l.o kur diagnosis sepsis.doc
-
Upload
kurnia-fitri-aprilliana -
Category
Documents
-
view
14 -
download
4
description
Transcript of l.o kur diagnosis sepsis.doc
Mikroorganisme Penyebab Sepsis
Organisme penyebab sepsis primer berbeda dengan sepsis nosokomial.
Sepsis primer biasanya disebabkan: Streptokokus Grup B (GBS), kuman usus Gram negatif,
terutama
Escherisia coli, Listeria monocytogenes, Stafilokokus, Streptokokus lainnya (termasuk
Enterokokus), kuman anaerob, dan Haemophilus influenzae. Sedangkan penyebab sepsis
nosokomial adalah Stafilokokus (terutama Staphylococcus epidermidis), kuman Gram negatif
(Pseudomonas, Klebsiella, Serratia, dan Proteus), dan jamur.
Faktor Risiko untuk Terjadinya Sepsis Neonatal ialah:
• Prematuritas dan berat lahir rendah, disebabkan fungsi dan anatomi kulit yang masih imatur,
dan lemahnya sistem imun,
• Ketuban pecah dini (>18 jam),
• Ibu demam pada masa peripartum atau ibu dengan infeksi, misalnya khorioamnionitis,
infeksi saluran kencing, kolonisasi vagina oleh GBS, kolonisasi perineal dengan E. coli,
• Cairan ketuban hijau keruh dan berbau,
• Tindakan resusitasi pada bayi baru lahir,
• Kehamilan kembar,
• Prosedur invasif,
• Tindakan pemasangan alat misalnya kateter, infus, pipa endotrakheal,
• Bayi dengan galaktosemi,
• Terapi zat besi,
• Perawatan di NICU (neonatal intensive care unit) yang terlalu lama,
• Pemberian nutrisi parenteral,
• Pemakaian antibiotik sebelumnya, dan
• Lain-lain misalnya bayi laki-laki terpapar 4x lebih sering dari perempuan
Diagnosa Sepsis
Dalam menentukan diagnosa sepsis diperlukan beberapa informasi seperti faktor
resiko, gambaran klinik, dan pemeriksaan penunjang. Berbagai penelitian dan pengalaman
para ahli telah digunakan untuk menyusun kriteria sepsis neonatorum baik berdasarkan
anamnesis (termasuk adanya faktor resiko ibu dan neonatus terhadap sepsis), gambaran klinis
dan pemeriksaan penunjang. Akan tetapi, kriteria sepsis berbeda antara satu tempat dengan
tempat lainnya.
Bervariasinya gejala klinik pada sepsis merupakan penyebab perbedaan kriteria sepsis
dan ini mengakibatkan sulitnya diagnosis pasti pada pasien. Oleh karena itu, pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan laboratorium ataupun pemeriksaan khusus lainnya perlu
dilakukan seperti yang akan dijelaskan di bawah ini. Akan tetapi perlu diingat bahwa
mengingat keterbatasan fasilitas yang terdapat di beberapa tempat di Indonesia, maka untuk
mendiagnosa adanya sepsis cukup dilakukan beberapa pemeriksaan laboratorium seperti
kultur darah, pewarnaan gram dan lainnya. Sedangkan, untuk faktor resiko sepsis yang akan
diketahui dapat bervariasi tergantung dari awitan sepsis yang diderita pasien dan dapat
dikelompokkan menjadi faktor ibu dan faktor bayi seperti yang telah dijelaskan di atas pada
bagian Faktor Resiko Sepsis.
1. Manifestasi klinik
Diagnosis dini sepsis ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan terapi diberikan tanpa
menunggu hasil kultur. Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak spesifik dengan
diagnosis banding yang sangat luas, termasuk gangguan napas, penyakit metabolik,
penyakit hematologik, penyakit susunan syaraf pusat, penyakit jantung, dan proses
penyakit infeksi lainnya (misalnya infeksi TORCH = toksoplasma, rubela, sitomegalo
virus, herpes).
Bayi yang diduga menderita sepsis bila terdapat gejala:
Letargi, iritabel,
Tampak sakit,
Kulit berubah warna keabu-abuan, gangguan perfusi, sianosis, pucat, kulit
bintik-bintik tidak rata, petekie, ruam, sklerema atau ikterik,
Suhu tidak stabil demam atau hipotermi,
Perubahan metabolik hipoglikemi atau hiperglikemi, asidosis metabolik,
Gejala gangguan kardiopulmonal gangguan pernapasan (merintih, napas
cuping hidung, retraksi, takipnu), apnu dalam 24 jam pertama atau tiba-tiba,
takikardi, atau hipotensi (biasanya timbul lambat),
Gejala gastrointestinal: toleransi minum yang buruk, muntah, diare, kembung
dengan atau tanpa adanya bowel loop.
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Hematologi
Darah rutin, termasuk kadar hemoglobin Hb, hematokrit Ht, leukosit dan hitung
jenis, trombosit. Pada umumnya terdapat neutropeni PMN <1800/ml,
trombositopeni <150.000/ml (spesifisitas tinggi, sensitivitas rendah), neutrofil
muda meningkat >1500/ml, rasio neutrofil imatur : total >0,2. Adanya reaktan
fase akut yaitu CRP (konsentrasi tertinggi dilaporkan pada infeksi bakteri,
kenaikan sedang didapatkan pada kondisi infeksi kronik), LED, GCSF
(granulocyte colonystimulating factor), sitokin IL-1ß, IL-6 dan TNF (tumour
necrosis factor).
Beberapa parameter hematologi yang banyak dipakai untuk menunjang diagnosis
sepsis neonatorum adalah sebagai berikut:
Hitung trombosit
Pada bayi baru lahir jumlah trombosit yang kurang dari 100.000/μL jarang
ditemukan pada 10 hari pertama kehidupannya. Pada penderita sepsis
neonatorum dapat terjadi trombositopenia (jumlah trombosit kurang dari
100.0000/μL), MPV (mean platelet volume) dan PDW (platelet distribution
width) meningkat secara signifikan pada 2-3 hari pertama kehidupan.
Hitung leukosit dan hitung jenis leukosit.
Pada sepsis neonatorum jumlah leukosit dapat meningkat atau menurun,
walaupun jumlah leukosit yang normal juga dapat ditemukan pada 50% kasus
sepsis dengan kultur bakteri positif. Pemeriksaan ini tidak spesifik. Bayi yang
tidak terinfeksi pun dapat memberikan hasil yang abnormal, bila berkaitan
dengan stress saat proses persalinan. Jumlah total neutrofil (sel-sel PMN dan
bentuk imatur) lebih sensitif dibandingkan dengan jumlah total leukosit
(basofil, eosinofil, batang, PMN, limfosit dan monosit). Jumlah neutrofil
abnormal yang terjadi pada saat mulainya onset ditemukan pada 2/3 bayi.
Walaupun begitu, jumlah neutrofil tidak dapat memberikan konfirmasi yang
adekuat untuk diagnosis sepsis. Neutropenia juga ditemukan pada bayi yang
lahir dari ibu penderita hipertensi, asfiksia perinatal berat, serta perdarahan
periventrikular dan intraventrikular.
Rasio neutrofil imatur dan neutrofil total (rasio I/T).
Pemeriksaan ini sering dipakai sebagai penunjang diagnosis sepsis
neonatorum. Semua bentuk neutrofil imatur dihitung, dan rasio maksimum
yang dapat diterima untuk menyingkirkan diagnosis sepsis pada 24 jam
pertama kehidupan adalah 0,16. Pada kebanyakan neonatus, rasio turun
menjadi 0,12 pada 60 jam pertama kehidupan. Sensitivitas rasio I/T berkisar
antara 60-90%, dan dapat ditemukan kenaikan rasio yang disertai perubahan
fisiologis lainnya; oleh karena itu, rasio I/T ini dikombinasikan dengan gejala-
gejala lainnya agar diagnosis sepsis neonatorum dapat ditegakkan.
Pemeriksaan hematologi sebaiknya dilakukan serial agar dapat dilihat
perubahan yang terjadi selama proses infeksi, seperti trombositopenia,
neutropenia, atau peningkatan rasio I/T. Pemeriksaan secara serial ini berguna
untuk mengetahui sindrom sepsis yang berasal dari kelainan nonspesifik
karena stress pada saat proses persalinan.
Pemeriksaan kadar D-dimer.
D-dimer merupakan hasil pemecahan cross-linked fibrin oleh plasmin. Oleh
karena itu, D-dimer dipakai sebagai petanda aktivasi sistem koagulasi dan
sistem fibrinolisis. Pada sepsis, kadar D-dimer meningkat tetapi pemeriksaan
ini tidak spesifik untuk sepsis karena peningkatannya juga dijumpai pada DIC
oleh penyebab lain seperti trombosis, keganasan, dan terapi trombolitik.
Pemeriksaan kadar D-dimer dapat dikerjakan dengan berbagai metode antara
lain, aglutinasi lateks, enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dan whole
blood agglutination (WBA). Pemeriksaan dengan aglutinasi lateks
menggunakan antibodi monoklonal terhadap D-dimer yang dilekatkan pada
partikel lateks. Metode ini sederhana, mudah dikerjakan, hasilnya cepat dan
relatif tidak mahal, namun kurang sensitif untuk pemeriksaan penyaring.
Pemeriksaan dengan cara ELISA konvensional dianggap merupakan metode
rujukan untuk penetapan kadar D-dimer, tetapi cara ini tidak praktis karena
memerlukan waktu yang relatif lama dan mahal. Terdapat beberapa cara cepat
berdasarkan prinsip ELISA antara lain, Nycocard D-dimer, Vidas D-dimer dan
Instant IA D-dimer. Dengan cara ini, hasil dapat diperoleh dalam waktu
singkat dan sensitivitasnya mendekati cara ELISA konvensional. Pemeriksaan
D-dimer dengan metode yang berbeda bisa memberikan hasil yang berbeda
pula. Hal ini disebabkan oleh perbedaan spesifisitas antibodi yang dipakai
pada masing-masing metode, belum ada satuan yang baku dan belum adanya
konsensus tentang nilai batas abnormal.
b. Kultur Darah
Biakan darah atau cairan tubuh lainnya (cairan serebrospinalis) serta uji resistensi,
pelaksanaan pungsi lumbal masih kontroversi, dianjurkan dilakukan pada bayi
yang menderita kejang, kesadaran menurun, klinis sakit tampak makin berat dan
kultur darah positip.
Sampai saat ini pemeriksaan biakan darah merupakan baku emas dalam
menentukan diagnosis sepsis. Pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena hasil
biakan baru akan diketahui dalam waktu minimal 3-5 hari. Hasil kultur perlu
dipertimbangkan secara hati-hati apalagi bila ditemukan kuman yang berlainan
dari jenis kuman yang biasa ditemukan di masing-masing klinik. Kultur darah
dapat dilakukan baik pada kasus sepsis neonatorum onset dini maupun lanjut.
Bayi dengan meningitis mungkin saja tidak menunjukkan gejala spesifik. Punksi
lumbal dilakukan untuk mendiagnosis atau menyingkirkan sepsis neonatorum bila
dicurigai terdapat meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan baik pada sepsis
neonatorum dini maupun lanjut. Kemudian dilakukan pemeriksaan kultur dari
cairan serebrospinal (LCS). Apabila hasil kultur positif, punksi lumbal diulang 24-
36 jam setelah pemberian antibiotik untuk menilai apakah pengobatan cukup
efektif. Apabila pada pengulangan pemeriksaan masih didapatkan kuman pada
LCS, diperlukan modifikasi tipe antibiotik dan dosis.
Kultur urin dilakukan pada anak yang lebih besar. Pemeriksaan ini untuk
mengetahui ada atau tidaknya infeksi di saluran kemih. Kultur urin lebih baik
dilakukan pada kasus sepsis neonatorum awitan lambat. Spesimen urin diambil
melalui kateterisasi steril atau aspirasi suprapubik kandung kemih.Kultur lainnya
seperti kultur permukaan kulit, endotrakea dan cairan lambung menunjukkan
sensitivitas dan spesifisitas yang kurang baik.
c. Pewarnaan Gram
Selain biakan kuman, pewarnaan Gram merupakan teknik tertua dan sampai saat
ini masih sering dipakai di laboratorium dalam melakukan identifikasi kuman.
Pemeriksaan apusan Gram dari bahan darah maupun cairan liquor, serta urin.
Pemeriksaan dengan pewarnaan Gram ini dilakukan untuk membedakan apakah
bakteri penyebab termasuk golongan bakteri Gram positif atau Gram negatif.
Walaupun dilaporkan terdapat kesalahan baca pada beberapa kasus, pemeriksaan
untuk identifikasi awal kuman ini dapat dilaksanakan pada rumah sakit dengan
fasilitas laboratorium yang terbatas dan bermanfaat dalam menentukan
penggunaan antibiotikpada awal pengobatan sebelum didapatkan hasil
pemeriksaan kultur bakteri.
Dari penjelasan diatas terlihat bahwa masih banyak ditemukan kekurangan pada
pemeriksaan identifikasi kuman. Oleh karena itu, berbagai upaya penegakan
diagnosis dengan mempergunakan petanda sepsis banyak dilakukan oleh para
peneliti. Berbagai petanda sepsis banyak dilaporkan dikepustakaan dengan
spesifisitas dan senitivitas yang berbeda-beda. Ng et al melakukan studi
kepustakaan berbagai petanda sepsis tersebut dan mengemukakan sejumlah
petanda infeksi yang sering dipakai sebagai penunjang diagnosis sepsis pada
neonatus dan bayi prematur.
Tabel 2. Pemeriksaan petanda infeksi untuk neonatus dan bayi prematur.
Haematological tests
Total white blood cell count
Total neutrophil count
Immature neutrophil count
Immature/total neutrophil ratio
Neutrophil morphology: vacuolisation, toxic granulations, Do¨hle
bodies, intracellular bacteria
Platelet count
Granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF)
D-dimer
Fibrinogen
Thrombin-antithrombin III complex (TAT)
Plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1)
Plasminogen tissue activator (tPA)
Acute phase proteins and other proteins
a1 Antitrypsin
C Reactive protein (CRP)
Fibronectin
Haptoglobin
Lactoferrin
Neopterin
Orosomucoid
Procalcitonin (PCT)
Components of the complement system
C3a-desArg
C3bBbP
sC5b-9
Chemokines, cytokines and adhesion molecules
Interleukin (IL)1b, IL1ra, IL2, sIL2R, IL4, IL5, IL6, IL8, IL10
Tumour necrosis factor a (TNFa), 11sTNFR-p55, 12sTNFR-p75
Interferon c (IFNc)
E-selectin
L-selectin
Soluble intracellular adhesion moleucule-1 (sICAM-1)
Vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1)
Cell surface markers
Neutrophil Lymphocyte Monocyte
CD11b CD3 HLA-DR
CD11c CD19
CD13 CD25
CD15 CD26
CD33 CD45RO
CD64 CD69
CD66b CD71
Others
Lactate
Micro-erythrocyte sedimentation
Superoxide anion (respiratory burst)
d. Pemeriksaan C-reactive protein (CRP)
C-reactive protein (CRP) merupakan protein yang disintesis di hepatosit dan
muncul pada fase akut bila terdapat kerusakan jaringan. Protein ini diregulasi oleh
IL-6 dan IL-8 yang dapat mengaktifkan komplemen. Sintesis ekstrahepatik terjadi
di neuron, plak aterosklerotik, monosit dan limfosit. Sekresi CRP dimulai 4-6 jam
setelah stimulasi dan mencapai puncak dalam waktu 36-48 jam dan terus
meningkat sampai proses inflamasinya teratasi. Cut-off yang biasa dipakai adalah
10 mg/L. Pemeriksaan kadar CRP tidak direkomendasikan sebagai indikator
tunggal pada diagnosis sepsis neonatorum, tetapi dapat digunakan sebagai bagian
dari septic work-up atau sebagai suatu pemeriksaan serial selama proses infeksi
untuk mengetahui respon antibiotika, lama pengobatan, dan/atau relapsnya
infeksi. Faktor yang dapat memengaruhi kadar CRP adalah cara melahirkan,
umur kehamilan, jenis organisme penyebab sepsis, granulositopenia, pembedahan,
imunisasi dan infeksi virus berat (seperti HSV, rotavirus, adenovirus, influenza).
Alur pemeriksaan CRP pada sepsis awitan dini dan kaitannya dengan pemberian
antibiotik.
e. Pemeriksaaan kemokin, sitokin dan molekul adhesi.
Pemeriksaan terkini dalam mengevaluasi sepsis neonatorum adalah dengan
menggunakan petanda infeksi (infection markers) seperti CD11b, CD64,
Interleukin-6 (IL-6) yang dapat membantu sebagai petanda tambahan.
Pemeriksaan petanda-petanda infeksi tersebut secara serial dikombinasikan
dengan beberapa tes sehingga dapat memberikan hasil yang baik. Sayangnya,
pemeriksaan petanda infeksi tersebut tidak dianjurkan untuk dijadikan
pemeriksaan tunggal. Pada beberapa kasus, pemeriksaan ini dapat menunjukkan
kapan pemberian antibiotik dapat dihentikan.
IL-6 adalah sitokin pleiotropic yang terlibat dalam berbagai aspek sistem
imunitas. IL-6 disintesis oleh berbagai macam sel seperti monosit, sel endotel dan
fibroblas, setelah ada rangsangan TNF dan IL-1. Petanda ini menginduksi sintesis
protein fase akut termasuk CRP dan fibrinogen. Pada sebagian besar kasus sepsis
neonatorum, IL-6 meningkat cepat yang terjadi dalam waktu beberapa jam
sebelum peningkatan konsentrasi CRP dan akan menurun sampai ke kadar yang
tidak terdeteksi dalam waktu 24 jam. IL-6 ini memiliki waktu paruh yang singkat
serta memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik sebagai petanda infeksi. Dari
penelitian didapatkan kesimpulan bahwa pemeriksaan IL-6 atau IL-8
dikombinasikan dengan pemeriksaan CRP dapat dijadikan pegangan untuk
menyingkirkan kemungkinan sepsis neonatorum sehingga secara keseluruhan
menurunkan biaya dan risiko pemberian antibiotika. Penggunaan IL-6 dan CRP
secara simultan memiliki sensitivitas 100% pada bayi terinfeksi dengan usia
pascanatal berapapun karena peningkatan CRP plasma terjadi pada waktu 12-48
jam setelah awitan infeksi, saat level IL-6 telah menurun.
f. Pemeriksaan Biomolekuler/Polymerase Chain Reaction (PCR)
Akhir-akhir ini di beberapa negara maju, pemeriksaan biomolekular berupa
Polymerase Chain Reaction (PCR) dikerjakan guna menentukan diagnosis dini
pasien sepsis. Dibandingkan dengan biakan darah, pemeriksaan ini dilaporkan
mampu lebih cepat memberikan informasi jenis kuman. Di beberapa kota besar
Inggris, pemeriksaan cara ini telah dilakukan pada semua fasilitas laboratorium
guna mendeteksi dini kuman tertentu antara lain Neisseria meningitidis dan
Streptococcus pneumoniae. Selain bermanfaat untuk deteksi dini, PCR juga dapat
digunakan untuk menentukan prognosis pasien sepsis neonatorum.
Pemeriksaan ini merupakan metode pemeriksaan yang sensitivitas dan
spesifisitasnya hampir mencapai 100% dalam mendiagnosis sepsis yang
disebabkan oleh bakteri dalam waktu singkat. Metode ini merupakan diagnosis
molekular yang menggunakan amplifikasi PCR dari 16S rRNA pada bayi baru
lahir dengan faktor risiko sepsis ataupun memiliki gejala klinis sepsis.
PCR juga mempunyai kemampuan untuk menentukan prognosis pasien sepsis
neonatus. Selanjutnya dikemukan bahwa studi PCR secara kuantitatif pada kuman
dibuktikan mempunyai kaitan erat dengan beratnya penyakit. Apabila studi dan
sosialisasi pemeriksaan semacam ini telah berkembang dan terjangkau,
diharapkan cara pemeriksaan ini bermanfaat untuk penatalaksanaan dini dan
memperbaiki prognosis pasien.
Pemeriksaan diagnostik molekular menggunakan teknik PCR juga bermanfaat
untuk deteksi infeksi virus pada neonatus. Dibandingkan dengan kultur, PCR
mempunyai sensitivitas 100% dan spesifisitas 98% dalam menentukan infeksi
invasif. Namun pemeriksaan ini masih sangat terbatas di Indonesia, dan hanya
bisa dilakukan di Pusat Pendidikan atau Rumah Sakit Rujukan Propinsi. Selain
itu, biaya yang dikeluarkan untuk pemeriksaan ini juga mahal.
g. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang diperlukan ialah foto dada, abdomen atas indikasi,
dan ginjal. Pemeriksaan USG ginjal, skaning ginjal, sistouretrografi dilakukan atas
indikasi.
Pencitraan
Pemeriksaan radiografi toraks dapat menunjukkan beberapa gambaran seperti
menunjukkan infiltrat segmental atau lobular, yang biasanya difus, pola
retikulogranular, hampir serupa dengan gambaran pada RDS (Respiratory
Distress Syndrome), efusi pleura juga dapat ditemukan dengan pemeriksaan ini,
dan pneumonia yang penting dilakukan pemeriksaan radiologi toraks karena
ditemukan pada sebagian besar bayi, meninggal akibat sepsis awitan dini yang
telah terbukti dengan kultur.
Pemeriksaan CT Scan juga mungkin diperlukan pada kasus meningitis neonatal
kompleks untuk melihat hidrosefalus obstruktif, lokasi obstruksi dan melihat
infark ataupun abses. USG kepala pada neonatus dengan meningitis dapat
menunjukkan ventrikulitis, kelainan ekogenesitas parenkim, cairan ekstraselular
dan perubahan kronis. Secara serial, USG kepala dapat menunjukkan progresivitas
komplikasi.
Pada sepsis yang sudah lanjut, dapat juga ditemukan MODS seperti yang sudah
dijelaskan di atas. Beberapa tanda-tanda MODS pada sepsis neonatorum dapat
dilihat seperti yang ada pada tabel di bawah ini.
Tabel 3. Gambaran Klinik MODS
Gangguan organ Gambaran Klinik
Kardiovaskular Tekanan darah sistolik < 40 mmHg
Denyut jantung < 50 atau > 220
mmHg
Terjadi henti jantung
pH darah < 7,2 pada PaCO2 normal
kebutuhan akan inotropik untuk
mempertahankan tekanan darah
normal
Saluran napas Frekuensi napas > 90/menit
PaCO2 > 65 mmHg
PaO2 < 40 mmHg
Memerlukan ventilasi mekanik
FiO2 < 200 tanpa kelainan jantung
sianotik
Sistem hematologik Hb < 5 g/dl
WBC < 3000 sel/mm3
Trombosit < 20.000/mm3
D-dimer > 0.5 g/ml pada PTT>20
detik atau waktu tromboplastin > 60
detik
SSP Kesadaran menurun disertai dilatasi pupil
Gangguan Ginjal Ureum > 100 mg/dL
Creatinin > 20 mg/dL
Gastroenterologi Perdarahan gastorintestinal disertai dengan
penurunan Hb > 2g%, perlu transfusi darah
atau operasi gastrointestinal
Hepar Bilirubin total > 3 mg%
h. Pemeriksaan Penunjang Lain
Pemeriksaan plasenta dan selaput janin dapat menunjukkan adanya
korioamnionitis, yang merupakan potensi terjadinya infeksi pada neonatus.