LP DHF PEDIATRIK.docx

29
KONSEP DHF 1. Definisi DHF (Dengue Hemmoragi Fever) adalah suatu infeksi arbovirus (arthropod-borne virus) akut yang ditularkan oleh nyamuk spesies Aedes (Hassan dan Alatas, 2005). 2. Etiologi Virus dengue termasuk ke dalam kelompok arbovirus B (Hassan dan Alatas, 2005). Diketahui empat serotipe virus dengue yaitu DEN- 1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Nyamuk penular disebut vektor, yaitu nyamuk Aedes (Ae) dari subgenus Stegomya. Vektor adalah hewan arthropoda yang dapat berperan sebagai penular penyakit. Vektor DD dan DBD di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama dan Aedes albopictus sebagai vektor sekunder. Spesies tersebut merupakan nyamuk pemukiman, stadium pradewasanya mempunyai habitat perkembangbiakan di tempat penampungan air/wadah yang berada di permukiman dengan air yang relatif jernih. Nyamuk Ae. aegypti lebih banyak ditemukan berkembang biak di tempat-tempat penampungan air buatan antara lain : bak mandi, ember, vas bunga, tempat minum burung, kaleng bekas, ban bekas dan sejenisnya di dalam rumah meskipun juga ditemukan di luar rumah di wilayah perkotaan; sedangkan Ae. albopictus lebih banyak ditemukan di penampungan air alami di luar rumah, seperti axilla daun, lubang pohon, potongan bambu dan sejenisnya terutama di wilayah pinggiran kota dan pedesaan, namun juga ditemukan di tempat penampungan buatan di dalam dan di luar rumah. Spesies nyamuk tersebut mempunyai sifat anthropofilik, artinya lebih memilih menghisap darah manusia, disamping itu juga bersifat multiple feeding artinya untuk memenuhi kebutuhan darah sampai kenyang dalam satu periode siklus gonotropik biasanya menghisap darah beberapa kali.

description

laporan pendahuluan DHF pada keperawatan pediatrik

Transcript of LP DHF PEDIATRIK.docx

Page 1: LP DHF PEDIATRIK.docx

KONSEP DHF

1. Definisi

DHF (Dengue Hemmoragi Fever) adalah suatu infeksi arbovirus (arthropod-borne

virus) akut yang ditularkan oleh nyamuk spesies Aedes (Hassan dan Alatas, 2005).

2. Etiologi

Virus dengue termasuk ke dalam kelompok arbovirus B (Hassan dan Alatas, 2005).

Diketahui empat serotipe virus dengue yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Nyamuk

penular disebut vektor, yaitu nyamuk Aedes (Ae) dari subgenus Stegomya. Vektor adalah

hewan arthropoda yang dapat berperan sebagai penular penyakit. Vektor DD dan DBD di

Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama dan Aedes albopictus

sebagai vektor sekunder. Spesies tersebut merupakan nyamuk pemukiman, stadium

pradewasanya mempunyai habitat perkembangbiakan di tempat penampungan air/wadah

yang berada di permukiman dengan air yang relatif jernih.

Nyamuk Ae. aegypti lebih banyak ditemukan berkembang biak di tempat-tempat

penampungan air buatan antara lain : bak mandi, ember, vas bunga, tempat minum burung,

kaleng bekas, ban bekas dan sejenisnya di dalam rumah meskipun juga ditemukan di luar

rumah di wilayah perkotaan; sedangkan Ae. albopictus lebih banyak ditemukan di

penampungan air alami di luar rumah, seperti axilla daun, lubang pohon, potongan bambu

dan sejenisnya terutama di wilayah pinggiran kota dan pedesaan, namun juga ditemukan di

tempat penampungan buatan di dalam dan di luar rumah. Spesies nyamuk tersebut

mempunyai sifat anthropofilik, artinya lebih memilih menghisap darah manusia, disamping

itu juga bersifat multiple feeding artinya untuk memenuhi kebutuhan darah sampai kenyang

dalam satu periode siklus gonotropik biasanya menghisap darah beberapa kali.

Sifat tersebut meningkatkan risiko penularan DB/DBD di wilayah perumahan yang

penduduknya lebih padat, satu individu nyamuk yang infektif dalam satu periode waktu

menggigit akan mampu menularkan virus kepada lebih dari satu orang. Penyakit ini

disebabkan oleh virus Dengue dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. DBD ditularkan ke

manusia melalui gigitan nyamuk

Masa inkubasi penyakit berkisar antara 1 hingga 4 hari, timbul demam. Sehari sebelum

demam atau H-1 dengan teknik diagnosis deteksi NS1, maka antigen virus telah bisa di

deteksi. Sebelumnya deteksi atau diagnosis DBD mendasarkan kepada antigen-antibodi

yang baru bisa di deteksi pada hari ke 3 atau 4 setelah demam berlangsung, atau hari ke-7

setelah infeksi berjalan.

Page 2: LP DHF PEDIATRIK.docx

3. Epidemiologi

Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41 tahun

terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dan

kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382

(77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun

2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD,

pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009.

Kasus DBD perkelompok umur dari tahun 1993 - 2009 terjadi pergeseran. Dari tahun

1993 sampai tahun 1998 kelompok umur terbesar kasus DBD adalah kelompok umur <15

tahun, tahun 1999 - 2009 kelompok umur terbesar kasus DBD cenderung pada kelompok

umur >=15 tahun.

Melihat data ini kemungkinan penularan tidak hanya di rumah tetapi di sekolah atau

di tempat kerja. Sehingga gerakan PSN perlu juga digalakkan di sekolah dan di tempat

kerja. Tampak telah terjadi perubahan pola penyakit DBD, dimana dahulu DBD adalah

penyakit pada anak-anak dibawah 15 tahun, saat ini telah menyerang seluruh kelompok

umur, bahkan lebih banyak pada usia produktif. Perlu diteliti lebih lanjut hal

mempengaruhinya, apakah karena virus yang semakin virulen (ganas) atau karena

pengaruh lain.

4. Patofisiologi

Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup.

Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai

pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut

sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi

penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan

penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.

Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan masalah

yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis

infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune

enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang

mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog

mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog

yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan

kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc

Page 3: LP DHF PEDIATRIK.docx

reseptor dari membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog

maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi

dalam sel makrofag.

Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), suatu

proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel

mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator

vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,

sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous

infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai

akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons

antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi

an transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue.

Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi

dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan

terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya

akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3

dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan

merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien

dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan

berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya,

peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam

rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan

menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan

syok sangat penting guna mencegah kematian.

Page 4: LP DHF PEDIATRIK.docx

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain

mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi

sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan

menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari

perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran

ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan

menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi

trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III

mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata),

itandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi

penurunan faktor pembekuan.

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga

walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi

koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin

sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya

syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor

pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler.

Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.

Cara Penularan

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue,

yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui

gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan

Page 5: LP DHF PEDIATRIK.docx

beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang

kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat

menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di

kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum

dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh

nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission), namun

perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan

berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus

selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari

(intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada

nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami

viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.

5. Manifestasi Klinis

Kasus DHF ditandai dengan 4 manifestasi klinis, yaitu demam tinggi, perdarahan

terutama perdarahan kulit, hepatomegali dan kegagalan peredaran darah (circulatory failure)

(Hassan dan Alatas, 2005). Berdasarkan fase terpajannya, gambaran klinis penderita

dengue terdiri atas 3 fase yaitu :

a. Pada fase febris

Biasanya demam mendadak tinggi 2 – 7 hari, disertai muka kemerahan, eritema

kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus

ditemukan nyeri tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva, anoreksia, mual dan

muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie,

perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan

perdarahan gastrointestinal.

b. Fase kritis

Terjadi pada hari 3 – 7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai

kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang biasanya

berlangsung selama 24 – 48 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh

lekopeniprogresif disertai penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi

syok.

c. Fase pemulihan

Bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke

intravaskuler secara perlahan pada 48 – 72 jam setelahnya. Keadaan umum

penderita membaik, nafsu makan pulih kembali , hemodinamik stabil dan diuresis

membaik.

Page 6: LP DHF PEDIATRIK.docx

Dengue Berat

Dengue berat harus dicurigai bila pada penderita dengue ditemukan :

a. Bukti kebocoran plasma seperti hematokrit yang tinggi atau meningkat secara

progresif, adanya efusi pleura atau asites, gangguan sirkulasi atau syok (takhikardi,

ekstremitas yang dingin, waktu pengisian kapiler (capillary refill time) > 3 detik, nadi

lemah atau tidak terdeteksi, tekanan nadi yang menyempit atau pada syok lanjut

tidak terukurnya tekanan darah)

b. Adanya perdarahan yang signifikan

c. Gangguan kesadaran

d. Gangguan gastrointestinal berat (muntah berkelanjutan, nyeri abdomen yang hebat

atau bertambah, ikterik)

e. Gangguan organ berat (gagal hati akut, gagal ginjal akut, ensefalopati/ensefalitis,

kardiomiopati dan manifestasi tak lazim lainnya

Syok DHF

Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3 sampai hari

sakit ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang

ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat-lemah, tekanan nadi

Page 7: LP DHF PEDIATRIK.docx

< 20 mmHg dan hipotensi. Kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah

mendekati stadium akhir. Dengan diagnosis dini dan penggantian cairan adekuat, syok

biasanya teratasi dengan segera, namun bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak

adekuat, syok dapat menjadi syok berat dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis

metabolik, perdarahan hebat saluran cerna, sehingga memperburuk prognosis. Pada masa

penyembuhan yang biasanya terjadi dalam 2-3 hari, kadang-kadang ditemukan sinus

bradikardi atau aritmia, dan timbul ruam pada kulit. Tanda prognostik baik apabila

pengeluaran urin cukup dan kembalinya nafsu makan. Penyulit SSD : penyulit lain dari SSD

adalah infeksi (pneumonia, sepsis,flebitis) dan terlalu banyak cairan (over hidrasi),

manifestasi klinik infeksi virus yang tidak lazim seperti ensefalopati dan gagal hati

6. Kriteria Klasifikasi DHF

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan

DHF dengan dengue yang lain adalah meningginya permeabilitas dinsing pembuluh darah,

menurunnya volume plasma darah, hipotensi, trombositopeniadan diatesis hemoragik.

Halstead mengemukakan bahwa gejala yang dipertimbangkan dalam diferensiasi DHF dari

demam dengue adalah dalam Hassan dan Alatas (2005):

DHF pada umumnya disertai pembesaran hati

Leukositosis seringkali ditemukan pada DHF, berlainan dengan demam dengue yang

pada umumnya disertai leukopenia berat

Manifestasi perdarahan seperti petekie, ekomosis, uji tornikuetpositif dan

trombositopenia lebih menonjol pada DHF

Limfadenopatia, ruam makulopapukar dan mialgia bersifat lebih ringan pada DHF

Patokan WHO untuk membuat diagnosis DHF dalam Hassan dan Alatas

(2005) ditetapkan sebagai berikut:

Demam tinggi dengan mendadakdan terus menerus selama 2-7 hari

Manifestasi perdarahan termasuk setidak-tidaknya uji tornikuet positif dan salah satu

bentuk lain (petekia, purpura, ekimosis, epitaksis dan perdarahan gusi),

hematemesis atau melena

Pembesaran hati

Renjatan yang ditandai dengan nadi lemah,cepat disertai tekanan nadi menurun

(menjadi 20 mmHg atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistole menurun

sampai 80 mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dna lembab terutama

Page 8: LP DHF PEDIATRIK.docx

pad aujung hidung, jari dan kaki, penderita menjadi gelisah, timbul sianosis di sekitar

mulut.

Teori klasik metode diagnostic membagi Infeksi Virus Dengue (lazim disebut virus

Demam Berdarah) menjadi 2 kategori umum, yaitu (WHO, 1999; Depkes, 2005)

Asymptomatic dengue infection or dengue without symptoms and the symptomatic dengue.

Sedangkan infeksi virus Dengue dengan gejala (the symptomatic dengue) di bagi menjadi 3

kelompok yaitu: (a). Demam Dengue tanpa gejala spesifik (b) Demam Dengue dengan

demam di tambah 2 gejala spesifik yakni pendarahan dan tanpa pendarahan (c) Demam

Berdarah Dengue (DBD) dengan atau tanpa shock syndrome

a. Secara Laboris

Presumtif Positif(Kemungkinan Demam Dengue)

Apabila ditemukan demam akut disertai dua atau lebih manifestasi klinis berikut; nyeri kepala, nyeri belakang mata, miagia, artralgia, ruam, manifestasi perdarahan, leukopenia, uji HI >_ 1.280 dan atau IgM anti dengue positif, atau pasien berasal dari daerah yang pada saat yang sama ditemukan kasus confirmed dengue infection.

Corfirmed DBD (Pasti DBD) Kasus dengan konfirmasi laboratorium sebagai berikutdeteksi antigen dengue, peningkatan titer antibodi > 4 kali pada pasangan serum akut dan serum konvalesens, dan atau isolasi virus.

b. Secara Minis

Kasus DBD 1. Demam akut 2-7 hari, bersifat bifasik.2. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa• uji tourniquet positif• petekia, ekimosis, atau purpura• Perdarahan mukosa, saluran cerna, dan tempat bekas suntikan• Hematemesis atau melena3. Trombositopenia < 100.00/pl4. Kebocoran plasma yang ditandai dengan• Peningkatan nilai hematrokrit >_ 20 % dari nilai baku sesuai umur dan jenis kelamin.• Penurunan nilai hematokrit >_ 20 % setelah pemberian cairan yang adekuat Nilai Ht normal diasumsikan sesuai nilai setelah pemberian cairan.• Efusi pleura, asites, hipoproteinemi

SSD Definisi kasus DBD ditambah gangguan sirkulasi yang ditandai dengan :• Nadi cepat, lemah, tekanan nadi < 20 mmHg, perfusi perifer menurun• Hipotensi, kulit dingin-lembab, dan anak tampak gelisah.

Page 9: LP DHF PEDIATRIK.docx

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Fisik

Langkah penegakkan diagnosis suatu penyakit seperti anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang tetap berlaku pada penderita infeksi

dengue. Riwayat penyakit yang harus digali adalah saat mulai demam/sakit, tipe

demam, jumlah asupan per oral, adanya tanda bahaya, diare, kemungkinan adanya

gangguan kesadaran, output urin, juga adanya orang lain di lingkungan kerja, rumah

yang sakit serupa.

Pemeriksaan fisik selain tanda vital, juga pastikan kesadaran penderita,

status hidrasi, status hemodinamik sehingga tanda-tanda syok dapat dikenal lebih

dini, adalah takipnea/pernafasan Kusmaul/efusi pleura, apakah ada

hepatomegali/asites/kelainan abdomenlainnya, cari adanya ruam atau ptekie atau

tanda perdarahan lainnya, bila tanda perdarahan spontan tidak ditemukan maka

lakukan uji torniket.

b. Uji Tornikuet

Untuk mengetahui adanya kecenderungan perdarahan dapat dilakukan uji

tourniquet, walaupun banyak faktor yang mempengaruhi uji ini tetapi sangat

membantu diagnosis, sensitivitas uji ini sebesar 30 % sedangkan spesifisitasnya

mencapai 82 %9.

c. Darah

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan

hematokrit dan nilai hematokrit yang tinggi (sekitar 50 % atau lebih) menunjukkan

adanya kebocoran plasma, selain itu hitung trombosit cenderung memberikan hasil

yang rendah. Diagnosis konfirmatif diperoleh melalui pemeriksaan laboratorium,

yaitu isolasi virus, deteksi antibodi dan deteksi antigen atau RNA virus.

Page 10: LP DHF PEDIATRIK.docx

Imunoglobulin M (Ig M) biasanya dapat terdeteksi dalam darah mulai hari ke-

5 onset demam, meningkat sampai minggu ke-3 kemudian kadarnya menurun. Ig M

masih dapat terdeteksi hingga hari ke-60 sampai hari ke-90. Pada infeksi primer,

konsentrasi Ig M lebih tinggi dibandingkan pada infeksi sekunder. Pada infeksi

primer, Imunoglobulin G (Ig G) dapat terdeteksi pada hari ke -14 dengan titer yang

rendah (<1:640), sementara pada infeksi sekunder Ig G sudah dapat terdeteksi pada

hari ke-2 dengan titer yang tinggi (> 1 :2560) dan dapat bertahan seumur hidup17-

Akhir-akhir ini dikembangkan pemeriksaan Antigen protein NS-1 Dengue (Ag NS-l)

diharapkan memberikan hasil yang lebih cepat dibandingkan pemeriksaan serologis

lainnya karena antigen ini sudah dapat terdeteksi dalam darah pada hari pertama

onset demam.

Trombositopenia (100.000/m3 atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat

diliaht dari meningginya Hematokrit sebanyak 20% atau lebih dibandingkan dengan

nilai hematokrit pada masa konvalesen. Melalui ditemukannya 2 atau tiga patokan

klinis pertama disertai trombositopenia sudah cukup membaut diagnosis DHF dari

87% penderita yang dibuktikan dengan pemeriksaan serologis dan dapat dihindari

dibuatnya diagnosis berlebihan.

d. Perdarahan

Ditetapkan adanya manifestasi perdarahan paling sering ditemukan pada

DHF adalah perdarahan kulit, uji tornikuet positif, memar dan perdarahan pada

tempat pengambilan darah vena. Petekia halus yang tersebar di anggota gerak,

muka dan aksila sering ditemukan pada masa dini demam. Perdarahan juga dapat

terjadi pada seluruh organ tubuh. Epiteksis dan perdarahan gusi lebih jarang

dijumpai sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang dan

biasanya timbul setelah renjatan yang tidak dapat diatasi. Perdarahan

subkonjungtiva kadang-kadang ditemukan. Perdarahan pad amasa konvaselen

seringkali ditemukan eritema pada telapak tangan atau kaki.

e. Pembesaran Hati

Hati yang membesar pada umumnya dapat diraba pada permulaan penyakit

dan pembesaran hati ini tidak sejajar dengan beratnya penyakit. Nyeri tekan

seringkali ditemukan tanpa disertai ikterus.

f. Perubahan Suhu

Fase penyembuhan ditandai dengan suhu yang menurundisertai hilangnya

gejala lain. Suhu menurun secara lisis disertai keringat banyak, perubahan ringan

pada frekuensi nadi dan tekanan darah bersamaan dengan ujung ekstremitas

yangmendingin.Gejala ini mencerminkan kegagalan sirkulasi yang bersifat ringan

dan sementara.

Page 11: LP DHF PEDIATRIK.docx

8. Penatalaksanaan

a. Indikasi rawat inap

Penderita infeksi Dengue yang harus dirawat inap adalah seperti berikut. Bila

ditemukan tanda bahaya, keluhan dan tanda hipotensi , perdarahan, gangguan organ

(ginjal, hepar, jantung dan nerologik), kenaikan hematokrit pada pemeriksaan ulang, efusi

pleura, asites, komorbiditas (kehamilan, diabetes mellitus, hipertensi, tukak petik dll), kondisi

social tertentu (tinggal sendiri, jauh dari fasilitas kesehatan, transportasi sulit).

Semua penderita, baik dengan atau tanpa gejala, baik dengan pendarahan maupun

tanpa pendarahan, semuanya mengandung virus dalam tubuhnya dan siap menularkan

penyakit dan menjadi FOCI sebuah KLB. Setiap kasus infeksi virus dengue dengan atau

tanpa gejala, dengan atau tanpa pendarahan adalah berbahaya karena dapat menularkan

kepada masyarakat disekitarnya atau lazim dikenal sebagai population at risk.

b. Strategi Pengobatan

Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana didasarkan atas adanya perubahan

fisiologi berupa perembesan plasma danperdarahan. Perembesan plasma dapat

mengakibatkan syok, anoksia, dankematian. Deteksi dini terhadap adanya perembesan

plasma danpenggantian cairan yang adekuat akan mencegah terjadinya syok, Perembesan

plasma biasanya terjadi pada saat peralihan dari fase demam (fase febris) ke fase

penurunan suhu (fase afebris) yang biasanya terjadi pada hari ketiga sampai kelima. Oleh

karena itu pada periode kritis tersebut diperlukan peningkatan kewaspadaan. Adanya

perembesan plasma danperdarahan dapat diwaspadai dengan pengawasan klinis

danpemantauan kadar hematokrit danjumlah trombosit.

Pemilihan jenis cairan danjumlah yang akan diberikan merupakan kunci keberhasilan

pengobatan. Pemberian cairan plasma, pengganti plasma, tranfusi darah, danobat-obat lain

dilakukan atas indikasi yang tepat Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencermikan

perembesan plasma danmerupakan indikasi untuk pemberian caiaran. Larutan garam

isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume plasma dapat diberikan

sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada asus dengan peningkatan

hematokrit yang terus menerus danpenurunan jumlah trombosit < 50.000/41. Secara umum

pasien DBD derajat I danII dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit kelas D, C danpads

ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B danA.

Fase Demam

Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat

simtomatik dansuportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila

Page 12: LP DHF PEDIATRIK.docx

cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut

yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang

diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama ~demam

pada 7BD. Parasetamoi direkomendasikan untuk pemberian atau dapat di sederhanakan.

Rasa haus dankeadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi,

anoreksia danmuntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup,

susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama.

Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB

dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih minum asi, tetap harus diberikan disamping

larutan oiarit. Bila terjadi kejang demam, disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama

demam.

Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode

kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam.

Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik

untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma

danpedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum

dijumpai perubahan tekanan darah dantekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal

satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan

hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif

walaupun tidak terlalu sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat

dipertimbangkan dengan menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb

Penggantian Volume Plasma

Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase

penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya adalah

penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan harus

diberikan dengan bijaksana danberhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam

pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan

dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit,

danjumlah volume urin. Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin

Page 13: LP DHF PEDIATRIK.docx

mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan

rumatan ditambah 5-8%.

Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak mau

minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan

terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai hematokrit cenderung

meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat

dehidrasi dankehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl

0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena

bolus perlahan-lahan.

Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang

diberikan harus sama dengan plasma. Volume dankomposisi cairan yang diperlukan sesuai

cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit 6%

(5 sampai 8%).

Pemilihan jenis danvolume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan berat

badan pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai dengan derajat

hemokonsentrasi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan

ideal untuk anak umur yang sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungan.

Misalnya untuk anak berat badan 40 kg, maka cairan rumatan adalah 1500+(20x20)

=1900 ml. Jumlah cairan rumatan diperhitungkan 24 jam. Oleh karena perembesan plasma

tidak konstan (perembesam plasma terjadi lebih cepat pada saat suhu turun), maka volume

cairan pengganti harus disesuaikan dengan kecepatan dankehilangan plasma, yang dapat

diketahui dari pemantauan kadar hematokrit. Penggantian volume yang bedebihan danterus

menerus setelah plasma terhenti perlu mendapat perhatian. Perembesan plasma berhenti

ketika memasuki fase penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali

Page 14: LP DHF PEDIATRIK.docx

kedalam intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan

edema paru dandistres pernafasan. Pasien harus dirawat dansegera diobati bila dijumpai

tanda-tanda syok yaitu gelisah, letargi/lemah, ekstrimitas dingin, bibir sianosis, oliguri,

dannadi lemah, tekanan nadi menyempit (20mmHg atau kurang) atau hipotensi,

danpeningkatan mendadak dari kadar hematokrit atau kadar hematokrit meningkat terus

menerus walaupun telah diberi cairan intravena.

Jenis Cairan (rekomendasi WHO)

KristaloidLarutan ringer laktat (RL)(Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak bolehlarutan yang mengandung dekstran)

Larutan ringer asetat (RA)Larutan garam faali (GF)Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)

Koloid Dkstran 40PlasmaAlbumin

Penggantian Volume Plasma Segera

Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat > 20 ml/kg BB. Tetesan

diberikan secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada anak dengan berat badan lebih, diberi

cairan sesuai berat BB ideal danumur 10 mm/kg BB/jam, bila tidak ada perbaikan pemberian

cairan kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60 menit

beri cairan kristaloid dengan tetesan 10 ml/kg BB/jam bila tidak ada perbaikan stop

pemberian kristaloid danberi cairan koloid (dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kg BB/jam. Pada

umumnya pemberian koloid tidak melebihi 30 ml/kg BB.

Maksimal pemberian koloid 1500 ml/hari, sebaiknya tidak diberikan pada saat

perdarahan. Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid dankoloid syok masih menetap

sedangkan kadar hematokrit turun, diduga sudah terjadi perdarahan; maka dianjurkan

pemberian transfusi darah segar. Apabila kadar hematokrit tetap > tinggi, maka berikan

darah dalam volume kecil (10 ml/kg BB/jam) dapat diulangsampai 30 ml/kgBB/ 24 jam.

Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis

dankadar hematokrit.

Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume Plasma Pemberian

cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dankadar hematokrit turun.

Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kg BB/jam dankemudian disesuaikan

tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam. Pemasangan CVP yang

ada kadangkala pada pasien SSD berat, saat ini tidak dianjurkan lagi.

Page 15: LP DHF PEDIATRIK.docx

Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun, dibandingkan nilai

Ht sebelumnya. Jumlah urin/ml/kg BB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan

sirkulasi membaik. Pada umumnya, cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam syok

teratasi. Apabila cairan tetap diberikan dengan jumlah yang berlebih pada saat terjadi

reabsorpsi plasma dari ekstravaskular (ditandai dengan penurunan kadar hematokrit setelah

pemberian cairan rumatan), maka akan menyebabkan hipervolemia dengan akibat edema

paru dangagal jantung. Penurunan hematokrit pada saat reabsorbsi plasma ini jangan

dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi disebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang kuat,

tekanan darah normal, diuresis cukup, tanda vital baik, merupakan tanda terjadinya fase

reabsorbsi.

Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit

Hiponatremia danasidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD, maka

analisis gas darah dankadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat. Apabila

asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien menjadi

lebih kompleks. Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya

dan dilakukan koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat

KID, tidak akan tejadi sehingga heparin tidak diperlukan.

Ruang Rawat Khusus Untuk DBD

Untuk mendapatkan tatalaksana DBD lebih efektif, maka pasien DBD seharusnya

dirawat di ruang rawat khusus, yang dilengkapi dengan perawatan untuk kegawatan. Ruang

perawatan khusus tersebut dilengkapi dengan fasilitas laboratorium untuk memeriksa kadar

hemoglobin, hematokrit, dantrombosit yang tersedia selama 24 jam. Pencatatan merupakan

hal yang penting dilakukan di ruang perawatan DBD. Paramedis dapat didantu oleh orang

tua pasien untuk mencatatjumlah cairan baik yang diminum maupun yang diberikan secara

intravena, serta menampung urin serta mencatat jumlahnya.

Kreteria Memulangkan Pasien

1.Tampak perbaikan secara klinis

2.Tidak demam selaina 24 jam tanpa antipiretik

3.Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau

asidosis)

4. Hematokrit stabil

5. Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/pl

6. Tiga hari setelah syok teratasi

7. Nafsu makan membaik

Page 16: LP DHF PEDIATRIK.docx

ASKEP DHF

a. PENGKAJIAN

a. Identitas

DHF merupakan penyakit daerah tropis yang sering menyebabkan kematian

anak, remaja dan dewasa

b. Keluhan Utama

Pasien mengeluh panas, sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu

makan menurun.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat kesehatan menunjukkan adanya sakit kepala, nyeri otot, pegal seluruh

tubuh, sakit pada waktu menelan, lemah, panas, mual, dan nafsu makan

menurun.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak ada penyakit yang diderita secara specific.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain sangat

menentukan, karena penyakit DHF adalah penyakit yang bisa ditularkan melalui

gigitan nyamuk aides aigepty.

f. Riwayat Kesehatan Lingkungan

Biasanya lingkungan kurang bersih, banyak genangan air bersih seperti kaleng

bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang jarang diganti airnya, bak mandi

jarang dibersihkan.

g. Riwayat Tumbuh Kembang

Riwayat gangguan tumbuh kembang dapat berpengaruh pad afase penyembuhan

penyakit

h. Sistem Pernapasan

Sesak, perdarahan melalui hidung, pernapasan dangkal, epistaksis, pergerakan

dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronchi, krakles.

i. Sistem Persyarafan

Pada grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada grade

IV dapat trjadi DSS

j. Sistem Persyarafan

Pada grade I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif, trombositipeni,

pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat, lemah, hipotensi,

cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari, pada grade IV nadi tidak teraba dan

tekanan darah tak dapat diukur.

Page 17: LP DHF PEDIATRIK.docx

k. Sistem Pencernaan

Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik,

pembesarn limpa, pembesaran hati, abdomen teregang, penurunan nafsu makan,

mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat hematemesis, melena.

l. Sistem Perkemihan

Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan mengungkapkan

nyeri sat kencing, kencing berwarna merah.

m.Sistem Integumen

Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada grade I terdapat positif pada uji

tourniquet, terjadi pethike, pada grade III dapat terjadi perdarahan spontan pada

kuli

Page 18: LP DHF PEDIATRIK.docx

2. Diagnosa Keperawatan Prioritas Yang Mungkin Muncul

a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding

plasma

c. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan

d. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

mual dan muntah

3. Rencana Intervensi Keperawatan

a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue

Tujuan : Suhu tubuh normal

Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 – 37, Nyeri otot hilang

Intervensi :

Beri komres air kran

Rasional : Kompres dingin akan terjadi pemindahan panas secara konduksi

Berikan / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari ( sesuai

toleransi )

Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.

Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah

menyerap keringat

Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah

menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.

Observasi intake dan output, tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah ) tiap 3

jam sekali atau lebih sering.

Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui

keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan

acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.

Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai

program.

Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh

yang tinggi. Obat khususnyauntuk menurunkan suhu tubuh pasien

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding

plasma

Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan

Kriteria : Input dan output seimbang

Vital sign dalam batas normal

Tidak ada tanda presyok

Page 19: LP DHF PEDIATRIK.docx

Akral hangat

Capilarry refill < 3 detik

Intervensi :

Awasi vital sign tiap 3 jam/lebih sering

Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler

Observasi capillary Refill

Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer\

Observasi intake dan output. Catat warna urine / konsentrasi, BJ

Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga

dehidrasi.

Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari ( sesuai toleransi )

Rasional : Untuk memenuhi kabutuhan cairan tubuh peroral

Kolaborasi : Pemberian cairan intravena

Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah

terjadinya hipovolemic syok.

c. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan

Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik

Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal

Intervensi :

Monitor keadaan umum pasien

Raisonal ; Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat

terdi perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok / syok

Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih

Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan

tidak terjadi presyok / syok

Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan

jika terjadi perdarahan

Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda

perdarahan dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat

segera diberikan.

Kolaborasi : Pemberian cairan intravena

Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan

tubuh secara hebat.

Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo

Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami

pasien dan untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut

Page 20: LP DHF PEDIATRIK.docx

d. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

mual dan muntah

Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi

Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

Menunjukkan berat badan yang seimbang.

Intervensi :

Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai

Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi

Observasi dan catat masukan makanan pasien

Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi

makanan

Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan )

Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.

Berikan makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu

makan

Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan

masukan juga mencegah distensi gaster.

Berikan dan Bantu oral hygiene.

Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral

Hindari makanan yang merangsang dan mengandung gas.

Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi gaster.

e. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor pembekuan

darah ( trombositopeni )

Tujuan : Tidak terjadi perdarahan

Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat, Tidak ada tanda

perdarahan lebih lanjut, trombosit meningkat

Intervensi :

Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.

Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran

pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda

klinis seperti epistaksis, ptike.

Monitor trombosit setiap hari

Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui

tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang

dialami pasien.

Page 21: LP DHF PEDIATRIK.docx

Anjurkan pasien untuk banyak istirahat ( bedrest )

Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan

terjadinya perdarahan.

Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan jika ada

tanda perdarahan spt : hematemesis, melena, epistaksis.

Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk

penaganan dini bila terjadi perdarahan.

Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara

kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah.

Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanju