Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

107
REFERAT REFERAT HUBUNGAN ANTARA HUBUNGAN ANTARA HIPERTENSI DAN GAGAL JANTUNG HIPERTENSI DAN GAGAL JANTUNG Pembimbing : dr. Afdhalun A. Hakim, Sp.JP, FIHA Penyusun : Louisa Markus (030.03.139) KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT OTORITA BATAM RUMAH SAKIT OTORITA BATAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

description

Hipertensi dan Gagal jantung

Transcript of Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

Page 1: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

REFERATREFERAT

HUBUNGAN ANTARAHUBUNGAN ANTARA

HIPERTENSI DAN GAGAL JANTUNGHIPERTENSI DAN GAGAL JANTUNG

Pembimbing :

dr. Afdhalun A. Hakim, Sp.JP, FIHA

Penyusun :

Louisa Markus (030.03.139)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAMKEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT OTORITA BATAMRUMAH SAKIT OTORITA BATAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

20102010

Page 2: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

REFERATREFERAT

HUBUNGAN ANTARA HIPERTENSI DAN GAGAL JANTUNGHUBUNGAN ANTARA HIPERTENSI DAN GAGAL JANTUNG

Telah disetujui oleh :Telah disetujui oleh :

dr. Afdhalun A. Hakim, Sp. JP.dr. Afdhalun A. Hakim, Sp. JP.

Pada tanggal, Juli 2010Pada tanggal, Juli 2010

Dalam rangka memenuhi tugasDalam rangka memenuhi tugas

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RS Otorita BatamKepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RS Otorita Batam

periode 31 Mei - 7 Agustus 2010periode 31 Mei - 7 Agustus 2010

Batam, Juli 2010Batam, Juli 2010

Pembimbing,Pembimbing,

(dr. Afdhalun A. Hakim, Sp. JP.)(dr. Afdhalun A. Hakim, Sp. JP.)

KATA PENGANTAR

Page 3: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa, atas

Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ”Hubungan antara Hipertensi dan

Gagal Jantung”.

Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada dr. Afdhalun A. Hakim, Sp.JP selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini, serta

kepada dokter-dokter pembimbing lain di bagian Penyakit Dalam RS Otorita Batam. Tujuan dari

pembuatan referat ini selain untuk menambah wawasan bagi penulis dan pembacanya, juga

ditujukan untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam.

Penulis sangat berharap bahwa referat ini dapat menambah wawasan mengenai hipertensi

dan gagal jantung. Dan diharapkan, bagi para pembacanya dapat meningkatkan kewaspadaan

mengenai keadaan kesehatan yang berhubungan dengan kedua hal tersebut.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari

kesalahan. Oleh karena itu penulis sangat berharap adanya masukan, kritik maupun saran yang

membangun.

Akhir kata penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga tugas ini dapat

memberikan tambahan informasi bagi kita semua.

Batam, Juli 2010

Penulis,

Louisa Markus

DAFTAR ISI

Page 4: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

BAB I PENDAHULUAN 1

I.1. Jantung 4

I.2. Proses Mekanis Siklus Jantung 8

I.3. Pengukuran Tekanan Darah 9

I.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah 11

I.5. Pengaturan Tekanan Darah 17

BAB II HIPERTENSI

II.1. Definisi 19

II.2. Klasifikasi

II.2.1. Klasifikasi berdasarkan Etiologi 19

II.2.2. Klasifikasi berdasarkan Derajat Hipertensi 20

II.3. Patofisiologi 21

II.3.1. Curah Jantung 22

II.3.2. Sistem Renin-Angiotensin 22

II.3.3. Sistem Saraf Simpatis 23

II.3.4. Resistensi Perifer 24

II.3.5. Disfungsi Endotel 24

II.3.6. Substansi Vasoaktif 25

II.3.7. Sindrom Metabolik 25

II.3.8. Faktor Genetik 26

II.4. Faktor Resiko Hipertensi

II.4.1. Faktor Resiko yang Tidak Dapat Diubah 27

II.4.2. Faktor Resiko yang Dapat Diubah 28

II.5. Komplikasi 29

II.6. Diagnosa 30

II.7. Penatalaksanaan 30

II.7.1. Pengobatan non Farmakologis 32

II.7.2. Pengobatan Farmakologis 33

BAB III Gagal Jantung

Page 5: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

III.1. Definisi 34

III.2. Epidemiologi 36

III.3. Etiologi 37

III.4. Bentuk-bentuk Gagal Jantung 38

III.5. Patofisiologi 41

III.6. Manifestasi Klinis 45

III.7. Penatalaksanaan 46

III.8. Prognosis 50

BAB IV Hubungan Antara Hipertensi-Gagal Jantung 52

IV.1. Hipertrofi Ventrikel Kiri

IV.1.1. Jenis Hipertrofi Ventrikel 53

IV.1.2. Perubahan Fungsional pada Hipertrofi Ventrikel Kiri 55

IV.1.3. Hipertrofi Ventrikel Kiri pada Hipertensi 56

IV.2. Infark Miokard 59

IV.3. Rentang Waktu Perjalanan Penyakit 61

IV.4. Pengaruh Pengobatan Hipertensi pada Perjalanan Penyakit dan Resiko

Gagal Jantung 61

DAFTAR PUSTAKA 62

DAFTAR GRAFIK & TABEL

Page 6: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

I.1. Jumlah Pasien Penyakit Jantung di Rumah Sakit di Indonesia tahun 2007 3

I.2. Jumlah Pasien Penyakit Jantung di Rumah Sakit di Indonesia tahun 2007 3

I.3. Jumlah Kasus Gagal Jantung di Amerika pada tahun 2003-2006 4

2.1. Klasifikasi Hipertensi berdasarkan JNC VII 20

2.2. Klasifikasi Hipetrensi berdasarkan ESC 20

2.3. Stratifikasi Faktor Resiko dan Rencana Penanggulangan 31

2.4. Pilihan Obat pada Indikasi Khusus 33

4.1. Perubahan Kardiovaskular pada Hipertensi 57

DAFTAR GAMBAR

1.1. Anatomi Jantung Manusia 6

1.2. Skema Aliran Darah di Jantung 6

1.3. Aliran Listrik Jantung 8

1.4. Teknik Pengukuran Darah 10

1.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah 12

1.6. Hukum Frank Starling 13

2.1. Patofisiologi Hipertensi 21

2.2. Sistem Renin-Angiotensin 23

2.3. Komplikasi Hipertensi Esesnsial Tak Terkontrol 30

2.4. Letak Kerja ACEI dan ARB 33

3.1. Deskpripsi Hubungan Antar Sistem Klasifikasi Gagal Jantung yang Berbeda 36

3.2. Hukum Frank Starling pada Gagal Jantung 42

4.1. Progresi Hipertensi-Gagal Jantung 53

4.2. Perbedaan Hipertrofi Eksentris-Konsentris 54

4.3. Perubahan Ventrikel Kiri 54

4.4. Pola Geometris Hipertrofi Ventrikel Kiri 55

BAB I

Page 7: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

PENDAHULUAN

Bangsa Indonesia sedang berkembang menuju masyarakat industri. Perubahan ke arah

masyarakat industri memberi andil terhadap perubahan pola fertilitas, gaya hidup, sosial

ekonomi yang pada gilirannya dapat memacu meningkatnya penyakit tidak menular. Adanya

perubahan dalam pola kehidupan tersebut menyebabkan terjadinya transisi epidemiologi

penyakit yang ditunjukkan dengan adanya kecenderungan perubahan pola kesakitan dan pola

penyakit utama penyebab kematian, dimana terdapat penurunan prevalensi penyakit infeksi,

sedangkan prevalensi penyakit non infeksi atau degeneratif seperti : hipertensi, stroke, kanker

dan sebagainya, justru meningkat.1

Di Indonesia, interaksi pembangunan dalam bidang sosial, budaya, ekonomi, dan

geografis menimbulkan triple burden disease (segitiga beban penyakit) dimana ketika masalah

penyakit menular belum tuntas dikendalikan, kejadian penyakit tidak menular sudah mulai naik

diikuti dengan bermunculannya penyakit-penyakit baru.2

Perkembangan penyakit tidak menular telah menjadi suatu tantangan pada abad 21. Di

dunia, penyakit tidak menular telah menyumbang 3 juta kematian pada tahun 2005 di mana 60%

kematian di antaranya terjadi pada penduduk berumur di bawah 70 tahun. Penyakit tidak menular

yang cukup banyak mempengaruhi angka kesakitan dan angka kematian dunia adalah penyakit

kardiovaskuler. WHO mengestimasi di dunia terdapat 1/3 (15,3 juta) kematian yang disebabkan

oleh penyakit kardiovaskuler pada tahun 1998 yang terjadi di negara berkembang dan negara

yang berpenghasilan menengah ke bawah. Pada tahun 2005, penyakit kardiovaskuler telah

menyumbangkan kematian sebesar 28% dari seluruh kematian yang terjadi di kawasan Asia

Tenggara. Sementara itu, di Indonesia, menurut laporan WHO tahun 2002, angka kematian

akibat penyakit kardiovaskuler sebesar 361 per 100.000 penduduk untuk kategori age-

standardize mortality rate.3,4,5

Membicarakan penyakit kardiovaskuler tentunya tidak dapat lepas dari hipertensi.

Hipertensi sampai saat ini menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia karena prevalensinya

yang tinggi, sekitar 90% tidak diketahui penyebabnya dan juga karena asosiasinya terhadap

kejadian penyakit kardiovaskuler yang salah satunya adalah gagal jantung. Hipertensi disebut

juga dengan istilah ‘the Silent Killer’. Hal ini disebabkan karena sering kali penyakit ini dijumpai

Page 8: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

tanpa gejala, yang apabila tidak diobati dan ditanggulangi akan menimbulkan komplikasi seperti

stroke, penyakit jantung dan pembuluh darah, gangguan ginjal dan lainnya yang pada akhirnya

dapat mengakibatkan cacat maupun kematian. Hipertensi dapat terjadi karena faktor herediter,

asupan garam yang berlebihan, kurangnya aktifitas dan stress psikososial. 1,2

Menurut laporan pertemuan WHO di Jenewa pada tahun 2002, didapatkan angka

prevalensi penyakit hipertensi adalah 15-37% dari populasi dewasa di dunia. Setengah dari

populasi yang berusia lebih dari 60 tahun adalah penderita hipertensi. Di seluruh dunia, angka

Proportional Mortality Rate akibat hipertensi adalah 13% atau sekitar 7,1 juta kematian. Hasil

penelitian WHO (2002) menunjukkan bahwa 62% kasus stroke dan 49% kasus serangan jantung

disebabkan oleh hipertensi.6

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2008, dinyatakan bahwa hipertensi merupakan

penyakit sirkulasi darah yang merupakan kasus terbanyak pada rawat jalan maupun rawat inap di

rumah sakit. Hasil pencatatan dan pelaporan rumah sakit menunjukkan kasus baru penyakit

sistem sirkulasi darah terbanyak pada kunjungan rawat jalan maupun jumlah pasien keluar rawat

inap dengan diagnosis penyakit Hipertensi tertinggi pada tahun 2007. Dari hasil Riskesdas 2007,

prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia adalah sebesar 31,7%.

Menurut provinsi, prevalensi Hipertensi tertinggi terdapat di Kalimantan Selatan (39,6%) dan

terendah di Papua Barat (20,1%).2

Sementara, dari hasil pencatatan dan pelaporan rumah sakit, didapatkan data bahwa kasus

gagal jantung sendiri menempati peringkat ketiga. Sedangkan untuk Case Fatality Rate (CFR)

kasus gagal jantung menempati peringkat ke dua sebesar 13,42%.2

Gagal jantung (heart failure) merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang menjadi

masalah serius di dunia. American Heart Association (AHA) pada tahun 2004 melaporkan 5,2

juta penduduk Amerika menderita gagal jantung. Dimana penyakit ini merupakan salah satu

penyakit yang menghabiskan biaya besar untuk diagnosis dan pengobatannya. Diperkirakan

lebih dari 15 juta kasus baru gagal jantung setiap tahunnya di seluruh dunia.7

Page 9: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

Penyakit Jantung Iskemik Lainnya

Penyakit Jantung lainnya

Gagal Jan-tung

Ggn Han-taran & Ar-itmia Jan-

tung

Infark Miokard

Akut

Penyakit Jantung reumatik

kronik

Kar-diomiopati

Demam reumatik

akut

Rawat Inap

22454 18585 13395 5770 9399 2438 1413 952

Rawat Jalan

67800 38438 16431 12269 10530 6519 2747 10408

5000150002500035000450005500065000

Jumlah Penyakit Jantung di RS di Indonesia tahun 2007

Grafik 1.1. Jumlah Pasien Penyakit Jantung di Rumah Sakit di Indonesia tahun 2007.

(sumber: Ditjen Yanmedik, Profil Kesehatan Indonesia 2008, Departemen Kesehatan RI, 2009).

02468

101214

CFR Penyakit Jantung di RS di Indonesia tahun 2007

Grafik 1.2. Jumlah Pasien Penyakit Jantung di Rumah Sakit di Indonesia tahun 2007.

(sumber: Ditjen Yanmedik, Profil Kesehatan Indonesia 2008, Departemen Kesehatan RI, 2009).

Page 10: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

20-39 40-59 60-79 80+

0.31.9

9.1

14.7

0.21.4

4.9

12.8

Jumlah Kasus Gagal Jantung di USAPria Wanita

Grafik 1.3. Jumlah kasus Gagal jantung di Amerika pada tahun 2003-2006.

(sumber: Fact Sheet, NCHS dan NHLBI, 2008)

I.1.Jantung 8,9

Jantung merupakan sebuah organ dalam tubuh manusia yang termasuk dalam sistem

sirkulasi. Jantung bertindak sebagai pompa sentral yang memompa darah untuk

menghantarkan bahan-bahan metabolisme yang diperlukan ke seluruh jaringan tubuh dan

mengangkut sisa-sisa metabolisme untuk dikeluarkan dari tubuh.

Sistem sirkulasi sendiri memiliki 3 komponen, yaitu :

1. Jantung

pompa yang melakukan tekanan terhadap darah agar timbul gradient dan darah

dapat mengalir ke seluruh tubuh.

2. Pembuluh darah

saluran untuk mendistribusikan darah dari jantung ke semua bagian tubuh dan

mengembalikannya ke jantung. Terbagi atas tiga tipe pembuluh darah, yaitu :

a. Pembuluh arteri, yang berfungsi untuk mengangkut oksigen melalui darah dari

jantung ke seluruh jaringan tubuh, mengecil seiring perjalanannya menjauhi

jantung.

Page 11: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

b. Pembuluh kapiler, yang merupakan penghubung antara pembuluh arteri dan

vena. Lapisan dindingnya yang tipis memudahkan oksigen, nutrisi, karbon

dioksida, dan bahan sisa lainnya keluar atau masuk ke organ sekitarnya.

c. Pembuluh vena, yang berfungsi untuk menyalurkan aliran darah yang berisi

bahan sisa kembali ke jantung untuk dipecahkan dan dikeluarkan dari tubuh.

Pembuluh vena semakin membesar ketika mendekati jantung.

3. Darah

Medium transportasi dimana darah akan membawa oksigen dan nutrisi

Darah berjalan melalui sistim sirkulasi ke dan dari jantung melalui 2 lengkung

vaskuler (pembuluh darah) yang terpisah. Sirkulasi paru terdiri atas lengkung tertutup

pembuluh darah yang mengangkut darah antara jantung dan paru. Sirkulasi sistemik terdiri

atas pembuluh darah yang mengangkut darah antara jantung dan sistim organ.

Walaupun secara anatomis jantung adalah satu organ, sisi kanan dan kiri jantung

berfungsi sebagai dua pompa yang terpisah. Jantung terbagi atas separuh kanan dan kiri serta

memiliki empat ruang, bilik bagian atas dan bawah di kedua belahannya. Bilik bagian atas

disebut dengan atrium yang menerima darah yang kembali ke jantung dan memindahkannya

ke bilik bawah, yaitu ventrikel yang berfungsi memompa darah dari jantung.

Kedua belahan jantung dipisahkan oleh septum atau sekat, yaitu suatu partisi otot

kontinu yang mencegah percampuran darah dari kedua sisi jantung. Pemisahan ini sangat

penting karena separuh jantung janan menerima dan memompa darah beroksigen rendah

sedangkan sisi jantung sebelah kiri memompa darah beroksigen tinggi.

Jantung berfungsi sebagai pompa ganda. Darah yang kembali dari sirkulasi sistemik

(dari seluruh tubuh) masuk ke atrium kanan melalui vena besar yang dikenal sebagai vena

kava. Darah yang masuk ke atrium kanan berasal dari jaringan tubuh, telah diambil O2-nya

dan ditambahi dengan CO2. Darah yang miskin akan oksigen tersebut mengalir dari atrium

kanan melalui katup ke ventrikel kanan, yang memompanya keluar melalui arteri pulmonalis

ke paru. Dengan demikian, sisi kanan jantung memompa darah yang miskin oksigen ke

sirkulasi paru. Di dalam paru, darah akan kehilangan CO2-nya dan menyerap O2 segar

sebelum dikembalikan ke atrium kiri melalui vena pulmonalis.

Page 12: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

Gambar 1.1. Anatomi Jantung Manusia (sumber:www.klikdokter.com)

Darah kaya oksigen yang kembali ke atrium kiri ini kemudian mengalir ke dalam

ventrikel kiri, bilik pompa yang memompa atau mendorong darah ke semus sistim tubuh

kecuali paru. Jadi, sisi kiri jantung memompa darah yang kaya akan O2 ke dalam sirkulasi

sistemik. Arteri besar yang membawa darah menjauhi ventrikel kiri adalah aorta. Aorta

bercabang menjadi arteri besar dan mendarahi berbagai jaringan tubuh.

Gambar 1.2. Skema Aliran Darah di Jantung (sumber: www.gettyimage.com)

Page 13: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

Sirkulasi sistemik memompa darah ke berbagai organ, yaitu ginjal, otot, otak, dan

semuanya. Jadi darah yang keluar dari ventrikel kiri tersebar sehingga masing-masing bagian

tubuh menerima darah segar. Darah arteri yang sama tidak mengalir dari jaringan ke

jaringan. Jaringan akan mengambil O2 dari darah dan menggunakannya untuk menghasilkan

energi. Dalam prosesnya, sel-sel jaringan akan membentuk CO2 sebagai produk buangan atau

produk sisa yang ditambahkan ke dalam darah. Darah yang sekarang kekurangan O2 dan

mengandung CO2 berlebih akan kembali ke sisi kanan jantung. Selesailah satu siklus dan

terus menerus berulang siklus yang sama setiap saat.

Kedua sisi jantung akan memompa darah dalam jumlah yang sama. Volume darah

yang beroksigen rendah yang dipompa ke paru oleh sisi jantung kanan memiliki volume yang

sama dengan darah beroksigen tinggi yang dipompa ke jaringan oleh sisi kiri jantung.

Sirkulasi paru adalah sistim yang memiliki tekanan dan resistensi rendah, sedangkan

sirkulasi sistemik adalah sistim yang memiliki tekanan dan resistensi yang tinggi.  Oleh

karena itu, walaupun sisi kiri dan kanan jantung memompa darah dalam jumlah yang sama,

sisi kiri melakukan kerja yang lebih besar karena ia memompa volume darah yang sama ke

dalam sistim dengan resistensi tinggi. Dengan demikian otot jantung di sisi kiri jauh lebih

tebal daripada otot di sisi kanan sehingga sisi kiri adalah pompa yang lebih kuat.

Darah mengalir melalui jantung dalam satu arah tetap yaitu dari vena ke atrium ke

ventrikel ke arteri. Adanya empat katup jantung satu arah memastikan darah mengalir satu

arah. Katup jantung terletak sedemikian rupa sehingga mereke membuka dan menutup secara

pasif karena perbedaan gradien tekanan. Gradien tekanan ke arah depan mendorong katup

terbuka sedangkan gradien tekanan ke arah belakang mendorong katup menutup.

Dua katup jantung yaitu katup atrioventrikel (AV) terletak di antara atrim dan

ventrikel kanan dan kiri. Katup AV kanan disebut dengan katup trikuspid karena memiliki

tiga daun katup sedangkan katup AV kiri sering disebut dengan katup bikuspid atau katup

mitral karena terdiri atas dua daun katup. Katup-katup ini mengijinkan darah mengalir dari

atrium ke ventrikel selama pengisian ventrikel (ketika tekanan atrium lebih rendah dari

tekanan ventrikel), namun secara alami mencegah aliran darah kembali dari ventrikel ke

atrium ketika pengosongan ventrikel atau ventrikel sedang memompa.

Dua katup jantung lainnya yaitu katup aorta dan katup pulmonalis terletak pada

sambungan dimana tempat arteri besar keluar dari ventrikel. Keduanya disebut dengan katup

Page 14: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

semilunaris karena terdiri dari tiga daun katup yang masing-masing mirip dengan kantung

mirip bulan-separuh. Katup ini akan terbuka setiap kali tekanan di ventrikel kanan dan kiri

melebihi tekanan di aorta dan arteri pulmonalis selama ventrikel berkontraksi dan

mengosongkan isinya. Katup ini akan tertutup apabila ventrikel melemas dan tekanan

ventrikel turun di bawah tekanan aorta dan arteri pulmonalis. Katup yang tertutup mencegah

aliran balik dari arteri ke ventrikel.

Walaupun tidak terdapat katup antara atrium dan vena namun hal ini tidak menjadi

masalah. Hal ini disebabkan oleh dua hal, yaitu karena tekanan atrium biasanya tidak jauh

lebih besar dari tekanan vena serta tempat vena kava memasuki atrium biasanya tertekan

selama atrium berkontraksi.

I.2.Proses Mekanis Siklus Jantung 9,10

Jantung secara berselang-seling berkontraksi untuk mengosongkan isi jantung dan

berelaksasi untuk mengisi darah. Siklus jantung terdiri atas periode sistol (kontraksi dan

pengosongan isi) dan diastol (relaksasi dan pengisian jantung). Atrium dan ventrikel

mengalami siklus sistol dan diastol terpisah. Kontraksi terjadi akibat penyebaran eksitasi

(mekanisme listrik jantung) ke seluruh jantung. Sedangkan relaksasi timbul setelah

repolarisasi atau tahapan relaksasi otot jantung.

Gambar 1.3. Aliran Listrik Jantung (sumber: www.gettyimage.com)

Page 15: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

Aktifitas kontraksi jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh selalu didahului

oleh aktifitas listrik. Aktifitas listrik inidimulai pada nodus sinoatrial (nodus SA) yang

terletak pada celah antara vena cava suiperior dan atrium kanan.

Nodus SA mengawali gelombang depolarisasi secara spontan sehingga menyebabkan

timbulnya potensial aksi yang disebarkan melalui sel-sel otot atrium, nodus atrioventrikuler

(nodus AV), berkas His, serabut Purkinje dan akhirnya ke seluruh otot ventrikel.

Potensial aksi ini dicetuskan oleh nodus-nodus pacemaker yang terdapat di jantung

dan dipengaruhi oleh beberapa jenis elektrolit seperti K+, Na+, dan Ca++. Gangguan

terhadap kadar elektrolit tersebut di dalam tubuh dapat mengganggu mekanisme aliran listrik

jantung.

I.3.Pengukuran Tekanan Darah11

Mengingat hipertensi merupakan salah satu masalah utama dalam populasi, sangatlah

penting untuk dapat mendiagnosa hipertensi dengan benar. Selama beberapa tahun terakhir,

tekanan darah telah dikenal sebagai suatu variable yang berkesinambungan dan sulit untuk

dinilai secara akurat keculai dengan pembacaan berulang dalam berbagai keadaan. Umumnya

pengukuran tekanan darah ini tidak akurat dan terkadang bahkan kasus-kasus yang

membutuhkan pengobatan sering lolos.

Sebagai langkah persiapan, persiapkan kamar periksa yang tenang dengan suhu

kamar yang nyaman. Idealnya, tekanan darah tidak boleh diukur jika pasien melakukan

aktivitas fisik, merokok, minum kopi, atau makan 30 menit sebelumnya.

Posisi pasien yang benar sangat menentukan keakuratan pengukuran. Punggung dan

tungkai bawah pasien sebaiknya ditopang, dengan tungkai bawah tidak boleh menyilang dan

kaki berada pada permukaan yang datar dan keras. Pada lengan di mana tekanan darah akan

diukur diupayakan longgar sampai ke bahu, lengan dari pakaian jika diangkat harus longgar

sehingga tidak mengganggu aliran darah atau tidak mengganggu manset  tensimeter.

Lengan sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga berada sejajar dengan jantung.

Manometer juga sebaiknya diposisikan sejajar dengan mata pemeriksa.

Kesalahan umum dalam mengukur tekanan darah adalah penggunaan manset yang

ukurannya tidak sesuai dengan pasien. Ukuran manset yang kecil akan menimbulkan

overestimasi tekanan darah. Pemilihan ukuran manset dilakukan dengan pengukuran lingkar

Page 16: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

lengan pada titik tengah lengan atas (pertengahan antara acromion dan olecranon). Lingkar

lengan dan ukuran manset yang disarakan adalah berturut turut sebagai berikut (dalam

centimeter):

22-26: manset 12×22 (small adult arm)

27-34: manset 16×30 (adult arm)

35-44: manset 16×36 (large adult arm)

45-52: manset 16×42 (adult thigh)

Manset diletakan pada pertengahan lengan atas lengan, sekitar 2 cm di atas siku.

Diletakkan dengan rapi dan tidak terlalu ketat (dua jari tangan masih bisa dimasukkan

diantaranya).

Untuk menghindari pengembungan manset yang berlebihan yang bisa berakibat pada

ketidaknyamanan pasien, maka sebaiknya ditentukan tekanan denyut obliterasinya. Pompa

manset hingga 80 mmHg kemudian turunkan kecepatan pemompaan menjadi 10 mmHg per

2-3 detik sambil mendengarkan dan memperhatikan hilangnya suara denyut. Begitu suara

denyut hilang longgarkan kembali dengan kecepatan  2 mmHg per detik.

Gambar 1.4. Teknik pengukuran tekanan darah yang direkomendasikan oleh the British Hypertension Society

(sumber: Kaplan’s Clinical Hypertension 2006;2:36)

Page 17: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

Lakukan pengukuran tekanan darah dengan langkah-langkah sebagai berikut.

Letakkan bagian bell stetoskop diatas arteri brakialis, untuk menghindari suara berisik

usahakan stetoskop tidak bersentuhan dengan pakaian pasien. Dengan cara yang sama seperti

ada penentuan tekanan denyut obliterasi, pompa manset hingga 20-30 mmHg diatas tekanan

denyut obliterasi kemudian kendorkan pemompaan dengan kecepatan 2 mmHg per detik

sambil mendengarkan suara Korotkoff.

Sejalan dengan pengenduran manset, turbulensi aliran darah melalui arteri brakialis

menimbulkan rangkaian suara. Hal ini dikelompokkan menjadi 5 (lima) fase suara. Fase 1

ditandai oleh suara yang jelas, suara menghentak dan berulang, bersamaan dengan

pemunculan kembali denyut nadi yang teraba. Pemunculan awal suara fase 1 ini sama dengan

tekanan darah sistolik. Selama fase 2, suara murmur terdengar. Pada fase 3 dan 4, perubahan

mulai terjadi dimana suara nadi mulai melemah (biasanya 10 mmHg diatas tekanan darah

diastolik yang sebenarnya). Pada fase 5, suara mulai hilang, dan menunjukkan tekanan darah

diastolik. Untuk lebih meyakinkan pengamatan sebaiknya dilanjutkan hingga 10 mmHg

dibawah fase 5.

I.4.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah10,12

Tekanan darah adalah daya dorong ke semua arah pada seluruh permukaan yang

tertutup pada dinding bagian dalam jantung dan pembuluh darah. Aksi pemompaan jantung

memberikan tekanan yang mendorong darah melewati pembuluh-pembuluh. Darah mengalir

melalui sistem pembuluh tertutup karena ada perbedaan tekanan atau gradien tekanan antara

ventrikel kiri dan atrium kanan.

a. Tekanan ventrikular kiri berubah dari setinggi 120 mmHg saat sistole sampai serendah 0

mmHg saat diastole.

b. Tekanan aorta berubah dari setinggi 120 mmHg saat sistole sampai serendah 80 mmHg

saat diastole. Tekanan diastolik tetap dipertahankan dalam arteri karena efek lontar balik

dari dinding elastis aorta. Rata-rata tekanan aorta adalah 100 mmHg.

Pada sirkulasi sistemik, terjadi perubahan tekanan sebagai berikut: darah mengalir dari

aorta (dengan tekanan 100 mmHg) menuju arteri (dengan perubahan tekanan dari 100 ke 40

mmHg) ke arteriol (dengan tekanan 25 mmHg di ujung arteri sampai 10 mmHg di ujung

Page 18: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

vena) masuk ke vena (dengan perubahan tekanan dari 10 mmHg ke 5 mmHg) menuju vena

cava superior dan inferior (dengan tekanan 2 mmHg) dan sampai ke atrium kanan (dengan

tekanan 0 mmHg).

Tekanan darah sendiri dipengaruhi oleh :

Gambar 1.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah (sumber: www.colorado.edu, 2008)

I. Curah jantung (cardiac output)

Curah jantung adalah volume darah yang dikeluarkan oleh kedua ventrikel per menit.

Curah jantung terkadang disebut volume jantung per menit. Volumenya kurang lebih 5 L

per menit pada laki-laki berukuran rata-rata dan kurang 20 % pada perempuan.

Curah jantung = frekuensi jantung x isi sekuncup

Page 19: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi curah jantung :

1. Aktivitas berat memperbesar curah jantung sampai 25 L per menit, pada atlit yang sedang

berlatih mencapai 35 L per menit. Cadangan jantung adalah kemampuan jantung untuk

memperbesar curahnya.

2. Aliran balik vena ke jantung. Jantung mampu menyesuaikan output dengan input-nya

berdasarkan alasan berikut :

Peningkatan aliran balik vena akan meningkatkan volume akhir diastolik.

Peningkatan volume diastolik akhir, akan mengembangkan serabut miokardial ventrikel

Semakin banyak serabut otot jantung yang mengembang pada permulaan konstraksi

(dalam batasan fisiologis), semakin banyak isi ventrikel, sehingga daya konstraksi

semakin besar. Hal ini disebut hukum Frank-Starling tentang jantung.

Gambar 1.5. Hukum Frank Starling (sumber: Cardiac Function: A Simple View,www.med.uc.edu, 2008)

Pengaturan frekuensi jantung bergantung pada saraf simpatis dan parasimpatis.

Impuls eferen menjalar ke jantung melalui saraf simpatis dan parasimpatis susunan saraf

otonom.

Page 20: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

Pusat refleks kardioakselerator adalah sekelompok neuron dalam medulla

oblongata. Efek impuls neuron ini adalah untuk meningkatkan frekuensi jantung. Impuls ini

menjalar melalui serabut simpatis dalam saraf jantung menuju jantung. Ujung serabut saraf

mensekresi neropineprin, yang meningkatkan frekuensi pengeluaran impuls dari nodus SA,

mengurangi waktu hantaran melalui nodus A-V dan sistem Purkinje, dan meningkatkan

eksitabilitas keseluruhan jantung.

Pusat refleks kardioinhibitor juga terdapat dalam medulla oblongata. Efek impuls

dari neuron ini adalah untuk mengurangi frekuensi jantung. Impuls ini menjalar melalui

serabut parasimpatis dalam saraf vagus. Ujung serabut saraf mensekresi asetilkolin, yang

mengurangi frekuensi pengeluaran impuls dari nodus S-A dan memperpanjang waktu

hantaran melalui nodus V-A.

Frekuensi jantung dalam kurun waktu tertentu ditentukan melalui keseimbangan

impuls akselerator dan inhibitor dari saraf simpatis dan parasimpatis. Impuls aferen

(sensorik) yang menuju pusat kendali jantung berasal dari reseptor, yang terletak di

berbagai bagian dalam sistem kardiovaskular.

Presoreseptor dalam arteri karotis dan aorta sensitif terhadap perubahan tekanan

darah. Peningkatan tekanan darah akan mengakibatkan suatu refleks yang memperlambat

frekuensi jantung. Penurunan tekanan darah akan mengakibatkan suatu refleks yang

menstimulasi frekuensi jantung yang menjalar melalui pusat medular.

Proreseptor dalam vena cava sensitif terhadap penurunan tekanan darah. Jika

tekanan darah menurun, akan terjadi suatu refleks peningkatan frekuensi jantung untuk

mempertahankan tekanan darah.

Frekuensi jantung dipengaruhi oleh stimulasi pada hampir semua saraf kutan,

seperti reseptor untuk nyeri, panas, dingin, dan sentuhan, atau oleh input emosional dari

sistem saraf pusat. Fungsi jantung normal bergantung pada keseimbangan elektrolit seperti

kalsium, kalium, dan natrium yang mempengaruhi frekuensi jantung jika kadarnya

meningkat atau berkurang.

Faktor yang mendukung aliran balik vena dan memperbesar curah jantung:

a. Pompa otot rangka.

Page 21: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

Vena muskular memiliki katup-katup, yang memungkinkan darah hanya mengalir

menuju jantung dan mencegah aliran balik. Konstraksi otot-otot tungkai membantu

mendorong darah ke arah jantung melawan gaya gravitasi.

b. Pernafasan.

Selama inspirasi, peningkatan tekanan negatif dalam rongga toraks menghisap udara ke

dalam paru-paru dan darah vena ke atrium.

c. Reservoir vena.

Di bawah stimulasi saraf simpatis, darah yang tersimpan dalam limpa, hati, dan

pembuluh besar, kembali ke jantung saat curah jantung turun.

d. Gaya gravitasi di area atas jantung membantu aliran balik vena.

Faktor-faktor yang mengurangi aliran balik vena dan mempengaruhi curah jantung :

a. Perubahan posisi tubuh dari posisi telentang menjadi tegak, memindahkan darah dari

sirkulasi pulmonar ke vena-vena tungkai. Peningkatan refleks pada frekuensi jantung dan

tekanan darah dapat mengatasi pengurangan aliran balik vena.

b. Tekanan rendah abnormal pada vena (misalnya, akibat hemoragi dan volume darah

rendah) mengakibatkan pengurangan aliran balik vena dan curah jantung.

c. Tekanan darah tinggi. Peningkatan tekanan darah aorta dan pulmonar memaksa ventrikel

bekerja lebih keras untuk mengeluarkan darah melawan tahanan. Semakin besar tahanan

yang harus dihadapi ventrikel yang berkontraksi, semakin sedikit curah jantungnya.

Pengaruh tambahan pada curah jantung :

a. Hormon medular adrenal.

Epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin meningkatkan frekuensi jantung dan daya

kontraksi sehingga curah jantung meningkat.

b. Ion. Konsentrasi kalium, natrium, kalsium dalam darah serta cairan interstisial

mempengaruhi frekuensi dan curah jantungnya.

c. Usia dan ukuran tubuh seseorang dapat mempengaruhi curah jantungnya.

d. Penyakit kardiovaskular.

Beberapa contoh kelainan jantung, yang membuat kerja pompa jantung kurang efektif dan

curah jantung berkurang, meliputi :

Page 22: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

1. Aterosklerosis, penumpukan plak-plak dalam dinding pembuluh darah koroner, pada

akhirnya akan mengakibatkan sumbatan aliran darah.

2. Penyakit jantung iskemik, suplai darah ke miokardium tidak mencukupi, biasanya

terjadi akibat aterosklerosis pada arteri koroner dan dapat menyebabkan gagal jantung.

3. Infark miokardial (serangan jantung), biasanya terjadi akibat suatu penurunan tiba-tiba

pada suplai darah ke miokardium.

4. Penyakit katup jantung akan mengurangi curah darah jantung terutama saat melakukan

aktivitas.

II. Resistensi perifer (peripheral resistance)

Tekanan darah berbanding terbalik dengan tahanan dalam pembuluh. Tahanan perifer

memiliki beberapa faktor penentu :

1. Viskositas darah.

Semakin banyak kandungan protein dan sel darah dalam plasma, semakin besar

tahanan terhadap aliran darah. Peningkatan hematokrit menyebabkan peningkatan

viskositas: pada anemia, kandungan hematokrit dan viskositas berkurang.

2. Panjang pembuluh

Semakin panjang pembuluh, semakin besar tahanan terhadap aliran darah.

3. Radius pembuluh

Tahanan perifer berbanding terbalik dengan radius pembuluh sampai pangkat

keempatnya

a. jika radius pembuluh digandakan seperti yang terjadi pada fase dilatasi, maka

aliran darah akan meningkat enambelas kali lipat. Tekanan darah akan turun.

b. Jika radius pembuluh dibagi dua, seperti yang terjadi pada vasokontriksi, maka

tahahan terhadap aliran akan meningkatenambelas kalip lipat dan tekanan darah

akan naik.

4. Karena panjang pembuluh dan viskositas darah secara normal konstan, maka

perubahan dalam tekanan darah didapat adri perubahan radius pembuluh darah.

I.5.Pengaturan Tekanan Darah12

Page 23: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

1. Pengaturan saraf

Pusat vasomotorik pada medulla otak mengatur tekanan darah. Pusat kardiokselerator dan

kardioinhibitor mengatur curah jantung.

a. Pusat vasomotorik

(1) tonus vasomotorik merupakan stimulasi tingkat rendah yang terus menerus pada

serabut otot polos dinding pembuluh. Tonus ini mempertahankan tekanan darah

melalui vasokontriksi pembuluh.

(2) Pertahanan tonus vasomotorik ini dilangsungkan melalui impuls dari serabut saraf

vasomotorik yang merupakan serabut eferen saraf simpatis pada sistem saraf

otonom.

(3) Vasodilatasi biasanya terjadi karena pengurangan impuls vasokonstriktor.

Pengecualian hanya terjadi pada pembuluh darah di jantung dan otak.

- Pembuluh darah di jantung dan otak memilki reseptor-reseptor beta

adrenergik, merespon epinefrin yang bersirkulasi dan yang dilepas oleh

medulla adrenal.

- Mekanisme ini memastikan suplai darah yang cukup untuk organ-organ vital

selama situasi menegangkan yang menginduksi stimulasi saraf simpatis dan

vasokontriksi di suatu tempat pada tubuh.

- Stimulasi parasimpatis menyebabkan vasodilatasi pembuluh hanya di

beberapa tempat; misalnya, pada jaringan erektil genetalia dan kelenjar saliva

tertentu.

b. Pusat akselerator dan inhibitor jantung serta baroreseptor aorta dan karotis, yang

mengatur tekanan darah melalui SSO.

2. Pengaturan kimia dan hormonal

Ada sejumlah zat kimia yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi tekanan

darah.

Zat tersebut meliputi :

a. Hormon medulla adrenal (norepineprin termasuk vasokonstriktor)

Page 24: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

epinefrin dapat berperan sebagai suatu vasokonstriktor atau vasodilator, bergantung

pada jenis reseptor otot polos pada pembuluh darah organ.

b. Hormon antidiuretik (vasopresin) dan oksitosin yang disekresi dari kelenjar hipofisis

posterior termasuk vasokontriktor.

c. Angiotensin

adalah sejenis peptida darah yang dalam bentuk aktifnya termasuk salah satu

vasokontriktor kuat.

d. Berbagai angina dan peptide seperti histamin, glukagon, kolesistokinin, sekretin, dan

bradikinin yang diproduksi sejumlah jaringan tubuh, juga termasuk zat kimia

vasoaktif.

e. Prostaglandin Adalah agens seperti hormone yang diproduksi secara local dan mampu

bertindak sebagai vasodilator atau vasokonstriktor.

Page 25: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

BAB II

HIPERTENSI

II.1. Definisi 13-15

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara

abnormal dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang

disebabkan satu atau beberapa faktor resiko yang tidak berjalan sebagaimana mestinya

dalam mempertahankan tekanan darah secara normal. Hipertensi berkaitan dengan

kenaikan tekanan sistolik atau tekanan diastolik atau tekanan keduanya.

Sepanjang hari, tekanan darah bervariasi, selalu berubah-ubah tergantung waktu

dan keadaan penderita. Tekanan darah meningkat selama berolah raga, saat mengalami

stress atau gangguan mental. Sebaliknya tekanan darah menurun bila tubuh dalam

keadaan istirahat atau tidur. Bagaimanapun, karena bervariasinya tekanan darah, maka

sebelum mendiagnosa terjadinya hipertensi, penting untuk mengkonfirmasi kenaikan

tekanan darah dengan mengulang pengukuran tekanan darah lebih dari beberapa waktu.

Hipertensi atau tekanan darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pembuluh

darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat

sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya. Kemudian terjadi pengerasan arteri

akibat gangguan tekanan darah yang tidak normal pada hipertensi.

II.2. Klasifikasi

II.2.1. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi 13,14

a. Hipertensi Esensial (Primer)

Merupakan 90% dari kasus penderita hipertensi. Dimana sampai saat ini

belum diketahui penyebabnya secara pasti. Beberapa faktor yang berpengaruh

dalam terjadinya hipertensi esensial, seperti : faktor genetik, stress dan

psikologis, serta faktor lingkungan dan diet (peningkatan penggunaan garam

dan berkurangnya asupan kalium atau kalsium).

Peningkatan tekanan darah tidak jarang merupakan satu-satunya tanda

hipertensi primer. Umumnya gejala baru terlihat setelah terjadi komplikasi

pada organ target seperti ginjal, mata, otak dan jantung.

Page 26: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

b. Hipertensi sekunder

Pada hipertensi sekunder, penyebab dan patofisiologi dapat diketahui

dengan jelas sehingga lebih mudah untuk dikendalikan dengan obat-obatan.

Penyebab hipertensi sekunder di antaranya berupa kelainan ginjal seperti

tumor, diabetes, kelainan adrenal, kelainan aorta, kelainan endokrin lainnya

seperti obesitas, resistensi insulin, hipertiroidisme, dan pemakaian obat-obatan

seperti kontrasepsi oral dan kortikosteroid.

II.2.2. Klasifikasi Berdasarkan Derajat Hipertensi

a. Berdasarkan JNC VII :

DerajatTekanan Sistolik

(mmHg)Tekanan Diastolik

(mmHg)

Normal < 120 dan < 80

Pre-hipertensi 120 - 139 atau 80 - 89

Hipertensi derajat I 140 - 159 atau 90 - 99

Hipertensi derajat II 160 atau 100

Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi (sumber: JNC VII, 2003).

b. Menurut European Society of Cardiology :

KategoriTekanan Sistolik

(mmHg)

Tekanan Diastolik(mmHg)

Optimal < 120 dan < 80

Normal 120 - 129 dan/atau 80 - 84

Normal tinggi 130 - 139 dan/atau 85 - 89

Hipertensi derajat I 140 - 159 dan/atau 90 - 99

Hipertensi derajat II 160 - 179 dan/atau 100 - 109

Hipertensi derajat III 180 dan/atau 110

Hipertensi Sistolik terisolasi

140 dan < 90

Tabel 2.2. Klasifikasi Hipertensi (sumber: ESC, 2007).

Page 27: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

II.3. Patofisiologi 16

Kepastian mengenai patofisiologi hipertensi masih dipenuhi ketidakpastian.

Sejumlah kecil pasien (antara 2% dan 5%) memiliki penyakit dasar ginjal atau adrenal

yang menyebabkan peningkatan tekanan darah. Namun, masih belum ada penyebab

tunggal yang dapat diidentifikasi dan kondisi inilah yang disebut sebagai “hipertensi

esensial”. Sejumlah mekanisme fisiologis terlibat dalam pengaturan tekanan darah

normal, yang kemudian dapat turut berperan dalam terjadinya hipertensi esensial.

Beberapa faktor yang saling berhubungan mungkin juga turut serta menyebabkan

peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensif, dan peran mereka berbeda pada setiap

individu. Di antara faktor-faktor yang telah dipelajari secara intensif adalah asupan

garam, obesitas dan resistensi insulin, sistem renin-angiotensin, dan sistem saraf simpatis.

Pada beberapa tahun belakangan, faktor lainnya telah dievaluasi, termasuk genetik,

disfungsi endotel (yang tampak pada perubahan endotelin dan nitrat oksida).

Gambar 2.1. Patofisiologi Hipertensi (sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I edisi IV,

2007;142:599).

Page 28: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

II.3.1. Curah Jantung 11,16

Peningkatan curah jantung dapat terjadi akibat 2 hal yaitu peningkatan volume

cairan (preload) atau dari peningkatan kontraktilitas dari stimulasi saraf pada jantung.

Pada mayoritas penelitian, penderita dengan tekanan darah tinggi memiliki volume

darah yang lebih rendah dibandingkan mereka dengan tekanan darah normal.

Pada hipertensi yang sangat awal, resistensi perifer belum meningkat. Sehingga,

dapat disimpulkan bahwa peningkatan tekanan darah disebabkan peningkatan curah

jantung, yang berhubungan dengan hiperaktifitas simpatis. Peningkatan resistensi

arteriol perifer kemudian terjadi sebagai mekanisme kompensasi untuk mencegah

peningkatan tekanan diteruskan pada area kapiler dimana hal ini dapat mempengaruhi

homeostasis sel. Bagaimanapun, meskipun peningkatan curah jantung terlibat pada

permulaan peningkatan tekanan darah, hal ini umumnya tidak berlangsung terus

menerus. Umumnya, perubahan yang ditemukan pada kasus hipertensi berupa

peningkatan resistensi perifer dan curah yang jantung yang lebih rendah atau normal.

II.3.2. Sistem Renin-Angiotensin 11,16

Gambar 2.2. Sistem Renin-Angiotensin (sumber: Kaplan’s Clinical Hypertension 2006;3:70)

Page 29: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

Sistem renin-angiotensin mungkin merupakan bagian paling penting dari sistem

endokrin yang mempengaruhi kontrol tekanan darah. Renin disekresi dari apparatus

jukstaglomerular ginjal sebagai respon terhadap kurangnya perfusi glomerulus atau

penurunan asupan garam. Renin juga disekresi akibat stimulasi sistem saraf simpatis.

Renin berperan dalam proses konversi substrat renin (agniotensinogen) menjadi

angiotensin I, yang merupakan substansi inaktif secara fisiologi dan secara cepat akan

diubah menjadi angiotensin II di paru oleh angiotensin converting enzyme (ACE).

Angiotensin II merupakan vasokonstriktor kuat yang dapat menyebabkan peningkatan

tekanan darah. SEbagai tambahan, angiotensin II juga menstimulasi pelepasan

aldosteron dari zona glomerulosa di kelenjar adrenal, yang akan semakin

meningkatkan tekanan darah melalui mekanisme retensi natrium dan cairan.

Sistem renin-angiotensin pada sirkulasi dianggap tidak berperan secara langsung

dalam peningkatan tekanan darah pada hipertensi esensial. Mengingat banyak dari

pasien hipetensi memiliki kadar renin dan angiontensin II yang rendah, terutama pada

pasien berusia tua dan berkulit hitam, dan obat-obatan yang bekerja memblok sistem

renin-angiotensin tidak terlalu efektif.

II.3.3. Sistem Saraf Simpatis 11,16

Stimulasi sistem saraf simpatis dapat menyebabkan baik konstriksi maupun

dilatasi arteriol. Untuk itu, dapat dianggap bahwa sistem saraf autonom memiliki

peran penting dalam mempertahankan tekanan darah normal. Hal ini juga penting

dalam pengaturan perubahan tekanan darah jangka pendek sebagai respon terhadap

kegiatan fisik dan stress.

Epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin) dianggap kurang memiliki

peran yang jelas sebagai etiologi hipertensi. Namun, bagaimanapun, efek yang

mereka timbulkan adalah penting, dan tidak dapat diremehkan karena obat yang

menghambat sistem saraf simpatis pada kenyataannya berhasil menurunkan tekanan

darah dan memiliki peran terapi yang penting.

Untuk itu, dapat disimpulkan bahwa hipertensi berhubungan dengan interaksi

antara sistem saraf simpatis dengan sistem renin-angiotensin, bersama dengan faktor

lainnya, termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon.

Page 30: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

II.3.4. Resistensi Perifer 11,16

Perubahan pada struktur dan fungsi vaskular dapat menyebabkan atau

merupakan konsekuensi dari peningkatan tekanan darah. Sebagai contoh, bahkan

peningkatan tekanan darah secara mendadak yang mengganggu fungsi endotel juga

merupakan akibat dari disfungsi endotel itu sendiri.

Menurut hukum Poiseuille, resistensi vaskular berhubungan dengan viskositas

darah dan panjang sistem arterial. Resistensi perifer tidaklah ditentukan oleh arteri

besar atau kapiler namun oleh arteriol kecil, yang memiliki dinding yang tersusun

atas sel otot polos. Kontraksi sel otot polos dianggap berhubungan dengan

peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler, yang dapat menjelaskan efek

vasodilatasi dari obat yang menghambat saluran kalsium. Kontriksi otot polos yang

berkepanjangan dianggap akan menginduksi perubahan structural dengan penebalan

dinding arteriol yang mungkin dimediasi oleh angiotensin, dan akan menyebabkan

peningkatan ireversibel pada resistensi perifer.

II.3.5. Disfungsi Endotel 11,16

Sel endotel pembuluh darah berperan penting dalam regulasi kardiovaskular

dengan memproduksi sejumlah zat vasoaktif lokal yang kuat, termasuk molekul

vasodilator nitrat oksida dan vasokonstriktor endotel peptide. Modulasi fungsi endotel

merupakan pilihan terapi yang menarik dalam usaha untuk meminimalisasi beberapa

komplikasi penting dari hipertensi. Terapi antihipertensi yang efektif secara klinis

nampaknya dapat memperbaiki gangguan produksi nitrat oksida, namun tidak dapat

memperbaiki gangguan relaksasi vaskular atau respon vaskular terhadap agonis

endotel. Hal ini menunjukkan bahwa disfungsi endotel merupakan salah satu kelainan

utama yang bersifat ireversibel setelah proses hipertensif terjadi.

Page 31: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

II.3.6. Substansi Vasoaktif 16

Terdapat berbagai sistem dan mekanisme vasoaktif yang mempengaruhi

transport natrium dan tonus vaskular yang terlibat dalam pengaturan tekanan darah

normal. Bagaimanapun, masih belum diketahui pasti, pada bagian manakah

pengaruhnya dalam proses terjadinya hipertensi esensial. Bradikinin merupakan

vasodilator kuat yang di-inaktifasi oleh angiotensin converting enzyme.

Endotelin merupakan vasokontriktor endotel kuat yang menghasilkan

peningkatan tekanan darah. Endotelin juga mengaktifkan sistem rennin-angiotensin.

Endotel menghasilkan faktor relaksan, dikenal sebagai nitrat oksida, yang dihasilkan

oleh endotel arteri dan vena dan berdifusi melalui dinding pembuluh darah ke otot

polos menyebabkan vasodilatasi.

Natriuretic peptide atrial adalah hormone yang disekresi dari atrium sebagai

respon terhadap peningkatan volume darah. Zat ini meningkatkan ekskresi natrium

dan air dari ginjal sebagai diuretik alami. Gangguan pada sistem ini dapat

menyebabkan retensi cairan dan hipertensi.

Transport natrium melalui dinding sel otot polos pembuluh darah juga

dianggap mempengaruhi tekanan darah melalui hubungannya dengan transport

kalsium. Quabain mungkin merupakan substansi menyerupai steroid yang muncul

secara alami dam dianggap berhubungan dengan natrium sel dan transport kalsium,

dan menyebabkan vasokontriksi.

II.3.7. Sindrom Metabolik 11,16

Secara epidemiologis, terdapat pengkategorian beberapa faktor resiko,

mencakup obesitas, hipertensi, intoleransi glukosa, diabetes mellitus dan

hiperlipidemi. Hal ini mengarah kepada anggapan bahwa hal-hal ini mewakili sebuah

sindrom tunggal (sindrom metabolik X atau sindrom Reaven), dengan jalur akhir

umumnya menyebabkan peningkatan tekanan darah dan kerusakan pembuluh darah.

Bahkan, beberapa pasien hipertensif yang tidak mengalami obesitas memperlihatkan

adanya resistensi insulin. Terdapat banyak keberatan terhadap hipotesis ini, namun

hal ini dapat menjelaskan mengapa paparan terhadap resiko kardiovaskular bersifat

sinergistik atau berganda.

Page 32: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

II.3.8. Genetik 11,16

Meskipun faktor genetik telah dihubungkan dengan proses terjadinya

hipertensi esensial, hal ini lebih tampak pada individu tertentu. Untuk itu, sangatlah

sulit untuk menentukan secara akurat hubungan dari setiap gen tersebut.

Bagaimanapun, hipertensi sekitar dua kali lipat lebih umum pada subjek dengan

orang tua (baik salah satu maupun keduanya) yang memiliki hipertensi. Dari

penelitian epidemiologis pun didapatkan bahwa faktor genetik menyumbang 90%

dari variasi tekanan darah pada populasi. Hal ini didapatkan dari pembandingan dari

orang tua dengan anak kembar monozigot dan dizigot, juga dengan anak-anak mereka

yang lainnya, dan dengan anak adopsi. Kesimpulan yang didapat nampaknya

menggambarkan bahwa faktor gaya hidup (pola makan) juga turut berperan.

Beberapa mutasi gen spesifik dapat menyebabkan hipertensi meskipun jarang

ditemukan. Model percobaan dari hipertensi genetik telah menunjukkan bahwa

kecenderungan keturunan hipertensi umumnya berdampak pada ginjal. Sebagai

contoh, pada studi manusia dan hewan percobaan, didapatkan hasil bahwa ginjal

transplantasi dari seorang donor hipertensif akan meningkatkan tekanan darah dan

meningkatkan kebutuhan obat antihipertensi pada pihak resipien yang datang dari

keluarga normotensi. Sementara ginjal dari donor normotensi tidak meningkatkan

tekanan darah resipien.

Peningkatan angiotensinogen plasma, substrat protein yang diubah oleh renin

menjadi angiotensin I, juga dilaporkan pada subjek hipertensif dan pada anak-anak

dengan orang tua yang memiliki riwayat hipertensi.

Hipertensi jarang ditemukan pada daerah pedesaan di Afrika, namun umum

ditemukan pada daerah perkotaan di Afrika dan populasi kulit hitam di Inggris dan

Amerika. Di samping nyatanya perbedaan pola hidup dan pola makan, penemuan

hipertensi lebih umum pada kulit hitam dibandingkan kulit putih mungkin juga

disebabkan karena faktor genetik. Terdapat beberapa hasil penelitian yang

membuktikan bahwa orang berkulit hitam tampaknya lebih sensitif terhadap restriksi

garam dibandingkan mereka yang berkulit putih.

Page 33: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

II.4. Faktor Resiko Hipertensi 13,18,19

II.4.1. Faktor Resiko yang Tidak Dapat Diubah

a. Usia

Usia berpengaruh pada resiko terkena penyakit kardiovaskuler, karena usia

menyebabkan perubahan di dalam jantung dan pembuluh darah. Tekanan darah

meningkat sesuai dengan usia, karena arteri secara perlahan kehilangan sifat

elastisnya. Dengan meningkatnya usia, maka gejala arteriosklerosis semakin nampak

dan hal ini menunjang peningkatan tahanan perifer total dan dapat menyebabkan

hipertensi. Tetapi hipertensi tidak selalu terjadi pada usia tua, namun berdasarkan

kelompok umur, grafik rata-rata kenaikan tekanan darah, mengikuti kenaikan rata-

rata umur. Hipertensi pada pria umumnya terjadi pada umur di atas 55 tahun,

sedangkan pada perempuan terjadi pada umur di atas 65 tahun. Resiko wanita

meningkat setelah mengalami masa menopause.

b. Jenis Kelamin

Perbandingan antara pria dan wanita, ternyata wanita lebih banyak menderita

hipertensi.

c. Genetik

Pada 70-80% kasus hipertensi, didapatkan riwayat hipertensi dalam keluarga.

Apabila riwayat hipertensi didapatkan dari kedua orang tua, maka dugaan hipertensi

esensial lebih besar. Faktor keturunan pada hipertensi esensial diperkirakan sekitar

30%. Peran faktor genetic terhadap hipertensi esensial dibuktikan dengan berbagai

fakta yang dijumpai. Adanya bukti bahwa kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai

pada pasien kembar monozigot daripada heterozigot, jika salah satunya menderita

hipertensi, menyokong pendapat bahwa faktor genetic mempunyai pengaruh terhadap

timbulnya hipertensi.

d. Ras dan Suku Bangsa

Di Amerika Serikat, hipertensi lebih banyak diderita oleh masyarakat berkulit

hitam yaitu 25-30% dan golongan kulit putih yang menderita hipertensi adalah 15%.

Page 34: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

II.4.2. Faktor Resiko yang Dapat Diubah 20,21

a. Konsumsi Garam yang Berlebihan

Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis hipertensi.

Asupan garam kurang dari 3 gram setiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi

yang rendah sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram per hari menyebabkan

prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa pembatasan garam tidak hanya bisa menurunkan tekanan darah dalam jangka

pendek, tetapi juga mencegah kenaikan tekanan darah terkait dengan bertambahnya

usia.

b. Obesitas

Obesitas merupakan faktor predisposisi penting terjadinya hipertensi. Penurunan

berat badan sebesar 5 kg pada penderita hipertensi dengan obesitas (kelebihan berat

badan > 10%) dapat menurunkan tekanan darah.

Anak dan dewasa yang mengalami kegemukan, menderita lebih banyak hipertensi

dan penambahan berat badan biasanya diikuti dengan kenaikan tekanan darah.

Walaupun kalori tambahan yang bertanggung jawab bagi kenaikan berat badan, dapat

menginduksi hipertensi karena ia membawa natrium tambahan, namun penurunan

jelas dalam masukan natrium telah terbukti menurunkan tekanan darah.

c. Alkohol

Terdapat hubungan yang linier antara alkohol, tingkat tekanan darah dan

prevalensi hipertensi pada masyarakat. Diperkirakan 5-10% hipertensi pada pria di

Amerika disebabkan langsung oleh konsumsi alkohol. Alkohol menurunkan efek obat

anti hipertensi, tetapi efek presor ini mengalir dalam 1-2 minggu dengan mengurangi

minum alkohol hingga 80%.

d. Merokok

Merokok mempermudah terjadinya penyakit pembuluh darah jantung, otak, dan

kaki. Merokok menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah untuk

sementara dan hal ini disebabkan oleh pengaruh nikotin dalam peredaran darah.

Page 35: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

Meningkatnya tekanan darah ini lebih nyata pada penderita tekanan darah tinggi.

Selain pengaruh langsung tersebut, hanya sedikit bukti adanya hubungan merokok

dengan tekanan darah tinggi yang menetap. Walaupun demikian, merokok dapat

menyebabkan terjadinya penyempitan arteri dan akibatnya terjadi penyakit tekanan

darah tinggi yang berat terutama pada usia lanjut.

e. Stress

Stress dapat meningkatkan tekanan darah dalam jangka pendek dengan cara

mengkatifkan bagian otak dan sistem saraf yang biasanya mengedalikan tekanan

darah secara otomatis. Peningkatan tekanan yang dialami berulang kali karena stress,

pada akhirnya akan menyebabkan tekanan darah tinggi yang menetap. Peningkatan

tekanan darah yang menetap karena stress tidak terlihat nyata pada pria.

f. Aktifitas fisik kurang

Orang yang banyak duduk dengan tekanan darah normal kemungkinannya untuk

terkena tekanan darah tinggi sekitar 20-50% lebih besar dibandingkan dengan orang

yang lebih aktif. Latiha fisik aerobic sedang secara teratur (berjalan atau berenang

selama 30-45 menit selama 3-4x semnggu) lebih efektif menurunkan tekanan darah

dibandingkan dengan olahraga berat seperti lari. Latihan fisik isometric seperti angkat

besi dapat meningkatkan tekanan darah dan harus dihindari bagi yang beresiko

terkena hipertensi.

II.5. Komplikasi14

Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan ditanggulangi, maka dalam jangka

panjang akan menyebabkan kerusakan arteri di dalam tubuh hingga orang-organ yang

mendapat suplai darah dari arteri tersebut. Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada

organ-organ sebagai berikut :

a. Jantung gagal jantung dan penyakit jantung koroner.

b. Otak resiko stroke meningkat hingga 7x bila tidak diobati

c. Ginjal kerusakan sistem penyaringan di dalam ginjal

d. Mata retinopati hipertensi

Page 36: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

Gambar 2.3. Komplikasi Hipertensi Esensial (sumber: Kaplan’s Clinical Hypertension 2006;4:123)

II.6. Diagnosa 21

Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan benar. Karena adanya variasi yang

besar dalam tekanan darah, diagnosa hipertensi harus berdasarkan beberap kali

pengukuran (3-4 x) dalam kesempatan waktu yang terpisah.

II.7. Penatalaksanaan 18,19,22

Stratifikasi resiko hipertensi ditentukan berdasarkan tingginya tekanan darah,

adanya faktor resiko yang lain, adanya kerusakan organ target dan adanya penyakit

penyerta tertentu.

Adapun kerusakan organ target dapat berupa :

Hipertrofi ventrikel kiri (LVH) yang didapat pada pemeriksaan EKG atau

echocardiografi

Kenaikan kadar kreatinin

Mikroalbuminuria

Gangguan pembuluh darah (penebalan intima-media, plak sklerotik)

Page 37: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

Sementara yang termasuk penyakit penyerta di antaranya adalah :

Serebrovaskular

stroke iskemik / perdarahan, transient ischemic attack

Jantung

infark miokard, angina pectoris, gagal jantung, revaskularisasi koroner

Ginjal :

nefropati diabetik, proteinuri, gangguan fungsi ginjal

Pembuluh darah perifer

Retina / retinopati

eksudat, perdarahan, edema papil

Telah disepakati secara internasional bahwa resiko kardiovaskular dihitung secara

tradisional berdasarkan studi Framingham dengan beberapa tambahan faktor resiko, yaitu

tingginya tekanan darah, umur, merokok, dislipidemia, diabetes melitus. Tambahan

faktor resiko yang belm lama diidentifikasi adalah lingkar perut yang dihubungkan

dengan sindrom metabolik dan kadar C-reactive protein (CRP) yang berhubungan

dengan inflamasi.

Tekanan Darah (mmHg)

Resiko Grup A(Tanpa faktor

resiko)

Resiko Grup B( 1-2 faktor resiko )

Resiko Grup C( 3 faktor resiko

atau DM atau KOT/KKT)

Sistolik : 130 - 139 Perubahan Pola Hidup

Perubahan Pola Hidup

Perubahan Pola Hidup + ObatDiastolik : 80 - 89

Sistolik : 140 - 159 Perubahan Pola Hidup + Obat

Perubahan Pola Hidup + Obat

Perubahan Pola Hidup + ObatDiastolik : 90 - 99

Sistolik 160 Perubahan Pola Hidup + Obat

Perubahan Pola Hidup + Obat

Perubahan Pola Hidup + ObatDiastolik 100

KOT = Kerusakan Organ Target (Target Organ Damaged)KKT = Kondisi Klinik Terkait (Associated Clinical Condition)

Tabel 2.3. Stratifikasi Faktor Resiko dan Rencana Penanggulangan(sumber: Ringkasan Eksekutif Penanggulangan Hipertensi, InaSH, 2007: 5)

Page 38: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

II.7.1. Pengobatan non farmakologis

Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang untuk mencegah tekanan darah

tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam penanganan hipertensi. Semua pasien

dengan prehipertensi dan hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup.

Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien dengan hipertensi,

modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi

pada pasien-pasien dengan tekanan darah prehipertensi. Modifikasi gaya hidup yang

penting yang terlihat menurunkan tekanan darah adalah:

mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk;

mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang

kaya akan kalium dan kalsium; diet rendah natrium; aktifitas fisik; dan

mengkonsumsi alkohol sedikit saja.

Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan

terapi satu obat antihipertensi; mengurangi garam dan berat badan dapat membebaskan

pasien dari menggunakan obat. Program diet yang mudah diterima adalah yang didisain

untuk menurunkan berat badan secara perlahan-lahan pada pasien yang gemuk dan

obesitas disertai pembatasan pemasukan natrium dan alkohol. Untuk ini diperlukan

pendidikan ke pasien, dan dorongan moril.

Aktifitas fisik juga dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga aerobik secara

teratur paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk kebanyakan

pasien. Studi menunjukkan kalau olah raga aerobik, seperti jogging, berenang, jalan

kaki, dan menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah. Keuntungan ini dapat

terjadi walaupun tanpa disertai penurunan berat badan. Pasien harus konsultasi dengan

dokter untuk mengetahui jenis olah-raga mana yang terbaik terutama untuk pasien

dengan kerusakan organ target.

Merokok merupakan faktor resiko utama independen untuk penyakit

kardiovaskular. Pasien hipertensi yang merokok harus dikonseling berhubungan dengan

resiko lain yang dapat diakibatkan oleh merokok.

Page 39: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

II.7.2. Pengobatan farmakologis

Diuretik (Hidroklorotiazid)

mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang

mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan.

Penghambat Simpatetik (Metildopa, Klonidin dan Reserpin)

menghambat aktivitas saraf simpatis.

Betabloker (Metoprolol, Propanolol dan Atenolol)

Menurunkan daya pompa jantung.

Tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan

pernapasan seperti asma bronkial.

Pada penderita diabetes melitus: dapat menutupi gejala hipoglikemia

Vasodilator (Prasosin, Hidralasin)

bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos pembuluh

darah.

ACE inhibitor (Captopril)

menghambat pembentukan zat Angiotensin II.

Efek samping: batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.

Penghambat Reseptor Angiotensin II (Valsartan)

menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptor sehingga

memperingan daya pompa jantung.

Gambar 3.3. Letak Kerja ACEI dan ARB (sumber: Kaplan. Clinical Hypertension,3:72. 2006)

Page 40: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

Antagonis kalsium (Diltiasem dan Verapamil)

menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas).

Pada keadaan khusus, pilihan obat yang dapat digunakan adalah :

Indikasi Khusus Diuretik-

blokerACEI ARB CCB

Anti aldosteron

Gagal Jantung + + + + +Pasca MI + + +Resiko tinggi PJK

+ + + +

DM + + + + +CKD + +Cegah stroke berulang

+

Page 41: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

BAB III

GAGAL JANTUNG

III.1. Definisi dan Klasifikasi 23,26

Gagal jantung merupakan sindrom klinik yang ditandai dengan sesak napas dan

kelelahan (saat istirahat atau aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi

jantung. Gagal jantung juga didefinisikan sebagai sindrom klinik kompleks yang

disebabkan oleh disfungsi ventrikel berupa gangguan pengisian atau kegagalan pompa

jantung sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.

Definisi umum mengenai gagal jantung adalah keadaan (kelainan) patofisiologi

berupa sindrom klinik, diakibatkan oleh ketidakmampuan jantung untuk memenuhi curah

jantung yang cukup untuk melayani kebutuhan jaringan tubuh akan O2 dan nutrisi lain

meskipun tekanan pengisian telah meningkat.

Dalam keadaan normal, jantung dapat memenuhi curah jantung yang cukup setiap

waktu, pada gagal jantung ringan keluhan baru timbul pada beban fisik yang meningkat,

pada gagal jantung berat keluhan sudah timbul pada keadaan istirahat.

Jantung mengalami kegagalan (dekompensatio) apabila berbagai mekanisme

kompensasi sudah terjadi berlebihan (yaitu retensi garam dan air, meningkatnya resistensi

perifer, hipertrofi miokard, dilatasi ventrikel, meningkatnya tekanan atrium,

meningkatnya kekuatan kontraksi) tetapi jantung tidak dapat mempertahankan fungsinya

dengan cukup.

Gagal jantung merupakan akhir dari suatu continuum, proses yang

berkesinambungan, dimulai dari terdapatnya penyakt jantung tanpa kelainan

hemodinamik, kemudian berlanjut dengan fase preklinik dimana sudah didapati kelainan

hemodinamik tetapi belum ada keluhan dan berlanjut dengan fase klinis dimana sudah

didapati keluhan dan tanda-tanda gejala jantung.

Page 42: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

Berdasarkan symptom (keluhan) terdapat klasifikasi fungsional dari N.Y.H.A (New York

Heart Association):

NYHA klas I : Penderita dengan kelainan jantung tanpa pembatasan aktivitas

fisik.

NYHA klas II : Penderita dengan kelainan jantung yang berakibat pembatasan

ringan aktivitas fisik. Merasa enak pada istirahat. Aktivitas fisik

sehari-hari menyebabkan kelelahan, palpitasi, dispnoe atau angina.

NYHA klas III : Penderita dengan kelainan jantung yang berakibat pembatasan

berat aktivitas fisik. Merasa enak pada istirahat.

NYHA KLAS IV : Penderita dengan kelainan jantung dengan akibat tidak mampu

melakukan aktivitas fisik apapun. Keluhan timbul meskipun dalam

keadaan istirahat.

Menurut guideline the American Heart Association/American College of Cardiology

pada tahun 2001, maka gagal jantung terbagi menjadi 4 tingkat, yaitu :

- Tingkat A Pasien dalam resiko tinggi untuk mengalami gagal jantung di masa

yang akan datang namun belum memiliki kelainan fungsional atau

struktural jantung.

- Tingkat B Terdapat gangguan struktural jantung namun belum tampak gejala

apapun.

- Tingkat C Tampak gejala gagal jantung namun dapat dikontrol dengan

pengobatan farmakologis.

- Tingkat D Tahap lanjut dimana dibutuhkan perawatan rumah sakit, transplantasi

jantung atau perawatan paliatif.

Pada sistem kelas ini, terdapat kelas pre-gagal jantung yaitu pada tingkat A dimana

intervensi pengobatan dianggap dapat mencegah progresi hingga munculnya gejala.

Page 43: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

Gambar 3.1. Deskripsi Hubungan antara Sistem Klasifikasi Gagal Jantung yang berbeda.(sumber: Pharmacoterapy Publication, 2003)

AHA = American Heart Association; NYHA = New York Heart Association; MI = Infark Miokard; LV = Ventrikel Kiri; HF = Gagal Jantung; PCWP = Tekanan Kapiler Pulmoner; CI = Indeks Jantung

III.2. Epidemiologi 3-4,7,24

Diperkirakan terdapat sekitar 23 juta orang mengidap gagal jantung di seluruh

dunia. American Heart Association memperkirakan terdapat 4,7 juta orang menderita

gagal jantung di Amerika Serikat pada tahun 2000 dan dilaporkan terdapat 550.000 kasus

baru setiap tahun. Prevalensi gagal jantung di Amerika dan Eropa diperkirakan mencapai

1 – 2%. Namun, studi tentang gagal jantung akut masih kurang karena belum adanya

Page 44: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

kesepakatan yang diterima secara universal mengenai definisi gagal jantung akut serta

adanya perbedaan metodologi dalam menilai penyebaran penyakit ini.

Meningkatnya harapan hidup disertai makin tingginya angka survival setelah

serangan infark miokard akut akibat kemajuan pengobatan dan penatalaksanaannya,

mengakibatkan semakin banyak pasien yang hidup dengan disfungsi ventrikel kiri yang

selanjutnya masuk ke dalam gagal jantung kronis. Akibatnya, angka perawatan di rumah

sakit karena gagal jantung dekompensasi juga ikut meningkat. Dari survei registrasi di

rumah sakit didapatkan angka perawatan pasien yang berhubungan dengan gagal jantug

sebesar 4,7% untuk perempuan dan 5,1 % untukk laki-laki. Secara umum, angka

perawatan pasien gagal jantung di Amerika dan Eropa menunjukkan angka yang semakin

meningkat.

Insidensi dan prevalensi gagal jantung meningkat secara dramatis sesuai dengan

peningkatan umur.19-24 Studi Framingham menunjukkan peningkatan prevalensi gagal

jantung, mulai 0,8% untuk orang berusia 50-59 hingga 2,3% untuk orang dengan usia 60-

69 tahun. Gagal jantung dilaporkan sebagai diagnosis utama pada pasien di rumah sakit

untuk kelompok usia lebih dari 65 tahun pada tahun 1993. Beberapa studi di Inggris juga

menunjukkan adanya peningkatan prevalensi gagal jantung pada orang dengan usia lebih

tua.

III.3. Etiologi 24,25

Dalam menilai pasien dengan gagal jantung, penting untuk mengenali tidak hanya

penyebab yang mendasarinya tetapi juga penyebab yang memicu timbulnya gagal

jantung. Kelainan jantung akibat lesi bawaan atau didapat seperti stenosis katup aorta

dapat menetap selama bertahun-tahun dan tidak menimbulkan gangguan klinis. Namun

demikian, seringkali penampakan klinis gagal jantung muncul pertama kali selama

kejadian beberapa gangguan akut yang memberikan beberapa gambaran yang

memberikan beban tambahan pada miokard yang sudah mendapat beban berlebih dalam

waktu lama.

Jantung mungkin dapat mengkompensasi tapi tidak mempunyai cadangan

tambahan, dan penyebab pemicu menyebabkan kemunduran fungsi jantung yang lebih

jauh lagi. Pengenalan penyebab pemicu ini sangat penting, sebab peringanan yang cepat

Page 45: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

dari penyebab ini dapat menyelamatkan hidup. Namun pada keadaan tanpa penyakit

jantung yang mendasari, gangguan akut ini saja biasanya tidak akan menyebabkan gagal

jantung. Hal-hal berikut yang dapat menjadi penyebab gagal jantung adalah emboli paru,

infeksi, anemia, tirotoksikosis, kehamilan, aritmia, reumatik, endokaritis infektif, beban

lingkungan dan emosional yang berlebihan, hipertensi sistemik, infark miokard.

Penyakit jantung koroner merupakan etiologi gagal jantung akut pada 60 – 70%

pasien terutama pada pasien usia lanjut. Pada usia muda, gagal jantung akut lebih sering

diakibatkan oleh kardiomiopati dilatasi, aritmia, penyakit jantung kongenital, penyakit

jantung katup dan miokarditis.

III.4. Bentuk-bentuk Gagal Jantung 23,26

1. Gagal jantung kongestif (congestive heart failure)

Komplikasi utama dari semua penyakit jantung adalah gagal jantung, yaitu

kelainan patofisiologi dimana fungsi jantung yang abnormal merupakan penyebab

jantung gagal memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan meskipun tekanan

pengisian ventrikel sudah bertambah. Suatu definisi alternative yang dikemukakan

oleh Packer, lebih memfokuskan kepada konsekuensi klinis dari gagal jantung yaitu

congestive heart failure yang merupakan sindroma klinis, ditandai oleh adanya

keluhan dan penemuan klinis akibat fungsi ventrikel kiri yang abnormal, regulasi

neurohormonal, disertai intoleransi terhadap beban fisik, retensi cairan dan

menyebabkan umur pendek.

Di antara 2 definisi atau situasi tadi terdapat spektrum patofisiologi yang luas,

mulai dari fungsi pompa yang cepat menurun seperti pada infark miokard luas,

takiaritmia atau bradiaritmia yang timbul mendadak sampai kepada penurunan fungsi

yang sangat gradual tetapi progresif timbul dimana jantung sudah lama dalam

keadaan volume dan tekanan yang berlebihan.

Page 46: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

Berikut adalah kriteria diagnosis gagal jantung kongestif menurut Framingham :

Kriteria Major :1. Paroksisimal nocturnal dyspnoe

2. Distensi vena leher

3. Ronki paru basah

4. Kardiomegli

5. Edema paru akut

6. Gallop S3

7. Peninggian tekanan vena jugularis >16 cmH2O

8. Waktu sirkulasi > 25 detik

9. Refluks hepatojugular positif

10. Hidrothoraks

a

Gambar 3.2. Distensi Vena Leher (sumber: gettyimage.com)

Gambar 3.3. Gambaran Oedem Paru(sumber: NCBI. Heart Failure, 2004)

Page 47: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

Kriteria Minor: 1.Edema tungkai

2. Batuk malam hari

3. Dispnoe d’effort

4. Hepatomegali

5. Efusi pleura

6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari Maksimum

7. Takikardia(>120x/menit)

Diagnosis Gagal jantung ditegakan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor

atau 2 major.

2. Gagal jantung Sistolik – Diastolik

Kedua jenis gagal jantung ini terjadi secara tumpang tindih dan tak dapat

dibedakan dari pemeriksaan jasmani, foto thorak ataupun EKG dan hanya dapat

dibedakan dengan pemeriksaan echocardiografi.

Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa,

sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, kemampuan aktivitas

menurun dan gejala hipoperfusi lainnya. Gagal jantung sistolik lebih familiar dan

bersifat klasik.

Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian

ventrikel. Dapat terjadi untuk sementara, misalnya pada iskemia akut atau betahan

lama seperti pada hipertrofi ventrikel kiri pada hipertensi atau AS, hipertrofi ventrikel

kanan pada PS atau hipertensi pulmonal. Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan

ekokardiografi aliran darah mitral dan aliran vena pulmonalis. Tidak dapat dibedakan

dengan pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan jasmani saja.

3. Gagal jantung low output - high output

Gagal jantung low output disebabkan oleh kardiomiopati dilatasi, kelainan katup

dan perikard. Gagal jantung high output ditemukan pada penurunan rensistensi

vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A-V, beri-beri

dan penyakit Paget. Secara praktis kedua kelainan ini sulit dibedakan.

Page 48: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

4. Gagal jantung akut – kronik

Gagal jantung akut adalah serangan cepat dari gejala-gejala atau tanda-tanda

akibat fungsi jantung yang abnormal. Contoh klasik gagal jantung akut adalah

robekan daun katup secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma atau infark miokard

luas. Curah jantung yang menurun secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan

darah tanpa disertai oedem perifer.

Gagal jantung kronis adalah sindrom klinis yang komplek yang disertai keluhan

gagal jantung berupa sesak, fatigue baik dalam keadaan istirahat atau beraktivitas,

oedem dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat. Contoh

gagal jantung kronis adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan multi vaskular yang

terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat mencolok, namun tekanan

darah masih terpelihara dengan baik.

5. Gagal jantung kanan – kiri

Gagal jantung kiri terjadi akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan

vena pulmonalis menyebabkan pasien sesak nafas dan terjadi gejala orthopnoe.

Gagal jantung kanan terjadi apabila kelainan yang terjadi melemahkan ventrikel

kanan seperti pada hipertensi pulmonal yang terjadi primer ataupun sekunder,

tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang

menyebabkan oedem perifer, hepatomegali dan distensi vena jugularis. Tetapi karena

perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard kedua ventrikel, maka retensi

cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi

berbeda.

III.5. Patofisiologi 23,24

Gagal jantung merupakan manifestasi akhir dari kebanyakan penyakit jantung. Pada

disfungsi sistolik, kapasitas ventrikel untuk memompa darah terganggu karena gangguan

kontraktilitas otot jantung yang dapat disebabkan oleh rusaknya miosit, abnormalitas

fungsi miosit atau fibrosis, serta akibat pressure overload yang menyebabkan resistensi

atau tahanan aliran sehingga stroke volume menjadi berkurang. Sementara itu, disfungsi

diastolik terjadi akibat gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan dinding ventrikel

Page 49: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

dan berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada pengisian

ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering disfungi diastolik adalah penyakit jantung

koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofi.

Beberapa mekanisme kompensasi alami akan terjadi pada pasien gagal jantung

sebagai respon terhadap menurunnya curah jantung serta untuk membantu

mempertahankan tekanan darah yang cukup untuk memastikan perfusi organ yang cukup.

Mekanisme tersebut mencakup:

1. Mekanisme Frank Starling

Menurut hukum Frank-Starling, penambahan panjang serat menyebabkan

kontraksi menjadi lebih kuat sehingga curah jantung meningkat.

Mekanisme Frank-Starling meningkatkan stroke volume berarti terjadi peningkatan

volume ventricular end-diastolic. Bila terjadi peningkatan pengisian diastolik, berarti ada

peningkatan peregangan dari serat otot jantung, lebih optimal pada filamen aktin dan

miosin, dan resultannya meningkatkan tekanan pada kontraksi berikutnya. Pada keadaan

normal, mekanisme Frank-Starling mencocokan output dari dua ventrikel.

Pada gagal jantung, mekanisme Frank-Starling membantu mendukung curah jantung.

Curah jantung mungkin akan normal pada penderita gagal jantung yang sedang beristirahat,

dikarenakan terjadinya peningkatan volume ventricular end-diastolic dan mekanisme

Frank-Starling. Mekanisme ini menjadi tidak efektif ketika jantung mengalami pengisian

yang berlebihan dan serat otot mengalami peregangan yang berlebihan.

Gambar 3.2. Hukum Frank Starling pada Gagal Jantung.(sumber: Clinical Cardiology Concept, 2004)

Page 50: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

Hal penting yang menentukan konsumsi energi otot jantung adalah ketegangan dari

dinding ventrikular. Pengisian ventrikel yang berlebihan menurunkan ketebalan dinding

pembuluh darah dan meningkatkan ketegangan dinding pembuluh darah. Peningkatan

ketegangan dinding pembuluh darah akan meningkatkan kebutuhan oksigen otot jantung

yang menyebabkan iskemia dan lebih lanjut lagi adanya gangguan fungsi jantung.

2. Perubahan neurohormonal-aktivitas simpatis

Peningkatan aktivitas simpatis merupakan mekanisme paling awal untuk

mempertahankan curah jantung. Katekolamin menyebabkan kontraksi otot jantung

yang lebih kuat (efek inotropik positif) dan peningkatan denyut jantung. Sistem

saraf simpatis juga turut berperan dalam aktivasi sistem rennin angiotensin

aldosteron (RAA) yang bersifat mempertahankan volume darah yang bersirkulasi

dan mempertahankan tekanan darah. Selain itu dilepaskan juga counter-regulator

peptides dari jantung seperti natriuretic peptides yang mengakibatkan terjadinya

vasodilatasi perifer, natriuresis dan diuresis serta turut mengaktivasi sistem saraf

simpatis dan sistem RAA.

Aspek negatif dari peningkatan aktivitas system saraf simpatetik melibatkan

peningkatan tahanan sistem vaskular dan kelebihan kemampuan jantung dalam memompa.

Stimulasi simpatetik yang berlebihan juga menghasilkan penurunan aliran darah ke kulit,

otot, ginjal, dan organ abdominal. Hal ini tidak hanya menurunkan perfusi jaringan tetapi

juga berkontribusi meningkatkan sistem tahanan vaskular dan stres berlebihan dari jantung.

3. Mekanisme renin-angiotensin-aldosteron

Salah satu efek yang paling penting dalam menurunkan curah jantung dalam gagal

jantung adalah reduksi aliran darah pada ginjal dan kecepatan filtrasi glomerulus, yang

menyebabkan retensi garam dan air. Penurunan aliran darah ke ginjal, meningkatkan

sekresi renin oleh ginjal yang secara paralel akan meningkatkan pula angiotensin II.

Peningkatan konsentrasi angiotensin II berkontribusi pada keadaan vasokonstriksi dan

menstimulasi produksi aldosteron dari adrenal korteks. Aldosteron akan meningkatkan

reabsorpsi natrium dengan meningkatkan retensi air.

Selain itu angiotensin II dan aldosteron juga terlibat dalam inflamasi proses perbaikan

karena adanya kerusakan jaringan. Keduanya menstimulasi produksi sitokin, adhesi sel

Page 51: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

inflamasi (contoh neutrofil dan makrofag) dan kemotaksis; mengaktivasi makrofag pada

sisi kerusakan dan perbaikan; dan menstimulasi pertumbuhan fibroblas dan sintesis

jaringan kolagen.

4. Peptida natriuretik dan substansi vasoaktif yang diproduksi secara lokal

Ada tiga jenis natriuretic peptide yaitu atrial natriuretic peptide (ANP), brain

natriuretic peptide (BNP), dan C-type natriuretic peptide (CNP). ANP dihasilkan

dari sel atrial sebagai respon meningkatkan ketegangan tekanan atrial,

memproduksi natriuresis cepat dan sementara, diuretik dan kehilangan kalium

dalam jumlah sedang dalam urine. BNP dikeluarkan sebagai respon tekanan

pengisian ventrikel sedangkan fungsi CNP masih belum jelas.

5. Remodeling dan hipertrofi ventrikel

Dengan bertambahnya beban kerja jantung akibat respon terhadap peningkatan

kebutuhan maka terjadi berbagai macam remodeling termasuk hipertrofi dan

dilatasi. Bila hanya terjadi peningkatan muatan tekanan ruang jantung atau pressure

overload (misalnya pada hipertensi, stenosis katup), hipertrofi ditandai dengan

peningkatan diameter setiap serat otot. Pembesaran ini memberikan pola hipertrofi

konsentrik yang klasik, dimana ketebalan dinding ventrikel bertambah tanpa

penambahan ukuran ruang jantung. Namun, bila pengisian volume jantung

terganggu (misalnya pada regurgitasi katup atau ada pirau) maka panjang serat

jantung juga bertambah yang disebut hipertrofi eksentrik, dengan penambahan

ukuran ruang jantung dan ketebalan dinding.

Mekanisme adaptif tersebut dapat mempertahankan kemampuan jantung

memompa darah pada tingkat yang relatif normal, tetapi hanya untuk sementara.

Perubahan patologik lebih lanjut, seperti apoptosis, perubahan sitoskeletal, sintesis,

dan remodelling matriks ekstraselular (terutama kolagen) juga dapat timbul dan

menyebabkan gangguan fungsional dan struktural yang semakin mengganggu

fungsi ventrikel kiri.

Page 52: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

III.6. Manifestasi Klinis

Gejala gagal jantung akut terutama disebabkan oleh kongesti paru yang berat

sebagai akibat peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri yang meningkat, dapat

disertai penurunan curah jantung ataupun tidak.

Manifestasi klinis gagal jantung akut meliputi:

1. Gagal jantung dekompensasi (de novo atau sebagai gagal jantung kronik yang

mengalami dekompensasi).

2. Gagal jantung akut hipertensi yaitu terdapat gagal jantung yang disertai tekanan

darah tinggi dan gangguan fungsi jantung relatif dan pada foto toraks terdapat

tanda-tanda edema paru akut.

3. Edema paru yang diperjelas dengan foto toraks, respiratory distress, ronki yang

luas, dan ortopnea. Saturasi oksigen biasanya kurang dari 90% pada udara

ruangan.

4. Syok kardiogenik ditandai dengan penurunan tekanan darah sistolik kurang dari 90

mmHg atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg dan atau

penurunan pengeluaran urin kurang dari 0,5 ml/kgBB/jam, frekuensi nadi lebih

dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ.

5. High output failure, ditandai dengan curah jantung yang tinggi, biasanya dengan

frekuensi denyut jantung yang tinggi, misalnya pada mitral regurgitasi,

tirotoksikosis, anemia, dan penyakit Paget’s.

6. Gagal jantung kanan yang ditandai dengan sindrom low output, peninggian

tekanan vena jugularis, serta pembesaran hati dan limpa.

Untuk membedakan gagal jantung kiri dan kanan yaitu :

Gagal Jantung Kiri Gagal Jantung Kanan- Dyspnoe d’effort - Sistemik venous kongesti- Ortopnoe - Dependen edema- Paroksismal dyspnoe - Kongesti hepatomegali- Acute lung oedem - Anoreksia- Pernafasan Cheyne strokes- Letih dan lemah

Tabel 3.1. Gejala Gagal Jantung Kiri dan Kanan

Page 53: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

III.7. Penatalaksanaan

ACE inhibitor

Efek : dilatasi arteriol, mengurangi aktivitas simpatis dan produksi noradrenalin,

penurunan aldosteron, anti hipertrofi dan anti remodeling pada miokard

Kontraindikasi ACE-inh: renal stenosis, Aorta stenosis yang berat, kardiomiopati

hipertrofi dan restriktif, karotid stenosis yang berat, gagal ginjal yang berat, angina,

anemia berat, kehamilan dan laktasi.

Angiotensin II receptor blocker, Pada penderita dengan intoleran dengan ACE-inh dapat

digunakan sebagai pengganti dengan akibat blockade pada RAS

Digoksin

Mekanisme kerja digoksin : menambah kontraktilitas miokard baik kecepatan pada gagal

jantung maupun pada jantung normal, efek elektrofisiologi dan vasokonstriksi.

Pada pemakaian digoksin sensitivitas digoksin dapat meningkat sehingga diperlukan

penyesuaian dosis pada gagal ginjal, usia lanjut, Hipokalemia, hiperkalemia, hipoksemia,

asidosis, MCI akut, hipomagnesemia, hipercalsemia.

Indikasi pengunaan digoksin :

1. AF dengan rapid respon dan tidak terkontrol pada gagal jantung

2. Gagal jantung dengan kemampuan kontraksi yang menurun, S3, ronkhi basah pada

basal dan kemudian menyeluruh

3. Kegagalan pengobatan dengan diuretika dan vasodilator akibat hipotensi

4. Gagal jantung sistolik NYHA kelas II,III,IV.

Pemakaian digoksin terbatas pada :

1. IMA kecuali gagal jantung tidak dapat terkontrol dengan diuretika, nitrat dan dopamin

2. AV block

3. MS dengan irama sinus

4. HOCM ( hipertrofi obstruktif kardiomiopati )

5. SSS ( sick sinus sindrom )

6. kor pulmonal kecuali disertai AF rapid respon

Page 54: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

Simpatomimetikamin

1. Dopamin

Merupakan prekursor dari norepinefrin alamiah. Dopamin dapat meningkatkan

SVR sedangkan CO mungkin tidak bertambah meskipun terdapat efek inotropik. Oleh

karena itu penderita dengan perfer vascular disease harus diwaspadai kemungkinan

pada pemberian dopamin. Pada pasien dengan hipotensi yang berat peningkatan LV

filling pressure (LVFP) ringan sedang dopamin bersifat vasokontriktor, mungkin lebih

superior dibanding dobutamin. Kenaikan renal blood flow tidak terjadi pada dosis

tinggi dengan maksud unutk menaikkan tekanan darah karena vasokontriktif perifer.

2. Dobutamin

Suatu katekolamin sintetik. Bekerja terhadap reseptor beta-1, beta-2, dan alfa.

Suatu inoropi yang kuat. Menurunkan perifer vascular resistance, CO dapat meningkat

pada gagal jantung berat mungkin / di harapkan tidak menyebabkan penurunan atrial.

3. Ibopamin

Merupakan agonis dopamin, diberikan secara oral, mempunyai efek baik

terhadap neurohumoral dan memperbaiki hemodinamik

Diuretika

Salah satu cara menanggulangi gagal jantung adalah mengurangi resisten garam dan air

yaitu dengan diet rendah lemak dan pemberian diuretika. Pada pemberian diuretika yang

berlebihan dapat menyebabkan CO menurun, hipotensi ortostatik, kemunduran fungsi

ginjal.

Pemberian diuretika dapat menyebabkan memperburuk keadaan pada gagal jantung

dengan kemunduran fungsi ventrikel yaitu pada :

1. Tamponade jantung pada efusi perkardial

2. Perikarditis konsriktiva

3. MS atau AS yang berat

4. Kardiomiopati hipertrofi

5. Asites dengan impending koma hepatikum

Page 55: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

Gambar 3.4. Mekanisme Kerja Diuretik(sumber: NCBI. Heart Failure, 2004)

Diuretika yang dapat dipergunakan untuk gagal jantung adalah :

1. Diuretika kuat (Furosemid, Bumetanid, Torasemid)

Menghambat pompa triporter pada lengkung tebal Ansa Henle asending

Menghambat reabsorpsi Na+ dan Cl-

Mengakibatkan diuresis dan dapat menyebabkan hipokalemi

Page 56: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

2. Diuretika Tiazid (Bendrofluazid, Hidroklorotiazid)

Menghambat reabsorpso NaCl di bagian tubulus distal

Semakin banyak asupan Na+ pada tubulus distal akan menstimulasi pergantian Na+

dengan K+ dan H+, sehingga menyebabkan hipokalemi dan alkalosis metabolik

3. Diuretik Distal / Pottasium-sparing (Amiloride)

Menghambat saluran Na+ di nefron distal.

4. Diuretik Hemat Kalium (Spironolakton)

Monitoring pemberian diuretika

Apabila terjadi satu atau lebih hal dibawah ini maka ditunda pemberiannya dalam 24 jam

atau lebih, kemudian dilanjutkan dengan dosis setengah.

Sistolik < 95 mmHg atau hipotensi ortostatik

BB turun > 2 kg

Elektrolit Na / K / Cl : 124 / 3 / 94 meq/L

JVP < 1 cm sebelumnya JVP tinggi

Aritmia timbul dan memburuk

Pengeluaran Na > 150 meq/L dalam 24 jam

Venodilator

Venous compliance berkurang pada gagal jantung. Venous bed merupakan tempat yang

besar, oleh karena itu venodilator mempunyai efek venous pooling dengan acute

reduction in elevated venous return yang menurun. Dengan diberikannya venodilator dan

diuretika, filling pressure dapat menurun sehingga simptom dapat berkurang seperti sesak

napas, orthopnoe, tanpa menyebabkan turunnya CO.

Beta Receptor Antagonis

Beta blocker dapat berperan penting pada penderita gagal jantung terutama yang

mendasari IHD dengan fungsi diastolik dan / atau fungsi sistolik yang menurun seperti

kardiomiopati dilatasi.

Page 57: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

Beta blocker dapat diberikan pada gagal jantung yang kronikstabil dan dengan syarat

telah mendapat terapi standard untuk gagal jantung : diuretika, ACE-inh, digoksin,

mungkin nitrat, atau amiodaron ( anti aritmia ).

Gambar 3.5. Algoritma Penanganan Gagal Jantung(sumber: Hunt SA, Abraham WT, Chin MH, et al. ACC/AHA 2005 Guideline update for the diagnosis and

management of chronic heart failure in the. 2005)

III.8. Prognosis

Pasien dengan gagal jantung akut memiliki prognosis yang sangat buruk. Dalam

satu randomized trial yang besar pada pasien yang dirawat dengan gagal jantung yang

mengalami dekompensasi, mortalitas 60 hari adalah 9,6% dan apabila dikombinasi

dengan mortalitas dan perawatan ulang dalam 60 hari jadi 35,2%. Sekitar 45% pasien

gagal jantung akut akan dirawat ulang paling tidak satu kali, 15% paling tidak dua kali

Page 58: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

dalam 12 bulan pertama. Angka kematian lebih tinggi lagi pada infark jantung yang

disertai gagal jantung berat dengan mortalitas dalam 12 bulan adalah 30%.

Terdapat beberapa faktor klinis yang penting pada pasien dengan gagal jantung

akut yang dapat mempengaruhi respon terhadap terapi maupun prognosis diantaranya

adalah:

1. Tekanan darah sistolik yang tinggi saat masuk berhubungan dengan mortalitas pasca

perawatan yang rendah namun perawatan ulang dalam 90 hari tidak berbeda antara

pasien dengan hipertensi maupun normotensi. Tekanan darah sistolik yang rendah (<

120 mmHg) saat masuk rumah sakit menunjukkan prognosis yang lebih buruk. Pada

penelitian yang dilakukan oleh Gheorghiade et al didapatkan bahwa peningkatan

tekanan darah sistolik berhubungan dengan mortalitas selama perawatan yang rendah

yaitu 7.2% (<120 mm Hg), 3.6% (120-139 mm Hg), 2.5% (140-161 mm Hg). 1.7%

(>161 mm Hg).

2. Gangguan fungsi ginjal tampaknya juga mempengaruhi hasil akhir pada gagal jantung

akut. Pada penelitian yang dilakukan Klein et al didapatkan bahwa rendahnya

estimated glomerular filtration rate (eGFR) dan tingginya BUN saat masuk RS

berkaitan dengan meningkatnya risiko kematian dalam 60 hari pasca perawatan.

3. Pada pasien gagal jantung yang disertai PJK terdapat peningkatan mortalitas pasca

perawatan dibandingkan pasien tanpa PJK. Secara umum, penyakit jantung koroner

dapat meningkatkan mortalitas pasien gagal jantung akut. Angka mortalitas mencapai

20-40% pada gagal jantung yang berhubungan dengan infark miokard akut.33

Peningkatan kadar troponin yang diobservasi pada 30 – 70% pasien dengan PJK

berkaitan dengan meningkatnya mortalitas pasca perawatan sebanyak 2 kali,

sedangkan angka perawatan ulang dirumah sakit meningkat 3 kali.

4. Peningkatan kadar natriuretik peptida juga berhubungan dengan meningkatnya

mortalitas pasca perawatan dan perawatan ulang di rumah sakit.

5. Pasien dengan tekanan baji kapiler paru yang rendah memperlihatkan peningkatan

survival pasca perawatan. Tekanan baji kapiler paru yang tinggi, sama atau lebih dari

16 mmHg merupakan prediktor mortalitas tinggi.

6. Durasi QRS yang memanjang juga menjadi faktor independen terhadap tingginya

morbiditas dan pasca perawatan.

Page 59: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

BAB IV

HUBUNGAN ANTARA HIPERTENSI DAN GAGAL JANTUNG

Hipertensi telah dihubungkan dengan peningkatan resiko gagal jantung pada beberapa

penelitian epidemiologis. Hubungan antara hipertensi dan gagal jantung ini tampaknya

merupakan hubungan sebab akibat. Hal ini dapat terlihat dari gambaran biologis, runutan

kejadian (hipertensi yang mengawali gagal jantung), kuatnya hubungan (2-3x resiko), adanya

hubungan terkait dosis (resiko meningkat dengan derajat peningkatan tekanan darah), dan

dengan konsistensi pada observasi dalam studi epidemiologi yang berbeda. Dari penelitian,

didapatkan penurunan resiko gagal jantung pada pengobatan peningkatan tekanan darah pada

percobaan klinis dengan kontrol plasebo yang menyingkap dasar dari hubungan ini. Resiko pada

populasi (Population Attributable Risk-PAR) dari hipertensi menjadi gagal jantung pada populasi

umum diperkirakan sekitar 39% pada pria dan 59% pada wanita. Tingginya nilai resiko ini

menunjukan kombinasi tingginya prevalensi hipertensi sekaligus juga besarnya resiko gagal

jantung akibat hipertensi. Hal ini juga memberikan gambaran bahwa penanganan awal dan

adekwat terhadap hipertensi dapat menurunkan kejadian gagal jantung di masyarakat.28

Setidaknya ada satu studi epidemiologi yang mencari faktor resiko gagal jantung di antara

subjek dengan hipertensi menggunakan sampel yang cukup luas, follow up yang cukup panjang

rentang waktunya, definisi kontemporer mengenai hipertensi dan analisis multivarian. Pada

penelitian ini, faktor resiko dari gagal jantung di antara subjek dengan hipertensi mencakup

infark miokard (5-6x resiko), hipertrofi ventrikel kiri (2-3x resiko), diabetes mellitus (2-3x

resiko) dan kelainan katup jantung (2-3x resiko). Gagal jantung pada subjek hipertensi

cenderung tetap terjadi meski tanpa melalui proses infark miokard. Hal ini menyingkap peran

penting dari disfungsi diastolik ventrikel pada patogenesis dari gagal jantung hipertensi.28

Selain itu, pengaruh aktivasi sistem saraf simpatik, yang dimediasi melalui stimulasi

norepinefrin dari sistem adrenergik, juga merupakan faktor penting pada progresi kontium

kardiovaskular. Peningkatan sistem saraf simpatis akan mengakibatkan peningkatan denyut

jantung, kebutuhan oksigen miokard dan menurunkan suplai darah ke miokard dengan

menurunkan waktu perfusi diastolik koroner. Pada hipertensi, dimana terjadi overload

hemodinamik, aktivasi sistem saraf simpatis ini akan lebih lanjut lagi mencetuskan proses

remodeling miokard.

Page 60: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

Gambar 4.1. Progresi Hipertensi-Gagal jantung (sumber: Controversies in the management of

heart Failure, 1997).

IV. 1. Hipertrofi Ventrikel Kiri 28,29,30

IV. 1.1. Jenis Hipertrofi Ventrikel

Menurut Strauer didapatkan 3 jenis hipertrofi ventrikel kiri ysng

berhubungan dengan dimensi ruangan jantung, tegangan dinding dan fungsi

ventrikel sebagai akibat perbedaan patofisiologi dan latar belakang yang

menyebabkannya yaitu :

1. Hipertrofi konsentris

Dinding ventrikel menebal, masa bertambah sedangkan volume akhir diastolik

masih normal atau hanya sedikit bertambah dan rasio massa terhadap volume

akan meningkat.

2. Hipertrofi eksentris

Merupakan kelanjutan dari tipe konsentris dimana massa dan volume

ventrikel bertambah sedangkan tebal dinding tidak berubah.

Page 61: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

3. Hipertrofi ireguler (tidak sepadan antara hipertrofi dengan dilatasi)

Hipertropi ini menyerupai kardiomiopati, dimana tebal dan massa ventrikel

kiri bertambah secara berlebihan dan tidak teratur sehingga ruang ventrikel

menjadi kecil dan rasio massa terhadap volume akan meningkat.

Gambar 4.2. Perbedaan antara hipertrofi eksentris (volume overload) dan konsentris (pressure overload). (Sumber: Garcia, Jose. Factors and Mechanism involved in LVH and the anti-hypertrophic role of nitric

oxide. 2008)

Gambar 4.3. Perubahan Ventrikel Kiri. (Sumber: Japanese Circulation Society, 2001)

Page 62: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

Gambar 4.4. Pola Geometris dari Hipertrofi Ventrikel Kiri. (Sumber: Kaplan’s Clinical Hypertension 2006;4:133)

IV. 1.2. Perubahan Fungsional pada Hipertrofi Ventrikel Kiri

Perubahan struktur otot jantung pada hipertrofi ventrikel kiri dapat

mengurangi cadangan aliran darah koroner karena :

1. Penebalan tunika media arteriol, penurunan jumlah kapiler per satuan

miokard.

2. Perubahan ekstra vaskuler karena hipertropi miokard, penurunan kualitas

miokard karena fibrosis interstitial dan perivaskuler.

3. Arteriosklerosis akibat hipertensi menimbulkan oklusi arteri pericardial.

4. Penebalan dinding arteri mengurangi rasio lumen dengan dinding arteri dan

ukuran lumen arteri tidak rata.

5. Peningkatan diameter ventrikel kiri karena hipertropi miosit, deposit kolagen.

Fibrinosis dan matriks protein akan menimbulkan kompresi arteri koroner

dan kekakuan otot ventrikel.

Page 63: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

Selanjutnya pada hipertrofi ventrikel kiri dapat terjadi gagal jantung melalui

proses berikut :

1. Peningkatan kerja otot jantung menimbulkan hipertropi dan dilatasi,

sedangkan suplai darah tidak mampu menyetarakan dengan massa otot

jantung, sehingga terjadi anoksia.

2. Hipertensi mempercepat perkembangan aterosklerosis koroner yang

mengakibatkan insufisiensi aliran darah koroner.

3. Hipertensi yang lanjut akan menganggu aliran darah ginjal dan fungsi eksresi

ginjal sehingga terjadi penurunan eksresi natrium dan air.

IV. 1.3. Hipertrofi Ventrikel Kiri pada Hipertensi

Hipertensi merupakan prekursor utama dari terjadinya hipertrofi ventrikel

kiri. Hipertrofi ventrikel kiri ditemukan pada 50% hipertensi sedang dan hampir

pada semua penderita yang dirawat karena hipertensi berat, sedangkan dengan

EKG, hipetrofi ventrikel kiri didapatkan 15 – 20% penderita hipertensi. Subjek

dengan hipertensi ringan memiliki resiko 2-3x lipat dari tampaknya gambaran

hipetrofi ventrikel kiri pada EKG dibandingkan dengan subjek normotensi,

dimana resiko menjadi 10x lipat pada subjek dengan tingkat hipertensi lebih berat.

Hubungan antara peningkatan tekanan darah dengan peningkatan gambaran

ekokardiografik massa ventrikel kiri juga telah didokumentasikan pada studi

epidemiologis. Prevalensi ekokardigrafik hipetrofi ventrikel kiri berkisar dari 16%

(pada pria) hingga 19% (pada wanita) di populasi umum dan naik hingga 60%

pada subjek hipertensi.

Kondisi ini dapat menyebabkan peningkatan kematian jantung mendadak

hingga lima kali dibandingkan dengan penderita hipertensi tanpa hipertrofi

ventrikel kiri, sehingga dalam penatalaksanaan hipertensi, program pencegahan

hipertrofi ventrikel kiri merupakan tujuan utama selain penurunan tekanan darah.

Hipertrofi ventrikel kiri memperburuk sirkulasi koroner karena menurunkan

cadangan koroner dan gangguan perfusi miokard.

Jantung yang mendapatkan tambahan beban hemodinamik akan mengalami

kompensasi melalui proses mekanisme kompensasi Frank Starling, peningkatan

Page 64: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

massa otot jantung dan aktifasi mekanisme neurohormonal baik sistem simpatis

ataupun melalui hormon rennin angiostensin.

Hipetrofi ventrikel kiri pada hipertensi sebenarnya merupakan fenomena

yang kompleks, dimana tidak hanya melibatkan faktor hemodinamik seperti

beban tekanan, volume, denyut jantung yang berlebihan dan peningkatan

kontraktilitas dan tahanan perifer, tetapi juga faktor non hemodinamik seperti

usia, kelamin, ras, obesitas, aktifitas fisik, kadar elektrolit dan hormonal.

Terdapat dua patofisiologi utama yang menyebabkan hipertofi ventrikel kiri,

yaitu regangan mekanik dan faktor neurohormonal. Regangan mekanik terjadi

karena hipertensi memaksa ventrikel kiri untuk beradaptasi dengan meningkatkan

massa otot untuk mempertahankan curah jantung yang adekwat dari adanya

peningkatan resistensi arteri.

Secara skematis, perjalanan hipertensi dapat kita liat seperti berikut :

Tingkat Hipertensi

Volume Plasma

Kontraksi Otot

Jantung

Curah Jantung

Tahanan Perifer

Hipertrofi Ventrikel

Aterosklerosis

Awal normal - -

Definitif Normal / Normal / + faktor resiko

Gagal Jantung

menetap

Tabel 4.1. Perubahan Kardiovaskular pada Hipertensi (sumber: Reichek N, Devereux RB, Lef ventricular hypertrophy relationship of anatomic, echocardiograpic and electrocardiograpic findings. Circulation 1981 :

1391- 8.)

Dengan peningkatan tahanan perifer dan beban sistolik ventrikel kiri,

jantung mengalami hipertrofi karena aktivasi simpatis untuk meningkatkan

kontraksi miokard. Norepinefrin telah terbukti menstimulasi produksi protein sel

dalam kondisi tergantung dosis, dimana blockade reseptor norepinefrin dengan

peningkatan konsentrasi antagonis - dan - dari sistem adrenergik dihubungkan

dengan penurunan produksi protein. Efek dari sistem saraf simpatis terhadap

fisiologi miosit melalui aktivasi reseptor 1- dan 1/2-, memainkan peranan

penting dalam memediasi terjadinya hipetrofi ventrikel kiri pada hipertensi.

Page 65: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

Sistem renin angiostensin juga berperan penting dengan merangsang

proliferasi dan migrasi otot polos oleh receptor Angiotensin I. Angiostensin II

juga merangsang pertumbuhan kolagen sebagai mediator hormon Transforming

Growth Factor Beta ( TGF-). Di sisi lain, angiostensin bersifat vasokontriktor

dan meningkatkan reabsorbsi garam dan air.

Pada hipertensi ringan curah jantung mulai meningkat, frekuensi denyut

jantung dan kontraktilitas bertambah sedangkan tahanan perifer masih normal.

Peningkatan curah jantung oleh proses autoregulasi menimbulkan peningkatan

tonus pembuluh darah perifer. Dengan lamanya hipertensi terjadi perubahan

struktural pembuluh darah yang menyebabkan tahanan perifer meninggi secara

persisten dan akhirnya menyebabkan kerja jantung bertambah berat.

Proses ini dapat disertai kelainan pembuluh koroner dengan penurunan

cadangan koroner akan menimbulkan iskemik atau infark miokard sebagai akibat

tambahan yang mempercepat gagal jantung atau kematian jantung mendadak.

Hipertrofi ventrikel kiri memiliki tiga konsekuensi terhadap fungsi ventrikel

kiri :

1. Sebagai faktor resiko kuat untuk terjadi infark miokard dan disfungsi sistolik

ventrikel. Observasi ini konsisten pada penemuan hipetrofi menggunakan

EKG ataupun echo. Pada Framinghang Heart Study, adanya gambaran

hipetrofi ventrikel kiri pada EKG dihubungkan dengan peningkatan resiko

terjadi infark miokard hingga 2-5x lipat selama 30 tahun follow up, tanpa

melihat kejadian hipertensinya. Hubungan antara hipertofi ventrikel kiri dan

infark miokard ini mungkin berubungan dengan peningkatan kebutuhan

oksigen akibat peningkatan massa miokard, berkurangnya cadangan koroner,

atau gabungan dari kedua faktor tersebut.

2. Predisposisi dari disfungsi diastolik ventrikel dan atrium. Kelainan pada

pengisian diastolik ventrikel kiri telah secara konsisten ditemukan pada

penderita hipertensi dewasa. Pola pengisian ventrikel yang digambarkan

dengan adanya gangguan aliran diastolik awal dan peningkatan pengisian

diastolik akhir sering tampak pada pasien hipertensi. Pola pengisian ventrikel

seperti ini mengindikasikan kelainan relaksasi ventrikel kiri tanpa adanya

Page 66: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

perubahan pada komplians ventrikel dan berhubungan dengan peningkatan

massa ventrikel kiri, perubahan kekakuan miokard, fibrosis miokard dan

penyesuaian geometris ruang yang merupakan mekanisme lainnya yang juga

terlibat.

3. Hipertrofi ventrikel kiri mungkin berhubungan dengan disfungsi sistolik

ventrikel meskipun tanpa terjadinya infark miokard. Meskipun penurunan

bermakna dari fraksi ejeksi ventrikel kiri saat istirahat jarang terlihat, kelainan

pada fungsi sistolik yang lebih sensitif (seperti pemendekan fraksi dinding

tengah) terlihat pada 15% pasien hipertensi. Lebih lanjut, pasien hipertensi

dengan hipertrofi ventrikel kiri dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang normal

saat istirahat mungkin telah melalui aktivitas yang menginduksi disfungsi

sistolik ventrikel.

Hipetrofi ventrikel kiri merupakan faktor resiko kardiovaskular yang

mandiri dan telah terbukti meningkatkan resiko kelainan koroner, stroke, gagal

jantung dan lainnya. Untuk itu, pencegahan dari regresi hipetrofi ventrikel kiri

merupakan tujuan terapi yang sangat penting.

IV. 2. Miokard Infark

Hubungan antara tekanan darah dan miokard infark telah dikonfirmasi melalui

berbagai studi observasional prospektif; dimana resiko terjadinya infark miokard

meningkat dengan peningkatan tekanan darah (baik sistolik maupun diastolik), pada

semua kelompok usia yang dipelajari dan tidak dipengaruhi jenis kelamin. Didapat

hubungan log linier yang konsistensi dan kuat antara tekanan darah dan resiko penyakit

koroner dalam analisis terpusat dari hampir setengah juta subjek yang diikuti rata-rata

sekitar 10 tahun. Percobaan klinis juga mendukung data observasional ini dimana sebuah

meta-analisis dari 17 percobaan klinis acak yang melibatkan 37.653 subjek hipertensi

melaporkan adanya penurunan 15% dari insiden infark miokard pada subjek yang diobati

dibandingkan dengan kelompok plasebo. Hasil dari dua percobaan klinis pada subjek

hipertensi lanjut usia menggambarkan keuntungan dari penurunan tekanan darah

Page 67: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

memiliki efek yang lebih besar pada kelompok lanjut usial pada percobaan ini dilaporkan

terjadi penurunan kasus koroner sebanyak 19-28%.28

Paparan kardiovaskular berupa hipertensi bergantung pada usia dan seiring dengan

ada-tidaknya faktor resiko lain. Meskipun resiko relatif dari infark miokard lebih besar

pada subjek hipertensi berusia paruh baya, resiko absolute dua kali lebih besar pada

kelompok lanjut usia. Pada tingkat tekanan darah berapapun, resiko infark miokard lebih

lanjut diperbesar oleh keberadaan faktor resiko lain seperti diabetes mellitus, merokok

dan dislipidemi.28

Infark miokard berhubungan dengan disfungsi sistolik ventrikel dalam berbagai

tingkat tergantung pada ukuran infark. Secara umum, fraksi ejeksi rata-rata lebih rendah

pada pasien dengan infark pertama di daerah anterior dan infark gelombang Q

dibandingkan dengan mereka yang memiliki infark awal di daerah posterior dan infark

gelombang non-Q. Pada zaman pretrombolitik, tingkat insiden kumulatif untuk gagal

jantung yang mengikuti infark miokard adalah 2-3% per tahun. Setelah ditemukannya

terapi trombolitik, proporsi pasien dengan disfungi sistolik yang signifikan (fraksi ejeksi

<40%) yang mengikuti kejadian infark miokard sekitar 15-20%.28

Kejadian disfungsi ventrikel setelah infark miokard dapat dikaitkan dengan

perubahan struktur jantung akibat remodeling ventrikel kiri. Dilatasi ventrikel kiri setelah

infark berhubungan dengan penurunan fungsi ventrikel kiri secara umum. Faktor resiko

dilatasi ventrikel kiri yang progresif setelah infark miokard mencakup ukuran infark yang

besar, lokasi infark di anterior, dan infark oklusi pada arteri dan hipertensi. 28

Terjadinya gagal jantung pada pemantauan selanjutnya berhubungan erat dengan

fraksi ejeksi ventrikel setelah infark miokard. Pada subjek dengan fraksi ejeksi lebih

besar dari 40%, insiden kumulatif gagal jantung adalah 5% per tahun. Pada pasien

dengan fraksi ejek kurang dari 40%, kejadian gagal jantung rata-rata 10% per tahun.

Terapi dengan penghambat angiotensin converting enzyme (ACE) menurunkan tingkat

kejadian hingga 20-30%.28

Infark miokard biasanya dihubungkan dengan disfungsi sistolik ventrikel,

sementara disfungsi diastolik ventrikel dapat dihubungkan dengan fase akut infark dan

lanjutannya. 28

Page 68: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

IV. 3. Rentang Waktu Perjalanan Penyakit

Progresi hipertensi menjadi hipertrofi ventrikel kiri dan kemudian berkembang lagi

menjadi gagal jantung biasanya muncul setelah beberapa tahun hingga dekade.

Sementara, untuk infark miokard yang terjadi pada pasien hipertensi, rentang waktu

perjalanan penyakit bervariasi tergantung pada ukuran infark.29

Remodeling ventrikel setelah infark miokard berbeda dibandingkan remodeling

hipertrofi ventrikel kiri. Perbedaan ini tampak pada sifat mendadak onsetnya, kecepatan

evolusi dan fase bifasik (ekpansi yang diikuti oleh hipertrofi dan dilatasi). Disfungsi

ventrikel asimptomatis setelah infark miokard terjadi seiring waktu hingga terjadinya

gagal jantung. Gagal jantung yang lebih ringan pada gilirannya akan menajdi gagal

jantung berat seiring waktu. 29

IV. 4. Pengaruh Pengobatan Hipertensi pada Perjalanan Penyakit dan Resiko Gagal

Jantung

Penelitian terbaru telah menggaris-bawahi keuntungan pengobatan hipertensi pada

resiko gagal jantung dan insiden hipertrofi ventrikel kiri. Dua penelitian terpisah dengan

kontrol plasebo melaporkan penurunan hingga sekitar 50% kejadian gagal jantung pada

pasien yang diobati dibandingkan dengan subjek kontrol. Sebuah analisa terpusat dari

empat percobaan klinis yang menyediakan informasi mengenai terjadinya hipertrofi

ventrikel kiri pada EKG telah melaporkan penurunan hingga 35% dari insiden hipertrofi

ventrikel kiri baru. Observasi ini memperjelas keuntungan pengobatan hipertensi pada

perjalanan penyakit dan hasil akhir klinis dari gagal jantung. 28

Page 69: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

BAB V

KESIMPULAN

1. Hipertensi berperan penting dalam proses terbentuknya gagal jantung.

Hipertensi telah diidentifikasi sebagai faktor resiko utama dari terbentuknya hipertrofi

ventrikel kiri dan infark miokard, yang keduanya merupakan penyebaba utama dari

disfungsi sistolik ventrikel. Hipertrofi ventrikel kiri sendiri dapat menyebabkan disfungsi

diastolik ventrikel yang juga merupakan faktor resiko dari infark miokard. Disfungsi

ventrikel kiri, baik sistolik maupun diastolik, dapat menyebabkan gagal jantung.

2. Hipertrofi ventrikel kiri dimulai dengan peningkatan kontraktilitas miokard yang

dipengaruhi oleh sistem saraf adrenergik sebagai respon neurohormonal, kemudian

diikuti dengan peningkatan aliran darah balik vena karena vasokontriksi di pembuluh

darah perifer dan retensi cairan oleh ginjal. Bertambahnya volume darah dalam vaskuler

akan meningkatkan beban kerja jantung, kontraksi otot jantung akan menurun karena

suplai aliran darah yang menurun dari aliran koroner akibat arteriosclerosis dan

berkurangnya cadangan aliran pembuluh darah koroner. Proses perubahan di atas terjadi

secara simultan dalam perjalanan penyakit hipertensi dalam mewujudkan terjadinya gagal

jantung.

3. Pengobatan hipertensi sejak awal akan menurunkan angka kematian akibat gagal jantung

Mengingat prognosis gagal jantung sangat buruk, intervensi pada tahap pre-klinis dari

gagal jantung sepertinya merupakan strategi terbaik untuk menurunkan angka kematian

dan kesakitan akibat gagal jantung. Salah satu tahapan pre-klinis tersebut adalah pada

keadaan hipertensi.

Page 70: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

DAFTAR PUSTAKA

1. Bustan, N. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta, 1997.

2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta:

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009.

3. World Health Organization. Technical Report Series. WHO: 2003.

4. World Health Organization. Evidence and Health Information. WHO: 2008.

5. World Health Organization. Health Information Worldwide. WHO: 2007.

6. Yahya, A.. Sebelum Jantung Anda Berhenti Berdetak. Bandung: Kaifa, 2005.

7. American Heart Association, NHLBI, NHCS. Fact Sheet. USA: 2008.

8. Anonimus. Jantung. Wikipedia: 2010.

9. Sherwood, L. Human Physiology: From Cells to Systems. 5th ed. Jakarta: 2007.

10. Balai Informasi Teknologi LIPI. Organ Sistem Peredaran Darah. 2009.

11. Kaplan, Norman M. Clinical Hypertension, 9th ed. USA: 2000.

12. Sloane, Ethel. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC, 2003.

13. E.J. Kapojos. Ilmu Penyakit Dalam, jilid II. Jakarta: FK UI, 2001.

14. World Health Organization. Hypertension Control. Geneva: 1996.

15. Dekker, E. Hidup dengan Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,

1996.

16. Beevers, Gareth, Gregory Y.H.. The Pathophysiology of Hypertension from British

Medical Journal. 2001.

17. U.S. Department of Health and human Services. the Seventh Report of the Joint

National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High

Blood Pressure. USA: 2003.

18. Sobel, B.. Hipetrensi Pedoman Klinis dan Terapi. Jakarta: Hipokrates, 1998.

19. William. Mengenal Hipertensi. id.novertis.com. 2006.

20. Gowan, Mc.M.. Menjaga Kebugaran Jantung. Jakarta: PT. Grafindo Persada. 2001.

21. Joewono, B.S.. Ilmu Penyakit Jantung. Surabaya: Airlangga University Press, 2003.

22. Perhimpunan Hipertensi Indonesia. Ringkasan Eksekutif Penanggulangan Hipertensi. Jakarta:

InaSH, 2007.

23. Sudoyo, dkk. Gagal Jantung dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007.

Page 71: Louisa Markus - Hubungan Antara Hipertensi Dengan Gagal Jantung

24. Omar Luthfi. Gagal Jantung. Jakarta: FKUI, 2009.

25. Braunwald, Eugene. Gagal Jantung dalam Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, vol. 3, edisi

13. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2000.

26. Palupi, dr. SEE, Rita Khairani. Gagal Jantung dalam Kumpulan Kuliah Kardiologi

Jakarta: 2007.

27. Ryden, Lars. Prevention of Disease Progression throughout the Cardiovascular Continuum.

Jerman: 2001.

28. Coats, A. Controversies in the management of Heart Failure. UK: Pearson Professional, 1997.

29. Unger, T. The Cardiovascular Continuum: Pathophysiology and Targets for Therapy.

30. Efendi, Dasri L. Korelasi Dispersi QT dengan Hipertrofi Ventrikel Kiri pada Penderita

Hipertensi. Medan, 2003.