LP PEB

20
LAPORAN PENDAHULUAN PRE EKLAMPSIA BERAT (PEB) A. Pengertian Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul akibat kelainan neurologi (Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3). Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam Muctar, 1998 ). Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda- tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan (Ilmu Kebidanan : 2005). Preeklampsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau disertai udema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Asuhan Patologi Kebidanan : 2009).

Transcript of LP PEB

Page 1: LP PEB

LAPORAN PENDAHULUAN

PRE EKLAMPSIA BERAT

(PEB)

A. Pengertian

            Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema

akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.

Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul

akibat kelainan neurologi (Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3).

Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil,

bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak

menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan

gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih

( Rustam Muctar, 1998 ).

              Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan

proteinuria yang timbul karena kehamilan (Ilmu Kebidanan : 2005).

             Preeklampsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan

timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau disertai

udema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Asuhan Patologi Kebidanan : 2009).

             Preeklampsia dibagi dalam 2 golongan ringan dan berat. Penyakit

digolongkan berat bila satu atau lebih tanda gejala dibawah ini :

1. Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau

lebih.

2. Proteinuria 5 g atau lebih dalam 24 jam; 3 atau 4 + pada pemeriksaan kualitatif;

3. Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam

4. Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium

5. Edema paru dan sianosis.

(Ilmu Kebidanan : 2005)

B. Etiologi

             Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak

teori – teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya.

Oleh karena itu disebut “penyakit teori” namun belum ada memberikan jawaban

yang memuaskan. Tetapi terdapat suatu kelainan yang menyertai penyakit ini yaitu :

Page 2: LP PEB

- Spasmus arteriola

- Retensi Na dan air

- Koagulasi intravaskuler

Walaupun vasospasme mungkin bukan merupakan sebab primer penyakit ini, akan

tetapi vasospasme ini yang menimbulkan berbagai gejala yang menyertai eklampsia

(Obstetri Patologi : 1984)

            Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab preeklampsia

ialah iskemia plasenta. Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua

hal yang bertalian dengan penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan

banyak faktor yang menyebabkan preeklampsia dan eklampsia. Diantara faktor-

faktor yang ditemukan sering kali sukar ditemukan mana yang sebab mana yang

akibat (Ilmu Kebidanan : 2005).

C. Patofisiologi

            Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi

garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada

beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui

oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme,

maka tenanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar

oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema

yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial

belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat

disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus

(Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman 199).

           Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan

patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh

vasospasme dan iskemia (Cunniangham,2003).

Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan

respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin,tromboxan) yang

dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet.  Penumpukan trombus dan

perdarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit

kepala dan defisit syaraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan

penurunan laju filtrasi glomelurus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis

hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati.

Page 3: LP PEB

Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intavaskuler,

meningkatnya kardiakoutput dan peningkatan tahanan pembuluh perifer.

Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan trobositopeni.

Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat

bahkan kematian janin dalam rahim (Michael,2005).

Perubahan pada organ :

1. Perubahan kardiovaskuler

Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklamsia

dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan

peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata

dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang

secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik / kristaloid intravena, dan aktifasi

endotel disertai ekstravasasi kedalam ekstravaskuler terutama paru

(Cunningham,2003).

2. Metablisme air dan elektrolit

Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak

diketahui penyebabnya . jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada

penderita preeklamsia dan eklampsia dari pada wanita hamil biasa atau penderita

dengan hipertensi kronik. Penderita preeklamsia tidak dapat mengeluarkan dengan

sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus

menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit,

kristaloid, dan protein tidak mununjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia.

Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal

(Trijatmo,2005).

3. Mata

Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu

dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan

salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang

menunjukkan pada preeklampsia berat yang mengarah pada eklampsia adalah

adanya skotoma, diplopia dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adaanya perubahan

peredaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau didalam retina

(Rustam,1998).

Page 4: LP PEB

4. Otak

Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia

pada korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan

(Trijatmo,2005).

5. Uterus

Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta,

sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi

gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus

rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjadi partus prematur.

6. Paru2

Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh

edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena aspirasi

pnemonia atau abses paru (Rustam, 1998).

D. Manifestasi Klinis

Diagnosis preeklamsia ditegakkan berdasarkan adanya dari tiga gejala, yaitu :

- Edema

- Hipertensi

- Proteinuria

Berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa

kali. Edema terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari

tangan dan muka. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat >

30 mmHg atau tekanan diastolik > 15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat

selama 30 menit. Tekanan diastolik pada trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg

patut dicurigai sebagai bakat preeklamsia. Proteiuria bila terdapat protein sebanyak

0,3 g/l dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1 atau 2;

atau kadar protein ≥ 1 g/l dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau urin porsi

tengah, diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.

Disebut preeklamsia berat bila ditemukan gejala :

- Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg.

- Proteinuria + ≥5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup.

- Oliguria (<400 ml dalam 24 jam). - Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan. -

Nyeri epigastrum dan ikterus. - Trombositopenia. - Pertumbuhan janin terhambat. -

Page 5: LP PEB

Mual muntah - Nyeri epigastrium - Pusing - Penurunan visus (Kapita Selekta

Kedokteran edisi ke-3)

E. Pencegahan

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda

dini preeklampsia, dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Kita

perlu lebih waspada akan timbulnya preeklampsia dengan adanya faktor-faktor

predisposisi seperti yang telah diuraikan di atas. Walaupun timbulnya preeklamsia

tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensinya dapat dikurangi dengan

pemberian penerangan secukupnya dan pelaksanaan pengawasannya yang baik pada

wanita hamil. Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam

pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan

sehari-hari perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet

tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan

yang tidak berlebihan perlu dianjurkan. Mengenal secara dini preeklampsia dan

segera merawat penderita tanpa memberikan diuretika dan obat antihipertensif,

memang merupakan kemajuan yang penting dari pemeriksaan antenatal yang baik. 

F. Penatalaksanaan

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia

berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi : 

a. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah

pengobatan medisinal. 

1. Perawatan aktif 

Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan

pemeriksaan fetal assesment (NST dan USG). Indikasi : 

a. Ibu 

• Usia kehamilan 37 minggu atau lebih 

• Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi

konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan

darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal, ada gejala-gejala status quo (tidak

ada perbaikan) 

b. Janin 

• Hasil fetal assesment jelek (NST dan USG) 

Page 6: LP PEB

• Adanya tanda IUGR (janin terhambat) 

c. Laboratorium 

• Adanya “HELLP Syndrome” (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar,

trombositopenia) 

2. Pengobatan mediastinal 

Pengobatan mediastinal pasien preeklampsia berat adalah : 

a. Segera masuk rumah sakit. 

b. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital perlu diperiksa setiap 30 menit,

refleks patella setiap jam. 

c. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125

cc/jam) 500 cc. 

d. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam. 

e. Pemberian obat anti kejang magnesium sulfat (MgSO4). 

1. Dosis awal sekitar 4 gr MgSO4) IV (20% dalam 20 cc) selama 1 gr/menit

kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti

segera 4 gram di pantat kiri dan 4 gr di pantat kanan (40% dalam 10 cc)

dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat

diberikan xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan

IM. 

2. Dosis ulang : diberikan 4 gr IM 40% setelah 6 jam pemberian dosis awal

lalu dosis ulang diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana pemberian

MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari. 

3. Syarat-syarat pemberian MgSO4 

• Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10% 1 gr (10%

dalam 10 cc) diberikan IV dalam 3 menit. 

• Refleks patella positif kuat. 

• Frekuensi pernapasan lebih 16 x/menit. 

• Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/KgBB/jam)

4. MgSO4 dihentikan bila : 

• Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, refleks fisiologis

menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan

selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot

pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat

adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10

Page 7: LP PEB

mEq/liter. Kadar 12-15 mEq/liter dapat terjadi kelumpuhan otot

pernapasan dan > 15 mEq/liter terjadi kematian jantung.

• Bila timbul tanda-tanda keracunan MgSO4 :

- Hentikan pemberian MgSO4

- Berikan calcium gluconase 10% 1 gr (10% dalam 10 cc) secara IV

dalam waktu 3 menit

- Berikan oksigen

- Lakukan pernapasan buatan

• MgSO4 dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan sedah terjadi

perbaikan (normotensi).

f. Deuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah

jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg IM.

g. Anti hipertensi diberikan bila :

1. Desakan darah sistolik > 180 mmHg, diastolik > 110 mmHg atau MAP lebih

125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolik <105 mmHg (bukan

< 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.

2. Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.

3. Bila diperlukan penurunan tekanan darah secepatnya dapat diberikan obat-obat

antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang dapat

dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan

tekanan darah.

4. Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi

secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan

awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral

(syakib bakri,1997)

b. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan

medisinal.

1. Indikasi : bila kehamilan paterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda

inpending eklampsia dengan keadaan janin baik.

2. Pengobatan medisinal : sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan

aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan IV, cukup intramuskular

saja dimana 4 gram pada pantat kiri dan 4 gram pada pantat kanan.

Page 8: LP PEB

3. Pengobatan obstetri :

a. Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti

perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.

b. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda preeklampsia

ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.

c. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan

medisinal gagal dan harus diterminasi.

d. Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dulu

MgSO4 20% 2 gr IV.

4. Penderita dipulangkan bila :

a. Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda preeklampsia ringan dan

telah dirawat selama 3 hari.

b. Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan preeklamsia ringan :

penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai preeklampsia ringan

(diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).

G. Komplikasi

1. Stroke

2. Hipoxia janin

3. Gagal ginjal

4. Kebutaan

5. Gagal jangtung

6. Kejang

7. Hipertensi permanen

8. Distress fetal

9. Infark plasenta

10. Abruptio plasenta

11. Kematian janin

H. Pemeriksaan Penunjang Preeklampsia

1. Pemeriksaan spesimen urine mid-stream untuk menyingkirkan kemungkinan

infeksi urin.

2. Pemeriksaan darah, khususnya untuk mengetahui kadar ureum darah (untuk

menilai kerusakan pada ginjal) dan kadar hemoglobin.

Page 9: LP PEB

3. Pemeriksaan retina, untuk mendeteksi perubahan pada pembuluh darah retina.

4. Pemeriksaan kadar human laktogen plasenta (HPL) dan esteriol di dalam

plasma serta urin untuk menilai faal unit fetoplasenta (Helen Farier : 1999)

5. Elektrokardiogram dan foto dada menunjukkan pembesaran ventrikel dan

kardiomegali. 

I. Diagnosa Keperawatan

1. Pola nafas inefektif b.d peningkatan kebutuhan O2

2. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan COP

3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai O2, kelemahan fisik

4. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan vaskuler otak

5. Kelebihan volume cairan b.d peningkatan reabsorpsi Na

6. Resiko injuri b.d peningkatan tekanan vaskuler retina

J. Rencana Tindakan Keperawatan

1. Pola nafas inefektif b.d peningkatan kebutuhan O2

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 60 menit pola nafas

kembali normal

Kriteria hasil : bebas dari sianosis, pala nafas normal RR : 24 x/mnt

Intervensi :

a. Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman

Rasional : untuk mengetahui pola nafas pasien

b. Auskultasi bunyi nafas

Rasional : mengetahui ada tidaknya nafas tambahan

c. Atur posisi pasien semi fowler

Rasional : merangsang fungsi pernafasan atau ekspansi paru

d. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai indikasi

Rasional : meningkatkan pengiriman oksigen ke paru

2. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan COP

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 60 menit diharapkan

kebutuhan O2 terpenuhi.

Kriteria hasil : CRT < 2 detik, tidak terjadi sianosis

Interensi :

Page 10: LP PEB

a. Catat frekuensi dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot bantu.

Rasional : untuk mengetahui kelemahan otot pernapasan.

b. Awasi tanda-tanda vital

Rasional : untuk mengetahui tingkat kegawatan klien.

c. Pantau BGA

Rasional : asidosis yang terjadi dapat menghambat masuknya oksigen pada tingkat

sel.

d. Kolaborasi pemberian IV larutan elektrolit

Rasional : meminimalkan fluktuasi dalam aliran vaskuler.

3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai O2, kelemahan fisik

Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam aktivitas pasien

dapat terpenuhi

Kriteria hasil : Pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / di perlukan

Intervensi :

a. Periksa TTV sebelum dan sesudah aktivitas

Rasional : mengetahui tingkat kelemahan

b. Instruksikan pasien tentang tekhnik penghematan energi

Rasional : membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.

c. Berikan bantuan sesuai kebutuhan

Rasional : Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong

kemandirian dalam melakukan aktivitas.

4. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan vaskuler otak

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam nyeri

berkurang /menghilang

Kriteria hasil : wajah tidak menyeringai, tidak pusing

Intervensi :

a. Kaji skala nyeri

Rasional : mengetahui intensitas nyeri

b. Pertahankan tirah baring

Rasional : meminimalkan stimulasi / meningkatkan relaksasi

c. Minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala

misalnya, mengejan, batuk panjang

Page 11: LP PEB

Rasional : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menambah beratkan penyakit

d. Ajarkan taknik relaksasi dan distraksi

Rasional : membantu menghilangkan rasa nyeri

e. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi misalnya lorazepam, diazepam

Rasional : menurunkan nyeri dan menurunkan rengsang system saraf simpatis.

5. Kelebihan volume cairan b.d peningkatan reabsorpsi Na

Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam BB stabil

Kriteria hasil : - Tidak ada destensi vena perifer dan edema

- Paru bersih dan BB stabil

Intervensi :

a. Obervasi input dan output

Rasional : Mengetahui pengeluaran dan pemasukan cairan

b. Jelaskan tujuan pembatasan cairan / Na pada pasien

Rasional : Na dapat mengikat air sehingga meningkatkan volume cairan bertambah

c. Kolaborasi pemberian deuretik , contoh : furosemid (lazix),asam etakrinik

(edecrin) sesuai dengan indikasi.

Rasional : Menghambat reabsorpsi natrium dan menurunkan kelebihan cairan

d. Kolaborasi dengan ahli gizi

Rasional : diet pembatasan Na sesuai indikasi

6. Resiko injuri b.d peningkatan tekanan vaskuler retina

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam pasien tidak

mengalami trauma

Kriteria hasil : Pasien tidak mengalami cidera

Intervensi :

a. Hindarkan pasien dari benda-benda yang berbahaya bagi pasien

Rasional : Mencegah terjadinya injuri

b. Pertahankan tirah baring

Rasional : Meminimalkan pergerakan pasien

c. Pertahankan BEL di samping tempat tidur dan pagar tempat tidur tinggi

Rasional : Mencegah terjadinya injuri

d. Batasi aktivitas pasien

Rasional : Meminimalkan aktivitas yang dapat menimbulkan trauma pada pasien

Page 12: LP PEB

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif dkk.2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta

Doengoes, Marilynn E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Penerbit Buku

Kedokteran. EGC : Jakarta.

Sujiyatini dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Nuha Medika : Jogjakarta

Wiknjosastro, Hanifa.2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo : Jakarta Pusat

Obstetri Patologi. 1984. Elstar Offset : Bandung.

Page 13: LP PEB

LAPORAN PENDAHULUAN

PRE EKLAMPSIA BERAT (PEB)

DI RUANG MATAHARI

RUMAH SAKIT PARU BATU

DI SUSUN OLEH :

NOVI KARTIKASARI

201110461011028

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2012

Page 14: LP PEB