Lomba Baca Puisi Pplt Cup Unimed

6
Lomba Baca Puisi PPLT Cup UNIMED di Tebing Tinggi MEMANTIK NASIONALISME DENGAN SASTRA Oleh YOSI ABDIAN TINDAON Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga. Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat, sebagian berwarna putih dan sebagian hitam yang menyala bergantian. Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa. Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam karena seratus juta penduduknya, Kembalikan Indonesia Padaku ! …………….............. (Taufik Ismail – Kembalikan Indonesia Padaku) Gemuruh suara, terlebih makna dari penggalan puisi yang dibacakan Rahmad Handika Lubis, siswa SMA Negeri 2 Tebing Tinggi mengisi ruangan pada sore yang terik. Adapun puisi tersebut adalah salah satu puisi pilihan pada Lomba Baca Puisi Piala Program Pengalaman Lapangan (PPLT Cup) yang diprakarsai oleh mahasiswa Universitas negeri Medan (Unimed) yang tengah praktek lapangan di Kota Tebing Tinggi. Beberapa jenis lomba diadakan pada serangkaian kegiatan yang rutin diadakan setiap tahunnya, yakni pada bidang olah raga dan bidang pendidikan. Bidang pendidikan meliputi lomba baca puisi, lomba pidato bahasa Indonesia dan lomba pidato bahasa Inggris. Lomba baca puisi diadakan pada Rabu, 26 – 27 Oktober 2011 dimulai pada pukul 15.00 WIB bertempat di SMK Negeri 1, Jln. Letda Sudjono, Tebing Tinggi. Kegiatan yang terlaksana atas kerjasama para mahasiswa Unimed dengan Dinas Pendidikan dan Dinas 1

description

Laporan Kegiatan

Transcript of Lomba Baca Puisi Pplt Cup Unimed

Lomba Baca Puisi PPLT Cup UNIMED - Tebing Tinggi

PAGE 1

Lomba Baca Puisi PPLT Cup UNIMED di Tebing TinggiMEMANTIK NASIONALISME DENGAN SASTRA

Oleh YOSI ABDIAN TINDAONHari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga.

Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat, sebagian berwarna putih dan sebagian hitam yang menyala bergantian.

Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa.

Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam karena seratus juta penduduknya,Kembalikan

Indonesia

Padaku !..............(Taufik Ismail Kembalikan Indonesia Padaku)

Gemuruh suara, terlebih makna dari penggalan puisi yang dibacakan Rahmad Handika Lubis, siswa SMA Negeri 2 Tebing Tinggi mengisi ruangan pada sore yang terik. Adapun puisi tersebut adalah salah satu puisi pilihan pada Lomba Baca Puisi Piala Program Pengalaman Lapangan (PPLT Cup) yang diprakarsai oleh mahasiswa Universitas negeri Medan (Unimed) yang tengah praktek lapangan di Kota Tebing Tinggi.

Beberapa jenis lomba diadakan pada serangkaian kegiatan yang rutin diadakan setiap tahunnya, yakni pada bidang olah raga dan bidang pendidikan. Bidang pendidikan meliputi lomba baca puisi, lomba pidato bahasa Indonesia dan lomba pidato bahasa Inggris. Lomba baca puisi diadakan pada Rabu, 26 27 Oktober 2011 dimulai pada pukul 15.00 WIB bertempat di SMK Negeri 1, Jln. Letda Sudjono, Tebing Tinggi. Kegiatan yang terlaksana atas kerjasama para mahasiswa Unimed dengan Dinas Pendidikan dan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kota Tebing Tinggi ini berhasil menghimpun sebanyak 25 peserta yang berasal dari SMP dan SMA /sederajat hadir dan memberikan penampilan membaca puisi yang bervariasi.

Terdapat empat pilihan puisi yang dapat dibacakan oleh peserta lomba, antara lain : Karawang Bekasi karya Chairil Anwar, Kembalikan Indonesia Padaku karya Taufik Ismail, Selamat Pagi Indonesia karya Sapardi Djoko Damono, dan Kepada Kawan karya Chairil Anwar. Terbilang pilihan puisi yang tidak lazim untuk dibacakan oleh siswa SMP dan SMA sederajat. Panitia nampaknya memiliki misi khusus dalam pemilihan bobot puisi yang tergolong berat.

Benar saja. Panitia acara lomba baca puisi nyatanya tak ingin seluruh peserta lomba hanya tampil membaca, namun yang lebih penting adalah tampil ke permukaan, memancing kesadaran dan nalar nasionalisme lewat bait-bait puisi yang benar-benar mengkritisi keadaan bangsa yang kian carut-marut. Setidaknya hal ini dipaparkan jelas pada baris demi baris Kembalikan Indonesia Padaku. Memang, berbarengan dengan momentum sumpah pemuda dan menjelang peringatan hari pahlawan, panitia juga memilih beberapa puisi patriotik dan penuh motivasi seperti Kerawang Bekasi, Selamat Pagi Indonesia, dan Kepada Kawan.

Pengharapan yang besar pada waktu yang terbilang singkat dan hal yang kecil. Begitu mungkin dapat diibaratkan harapan panitia penyelenggara akan misi patriotik dan penumbuhan nasionalisme melalui sastra, khususnya puisi.

Sastra dan nasionalisme sejatinya adalah dua hal yang berbeda. Sastra merupakan salah satu cara mengungkapkan ekspresi jiwa, perasaan, pikiran di tengah suasana yang hidup. Sastra bukan hanya mencitrakan nilai estetis, tetapi memiliki nilai pesan moral yang dalam, mengena dan lugas. Sedangkan nasionalisme adalah paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri; sifat kenasionalan atau kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu; semangat kebangsaan (KBBI).

Dalam pengertian lainnya, nasionalisme adalah sikap atau perilaku yang diwujudkan atau diaktualisasikan dalam bentuk tindakan untuk memelihara dan melestarikan identitas dan terus berjuang untuk memajukan bangsa dan negara, dengan membasmi setiap kendala yang menghalangi di jalan kemajuan. Nasionalisme adalah rasa cinta setiap elemen bangsa kepada tanah air yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Semakin nasionalis, seseorang akan semakin mengutamakan kepentingan bangsa dibandingkan kepentingan kelompok atau pribadi.

Perpaduan antara sastra dan nasionalisme merupakan hal yang luar biasa. Ajip Rosidi pernah menegaskan, bahwa kesadaran kebangsaan itulah yang menjadi penanda adanya kesusastraan Indonesia. Persoalan nasionalisme di Indonesia merupakan realitas yang menjadi lahan inspirasi subur bagi penciptaan karya sastra. Bahkan identitas kenasionalan karya sastra cukup menentukan kelahiran sejarah sastra Indonesia.

Sedangkan A. Teeuw mengatakan, bahwa suatu ciri khusus perkembangan kesusastraan itu sebagian sejalan dengan gerakan nasionalis yang dapat kita lihat dari penggunaan bahasa secara efektif dalam pergerakan nasionalis. Hal tersebut mengakibatkan sastra sebagai seni, yang menggunakan media bahasa, benar-benar memiliki peran politis dan budaya yang amat besar. Ideologi nasionalisme dalam sastra sesungguhnya telah lahir dari pena para sastrawan terdahulu hingga sastrwan belakangan ini seperti terlihat pada karya-karya Muhammad Yamin, Sutan Takdir Alisjahbana, Pramudya Ananta Toer, bahkan Chairil Anwar, dan Amir Hamzah. Sastrawan pada periode selanjutnya memantapkan anggapan di atas. Semakin banyak buah pena sastrawan baik dengan jenis puisi, drama, maupun prosa yang mengangkat nasionalisme dalam karya-karya mereka yang dapat dengan mudah kita temui.

Generasi muda tanpa sastra, boleh jadi tidak menjadi masalah. Namun generasi muda tanpa nasionalisme dan semangat dalam dirinya, jelas dapat kita eja sebagai masalah fatal untuk kelangsungan negara ini di kemudian hari. Nasionalisme sebagai sebuah penemuan sosial yang paling menakjubkan dalam perjalanan sejarah manusia, perlu ditanamkan sejak dini pada generasi muda selaku tunas bangsa yang kelak melanjutkan keberlangsungan Indonesia. Hingga kombinasi antara generasi muda, nasionalisme dan sastra adalah suatu racikan yang dirasa ampuh. Dengan pengapresiasian sastra, baik membaca dan mendengarkan karya sastra, generasi muda akan menemui pesan-pesan moral berupa nasionalisme yang dibubuhkan banyak sastrawan dalam karya mereka. Dari itu, diharapkan muncul kesadaran, serta tumbuh dan kokohnya rasa nasionalisme pada diri generasi muda yang belakangan ini terlihat cenderung tak acuh dan individualistis dalam menanggapi berbagai permasalahan di tanah air.

Berbeda dengan media elektronik dan media cetak yang menyajikan rentetan kemelut dan kritik secara gamblang dan pintas lalu, esensi nasionalisme dan kritik sosial dalam sastra cenderung memerlukan pengapresiasian yang perlahan dan subjektif akan selaksa larik dalam puisi. Pengajaran apresiasi terhadap karya sastra dengan muatan nasionalisme maupun motivasi di dalamnya agaknya perlu digalakkan, terlebih pada sekolah-sekolah.

Di lain hal, kesempatan ini juga sebagai ranah pengenalan lebih dalam akan karya-karya sastrawan besar Indonesia yang tidak hanya terdiri dari estetika yang tertata luar biasa, tapi juga sarat makna dan cenderung membangkitakan nasionalisme pada diri pembaca. Terbukti sebagian besar peserta lomba baca puisi mengaku mengetahui dan juga terkesan akan karya-karya yang menjadi pilihan untuk dibacakan, yang justru mereka kenal ketika panitia menyerahkan naskah puisi. Hal ini tentu mencerminkan kerontangnya pembelajaran dan apresiasi sastra di Kota Tebing Tinggi, yang notabene beberapa SMA-nya membuka Program Kelas Bahasa dan Sastra.

Tiba saatnya generasi muda membuka mata dan pikiran, peka akan keadaan sekitar, terlebih akan keadaan bangsa yang kian stagnan pada titik yang kurang baik. Besar harapan para mahasiswa selaku penyelenggara bahwa acara Lomba Baca Puisi PPLT Cup Unimed 2011 yang berhasil menghimpun hampir seluruh SMP dan SMA /sederajat di Tebing Tinggi adalah suatu usaha untuk turut menumbuhkan minat dan kecintaan para siswa terhadap bidang sastra, terkhusus puisi, sehingga muncullah generasi muda yang memiliki kesadaran, terlebih nasionalisme, motivasi untuk maju dan berbuat lebih, serta tentu saja dapat mewujudkan masa depan bangsa yang minim problematika di kemudian hari. . Saatnya generasi muda meminta kembali Indonesia ke tangan mereka. Saatnya membaca. Saatnya menulis. Saatnya megkritik. Saatnya sadar. Saatnya bersuara. Saatnya bersastra !Penulis adalah mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

di FBS UnimedKeterangan foto:Seorang siswa sedang membaca pusi pada Lomba Baca Puisi PPLT Cup Unimed 2011 pada Rabu, 26 27 Oktober 2011 di Tebing Tinggi.