l.o kur diagnosis sepsis.doc

18
Mikroorganisme Penyebab Sepsis Organisme penyebab sepsis primer berbeda dengan sepsis nosokomial. Sepsis primer biasanya disebabkan: Streptokokus Grup B (GBS), kuman usus Gram negatif, terutama Escherisia coli, Listeria monocytogenes, Stafilokokus, Streptokokus lainnya (termasuk Enterokokus), kuman anaerob, dan Haemophilus influenzae. Sedangkan penyebab sepsis nosokomial adalah Stafilokokus (terutama Staphylococcus epidermidis), kuman Gram negatif (Pseudomonas, Klebsiella, Serratia, dan Proteus), dan jamur. Faktor Risiko untuk Terjadinya Sepsis Neonatal ialah: • Prematuritas dan berat lahir rendah, disebabkan fungsi dan anatomi kulit yang masih imatur, dan lemahnya sistem imun, • Ketuban pecah dini (>18 jam), • Ibu demam pada masa peripartum atau ibu dengan infeksi, misalnya khorioamnionitis, infeksi saluran kencing, kolonisasi vagina oleh GBS, kolonisasi perineal dengan E. coli, • Cairan ketuban hijau keruh dan berbau, • Tindakan resusitasi pada bayi baru lahir, • Kehamilan kembar, • Prosedur invasif, • Tindakan pemasangan alat misalnya kateter, infus, pipa endotrakheal, • Bayi dengan galaktosemi, • Terapi zat besi, • Perawatan di NICU (neonatal intensive care unit) yang terlalu lama,

description

aesdf

Transcript of l.o kur diagnosis sepsis.doc

Page 1: l.o kur diagnosis sepsis.doc

Mikroorganisme Penyebab Sepsis

Organisme penyebab sepsis primer berbeda dengan sepsis nosokomial.

Sepsis primer biasanya disebabkan: Streptokokus Grup B (GBS), kuman usus Gram negatif,

terutama

Escherisia coli, Listeria monocytogenes, Stafilokokus, Streptokokus lainnya (termasuk

Enterokokus), kuman anaerob, dan Haemophilus influenzae. Sedangkan penyebab sepsis

nosokomial adalah Stafilokokus (terutama Staphylococcus epidermidis), kuman Gram negatif

(Pseudomonas, Klebsiella, Serratia, dan Proteus), dan jamur.

Faktor Risiko untuk Terjadinya Sepsis Neonatal ialah:

• Prematuritas dan berat lahir rendah, disebabkan fungsi dan anatomi kulit yang masih imatur,

dan lemahnya sistem imun,

• Ketuban pecah dini (>18 jam),

• Ibu demam pada masa peripartum atau ibu dengan infeksi, misalnya khorioamnionitis,

infeksi saluran kencing, kolonisasi vagina oleh GBS, kolonisasi perineal dengan E. coli,

• Cairan ketuban hijau keruh dan berbau,

• Tindakan resusitasi pada bayi baru lahir,

• Kehamilan kembar,

• Prosedur invasif,

• Tindakan pemasangan alat misalnya kateter, infus, pipa endotrakheal,

• Bayi dengan galaktosemi,

• Terapi zat besi,

• Perawatan di NICU (neonatal intensive care unit) yang terlalu lama,

• Pemberian nutrisi parenteral,

• Pemakaian antibiotik sebelumnya, dan

• Lain-lain misalnya bayi laki-laki terpapar 4x lebih sering dari perempuan

Page 2: l.o kur diagnosis sepsis.doc

Diagnosa Sepsis

Dalam menentukan diagnosa sepsis diperlukan beberapa informasi seperti faktor

resiko, gambaran klinik, dan pemeriksaan penunjang. Berbagai penelitian dan pengalaman

para ahli telah digunakan untuk menyusun kriteria sepsis neonatorum baik berdasarkan

anamnesis (termasuk adanya faktor resiko ibu dan neonatus terhadap sepsis), gambaran klinis

dan pemeriksaan penunjang. Akan tetapi, kriteria sepsis berbeda antara satu tempat dengan

tempat lainnya.

Bervariasinya gejala klinik pada sepsis merupakan penyebab perbedaan kriteria sepsis

dan ini mengakibatkan sulitnya diagnosis pasti pada pasien. Oleh karena itu, pemeriksaan

penunjang berupa pemeriksaan laboratorium ataupun pemeriksaan khusus lainnya perlu

dilakukan seperti yang akan dijelaskan di bawah ini. Akan tetapi perlu diingat bahwa

mengingat keterbatasan fasilitas yang terdapat di beberapa tempat di Indonesia, maka untuk

mendiagnosa adanya sepsis cukup dilakukan beberapa pemeriksaan laboratorium seperti

kultur darah, pewarnaan gram dan lainnya. Sedangkan, untuk faktor resiko sepsis yang akan

diketahui dapat bervariasi tergantung dari awitan sepsis yang diderita pasien dan dapat

dikelompokkan menjadi faktor ibu dan faktor bayi seperti yang telah dijelaskan di atas pada

bagian Faktor Resiko Sepsis.

1. Manifestasi klinik

Diagnosis dini sepsis ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan terapi diberikan tanpa

menunggu hasil kultur. Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak spesifik dengan

diagnosis banding yang sangat luas, termasuk gangguan napas, penyakit metabolik,

penyakit hematologik, penyakit susunan syaraf pusat, penyakit jantung, dan proses

penyakit infeksi lainnya (misalnya infeksi TORCH = toksoplasma, rubela, sitomegalo

virus, herpes).

Bayi yang diduga menderita sepsis bila terdapat gejala:

Letargi, iritabel,

Tampak sakit,

Kulit berubah warna keabu-abuan, gangguan perfusi, sianosis, pucat, kulit

bintik-bintik tidak rata, petekie, ruam, sklerema atau ikterik,

Suhu tidak stabil demam atau hipotermi,

Perubahan metabolik hipoglikemi atau hiperglikemi, asidosis metabolik,

Page 3: l.o kur diagnosis sepsis.doc

Gejala gangguan kardiopulmonal gangguan pernapasan (merintih, napas

cuping hidung, retraksi, takipnu), apnu dalam 24 jam pertama atau tiba-tiba,

takikardi, atau hipotensi (biasanya timbul lambat),

Gejala gastrointestinal: toleransi minum yang buruk, muntah, diare, kembung

dengan atau tanpa adanya bowel loop.

2. Pemeriksaan laboratorium

a. Hematologi

Darah rutin, termasuk kadar hemoglobin Hb, hematokrit Ht, leukosit dan hitung

jenis, trombosit. Pada umumnya terdapat neutropeni PMN <1800/ml,

trombositopeni <150.000/ml (spesifisitas tinggi, sensitivitas rendah), neutrofil

muda meningkat >1500/ml, rasio neutrofil imatur : total >0,2. Adanya reaktan

fase akut yaitu CRP (konsentrasi tertinggi dilaporkan pada infeksi bakteri,

kenaikan sedang didapatkan pada kondisi infeksi kronik), LED, GCSF

(granulocyte colonystimulating factor), sitokin IL-1ß, IL-6 dan TNF (tumour

necrosis factor).

Beberapa parameter hematologi yang banyak dipakai untuk menunjang diagnosis

sepsis neonatorum adalah sebagai berikut:

Hitung trombosit

Pada bayi baru lahir jumlah trombosit yang kurang dari 100.000/μL jarang

ditemukan pada 10 hari pertama kehidupannya. Pada penderita sepsis

neonatorum dapat terjadi trombositopenia (jumlah trombosit kurang dari

100.0000/μL), MPV (mean platelet volume) dan PDW (platelet distribution

width) meningkat secara signifikan pada 2-3 hari pertama kehidupan.

Hitung leukosit dan hitung jenis leukosit.

Pada sepsis neonatorum jumlah leukosit dapat meningkat atau menurun,

walaupun jumlah leukosit yang normal juga dapat ditemukan pada 50% kasus

sepsis dengan kultur bakteri positif. Pemeriksaan ini tidak spesifik. Bayi yang

tidak terinfeksi pun dapat memberikan hasil yang abnormal, bila berkaitan

dengan stress saat proses persalinan. Jumlah total neutrofil (sel-sel PMN dan

bentuk imatur) lebih sensitif dibandingkan dengan jumlah total leukosit

(basofil, eosinofil, batang, PMN, limfosit dan monosit). Jumlah neutrofil

abnormal yang terjadi pada saat mulainya onset ditemukan pada 2/3 bayi.

Walaupun begitu, jumlah neutrofil tidak dapat memberikan konfirmasi yang

Page 4: l.o kur diagnosis sepsis.doc

adekuat untuk diagnosis sepsis. Neutropenia juga ditemukan pada bayi yang

lahir dari ibu penderita hipertensi, asfiksia perinatal berat, serta perdarahan

periventrikular dan intraventrikular.

Rasio neutrofil imatur dan neutrofil total (rasio I/T).

Pemeriksaan ini sering dipakai sebagai penunjang diagnosis sepsis

neonatorum. Semua bentuk neutrofil imatur dihitung, dan rasio maksimum

yang dapat diterima untuk menyingkirkan diagnosis sepsis pada 24 jam

pertama kehidupan adalah 0,16. Pada kebanyakan neonatus, rasio turun

menjadi 0,12 pada 60 jam pertama kehidupan. Sensitivitas rasio I/T berkisar

antara 60-90%, dan dapat ditemukan kenaikan rasio yang disertai perubahan

fisiologis lainnya; oleh karena itu, rasio I/T ini dikombinasikan dengan gejala-

gejala lainnya agar diagnosis sepsis neonatorum dapat ditegakkan.

Pemeriksaan hematologi sebaiknya dilakukan serial agar dapat dilihat

perubahan yang terjadi selama proses infeksi, seperti trombositopenia,

neutropenia, atau peningkatan rasio I/T. Pemeriksaan secara serial ini berguna

untuk mengetahui sindrom sepsis yang berasal dari kelainan nonspesifik

karena stress pada saat proses persalinan.

Pemeriksaan kadar D-dimer.

D-dimer merupakan hasil pemecahan cross-linked fibrin oleh plasmin. Oleh

karena itu, D-dimer dipakai sebagai petanda aktivasi sistem koagulasi dan

sistem fibrinolisis. Pada sepsis, kadar D-dimer meningkat tetapi pemeriksaan

ini tidak spesifik untuk sepsis karena peningkatannya juga dijumpai pada DIC

oleh penyebab lain seperti trombosis, keganasan, dan terapi trombolitik.

Pemeriksaan kadar D-dimer dapat dikerjakan dengan berbagai metode antara

lain, aglutinasi lateks, enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dan whole

blood agglutination (WBA). Pemeriksaan dengan aglutinasi lateks

menggunakan antibodi monoklonal terhadap D-dimer yang dilekatkan pada

partikel lateks. Metode ini sederhana, mudah dikerjakan, hasilnya cepat dan

relatif tidak mahal, namun kurang sensitif untuk pemeriksaan penyaring.

Pemeriksaan dengan cara ELISA konvensional dianggap merupakan metode

rujukan untuk penetapan kadar D-dimer, tetapi cara ini tidak praktis karena

memerlukan waktu yang relatif lama dan mahal. Terdapat beberapa cara cepat

berdasarkan prinsip ELISA antara lain, Nycocard D-dimer, Vidas D-dimer dan

Instant IA D-dimer. Dengan cara ini, hasil dapat diperoleh dalam waktu

Page 5: l.o kur diagnosis sepsis.doc

singkat dan sensitivitasnya mendekati cara ELISA konvensional. Pemeriksaan

D-dimer dengan metode yang berbeda bisa memberikan hasil yang berbeda

pula. Hal ini disebabkan oleh perbedaan spesifisitas antibodi yang dipakai

pada masing-masing metode, belum ada satuan yang baku dan belum adanya

konsensus tentang nilai batas abnormal.

b. Kultur Darah

Biakan darah atau cairan tubuh lainnya (cairan serebrospinalis) serta uji resistensi,

pelaksanaan pungsi lumbal masih kontroversi, dianjurkan dilakukan pada bayi

yang menderita kejang, kesadaran menurun, klinis sakit tampak makin berat dan

kultur darah positip.

Sampai saat ini pemeriksaan biakan darah merupakan baku emas dalam

menentukan diagnosis sepsis. Pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena hasil

biakan baru akan diketahui dalam waktu minimal 3-5 hari. Hasil kultur perlu

dipertimbangkan secara hati-hati apalagi bila ditemukan kuman yang berlainan

dari jenis kuman yang biasa ditemukan di masing-masing klinik. Kultur darah

dapat dilakukan baik pada kasus sepsis neonatorum onset dini maupun lanjut.

Bayi dengan meningitis mungkin saja tidak menunjukkan gejala spesifik. Punksi

lumbal dilakukan untuk mendiagnosis atau menyingkirkan sepsis neonatorum bila

dicurigai terdapat meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan baik pada sepsis

neonatorum dini maupun lanjut. Kemudian dilakukan pemeriksaan kultur dari

cairan serebrospinal (LCS). Apabila hasil kultur positif, punksi lumbal diulang 24-

36 jam setelah pemberian antibiotik untuk menilai apakah pengobatan cukup

efektif. Apabila pada pengulangan pemeriksaan masih didapatkan kuman pada

LCS, diperlukan modifikasi tipe antibiotik dan dosis.

Kultur urin dilakukan pada anak yang lebih besar. Pemeriksaan ini untuk

mengetahui ada atau tidaknya infeksi di saluran kemih. Kultur urin lebih baik

dilakukan pada kasus sepsis neonatorum awitan lambat. Spesimen urin diambil

melalui kateterisasi steril atau aspirasi suprapubik kandung kemih.Kultur lainnya

seperti kultur permukaan kulit, endotrakea dan cairan lambung menunjukkan

sensitivitas dan spesifisitas yang kurang baik.

c. Pewarnaan Gram

Page 6: l.o kur diagnosis sepsis.doc

Selain biakan kuman, pewarnaan Gram merupakan teknik tertua dan sampai saat

ini masih sering dipakai di laboratorium dalam melakukan identifikasi kuman.

Pemeriksaan apusan Gram dari bahan darah maupun cairan liquor, serta urin.

Pemeriksaan dengan pewarnaan Gram ini dilakukan untuk membedakan apakah

bakteri penyebab termasuk golongan bakteri Gram positif atau Gram negatif.

Walaupun dilaporkan terdapat kesalahan baca pada beberapa kasus, pemeriksaan

untuk identifikasi awal kuman ini dapat dilaksanakan pada rumah sakit dengan

fasilitas laboratorium yang terbatas dan bermanfaat dalam menentukan

penggunaan antibiotikpada awal pengobatan sebelum didapatkan hasil

pemeriksaan kultur bakteri.

Dari penjelasan diatas terlihat bahwa masih banyak ditemukan kekurangan pada

pemeriksaan identifikasi kuman. Oleh karena itu, berbagai upaya penegakan

diagnosis dengan mempergunakan petanda sepsis banyak dilakukan oleh para

peneliti. Berbagai petanda sepsis banyak dilaporkan dikepustakaan dengan

spesifisitas dan senitivitas yang berbeda-beda. Ng et al melakukan studi

kepustakaan berbagai petanda sepsis tersebut dan mengemukakan sejumlah

petanda infeksi yang sering dipakai sebagai penunjang diagnosis sepsis pada

neonatus dan bayi prematur.

Tabel 2. Pemeriksaan petanda infeksi untuk neonatus dan bayi prematur.

Haematological tests

Total white blood cell count

Total neutrophil count

Immature neutrophil count

Immature/total neutrophil ratio

Neutrophil morphology: vacuolisation, toxic granulations, Do¨hle

bodies, intracellular bacteria

Platelet count

Granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF)

D-dimer

Fibrinogen

Thrombin-antithrombin III complex (TAT)

Plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1)

Plasminogen tissue activator (tPA)

Page 7: l.o kur diagnosis sepsis.doc

Acute phase proteins and other proteins

a1 Antitrypsin

C Reactive protein (CRP)

Fibronectin

Haptoglobin

Lactoferrin

Neopterin

Orosomucoid

Procalcitonin (PCT)

Components of the complement system

C3a-desArg

C3bBbP

sC5b-9

Chemokines, cytokines and adhesion molecules

Interleukin (IL)1b, IL1ra, IL2, sIL2R, IL4, IL5, IL6, IL8, IL10

Tumour necrosis factor a (TNFa), 11sTNFR-p55, 12sTNFR-p75

Interferon c (IFNc)

E-selectin

L-selectin

Soluble intracellular adhesion moleucule-1 (sICAM-1)

Vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1)

Cell surface markers

Neutrophil Lymphocyte Monocyte

CD11b CD3 HLA-DR

CD11c CD19

CD13 CD25

CD15 CD26

CD33 CD45RO

CD64 CD69

CD66b CD71

Others

Lactate

Micro-erythrocyte sedimentation

Superoxide anion (respiratory burst)

Page 8: l.o kur diagnosis sepsis.doc

d. Pemeriksaan C-reactive protein (CRP)

C-reactive protein (CRP) merupakan protein yang disintesis di hepatosit dan

muncul pada fase akut bila terdapat kerusakan jaringan. Protein ini diregulasi oleh

IL-6 dan IL-8 yang dapat mengaktifkan komplemen. Sintesis ekstrahepatik terjadi

di neuron, plak aterosklerotik, monosit dan limfosit. Sekresi CRP dimulai 4-6 jam

setelah stimulasi dan mencapai puncak dalam waktu 36-48 jam dan terus

meningkat sampai proses inflamasinya teratasi. Cut-off yang biasa dipakai adalah

10 mg/L. Pemeriksaan kadar CRP tidak direkomendasikan sebagai indikator

tunggal pada diagnosis sepsis neonatorum, tetapi dapat digunakan sebagai bagian

dari septic work-up atau sebagai suatu pemeriksaan serial selama proses infeksi

untuk mengetahui respon antibiotika, lama pengobatan, dan/atau relapsnya

infeksi. Faktor yang dapat memengaruhi kadar CRP adalah cara melahirkan,

umur kehamilan, jenis organisme penyebab sepsis, granulositopenia, pembedahan,

imunisasi dan infeksi virus berat (seperti HSV, rotavirus, adenovirus, influenza).

Alur pemeriksaan CRP pada sepsis awitan dini dan kaitannya dengan pemberian

antibiotik.

e. Pemeriksaaan kemokin, sitokin dan molekul adhesi.

Page 9: l.o kur diagnosis sepsis.doc

Pemeriksaan terkini dalam mengevaluasi sepsis neonatorum adalah dengan

menggunakan petanda infeksi (infection markers) seperti CD11b, CD64,

Interleukin-6 (IL-6) yang dapat membantu sebagai petanda tambahan.

Pemeriksaan petanda-petanda infeksi tersebut secara serial dikombinasikan

dengan beberapa tes sehingga dapat memberikan hasil yang baik. Sayangnya,

pemeriksaan petanda infeksi tersebut tidak dianjurkan untuk dijadikan

pemeriksaan tunggal. Pada beberapa kasus, pemeriksaan ini dapat menunjukkan

kapan pemberian antibiotik dapat dihentikan.

IL-6 adalah sitokin pleiotropic yang terlibat dalam berbagai aspek sistem

imunitas. IL-6 disintesis oleh berbagai macam sel seperti monosit, sel endotel dan

fibroblas, setelah ada rangsangan TNF dan IL-1. Petanda ini menginduksi sintesis

protein fase akut termasuk CRP dan fibrinogen. Pada sebagian besar kasus sepsis

neonatorum, IL-6 meningkat cepat yang terjadi dalam waktu beberapa jam

sebelum peningkatan konsentrasi CRP dan akan menurun sampai ke kadar yang

tidak terdeteksi dalam waktu 24 jam. IL-6 ini memiliki waktu paruh yang singkat

serta memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik sebagai petanda infeksi. Dari

penelitian didapatkan kesimpulan bahwa pemeriksaan IL-6 atau IL-8

dikombinasikan dengan pemeriksaan CRP dapat dijadikan pegangan untuk

menyingkirkan kemungkinan sepsis neonatorum sehingga secara keseluruhan

menurunkan biaya dan risiko pemberian antibiotika. Penggunaan IL-6 dan CRP

secara simultan memiliki sensitivitas 100% pada bayi terinfeksi dengan usia

pascanatal berapapun karena peningkatan CRP plasma terjadi pada waktu 12-48

jam setelah awitan infeksi, saat level IL-6 telah menurun.

f. Pemeriksaan Biomolekuler/Polymerase Chain Reaction (PCR)

Akhir-akhir ini di beberapa negara maju, pemeriksaan biomolekular berupa

Polymerase Chain Reaction (PCR) dikerjakan guna menentukan diagnosis dini

pasien sepsis. Dibandingkan dengan biakan darah, pemeriksaan ini dilaporkan

mampu lebih cepat memberikan informasi jenis kuman. Di beberapa kota besar

Inggris, pemeriksaan cara ini telah dilakukan pada semua fasilitas laboratorium

guna mendeteksi dini kuman tertentu antara lain Neisseria meningitidis dan

Streptococcus pneumoniae. Selain bermanfaat untuk deteksi dini, PCR juga dapat

digunakan untuk menentukan prognosis pasien sepsis neonatorum.

Page 10: l.o kur diagnosis sepsis.doc

Pemeriksaan ini merupakan metode pemeriksaan yang sensitivitas dan

spesifisitasnya hampir mencapai 100% dalam mendiagnosis sepsis yang

disebabkan oleh bakteri dalam waktu singkat. Metode ini merupakan diagnosis

molekular yang menggunakan amplifikasi PCR dari 16S rRNA pada bayi baru

lahir dengan faktor risiko sepsis ataupun memiliki gejala klinis sepsis.

PCR juga mempunyai kemampuan untuk menentukan prognosis pasien sepsis

neonatus. Selanjutnya dikemukan bahwa studi PCR secara kuantitatif pada kuman

dibuktikan mempunyai kaitan erat dengan beratnya penyakit. Apabila studi dan

sosialisasi pemeriksaan semacam ini telah berkembang dan terjangkau,

diharapkan cara pemeriksaan ini bermanfaat untuk penatalaksanaan dini dan

memperbaiki prognosis pasien.

Pemeriksaan diagnostik molekular menggunakan teknik PCR juga bermanfaat

untuk deteksi infeksi virus pada neonatus. Dibandingkan dengan kultur, PCR

mempunyai sensitivitas 100% dan spesifisitas 98% dalam menentukan infeksi

invasif. Namun pemeriksaan ini masih sangat terbatas di Indonesia, dan hanya

bisa dilakukan di Pusat Pendidikan atau Rumah Sakit Rujukan Propinsi. Selain

itu, biaya yang dikeluarkan untuk pemeriksaan ini juga mahal.

g. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi yang diperlukan ialah foto dada, abdomen atas indikasi,

dan ginjal. Pemeriksaan USG ginjal, skaning ginjal, sistouretrografi dilakukan atas

indikasi.

Pencitraan

Pemeriksaan radiografi toraks dapat menunjukkan beberapa gambaran seperti

menunjukkan infiltrat segmental atau lobular, yang biasanya difus, pola

retikulogranular, hampir serupa dengan gambaran pada RDS (Respiratory

Distress Syndrome), efusi pleura juga dapat ditemukan dengan pemeriksaan ini,

dan pneumonia yang penting dilakukan pemeriksaan radiologi toraks karena

ditemukan pada sebagian besar bayi, meninggal akibat sepsis awitan dini yang

telah terbukti dengan kultur.

Pemeriksaan CT Scan juga mungkin diperlukan pada kasus meningitis neonatal

kompleks untuk melihat hidrosefalus obstruktif, lokasi obstruksi dan melihat

infark ataupun abses. USG kepala pada neonatus dengan meningitis dapat

menunjukkan ventrikulitis, kelainan ekogenesitas parenkim, cairan ekstraselular

Page 11: l.o kur diagnosis sepsis.doc

dan perubahan kronis. Secara serial, USG kepala dapat menunjukkan progresivitas

komplikasi.

Pada sepsis yang sudah lanjut, dapat juga ditemukan MODS seperti yang sudah

dijelaskan di atas. Beberapa tanda-tanda MODS pada sepsis neonatorum dapat

dilihat seperti yang ada pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. Gambaran Klinik MODS

Gangguan organ Gambaran Klinik

Kardiovaskular Tekanan darah sistolik < 40 mmHg

Denyut jantung < 50 atau > 220

mmHg

Terjadi henti jantung

pH darah < 7,2 pada PaCO2 normal

kebutuhan akan inotropik untuk

mempertahankan tekanan darah

normal

Saluran napas Frekuensi napas > 90/menit

PaCO2 > 65 mmHg

PaO2 < 40 mmHg

Memerlukan ventilasi mekanik

FiO2 < 200 tanpa kelainan jantung

sianotik

Sistem hematologik Hb < 5 g/dl

WBC < 3000 sel/mm3

Trombosit < 20.000/mm3

D-dimer > 0.5 g/ml pada PTT>20

detik atau waktu tromboplastin > 60

detik

SSP Kesadaran menurun disertai dilatasi pupil

Gangguan Ginjal Ureum > 100 mg/dL

Creatinin > 20 mg/dL

Gastroenterologi Perdarahan gastorintestinal disertai dengan

penurunan Hb > 2g%, perlu transfusi darah

Page 12: l.o kur diagnosis sepsis.doc

atau operasi gastrointestinal

Hepar Bilirubin total > 3 mg%

h. Pemeriksaan Penunjang Lain

Pemeriksaan plasenta dan selaput janin dapat menunjukkan adanya

korioamnionitis, yang merupakan potensi terjadinya infeksi pada neonatus.