Lp sle

24
LAPORAN PENDAHULUAN SLE (SYSTEMIC LUPUS ERHYTEMATOSUS) 1. DEFINISI Systemic lupus erhytematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun yang kronik dan menyerang berbagai system dalam tubuh. Tanda dan gejala penyakit ini dapat bermacam-macam, dapat bersifat sementara, dan sulit untuk didiagnosis. Karena itu angka yang pasti tentang jumlah orang yang terserang oleh penyakit ini sulit untuk diperoleh (Price A. Sylvia, 2006). Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang melibatkan berbagai organ dengan manifestasi klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat. Pada keadaan awal sering sekali sulit untuk dikenali sebagai LES karena manifestasinya sering tidak terjadi bersamaan (Mansjoer Arif, 2001). Sitemik lupus erhytematosus adalah suatu penyakit menahun yang ditandai dengan peradangan dan pembentukan jaringan parut yang terjadi pada wajah, telinga, kulit kepala dan kadang pada bagian tubuh lainnya (www.medicastrore.com ). Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa systemic lupus erhytematosus (SLE) adalah suatu penyakiy autoimun yang menyerang berbagai system tubuh dengan manifestasi klinis yang bervariasi. 2. ETIOLOGI

Transcript of Lp sle

Page 1: Lp sle

LAPORAN PENDAHULUAN

SLE (SYSTEMIC LUPUS ERHYTEMATOSUS)

1. DEFINISI

Systemic lupus erhytematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun yang kronik dan

menyerang berbagai system dalam tubuh. Tanda dan gejala penyakit ini dapat

bermacam-macam, dapat bersifat sementara, dan sulit untuk didiagnosis. Karena itu

angka yang pasti tentang jumlah orang yang terserang oleh penyakit ini sulit untuk

diperoleh (Price A. Sylvia, 2006).

Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang melibatkan

berbagai organ dengan manifestasi klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat. Pada

keadaan awal sering sekali sulit untuk dikenali sebagai LES karena manifestasinya sering

tidak terjadi bersamaan (Mansjoer Arif, 2001).

Sitemik lupus erhytematosus adalah suatu penyakit menahun yang ditandai dengan

peradangan dan pembentukan jaringan parut yang terjadi pada wajah, telinga, kulit kepala

dan kadang pada bagian tubuh lainnya (www.medicastrore.com).

Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa systemic lupus erhytematosus

(SLE) adalah suatu penyakiy autoimun yang menyerang berbagai system tubuh dengan

manifestasi klinis yang bervariasi.

2. ETIOLOGI

Hingga kini penyebab SLE belum diketahui dengan jelas. Namun diperkirakan berkaitan

erat dengan beberapa faktor, antara lain autoimun, kelainan genetik, faktor lingkungan,

obat-obatan.

a. Autoimun :

Mekanisme primer SLE adalah autoimunitas, suatu proses kompleks dimana sistem

imun pasien menyerang selnya sendiri. Pada SLE, sel-T menganggap sel tubuhnya

sendiri sebagai antigen asing dan berusaha mengeluarkannya dari tubuh. Diantara

kejadian tersebut terjadi stimulasi limfosit sel B untuk menghasilkan antibodi, suatu

molekul yang dibentuk untuk menyerang antigen spesifik. Ketika antibodi tersebut

menyerang sel tubuhnya sendiri, maka disebut autoantibodi. Sel B menghasilkan sitokin.

Page 2: Lp sle

Sitokin tertentu disebut interleukin, seperti IL 10 dan IL 6, memegang peranan penting

dalam SLE yaitu dengan mengatur sekresi autoantibodi oleh sel B (Simon H, 2000).

Pada sebagian besar pasien SLE, antinuklear antibodi (ANA) adalah antibodi

spesifik yang menyerang nukleus dan DNA sel yang sehat. Terdapat dua tipe ANA,

yaitu anti-doule stranded DNA (anti-ds DNA) yang memegang peranan penting pada

proses autoimun dan anti-Sm antibodies yang hanya spesifik untuk pasien SLE (Simon

H, 2000). Dengan antigen yang spesifik, ANA membentuk kompleks imun yang beredar

dalam sirkulasi sehingga pengaturan sistem imun pada SLE terganggu yaitu berupa

gangguan klirens kompleks imun besar yang larut, gangguan pemrosesan kompleks

imun dalam hati, dan penurunan uptake kompleks imun oleh ginjal. Sehingga

menyebabkan terbentuknya deposit kompleks imun di luar sistem fagosit mononuklear.

Kompleks ini akan mengendap pada berbagai macam organ dan menyebabkan

terjadinya fiksasi komplemen pada organ tersebut dan aktivasinya menghasilkan

substansi yang menyebabkan radang. Reaksi radang inilah yang menyebabkan keluhan

pada organ yang bersangkutan (Albar Z, 1996).

Sekitar setengah dari pasien SLE memiliki antibodi antifosfolipid. Antibodi ini

menyerang fosfolipid, suatu kumpulan lemak pada membran sel. Antifosfolipid

meningkatkan resiko menggumpalnya darah, dan mungkin berperan dalam penyempitan

pembuluh darah serta rendahnya jumlah hitung darah (Simon H, 2000).

Antibodi tersebut termasuk lupus antikoagulan (LAC) dan antibodi antikardiolipin

(ACAs). Mungkin berupa golongan IgG, IgM, IgA yang berdiri sendiri-sendiri ataupun

kombinasi. Sekalipun dapat ditemukan pada orang normal, namun mereka juga

dihubungkan dengan sindrom antibodi antifosfolipid, dengan gambaran berupa

trombosis arteri dan/atau vena berulang, trombositopenia, kehilangan janin-terutama

kelahiran mati, pada pertengahan kedua kehamilan. Sindrom ini dapat terjadi sendirian

atau bersamaan dengan SLE atau gangguan autoimun lainnya (Lehman TJA, 2004).

b. Genetik

Faktor genetik memegang peranan penting dalam kerentanan dan ekspresi

penyakit. Sekitar 10-20% pasien SLE memiliki kerabat dekat yang juga menderita SLE

(Albar Z, 1996). Saudara kembar identik sekitar 25-70% (setiap pasien memiliki

manifestasi klinik yang berbeda) sedangkan non-identik 2-9% (Albar Z, 1996). Jika

seorang ibu menderita SLE maka kemungkinan anak perempuannya untuk menderita

penyakit yang sama adalah 1:40 sedangkan anak laki-laki 1:25 (Lamont DW, 2001).

Page 3: Lp sle

Penelitian terakhir menunjukkan adanya peran dari gen-gen yang mengkode unsur-

unsur sistem imun. Kaitan dengan haptolip MHC tertentu, terutama HLA-DR2 dan HLA-

DR3 serta komplemen (C1q , C1r , C1s , C4 dan C2) telah terbukti (Albar Z, 1996).

Suatu penelitian menemukan adanya kelainan pada 4 gen yang mengatur

apoptosis, suatu proses alami pengrusakan sel. Penelitian lain menyebutkan bahwa

terdapat beberapa kelainan gen pada pasien SLE yang mendorong dibentuknya

kompleks imun dan menyebabkan kerusakan ginjal (Simon H, 2000).

c. Faktor lingkungan

Satu atau lebih faktor eksternal dapat memicu terjadinya respon autoimun pada

seseorang dengan kerentanan genetik. Pemicu SLE termasuk, flu, kelelahan, stres,

kontrasepsi oral, bahan kimia, sinar matahari dan beberapa obat-obatan (Simon H,

2000).

Virus. Pemicu yang paling sering menyebabkan gangguan pada sel T adalah virus.

Beberapa penelitian menyebutkan adanya hubungan antara virus Epstein-Barr,

cytomegalovirus dan parvovirus-B19 dengan SLE. Penelitian lain menyebutkan adanya

perbedaan tipe khusus SLE bagian tiap-tiap virus, misalnya cytomegalovirus yang

mempengaruhi pembuluh darah dan menyebabkan fenomena Raynaud (kelainan

darah), tapi tidak banyak mempengaruhi ginjal (Simon H, 2000)..

Sinar matahari. Sinar ultraviolet (UV) sangat penting sebagai pemicu tejadinya SLE.

Ketika mengenai kulit, UV dapat mengubah struktur DNA dari sel di bawah kulit dan

sistem imun menganggap perubahan tersebut sebagai antigen asing dan memberikan

respon autoimun (Simon H, 2000).

Drug-Induced Lupus. Terjadi setelah pasien menggunakan obat-obatan tertentu dan

mempunyai gejala yang sama dengan SLE. Karakteristik sindrom ini adalah radang

pleuroperikardial, demam, ruam dan artritis. Jarang terjadi nefritis dan gangguan SSP.

Jika obat-obatan tersebut dihentikan, maka dapat terjadi perbaikan manifestasi klinik dan

dan hasil laoratoium (Lamont DW, 2001)

Hormon. Secara umum estrogen meningkatkan produksi antibodi dan menimbulkan

flare sementara testosteron mengurangi produksi antibodi. Sitokin berhubungan

langsung dengan hormon sex. Wanita dengan SLE biasanya memiliki hormon androgen

yang rendah, dan beberapa pria yang menderita SLE memiliki level androgen yang

abnormal (Simon H, 2000) Penelitian lain menyebutkan bahwa hormon prolaktin dapat

merangsang respon imun (Albar Z, 1996).

Page 4: Lp sle

3. KLASIFIKASI

Ada tiga jenis lupus, yaitu :

a. Lupus eritematosus sistemik (LES), dapat menimbulkan komplikasi seperti lupus

otak, lupus paru-paru, lupus pembuluh darah jari-jari tangan atau kaki, lupus

ginjal, lupus jantung, lupus darah, lupus otot, lupus retina, lupus sendi, dan lain-

lain.

b. Lupus discoid, lupus kulit dengan manifestasi beberapa jenis kelainan kulit.

Termasuk paling banyak menyerang.

c. Lupus obat, yang timbul akibat efek samping obat dan akan sembuh sendiri

dengan memberhentikan obat terkait. Umumnya berkaitan dengan pemakaian

obat hydralazine (obat hipertensi) dan procainamide (untuk mengobati detak

jantung yang tidak teratur).

4. MANIFESTASI KLINIS

a. Sistem Muskuloskeletal

Artralgia, artritis (sinovitis), pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika

bergerak, rasa kaku pada pagi hari.

b. Sistem Integumen

Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang

pangkal hidung serta pipi.Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.

c. Sistem Kardiak

Perikarditis merupakan manifestasi kardiak.

d. Sistem Pernafasan

Pleuritis atau efusi pleura.

e. Sistem Vaskuler

Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan

purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau

sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.

f. Sistem Perkemihan

Glomerulus renal yang biasanya terkena.

g. Sistem Saraf

Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh bentuk

penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.

Page 5: Lp sle

5. DIAGNOSA

Diagnosis SLE seringkali sulit ditegakkan karena gejala klinis penyakitnya sangat

beraneka ragam. Untuk menegakkan diagnosis SLE umumnya harus dilakukan melalui

dua tahapan. Pertama, menyingkirkan kemungkinan diagnosis penyakit lain. Kedua,

mencari tanda dan gejala penyakit yang memiliki nilai diagnosis tinggi untuk SLE.

Berdasarkan kriteria American College of Rheumatology (ACR) 1982, diagnosis lupus

dapat ditegakkan secara pasti jika dijumpai 4 kriteria atau lebih dari 11 kriteria, yaitu:

Bercak-bercak merah pada hidung dan kedua pipi yang memberi gambaran seperti

kupu-kupu (butterfly rash)

Kulit sangat sensitif terhadap sinar matahari (photohypersensitivity).

Luka di langit-langit mulut yang tidak nyeri.

Radang sendi ditandai adanya pembengkakan serta nyeri tekan sendi.

Kelainan paru.

Kelainan jantung.

Kelainan ginjal.

Kejang tanpa adanya pengaruh obat atau kelainan metabolik.

Kelainan darah (berkurangnya jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan keping

darah).

Kelainan sistem kekebalan (sel LE positif atau titer anti-ds-DNA abnormal atau antibodi

anti SM positif atau uji serologis positif palsu sifilis)

Antibodi antinuklear (ANA) positif.

Kelainan yang paling sering adalah kelainan sendi dan kelainan kulit. Sendi yang

sering terkena adalah sendi jari-jari tangan, sendi lutut, sendi pergelangan tangan dan

sendi pergelangan kaki. Kelainan kulit berupa butterfly rash dianggap khas dan banyak

menolong dalam mengarahkan diagnosis lupus.

6. PENATALAKSANAAN

Pengobatan medis SLE bergantung pada gejala individual. SLE tidak dapat

disembuhkan sehingga penatalaksanaan berfokus pada penekanan aktivitas penyakit.

Analgesic NSAID berguna dalam mengendalikan gejala. Saat pasien mengalami gejala

penyakit yang parah, steroid, DMARD, dan obat sitotoksik diberikan dengan pemantauan

gejala dan respons yang saksama, yang dapat atau tidak memerlukan rawat inap.

Page 6: Lp sle

Perawat menemukan pasien SLE pada berbagai are klinik karena sifat penyakit

yang homogeny. Hal ini meliputi area praktik keperawatan reumatologi, pengobatan

umum, dermatologi, ortopedik, dan neurologi. Pada setiap area asuhan pasien, terdapat

tiga komponen asuhan keperawatan yang utama.

Pemantauan aktivitas penyakit dilakukan dengan menggunakan instrument yang

valid, seperti hitung nyeri tekan dan bengkak sendi (Thompson & Kirwan, 1995) dan

kuesioner pengkajian kesehatan (Fries et al, 1980). Hal ini member indikasi yang

berguna mengenai pemburukan atau kekambuhan gejala.

Edukasi sangat penting pada semua penyakit jangka panjang. Pasien yang

menyadari hubungan antara stress dan serangan aktivitas penyakit akan mampu

mengoptimalkan prospek kesehatan mereka. Advis tentang keseimbangan antara

aktivitas dan periode istirahat, pentingnya latihan, dan mengetahui tanda peringatan

serangan, seperti peningkatan keletihan, nyeri, ruam, demam, sakit kepala, atau pusing,

penting dalam membantu pasien mengembangkan strategi koping dan menjamin

masalah diperhatikan dengan baik.

Dukungan psikologis merupakan kebutuhan utama bagi pasien SLE. Perawat dapat

member dukungan dan dorongan serta, setelah pelatihan, dapat menggunakan

ketrampilan konseling ahli. Pemberdayaan pasien, keluarga, dan pemberi asuhan

memungkinkan kepatuhan dan kendali personal yang lebih baik terhadap gaya hidup

dan penatalaksanaan regimen bagi mereka.

7. KOMPLIKASI

Komplikasi lupus eritematosus sistemik

1. Serangan pada Ginjal

a)  Kelainan ginjal ringan (infeksi ginjal)

b)  Kelainan ginjal berat (gagal ginjal)

c)  Kebocoran ginjal (protein terbuang secara berlebihan melalui urin).

2. Serangan pada Jantung dan Paru

a)  Pleuritis

b)  Pericarditis

c)  Efusi pleura

d)  Efusi pericard

e)  Radang otot jantung atau Miocarditis

Page 7: Lp sle

f)  Gagal jantung

g)  Perdarahan paru (batuk darah).

3. Serangan Sistem Saraf

a)  Sistem saraf pusat

·  Cognitive dysfunction

·  Sakit kepala pada lupus

·  Sindrom anti-phospholipid

·  Sindrom otak

·  Fibromyalgia.

b)  Sistem saraf tepi

·         Mati rasa atau kesemutan di lengan dan kaki

c)  Sistem saraf otonom

Gangguan suplai darah ke otak dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak, dapat

menyebabkan kematian sel-sel otak dan kerusakan otak yang sifatnya permanen

(stroke). Stroke dapat menimbulkan pengaruh sistem saraf otonom.

4. Serangan pada Kulit

Lesi parut berbentuk koin pada daerah kulit yang terkena langsung cahaya disebut

lesi diskoid

·   Ciri-ciri lesi spesifik ditemukan oleh Sonthiemer dan Gilliam pada akhir 70-an :

a) Berparut, berwarna merah (erythematosus), berbentuk koin sangat sensitif

terhadap sengatan matahari. Jenis lesi ini berupa lupus kult subakut/cutaneus lupus

subacute. Kadang menyerupai luka psoriasis atau lesi tidak berparut berbentuk koin.

b)   Lesi dapat terjadi di wajah dengan pola kupu-kupu atau dapat mencakup area

yang luas di bagian tubuh

c)   Lesi non spesifik

- Rambut rontok (alopecia)

- Vaskullitis : berupa garis kecil warna merah pada ujung lipatan kuku dan ujung jari.

Selain itu, bisa berupa benjolan merah di kaki yang dapat menjadi borok

- Fotosensitivitas : pipi menjadi kemerahan jika terkena matahari dan kadang di sertai

pusing.

5. Serangan pada Sendi dan Otot

- Radang sendi pada lupus

- Radang otot pada lupus

Page 8: Lp sle

6. Serangan pada Mata

7. Serangan pada Darah

·  Anemia

·  Trombositopenia

·  Gangguan pembekuan

·  Limfositopenia

8. Serangan pada Hati

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan laboratorium dapat memberikan (1) penegakkan atau menyingkirkan

suatu diagnosis; (2) untuk mengikuti perkembangan penyakit, terutama untuk

menandai terjadinya suatu serangan atau sedang berkembang pada suatu organ; (3)

untuk mengidentifikasi efek samping dari suatu pengobatan.

a. Pemeriksaan Autoantibodi

Antibody Prevalensi,

%

Antigen yang Dikenali Clinical Utility

Antinuclear antibodies

(ANA)

98 Multiple nuclear Pemeriksaan skrining terbaik;

hasil negative berulang

menyingkirkan SLE

Anti-dsDNA 70 DNA (double-stranded) Jumlah yang tinggi spesifik

untuk SLE dan pada beberapa

pasien berhubungan dengan

aktivitas penyakit, nephritis,

dan vasculitis.

Anti-Sm 25 Kompleks protein pada

6 jenis U1 RNA

Spesifik untuk SLE; tidak ada

korelasi klinis; kebanyakan

pasien juga memiliki RNP;

umum pada African American

dan Asia dibanding Kaukasia.

Anti-RNP 40 Kompleks protein pada

U1 RNAγ

Tidak spesifik untuk SLE;

jumlah besar berkaitan dengan

gejala yang overlap dengan

gejala rematik termasuk SLE.

Anti-Ro (SS-A) 30 Kompleks Protein pada Tidak spesifik SLE; berkaitan

Page 9: Lp sle

hY RNA, terutama 60

kDa dan 52 kDa

dengan sindrom Sicca,

subcutaneous lupus subakut,

dan lupus neonatus disertai

blok jantung congenital;

berkaitan dengan penurunan

resiko nephritis.

Anti-La (SS-B) 10 47-kDa protein pada hY

RNA

Biasanya terkait dengan anti-

Ro; berkaitan dengan

menurunnya resiko nephritis

Antihistone 70 Histones terkait dengan

DNA (pada nucleosome,

chromatin)

Lebih sering pada lupus akibat

obat daripada SLE.

Antiphospholipid 50 Phospholipids,β2

glycoprotein 1 cofactor,

prothrombin

Tiga tes tersedia –ELISA

untuk cardiolipin dan β2G1,

sensitive prothrombin time

(DRVVT); merupakan

predisposisi pembekuan,

kematian janin, dan

trombositopenia.

Antierythrocyte 60 Membran eritrosit Diukur sebagai tes Coombs’

langsung; terbentuk pada

hemolysis.

Antiplatelet 30 Permukaan dan

perubahan antigen

sitoplasmik pada

platelet.

Terkait dengan

trombositopenia namun

sensitivitas dan spesifitas

kurang baik; secara klinis tidak

terlalu berarti untuk SLE

Antineuronal

(termasuk anti-

glutamate receptor)

60 Neuronal dan

permukaan antigen

limfosit

Pada beberapa hasil positif

terkait dengan lupus CNS

aktif.

Antiribosomal P 20 Protein pada ribosome Pada beberapa hasil positif

terkait dengan depresi atau

psikosis akibat lupus CNS

Tabel 3 Autoantibodi yang ditemukan pada Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

Catatan: CNS = central nervous system, CSF= cerebrospinal fluid, DRVVT = dilute

Russell viper venom time, ELISA= enzyme-linked immunosorbent assay.

Page 10: Lp sle

Secara diagnostic, antibody yang paling penting untuk dideteksi adalah ANA karena

pemeriksaan ini positif pada 95% pasien, biasanya pada onset gejala. Pada beberapa

pasien ANA berkembang dalam 1 tahun setelah onset gejala; sehingga pemeriksaan

berulang sangat berguna. Lupus dengan ANA negative dapat terjadi namun keadaan ini

sangat jarang pada orang dewasa dan biasanya terkait dengan kemunculan dari

autoantibody lainnya (anti-Ro atau anti-DNA). Tidak ada pemeriksaan berstandar

internasional untuk ANA; variabilitas antara pemeriksaan yang berbeda antara

laboratorium sangat tinggi.

Jumlah IgG yang besar pada dsDNA (bukan single-strand DNA) spesifik untuk SLE.

ELISA dan reaksi immunofluorosensi pada sel dengan dsDNA pada flagel Crithidia

luciliae memiliki sekitar 60% sensitivitas untuk SLE; identifikasi dari aviditas tinggi untuk

anti-dsDNA pada emeriksaan Farr tidak sensitive namun terhubung lebih baik dengan

nephritis

Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan adanya penyakit SLE

b. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang terdapat

pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga juga bisa ditemukan

pada penyakit lain. Karena itu jika menemukan antibodi antinuklear, harus

dilakukan juga pemeriksaan untuk antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar

yang tinggi dari kedua antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua

penderita lupus memiliki antibodi ini.

Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang berperan

dalam sistem kekebalan) dan untuk menemukan antibodi lainnya, mungkin perlu

dilakukan untuk memperkirakan aktivitas dan lamanya penyakit.

c. Ruam kulit atau lesi yang khas

d. Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis

e. Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya gesekan

pleura atau jantung

f. Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein

g. Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah

h. Biopsi ginjal

i. Pemeriksaan saraf.

Page 11: Lp sle

9. ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian

1. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada

gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah,

lemah, nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap

gaya hidup serta citra diri pasien.

2. Kulit

Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.

3. Kardiovaskuler

Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.

Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan

gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan

ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga.

4. Sistem Muskuloskeletal

Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada

pagi hari.

5. Sistem integument

Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang

pangkal hidung serta pipi.

Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.

6. Sistem pernafasan

Pleuritis atau efusi pleura.

7. Sistem vaskuler

Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan

purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah

atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.

8. Sistem Renal

Edema dan hematuria.

9. Sistem saraf

Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun

manifestasi SSP lainnya.

Page 12: Lp sle

b. Diagnosa, tujuan, kriteria hasil, intervensi

1. Pola Nafas tidak efektif

Diagnosa Keperawatan/

Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Pola nafas tidak efektif

berhubungan dengan :

- Penurunan

energi/Kelelahan

DO:

- Penurunan tekanan

inspirasi/ekspirasi

- Penurunan pertukaran

udara permenit

- Penggunaan otot bantu

pernafasan

- Tahap ekspirasi

berlangsung cepat

- Penurunan kapasitas vital

- Respirasi < 11-24x/mnt

NOC :

Respiratory status:

ventilation

Respiratory status: airway

patency

Vital sign status

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama…..

menunjukkan keefektifan

pola nafas pasien teratasi

dengan kriteria hasil:

Mendemostrasikan

batuk efektif dan tidak

ada pursed lips

Menunjukkan jalan

nafas yang paten tidak

tercekik dan RR normal

TTV dalam rentang

normal

NIC : Pressure Management

Posisikan pasien untuk

memaksimalkan ventilasi

Lakukan fisioterpi dada jika perlu

Auskultasi suara nafas, catat adanya

suara nafas tambahan

Berikan bronkodilator:....

Atur intake untuk cairan

mengoptimalkan keseimbangan

Monitor respirasi dan status O2

Bersihkan mulut, hidung dan sekret

trakea

Pertahankan jalan nafas yang paten

Observasi adanya tanda hipoventilasi

Monitor TTV

Informasikan pada pasien dan keluarga

tentang tehnik relaksasi untuk

memperbaiki pola nafas

Monitor pola nafas

Ajarkan bagaimana batuk efektif

2. Gangguan perfusi jaringan Perifer

Diagnosa Keperawatan/

Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Gangguan perfusi jaringan

Perifer berhubungan dengan :

- penurunan komponen

seluler yang penting untuk

pengangkutan oksigen dan

NOC :

CRT normal

Nadi kuat

Vital sign status

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama…..

NIC : Pressure Management

Kaji perubahan yang tiba-tiba

Kaji adanya pucat (akral dingin)

Observasi tanda-tanda vital

Kaji kekuatan nadi perifer

Page 13: Lp sle

nutrisi ke sel

DO:

- warna kulit pucat saat

elevasi

- penurunan nadi

- CRT >2dtk

- Perubahan karakteristik

kulit (warna, elastisitas,

rambut, kelembapan, kuku,

sensasi suhu)

gangguan jaringan perifer

teratasi dengan kriteria

hasil:

o

Akral hangat

Anemia –

CRT < 2dtk

BGA normal

Kaji tanda-tanda dehidrasi

Observasi intake dan output cairan

Observasi tanda-tanda iskemik

ekstremitas tiba-tiba misalnya

penurunan suhu, peningkatan nyeri.

3. Kerusakan integritas kulit

Diagnosa Keperawatan/

Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kerusakan integritas kulit

berhubungan dengan :

Internal :

- Defisit imunologi

DO:

- Gangguan pada bagian

tubuh

- Kerusakan lapisa kulit

(dermis)

- Gangguan permukaan kulit

(epidermis)

NOC :

Tissue Integrity : Skin and

Mucous Membranes

Wound Healing : primer dan

sekunder

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama…..

kerusakan integritas kulit

pasien teratasi dengan

kriteria hasil:

Integritas kulit yang

baik bisa

dipertahankan

(sensasi, elastisitas,

temperatur, hidrasi,

pigmentasi)

Tidak ada luka/lesi

pada kulit

Perfusi jaringan baik

Menunjukkan

NIC : Pressure Management

Anjurkan pasien untuk menggunakan

pakaian yang longgar

Hindari kerutan pada tempat tidur

Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih

dan kering

Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)

setiap dua jam sekali

Monitor kulit akan adanya kemerahan

Oleskan lotion atau minyak/baby oil

pada derah yang tertekan

Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien

Monitor status nutrisi pasien

Memandikan pasien dengan sabun dan

air hangat

Kaji lingkungan dan peralatan yang

menyebabkan tekanan

Observasi luka : lokasi, dimensi,

kedalaman luka, karakteristik,warna

cairan, granulasi, jaringan nekrotik,

Page 14: Lp sle

pemahaman dalam

proses perbaikan kulit

dan mencegah

terjadinya sedera

berulang

Mampu melindungi kulit

dan mempertahankan

kelembaban kulit dan

perawatan alami

Menunjukkan

terjadinya proses

penyembuhan luka

tanda-tanda infeksi lokal, formasi

traktus

Ajarkan pada keluarga tentang luka

dan perawatan luka

Kolaburasi ahli gizi pemberian diae

TKTP, vitamin

Cegah kontaminasi feses dan urin

Lakukan tehnik perawatan luka dengan

steril

Berikan posisi yang mengurangi

tekanan pada luka

4. Nyeri

Diagnosa Keperawatan/

Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Nyeri akut berhubungan

dengan:

Kerusakan jaringan

DS:

- Laporan secara verbal

DO:

- Posisi untuk menahan nyeri

- Tingkah laku berhati-hati

- Gangguan tidur (mata sayu,

tampak capek, sulit atau

gerakan kacau,

menyeringai)

- Terfokus pada diri sendiri

- Fokus menyempit

(penurunan persepsi waktu,

kerusakan proses berpikir,

penurunan interaksi dengan

orang dan lingkungan)

- Tingkah laku distraksi,

NOC :

Pain Level,

pain control,

comfort level

Setelah dilakukan tinfakan

keperawatan selama ….

Pasien tidak mengalami

nyeri, dengan kriteria hasil:

Mampu mengontrol nyeri

(tahu penyebab nyeri,

mampu menggunakan

tehnik nonfarmakologi

untuk mengurangi nyeri,

mencari bantuan)

Melaporkan bahwa nyeri

berkurang dengan

menggunakan manajemen

nyeri

Mampu mengenali nyeri

(skala, intensitas,

NIC :

Lakukan pengkajian nyeri secara

komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas

dan faktor presipitasi

Observasi reaksi nonverbal dari

ketidaknyamanan

Bantu pasien dan keluarga untuk

mencari dan menemukan dukungan

Kontrol lingkungan yang dapat

mempengaruhi nyeri seperti suhu

ruangan, pencahayaan dan kebisingan

Kurangi faktor presipitasi nyeri

Kaji tipe dan sumber nyeri untuk

menentukan intervensi

Ajarkan tentang teknik non farmakologi:

napas dala, relaksasi, distraksi, kompres

hangat/ dingin

Berikan analgetik untuk mengurangi

nyeri: ……...

Page 15: Lp sle

contoh : jalan-jalan,

menemui orang lain

dan/atau aktivitas, aktivitas

berulang-ulang)

- Respon autonom (seperti

diaphoresis, perubahan

tekanan darah, perubahan

nafas, nadi dan dilatasi

pupil)

- Perubahan autonomic dalam

tonus otot (mungkin dalam

rentang dari lemah ke kaku)

- Tingkah laku ekspresif

(contoh : gelisah, merintih,

menangis, waspada, iritabel,

nafas panjang/berkeluh

kesah)

frekuensi dan tanda nyeri)

Menyatakan rasa nyaman

setelah nyeri berkurang

Tanda vital dalam rentang

normal

Tidak mengalami

gangguan tidur

Tingkatkan istirahat

Berikan informasi tentang nyeri seperti

penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan

berkurang dan antisipasi

ketidaknyamanan dari prosedur

Monitor vital sign sebelum dan sesudah

pemberian analgesik pertama kali

5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Diagnosa Keperawatan/

Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh

Berhubungan dengan :

Ketidakmampuan untuk

memasukkan atau mencerna

nutrisi oleh karena faktor

biologis.

DS:

- Mual

- Muntah

- Rasa penuh tiba-tiba

setelah makan

DO:

- Diare

NOC:

a. Nutritional status:

Adequacy of nutrient

b. Nutritional Status : food

and Fluid Intake

c. Weight Control

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan

selama….nutrisi kurang

teratasi dengan indikator:

Albumin serum

Pre albumin serum

Hematokrit

Hemoglobin

Kaji adanya alergi makanan

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

menentukan jumlah kalori dan nutrisi

yang dibutuhkan pasien

Yakinkan diet yang dimakan

mengandung tinggi serat untuk

mencegah konstipasi

Ajarkan pasien bagaimana membuat

catatan makanan harian.

Monitor adanya penurunan BB dan gula

darah

Monitor lingkungan selama makan

Jadwalkan pengobatan dan tindakan

tidak selama jam makan

Page 16: Lp sle

- Rontok rambut yang

berlebih

- Kurang nafsu makan

- Bising usus berlebih

- Konjungtiva pucat

- Denyut nadi lemah

Total iron binding

capacity

Jumlah limfosit

Monitor turgor kulit

Monitor kekeringan, rambut kusam, total

protein, Hb dan kadar Ht

Monitor mual dan muntah

Monitor pucat, kemerahan, dan

kekeringan jaringan konjungtiva

Monitor intake nuntrisi

Informasikan pada klien dan keluarga

tentang manfaat nutrisi

Kolaborasi dengan dokter tentang

kebutuhan suplemen makanan seperti

NGT/ TPN sehingga intake cairan yang

adekuat dapat dipertahankan.

Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi

selama makan

Kelola pemberan anti emetik:.....

Anjurkan banyak minum

Pertahankan terapi IV line

Catat adanya edema, hiperemik,

hipertonik papila lidah dan cavitas oval

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa Agung

Waluyo. Jakarta : EGC

Price, Anderson, Sylvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Alih

bahasa brahm. Jakarta : EGC

Lewis, Sharon Mantik. 2000. Medical Surgical Nursing 5th Edition 2nd Volume. United

States of America : Mosby, Inc.

Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta : Media

Aesculapius FKUI