yang berlapis

Sel silia yang berperan untuk mlemparkan benda asing ke luar dalam usaha untuk membersihkan jalan napas (Seeley,2004)

Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum. Masing-masing rongga hidung dibagi menjadi 3 saluran oleh penonjolan turbinasi atau konka dari dinding lateral. Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir di sekresi secara terus-menerus oleh sel-sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia. (Seeley,2004)

Rongga hidung dimulai dari Vestibulum, yakni pada bagian anterior ke bagian posterior yang berbatasan dengan nasofaring. Rongga hidung terbagi atas 2 bagian, yakni secara longitudinal oleh septum hidung dan secara transversal oleh konka superior, medialis, dan inferior. (Seeley,2004)Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru. Jalan napas ini berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirupkan ke dalam paru-paru. Hidung bertanggung jawab terhadap olfaktori atau penghidu karena reseptor olfaksi terletak dalam mukosa hidung. Fungsi ini berkurang sejalan dengan pertambahan usia. (Seeley,2004)Terdapat 3 fungsi Rongga Hidung, antara lain :

a. Dalam hal pernafasan, udara yang diinspirasi melalui rongga hidung akan menjalani tigs proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghangatan, dan pelembaban. Penyaringan dilakukan oleh membran mukosa pada rongga hidung yang sangat kaya akan pembuluh darah dan glandula serosa yang mensekresikan mukus cair untuk membersihkan udara sebelum masuk ke Oropharynx. Penghangatan dilakukan oleh jaringan pembuluh darah yang sangat kaya pada ephitel nasal dan menutupi area yang sangat luas dari rongga hidung. Dan pelembaban dilakukan oleh concha, yaitu suatu area penonjolan tulang yang dilapisi oleh mukosa. (Seeley,2004)b. Epithellium olfactory pada bagian meial rongga hidung memiliki fungsi dalam penerimaan sensasi bau. (Seeley,2004)c. Rongga hidung juga berhubungan dengan pembentukkan suara-suara fenotik dimana ia berfungsi sebagai ruang resonansi. (Seeley,2004)2. FaringFaring merupakan saluran yang memiliki panjang kurang lebih 13 cm yang menghubungkan nasal dan rongga mulut kepada larynx pada dasar tengkorak.nasofaring ada saluran penghubung antara nasopharinx dengan telinga bagian tengah, yaitu Tuba Eustachius dan Tuba Auditory

ada Phariyngeal tonsil (adenoids), terletak pada bagian posterior nasopharinx, merupakan bagian dari jaringan Lymphatic pada permukaan posterior lidah

orofaringMerupakan bagian tengah faring antara palatum lunak dan tulang hyoid. Refleks menelan berawal dari orofaring menimbulkan dua perubahan, makanan terdorong masuk ke saluran pencernaan (oesephagus) dan secara simultan katup menutup laring untuk mencegah makanan masuk ke dalam saluran pernapasan (Seeley,2004)

laringofaringMerupakan posisi terendah dari faring. Pada bagian bawahnya, sistem respirasi menjadi terpisah dari sistem digestil. Makanan masuk ke bagian belakang, oesephagus dan udara masuk ke arah depan masuk ke laring.

2. Laring

Laring tersusun atas 9 Cartilago ( 6 Cartilago kecil dan 3 Cartilago besar ). Terbesar adalah Cartilago thyroid yang berbentuk seperti kapal, bagian depannya mengalami penonjolan membentuk adams apple, dan di dalam cartilago ini ada pita suara. Sedikit di bawah cartilago thyroid terdapat cartilago cricoid. Laring menghubungkan Laringopharynx dengan trachea, terletak pada garis tengah anterior dari leher pada vertebrata cervical 4 sampai 6. (Seeley,2004)Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga melindungi jalan napas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk. Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas: Epiglotisdaun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan

Glotisostium antara pita suara dalam laring

Kartilago Thyroidkartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini membentuk jakun ( Adams Apple )

Kartilago Krikoidsatu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring (terletak di bawah kartilago thyroid )

Kartilago Aritenoiddigunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago thyroid

Pita suaraligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara; pita suara melekat pada lumen laring. (Seeley,2004)

Ada 2 fungsi lebih penting selain sebagai produksi suara, yaitu :

a. Laring sebagai katup, menutup selama menelan untuk mencegah aspirasi cairan atau benda padat masuk ke dalam tracheobroncialb. Laring sebagai katup selama batuk3. Trakea

Trakea merupakan suatu saluran rigid yang memeiliki panjang 11-12 cm dengan diametel sekitar 2,5 cm. Terdapat pada bagian oesephagus yang terentang mulai dari cartilago cricoid masuk ke dalam rongga thorax. Tersusun dari 16 20 cincin tulang rawan berbentuk huruf C yang terbuka pada bagian belakangnya. Didalamnya mengandung pseudostratified ciliated columnar epithelium yang memiliki sel goblet yang mensekresikan mukus. Terdapat juga cilia yang memicu terjadinya refleks batuk/bersin. Trakea mengalami percabangan pada carina membentuk bronchus kiri dan kanan. (Seeley,2004)PERBEDAAN SALURAN NAPAS ANAK DAN DEWASA

Tuba Eustachius

Tuba eutachius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Fungsi tuba ini adalah untuk ventilasi, drenase secret dan menghalangi masuknya secret dari nasofaring ke telinga tengah. Bila tuba terbuka maka terasa udara masuk ke dalam rongga telinga tengah yang menekan membran timpani ke arah lateral. (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

Tuba biasanya dalam keadaan tertutup dan baru terbuka apabila oksigen diperlukan masuk ke telinga tengah atau pada saat mengunyah, menelan dan menguap.gangguann fungsi tuba dapat terjadi oleh beberapa hal, seperti tuba terbuka abnormal yang memungkinkan infeksius bisa masuk. (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

Pada anak tuba lebih pendek, lebih lebar dan kedudukannya lebih horizotal dari tuba orang dewasa. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah 9 bulan adalah 17,5 mm. Perbedaan inilah yang memungkinkan lebih cepat terjadinya infeksi pada anak dibawah 9 bulan karena secret lebih cepat masuk ke tuba eutachius dari hidung sehingga kemungkinan anak untuk terkena infeksi telinga lebih besar seperti otitis media. (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

Laring

Ukuran laring bayi sama pada laki-laki dan perempuan. Akan tetapi lebih kecil perbandingannya dengan ukuran tubuh daripada laring dewasa. Pada bayi, kerangka tulang rawang laring lebih lunak, dan ligamen yang menyangganya lebih longgar, membuat laring lebih mudah mengempis jika mendapat tekanan negatif di bagian dalam. (Ballenger,1994)Bagian laringAnak Pubertas Dewasa

Pria Wanita

Pita suara

Panjang

Bag. Membran

Bag. Kartilago

Glotis

Lebar istirahat

Maksimum

Infraglotis

Sagital

Transversal6-8 mm

3-4 mm

3-4 mm

3 mm

6 mm

5-7 mm

5-7 mm12-15 mm

7-8 mm

5-7 mm

5 mm

12 mm

15 mm

15 mm17-23 mm

11,5-16 mm

5,5-7 mm

8 mm

19

25 mm

24 mm12,5-17 mm

8-11,5 mm

4,5-5,5 mm

6 mm

13 mm

18 mm

17 mm

Jaringan epithel krang padat, lebih banyak dan lebih bervaskuler pada bayi, yang cendrung mengakumulasi cairan jaringan. Hal ini merupakan faktor penting penyebabterjadinya obstruksi daerah infraglotik dan supraglotik akibat edem inflamasi pada anak kecil. (Ballenger,1994)

Beberapa struktur laring mempunyai perbedaan bentuk pada bayi. Epiglotis cendrung berbentuk huruf omega, maka akan cendrung lebih besar untuk menutup vestibulum bila terjadi edema. Tepi epiglotis yang berbentuk huruf omega kurang menopang plika ariepiglotik dibandingkan tepi epiglotis yang rata pada orang dewasa yang dapat membantumenahan plikaariepiglotik tersebut pada posisi lateral. (Ballenger,1994)Gangguan Fungsi Telinga Tengah

Gangguan Fungsi Tuba Eustachius

Rongga telinga tengah dengan nasofaring dihubungkan oleh tuba eustachius yang sekaligus berfungsi sebagai ventilasi, drenase secret, dan menghalangi masuknya sekret ke telinga tengah. Anak memiliki struktur tuba yang khas, yaitu lebih pendek, lebih lebar, dan kedudukannya lebih horizontal dari tuba dewasa. (Djafaar,dkk:2007)

Secara normal tuba tertutup. Menguyah, menelan, menguap, dan keadaan-keadaan yang memerlukan oksigen masuk ke telinga tengah maka tuba akan terbuka dengan dibantu oleh otot tensor palatine. Jadi, gangguan fungsi tuba dapat terjadi karena tuba terbuka abnormal, myoklonus palatal, palatoskisis, dan obstruksi tuba. (Djafaar,dkk:2007)

OTITIS MEDIA

Djafaar dkk dalam Buku Ajar THT-KL menyebutkan otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.(Djafaar,dkk:2007)Epidemiologi

Faktor-faktor yang mempenfaruhi angka kejadian otitis media yaitu usia, jenis kelamin, ras, latar belakang genetik, status sosioekonomi, jenis susu saat bayi, derajat paparan terhadap rokok, ada tidaknya alergi pada sistem respirasi, musim, dan status vaksinasi pneumokokus

Patogenesis

1. Otitis Media Akut

a. Factor pencetus terjadinya otitis media akut menurut Djafaar dkk.:

Terganggunya factor pertahanan tubuh, yaitu terganggunya silia pada mukosa tuba Eustachius Sumbatan tuba Eustachius Infeksi saluran napas atas, semakin sering terkena ISPA maka makin besar kemungkinan anak mengalami OMA. Pada anak anatomi tuba Eustachius juga terlibat mempermudah terjadinya OMA.

Bakteri piogenik merupakan penyebab utama OMA (otitis media akut), seperti Streptococcus haemolyticus, Stafilococcus aureus, pneumakokus. Kadang- kadang Haemophylus influenza ditemukan juga. (Djafaar,dkk:2007)

b. Djafaar dkk. Membagi OMA dalam beberapa 5 stadium

Stadium Oklusi Tuba Eustachius

Retraksi membran timpani karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat absorpsi udara. kadang membran timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat

efusi tidak dapat dideteksi stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa karena virus atau alergi

stadium hiperemis (stadium pre-supurasi)

Pelebaran pembuluh darah di membran timpani ( tampak hiperemis dan edem Terbentuk sekret yang mungkin bersifat eksudat serosa ( sukar terlihat

stadium supurasi

Edema hebat pada mukosa telinga tengah, sel epitel superfisialis hancur, terbentuk eksudat purulen di kavum timpani ( membran timpani menonjol ke arah telinga luar Pasien terlihat sangat sakit, peningkatan nadi dan suhu, pertambahan nyeri telinga Jika tekanan di kavum tidak berkurang karena tekanan nanah ( iskemik, tromboflebitis pada vena-vena kecil, nekrosis mukosa dan submukosa ( daerah ini tampak kekuningan dan lebih lembek ( akan terjadi ruptur

stadium perforasi

Ruptur membran timpani ( sekret mengalir ke liang telinga luar ( Anak menjadi tenang dan dapat tidur nyenyak

stadium resolusi

Bila membran timpani tetap utuh ( akan kembali normal secara perlahan-lahan Dapat terjadi tanpa pengobatan bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah Bila peeforasi menetap dan sekret keluar terus-menerus atau hilang timbul ( OMSK Bila skret menetap dalam kavum timpani dan tidak terjadi perforasi ( OM serosa

c. Gejala Klinik OMA

Tergantung pada stadium penyakit dan usia pasien

Pada bayi: suhu tinggi mencapai 39,5C (pada stadium supurasi), gelisah, sukar tidur

Pada anak yang sudah dapat berbicara: nyeri di dalam telinga dan demam, biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya

Pada anak yang lebih besar atau dewasa: nyeri di dalam telinga, rasa penuh di telinga, rasa kurang dengar

Tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang, dan kadang memegang telinga yang sakit

d. Diagnosis

Kerschner mengatakan diagnosis OMA membutuhkan:

a. Penggalian anamnesis mengenai tanda dan gejala

b. Adanya efusi telinga tengah (MEE)

c. Tanda dan gejala inflamasi telinga tengah

Kerschner juga mendifinisikan OMA sebagai:

a. Onset yang tiba-tiba dan baru dari tanda dan gejala inflamasi telinga tengah dan MEE

b. Adanya MEE diindikasikan oleh

Tonjolan membran timpani Keterbatasan atau tidak adanya mobilisasi membran timpani Air-fluid level dibelakang membran timpani Otorrheac. Inflamasi telinga tengah diindikasikan oleh

Erythema membran timpani yang nyata Otalgia yang nyata

e. Terapi

Tergantung pada stadium penyakitnyaStadium oklusi

Tujuan: membuka tuba ( tekanan negatif telinga tengah hilang

Diberi obat tetes hidung : HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik (12 tahun, dan dewasa)

Obati sumber infeksi

Stadium presupurasi

Antibiotik (minimal selama 7 hari) : golongan penicilin (lini pertama) (awalnya diberikan secara IM sehingga didapat konsentrasi yang adekuat dalam darah ( tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, maupun kekambuhan).

Jika alergi pensilin, beri eritromisin.

Dosis ampisilin anak: 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis

Atau amoksisilin (anak) 40 mg/kgBB/hari daibagi dalam 3 dosis

Atau eritromisin (anak) 40 mg/kgBB/hari

Obat tetes hidung

Analgetika

Stadium supurasi

Antibiotika

Miringotomi (bila membran timpani masih utuh): dapat menghindari ruptur, gejala klinis lebih cepat hilang

Miringotomi ialah tindakan incisi pada pars tensa membran itmpani agar terjadi drenase sekret dari telinga tengah ke telinga luar

Miringotomi memiliki banyak komplikasi (ex. Perdarahan, trauma pada n. Facialis) ( tidak perlu dilakukan bila terapi antibiotik yang adekuat dapat diberikan

Stadium perforasi

Obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat

Biasanya Dalam 7-10 hari sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali

Jika tidak terjadi resolusi

Lanjutkan antibiotik hingga 3 minggu ( jika sekret masih tetap banyak ( mungkin terjadi mastoiditis

Jika sekret terus keluar >3 minggu ( otitis media supuratif subakut

Jika perforasi menetap dan sekret terus keluar >1,5-2 bulan ( otitis media supuratif kronik (OMSK)

Subcommittee on Management of Acute Otitis Media menggambarkan alur terapi OMA sebagai berikut:

* d. Komplikasi

Abses sub-periosteal hingga meningitis dan abses otak merupakan komplikasi OMA sebelum ada terapi antibiotik. Setelah ada antibiotik, semua jenis komplikasi didapat sebagai komplikasi OMSK.

COMMON COLD

1. Definisi Common Cold ialah infeksi primer di nasofaring dan hidung yang sering dijumpai pada bayi dan anak. Pada infeksi lebih luas, mencakup daerah sinus paranasal, telinga tengah samping nasofaring disertai demam tinggi. (Rusmarjono, Soepardi, 2007).2. Faktor predisposisi

Kelelahan, gizi buruk, anemia dan kedinginan, walaupun umur bukan faktor yang menentukan daya rentan, namun infeksi sekunder purulen lebih banyak dijumpai pada anak kecil. Penyakit ini lebih sering diderita pada pergantian musim(Rusmarjono, Soepardi, 2007).3. Etiologi Berbagai virus yang berbeda menyebabkan terjadinya common cold:

Rhinovirus Virus influenza A, B, C Virus Parainfluenza Virus sinsisial pernafasan. Semuanyanya mudah ditularkan melalui ludah yang dibatukkan atau dibersinkan oleh penderita.

Common cold biasanya tidak berbahaya dan kebanyakan dapat sembuh dengan sendirinya. Belum diketahui apa yang menyebabkan seseorang lebih mudah tertular pilek pada suatu saat dibandingkan waktu lain. Kedinginan tidak menyebabkan pilek atau meningkatkan resiko untuk tertular. Kesehatan penderita secara umum dan kebiasaan makan seseorang juga tampaknya tidak berpengaruh. (Rusmarjono, Soepardi, 2007).4. Perjalanan Penyakit Pada stadium prodromal yang berlangsung beberapa jam, didapatkan rasa panas, kering dan gatal di dalam hidung. Kemudian akan timbul bersin berulang-ulang, hidung tersumbat dan ingus encer, yang biasanya disertai dengan demam dan nyeri kepala. (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Permukaan mukosa hidung tampak merah dan membengkak. Sumbatan hidung menyebabkan anak bernafas melalui mulut dan anak menjadi gelisah. Pada anak yang lebih besar kadang-kadang didapat rasa nyeri pada otot, pusing dan anoreksia. Kongesti hidung disertai selaput lendir tenggorok yang kering menambah rasa nyeri. (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Stadium pertama biasanya terbatas tiga hingga lima hari. Secret hidung mula-mula encer dan banyak, kemudian menjadi mukoid, lebih kental dan lengket. Penyakit dapat berakhir di titik ini. Namun pada kebanyakan pasien, penyakitnya berlanjut ke stadium invasi bakteri sekunder dicirikan oleh suatu rinore purulen, demam dan sering kali sakit tenggorokan. Mukosa yang merah, bengkak dan ditutupi secret mudah diamati intranasal. Sensasi kecap dan bau berkurang. Mengendus dan menghembuskan napas secara berulang menyebabkan kemerahan lubang hidung dan bibir atas. Stadium ini dapat berlangsung hingga dua minggu, sesudahnya pasien akan sembuh tanpa menemui dokter. Dokter biasanya hanya dihubungi bilamana terjadi komplikasi lanjut seperti pneumonia, laryngitis, infeksi telinga tengah atau sinusitis purulen.Penyebaran flu yang disebabkan oleh berbagai virus terutama melalui infeksi droplets dan bukan karena tertelan. (Rusmarjono, Soepardi, 2007).5. Gejala dan Tanda Sesak nafas dengan/ tanpa sumbatan hidung, bersin-bersin, tenggorokan gatal, hidung meler, batuk, suara serak, lemas, sakit kepala, demam (biasanya ringan). Gejala mulai timbul dalam waktu 1-3 hari setelah terinfeksi. Biasanya gejala awal berupa rasa tidak enak di hidung atau tenggorokan. Kemudian penderita mulai bersin-bersin, hidung meler dan merasa sakit ringan. (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Biasanya tidak timbul demam, tetapi demam yang ringan bisa muncul pada saat terjadinya gejala. Hidung mengeluarkan cairan yang encer dan jernih dan pada hari-hari pertama jumlahnya sangat banyak sehingga mengganggu penderita.Selanjutnya sekret hidung menjadi lebih kental, berwarna kuning-hijau dan jumlahnya tidak terlalu banyak. (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Gejala biasanya akan menghilang dalam waktu 4-10 hari, meskipun batuk dengan atau tanpa dahak seringkali berlangsung sampai minggu kedua. (Rusmarjono, Soepardi, 2007).6. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan tandanya.7. Pengobatan Usahakan untuk beristirahat dan selalu dalam keadaan hangat dan nyaman, serta diusakahan agar tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain.

Jika terdapat demam atau gejala yang berat, maka penderita harus menjalani tirah baring di rumah.

Minum banyak cairan guna membantu mengencerkan sekret hidung sehingga lebih mudah untuk dikeluarkan/dibuang.

Untuk meringankan nyeri atau demam dapat diberikan asetaminofen atau ibuprofen.

Pada penderita dengan riwayat alergi, dapat diberikan antihistamin

Menghirup uap atau kabut dari suatu vaporizer bisa membantu mengencerkan sekret dan mengurangi sesak di dada.

Mencuci rongga hidung dengan larutan garam isotonik bisa membantu mengeluarkan sekret yang kental

Batuk merupakan satu-satunya cara untuk membuang sekret dan debris dari saluran pernafasan. Oleh karena itu sebaiknya batuk tidak perlu diobati, kecuali jika sangat mengganggu dan menyebabkan penderita susah tidur. Batuk yang produktif (pada bronchitis dan trakeitis) merupakan kontraindikasi pemberian antitusif (misal kodein) karena terjadi depresi pusat batuk dan pusat muntah, mudah terjadi pengumpulan secret sehingga mudah terjadi bronkopneumoniaDekongestan oral mengurangi secret hidung yang banyak, membuat pasien merasa nyaman, namun tidak menyembuhkan Antibiotik tidak efektif untuk mengobati common cold, antibiotik hanya diberikan jika terjadi suatu infeksi bakteri.

Pada bayi cara terbaik penyaluran secret ialah dengan mengusahakan posisi bayi prone position, pada anak besar dapat diberikan tetes hidung larutan efedrin 1%.(Rusmarjono, Soepardi, 2007).8. Komplikasi

Pneumonia

Laryngitis

Infeksi telinga tengah (otitis media)

Sinusitis purulen (Rusmarjono, Soepardi, 2007).9. Pencegahan Jagalah kebersihan diri dan lingkungan

Sebaiknya sering mencuci tangan, membuang tisu kotor pada tempatnya serta membersihkan permukaan barang-barang.

Vitamin C dosis tinggi (2000 mg per hari) belum terbukti bisa mengurangi resiko tertular atau mengurangi jumlah virus yang dikeluarkan oleh seorang penderita. (Rusmarjono, Soepardi, 2007).SINUSITIS

Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia.Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus parasanal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus parasanal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus sfenoid lebih jarang lagi. (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Sinus maksila disebut juga antrum Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinusitis dentogen. Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati (Rusmarjono, Soepardi, 2007).1. Etiologi dan faktor predisposisi

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis ormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologi, diskinesia silia seperti pada sindroma kartagener dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia (Rusmarjono, Soepardi, 2007).2. Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens mokosiliar (muccociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang bersifat sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu seingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Jika terapi ini tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi berlanjut terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa semakin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid, atau pembentuka polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi (Rusmarjono, Soepardi, 2007).3. Klasifikasi dan Mikrobiologi

Konsesus internasional tahun 1995 membagi rinosinusitis hanya akut dengan batas sampai 8 minggu dan kronik jika lebih dari 8 minggu. Konsensus tahun 2004 membagi menjadi akut dengan batas sampai 4 minggu, subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan dan kronik jika lebih dari 3 bulan (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan dengan lanjutan dari sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat. Pada sinusitis kronik adanya faktor predisposisi harus dicari dan diobati secara tuntas (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah Streptococcus Pneumonia (30-50%). Hemophylus Influenzae (20-40%) dan Moraxella Catarhallis (4%). Pada anak, M. Catarhallis lebih banyak ditemukan (20%). Pada sinusitis kronik, faktor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang ada lebih condong ke arah bakteri negatif gram dan anaerob (Rusmarjono, Soepardi, 2007).4. SINUSITIS DENTOGEN

Merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik.

Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga sinusmaksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflasi jaringan periodontal muda menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Harus curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus purulen dan napas berbau busuk. Untuk mengobati sinusitisnya, gigi yang terinfeksi arus dicabut atau dirawat, dan pemberian antibiotik yang mencakup bakteri anaerob. Seringkali juga perlu dilakukan irigasi sinus maksila (Rusmarjono, Soepardi, 2007).5. Gejala Sinusitis

Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersembut disertai nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorokan (post nasal drip). Dapat disertai gejalah sistemik seperti demam dan lesu (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Keluhan nyeri dan rasa tekanan di daera sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (referred pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang ke dua bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di verteks, oksipital, belakang bola mata dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksila kadang-kadang adalah nyeri alih ke gigi dan telinga (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Gejala lain adalah sakit kepala, hipossmia/anosmia, halitosis, post nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak napas pada anak (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit di diagnosisi. Kadang-kadang hanya 1 atau 2 dari gejala-gejala di bawa ini yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorokan, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba Eustachius, gangguan ke paru seperti bronkitis (sino-bronkitis) bronkiektasis dan yang penting adalah serangan asma yang meningkat sulit diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis (Rusmarjono, Soepardi, 2007).6. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-endoskoi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior (pada sinusitis etmoid posterior dan sfenoid) (Rusmarjono, Soepardi, 2007). Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan di daerah kantus medius (Rusmarjono, Soepardi, 2007). Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos atau CT scan. Foto polos posisi waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara-cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa (Rusmarjono, Soepardi, 2007).CT scan sinus merupakan gold standartd diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Namun karema hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusits kronik yang tidak membaik dengan pengobatan dan pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan suda jarang digunakan karena sangat terbatas kegunaannya (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil sekret dari meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotikyang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Sinuskopi dilakukan dengan pungsi yang menembus dinding medial sinus maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskop, bisa dilihat kodisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi (Rusmarjono, Soepardi, 2007).7. Terapi

Tujuan terapi sinusitis ialah 1) mempercepat pertumbuhan 2) mencegah komplikasi dan 3) mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drenase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan embengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan pinisilin seperti amoksisislin. Jika diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan amoksisilin-klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotik diberikan selam 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Pada sinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman negatif gram dan anaerob.Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika perlukan seperti analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi). Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus maksila atau Proesz displacement therapy juga merupaknan terapi tambahan yang dapat bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang berat (Rusmarjono, Soepardi, 2007).8. Tindakan Operasi

Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF / FESS) merupakan operasi terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tindakan radikal (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Indikasinya berupa sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat, sinusitis kronik disertai kista aau kelainan yang ireversibel, polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur (Rusmarjono, Soepardi, 2007).9. Komplikasi

Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Kelainan orbitadisebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). Yang paling sering ialah sinusitis etmoid kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

Kelainan intrakranial.Dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak dan trombosis sinus kavernosus (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

Osteomielitis dan abses subperiostal.Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral aau fistula pada pipi (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

Kelainan paruseperti bronkitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronkial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

FARINGITIS

DefinisiMerupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin dan lain-lain (Rusmarjono, Soepardi, 2007).A. Faringitis akut

1. Etiologi

Banyak virus yang dapat menyebabkan faringitis seperti : (Adenoviruses, coronaviruses, enteroviruses, rhinoviruses, respiratory syncytial virus [RSV], epstein barr virus [EBV], herpes simpleks virus [HSV], metapneumovirus) dan gruop A hemolytic streptococcus [GABHS] (Hayden, Turner, 2004).

Organisme lain seperti streptococcus grup C, arcanocbacterium haemolyticum, francisella tularensis, mycoplasma pneumoniae, neisseria gonorrhoaea, dan coryne bacterium diphteriae kadang dihubungkan dengan timbulnya faringitis (Hayden, Turner, 2004) .

Bakteri yang lainnya misalnya haemophilus influenzae, dan streptococcus pneumoniae juga berhubungan dengan timbulnya faringitis (Hayden, Turner, 2004).

Faringitis juga dapat disebabkan oleh jamur (candida) dan juga karena adanya kontak orogenital [gonorea] (Rusmarjono, Soepardi, 2007).2. Epidemiologi

Infeksi virus pada traktus respirasi bagian atas menyebar melalui close contact dan biasanya terjadi pada beberapa musim yaitu musim gugur, musim semi dan musim dingin (Hayden, Turner, 2004) .

Streptococcal faringitis tidak biasa terjadi sebelum umur 2-3 tahun, dan insiden puncak terjadi pada awal tahun sekolah dan menurun pada akhir masa remaja dan akhir masa dewasa (Hayden, Turner, 2004).

Penyakit sangat sering terjadi pada musim dingin dan musim semi dan menyebar pada saudara kandung dan teman sekelas (Hayden, Turner, 2004).

Faringitis karena streptococcus grup C dan A. Haemolyticum sangat sering terjadi antara masa remaja dan dewasa (Hayden, Turner, 2004).

Infeksi primer dari HIV juga bermanifestasi sebagai faringitis dan mononucleosis- like sundrome (Hayden, Turner, 2004).3. Patogenesis

Kolonisasi GABHS pada faring dapat menghasilkan gejala yang asimptomatik atau gejala faringitis akut (Hayden, Turner, 2004) .

Protein M adalah faktor virulensi pertama dari GABHS dan memudahkan resistensi pada fagosit oleh neutrofil polimorfonuklear. Tipe spesifik imunity berkembang selama infeksi dan memberikan protektif imunity untuk infeksi selanjutnya pada M serotipe khusus(Hayden, Turner, 2004) .Scarlet fever disebabkan oleh GABHS yang memproduksi 1 dari 3 streptococcal erytrogenic exotosin (A,B dan C) yang dapat menginduksi suatu papular rash (Hayden, Turner, 2004).a) Faringitis viral

Tanda dan gejala

Tanda dan gejala infeksi viral muncul secara perlahan-lahan, dan gejala yang sering adalah rhinorea, batuk, mual, nyeri tenggorok, sulit menelan, dan diare (Hayden, Turner, 2004) .

Infeksi karena viral juga dapat menyebabkan konjungtivitis, coryza, hoarsenes (Hayden, Turner, 2004) .

Adenivirus faringitis memiliki ciri-ciri munculnya konjungtivitis dan demam yang terjadi secara bersamaan [pharingoconjunctival fever] (Hayden, Turner, 2004).

Pada EBV faringitis terdapat pembesaran tonsil dengan produksi eksudat pada faring yang banyak, servical limfadenitis, hepatosplenomegali, rash, dan fatiq (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Infeksi HSV primer pada anak kecil sering terdapat demam tinggi dan gingivostomatitis, namun gejala faringitis juga ada (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Infeksi A. Haemolyticum kadang dapat disertai oleh pucat, eritematous, maculopapular rash(Hayden, Turner, 2004) .

Infeksi HIV-1 dapat menyebabkan faringitis dengan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan. Faring hiperemis, adanya eksudat, adanya limfadenopati akut di leher dan lemah ditemukan dari pemeriksaan fisik (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Terapi

a. Istirahat dan minum yang cukup

b. Kumur dengan air hangat

c. Analgetika apabila perlu, dan tablet isap

d. Infeksi herpes sinpleks ( antivirus metisoprinol (isoprenosine) dengan dosis dewasa 60-100mg/kgBB dibagi dalam 4-6kali pemberian/hari, dan dosis anak-anak < 5 tahun diberikan 50mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/ hari (Rusmarjono, Soepardi, 2007).b) Faringitis bakteri

Streptococcus hemolitikus grup A merupakan penyebab faringitis akut pada dewasa (15%) dan anak (30%) (Hayden, Turner, 2004).

Tanda dan gejala

Onset faringitis sterptococcus berlangsung cepat dengan sakit tenggorokan, tidak adanya batuk dan demam merupakan gejala yang menonjol (Hayden, Turner, 2004).

Sakit kepala dan GI sindrom (nyeri abdomen, muntah) juga sering terjadi (Hayden, Turner, 2004).

Faring terlihat hiperemis dan terlihat adanya pembesaran tonsil dan terdapat eksudat di permukaannya (Hayden, Turner, 2004).

Setelah beberapa hari timbul bercak petechiae pada palatum dan faring. Terdapat pembesaran kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal, dan nyeri tekan (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Terapi

1. Antibiotik

Bila diduga penyebab faringitis akut adalah streptococcus hemolitikus grup A maka diberikan antibiotik (penisillin G Banzatin 50000 U/ kgBB, IM dosis tunggal atau amoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3 kali /hari selama 10 hari. Pada dewasa diberikan 3x500 mg selama 6-10 hari atau eritromisin 4x500 mg/ hari.2. Kortikosteroid

Diberikan deksametason 8-16 mg, IM, 1 kali. Pada anak diberikan 0,08-0,3 mg/kgBB, IM, 1 kali.

Analgetika

Kumur dengan air hangat atau antiseptik (Rusmarjono, Soepardi, 2007).c) Faringitis fungal

Biasanya disebabkan oleh infeksi candida pada mukosa rongga mulut dan faring

Tanda dan gejala

i. Terdapat keluhan nyeri tenggorok dan nyeri saat menelan

ii. Pemeriksaan fisik : Terdapat plak putih di orofaring dan mukosa laring lainnya hiperemis (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Terapi

Nystasin 100.000-400.000 2x/hari (Rusmarjono, Soepardi, 2007).d) Faringitis gonorea

Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Terapi

Sefalosporin generasi ke-3, ceftriakson 250mg, IM (Rusmarjono, Soepardi, 2007).B. Faringitis kronis

Dibagi dua menjadi hiperplastik dan atrofi

Faktor predisposisi:

Rinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alkohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring, debu, biasa bernapas dengan mulut karena hidung tersumbat (Rusmarjono, Soepardi, 2007).a. Faringitis kronik hiperplastik

Terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring, terjadi hiperplasi pada kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Tanda dan gejala

Awalnya terasa gatal pada tenggorok dan berkembang menjadi batuk. Pemeriksaan fisik: mukosa dinding posterior tidak rata dan bergranular (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Terapi

Kaustik faring dengan zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik (electrocauter) Simptomatis : obat kukur atau tablet isap. Obat batuk antitusif atau ekspektoran [bila perlu] (Rusmarjono, Soepardi, 2007).b. Faringitis kronik atrofi

Sering timbul bersamaan dengan rinitis alergi (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Tanda dan gejala

Tenggorok kering dan tebal serta bau mulut. Pemeriksaan fisik: tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Terapi

Mengobati rinitis atrofi ditambah dengan obat kumur (Rusmarjono, Soepardi, 2007).C. Faringitis spesifik

1. Faringitis leutika

Disebabkan karena adanya infeksi faring oleh treponema palidum (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Gambaran klinis

GAMBARAN KLINIS BERDASARKAN STADIUM

Stadium primer

Kelainan pada lidah, palatum mole, tonsil dan dinding posterior faring yang berbentuk bercak keputihan.Ulkus timbul bila infeksi terus berlanjut, dan terdapat pembesaran kelenjar mandibula yang tidak nyeri tekan (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

Stadium sekunder

Jarang ditemukan. Terdapat eritema pada dinding faring yang menjalar ke arah laring

Stadium tertier

Pada stadium ini terdapat guma (Rusmarjono, Soepardi, 2007).

2. Faringitis tuberculosisMerupakan proses sekunder dari tuberculosos paru. Cara infeksi eksogen yaitu koontak dengan sputum atau inhalasi kuman melalui udara. Cara infeksi endogen yaitu melalui darah pada tuberculosis milier (Rusmarjono, Soepardi, 2007).Gejala

Keadaan umumpasien buruk karena adanya anoreksia dan odinofagia, nyeri tenggorok yang hebat, nyeri di telinga (otalgia), disertai pembesaran kelenjar linfa sevical (Rusmarjono, Soepardi, 2007)

Diagnosis

Diagnosis dibuat dengan mengidentifikasi adanya infeksi GABHS. Manifestasi klinis infesi streptococcus dan infeksi virus terlihat sangat tumpang tindih. Kultur tenggorok merupakan gold standar yang tidak sempurna untuk diagnosis streptococcus faringitis. hasil kultur yang positif palsu dapat terjadi jika organisme lain tidak dapat diidentifikasi sebagai GABHS, dan anak sebagai pembawa streptococcus dapat juga mempunyai hasil kultur yang positif. Hasil kultur yang negatif palsu melambangkan variasi dari penyebab, termasuk inadekuatnya specimen swab tenggorokan dan pasien secara sembunyi-sembunyi menggunakan antibiotik. kekhususan rapid tes untuk mendeteksi antigen streptococcus grup A tinggi, sehingga jika rapid tes positif, maka kultur tenggorok tidak perlu dan dapat mengindikasikan terapi yang tepat (Hayden, Turner, 2004)

Komplikasi

Infeksi traktus respiratori oleh virus merupakan faktor predisposisi munculnya infeksi pada telinga tengah. Komplikasi dari streptococcus faringitis termasuk komplikasi lokal supuratif , seperti abses parafaringeal, dan penyakit nonsupuratif seperti demam reumatik akut dan acute postinfectious glomerulonephritis (Hayden, Turner, 2004)

Pencegahan

vaksin streptococcal multivalent profilaksis antimikroba dengan penicillin peroral setiap hari dapat mencegah terjadinya infeksi GABHS berulang, namun direkomendasikan hanya untuk mencegah demam rematik berulang (Hayden, Turner, 2004)

LARINGITIS

Merupakan peradangan local atau luas pada laring karna iritasi akut maupun kronis yang dapat disebabkan oleh bahan mekanik, kimia, alergi atau agen infeksi. (Depkes,2004)Iritasi pada laring biasanya menyebabkan kemerahan(erythema) dan pembengkakan (edema), dan biasanya kemerahan dan pembengkakan ini akan hilang ketika agen iritan dihilangkan dari laring. (Depkes,2004)Dua type utama dari laryngitis yaitu yang bersifat akut dan kronis;

1. Laryngitis Akut

Jika kontak dengan iritan secara tiba-tiba dan bersifar short-lived.

Laryngitis akan terjadi secara tiba-tiba dan akan menghilang ketika iritan menghilang

Penyebab dari laryngitis akut ini adalah; infeksi saluran napas atas karna bakteri, virus, fungi atau jamur.

Penyebab lain adalah polusi udara konsentrasi tinggi, sering terexpose asap rokok, luka yang menyebabkan trauma pada laryng. (Depkes,2004)2. Laryngitis Kronis

Jika terjadi expose pada iritan yang memperpanjang, Laringitis akan tetap terjadi selama iritan masih ada. (Depkes,2004) Beberapa penyebab laringitis kronik adalah;

1. Alergi

2. Merokok

3. Pemakaian marijuana(obat-obatan terlarang)

4. Pemakaian steroid hisap atau oral inhaler lainnya

5. infeksi beberapa fungi dan bakteri

6. Batuk kronik

7. Pemakaian suara berlebihan

Etiologi

Faktor Predisposisi

Perubahan cuaca/suhu

Gizi kurang/malnutrisi

Imunisasi tidak lengkap,dan

Pemakaian suara berlebihan (Mansjoer,2002)Gejala Laryngitis

Suara serak

Merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada penyakit ini. Suara serak ini disebabkan karna adanya pembengkakan pada vocal fold. (Depkes,2004)Pembengkakan

Pembengkakan menyebabkan suara menjadi rendah karna menghalangi kemampuan vocal fold untuk melakukan fibrasi dan konduksi suara. Pada kasus pembengkakan yang lebih parah dapat menyebabkan suara hilang. (Depkes,2004)Gejala lain ynag sering adalah;

1. Sakit tenggorokan,

2. Tenggorokan terasa kering,

3. Tenggorokan terasa gatal,

4. Sensasi adanya obstruksi/sesuatu pada tenggorokan, dan

5. Susah bernapas.

Gejala ini tidak selalu didapatkan pada keluhan laringitis. Selain itu, keluhan ini dapat dijumpai pada kelainan selain laryngitis. (Depkes,2004)Diagnosis

Diagnosa ditegakan berdasarkan gejala dan tanda yang ada (Depkes,2004)1) Melihat kondisi kotak suara(pita suara) dengan Laryngoscopy kemudian melakukan infestigasi;

1. Area dengan inflamasi

2. Petunjuk penyebab yang mungkin dari laryngitis

3. Lesi kotak suara yang lain

2) Memperkirakan kondisi vibrasi fita suara dengan Stroboscopy

Stroboscopy adalah prosedur yang memungkinkan penaksiran fungsi vibrasi dari pita suara. Perubahan vibrasi vocal fold bisa dihasilkan karna swelling atau karna adanya lesi pada vocal fold (Depkes,2004)3) Type dan kondisi dari kotak Suara

Pada pemeriksaan larynge, ditemukan tanda kemerahan dan pembengkakan. Pembengkakan ini bisa mengenaii seluruh bagian dari laryng(diffuse) atau hanya terjadi pada vocal fold saja atau juga mengenai bagian belakang laryng (Depkes,2004)Pola type dari laringitis ini sbb;

1. Pembengkakan diffuse-biasanya disebabkan dari menghirup penyebab laringitis, seperti merokok dan polusi udara

2. Pembengkakan terbatas pada vocal fold-Biassanya terjadi karna penyebab mekanik, seperti Pemakaian suara berlebihan

3. Pembengkakan di belakang laryng-juga disebut sbgai posterior laryngitis, kebanyakan terjadi karna aliran balik cairan lambung yang berada di dekat/area sekitan kerongkongan atau vocal fold.

PengobatanPengobatan laryngitis ditujukan pada penyebabnya dan/atau dengan menghilangkan kontak dengan iritan yang ada pada lingkungan. (Depkes,2004)Petunjuk Terapi secara umum

Hydration-merupakan komponen yang penting dari terapi laryngitis. Pada kebanyakan kasus laryngitis, terjadi sekresi mukosa kental yang berlebih atau penurunan lubrikasi pada laryng. Lubrikasi laryng dapat dipertahankan dengan meminum air yang cukup

Menghindari ekspose dengan agen pengering seperti caffein atau dengan memberikan obat dehidrasi yang bisa memelihara lubrikasi laryng yang baik.

Membatasi pemakaian suara(istirahat bicara) selama 2-3 hari, menghirup udara lembab, dan menghindari iritasi pada laring maupun faryng.

Terapi medikamentosa dengan antibiotik penisilin anak 3x 50 mg/kg BB dan dewasa 3x500 mg. Bila alergi penisilin maka diberikan eritromisin atau basitrasin. Steroid dapat diberikan untuk mengatasi edema, iritasi maupun inflamasi pada laring. Akan tetapi pemberian steroid ini masih kontroversi. Pembedahan-merupakan indikasi yang jarang dari kasus laryngitis.

EPIGLOTTITIS

Epiglottitis akut (supraglottitis) merupakan penyakit yang akut dengan progresifitas cellulitis yang cepat pada epiglottis dan struktur lain yang berdekatan yang menyebabkan obstruksi total jalan napas yang berpotensi fatal baik pada anak-anak maupun dewasa.(Harrison,2008)Sebelum ditemukan vaksin terhadap H.influenzae tipe b, penyakit ini umum ditemukan pada anak, dengan puncak insidensi usia 3,5 tahun. (Harrison,2008)Vaksin terhadap H.influenzae tipe b ini dapat mengurangi angka insidensi epiglottitis akut pada anak >90%, berbeda pada dewasa yang angka insidensinya hanya berkurang sedikit dengan pemberian vaksin tersebut (Harrison,2008)Karena risiko terjadinya obstruksi jalan napas maka keadaan ini termasuk dalam keadaan emergency, terutama pada anak, karenanya sangat dibutuhkan penegakan diagnosis yang tepat dan pengamanan jalan napas (Harrison,2008)1. Etiologi H.influenzae tipe b

A Streptococcus S. pneumoniae, Haemophilus parainfluenzae, and S. aureus (frekueninya sedikit)Belum ditemukan data yang menyebutkan bahwa virus dapat menyebabkan epiglottitis (Harrison,2008)

2. Manifestasi Klinis pada anak: demam tinggi, nyeri tenggorokan berat, takikardi, toksisitas sistemik, serta mengeluarkan liur selama duduk gejala lampirkan tabel badan badan.

Foto toraks toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak

Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.

Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 14)

Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut.

4. Tatalaksana Pasien TB Anak

Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat. Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radiologik tidak menunjukkan perubahan yang berarti, OAT tetap dihentikan.

Kategori Anak (2RHZ/ 4RH)

Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.

5. Pengobatan Pencegahan (Profilaksis) untuk Anak

Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan penderita TB dengan BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan menggunakan sistem skoring. Bila hasil evaluasi dengan skoring sistem didapat skor < 5, kepada anak tersebut diberikan Isoniazid (INH) dengan dosis 5-10 mg/kg BB/hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG dilakukan setelah pengobatan pencegahan selesai.

PNEUMONIA ANAK

1. Definisi

Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (FKUI,2005)2. Epidemiologi

Jenis dan keparahan penyakit dipengaruhi oleh beberapa factor termasuk umur, jenis kelamin, musim dalam tahun tersebut dan kepadatan penduduk. Anak laki-laki terkena sedikit lebih sering daripada anak perempuan. Angka serangan puncak untuk pneumonia virus adalah antara umur 2 dan 3 tahun dan sedikit demi sedikit menurun sesudahnya. (Prober, 2004)3. Klasifikasi

Pneumonia dibagi berdasarkan anatomis dan etiologinya.( Prober, 2004)Anatomis :

1. Pneumonia Lobaris

2. Pneumonia Lobularis(Bronkopneumonia)

3. Pneumonia Interstitialis (Bronkiolitis)

(Prober, 2004)4. Etiologi a. Pneumonia Akibat Virus

Virus penyebab pneumonia yang paling sering adalah virus sinsitial pernapasan (RSV), parainfluenza dan adenovirus. (Prober, 2004)Manifestasi Klinis :

Kebanyakan virus pneumonia didahului gejala-gejala pernapasan beberapa hari, termasuk rhinitis dan batuk. Walaupun biasanya ada demam, suhu biasanya lebih rendah daripada pneumonia bakteri. Takipnea, yang disertai dengan retraksi interkostal, subkostal, dan suprasternal; pelebaran cuping hidung; dan penggunaan otot tambahan sering ada. Infeksi berat dapat disertai dengan sianosis dan kelelahan pernapasan. (Prober, 2004)b. Pneumonia Bakteri

Biasanya bukan merupakan infeksi yang lazim, bila tidak ada penyakit kronis yang mendasari, seperti kistik fibrosis atau defisiensi imunologis. (Prober, 2004)Pneumonia pneumokokus

Patogenesis :

Organisme pneumokokus diaspirasi ke dalam perifer paru dari jalan napas atas atau nasofaring(edema reaktif terjadi yang mendukung proliferasi organisme dan membantu dalam penyebarannya ke dalam bagian paru yang berdekatan. (Prober, 2004)Manifestasi Klinis :

Riwayat klasik dingin menggigil yang disertai dengan demam tinggi, batuk, dan nyeri dada yang digambarkan pada orang dewasa dengan pneumonia pneumokokus mungkin ditemukan pada anak yang lebih tua, tetapi jarang diamati pada bayi dan anak muda, gambaran klinisnya jauh lebih bervariasi. (Prober, 2004)

KESIMPULAN

1. pasien anak pada skenario menderita faringotonsilitis komplikasi otitis media2. faktor resiko dapat teridentifikasi hanya berasal dari usia sementara faktor resiko berupa malnutrisi tidak ada karena pasien memiliki berat badan normal. Status iumnitas pasien, Keadaan lingkungan dan penyebaran infeksi dari lingkungan sekitar perlu digali pada pasien ini

3. pemberian obat sirup yang dilakukan oleh ibu pasien pada kemunculan keluhan 6 bulan yang lalu tidak rasional karena pemberian dosis yang tidak berdasarkan umur dan berat badan sehingga dapat memicu resistensi jika yang diberikan adalah antibiotik

4. aspek negatif dari penyakit infeksi tidak hanya dari sisi klinis tapi juga dari sisi non-klinis seperti penurunan prestasi dan produktifitas kerja serta peningkatan jumlah penularan infeksi ke orang lainTonsilitis Difteri

Tonslitis Septik

Angina Plaut Vincent

Penyakit Kelainan Darah

Tonsilitis Viral

Tonsilitis Bakterial

Tonsilitis Membranosa

Tonsilitis Akut

Tonsilitis Kronik

TONSILITIS

Faktor-faktor predisposisi

Menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fossa tonsilaris

Kripte melebar

Diganti oleh jaringan parut yang akanmengalami pengerutan

Pengikisan epitel mukosa serta jaringan limfoi

Infeksi Berulang

Pasien dg terapi awal observasi: segera mulai terapi antibiotik

Pasien dg terapi awal antibiotik: ubah antibiotik dengan yang lain

Menilai kemungkinan penyebab lain dari keluhan pasien dan tangani dg tepat

Diagnosis OMA tidak dapat dipastikan

Diagnosis OMA telah dikonfirmasi (dipastikan)

Penaksiran ulang dan konfirmasi lagi diagnosis OMA

Follow-up pasien dg tepat

Tidak

Iya

Apakah pasien berespon terhadap intervensi tatalaksana awal (baik terapi antibiotik maupun observasi)?

Amoxicillin dosis 80-90 mg/kg/hari sebagai terapi awal antibiotik pada sebagian besar anak

Tidak

Anak ditatalaksana dengan terapi antibiotik yang tepat

Iya

Apakah anak memiliki demam 39,5C dan/atau otalgia berat atau sedang?

Tidak

Anak diobservasi selama 48-72 jam dg jaminan follow-up yang tepat

Iya

Apakah observasi merupakan pilihan tepat terapi awal? *

Diagnosis OMA:

Tanda dan gejala dengan onset akut

Efusi telinga tengah (+)

Tanda dan gejala inflamasi telinga tengah (+)

Nyeri (-)

Rekomendasikan pengobatan untuk mengurangi nyeri pada pasien

Nyeri (+)

Menilai nyeri pada pasien

Anak (2 bl 12 tahun) dengan OMA tanpa komplikasi

OMSK (otitis media supuratif kronik)

OME

Sembuh

OMA (otitis media akut)

Fungsi tuba tetap terganggu

Infeksi (+)

OME (otitis media efusi)

Fungsi tuba tetap terganggu

Infeksi (-)

Sembuh/normal

Efusi

Tekanan negative telinga tengah

Gangguan tuba

Etiologi:

Perubahan tekanan udara tiba-tiba

Alergi

Infeksi

Sumbatan: sekret, tampon, tumor

ANAMNESIS

RPS

RPD

RPK

REVIEW SISTEM

PEMERIKSAAN FISIK

tampakan umum pasien

vital sign

inspeksi

palpasi

perkusi

auskultasi

jika diagnosa belum ditentukan, maka lakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan sputum, CT, dsb

FEVER AND COUGH

A medical intern who is stationed in a Puskesmas is observing an examination in the outpatient clinic. The Puskesmas physician is examining a 4-year-old girl who is brought by her mother with the complaints of fever since two days before, also cough and running nose. Since the last six month, the child has been suffering the same symptoms twice. Mother usually only gives her cough syrup and never bring her to physician. She also shows low appetite and restlessness during sleep. The physician prescribes amoxycillin dry syrup for three days, cough syrup and paracetamol.

After the patient leaves, the physician mentions that respiratory disease is the most frequent disease found in the outpatient clinic in that health center, especially among under-five children

definisi

etiologi

faktor resiko

klasifikasi

cara penularan

patogenesis

perjalanan alamiah penyakit

gambaran klinis

tatalaksana

komplikasi

Diagnosa Kerja

common cold

faringitis

tonsilitis

otitis media

TB anak

pemeriksaan

penunjang

pemeriksaan

fisik

anamnesis

PENEGAKAN DIAGNOSA

anatomi saluran nafas

demam, batuk, pilek

simptom

onset

durasi

pola

gejala

gejala penyerta

sign

........C