Lk Lp Hiperbilirubin
-
Upload
leni-pertiwi-putri -
Category
Documents
-
view
174 -
download
10
description
Transcript of Lk Lp Hiperbilirubin
A. DEFINISI
Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin
serum yang menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati
bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan(Mansjoer,2008).
Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap
tergolong non patologis sehingga disebut ‘Excess Physiological Jaundice’.
Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis (Non Physiological
Jaundice) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus >95%
menurut Normogram Bhutani (Etika et al,2006).
Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus
neonatarum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan
ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi
yang berlebih(Sukadi,2008). Pada orang dewasa, ikterus akan tampak
apabila serum bilirubin >2 mg/dl(>17µmol/L) sedangkan pada neonatus
baru tampak apabila serum bilirubin >5mg/dl(86µmol/L)(Etika et al,2006).
Ikterus lebih mengacu pada gambaran klinis berupa pewaranaan kuning
pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu pada gambaran
kadar bilirubin serum total.
B. ETIOLOGI
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum
dapat dibagi:
a) Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada
hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, golongan
darah lain, defisiensi G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan
sepsis.
b) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat
untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia
dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase(Sindrom
Criggler-Najjar). Penyebab lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar
yang berperanan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
c) Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar.
Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya
salisilat, sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak
terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat
ke sel otak.
d) Gangguan dalam eksresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar.
Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan.
Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh
penyebab lain.(Hassan et al.2005)
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Kulit berwarna kuning sampe jingga
2. Pasien tampak lemah
3. Nafsu makan berkurang
4. Refleks hisap kurang
5. Urine pekat
6. Perut buncit
7. Pembesaran lien dan hati
8. Gangguan neurologik
9. Feses seperti dempul
10. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
11. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
a. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk
atau infeksi.
b. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak
pada hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya
merupakan jaundice fisiologi.
D. PATOFISIOLOGI
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%)
terjadi dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari
senyawa lain seperti mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks
haptoglobin dengan hemoglobin yang telah dibebaskan dari sel darah
merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai
cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk
menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang
tidak larut dalam air (bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena
ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin untuk
diangkut dalam medium air.
Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati,
hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air
dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat(bilirubin terkonjugasi,
direk)(Sacher,2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut
tersebut masuk ke sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke
dalam usus, bilirubin diuraikan oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen.
Urobilinogen dapat diubah menjadi sterkobilin dan diekskresikan sebagai
feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur
enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati.
Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam
empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh
sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa
larut air bersama urin(Sacher, 2004).
Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan
muncul pada dewasa bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang
baru lahir akan muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dl (Cloherty et al,
2008).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin
yang melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau
disebabkan oleh kegagalan hati(karena rusak) untuk mengekskresikan
bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan
hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan
hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubintertimbun di dalam
darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu(sekitar 2-2,5mg/dl),
senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi
kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice(Murray et al,2009).
E. KOMPLIKASI
Terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan
bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus, gejala klinis pada permulaan
tidak jelas antara lain: bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-
putar, gerakan tidak menentu, kejang tonus otot meninggi, leher kaku dan
akhirnya opistotonus. Bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa
berupa paralysis serebral dengan atetosis, gangguan pendengaran,
paralysis sebagian otot mata dan dysplasia dentalis.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan bilirubin serum
a. Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl
antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari
10mg/dl tidak fisiologis.
b. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12
mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih
dari 14mg/dl tidak fisiologis.
2. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau
hepatoma
3. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan
ekstra hepatic
4. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang
sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra
hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis,
serosis hati, hepatoma.
5. Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto
dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada
penderita penyakit ini.
6. Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto
dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada
penderita penyakit ini
G. PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut:
a) Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital. Obat
ini kerjanya lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar
bilirubinnya rendah dan ikterus yang terjadi bukan disebabkan oleh
proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai lagi.
b) Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme bilirubin
(misalnya menambahkan glukosa pada hipoglikemi) atau
(menambahkan albumin untuk memperbaiki transportasi bilirubin).
Penambahan albumin bisa dilakukan tanpa hipoalbuminemia.
Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi
bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini menyebabkan kadar
bilirubin plasma meningkat, tetapi tidak berbahaya karena bilirubin
tersebut ada dalam ikatan dengan albumin. Albumin diberikan dengan
dosis tidak melebihi 1g/kgBB, sebelum maupun sesudah terapi tukar.
c) Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral
dini
d) Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang
tidak toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut
dalam air.
e) Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi
tukar(Mansjoer et al, 2007). Pada umunya, transfusi tukar dilakukan
dengan indikasi sebagai berikut:
1) Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek ≤20mg%
2) Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat yaitu 0,3-1mg%/jam
3) Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung
4) Bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat <14mg% dan uji Coombs
direct positif (Hassan et al, 2005).
5) Menghambat produksi bilirubin. Metalloprotoporfirin merupakan
kompetitor inhibitif terhadap heme oksigenase. Ini masih dalam
penelitian dan belum digunakan
6) secara rutin.
f) Menghambat hemolisis. Immunoglobulin dosis tinggi secara
intravena(500-1000mg/Kg IV>2) sampai 2 hingga 4 jam telah
digunakan untuk mengurangi level bilirubin pada janin dengan
penyakit hemolitik isoimun. Mekanismenya belum diketahui tetapi
secara teori immunoglobulin menempati sel Fc reseptor pada sel
retikuloendotel dengan demikian dapat mencegah lisisnya sel darah
merah yang dilapisi oleh antibody(Cloherty et al, 2008).
Terapi sinar pada ikterus bayi baru lahir yang di rawat di rumah sakit.
Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu diperhatikan sebagai
berikut :
1) Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas
mungkin dengan membuka pakaian bayi.
2) Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang
dapat memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata
dan sel reproduksi bayi.
3) Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap
jarak yang terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal.
4) Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh
bayi yang terkena cahaya dapat menyeluruh.
5) Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
6) Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
7) Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi
dengan hemolisis.
H. ANALISA DATA
No DATA ETIOLOGI MASALAH
1 DS
DO
Risiko defisit
volume cairan
2 DS
DO
Risiko hipertermi
3 DS
DO
Risiko gangguan
integritas kulit
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya
intake cairan serta peningkatan IWL dan defikasi sekunder fototherapi
2. Risiko hipertermi berhubungan dengan efek fototherapi
3. Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekresi bilirubin,
ekskresi fototherapi
J. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Risiko defisit volume cairan
berhubungan dengan tidak
adekuatnya intake cairan
serta peningkatan IWL dan
defikasi sekunder
Setelah diberikan tindakan
perawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi deficit
volume cairan dengan kriteria :
1. Jumlah intake dan
1. Kaji reflek hisap bayi
2. Beri minum per
oral/menyusui bila reflek
hisap adekuat
3. Catat jumlah intake dan
fototherapi output seimbang
2. Turgor kulit baik, tanda
vital dalam batas
normal
3. Penurunan BB tidak
lebih dari 10 % BB
output , frekuensi dan
konsistensi faeces
4. Pantau turgor kulit, tanda-
tanda vital ( suhu, HR ) setiap
4 jam
5. Timbang BB setiap hari
2 Risiko hipertermi
berhubungan dengan efek
fototherapi
Setelah diberikan tindakan
perawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi
hipertermi dengan kriteria suhu
aksilla stabil antara 36,5-37 0
1. Observasi suhu tubuh
( aksilla ) setiap 4 - 6 jam
2. Matikan lampu sementara
bila terjadi kenaikan suhu,
dan berikan kompres serta
ekstra minum.
3. Kolaborasi dengan dokter
bila suhu tetap tinggi
4. Memberi terapi lebih dini
atau mencari penyebab lain
dari hipertermi.
3 Risiko gangguan integritas
kulit berhubungan dengan
ekresi bilirubin, ekskresi
fototherapi
Setelah diberikan tindakan
perawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi
gangguan integritas kulit
dengan kriteria:
1. Tidak terjadi decubitus
2. Kulit bersih dan lembab
1. Kaji warna kulit tiap 8 jam
2. Ubah posisi setiap 2 jam
3. Masase daerah yang
menonjol
4. Jaga kebersihan kulit bayi
dan berikan baby oil atau
lotion pelembab
5. Kolaborasi untuk
pemeriksaan kadar bilirubin,
bila kadar bilirubin turun
menjadi 7,5 mg% fototerafi
dihentikan