LP-HERNIA
description
Transcript of LP-HERNIA
MAKALAH SEMINAR KMB
HERNIA NUCLEUS PULPOSUS (HNP)
DI RUANG BEDAH SARAF (A1)
RSUP DR. KARIADI SEMARANG
Disusun Oleh :
Nama : Siti Haryati
NIM : G2A506053
PROGRAM PROFESI NERS REGULER
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2007
BAB I
KONSEP DASAR
HERNIA NUCLEUS PULPOSUS (HNP)
DI RUANG BEDAH SARAF (A1)
RSUP DR. KARIADI SEMARANG
A. DEFINISI
- HNP adalah suatu nyeri yang disebabkan oleh proses patologik di kolumna
vertebralis pada diskus intervertebralis (diskogenik)
(Harsono, 1999)
- HNP adalah nyeri punggung bawah yang sangat berat, kronik, berulang
kambuh, sebagai dampak trauma atau perubahan degeneratif yang
berhubungan dengan proses penuaan
(Doengoes, 2000)
B. ETIOLOGI
- HNP paling sering terjadi pada pria dewasa dengan insiden puncak pada
dekade 4 dan 5
- Faktor-faktor yang dapat menyebabkan ruptur diskus intervertebralis
sebagai berikut:
1. Banyak kasus yang mengaitkan dengan trauma
2. Baik cidera berat akut atau yang lebih sering cidera ringan berulang
akibat sekunder dari aktivitas membungkuk dan mengangkat berat
3. Adanya perubahan degeneratif pada diskus yang terjadi pada proses
penuaan yaitu penciutan nukleus pulposus akibat berkurangnya
komponen air dan penebalan anulus fibrosis
4. Herniasi diskus sering terjadi pada daerah lumbal diikuti ruptur diskus
servikal, diskus tongkal sangat jarang
C. PATOFISIOLOGI
Diskus intervertebralis berfungsi ganda pada persendian membuat tulang
belakang menjadi heksibel dan sebagai peredam tekanan beban untuk
mencegah kerusakan pada tulang.
Herniasi / ruptur dari diskus intervertebralis adalah protusi nukleus pulposus
bersama dengan beberapa bagian anulus ke dalam kanalis spinalis/foramen
intervertebralis. Herniasi tersebut biasanya menggelembung berupa massa
padat dan tetap menyatu dengan badan diskus, walaupun ligamentum
fragmennya kadang-kadang dapat menekan keluar menembus ligamentum
longitudinalis posterior dan masuk dan berada bebas ke dalam kanalis spinalis.
D. MANIFESTASI KLINIK
Lebih dari separuh pasien akan menghubungkan gejala yang
dideritanya dengan beberapa jenis trauma misalnya jatuh, terbentur/angkat
berat/terputar punggungnya.
Keluhan awal biasanya nyeri punggung bawah yang oksetnya
perlahan-lahan bersifat tumpul atau tidak enak, sering intermiten, walaupun
kadang-kadang nyeri tersebut omsetnya mendadak dan berat. Nyeri ini terjadi
akibat regangan ligamentum longitudinalis posterior, karena diskus itu sendiri
tidak memiliki serabut nyeri. Nyeri tersebut khas yaitu diperhebat oleh
aktivitas atau pengerahan tenaga serta mengedan, batuk, atau bersin. Nyeri ini
biasanya menghilang bila berbaring pada sisi yang tidak terkena dengan
tungkai yang sakit diheksikan. Sering terdapat spasma reflek otot-otot
paravertebra yang menyebabkan nyeri dan membuat pasien tidak dapat berdiri
tegak secara penuh.
Setelah periode waktu tertentu, timbul nyeri pinggul dan sisi posterior
atau postero lateral paha serta tungkai sisi yang terkena, yang biasanya disebut
sklahka / iskialgika. Gejala ini sering disertai rasa baal dan kesemutan yang
menjalar ke bagian kaki yang dipersarati oleh serabut sensorik radiks yang
terkena, sehingga menyebabkan gaya jalan berubah. Gejala ini dibangkitkan
dengan his lesegue, yaitu tungkai lurus diangkat pada posisi pasien berbaring
telentang. Pada pasien normal, tungkai dapat diangkat sampai hampir 900
tanpa nyeri, sedangkan pada pasien dengan sklahka, nyeri yang khas
ditimbulkan dengan elevasi 30-400. Akhirnya defisit sensorik, kelemahan otot.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto polos tulang belakang tidak lagi dilakukan sesering masa sebelum
ada CT scan
2. Kadar serum, kalsium, fosfat, alkali dan asam fosfatase serta kadar gula
harus diperiksa pada setiap pasien sebab penyakit tulang metabolik tumor
metastatik dan menoheritis diabetik dapat menyerupai penyakit diskus
intervertebra
3. Fungsi lumbal, walaupun cairan cerebrospinal dapat memperlihatkan
peningkatan kadar protein ringan, dengan adanya penyakit diskus fungsi
lumbal biasanya hanya kecil manfaat untuk diagnostika
4. Pemeriksaan neurofisiologis, elektromiogram (EMG) dapat normal pada
penyakit diskus / potensial fibrilasi dan gelombang tajam (r) dapat
dijumpai pada otot
5. Mielogram
6. MRI
F. PENATALAKSANAAN
1. Terapi konservatif
a. Tirah baring
Penderita harus tetap tirah baring di tempat tidur selama beberapa hari
dengan sikap dalam posisi setengah duduk dimana tungkai dalam sikap
pleksi pada sendi panggul dan lutut tertentu.
Tempat tidur tidak boleh memakai pegas / per. Tirah baring berguna
untuk nyeri punggung bawah mekanik akut.
HNP memerlukan waktu tirah baring lebih lama. Setelah berbaring
dianggap cukup, maka dilakukan latihan/dipasang korset untuk
mencegah terjadinya kontraktur dan mengembalikan lagi fungsi-fungsi
otot.
b. Medikamentosa
Symtomatik
- Analgesik (salisilat, parasetamol)
- Kortikosteroid (prednison, prednisolon)
- Antiinflamasi non steroid (piroksikan)
- Anti depresan insilik (amitriprilin)
- Obat penenang minor (diazepam, klordiasepoksid)
Kausal
- Kolaganese
c. Fisioterapi
Biasanya dalam bentuk diathermy (pemanasan dengan jangkauan
permukaan yang lebih dalam) untuk relaksasi otot dan mengurangi
lordosis.
2. Terapi operatif
Terapi operatif dikerjakan apabila dengan tindakan konservatif tidak
memberikan hasil yang nyata, kambuh berulang atau terjadi defisit
neurologik.
Pembedahan diskus umumnya eksisi terhadap herniasi …dilakukan bila
ada bukti berlanjutnya defisit neurologik (kelemahan dan atrofi otot,
kehilangan fungsi sensorik dan motorik, kehilangan kontrol spingter), dan
nyeri yang terus menerus dan sklahka yang tidak berespon terhadap
penatalaksanaan konservatif. Untuk mencapai peredaan nyeri, beberapa
teknik bedah digunakan tergantung pada tipe herniasi diskus, monobiditas
bedah, dan seluruh.
3. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri seperti tertusuk pisau yang akan semakin memburuk
dengan adanya batuk, bersin, pembengkakan badan, mengangkat,
defekasi, mengangkat kaki atau fleksi pada leher. Nyeri tidak ada
hentinya, atau adanya episode nyeri yang lebih berat intermitten :
nyeri yang menjalar kaki, bokong (lumbal), bahu/lengan, kaki,
pada leher (servikal). Terdengar adanya suara “jrek” saat nyeri
baru timbul / saat trauma / merasa “punggung patah”
Tanda : sikap : dengan cara bersandar di bagian tubuh yang terkena
perubahan cara berjalan (berjalan dengan pincang-pincang),
pinggang terangkat pada bagian tubuh yang terkena nyeri pada
palpasi
4. Keamanan
Gejala : adanya riwayat “masalah punggung” yang baru saja terjadi
G. PATHWAY
Rupture discus intervertebra
Proteusi nucleus pulposus annulus ke dalam kanalis spinalis / foromen interver
lebralis
Herniasi / HNP Tegangan ligamentum longitudinalis posterior
Kanalis spinalis pada lumbal
menyempit
Aktivitas / trauma
Kompresi kauda akuira
Paresis
Gangguan mobilitas fisik
Hilangnya tonus stingter
Gangguan pola eliminasi
Pembedahan Luka insisi
Perdarahan
Kurang pengetahuan
Efek anestesi
Hipersaliva
Penumpukan sekret
Obstruksi jalan nafas
Bersihan jalan nafas
Nyeri Resti infeksi Kurang volume cairan
Cemas
Gangguan sirkulasi darah
Suplai O2 <<
Gangguan perfusi jaringan
Nyeri saat aktivitas
Gangguan rasa nyaman (nyeri)
Intoleransi aktivitas
Penurunan nucleus pulposus
Komponen air << dan penebalan annulus fibrosis
Proses degeneratif
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus invertebralis
2. Cemas berhubungan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis,
anestesi
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan terapi restriktif, nyeri
4. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan hilangnya tonus spingter
I. INTERVENSI
Dx I
1. Identifikasi klien dalam membantu menghilangkan rasa nyeri
2. Kaji karakteristik nyeri (PQRST)
3. Monitor TTV
4. Berikan informasi tentang penyebab dan cara mengatasinya
5. Ajarkan teknik relaksasi : nafas dalam, distraksi, dll
6. Terapi analgetik
Dx II
1. Diskusikan mengenai kemungkinan kemajuan dari fungsi gerak untuk
mempertahankan harapan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
2. Berikan informasi mengenai klien yang juga pernah mengalami gangguan
seperti yang dialami klien dan menjalani operasi
3. Berikan support system (perawat, keluarga, teman dekat dan pendekatan
spiritual)
4. Berikan informasi tentang sumber-sumber dan alat-alat yang tersedia yang
dapat membantu klien
Dx III
1. Berikan tindakan pengamanan sesuai dengan indikasi dengan situasi yang
spesifik
2. Berikan aktivitas yang disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan
pasien
3. Berikan atau bantu pasien untuk lakukan latihan gerak pasif dan aktif
4. Bantu pasien dalam melakukan ambulasi progresif
DAFTAR PUSTAKA
1. Doengoes, M.E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC
2. Brunner and Suddarth (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi
8. Jakarta: EGC
3. Carpenito (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
4. Mansjoer, A. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: Medika
Aesculapius
5. Price dan Lorraine, M. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta : EGC