Lk Lp Hiperbilirubin

14
A. DEFINISI Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan(Mansjoer,2008). Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong non patologis sehingga disebut ‘Excess Physiological Jaundice’. Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis (Non Physiological Jaundice) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus >95% menurut Normogram Bhutani (Etika et al,2006). Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatarum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih(Sukadi,2008). Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin >2 mg/dl(>17µmol/L) sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin >5mg/dl(86µmol/L)(Etika et al,2006). Ikterus lebih mengacu pada gambaran klinis berupa pewaranaan kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum total.

description

hiperbilirubin

Transcript of Lk Lp Hiperbilirubin

Page 1: Lk Lp Hiperbilirubin

A. DEFINISI

Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin

serum yang menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati

bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan(Mansjoer,2008).

Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap

tergolong non patologis sehingga disebut ‘Excess Physiological Jaundice’.

Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis (Non Physiological

Jaundice) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus >95%

menurut Normogram Bhutani (Etika et al,2006).

Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus

neonatarum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan

ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi

yang berlebih(Sukadi,2008). Pada orang dewasa, ikterus akan tampak

apabila serum bilirubin >2 mg/dl(>17µmol/L) sedangkan pada neonatus

baru tampak apabila serum bilirubin >5mg/dl(86µmol/L)(Etika et al,2006).

Ikterus lebih mengacu pada gambaran klinis berupa pewaranaan kuning

pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu pada gambaran

kadar bilirubin serum total.

B. ETIOLOGI

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat

disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum

dapat dibagi:

a) Produksi yang berlebihan

Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada

hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, golongan

darah lain, defisiensi G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan

sepsis.

b) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar

Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat

untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia

dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase(Sindrom

Page 2: Lk Lp Hiperbilirubin

Criggler-Najjar). Penyebab lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar

yang berperanan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.

c) Gangguan transportasi

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar.

Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya

salisilat, sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak

terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat

ke sel otak.

d) Gangguan dalam eksresi

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar.

Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan.

Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh

penyebab lain.(Hassan et al.2005)

C. MANIFESTASI KLINIS

1. Kulit berwarna kuning sampe jingga

2. Pasien tampak lemah

3. Nafsu makan berkurang

4. Refleks hisap kurang

5. Urine pekat

6. Perut buncit

7. Pembesaran lien dan hati

8. Gangguan neurologik

9. Feses seperti dempul

10. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.

11. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.

a. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit

hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk

atau infeksi.

b. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak

pada hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya

merupakan jaundice fisiologi.

Page 3: Lk Lp Hiperbilirubin

D. PATOFISIOLOGI

Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%)

terjadi dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari

senyawa lain seperti mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks

haptoglobin dengan hemoglobin yang telah dibebaskan dari sel darah

merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai

cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk

menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang

tidak larut dalam air (bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena

ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin untuk

diangkut dalam medium air.

Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati,

hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air

dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat(bilirubin terkonjugasi,

direk)(Sacher,2004).

Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut

tersebut masuk ke sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke

dalam usus, bilirubin diuraikan oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen.

Urobilinogen dapat diubah menjadi sterkobilin dan diekskresikan sebagai

feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur

enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati.

Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam

empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh

sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa

larut air bersama urin(Sacher, 2004).

Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan

muncul pada dewasa bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang

baru lahir akan muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dl (Cloherty et al,

2008).

Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin

yang melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau

Page 4: Lk Lp Hiperbilirubin

disebabkan oleh kegagalan hati(karena rusak) untuk mengekskresikan

bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan

hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan

hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubintertimbun di dalam

darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu(sekitar 2-2,5mg/dl),

senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi

kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice(Murray et al,2009).

E. KOMPLIKASI

Terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan

bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus, gejala klinis pada permulaan

tidak jelas antara lain: bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-

putar, gerakan tidak menentu, kejang tonus otot meninggi, leher kaku dan

akhirnya opistotonus. Bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa

berupa paralysis serebral dengan atetosis, gangguan pendengaran,

paralysis sebagian otot mata dan dysplasia dentalis.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan bilirubin serum

a. Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl

antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari

10mg/dl tidak fisiologis.

b. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12

mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih

dari 14mg/dl tidak fisiologis.

2. Pemeriksaan radiology

Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan

diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau

hepatoma

3. Ultrasonografi

Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan

ekstra hepatic

4. Biopsy hati

Page 5: Lk Lp Hiperbilirubin

Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang

sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra

hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis,

serosis hati, hepatoma.

5. Peritoneoskopi

Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto

dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada

penderita penyakit ini.

6. Laparatomi

Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto

dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada

penderita penyakit ini

G. PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut:

a) Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital. Obat

ini kerjanya lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar

bilirubinnya rendah dan ikterus yang terjadi bukan disebabkan oleh

proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai lagi.

b) Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme bilirubin

(misalnya menambahkan glukosa pada hipoglikemi) atau

(menambahkan albumin untuk memperbaiki transportasi bilirubin).

Penambahan albumin bisa dilakukan tanpa hipoalbuminemia.

Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi

bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini menyebabkan kadar

bilirubin plasma meningkat, tetapi tidak berbahaya karena bilirubin

tersebut ada dalam ikatan dengan albumin. Albumin diberikan dengan

dosis tidak melebihi 1g/kgBB, sebelum maupun sesudah terapi tukar.

c) Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral

dini

Page 6: Lk Lp Hiperbilirubin

d) Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang

tidak toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut

dalam air.

e) Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi

tukar(Mansjoer et al, 2007). Pada umunya, transfusi tukar dilakukan

dengan indikasi sebagai berikut:

1) Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek ≤20mg%

2) Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat yaitu 0,3-1mg%/jam

3) Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung

4) Bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat <14mg% dan uji Coombs

direct positif (Hassan et al, 2005).

5) Menghambat produksi bilirubin. Metalloprotoporfirin merupakan

kompetitor inhibitif terhadap heme oksigenase. Ini masih dalam

penelitian dan belum digunakan

6) secara rutin.

f) Menghambat hemolisis. Immunoglobulin dosis tinggi secara

intravena(500-1000mg/Kg IV>2) sampai 2 hingga 4 jam telah

digunakan untuk mengurangi level bilirubin pada janin dengan

penyakit hemolitik isoimun. Mekanismenya belum diketahui tetapi

secara teori immunoglobulin menempati sel Fc reseptor pada sel

retikuloendotel dengan demikian dapat mencegah lisisnya sel darah

merah yang dilapisi oleh antibody(Cloherty et al, 2008).

Terapi sinar pada ikterus bayi baru lahir yang di rawat di rumah sakit.

Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu diperhatikan sebagai

berikut :

1) Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas

mungkin dengan membuka pakaian bayi.

2) Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang

dapat memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata

dan sel reproduksi bayi.

Page 7: Lk Lp Hiperbilirubin

3) Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap

jarak yang terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal.

4) Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh

bayi yang terkena cahaya dapat menyeluruh.

5) Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.

6) Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.

7) Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi

dengan hemolisis.

H. ANALISA DATA

No DATA ETIOLOGI MASALAH

1 DS

DO

Risiko defisit

volume cairan

2 DS

DO

Risiko hipertermi

3 DS

DO

Risiko gangguan

integritas kulit

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya

intake cairan serta peningkatan IWL dan defikasi sekunder fototherapi

2. Risiko hipertermi berhubungan dengan efek fototherapi

3. Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekresi bilirubin,

ekskresi fototherapi

J. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Risiko defisit volume cairan

berhubungan dengan tidak

adekuatnya intake cairan

serta peningkatan IWL dan

defikasi sekunder

Setelah diberikan tindakan

perawatan selama 3x24 jam

diharapkan tidak terjadi deficit

volume cairan dengan kriteria :

1. Jumlah intake dan

1. Kaji reflek hisap bayi

2. Beri minum per

oral/menyusui bila reflek

hisap adekuat

3. Catat jumlah intake dan

Page 8: Lk Lp Hiperbilirubin

fototherapi output seimbang

2. Turgor kulit baik, tanda

vital dalam batas

normal

3. Penurunan BB tidak

lebih dari 10 % BB

output , frekuensi dan

konsistensi faeces

4. Pantau turgor kulit, tanda-

tanda vital ( suhu, HR ) setiap

4 jam

5. Timbang BB setiap hari

2 Risiko hipertermi

berhubungan dengan efek

fototherapi

Setelah diberikan tindakan

perawatan selama 3x24 jam

diharapkan tidak terjadi

hipertermi dengan kriteria suhu

aksilla stabil antara 36,5-37 0

1. Observasi suhu tubuh

( aksilla ) setiap 4 - 6 jam

2. Matikan lampu sementara

bila terjadi kenaikan suhu,

dan berikan kompres serta

ekstra minum.

3. Kolaborasi dengan dokter

bila suhu tetap tinggi

4. Memberi terapi lebih dini

atau mencari penyebab lain

dari hipertermi.

3 Risiko gangguan integritas

kulit berhubungan dengan

ekresi bilirubin, ekskresi

fototherapi

Setelah diberikan tindakan

perawatan selama 3x24 jam

diharapkan tidak terjadi

gangguan integritas kulit

dengan kriteria:

1. Tidak terjadi decubitus

2. Kulit bersih dan lembab

1. Kaji warna kulit tiap 8 jam

2. Ubah posisi setiap 2 jam

3. Masase daerah yang

menonjol

4. Jaga kebersihan kulit bayi

dan berikan baby oil atau

lotion pelembab

5. Kolaborasi untuk

pemeriksaan kadar bilirubin,

bila kadar bilirubin turun

menjadi 7,5 mg% fototerafi

dihentikan