LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S...

215
LIVING HADIS: STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH SALAT DAN PUASA BAGI ORANG MENINGGAL DI INDRAMAYU Tesis Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Agama (M.Ag) Oleh Nurkholis Sofwan NIM: 21150340100014 PROGRAM MAGISTER TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2018 M

Transcript of LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S...

Page 1: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

LIVING HADIS: STUDI ATAS FENOMENA TRADISI

FIDYAH SALAT DAN PUASA BAGI ORANG

MENINGGAL DI INDRAMAYU

Tesis

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Magister Agama (M.Ag)

Oleh

Nurkholis Sofwan

NIM: 21150340100014

PROGRAM MAGISTER TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/2018 M

Page 2: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

LIVING HADIS: STUDI ATAS FENOMENA TRADISI

FIDYAH SALAT DAN PUASA BAGI ORANG

MENINGGAL DI INDRAMAYU

Tesis

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Magister Agama (M.Ag)

Oleh

Nurkholis Sofwan

NIM: 21150340100014

Pembimbing II

Dr. Atiyatul Ulya, M.Ag

NIP. 19700112 199603 2 001

PROGRAM MAGISTER TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/2018 M

Page 3: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas
Page 4: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas
Page 5: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas
Page 6: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

i

ABSTRAK

Nurkholis Sofwan

Living Hadis: Studi Atas Fenomena Tradisi Fidyah Salat dan Puasa Bagi

Orang Meninggal di Indramayu.

Kata Kunci: Living Hadis, Tradisi Fidyah Salat dan Puasa, Indramayu.

Penelitian ini untuk mendeskripsikan fenomena tradisi fidyah salat dan

puasa bagi orang meninggal di Indramayu sebagai fenomena living hadis. Secara

umum, fidyah salat yang dilakukan masyarakat masih menimbulkan kontroversi

yang cukup sengit, baik dari segi pemahaman maupun praktiknya. Berbeda

dengan fidyah puasa yang disepakati oleh seluruh masyarakat Muslim. Meski

demikian, masyarakat Indramayu tetap melaksanakan tradisi fidyah yang mereka

anggap sesuai dengan petunjuk hadis dan pendapat para ulama fiqh dalam ‘kitab-

kitab kuning’. Oleh karena itu, penelitian ini sangat penting dan menarik untuk

diteliti lebih dalam. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui pendapat ulama

tentang fidyah salat dan puasa bagi orang meninggal, 2) mengetahui sejarah

terbentuknya tradisi fidyah di Indramayu, 3) mengetahui pemahaman dan beragam

praktik tradisi fidyah yang dilakukan masyarakat Indramayu sebagai pemaknaan

terhadap hadis fidyah salat dan puasa.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah kualitatif-deskriptif.

Adapun pendekatan dalam penelitian ini yaitu pendekatan fenomenologi,

etnografi dan studi kasus. Pendekatan fenomenologi dilakukan dengan meneliti

fakta religius yang bersifat subjektif dari masyarakat Indramayu tentang

pelaksanaan tradisi fidyah. Sementara pendekatan etnografi dilakukan untuk

mendeskripsikan keadaan masyarakat Indramayu yang dilihat dari beberapa

aspek, terutama aspek sosial dan agama. Adapun pendekatan studi kasus dalam

penelitian ini dilakukan dengan mengungkap pola-pola tradisi fidyah salat dan

puasa di Indramayu. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan

wawancara mendalam (deep interview) kepada masyarakat Indramayu sebagai

sumber primer penelitian dan menganalisa buku-buku yang mendukung tema

penelitian sebagai sumber data sekunder. Penelitian ini dilakukan di Desa Tenajar

Lor (Kec. Kertasemaya), Desa Sliyeg Lor (Kec. Sliyeg), dan Desa Segeran Kidul

(Kec.Juntinyuat), Kabupaten Indramayu.

Dari penelitian tersebut, disimpulkan bahwa sebagian ulama tidak sepakat

terhadap fidyah salat dan puasa bagi orang meninggal, dan sebagian yang lain

menyepakatinya. Tradisi fidyah yang dilakukan masyarakat Indramayu telah ada

sejak awal tahun 1900-an. Doktrin fidyah salat dan puasa berawal dari studi

masyarakat Indramayu di berbagai pesantren di Pulau Jawa, kemudian

ditransmisikan kepada masyarakat luas melalui pengajian-pengajian di pesantren,

masjid dan musala hingga menjadi tradisi yang kokoh. Masyarakat Indramayu

memaknai hadis fidyah salat dan puasa sebagai iḥtiyaṭ (kehati-hatian) terhadap

kekurangan atau utang salat dan puasa si mayyit. Dalam hal ini ada tiga (3) model

tradisi fidyah yang dilakukan masyarakat Indramayu: 1) fidyah dengan cara

membolak-balikkan beras atau uang (tradisi Geong) pada hari tertentu, 2) fidyah

dibagikan langsung kepada fakir miskin sebelum jenazah disalatkan, dan 3) beras

fidyah dibagikan pada saat tahlilan. Pada umumnya, masyarakat Indramayu

melakukan tradisi fidyah pada hari ketujuh kematian seseorang.

Page 7: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

ii

ABSTRACT

Nurkholis Sofwan

Living Hadith: Studies On the Phenomena of Fidyah Prayer and Fasting

Tradition For People Died in Indramayu.

Keywords: Living Hadith, Tradition of fidyah Prayer and Fasting, Indramayu.

This research to describe the phenomenon of fidyah prayer and fasting

tradition for people died in Indramayu as a phenomenon of living hadith.

Generally, fidyah prayer which is performed by the society still raises a quite

cruel controversy, both in terms of understanding and practice. It is different from

the fidyah fasting which has been agreed upon the whole muslim society.

However, people still carry the tradition Indramayu fidyah as they see fit with

hints hadith and the opinion of the fiqh scholars in ‘kitab-kitab kuning’.

Therefore, this research is very important and interesting to be studied more

deeply. This research aims to: 1) know the opinion of ulama about fidyah prayer

and fasting for the dead, 2) understand the formation history of fidyah tradition in

Indramayu, 3) to know the understanding and the various practices of fidyah

tradition performed by Indramayu community as the meaning of the hadith fidyah

prayer and fasting.

The method used in this research is qualitative descriptive. The approach

in this research are phenomenology, ethnography and case studies.

Phenomenological approach is done by examining the religious fact that the

subjective nature of Indramayu on the implementation of fidyah tradition. While

the ethnographic approach for describing the state of Indramayu community seen

from several aspects, especially social and religious aspects. The case study

approach in this study performed by revealing patterns of fidyah prayer and

fasting tradition in Indramayu. The data collection is done by observation and in-

depth interviews to the Indramayu community as the primary source research and

analyze books that support the theme of the research as a secondary data source.

From the research, it is concluded that some scholars disagree on fidyah

prayer and fasting for the dead, and some others agree on it. The fidyah tradition

was performed that tradition carried fidyah Indramayu community has existed

since the early 1900s. The doctrine of fidyah prayer and fasting originated from

Indramayu community study in various pesantren, then transmitted to the public

through in study at mosques and musala to become a solid tradition. Indramayu

community interpret the fidyah prayer and fasting tradition as iḥtiyaṭ (prudence)

to the deficiencies or the debt mayyit prayer and fasting. In this case there are

three (3) models fidyah tradition in Indramayu, i.e. : 1) fidyah in a way of rotating

back and forth the rice or money (Geong tradition) on the certain days, 2) the

fidyah which is given to needy people (fakir miskin) before a corpse is prayed,

and 3) and the fidyah post-tahlilan. Generally, fidyah tradition performed by

Indramayu community on the seventh day of the death of a person.

Page 8: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

iii

الملخص

نورخالص صفوان .إندرامايو في تيللم والصيام الصالة فدية ليداظاهرة تق على دراسةال :الحديث ةي يح

.إندرامايو ،الصيامو الصالة فدية ليداتق ،احلديثةي يح :البحث كلمات

من كظاىرة إندرامايو يفتيللمالصياموفديةالصالة ليداتقظاىرةالبحثىذاصفو من سواء جدا، اعنيف جدال يزال الصالةال فديةاجملتمعيقيمأداء كان عام، بشكل .احلديثةي حي

ذلك، ومع .كلو االسالمي اجملتمع من عليها املتفق مياالص فديةمن خبالفو .تطبيقوال الفهم حيثو احلديث تلميحات مع مناسبا تراه الذياليتيروهنافديةال ليداتقب القيامإندرامايو تمعجميزال ال

بشكل لدراستها لالىتمام ومثنة جدا مهم البحث ىذا لذلك، ".الكتبالدينية"يف ءاالفقهرأي (۲ للموتى, والصيامفديةالصالةعنالعلماءأراءمعرفة (۱ : إىل البحثىذا هدفيو .أعمقالفديةليداتقمنخمتلفةوممارساتفهمملعرفة(۳ ،إندرامايو يف الفدية ليداتق طبيقت تاريخ فهم.للموتىوالصيامالصالةفديةعنمسألةاحلديثمعىنيفهمونكماإندرامايوجمتمعقامهبااليت

الظواىر، البحث ىذا يف النهج .النوعية الوصفي البحث ىذا يف املستخدمة الطرق للمجتمع الشخصية طبيعة أن الديين الواقع دراسة خالل من الظواىر .احلالة ودراسات واالثنوغرافيا

ينظر إندرامايو جمتمع حالة لوصف اإلثنوغرافية هنج أن حن يف .الفدية ليداتق تنفيذ على إندرامايو اليت الدراسة ىذه يف احلالة دراسة هنج .والدينية االجتماعية اجلوانب وخاصة جوانب، عدة من إليها

مجع ويتم .إندرامايو يف الفدية ليداتق والصيام الصالة من أمناط عن الكشف خالل من أجريت الرئيسي املصدر باعتبارىا إندرامايو اجملتمع إىل املتعمقة واملقابالت املالحظة طريق عن البياناتقريةيفالبحثأجري.ثانوي بيانات كمصدر الدراسة موضوع تدعم اليت الكتب وحتليل البحوثمنطقة)كيدولسيغنانوقرية،(سليغمنطقة)لورسليغقرية،(كرتاسيمايامنطقة)لورتيناجار

.إندرامايومنرجينسي،(جونتينيوات

والبعض،يتللمالصياموصالةالفديةعلىخيتلفونالعلماءبعضأناستنتجالبحث،من .0011sأوائلمنذموجودةكانتإندرامايوجمتمعأجراىااليتالفديةتقاليد.عليويتفقاآلخر

إىل تنتقل مث ،عهدامل خمتلف يف إندرامايو جمتمع دراسة من نشأتالصيامو الصالةفدية عقيدةالونيفهم إندرامايو تمعاجمل .الصلبة ليداتق لتصبح املصلىو املساجد يف الدراسة يف خالل من اجلمهور

Page 9: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

iv

يف .امليتوصومالصالةدينأوعدم(ضداحلكمة (إحتيطكما الصياموالصالةفديةاحلديث أو األرزمقلوب الفدية(۱ : إندرامايوجمتمع جعل الفدية ليداتق مناذج)۳ (ثالثة ىناك احلالة ىذه

توزيعبديةفال(۳ و ،أنتصلىامليتقبلالفقراءإىلاألرزبتوزيعالفدية(۲ ،(Geong) فلوسالوفاةمن السابع يوم يفالفديةتقاليدإندرامايوجمتمعأجري عام، بشكل.هتليلوقتيفاألرز

.الشخص

Page 10: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

v

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah

memberikan hidayah, rahmat dan ilmu-Nya kepada penulis, serta berkat-Nya lah

penulisan Tesis ini dapat terselesaikan dengan baik. Salawat dan salam semoga

senantiasa terlimpahcurahkan kepada Nabi Muhammad Saw, yang telah membina

umat manusia menuju jalan yang diriḍai Allah Swt, dan semoga kita menjadi

salah satu umat yang mendapatkan syafaatnya di akhirat kelak. Amiin

Dalam menyelesaikan Tesis yang berjudul “LIVING HADIS: STUDI

ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH SALAT DAN PUASA BAGI ORANG

MENINGGAL DI INDRAMAYU” ini tentunya banyak melibatkan berbagai

pihak, maka dari itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Prof. Dr. Masri Mansoer, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin,

sekaligus Pembimbing Tesis I penulis, beserta Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok,

M.Si, Dr. Bustamin, M.Si, dan Dr. M.Suryadinata, M.Ag., selaku para

Wakil Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Atiyatul Ulya, M.Ag, selaku Ketua Program Magister Tafsir Hadis

Fakultas Ushuluddin, sekaligus Pembimbing Tesis II penulis, dan Maulana,

MA, selaku Sekretaris Program Magister Tafsir Hadis UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. Fuad Thohari, MA dan Dr. Ahmad Fudhaili, MA, selaku dosen penguji

yang telah memberi ilmu, kritik dan saran kepada penulis untuk

kesempurnaan penulisan tesis ini.

5. Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS, yang telah memberikan dukungan,

nasehat, dan motivasi kepada penulis selama menempuh studi S2 di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Segenap dosen civitas akademika Program Magister Fakultas Ushuluddin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya Program Magister Tafsir Hadis

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas ilmu dan motivasi yang

telah diberikan selama penulis menempuh studi di kampus kebanggaan ini.

7. Kedua orang tua penulis (Sofwan dan Umi Kulsum), atas didikan,

bimbingan, motivasi, dukungan, semangat dan do’a restunya kepada penulis

selama ini. Semoga Allah Swt senantiasa memberikan rahmat, kesehatan

dan keselamatan kepada keduanya di dunia dan akhirat. Amiin. Selanjutnya

kepada istri tercinta penulis (Khaerun Nisa) atas bantuan, dukungan, dan

do’anya untuk penulis.

8. Masyarakat Desa Tenajar Lor (Kec.Kertasemaya), Desa Sliyeg Lor

(Kec.Sliyeg), Desa Segeran Kidul (Kec.Juntinyuat), baik ulama desa, tokoh

masyarakat, maupun masyarakat umum, khususnya para informan yang

Page 11: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

vi

telah membatu memberikan data dan informasinya kepada penulis selama

penelitian.

9. Kawan-kawan Program Magister Tafsir Hadis angkatan 2015, atas

perjuangan dan semangatnya selama di kampus tercinta ini.

Penulis mengharapkan ridha Allah Swt, semoga pihak-pihak yang telah

membantu dalam penyelesaian Tesis ini dinilai sebagai amal ibadah yang terus

mengalir sepanjang hayat. Akhir kata, semoga tulisan ini bermanfaat bagi para

pembaca sekalian, dan manjadi bahan evaluasi bagi penulis pada penelitian

selanjutnya. Selamat membaca!

Ciputat, 17 Desember 2017

Nurkholis Sofwan

Page 12: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

vii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................... v

DAFTAR ISI ................................................................................................... vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ............. 11

C. Tujuan Penelitian ................................................................. 13

D. Manfaat Penelitian ............................................................... 13

E. Tinjauan Pustaka ................................................................. 14

F. Metodologi Penelitian ......................................................... 17

G. Sistematika Penulisan .......................................................... 23

BAB II DISKURSUS FIDYAH SALAT DAN PUASA DALAM

KAJIAN HADIS

A. Fidyah Salat: Doktrin Kontroversial dalam Islam ............... 26

1. Definisi Fidyah Salat .................................................... 29

2. Hadis Fidyah Salat ....................................................... 34

a. Teks Hadis Fidyah Salat ......................................... 34

b. Makna Hadis Fidyah Salat ..................................... 39

c. Sunnah: Tradisi Fidyah Salat di Kalangan Ulama . 42

3. Ruang Lingkup Fidyah Salat ........................................ 44

a. Fidyah Salat Bagi Orang Meninggal ...................... 44

b. Fidyah Salat Bagi Orang Miskin? .......................... 46

B. Fidyah Puasa ....................................................................... 48

1. Definisi Fidyah Puasa .................................................. 49

2. Hadis Fidyah Puasa ...................................................... 51

a. Teks Hadis Fidyah Puasa ....................................... 51

b. Makna Hadis Fidyah Puasa .................................... 55

Page 13: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

viii

3. Ruang Lingkup Fidyah Puasa ...................................... 58

a. Fidyah Puasa Bagi Orang yang Lanjut Usia .......... 58

b. Fidyah Bagi Orang Hamil dan Menyusui .............. 60

c. Utang Puasa Orang yang Meninggal: Qaḍā’ atau

Fidyah? ................................................................... 62

BAB III SEJARAH DAN KONTROVERSI TRADISI FIDYAH

DI INDRAMAYU

A. Penyebaran Islam di Indramayu: Potret Sejarah Singkat .... 68

B. Mengenal Religiusitas dan Pendidikan Islam di Indramayu 73

a. Pesantren: Sumber Religiusitas Masyarakat Muslim

Indramayu ...................................................................... 74

b. Pendidikan Islam dan Tuntutan Modernitas .................. 77

C. Kontinuitas Tradisi Keagamaan di Indramayu .................... 81

D. Tradisi Fidyah di Indramayu: Sebuah Tinjauan Historis .... 89

1. Latar Belakang Munculnya Tradisi Fidyah .................. 90

2. Kyai dan Pesantren: Proses Transmisi Tradisi Fidyah . 93

E. Kontroversi Tradisi Fidyah di Indramayu ........................... 98

BAB IV TRADISI FIDYAH DAN IMPLIKASINYA DALAM

KEHIDUPAN MASYARAKAT INDRAMAYU

A. Living Hadis: Aktualisasi Tradisi Fidyah di Indramayu ..... 104

1. Pemahaman Masyarakat Atas Hadis Fidyah Salat

dan Puasa ....................................................................... 106

2. Model-Model Tradisi Fidyah di Indramayu .................. 111

a. Tradisi Geong .......................................................... 111

b. Fidyah Pra-Salat Jenazah ........................................ 117

c. Fidyah Pasca-Tahlilan ............................................. 121

B. Respons Masyarakat Atas Tradisi Fidyah di Indramayu .... 126

1. Respons Masyarakat yang Melaksanakan Tradisi

Fidyah ........................................................................... 126

2. Respons Masyarakat yang Tidak Melaksanakan Tradisi

Fidyah ........................................................................... 130

Page 14: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

ix

C. Implikasi Tradisi Fidyah di Indramayu ............................... 134

D. Argumentasi Pelestarian Tradisi Fidyah di Indramayu ....... 139

E. Kritik terhadap Tradisi Fidyah di Indramayu ...................... 146

1. Terjadi Perbedaan dalam Mekanisme Penghitungan

Fidyah ........................................................................... 146

2. Ketidaktepatan pada Orang yang Menerima Fidyah ..... 149

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................... 153

B. Rekomendasi ....................................................................... 154

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 157

LAMPIRAN-LAMPIRAN .......................................................................

IDENTITAS PENULIS ............................................................................

Page 15: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

x

PEDOMAN TRANSLITERASI HURUF ARAB-LATIN

Tesis ini menggunakan Pedoman Transliterasi Arab-Latin sebagai berikut:

A. Padanan Aksara

No. Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan ا 1

b be ب 2

t te ت 3

ts te dengan es ث 4

j je ج 5

ḥ ha dengan titik di bawah ح 6

kh ka dengan ha خ 7

d de د 8

dz de dengan zet ذ 9

r er ر 10

z zet ز 11

s es س 12

sy es dengan ye ش 13

ṣ es dengan titik di bawah ص 14

ḍ de dengan titik di bawah ض 15

ṭ te dengan titik di bawah ط 16

zh zet dengan ha ظ 17

‘ ع 18koma terbalik di atas hadap

kanan

gh ge dengan ha غ 19

f ef ؼ 20

q ki ؽ 21

k ka ؾ 22

Page 16: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

xi

l el ؿ 23

m em ـ 24

n en ف 25

w we ك 26

h ha ق 27

apostrof ’ ء 28

y ye ي 29

B. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal

tunggal (monoftong) dan vokal rangkap (diftong). Adapun ketentuan vokal

panjang (madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan

huruf.

1. Vokal Tunggal (Monoftong)

No. Vokal Arab Vokal Latin Keterangan

1 ______ a fatḥah

2 ______ i kasrah

3 ______ u ḍammah

2. Vokal Rangkap (Diftong)

No. Vokal Arab Vokal Latin Keterangan

ي_ _ 1 ai a dengan i

ك_ _ 2 au a dengan u

3. Vokal Panjang (Madd)

No. Vokal Arab Vokal Latin Keterangan

ā a dengan garis di atas اػ 1

ī i dengan garis di atas يػ 2

ū u dengan garis di atas كـ 3

Page 17: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

xii

C. Kata Sandang

Kata sandang yang dalam aksara Arab dilambangkan dengan اؿ

ditransliterasikan menjadi -al- baik diikuti oleh huruf syamsiyyah, maupun huruf

qamariyyah. Misalnya الفيل (al-fīl) dan الشمس (al-syams bukan asy-syams), al-

rijāl bukan ar-rijāl, al-ḍiwān bukan aḍ-ḍiwān.

D. Syaddah (Tasydīd)

Syaddah atau tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab yang dilambangkan

dengan sebuah tanda ( ___ (, dalam transliterasi ini dilambangkan dengan huruf,

yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal

ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata

sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata الضركرة tidak

ditulis aḍ-ḍarūrah, melainkan al-ḍarūrah, demikian seterusnya.

E. Ta Marbūṭah

Berkaitan dengan transliterasi ini, jika huruf ta marbūṭah terdapat pada kata

yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut ditransliterasikan menjadi huruf - h -

(lihat contoh no.1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbūṭah

tersebut diikuti oleh kata sifat (naʻt) (lihat contoh no.2). Namun, jika huruf ta

marbūṭah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut ditransliterasikan

menjadi huruf - t – (lihat contoh no.3).

Contoh:

No. Kata Arab Transliterasi

ṭarīqah طريقة 1

al-jāmiʻah al-Islāmiyyah اجلامعة اإلسالمية 2

waḥdat al-wujūd كحدة الوجود 3

Page 18: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

xiii

F. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital dikenal, dalam

transliterasi ini huruf kapital ini juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang

berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain

untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama

diri dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata

sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri

tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abū Ḥamid al-Gazālī,

bukan Abū Ḥamid Al-Gazālī, al-Kindi bukan Al-Kindi.

Namun berdasarkan buku panduan Akademik UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta Tahun 2010/2011 bahwa untuk nama-nama tokoh yang berasal dari dunia

Nusantara sendiri tidak ditransliterasikan, meskipun akar katanya berasal dari

bahasa Arab. Contoh: Abdussamad al-Palimabani, tidak ʻAbd al-Ṣamad al-

Palimbanī; Nuruddin al-Raniri, tidak Nūr al-Dīn al-Rānīrī.

Page 19: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam tatanan sosial agama, masyarakat muslim menginginkan kehidupan

beragama yang ideal dengan mengikuti sunnah-sunnah Nabi Saw.1 Meskipun

Nabi Saw telah wafat, sunnah Nabi Saw tetap merupakan sesuatu yang ideal, yang

diikuti generasi muslim setelahnya dengan menyesuaikan kebutuhan-kebutuhan

mereka yang dinamis. Penafsiran yang kontinu dan progresif ini, menurut M.

Alfatih Suryadilaga, disebut sebagai living sunnah atau “sunnah yang hidup,”

sebagaimana yang terjadi di daerah Madinah (Hijaz), Kuffah (Iraq), dan Mesir.2

Definisi ini mengacu pada pengertian living sunnah dalam pandangan Fazlur

Rahman, yaitu tradisi Nabi Saw yang diaktualisasi, dimodifikasi dan dielaborasi

generasi setelahnya sampai pada masa pra-kodifikasi dengan berbagai interpretasi

untuk dipraktikkan pada komunitas masyarakat tertentu.3

Tradisi yang berkembang pada masa Nabi Saw (sunnah) berasal dari kata

sanna, yang berarti menciptakan sesuatu dan mewujudkannya menjadi suatu

1 Dalam memaknai sunnah dan hadis, Ṣubḥi Ṣāliḥ mengemukakan perbedaan pendapat

antara ulama Mutaqaddimīn dan ulama Muta’akhkhirīn. Menurut ulama Mutaqaddimīn, hadis

ialah segala perkataan, perbuatan atau ketetapan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw

pasca kenabian, sementara sunnah adalah segala sesuatu yang diambil dari Nabi Saw tanpa

membatasi waktu. Sedangkan ulama Muta’akhkhirīn berpendapat bahwa hadis dan sunnah

memiliki pengertian yang sama, yaitu segala ucapan, perbuatan atau ketetapan Nabi Saw. Lihat:

Ṣubḥi Ṣāliḥ, Ulūm al-Ḥadīts wa Musṭalaḥuhu (Bairūt: Dār al-„Ilm li al-Malāyīn, 1988), h. 3-5.

Lihat Pula: Suryadi, “Dari Living Sunnah ke Living Hadis”, dalam Metodologi Penelitian Living

Qur’an dan Hadis (Yogyakarta: Teras, 2007), h. 89. Namun menurut Imam al-Nawāwī, hadis

dalam makna yang luas tidak hanya mencakup perkataan, perbuatan, dan ketetapan yang di-

marfuʻ-kan kepada Nabi Saw, melainkan juga disandarkan kepada sahabat (hadis mawqūf) dan

tabi‟in (hadis maqṭuʻ). Lihat: Abū Zakariyyā Yaḥyā bin Syarf al-Nawāwī, Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim,

(Bairūt: Dār al-Fikr, T.Th.), Juz 1, h. 29-30 2 M. Alfatih Suryadilaga, dkk, Metodologi Penelitian Hadis (Yogyakarta: Pokja

Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2006), h. 193, Lihat Pula: M. Khoiril Anwar, “Living Hadis”

dalam Jurnal Farabi Volume 12, Nomor 1 (Juni 2015), h. 73 3

Fazlur Rahman, Islamic Methodology in History (Delhi: Adam Publisher & Distributors,

1994), h. 32

Page 20: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

2

model. Kata ini, menurut Aḥmad al-Naʻīm, dapat diterapkan untuk

memperagakan suatu tingkah laku. Adapun tingkah laku yang dijadikan model

atau contoh ini dapat diambil dengan cara meniru praktik nenek moyang suatu

suku atau komunitas tertentu.4 Sedangkan Ignaz Goldziher memaknai sunnah

sebagai tradisi dan kebiasaan yang ada di masyarakat, baik setelah Islam datang

maupun sebelumnya, diikuti secara terus menerus dan dianggap sebagai

peninggalan berharga yang mesti diikuti.5 Berbeda dengan Ignaz, Alfatih

berpendapat bahwa sunnah sebenarnya relatif identik dengan ijma’ (sesuatu yang

disepakati bersama) kaum muslimin, dan di dalamnya termasuk pula ijtihad para

ulama generasi awal yang ahli dan tokoh-tokoh politik di dalam aktivitasnya. Oleh

karena itu, “tradisi yang hidup” menurut Alfatih ialah sunnah Nabi Saw yang

secara bebas ditafsirkan oleh para ulama, penguasa dan hakim sesuai dengan

situasi yang mereka hadapi.6

Seiring perkembangan zaman, living sunnah kemudian berkembang menjadi

living hadis.7 Hal ini dapat dilihat dari adanya penelitian-penelitian sarjana Barat,

seperti Barbara D. Metcalf yang meneliti living hadis di dalam komunitas Jamaah

4 „Abd Allah Aḥmad al-Naʻīm, Dekonstruksi Syariah, Penerjemah: Ahmad Suaedy dan

Amirudin al-Rany (Yogyakarta: LKis, 2004), h. 35 5 Ignaz Goldziher, Muslim Studies, Penerjemah: S.M. Stern & C.R. Barber (London:

George Allen & Unwin, 1971), h. 17-26 6 M. Alfatih Suryadilaga, dkk, Metodologi Penelitian Hadis, h. 193, dan M. Alfatih

Suryadilaga, Aplikasi Penelitian Hadis: Dari Teks ke Konteks (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 178.

Lihat pula: M. Khoiril Anwar, “Living Hadis”, h. 73-74, Dalam konteks Indonesia, penulis lebih

cenderung kepada pendapat Alfatih, karena mayoritas penududuk muslim di Indonesia memahami

dan mengikuti tradisi keislaman melalui kitab-kitab fiqh klasik yang berisi ijmaʻ dan ijtihad para

ulama generasi awal. 7 Alfatih mengartikan living hadis sebagai gejala yang nampak di tengah masyarakat

berupa pola-pola perilaku yang bersumber dari hadis Nabi Saw atau respons masyarakat sebagai

pemaknaan terhadap hadis Nabi Saw. Lihat: M. Alfatih Suryadilaga, Implementasi Pendekatan

Integrasi-Interkoneksi dalam Kajian Living Hadis, dalam Islamic Studies; Paradigma Integrasi-

interkoneksi (Sebuah Antologi) (Yogyakarta: UIN Suka Press, 2007), h. 170; Lihat pula: Suryadi

dan Muhammad Alfatih Suryadilaga, Metodologi Penelitian Hadis (Yogyakarta: TH-Press dan

Teras, 2009), h. 192-193

Page 21: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

3

Tabligh di wilayah Asia.8 Di Indonesia sendiri, kajian living hadis mulai

digandrungi para pengkaji setelah diadakan sebuah seminar di UIN Sunan

Kalijaga oleh FKMTHI (Forum Komunikasi Mahasiswa Tafsir-Hadis se-

Indonesia) dengan mengambil tema “Living Qur’an: Al-Qur‟an Sebagai

Fenomena Sosial-Budaya” pada 13-15 Maret 2005.9

Indonesia yang mayoritas berpenduduk muslim terbesar di dunia, banyak

ditemukan fenomena living hadis di berbagai wilayah dengan beragam tradisi

yang berlandaskan hadis-hadis Nabi Saw, di antaranya, „tradisi fidyah salat dan

puasa.‟ Tradisi tersebut hanya dilakukan masyarakat muslim Indonesia di

beberapa wilayah tertentu. Hal ini disebabkan karena muncul perdebatan di

kalangan para ulama setempat mengenai legitimasi fidyah salat dan puasa.10

Menurut Imam al-Syibrāmalisī (w.1676 M./1087 H.) sebagaimana dikutip

oleh Imam „Alī Nawawī al-Jāwī al-Bantanī dalam kitab Nihāyah al-Zaīn: fī Irsyād

al-Mubtadi’īn, bahwa seseorang yang meninggal dunia yang tidak melakukan

salat atau iʻtikaf, maka tidak diwajibkan untuk melakukan hal-hal serupa (salat

dan i‟tikaf) oleh walinya, dan tidak ada hukum untuk membayar fidyah baginya.

Dalam hal ini, al-Syibrāmalisī menyatakan bahwa membayar fidyah untuk

melunasi utang salat orang yang telah meninggal tidak memiliki dalil (landasan)

yang jelas. Al-Syibrāmalisī hanya menganggap fidyah yang terjadi di masyarakat

8 Barbara D. Metcalf, “Living Hadith in the Tablīghī Jama‟āt,” dalam The Journal of

Asian Studies, Vol. 52, No. 3 (Agustus, 1993), h. 584-608 9 M. Khoiril Anwar, “Living Hadis” h. 73, Lihat pula: Suryadi dan Muhammad Alfatih

Suryadilaga, Metodologi Penelitian Hadis, h. 192-193 10

Perdebatan ulama tersebut berorientasi pada sah atau tidaknya fidyah salat dan puasa.

Sebagian ulama menganggap bahwa salat tidak dapat digantikan dengan apapun, sedangkan

sebagian ulama yang lain menyebutkan bahwa salat hanya dapat digantikan dengan salat pula

(qaḍā’) atau dengan membayar fidyah layaknya puasa ramadhan. Perdebatan tersebut banyak

dijumpai dalam kitab-kitab fiqh di bab fidyah puasa. Salah satunya adalah kitab yang ditulis oleh

Imam Nawawī al-Bantanī yang berjudul Nihāyah al-Zaīn: fī Irsyād al-Mubtadi’īn.

Page 22: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

4

sebagai sunnah.11

Berbeda dengan al-Syibrāmalisī, sebagian ulama klasik seperti

Ibn Abī „Iṣrūn (w.1189 M./585 H.), Ibn Daqīq al-„Aīd (w.1286 M./685 H.) dan

Imam al-Subkī (w.1623 M./1032 H.), mereka berpendapat bahwa wali

berkewajiban untuk mengganti salat kerabatnya yang meninggal dunia. Imam al-

Subkī sendiri telah mempraktikan dengan meng-qaḍā’ salat untuk kerabatnya.12

Imam Nawawī al-Bantanī juga mengkomparasikan pendapat di atas dengan

pendapat Ibn Burhān (w.1124 M./518 H.) yang sejalan dengan qaul qadim Imam

al-Syāfiʻī, bahwa wali ditetapkan agar mengganti salat kerabatnya yang telah

meninggal dengan membayar fidyah sebanyak satu mud13

setiap hari dari salat

yang ditinggalkan, seperti halnya puasa ramadhan.14

Wali dapat menghitung

jumlah salat yang ditinggalkan seseorang dari sejak ia sakit hingga meninggal

dunia. Namun menurut al-Sayyid „Alwī dalam kitabnya, Tarsyīḥ al-Mustafīdīn,

kadar utang salat seseorang dapat dihitung seumur hidup apabila si mayyit

berwasiat. Adapun cara yang digunakan untuk meringankan fidyah yang

dibayarkan, al-Sayyid „Alwī menggunakan metode bolak balik dengan hitungan

11

Maksud sunnah di sini yaitu tradisi masyarakat yang dilakukan secara terus menerus

dan berkesinambungan. Sebagaimana dinyatakan oleh Aḥmad al-Naʻīm, bahwa asal kata sanna

(sunnah) dapat diterapkan untuk memperagakan suatu tingkah laku yang diambil dengan cara

meniru praktik nenek moyang suatu suku atau komunitas tertentu. Lihat: „Abd Allah Aḥmad al-

Naʻīm, Dekonstruksi Syariah, h. 35 12

Ibn „Abd al-Muʻṭā Muḥammad bin „Umar bin „Alī Nawawī al-Jāwī al-Bantanī al-

Tāwidī, Nihāyah al-Zaīn: fī Irsyād al-Mubtadi’īn (T.Tp: Syarikah al-Nūr Asiā, T.Th), h. 192-193 13

Menurut Muḥammad ibn Abī al-Fatḥ al-Ba‟lī, sebagaimana dikutip oleh Fuad Thohari,

bahwa mud merupakan jenis takaran, yang menurut ulama Ḥijāz sebanyak 1,3 ritl. Sementara

menurut ulama Iraq, satu mud sama dengan dua ritl. Menurut al-Jawharī, satu mud sama dengan ¼

ṣa’. Lihat: Muḥammad ibn Abī al-Fatḥ al-Ba‟lī, al-Maṭli’ ‘ala Abwāb al-Fiqh, (Bairūt: al-Maktab

al-Islāmī, 1981), h. 8. Sedangkan menurut ulama fiqh, seperti Imām Abū Ḥanīfah, Imām Mālik,

dan Imām Aḥmad bin Ḥanbal, satu mud setara dengan 9,22 cm3 atau 0.766 liter. Jika ditimbang,

satu mud gandum (ḥinṭah), menurut Imām al-Nawāwī al-Dimasyqī beratnya 456,54 gram, dan satu

mud beras putih itu beratnya 679,79 gram. Lihat: Fuad Thohari, “Mengungkap Istilah-istilah

Khusus dalam Tiga Rumpun Kitab Fikih Syāfi„iyyah,” dalam Jurnal Ahkam: Vol. XIII, No. 1,

(Januari 2013), h. 128 14

Abī Bakr Ibn al-Sayyid Muḥammad Syaṭā al-Dimyāṭī, Iʻānah al-Ṭālibīn (Bairūt: Dār

al-Fikr, T.Th), h. 24

Page 23: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

5

setengah Ṣa’15

dari setiap salat yang ditinggalkan. Hitungan seumur hidup ini

dikurangi masa baligh, yaitu bagi laki-laki paling sedikit 12 tahun, sementara bagi

perempuan paling sedikit sembilan tahun.16

Pendapat tentang adanya fidyah salat tersebut didukung oleh sebagian besar

Aṣḥāb al-Syāfi’ī (ulama mazhab Imam al-Syāfi‟ī), yang menyatakan bahwa wali

diperintahkan untuk memberikan makanan satu mud setiap hari dari salat yang

ditinggalkan oleh kerabatnya yang meninggal dunia. Hal ini juga tidak berbeda

dengan al-Ḥanafiyyah, hanya saja mereka menambahkan bahwa jika fidyah salat

dibayarkan ketika seseorang masih dalam keadaan sakit, maka fidyahnya tidak

sah.17

Legitimasi adanya fidyah salat tersebut di-qiyas-kan dengan fidyah puasa

sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah [2]: 184 berikut:

“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka Barangsiapa diantara

kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka

(wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-

hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika

mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang

miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan,

15

Fuad Thohari menyatakan bahwa menurut Imām Abū Ḥanīfah, Imām Mālik, dan Imām

Aḥmad ibn Ḥanbal, satu ṣa’ setara dengan 14,65 cm3 atau sama dengan 3,45 liter. Satu ṣa’

gandum (ḥinṭah) menurut Imām al-Nawāwī al-Dimasyqī sama dengan 1862,18 gram dan satu ṣa’

beras putih sama dengan 2.719,19 gram. Dengan demikian, zakat fitrah berupa makanan pokok

beras putih bila diukur dengan ṣa’, beratnya 2.719,19 gram. Hanya saja, Majelis Ulama Indonesia

(MUI) punya ukuran sendiri tentang satu ṣa’ ini. Satu ṣa’ sama dengan empat mud. Satu mud

setara dengan 576 gram. Dengan demikian, satu ṣa’ beras yang dikeluarkan dalam zakat fitrah,

beratnya setara dengan 2.304 gram (hasil dari 576 gram X 4 = 2.304 gram) dan kemudian

dibulatkan menjadi 2.500 gram beras (dua kilo setengah). Lihat: Fuad Thohari, “Mengungkap

Istilah-istilah Khusus dalam Tiga Rumpun Kitab Fikih Syāfi„iyyah,” h. 128 16

Al-Sayyid „Alwī Ibn al-Sayyid Aḥmad al-Saqāf, Tarsyīḥ al-Mustafīdīn, (Bairūt: Dār al-

Fikr, T.Th.), h. 143 17

„Alī Nawawī al-Jāwī al-Bantanī, Nihāyah al-Zaīn: fī Irsyād al-Mubtadi’īn, h. 193

Page 24: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

6

Maka itulah yang lebih baik baginya, dan berpuasa lebih baik bagimu jika

kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 184)

Peng-qiyas-an ini dapat dilihat dari adanya hadis yang menyandingkan

antara fidyah salat dan puasa, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam al-

Nasā‟ī (w.303 H) berikut:

ينث د حالىقلع دال ب نعدب م مأبن أ قي رنزب وهدوي زا حنث د حالع اللقوح ل اجاج اأنث د ح عناحبربأنب اءطعن ىعسو نموبب ي ا ب نعب اس،قال:ليصليأحدعن

أحد،ولك كلأحد،وليصومأحدعن يط عمعن همكان حن طةن امن .18ي و ممد

“Telah memberitakan Muḥammad bin „Abd al-Aʻlā, ia berkata; telah

menceritakan kepada kami Yazīd yaitu Ibn Zuraīʻ, ia berkata; telah

menceritakan kepada kami Ḥajjāj al-Aḥwal, ia berkata; telah menceritakan

kepada kami Ayyūb bin Mūsā, dari „Aṭā‟ bin Abī Rabāḥ dari „Ibn „Abbās, ia

berkata: Tidak ada salat seseorang dari orang lain, dan tidak ada puasa

seseorang dari orang lain, tetapi hendaknya memberikan makanan darinya

setiap hari sebanyak satu mud dari gandum.” (HR. Al-Nasā‟ī)

Secara eksplisit, hadis tersebut seakan memberi pemahaman bahwa salat

dan puasa dapat diganti dengan membayar fidyah. Inilah yang menjadi pegangan

para ulama dalam melakukan fidyah salat dan puasa. Legitimasi fidyah salat di-

qiyas-kan dengan fidyah puasa, yaitu seseorang memberi makanan sebanyak satu

18

Abū „Abd al-Raḥmān Aḥmad bin „Alī ibn Syuʻaīb bin „Alī ibn Sinān bin Bahr al-

Khurasānī al-Qādī, Sunan al-Nasa’ī al-Kubrā, Muḥaqqiq: „Abd al-Ghaffār Sulaymān al-Bandārī,

Juz 2 (Bairūt: Dār al-Kitab al-„Ilmiyyah, 1991 M/1411 H), No. Hadis: 2918, h. 175. Menurut Ibn

Abī al-„Izz al-Ḥanafī, meskipun mawqūf, hadis tersebut memiliki sanad yang ṣaḥīḥ. Lihat: Ibn Abī

al-„Izz al-Ḥanafī, Syarḥ al-‘Aqīqah al-Ṭaḥāwiyyah (Riyāḍ: Dār „Alam al-Kutub, 1997 M./1418

H.), h. 664-676. Adapun berdasarkan penelitian penulis, sanad pada hadis tersebut terdapat perawi

dari kalangan tabi‟in bernama „Aṭā‟ bin Abī Rabāḥ yang dinilai tsiqah oleh sebagian para ulama

hadis, namun dalam periwayatannya banyak yang mursal dan keliru dalam periwayatan. Lihat:

Abū Saʻīd bin Khalīl bin Kaykaldī Abū Saʻīd al-„Alā‟ī, Jāmiʻ al-Taḥṣīl fī Aḥkām al-Marāsīl,

Muḥaqqiq: Ḥamidī „Abd al-Majīd al-Salafī (Bairūt: „Ālim al-Kutub, 1986), Juz 1, h. 237. Dalam

hal ini al-Dzahabī menyatakan bahwa riwayat mursal tersebut adalah dari Nabi Saw, Abū Bakar

al-Ṣiddīq, Attāb bin Asīd, „Utsmān bin „Affān, al-Faḍl bin „Abbās, dan Ṭā‟ifah. Lihat: Syamsuddin

Abu „Abd Allah Muhammad bin Ahmad al-Dzahabī, Siyar Aʻlām al-Nubalā, Muḥaqqiq: Syuʻaīb

al-Arnā‟ūṭ (Bairut: Mu‟assasah al-Risalah, 1982), Juz 9, h. 86. Oleh karena itu, periwayatan dalam

hadis ini tidak mursal, karena al-Dzahabī tidak menyebutkan „Aṭā‟ bin Abī Rabāḥ memursalkan

hadis yang diriwayatkan Ibn „Abbās. Sementara dari sisi kebersambungan sanad, hadis ini dapat

dikatakan muttaṣil, karena terjadi hubungan guru dan murid antar sanad, pernah hidup dalam kota

yang sama, dan selisih tahun wafat yang tidak terlalu jauh.

Page 25: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

7

mud gandum atau makanan pokok lain (beras) kepada fakir miskin untuk satu hari

salat atau puasa yang ia tinggalkan semasa hidupnya.

Dari beberapa dalil di atas, fidyah puasa telah disepakati oleh mayoritas

ulama meskipun terdapat banyak perdebatan di dalamnya. Di antara perdebatan

tersebut, sebagian ulama menyatakan bahwa orang yang telah meninggal dan

tidak mengerjakan puasa, maka puasanya wajib di-qaḍā oleh walinya.

Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhārī (w.256 H) berikut:

ث نامم دب ارثحد روب نال عم ث ناأبعن حد ث نامم دب نموسىب نأع ي نخالدحد عر وة عن ثه حد ب نجع فر مم د أن أبجع فر ب ن الل ه عب ي د عن عائشة رضىاهلل-عن

رسو-عنها أن الل ه وسلم-ل صقال -صلىاهللعليه وعلي ه مات عن همن صام يام 19.ولي ه

“Telah menceritakan kepada kami Muḥammad bin Khālid, telah

menceritakan kepada kami Muḥammad bin Mūsā bin Aʻyan, telah

menceritakan kepada kami Ayahku, dari „Amr bin al-Ḥārits, dari „Ubaid

Allah bin Abī Jaʻfar, bahwa Muḥammad bin Jaʻfar telah menceritakan

kepadanya dari „Urwah dari „Āisyah ra., bahwa Rasulullah Saw bersabda:

„Barang siapa meninggal dunia dan atasnya (diwajibkan) berpuasa, maka

(diwajibkan) berpuasa untuknya oleh walinya.” (HR. al-Bukhārī)

Sementara sebagian ulama yang lain menganggap bahwa orang yang berat

untuk berpuasa dan kemudian meninggal, maka ia cukup membayar fidyah,

sebagaimana dijelaskan dalam ayat al-Qur‟an di atas. Hal ini juga tidak berbeda

dengan fidyah salat. Ada hadis yang dijadikan sebagai dalil dalam penolakan

adanya fidyah salat, sebagaimana hadis yang diriwayatkan Imam Abū Dāwud

(w.275 H) berikut:

19

Abū „Abd Allāh Muḥammad bin Ismāʻīl bin Ibrāhīm al-Bukhārī, al-Jāmiʻ al-Bukhārī

(Ṣaḥīḥ al-Bukhārī) (Bairut: Dār al-Fikr. T.th.), Juz 7, h. 270, No. Hadis 1952

Page 26: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

8

ث ناوكيععن حد ن باري ث نامم دب نسلي مانال ال معلمحد حسي مانعن إب راهيمب نطه ب ري دة اب ن علي هعن صل ىالل ه الن ب فسأل ت الن اصور ب كان قال حصي ب ن ران عم عن

ل ف قاعدافإن تطع تس ل ف علىجن وسل مف قالصلقائمافإن تطع 20.تس “Telah menceritakan kepada kami Muḥammad bin Sulaimān al-Anbārī,

telah menceritakan kepada kami Wakīʻ dari Ibrāhim bin Ṭahmān dari

Ḥusaīn al-Muʻallim dari Ibn Buraidah dari „Imrān bin Ḥushaīn dia berkata;

"Aku menderita penyakit wasir, lalu aku tanyakan hal itu kepada Nabi Saw,

maka beliau bersabda: "Salatlah dengan berdiri, dan apabila kamu tidak

mampu, maka dengan duduk, jika tidak mampu, maka dengan berbaring.”

(HR. Abū Dāwud)

Dari hadis tersebut, dapat terlihat bahwa salat adalah ibadah yang harus

dilaksanakan tanpa ada kompensasi untuk meninggalkannya. Sayyid Sabiq

menyatakan bahwa jika seseorang tidak dapat melakukan salat dengan berdiri

karena sakit, maka dapat dilakukan dengan cara duduk, berbaring, atau bahkan

dengan isyarat sekalipun.21

Hal ini menjadi sebuah keyakinan bagi sebagian orang

bahwa tidak ada yang dapat menggantikan kewajiban salat, termasuk fidyah.

Bahkan, pemahaman hadis tentang adanya fidyah salat justru dapat berimplikasi

negatif bagi masyarakat dari berbagai kalangan, jika dipahami secara literal. Bagi

sebagian orang yang memiliki harta banyak, misalnya, mereka dapat mengabaikan

kewajiban salat dengan dalih dapat dibayar dengan fidyah. Sedangkan bagi

mereka yang memiliki sedikit harta, fidyah salat tentu akan menjadi beban baru

bagi mereka.

Berangkat dari persoalan tersebut, penelitian ini berusaha mengungkap

fenomena tradisi fidyah salat dan puasa yang dipraktikkan masyarakat muslim,

khususnya Nahdliyyīn (NU), di Kabupaten Indramayu – Jawa Barat. Tradisi

fidyah salat dan puasa ini diklaim ulama setempat bersumber dari hadis Nabi Saw

20

Abū Dāwud Sulaymān bin al-Asyʻats al-Sijistānī, Sunan Abī Dāwud (Bairut: Dār al-

Fikr, 1994), Juz 3, h. 142, No. Hadis: 815 21

Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz I (Bairūt: Dār al-Fikr, 1983), h. 234

Page 27: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

9

dan kitab-kitab fiqh. Di sebagian wilayah di Indramayu, tradisi fidyah tersebut

dikenal dengan sebutan “Geong.” Kata Geong, dalam bahasa Indramayu berarti

“ayun atau mengayun.” Dalam hal ini, tradisi Geong berarti tradisi “Geong beras”

atau mengayun beras.22

Selain ritual Geong, praktik fidyah di beberapa wilayah di Indramayu juga

ada yang dilakukan tanpa ritual khusus, contohnya beras fidyah diberikan kepada

orang-orang yang mengikuti tradisi tujuh hari kematian seseorang (tahlilan).

Adapula tradisi fidyah yang dilakukan dengan memberikan beras kepada fakir

miskin sebelum jenazah disalatkan dan dikuburkan. Semua ritual tersebut

merupakan fidyah salat atau puasa bagi orang yang telah meninggal dunia karena

memiliki tanggungan (utang) salat atau puasa. Dengan demikian, dapat dipahami

bahwa tradisi fidyah telah dilestarikan masyarakat Indramayu secara turun

temurun sebagai pengganti salat dan puasa orang yang telah meninggal dunia.

Tradisi ini hidup dan tumbuh di tengah masyarakat, dan mengalami elaborasi serta

modifikasi, yang semula fidyah dibayarkan dengan makanan/beras satu mud,

namun dewasa ini di sebagian wilayah di Indramayu telah diganti dengan uang.23

Masyarakat Indramayu yang tergolong ke dalam jamaah Nahdliyyīn telah

lama melestarikan tradisi fidyah sebagai pemaknaan hadis fidyah salat dan puasa

di lingkungan mereka. Karena mereka memandang bahwa fidyah salat dan puasa

dalam tradisi fidyah memiliki dalil yang kuat, baik dari al-Qur‟an, hadis, maupun

dari kitab-kitab fiqh dan menganggapnya sebagai suatu yang mesti dilakukan

dengan cara yang telah disepakati bersama. Sedangkan sebagian masyarakat yang

22

Hasil observasi awal dan wawancara dengan salah satu warga Desa Tenajar Lor,

Kecamatan Kertasemaya, Kabupaten Indramayu pada Juli 2016. 23

Hasil observasi awal dan wawancara dengan salah satu warga Desa Tenajar Lor,

Kecamatan Kertasemaya, Kabupaten Indramayu pada Juli 2016.

Page 28: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

10

lain, tidak banyak dalam mempertahankan tradisi tersebut. Karena sebagian dari

mereka menganggap bahwa fidyah salat dan puasa untuk orang yang telah

meninggal tidak memiliki dalil yang kuat (al-Qur‟an dan hadis) dan dianggap

memberatkan keluarga yang ditinggalkan, sehingga mereka meyakini tidak ada

fidyah salat dan puasa bagi orang yang telah meninggal. Meski demikian, tidak

dapat dipungkiri, sebagian masyarakat yang menolak adanya fidyah salat dan

puasa tersebut, mereka tetap mengikuti tradisi tersebut di lingkungannya sebagai

penghormatan.24

Dari penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa masyarakat Indramayu

terbagi ke dalam dua golongan, yaitu golongan yang melaksanakan tradisi fidyah,

dan golongan yang tidak melaksanakan. Di beberapa wilayah di Indonesia,

khususnya Indramayu, yang kental dengan tradisi fidyah salat dan puasa, apabila

ada sebagian masyarakat yang tidak melaksanakan tradisi tersebut, boleh jadi

mereka akan dikucilkan oleh masyarakat di lingkungannya. Hal ini wajar terjadi

apabila masyarakat yang memahami hadis fidyah salat dan puasa menjadikan

tradisi tersebut sebagai sesuatu kewajiban.

Salah satu hal yang menarik perhatian penulis adalah cara penghitungan

fidyah salat orang yang telah meninggal di salah satu desa di Indramayu, yaitu

Desa Tenajar Lor, Kecamatan Kertasemaya. Masyarakat desa tersebut

menghitung utang salat dan puasa seseorang mulai dari ia baligh hingga

meninggal dunia (seumur hidup). Penghitungan fidyah ini berlaku bagi laki-laki

dan perempuan, namun khusus bagi perempuan dikurangi masa haid, nifas dan

24

Hasil observasi awal di Desa Tenajar Lor, Kecamatan Kertasemaya, Kabupaten

Indramayu pada Juli 2016.

Page 29: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

11

wiladah.25

Sebagai contoh, seorang laki-laki meninggal dunia pada umur 50

tahun, maka fidyah yang harus dibayar adalah 38 tahun, karena dikurangi masa

baligh, yaitu 12 tahun. Adapun cara membayar fidyahnya yaitu dengan cara bolak

balik dari wali kepada orang yang menerima fidyah, yaitu fakir miskin. Kemudian

dari fakir miskin diberikan lagi kepada wali, dan seterusnya hingga mencapai

kadar fidyah untuk 38 tahun. Oleh karena itu, fenomena ini menjadi sangat

penting untuk diteliti lebih dalam agar diketahui bagaimana pemahaman

masyarakat terhadap pemaknaan hadis tersebut?, siapa yang pertama kali

mengajarkan tradisi tersebut di kalangan masyarakat Indramayu?, bagaimana

respons masyarakat terhadap orang yang tidak melaksanakan tradisi tersebut di

lingkungannya?, bagaimana dampak sosial dari pelaksanaan tradisi tersebut?, dan

lain sebagainya. Semua pertanyaan tersebut dirangkum dalam penelitian tesis

dengan judul “Living Hadis: Studi Atas Fenomena Tradisi Fidyah Salat dan Puasa

Bagi Orang Meninggal di Indramayu.”

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Tradisi fidyah merupakan tradisi yang dilakukan masyarakat Indramayu

secara turun temurun yang diklaim ulama setempat berlandaskan hadis Nabi Saw

dan kitab-kitab fiqh. Dari latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi

masalahnya dengan beberapa pernyataan berikut:

a. Telah terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama klasik dan kontemporer

terhadap fidyah salat dan puasa bagi orang yang telah meninggal.

25

Hasil observasi awal dan wawancara dengan salah satu warga Desa Tenajar Lor,

Kecamatan Kertasemaya, Kabupaten Indramayu pada Juli 2016.

Page 30: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

12

b. Masyarakat Indramayu memiliki pemahaman yang berbeda terkait fidyah

salat dan puasa yang berkembang di lingkungan mereka.

c. Masyarakat Indramayu, khususnya Nahḍiyyīn, memahami tradisi fidyah

sebagai pengamalan terhadap hadis fidyah salat dan puasa.

d. Tradisi fidyah di Indramayu belum diketahui asal usul terbentuknya, dan

belum diketahui pula siapa yang membawa dan memulai ajaran fidyah salat

dan puasa kepada masyarakat Indramayu.

e. Praktik dalam tradisi fidyah salat dan puasa, yang semula fidyah dibayar

dengan makanan satu mud menurut pemahaman hadis, namun yang terjadi

di Indramayu telah diganti dengan uang.

f. Dampak sosial yang terjadi dari pelaksanaan tradisi fidyah bagi masyarakat

miskin di Indramayu.

2. Pembatasan Masalah

Dari beberapa poin yang telah disebutkan pada identifikasi masalah di atas,

pembatasan masalah dalam penelitian ini dibagi ke dalam dua bagian, yaitu:

1. Pandangan ulama hadis terhadap fidyah salat dan puasa.

2. Sejarah terbentuknya tradisi fidyah di Indramayu dan perkembangannya,

serta respons ulama/tokoh agama dan masyarakat dari pelaksanaan tradisi

tersebut.

3. Tradisi fidyah sebagai pemaknaan terhadap hadis fidyah salat dan puasa

yang dilakukan masyarakat Indramayu.

Page 31: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

13

3. Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas, tesis ini akan

menjawab pertanyaan:

1. Bagaimana pandangan ulama hadis tentang fidyah salat dan puasa?

2. Bagaimana sejarah perkembangan tradisi fidyah salat dan puasa di

Indramayu?

3. Bagaimana pemahaman dan praktik tradisi fidyah sebagai pemaknaan

terhadap hadis fidyah salat dan puasa oleh masyarakat Indramayu?

C. Tujuan Penelitian

Dari perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian

ini memiliki tujuan untuk :

1. Menganalisa pandangan ulama hadis tentang fidyah salat dan puasa.

2. Mendeskripsikan sejarah perkembangan tradisi fidyah salat dan puasa di

Indramayu.

3. Menganalisa pemahaman dan praktik tradisi fidyah sebagai pemaknaan

terhadap hadis fidyah salat dan puasa oleh masyarakat Indramayu.

D. Manfaat Penelitian

Dari tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini memiliki manfaat yang

dapat diambil, di antaranya adalah:

1. Bagi masyarakat Indramayu, penelitian ini dapat memberikan pengetahuan

dan rujukan ilmiah terkait tentang sejarah terbentuknya tradisi fidyah

sebagai pemaknaan terhadap hadis fidyah salat dan puasa di Indramayu.

Page 32: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

14

2. Bagi ulama di Indramayu, penelitian ini dapat membantu menguatkan

landasan doktrin dan jalan tengah terhadap pelaksanaan tradisi fidyah di

Indramayu.

3. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah khazanah keilmuan dan

pemahaman tentang hadis fidyah salat dan puasa dalam tradisi fidyah di

Indramayu, sekaligus juga dapat menjadi rujukan bagi penelitian lain dalam

bidang yang berbeda.

E. Tinjauan Pustaka

Penelitian living hadis dewasa ini telah banyak dilakukan oleh para sarjana

Muslim, baik dalam bentuk jurnal, skripsi, tesis, maupun buku. Salah satu jurnal

yang meneliti tentang living hadis dilakukan oleh Barbara D. Metcalf, pada tahun

1993 dengan judul Living Hadith in the Tablīghī Jama’āt. Dalam penelitiannya

tersebut, ia menganalisa living hadis yang berkembang dalam organisasi Jamaah

tabligh dalam berdakwah di daerah Asia. Metode dakwah yang dilakukan oleh

Jamaah Tabligh tersebut merupakan tradisi dakwah Nabi Saw yang terhimpun

dalam hadis-hadis, yang kemudian ditiru oleh komunitas tersebut.26

Selanjutnya penelitian living hadis dalam bentuk tesis pernah diteliti oleh M.

Rofiq Junaedi pada tahun 2012 dengan judul Hadis dalam Tradisi: Studi Analisis

terhadap Peziarah Makam KH. Abdurrahman Wahid. Dalam penelitiannya

tersebut, ia menganalisa kebiasaan-kebiasaan masyarakat Muslim berziarah ke

makam ulama yang dianggap ‘alim, seperti Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Tradisi yang dilakukan peziarah tersebut menurut M. Rofiq bersumber dari hadis

26

Barbara D. Metcalf, “Living Hadith in the Tablīghī Jama‟āt,” dalam The Journal of

Asian Studies, Vol. 52, No. 3 (Agustus, 1993), h. 584-608

Page 33: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

15

Nabi Saw yang menyeru umat Muslim untuk berziarah ke kuburan guna

mengingat kematian. Hadis tersebut telah menjadi tradisi yang melekat dalam

keyakinan masyarakat Muslim terhadap keberkahan dalam berziarah ke makam

ulama-ulama besar, khususnya Gus Dur.27

Penelitian living hadis juga pernah ditulis oleh Adrika Fithrotul Aini dengan

judul Living Hadis dalam Tradisi Malam Kamis Majelis Shalawat Diba’ Bil-

Mustofa dalam jurnal Ar-Raniry: International Journal of Islamic Studies pada

tahun 2014. Penelitiannya tersebut mengkaji tentang tradisi shalawat diba‟ Majelis

bil Musthafa Yogyakarta. Ia memfokuskan kajiannya pada pemaknaan shalawat

dalam komunitas tersebut. Dalam penelitiannya, ia menyimpulkan bahwa tradisi

yang berkembang di dalam kehidupan masyarakat Krapyak (Yogyakarta),

merupakan fenomena living hadis. Karena di dalamnya ia menemukan beberapa

landasan hadis yang dijadikan prinsip dalam kegiatan tersebut. Di samping itu,

terdapat makna penting dari adanya majelis tersebut, yakni praktek ibadah

spiritual yang tidak bisa hilang dalam kehidupan masyarakat.28

Sementara penelitian lapangan tentang tradisi fidyah puasa dilakukan oleh

Irham pada 2011 dalam skripsinya yang berjudul Pelaksanaan Fidyah Puasa oleh

Ahli Waris untuk Keluarga yang Meninggal Dunia Ditinjau Menurut Hukum

Islam (Studi Di Kepenghuluan Bagan Punak Pesisir Kecamatan Bangko

Kabupaten Rokan Hilir). Dalam skripsi tersebut, ia hanya memfokuskan

penelitiannya pada praktik dan status hukum tradisi fidyah puasa di daerah

tersebut. Adapun kesimpulannya, ia menyatakan bahwa pelaksanaan fidyah puasa

27

M. Rofiq Junaedi, “Hadis dalam Tradisi: Studi Analisis terhadap Peziarah Makam KH.

Abdurrahman Wahid” (Tesis S2 Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012). 28 Adrika Fithrotul Aini, “Living Hadis dalam Tradisi Malam Kamis Majelis Shalawat

Diba‟ Bil-Mustofa,” dalam Jurnal Ar-Raniry: International Journal of Islamic Studies Vol. 2,

No.1, (Juni 2014), h. 221

Page 34: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

16

oleh keluarga atau ahli waris untuk keluarganya yang meninggal dunia dilakukan

dengan dua cara; (1) Dengan menghitung usia akhir seseorang dan usia tersebut

menentukan besarnya fidyah puasa yang harus dibayar. Apabila seseorang

meninggal di usia 50 tahun ke atas, maka fidyah puasa yang harus dibayar ±100

Kg. Namun apabila kurang dari 50 tahun, maka fidyah puasa yang harus dibayar

±50 Kg., (2) Dengan menghitung rentang waktu kewajiban berpuasa, selanjutnya

dibagi dua, sebagian dianggap berpuasa dan sebagian lainnya dianggap

meninggalkan puasa. Sementara motivasi keluarga atau ahli waris untuk

melaksanakan tradisi fidyah puasa ialah; (1) Kewajiban yang telah disyari‟atkan,

(2) Wasiat si mayyit kepada keluarga, dan (3) Tradisi di masyarakat. Adapun

hukum tradisi fidyah puasa tersebut adalah haram, apabila tidak didasarkan pada

al-Qur‟an, hadis, dan sumber hukum Islam lainnya.29

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kajian living hadis yang

mengungkap berbagai fenomena tradisi masyarakat semakin berkembang di

berbagai wilayah di Indonesia. Dalam hal ini belum ada penelitian terkait

pelaksanaan tradisi fidyah salat sekaligus puasa sebagai pemaknaan dari hadis

Nabi Saw di Indramayu. Oleh karena itu, penelitian ini menjadi sangat penting

untuk dikaji lebih dalam agar ditemukan pemahaman yang komprehensif atas

pemaknaan hadis tersebut. Penelitian ini juga sekaligus menjadi jalan tengah atas

perbedaan pemahaman di antara masyarakat Indramayu, serta menjadi landasan

ilmiah dalam pelaksanaan tradisi tersebut guna mencapai keharmonisan

masyarakat muslim di Indramayu.

29

Irham, “Pelaksanaan Fidyah Puasa oleh Ahli Waris untuk Keluarga yang Meninggal

Dunia Ditinjau Menurut Hukum Islam (Studi Di Kepenghuluan Bagan Punak Pesisir Kecamatan

Bangko Kabupaten Rokan Hilir),” Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum UIN Sultan Syarif

Kasim Riau, 2011).

Page 35: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

17

F. Metode Penelitian

1. Metode dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan metode kualitatif,

yaitu penelitian yang dinyatakan dalam bentuk kata atau kalimat.30

Penelitian

kualitatif menurut Creswell adalah penelitian yang menghasilkan data yang

bersifat deskriptif, seperti transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, foto,

rekaman video, dan sebagainya. Dalam hal ini Creswell menawarkan 4 (empat)

pendekatan dalam melakukan penelitian kualitatif, di antaranya: naratif,

fenomonologi, etnografi, grounded theory dan studi kasus.31

Pada penelitian ini, penulis menggabungkan antara pendekatan

fenomenologi32

, etnografi33

sekaligus studi kasus. Model pendekatan

fenomenologi dilakukan dengan meneliti fakta religius yang bersifat subjektif dari

masyarakat Indramayu tentang pelaksanaan fidyah salat dan puasa. Sementara

pendekatan etnografi dilakukan untuk mendeskripsikan keadaan masyarakat

Indramayu yang dilihat dari beberapa aspek, terutama aspek sosial dan agama.

Adapun model pendekatan studi kasus dalam penelitian ini dilakukan dengan

mengungkap pola-pola tradisi fidyah salat dan puasa di Indramayu.

30

Amirul Hadi & H. Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Bandung: Pustaka

Setia, 1998), h. 126. 31

Jhon W. Creswell, Research Design: Qualitative & Quantitative Aproach (California:

Sage Publication Inc, 1994), h. 18 32

Fenomenologi adalah suatu pendekatan dalam penelitian ilmiah guna meneliti fakta

religius yang bersifat subjektif (meliputi pikiran, perasaan, ide-ide, emosi, pengalaman, dan

sebagainya) dari seseorang yang diungkapkan dalam tindakan luar, seperti perkataan dan

perbuatan. Lihat: Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung:

Rosdakarya, 2003), h. 103 33

Etnografi adalah penelitian yang disusun untuk mendeskripsikan keadaan suatu

masyarakat atau komunitas tertentu. Pendekatan ini merupakan panduan yang khas agar penelitian

kualitatif di lapangan dapat berjalan secara sistematis, terarah dan efektif. Lebih lengkapnya,

Lihat: James P. Spradley, Metode Etnografi, Penerjemah: Misbah Zulfah Elizabeth (Yogyakarta:

Tiara Wacana Yogya, 1997), h.xxi

Page 36: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

18

2. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian

Sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu dari

data lapangan (field research) sebagai sumber primer dan data kepustakaan

(library research) sebagai data sekunder. Sumber data kepustakaan menurut

Hadari Nawawi dapat diambil dari buku-buku, dokumen, maupun artikel.34

Sedangkan sumber data lapangan dalam penelitian ini diambil dari masyarakat

Indramayu. Adapun teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan cara

observasi dan wawancara kepada masyarakat Indramayu, di antaranya yaitu

masyarakat umum, tokoh masyarakat, dan ulama desa yang dianggap memiliki

pengetahuan yang mumpuni dan dapat dipercaya untuk dijadikan sebagai sumber

data penelitian. Adapun teknik observasi dan wawancara tersebut adalah sebagai

berikut:

a. Observasi

Teknik di lapangan yang pertama dalam penelitian ini adalah observasi atau

pengamatan. Jalaludin Rahmat memberikan pemahaman bahwa observasi dapat

dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematis terhadap

fenomena-fenomena yang diselidiki.35

Oleh karena itu, observasi dalam penelitian

ini dilakukan dengan cara mengamati pola tradisi fidyah yang dilakukan

masyarakat Indramayu, mulai dari awal hingga akhir.

b. Wawancara

Teknik wawancara dalam penelitian ini merujuk pada metode wawancara

dalam buku Metode-Metode Penelitian Masyarakat karya Koentjaraningrat.

34

Hadari Nawawi, Metodologi Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gajah Mada

Universy Press, 1991), h. 95.

35

Jalaludin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya,

1999), h. 83

Page 37: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

19

Adapun susunan pertanyaan dalam teknik wawancara ini meliputi pertanyaan

fakta konkret mengenai diri pribadi informan, kemudian mengenai sikap,

pendapat, dan perasaan si informan terhadap suatu peristiwa dan keadaan

masyarakat, kemudian pertanyaan informasi mengenai gejala dan keadaan sosial

yang nyata, dan pertanyaan yang mencoba mengukur persepsi dari si informan

terhadap dirinya dalam hubungan dengan orang lain.36

Sedangkan alat yang

digunakan dalam proses wawancara ini yakni berupa alat tulis atau pencatatan

langsung dan alat perekam suara (voice recorder).

c. Dokumentasi

Teknik penelitian di lapangan yang terakhir yakni dengan menggunakan

dokumentasi. Dalam hal ini peneliti akan mendokumentasikan hasil penelitian,

baik dalam bentuk gambar, rekaman suara, buku panduan, maupun catatan-catatan

di lapangan sebagai data pendukung lainnya yang berkaitan dalam penelitian.

3. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 90 hari atau tiga bulan, terhitung sejak

Januari hingga Maret 2017. Adapun wilayah penelitian ini akan dilakukan di

wilayah Indramayu bagian timur, yaitu meliputi Kecamatan Kertasemaya di Desa

Tenajar Lor, Kecamatan Juntinyuat di Desa Segeran Kidul, dan Kecamatan Sliyeg

di Desa Sliyeg Lor.

Argumentasi pemilihan Desa Tenajar Lor adalah bahwa desa tersebut

merupakan desa yang paling unik dan berbeda dalam pelaksanaan tradisi fidyah

salat dan puasa, dan meskipun mayoritas merupakan masyarakat Nahdliyyin,

36 Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: PT. Gramedia,

1977), h. 178

Page 38: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

20

namun ada sebagian kecil yang bukan merupakan warga Nahdliyyin. Pemilihan

Desa Sliyeg Lor dilakukan karena mayoritas penduduk desa tersebut merupakan

kalangan Nahdliyyin dan sebagian kecil Muhammadiyah, bahkan pernah terjadi

„gesekan‟ antara keduanya terkait tradisi-tradisi keagamaan di desa tersebut.

Sementara pemilihan di Desa Segeran Kidul ditetapkan karena di desa tersebut

memiliki banyak ormas yang berbeda, mulai dari Muhammadiyah, NU, Persis,

Syahadatain, dan PUI, sehingga pandangan-pandangan berbeda terkait tradisi

keagamaan di lingkungan mereka menjadi sangat menarik untuk diteliti,

khususnya tentang tradisi fidyah salat dan puasa bagi orang yang meninggal.

4. Teknik Pemilihan Informan

Pada teknik pemilihan informan ini, penulis menggunakan teknik purposive

sampling. Menurut Sutopo yang mengutip pendapatnya Goetez dan Le Compte,

purposive sampling adalah teknik yang dapat menentukan sampel dengan

pertimbangan tertentu, seperti memilih informan yang dianggap dapat

memberikan data penelitian secara maksimal.37

Suharismi juga dalam hal ini

memberikan penjelasan bahwa purposive sampling dapat dilakukan dengan cara

mengambil subjek dengan dasar tujuan tertentu.38

Dalam penelitian ini, penulis memilih informan yang dianggap mengetahui

tentang hadis fidyah salat dan puasa dan tradisi fidyah di Indramayu, serta dapat

dipercaya untuk dijadikan sebagai sumber data penelitian. Adapun yang akan

diwawancarai ialah tiga ulama desa, yaitu Kyai Badrudin (Ulama Desa Tenajar

Lor), Ust.Shofwan (Ulama Desa Segeran Kidul), dan Ust. Abdurrahman (Ulama

37

Sutopo, Pengantar Penelitian Kualitatif (Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 1988),

h. 22 38

Suharismi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Yogyakarta:

Rineka Cipta, 2002), h. 117

Page 39: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

21

Desa Sliyeg Lor). Ketiga ulama tersebut seluruhnya merupakan warga Nahdliyyin.

Pemilihan tiga ulama Nahdliyyin tersebut karena dalam Bahtsul Masail NU

diperbolehkan melakukan fidyah salat dan puasa bagi orang meninggal. Informan

selanjutnya yaitu tiga tokoh masyarakat, yaitu Rokhmat (Tokoh Masyarakat Desa

Tenajar Lor), H.Zainuddin (Tokoh Masyarakat Desa Sliyeg Lor), dan H.Abbas

Abdul Jalil (Tokoh Masyarakat Desa Segeran Kidul). Pemilihan ketiga tokoh

masyarakat tersebut karena mereka dinilai sebagai orang yang ditokohkan di

lingkungannya. Informan selanjutnya yaitu enam orang masyarakat umum yang

terdiri dari warga Muhammadiyah, Nahdliyyin, dan PUI. Di antaranya yaitu

Akhid, Abdul Aziz, H.Sayyidi, Widodo, Yusroh, dan H.Zakariya. Selain itu,

peneliti juga mewawancarai Mahya Hasan, selaku Kasi PD. Diniyah dan Pondok

Pesantren Kementerian Agama Kabupaten Indramayu, untuk mengetahui

perkembangan dan pengaruh pendidikan Islam, khususnya pesantren di

Indramayu. Seluruh informan tersebut dinilai berkompeten untuk dijadikan

sebagai sumber data penelitian. Jumlah informan yang dipilih tersebut dianggap

cukup untuk memuat data-data penelitian, karena menurut Andi Prastowo,

penelitian kualitatif hanya memerlukan sampel yang kecil dalam memilih subjek

penelitiannya.39

4. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

analitis. Menurut Lexy, deskriptif analitis adalah sebuah alur penelitian yang

menghasilkan data-data deskriptif, baik tertulis maupun tidak tertulis dari objek

39 Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian,

Cet. I (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 44

Page 40: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

22

yang diamati.40

Penelitian ini dimulai dengan menelaah seluruh data yang didapat

dari sumber pengumpulan data, yakni dari hasil observasi, wawancara dan

dokumentasi sebagai proses reduksi data. Kemudian dianalisis secara rinci hingga

menghasilkan interperetasi data, dan terakhir ditarik sebuah kesimpulan. Adapun

proses analisa data ini meliputi tiga tahap, yakni sebagai berikut:

a. Induktif, metode ini berangkat dari nilai-nilai khusus yang bersifat

partikular, untuk selanjutnya diturunkan pada sejumlah kasus umum

(universal). Dalam hal ini, peneliti menganalisa hadis fidyah salat dan puasa

dengan pendapat ulama dari kitab atau buku yang berkaitan dengan

penelitian, dan menyimpulkan bahwa tradisi yang dilakukan masyarakat

Indramayu bersumber dari hadis-hadis Nabi Saw.

b. Deduktif, yaitu metode berpikir dengan bahasan yang bersifat umum ke

dalam bahasan yang bersifat khusus. Metode ini digunakan untuk

menganalisa tradisi fidyah yang dilakukan masyarakat Indramayu sebagai

implementasi dari hadis-hadis Nabi Saw dan kitab-kitab fiqh yang mereka

pahami.

c. Komparatif, yaitu suatu pola pikir dengan membandingkan beberapa

pendapat, fakta maupun peristiwa yang telah diketahui dengan kaidah-

kaidah yang dijadikan sebagai landasan berpijak.41

Dalam hal ini, peneliti

membandingkan pendapat para ulama di Indramayu tentang hadis fidyah

salat dan puasa, serta kitab-kitab fiqh yang dijadikan sebagai landasan

doktrin masyarakat Indramayu dalam melaksanakan tradisi fidyah.

40

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004),

h.3. 41 Tatan Maupun Amirin, Metodologi Riset (Yogyakarta: Pusat Penelitian dan

Pengabdian Masyarakat UIJ, 1979), h. 4

Page 41: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

23

5. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan tesis ini mengacu pada buku Pedoman Akademik

Program Magister Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun

2012. Sedangkan transliterasi pada tesis ini menggunakan Pedoman Transliterasi

Arab-Latin keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan RI Nomor: 158 Tahun 1987 – Nomor: 0543b/u/1987.

G. Sistematika Penulisan

Berdasarkan metodologi yang digunakan tersebut, maka untuk mencapai

pembahasan yang terarah dan sistematis diperlukan adanya langkah-langkah

penulisan dalam penelitian. Adapun sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi

lima (5) bab, dan setiap bab meliputi sub-sub bab sebagai garis pokok

pembahasan. Pembagian bab tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

Bab pertama merupakan pendahuluan yang memuat seluk beluk penelitian

ini, dengan uraian mengenai latar belakang masalah sebagai tolok ukur

pentingnya penelitian. Kemudian dilanjutkan dengan identifikasi masalah,

pembatasan masalah dan perumusan masalah sebagai fokus penelitian, setelah itu

membahas tentang tujuan penelitian, kemudian manfaat penelitian, dilanjutkan

dengan pembahasan mengenai tinjauan pustaka yang dijadikan sebagai

perbandingan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian sekarang. Setelah

itu, kemudian dilanjutkan dengan metodologi penelitian dan terakhir adalah

sistematika penulisan.

Bab kedua membahas tentang Diskursus Fidyah Salat dan Puasa dalam

Kajian Hadis. Dalam bab ini akan dibagi menjadi dua sub-bab, yakni sub-bab

fidyah salat dan fidyah puasa. Dalam sub-bab fidyah salat akan dipaparkan

Page 42: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

24

pengertian fidyah salat dan hadis-hadis yang dijadikan sebagai landasan dalam

pelaksanaan fidyah salat oleh masyarakat muslim. Pembahasan selanjutnya

tentang ruang lingkup fidyah salat. Adapun sub-bab selanjutnya akan dibahas

mengenai fidyah puasa, yang meliputi pengertian fidyah puasa, hadis-hadis fidyah

puasa, dan dilanjutkan dengan ruang lingkup fidyah puasa.

Bab ketiga membahas Sejarah dan Kontroversi Tradisi Fidyah di

Indramayu. Dalam bab ini, penulis mengawalinya dengan mendeskripsikan

sejarah singkat penyebaran Islam di Indramayu, dilanjutkan dengan religiusitas

masyarakat Indramayu. Dengan mengetahui religiusitas masyarakat Indramayu

dan pendidikan Islam di daerah tersebut, dapat pula diprediksi kesalehan sosial

masyarakat Indramayu. Bahkan dapat juga mendeskripsikan kontinuitas tradisi

keagamaan di Indramayu, yang salah satunya adalah tradisi fidyah. Pembahasan

selanjutnya adalah tentang historisitas tradisi fidyah di Indramayu, di antaranya

meliputi para tokoh yang pertama kali mengajarkan tradisi fidyah kepada

masyarakat Indramayu. Kemudian juga dibahas mengenai media transmisi tradisi

fidyah di Indramayu, yang dalam hal ini adalah pesantren. Kemudian sub-bab

selanjutnya akan dibahas Kemudian akan dipaparkan pendapat masyarakat

Indramayu tentang fidyah salat dan puasa. Hal ini penting untuk diketahui sebagai

konfirmasi atas pelaksanaan tradisi fidyah di Indramayu.

Bab keempat akan membahas tentang Tradisi Fidyah dan Implikasinya

dalam Kehidupan Masyarakat Indramayu. Dalam bab ini akan diuraikan sub-bab

tentang Living Hadis: Aktualisasi Tradisi Fidyah yang memuat pemahaman dan

praktik masyarakat Indramayu terkait fidyah salat dan puasa dalam tradisi fidyah.

Dalam hal ini, penulis mendeskripsikan penerapan hadis fidyah salat dan puasa

Page 43: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

25

dalam kehidupan masyarakat Indramayu. Kemudian selanjutnya, penulis akan

menguraikan respons masyarakat atas perkembangan tradisi fidyah di Indramayu.

Dalam hal ini menjelaskan respons masyarakat yang melaksanakan fidyah

terhadap masyarakat yang tidak melaksanakan, dan sebaliknya. Kemudian

pembahasan selanjutnya terkait tentang implikasi fidyah salat dan puasa terhadap

kehidupan masyarakat Indramayu. Pembahasan ini berkenaan dengan urgensi

pelaksanaan fidyah yang diberikan kepada masyarakat miskin lingkungan

sekitarnya. Sedangkan sub-bab selanjutnya membahas terkait argumentasi

pelestarian tradisi fidyah. Dalam sub-bab ini akan dijelaskan terkait alasan

masyarakat Indramayu tentang tradisi fidyah sebagai tradisi yang harus

dipertahankan dan dilestarikan dalam kehidupan mereka. Terakhir, pembahasan

pada bab ini akan diisi dengan pembahasan kritik terhadap tradisi fidyah di

Indramayu. Bahasan in bertujuan untuk menemukan „benang merah‟ antara teks

hadis dengan pemahaman masyarakat Indramayu.

Bab kelima adalah penutup. Bab ini meliputi kesimpulan dan rekomendasi.

Dalam bab ini akan diuraikan tentang jawaban atas perumusan masalah yang

diajukan pada bab pertama. Selanjutnya penulis akan menguraikan poin-poin

rekomendasi penelitian sebagai saran penulis selama penelitian, baik untuk

masyarakat Indramayu, Program Magister Tafsir Hadis, maupun untuk

mengembangkan penelitian lain yang akan datang.

Page 44: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

26

BAB II

DISKURSUS FIDYAH SALAT DAN PUASA DALAM KAJIAN HADIS

A. Fidyah Salat: Doktrin Kontroversial dalam Islam

Fidyah dikenal dalam dunia Islam sebagai pengganti atau penebusan atas

ibadah yang telah ditinggalkan, dan/ atau tidak dapat dilakukan seorang mukallaf

karena alasan tertentu. Fidyah pada umumnya hanya berlaku bagi orang yang

meninggalkan puasa. Namun dalam beberapa literatur klasik1, menunjukkan

bahwa fidyah juga berlaku bagi orang yang meninggalkan salat. Fidyah salat ini

berlaku bagi orang yang telah meninggal dunia dalam keadaan memiliki

tangggungan (utang) salat.2 Pemberlakuan adanya fidyah salat bagi orang yang

meninggal ini dikenal minoritas di kalangan umat Islam, bahkan tidak luput dari

perbedaan pendapat (khilafiyah).

Perdebatan ulama terhadap kajian fidyah salat telah berlangsung sejak lama

dan melibatkan tiga pendapat yang berbeda. Pendapat Pertama yaitu mereka yang

kontra terhadap fidyah salat dan qaḍā’ salat. Pendapat ini dipelopori oleh Imam

al-Syāfiʻī (w.204 H) dan diikuti oleh Imam al-Syibrāmalisī (w.1676 M./1087 H).

Pendapat Kedua yaitu mereka yang kontra terhadap fidyah salat, namun pro

terhadap adanya qaḍā’ salat. Pendapat kedua ini diikuti oleh Ibn Abī „Iṣrūn

(w.1189 M./585 H.), Ibn Daqīq al-„Aīd (w.1286 M./685 H.) dan Imam al-Subkī

(w.1623 M./1032 H.). Adapun Pendapat Ketiga yaitu mereka yang pro terhadap

1 Literatur klasik yang dimaksud adalah kitab-kitab fiqh klasik yang memuat tentang

penjelasan fidyah salat, seperti kitab Nihāyah al-Zaīn: fī Irsyād al-Mubtadi’īn karya Imam al-

Nawawi Banten, kitab Iʻānah al-Ṭālibīn karya Muḥammad Syaṭā al-Dimyāṭī, kitab Tarsīḥ al-

Mustafīdīn karya Aḥmad Alwi, dan lain sebagainya. 2 Abī Bakr Ibn al-Sayyid Muḥammad Syaṭā al-Dimyāṭī, Iʻānah al-Ṭālibīn (Bairūt: Dār al-

Fikr, T.Th), h. 24

Page 45: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

27

adanya fidyah salat. Pendapat ini dipelopori oleh Ibn Burhan, para pengikut

mazhab al-Syāfiʻī dan pengikut mazhab Ḥanafī.3

Imam Nawawi juga menyatakan dalam Nihāyah al-Zaīn bahwa barang siapa

yang meninggal dalam keadaan memiliki tanggungan salat, maka tidak ada qaḍā’

dan tidak ada pula fidyah baginya.4 Penolakan terhadap qaḍā’ salat untuk orang

yang telah meninggal merujuk pada ilmu fiqh, bahwa hukum salat dapat di-qiyas-

kan dengan hukum puasa.5 Artinya, salat dan puasa merupakan ibadah badaniyah

(fisik) yang tidak dapat diwakilkan oleh orang lain, termasuk meng-qaḍā’ salat

atau puasa untuk orang yang meninggal. Al-Qurṭūbi menjelaskan penyebab kedua

bentuk ibadah ini tidak dapat diwakilkan oleh orang lain, yaitu karena keduanya

tidak berkaitan dengan harta.6 Berbeda dengan ibadah haji yang berkaitan dengan

harta, ibadah ini menurut Ibn Ḥajar al-„Asqallānī (w.852 H) dapat diwakilkan oleh

orang lain apabila mukallaf yang akan melaksanakan haji meninggal dunia

sebelum waktu pelaksanaan tiba, atau karena halangan tertentu sehingga ia tidak

dapat melaksanakannya.7

Sementara argumentasi pendapat kedua menunjukkan bahwa orang yang

meninggal dalam keadaan memiliki tanggungan salat, maka walinya diwajibkan

untuk mengqaḍā’ salatnya. Qaḍā’ salat untuk orang yang meninggal dunia di-

3 Ibn „Abd al-Muʻṭā Muḥammad bin „Umar bin „Alī Nawawī al-Jāwī al-Bantanī al-

Tāwidī, Nihāyah al-Zaīn: fī Irsyād al-Mubtadi’īn (T.Tp: Syarikah al-Nūr Asiā, T.Th), h. 192-193 4 „Alī Nawawī al-Jāwī al-Bantanī al-Tāwidī, Nihāyah al-Zaīn: fī Irsyād al-Mubtadi’īn, h.

193 5 Peng-qiyas-an ini menurut Ibn Qayyim dikenal dengan sebutan qiyas jaliy (qiyas yang

kuat), karena seseorang tidak dapat melakukan ibadah untuk menggantikan orang lain. Lihat: Ibn

Qayyim al-Jauziyyah, al-Rūḥ (Bairūt: Dar al-Kitab al-„Ilmiyyah, 1975 M./1395 H), h. 124-125 6 Abu „Abd Allah bin Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr bin Farh al-Qurṭubīy, al-

Jami’ li Ahkam al-Qur’an (Damaskus: al-Majmu‟ al-Ilmi al-„Arabi, 1952), Jilid 2, h. 286 7 Ibn Ḥajar al-„Asqallānī, Fatḥ al-Bārī, Penerjemah: Amir Hamzah (Jakarta: Pustaka

Azzam, 2009), h. 372 dan 378. Lihat pula: Syaikh Imam al-Qurṭubī, Tafsir al-Qurṭubī,

Penerjemah: Fathurrohman dan Ahmad Hotib (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), Jilid 2, h. 654

Page 46: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

28

qiyas-kan dengan qaḍā’ puasa. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadis yang

diriwayatkan al-Bukhārī (w.256 H) berikut:

ث نا أب عن عمرو بن الارث د بن موسى بن أعي حد ث نا مم د بن خالد حد ث نا مم حدد بن ثو عن عروة عن عب يد اللو بن أب جعفر أن مم رضى اهلل -عن عائشة جعفر حد

يام صام عنو من مات وعليو ص قال -صلى اهلل عليو وسلم -ل اللو أن رسو -عنها 8.وليو

“Telah menceritakan kepada kami Muḥammad bin Khālid, telah

menceritakan kepada kami Muḥammad bin Mūsā bin Aʻyan, telah

menceritakan kepada kami Ayahku, dari „Amr bin al-Ḥārits, dari „Ubaid

Allah bin Abī Jaʻfar, bahwa Muḥammad bin Jaʻfar telah menceritakan

kepadanya dari „Urwah dari „Āisyah ra., bahwa Rasulullah Saw bersabda:

„Barang siapa meninggal dunia dan atasnya (diwajibkan) berpuasa, maka

(diwajibkan) berpuasa untuknya oleh walinya.” (HR. al-Bukhārī)

Dari hadis tersebut, Imam al-Subkī (w.1623 M./1032 H.) meng-qaḍā’ salat

kerabatnya yang telah meninggal. Hal ini menunjukkan bahwa qaḍā’ salat bagi

orang yang meninggal dianalogikan (qiyas) dengan qaḍā’ puasa bagi orang yang

meninggal. Hal ini diperkuat oleh pendapat dari Abū al-Ḥasan al-Maqdisī dalam

kitab al-Qiyās fī al-‘Ibādāt, bahwa barang siapa seorang Muslim meninggal dan

diwajibkan baginya salat atau i‟tikaf, maka dibolehkan untuk mengganti salatnya.

Statemen ini di-qiyas-kan dengan kebolehan berpuasa untuk orang lain. Namun

hal ini tidak berlaku bagi orang yang meninggalkan salat atau puasa dengan

sengaja tanpa ‘udzur.9

Pendapat ketiga diperkuat dengan adanya hadis yang mendeskripsikan

bahwa salat dan puasa tidak dapat dilakukan seseorang untuk mewakili orang lain,

namun dapat menggantinya dengan memberikan makanan kepada fakir miskin

8 Abū „Abd Allāh Muḥammad bin Ismāʻīl bin Ibrāhīm al-Bukhārī, al-Jāmiʻ al-Bukhārī

(Ṣaḥīḥ al-Bukhārī) (Bairūt: Dār al-Fikr. T.th.), Juz 7, h. 270, No. Hadis 1952 9 Syaīkh Rāmī bin Muḥammad Jibraīn Salhab Abū al-Ḥasan al-Maqdisī, al-Qiyās fī al-

‘Ibādāt wa Taṭbīqātuhu fī al-Mazhab al-Syāfiʻī (Bairūt: Dār Ibn Ḥazm, 2010 M./1431 H.), h. 235

Page 47: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

29

(fidyah).10

Karena itu, sebagian ulama sepakat bahwa utang salat dan puasa dapat

digantikan dengan fidyah, namun tentunya dengan beberapa kriteria tertentu. Pada

bagian ini penulis akan memaparkan fidyah salat terlebih dahulu dengan beberapa

dalil yang dijadikan landasan umat muslim melaksanakan fidyah salat di

kehidupan mereka dan ketentuan-ketentuan khusus di dalamnya.

1. Definisi Fidyah Salat

Secara etimologi, fidyah ( (فدية berasal dari bahasa Arab yang berarti

„tebusan.‟ Sementara dalam kitab-kitab fiqh, istilah fidyah juga dikenal dengan

istilah iṭʻām م (ا) إطع yang berarti „memberi makan.‟11

Berdasarkan keterangan dari

beberapa literatur fiqh klasik atau „kitab kuning,‟ disebutkan bahwa orang yang

meninggal dalam keadaan memiliki utang salat, walinya dianjurkan untuk

membayar fidyah sebanyak satu mud setiap hari dari salat yang ditinggalkan si

mayyit. Pendapat ini mayoritas datang dari mazhab al-Syāfiʻī. Sementara fidyah

salat menurut mazhab al-Ḥanafī, ukuran fidyahnya ialah setengah ṣa’, jika si

mayyit berwasiat untuk membayar fidyah.12

Terkait ukuran fidyah, Fuad Thohari mengutip pendapat Muḥammad ibn

Abī al-Fatḥ al-Ba‟lī, bahwa satu mud menurut ulama Ḥijāz setara dengan 1,3 ritl.

Sementara menurut ulama Iraq, satu mud sama dengan dua ritl. Menurut al-

Jawharī, satu mud sama dengan ¼ ṣa’. Sedangkan menurut ulama fiqh, seperti

Imām Abū Ḥanīfah (w.150 H), Imām Mālik (w.179 H), dan Imām Aḥmad bin

10

Lihat Abū „Abd al-Raḥmān Aḥmad bin „Alī ibn Syuʻaīb bin „Alī bin Sinān bin Bahr al-

Khurasānī al-Qādī, Sunan al-Nasā’ī al-Kubrā, Muḥaqqiq: „Abd al-Ghaffār Sulaymān al-Bandārī,

(Bairūt: Dār al-Kitab al-„Ilmiyyah, 1991 M/1411 H), No. Hadis: 2918, Juz 2, h. 175 11 Imam Muḥammad al-Razī, Mukhtar al-Ṣiḥah, (Libanon: Maktabah Lubnan, 1989), h.

435 12

Ibn „Abd al-Muʻṭā Muḥammad bin „Umar bin „Alī Nawawī al-Jāwī al-Bantanī al-

Tāwidī, Nihāyah al-Zaīn: fī Irsyād al-Mubtadi’īn (T.Tp: Syarikah al-Nūr Asiā, T.Th), h. 192-193,

Abī Bakr Ibn al-Sayyid Muḥammad Syaṭā al-Dimyāṭī, Iʻānah al-Ṭālibīn (Bairūt: Dār al-Fikr,

T.Th), h. 24, dan al-Sayyid „Alwī Ibn al-Sayyid Aḥmad al-Saqāf, Tarsyīḥ al-Mustafīdīn, (Bairūt:

Dār al-Fikr, T.Th.), h. 143

Page 48: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

30

Ḥanbal (w.241 H), satu mud setara dengan 9,22 cm3 atau 0.766 liter. Pendapat lain

menyatakan bahwa takaran mud menurut salah satu mazhab Hanafi ialah 1.072

Gram (± 1,072 Kg). Mazhab Hanafi membolehkan mengganti mud beras dengan

qimah (konversi uang yang senilai dengan harga beras). Oleh karena itu, apabila

harga beras 1 Kg adalah Rp.10.000,- maka jumlah fidyah yang harus dibayar per-

mud-nya ialah minimal Rp.10.720,-. Namun apabila nilai harga tersebut

dilebihkan, maka akan lebih baik. Dengan demikian, apabila umat Muslim ingin

membayar fidyah dalam bentuk uang, maka ia harus mengikuti takaran mud

mazhab Hanafi tersebut, agar terhindar dari talfiq (hanya mencari yang gampang

dan tidak satu qaḍiyah). Sementara Imām al-Nawāwī al-Dimasyqī berpendapat

bahwa satu mud gandum (ḥinṭah) beratnya 456,54 gram, dan satu mud beras putih

beratnya 679,79 gram.13

Sedangkan ukuran ṣa’, Fuad Thohari mengutip pendapat Imām Abū

Ḥanīfah, Imām Mālik, dan Imām Aḥmad bin Ḥanbal, bahwa satu ṣa’ setara

dengan 14,65 cm3 atau sama dengan 3,45 liter. Sementara satu ṣa’ gandum

(ḥinṭah) menurut Imām al-Nawāwī al-Dimasyqī yaitu sama dengan 1862,18 gram,

namun satu ṣa’ beras putih, ukurannya sama dengan 2.719,19 gram. Berbeda

dengan pendapat tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa

satu ṣa’ sama dengan empat mud. Sementara satu mud setara dengan 576 gram.14

Ukuran inilah yang dijadikan MUI sebagai standar ukuran fidyah di wilayah

Indonesia.

13

Fuad Thohari, “Mengungkap Istilah-istilah Khusus dalam Tiga Rumpun Kitab Fikih

Syāfi„iyyah,” dalam Jurnal Ahkam: Vol. XIII, No. 1, (Januari 2013), h. 128, Lihat pula: Muḥammad ibn Abī al-Fatḥ al-Ba‟lī, al-Maṭli’ ‘ala Abwāb al-Fiqh, (Bairūt: al-Maktab al-Islāmī,

1981), h. 8 14

Fuad Thohari, “Mengungkap Istilah-istilah Khusus dalam Tiga Rumpun Kitab Fikih

Syāfi„iyyah,” h. 128

Page 49: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

31

Dalam hal ini, fidyah salat hanya berlaku bagi orang yang telah meninggal

dalam keadaan memiliki utang salat. Adapun orang yang masih hidup, ia tetap

diwajibkan melaksanakan kewajiban salat sebagaimana syariat Islam yang

berlaku. Dalam hadis Nabi Saw, dijelaskan bahwa apabila seseorang

meninggalkan salat karena lupa atau tertidur, ia diwajibkan meng-qaḍā’ salatnya

pada saat ia ingat (sadar). Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhārī (w.256 H) dan

Muslim (w.261 H) dari Anas bin Mālik:

ث نا عبد األعلى د بن المث ن حد ث نا مم ث نا سعيد عن ق تادة وحد عن أنس بن مالك قال حدارت ها أن يصلي ها فكف ها إذا قال نب اللو صلى اللو عليو وسلم من نسي صلة أو نام عن

15.ذكرىا“Dan telah menceritakan kepada kami Muḥammad bin al-Mutsannā, telah

menceritakan kepada kami „Abd al-Aʻlā, telah menceritakan kepada kami

Saʻīd dari Qatādah dari Anas bin Mālik, ia berkata; Nabi Saw bersabda:

"Barangsiapa lupa salat atau ketiduran karenanya, maka kaffarat-nya adalah

ia menunaikan salat di saat mengingatnya.” (HR. Muslim)

Hadis Muslim di atas diriwayatkan dari Muḥammad bin al-Mutsannā, dari

„Abd al-Aʻlā, dari Saʻīd, dari Qatādah, dari Anas bin Mālik. Derajat hadis ini

dinilai saḥīḥ. Hadis ini juga dikuatkan dengan hadis riwayat al-Ṭabrānī, al-

Dāruquṭnī, dan al-Baihaqī dari Abū Hurairah secara marfu’. Adapun hadis yang

setema dengan hadis tersebut adalah hadis riwayat sahabat Ḥafiṣ bin Abī al-„Aṭaf,

namun dalam hal ini terjadi perselisihan. Al-Bukhārī dan Abū Ḥatim menilai

bahwa hadis riwayat Ḥafiṣ tersebut adalah munkar al-ḥadīts, karena ada Yaḥyā

bin Yaḥyā yang dinilai sebagai kadzab (pembohong).16

15

Abū Ḥusain Muslim bin al-Ḥajjāj al-Qusyairī, Ṣaḥīḥ Muslim (Bairūt: Dar al-Jail, T.Th),

Juz 2, h. 142 16

Zain al-Din Abī al-Faraj „Abd al-Raḥman bin Ahmad al-Baghdadi (Ibn Rajab al-

Hanbali), Syarah ‘Alal al-Tirmidzī li Ibn Rajab, Muhaqqiq: Nur al-Din „Itr dan Hamām „Abd al-

Rahim Sa‟id, (Riyadh: Maktabah al-Rasyad, 2001), Juz 1, h. 291

Page 50: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

32

Hadis riwayat Muslim di atas menunjukkan bahwa seseorang yang

meninggalkan salat karena lupa atau tertidur, ia tetap diwajibkan meng-qaḍā’

salat yang ditinggalkannya, dan disunnahkan untuk menyegerakan qaḍā’-nya. Hal

tersebut merupakan kaffarat bagi orang yang masih hidup apabila meninggalkan

salat karena alasan apapun. Ia tetap diwajibkan meng-qaḍā’ salatnya saat ia ingat

dan tidak ada fidyah salat baginya. Ibn Rajab dalam Syarḥ ‘Alal al-Tirmidzī

menyebutkan bahwa perintah qaḍā’ salat dalam hal ini yaitu bagi seseorang yang

tertidur seperti biasa, bukan karena pingsan atau tidak sadarkan diri dalam waktu

yang lama. Apabila seseorang dalam keadaan pingsan atau tidur dalam waktu

yang lama, maka tidak ada qaḍā’ baginya. Dengan kata lain, apabila seseorang

tertidur dan melewatkan satu hingga lima waktu salat atau lebih, maka tidak ada

qaḍā’ baginya. Jumhur ulama berpendapat berdasarkan keumumam hadis bahwa

seseorang tertidur atau lupa maka hendaknya ia meng-qaḍā’ salatnya apabila ia

telah sadar (ingat). Imam Abū Ḥanīfah (w.150 H), Imam Mālik (w.179 H) dan

Imam Aḥmad (w.241 H) menegaskan bahwa tidak ada kaffarat (denda) bagi orang

yeng meninggalkan salat selain meng-qaḍā’-nya.17

Sementara pada kasus orang meninggal yang memiliki utang salat, dalam

kitab Nihāyah al-Zaīn dijelaskan bahwa apabila seseorang meninggal dunia dan ia

memiliki utang salat, menurut Ibn Burhān (w.1124 M./518 H.) dan para pengikut

mazhab al-Syāfiʻī, walinya dianjurkan agar membayar fidyah sebanyak satu mud

dari setiap salat yang ditinggalkan. Senada dengan pendapat tersebut, mazhab al-

Ḥanafī menambahkan jika fidyah salat dibayarkan ketika seseorang masih dalam

17

Zain al-Dīn Abī al-Faraj „Abd al-Raḥman Ibn Syihāb al-Dīn al-Baghdadī (Ibn Rajab),

Fatḥ al-Bārī li Ibn Rajab, Muhaqqiq: Abū Mu‟adz Ṭarīq ibn „Awḍ Allāh bin Muḥamad (Arab

Saudi: Dār Ibn al-Jauzī, 1422 H), Juz 3, h. 351. Lihat pula: Ibn Rajab al-Ḥanbali, Syarḥ ‘Alal al-

Tirmidzī li Ibn Rajab, Juz 1, h. 291

Page 51: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

33

keadaan sakit (masih hidup), maka fidyahnya tersebut tidak sah. Bahkan jika si

mayyit berwasiat, ukuran fidyahnya ialah setengah ṣa’.18

Adapun cara fidyahnya

yaitu dengan memberikan makanan kepada fakir miskin sebanyak satu mud atau

setengah ṣa’ untuk satu waktu salat yang ditinggalkan si mayyit.

Masjfuk Zuhdi dalam hal ini menilai bahwa ulama telah sepakat jika orang

yang meninggal dan memiliki utang salat, maka wali/keluarganya tidak wajib

menggantikan salatnya. Namun Zuhdi sendiri tidak menyebutkan bahwa salat

yang ditinggalkan si mayyit dapat digantikan dengan fidyah atau tidak. Ia hanya

menegaskan pendapat Sayyid Sabiq bahwa salat yang ditinggalkan si mayit tidak

perlu di-qaḍā’ oleh walinya.19

Pendapat ini juga didukung oleh Muhammad Bagir

al-Habsyi. Ia menyatakan bahwa para ulama telah menyepakati apabila orang

meninggal yang pada masa hidupnya pernah meninggalkan beberapa di antara

salat farḍu, maka salatnya tidak dapat digantikan oleh walinya atau orang lain.20

Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa fidyah salat berkaitan erat

dengan utang salat orang yang telah meninggal. Sebagian ulama seperti Ibn

Burhan dan sebagian pengikut mazhab al-Syāfiʻī serta al-Ḥanafī telah sepakat jika

orang yang meninggal dan ia memiliki utang salat farḍu, maka utang salatnya

tersebut tidak perlu digantikan oleh keluarganya atau orang lain, namun cukup

diganti dengan fidyah, yaitu dengan memberikan makanan kepada fakir miskin

sebanyak satu mud dari setiap salat yang ditinggalkan. Sementara itu, tidak ada

fidyah salat bagi orang yang masih hidup, sebagaimana pendapat Mazhab al-

Ḥanafī di atas. Seseorang yang masih hidup dan mampu (secara fisik) tetap

18

„Alī Nawawī al-Jāwī al-Bantanī, Nihāyah al-Zaīn: fī Irsyād al-Mubtadi’īn, h. 193 19

Masjfuk Zuhdi, Studi Islam, Jilid II (Jakarta: Rajawali, 1992), h. 62 20

Muhammad Bagir al-Habsyi, Fiqih Praktis: Menurut al-Qur’an, al-Sunnah, dan

Pendapat Para Ulama (Bandung: Mizan, 1999), h. 365

Page 52: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

34

diwajibkan melaksanakan salat tanpa terkecuali, sesuai dengan syariat Islam yang

berlaku.

2. Hadis Fidyah Salat

Dalil-dalil yang dijadikan landasan umat Muslim untuk melaksanakan

fidyah salat didasarkan pada beberapa hadis dan pendapat ulama. Menurut Imam

al-Nawāwī, hadis dalam makna yang luas tidak hanya mencakup perkataan,

perbuatan, dan ketetapan yang di-marfuʻ-kan kepada Nabi Saw, melainkan pada

perkataan, perbuatan, dan ketetapan yang disandarkan kepada sahabat dan tabi‟in

juga. Hadis yang disandarkan kepada sahabat disebut dengan hadis mawqūf,

sementara hadis yang disandarkan kepada tabi‟in disebut dengan hadis maqṭuʻ.21

Meskipun hadis-hadis yang mengisyaratkan adanya fidyah salat terbilang sedikit,

bahkan terbilang mawqūf, namun keyakinan umat muslim untuk melaksanakan

ajaran Islam tetap kuat dengan didukung oleh pendapat-pendapat para ulama

dalam kitab fiqh klasik. Pada bagian ini diawali dengan teks hadis fidyah salat,

makna hadisnya, dan penelusuran fidyah salat di kalangan ulama hadis.

a. Teks Hadis Fidyah Salat

Berdasarkan penelusuran penulis, hadis tentang fidyah salat berkaitan erat

dengan fidyah puasa. Hadis tersebut hanya ditemukan di dua tempat, yaitu dalam

Kitab Sunan al-Kubrā al-Nasā’ī dan Kitab Musykil al-Ātsar li al-Ṭaḥāwī. Hadis

yang terdapat dalam dua kitab tersebut merujuk pada seorang sahabat, yaitu Ibn

„Abbās (w.68 H). Adapun hadis yang diriwayatkan dalam Sunan al-Kubrā al-

Nasā’ī adalah sebagai berikut:

21 Abū Zakariyyā Yaḥyā bin Syarf al-Nawāwī, Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim, (Bairūt: Dār al-Fikr,

T.Th.), Juz 1, h. 29-30. Lihat pula: Fatchur Rahman, Ikhtisār Muṣṭalaḥ al-Ḥadīts (Bandung:

PT. Al-Ma‟arif, 1974), h. 27

Page 53: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

35

ال ل ق و ح أل اج ا ج ا ح ن ث د ح ال ع ق ي ر ن ز ب و ى د و ي ز ا ي ن ث د ح ال ى ق ل ع د األ ب ن ع د ب م م أ ب ن أ بن عباس ، قال : ل يصلي أحد عن عن اح ب ر ب أ ن ب اء ط ع ن ى ع س و ن م وب ب ي ا أ ن ث د ح

ا من حنطة كل ن يطعم عنو مكان أحد ، ول يصوم أحد عن أحد ، ولك .22ي وم مد

“Telah memberitakan Muḥammad bin „Abd al-Aʻlā, ia berkata; telah

menceritakan kepada kami Yazīd yaitu Ibn Zuraīʻ, ia berkata; telah

menceritakan kepada kami Ḥajjāj al-Aḥwal, ia berkata; telah menceritakan

kepada kami Ayyūb bin Mūsā, dari „Aṭā‟ bin Abī Rabāḥ dari „Ibn „Abbās, ia

berkata: Tidak ada salat seseorang dari orang lain, dan tidak ada puasa

seseorang dari orang lain, tetapi hendaknya memberikan makanan darinya

setiap hari sebanyak satu mud dari gandum.” (HR. Al-Nasā‟ī)

Hadis tersebut diriwayatkan al-Nasā‟ī (w.303 H) dari Muḥammad bin „Abd

al-Aʻlā, dari Yazīd bin Zuraīʻ, dari Ḥajjāj al-Aḥwal, dari Ayyūb bin Mūsā, dari

„Aṭā‟ bin Abī Rabāḥ, dari Ibn „Abbās. Menurut Ibn Abī al-„Izz al-Ḥanafī, hadis

tersebut memiliki sanad yang ṣaḥīḥ.23

Adapun berdasarkan penelitian penulis,

sanad pada hadis tersebut terdapat perawi dari kalangan tabiʻīn bernama „Aṭā‟ bin

Abī Rabāḥ yang dinilai tsiqah oleh sebagian para ulama hadis, namun dalam

periwayatannya banyak yang mursal dan keliru dalam periwayatan.24

Dalam hal

ini al-Dzahabī menyatakan bahwa riwayat mursal tersebut adalah dari Nabi Saw,

Abū Bakar al-Ṣiddīq, Attāb bin Asīd, „Utsmān bin „Affān, al-Faḍl bin „Abbās, dan

Ṭā‟ifah.25

Oleh karena itu, periwayatan dalam hadis ini tidak mursal, karena al-

Dzahabī tidak menyebut „Aṭā‟ bin Abī Rabāḥ me-mursal-kan hadis yang

diriwayatkan Ibn „Abbās. Maka dapat dikatakan bahwa seluruh perawi pada hadis

di atas adalah sahih (saḥīḥ al-isnād).

22

Abū „Abd al-Raḥmān Aḥmad bin „Alī ibn Syuʻaīb bin „Alī ibn Sinān bin Bahr al-

Khurasānī al-Qādī, Sunan al-Nasa’ī al-Kubrā, Muḥaqqiq: „Abd al-Ghaffār Sulaymān al-Bandārī,

Juz 2 (Bairūt: Dār al-Kitab al-„Ilmiyyah, 1991 M/1411 H), No. Hadis: 2918, h. 175. 23

Ibn Abī al-„Izz al-Ḥanafī, Syarḥ al-‘Aqīdah al-Ṭaḥāwiyyah (Riyāḍ: Dār „Alam al-

Kutub, 1997 M./1418 H.), h. 664-676. 24

Abū Saʻīd bin Khalīl bin Kaykaldī Abū Saʻīd al-„Alā‟ī, Jāmiʻ al-Taḥṣīl fī Aḥkām al-

Marāsīl, Muḥaqqiq: Ḥamidī „Abd al-Majīd al-Salafī (Bairūt: „Ālim al-Kutub, 1986), Juz 1, h. 237. 25

Syams al-Dīn Abū „Abd Allāh Muḥammad bin Aḥmad al-Dzahabī, Siyar Aʻlām al-

Nubalā, Muḥaqqiq: Syuʻaīb al-Arnā‟ūṭ (Bairūt: Mu‟assasah al-Risalah, 1982), Juz 9, h. 86.

Page 54: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

36

Sedangkan hadis yang diriwayatkan al-Ṭaḥāwī dalam Musykil al-Ātsar li al-

Ṭaḥāwī ialah sebagai berikut:

ث نا ث نا يي بن عثمان بن صالح قال: حد ث نا يزيد بن حد سوار بن عبد اهلل العنبي قال: حد، ق اج الباىلي اج بن الج اج األحول قال أبو جعفر: وىو الج ث نا الج د زريع قال: حد

ث عنو يزيد، وإب راىيم بن طهمان، ث نا أي حد وب بن وىو مقبول الرواية عند أىلها قال: حدهما قال: ل يصلي أحد عن أحد، ول يصوم موسى، عن عطاء، عن ابن عباس رضي اهلل عن

26.أحد عن أحد، ولكن يطعم عنو مكان كل ي وم مد حنطة

“Telah menceritakan kepada kami Yaḥyā bin „Utsmān bin Ṣāliḥ, ia berkata;

telah menceritakan kepada kami Sawwār bin „Abd Allāh al-„Anbarī, ia

berkata; telah menceritakan kepada kami Yazīd bin Zuraīʻ, ia berkata; telah

menceritakan kepada kami al-Ḥajjāj al-Aḥwal, -Abū Jafar berkata: ia adalah

al-Ḥajjāj bin al-Ḥajjāj al-Bahilī, yang telah meriwayatkan darinya yaitu

Yazīd dan Ibrahim bin Ṭahmān, riwayatnya maqbūl di sisi golongannya-; ia

berkata; telah menceritakan kepada kami Ayyūb bin Mūsā, dari „Aṭā‟, dari

„Ibn „Abbās, ia berkata: Tidak ada salat seseorang dari orang lain, dan tidak

ada puasa seseorang dari orang lain, tetapi hendaknya memberikan makanan

darinya setiap hari sebanyak satu mud gandum.” (HR. Al-Ṭaḥāwī)

Abū Jaʻfar Aḥmad bin Muḥammad al-Ṭaḥāwī meriwayatkan hadis tersebut

dari Yaḥyā bin „Utsmān bin Ṣāliḥ, dari Sawwār bin „Abd Allāh al-„Anbarī, dari

Yazīd bin Zuraīʻ, dari Ḥajjāj al-Aḥwal, dari Ayyūb bin Mūsā, dari „Aṭā‟ bin Abī

Rabāḥ, dari Ibn „Abbās. Jika dilihat dari sanad-nya, hadis ini masih satu jalur

dengan hadis yang diriwayatkan oleh al-Nasa‟ī di atas, karena Muḥammad bin

„Abd al-Aʻlā (guru al-Nasa‟ī) dan Sawwār bin „Abd Allāh al-„Anbarī sama-sama

bertemu dengan satu guru, yaitu Yazīd bin Zuraīʻ. Berdasarkan penelitian penulis,

sanad hadis ini juga dinilai saḥīḥ (saḥīḥ al-isnād).

26

Abū Jaʻfar Aḥmad bin Muḥammad bin Salāmah bin „Abd al-Malik bin Salamah al-

Azdī al-Ḥujrī al-Miṣrī al-Maʻrūf bi al-Ṭaḥāwī, Musykil al-ātsār li al-Ṭaḥāwī (T.Tp: T.P, T.Th),

No. Hadis 1986, Juz 5, h. 370

Page 55: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

37

Dari segi penyandaran, hadis-hadis fidyah salat di atas ada yang

menganggapnya marfu’,27

namun ada pula yang menganggapnya mawquf. Dalam

Syarḥ al-‘Aqīdah al-Ṭaḥāwiyyah disebutkan bahwa hadis tersebut sampai kepada

Nabi Saw (marfu’). Namun dalam kitab Sunan al-Kubra al-Nasā’ī tidak

disebutkan nama Nabi Saw, dan hanya sampai kepada Ibn „Abbās (mawquf).

Pendapat ini menurut Ibn Abī al-„Izz al-Ḥanafī datang dari al-Ḥāfizh al-Zayla‟ī

dalam Naṣb al-Rāyah.28

Sementara hadis yang setema dengan hadis di atas adalah

hadis dari Ibn „Umar, yang juga diketahui berstatus mawquf. Hadis riwayat Ibn

„Umar tersebut juga disetujui oleh Imam Mālik (w.179 H) dalam al-Muwaṭṭa’

yang menyatakan bahwa sanadnya sahih dari Ibn „Umar. Dengan demikian, hadis

tentang fidyah tersebut tidak diketahui ke-marfu’an-nya.29

Ali Mustafa Yaqub menganggap bahwa bahwa hadis tersebut bukan

merupakan kreasi ijtihad Ibn „Abbās sendiri. Hal ini atas pertimbangan bahwa

tidak mungkin Ibn „Abbās mengetahui sampai atau tidaknya pahala fidyah

seseorang untuk orang yang telah meninggal.30

Pendapat ini didukung oleh

pernyataan Hasjim Abbas, yang mengungkapkan bahwa pemberitaan tentang

pengalaman kegamaan sahabat, baik individu maupun kolektif, sepanjang masih

berikatan dengan nuansa otoritas nubuwwah atau terkesan berlangsung pada masa

kenabian, maka dalam ilmu hadis pemberitaan tersebut diberikan status marfuʻ,

27

Beberapa mufassir mengutip hadis dari Ibn „Abbās yang diriwayatkan al-Nasā‟i secara

marfu’, yaitu sampai kepada Nabi Saw. Di antaranya yaitu al-Qurṭubī dan Wahbah al-Zuḥailī.

Lihat: Abū „Abd Allah bin Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr bin Farh al-Qurṭubīy, al-Jami’ li

Ahkam al-Qur’an, Jilid 2, h. 285, dan Wahbah bin Muṣtafā al-Zuḥailī, Tafsir al-Munīr (Bairūt:

Dār al-Fikr, 1418 H), Juz 2, h. 145 28

Lihat: „Abd Alllah bin Yūsuf Abū Muḥammad al-Ḥanafī al-Zayla‟ī, Naṣb al-Rāyah,

(T.Tp. T.Th.), Juz 2, h. 463 29

Ṣadr al-Dīn Muḥammad bin „Alā‟u al-Dīn bin Muḥammad bin Abī al-„Izz al-Ḥanafī,

Syarḥ al-‘Aqīdah al-Ṭaḥāwiyyah. Taḥqīq: Aḥmad Syākir (Riyāḍ: Dār „Alam al-Kutub, 1997

M./1418 H.), h. 459 30

Ali Mustafa Yaqub, “Fidyah Shalat untuk Orang Meninggal,” di akses dari

http://tebuireng.online/fidyah-shalat-untuk-orang-meninggal/ pada 9 Juni 2017.

Page 56: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

38

dan disebut marfuʻ ḥukmīy atau marfu’ secara hukum. Lebih jauh, Hasjim Abbas

mengungkapkan bahwa indikator ke-marfu’-an suatu hadis tidak harus

mencantumkan nama Nabi Saw, namun dianggap cukup memadai apabila materi

berita dalam matan mengisyaratkan adanya ikatan waktu dengan periode

kehidupan Nabi Saw, mencerminkan implementasi bimbingan keagamaan oleh

Nabi Saw, dan penjelasan sahabat yang substansinya diyakini bukan merupakan

kreasi ijtihad dan transformasi kejadian-kejadian yang dialami sahabat pada masa

lalu.31

Sebagai contoh, Hasjim Abbas mencantumkan hadis dengan redaksi matan

yang tidak mengekplisitkan Nabi Saw. Salah satunya yaitu hadis yang

diriwayatkan al-Bukhārī (w.256 H), sebagai berikut:

ث نا مروان بن ش ث نا أحد بن منيع حد ثن السي حد ث نا سال األفطس عن سعيد حد جاع حدفاء ف ثلثة شربة عسل وشرطة مجم هما قال الش بن جب ي عن ابن عباس رضي اللو عن

ت عن الكي ي عن ليث عن ماىد عن ابن عباس رفع الديث ورواه ا .وكية نار وأن هى أم لقم 32.لم ف العسل والجمعن النب صلى اللو عليو وس

“Telah menceritakan kepadaku al-Ḥusaīn; telah menceritakan kepada kami

Aḥmad bin Manīʻ; telah menceritakan kepada kami Marwān bin Syujāʻ;

telah menceritakan kepada kami Sālim al-Afṭas, dari Saʻīd bin Jubaīr, dari

Ibn „Abbās ra, ia berkata: kesembuhan dari penyakit terletak pada tiga (3)

hal: minum madu, upaya mengeluarkan darah oleh orang yang berbekam,

dan dengan sentuhan besi yang dipanaskan; dan aku melarang umatku dari

cara penyembuhan dengan besi panas.” (HR. Al-Bukhārī)

Menurut Hasjim Abbas, matan hadis tersebut dinyatakan berstatus marfu’

ḥukmīy. Ke-marfu’-an hadis tersebut dinilai al-Bukhārī (w.256 H) sehubungan

dengan statemen Ibn „Abbās (w.68 H) yang melarang umat Islam berbuat sesuatu

31

Hasjim Abbas, Kritik Matan Hadis: Versi Muhaddisin dan Fuqaha (Yogyakarta: Teras,

2004), h. 67-68 32

Abū „Abd Allāh Muḥammad bin Ismāʻīl bin Ibrāhīm al-Bukhārī, al-Jāmiʻ al-Bukhārī

(Ṣaḥīḥ al-Bukhārī), Muḥaqqiq: Muḥammad bin Zuhaīr bin Nāṣir al- Nāṣir, (Bairūt: Dār Ṭūq al-

Najāh, 1422 H.), Juz 14, h. 301, No. Hadis 5680

Page 57: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

39

demi kesembuhan dari penyakit, tidak mungkin sejatinya mengatasnamakan

dirinya sebagai „Abd Allāh bin „Abbās. Statemen tersebut secara implisit

mempertanggungjawabkan sumbernya kepada Nabi Saw sebagai pemegang

kewenangan tasyri’ atau legislator.33

Dari penjelasan di atas, penulis menilai bahwa hadis fidyah salat di atas

merupakan hadis yang marfu’ secara hukum. Meskipun banyak pihak yang tidak

setuju, pendapat Hasjim Abbas di atas perlu dipertimbangkan secara serius dalam

kajian ilmu hadis. Status marfu’ hukmiy pada hadis yang tidak menyebutkan nama

Nabi dapat dijadikan rujukan yang sah apabila ada bukti-bukti kuat yang

mendukung statemen para sahabat. Bahkan apabila ada pihak yang menolak

statemen para sahabat sebagai penyaduran dari Nabi, maka hal tersebut akan

menyebabkan hadis-hadis dari sahabat menjadi batal, dan menimpa pada sebagian

besar hadis-hadis sahih.34

b. Makna Hadis Fidyah Salat

Fidyah salat berkaitan erat dengan adanya larangan seseorang untuk

mewakili salat dan puasa orang lain. Hal ini sebagaimana yang telah dijelaskan

sebelumnya bahwa salat dan puasa merupakan ibadah fisik yang tidak dapat

diwakili oleh orang lain. Ibn Ḥajar al-„Asqallānī (w.852 H) dalam hal ini

menyatakan bahwa pendapat tentang seseorang tidak dapat mewakili salat orang

lain didasarkan pada hadis yang diriwayatkan dari Ibn „Umar dan Ibn „Abbās.35

Sebagaimana dinyatakan Imam Mālik (w.179 H) dalam kitabnya, al-Muwaṭṭā’,

bahwa Ibn „Umar berkata:

33

Hasjim Abbas, Kritik Matan Hadis: Versi Muhaddisin dan Fuqaha, h. 68-69 34

Hasjim Abbas, Kritik Matan Hadis: Versi Muhaddisin dan Fuqaha, h. 68 35

Ibn Ḥajar al-„Asqallānī, Fatḥ al-Bārī, h. 372-373

Page 58: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

40

عن أحد أخب رنا مالك أنو ب لغو أن عبد اللو بن عمر ، قال ، فذكره ، قال مالك : ول أسع هم أ هم بالمدينة أن أحدا من حابة ، ول من التابعي رضي اللو عن مر أحدا يصوم عن من الص

ا ي فعلو كل أحد لن فسو ، ول ي عملو أحد عن أحد 36أحد ، ول يصلي عن أحد ، وإن

“Telah mengabarkan kepada kami Mālik, bahwa ia telah menyampaikan

bahwa „Abd Allāh bin „Umar, ia berkata: maka ia menyebutkannya, yaitu

Mālik berkata: dan aku tidak mendengar dari seseorang di kalangan sahabat,

dan tidak pula dari tabi‟in ra. di Madinah bahwa seseorang di antara mereka

telah memerintahkan seseorang berpuasa untuk orang lain, dan tidak pula

memerintahkan salat untuk orang lain, dan sesungguhnya apa yang yang

dilakukan setiap orang adalah untuk dirinya sendiri, dan tidak ada amal

seseorang untuk orang lain.” (HR. Mālik)

Sementara hadis yang diriwayatkan al-Nasā‟ī (w. 303 H) dalam Sunan al-

Kubra, bahwa Ibn „Abbās (w.68 H) berkata:

ال ل ق و ح أل اج ا ج ا ح ن ث د ح ال ع ق ي ر ن ز ب و ى د و ي ز ا ي ن ث د ح ال ى ق ل ع د األ ب ن ع د ب م م أ ب ن أ بن عباس ، قال : ل يصلي أحد عن عن اح ب ر ب أ ن ب اء ط ع ن ى ع س و ن م وب ب ي ا أ ن ث د ح

.37ل يصوم أحد عن أحد أحد ، و

“Telah memberitakan Muḥammad bin „Abd al-Aʻlā, ia berkata; telah

menceritakan kepada kami Yazīd yaitu Ibn Zuraīʻ, ia berkata; telah

menceritakan kepada kami Ḥajjāj al-Aḥwal, ia berkata; telah menceritakan

kepada kami Ayyūb bin Mūsā, dari „Aṭā‟ bin Abī Rabāḥ dari „Ibn „Abbās, ia

berkata: Tidak ada salat seseorang dari orang lain, dan tidak ada puasa

seseorang dari orang lain.” (HR. Al-Nasā‟ī)

Meski demikian, pendapat di atas tidak berlaku apabila seseorang yang

meninggal memiliki nadzar salat. Orang meninggal yang memiliki utang nadzar

salat dapat diwakilkan nadzar salatnya oleh walinya. Hal ini sebagaimana riwayat

yang disebutkan al-„Asqallānī bahwa Ibn „Umar pernah menyuruh seorang wanita

yang ibunya telah meninggal dan memiliki nadzar salat di Quba‟, dan ia berkata:

“Salatlah engkau atas namanya!.” Pendapat Ibn „Umar ini juga sejalan dengan

36

„Abd Allāh bin Yūsuf Abū Muḥammad al-Ḥanafī al-Zaylaʻī, Naṣb al-Rāyah fī Takhrīj

Aḥādīts al-Hidāyah (T.Tp: T.P, T.Th), Juz 4, h. 456-459 37

Abū „Abd al-Raḥmān, Sunan al-Nasa’ī al-Kubrā, Juz 2, No. Hadis: 2917, h. 175.

Page 59: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

41

pendapat Ibn „Abbās.38

Adapun Ibn „Abbās menceritakan bahwa Sa‟ad bin

„Ubadah al-Anshari pernah meminta fatwa kepada Nabi Saw tentang nadzar

ibunya yang telah meninggal, namun belum ditunaikannya. Kemudian Nabi Saw

memerintahkan agar ia menunaikan nadzar ibunya tersebut, lalu nadzar tersebut

berubah menjadi sunnah. Dengan demikian, seseorang dapat mengganti salat

orang lain yang telah meninggal apabila orang yang meninggal tersebut memiliki

nazdar salat.39

Pada dasarnya, makna hadis tentang fidyah salat di atas masih sangat

general. Makna salat di atas dapat bermakna salat farḍu atau bisa juga bermakna

salat nadzar. Namun para ulama telah mengklasifikasikan bahwa salat yang tidak

dapat diwakilkan oleh orang lain adalah salat farḍu, sementara salat yang dapat

diwakilkan oleh orang lain adalah salat nadzar. Apabila seseorang memiliki utang

salat farḍu, dapat diganti dengan memberikan makanan (fidyah) kepada orang

miskin sebanyak satu mud dari setiap salat yang ditinggalkan. Namun apabila

seseorang memiliki utang nadzar salat, maka walinya disunnahkan untuk

mewakili salat nadzarnya tersebut.

Secara literal, dalam teks hadis fidyah salat dikatakan bahwa fidyah

dibayarkan dengan memberikan makanan sebanyak satu mud gandum/ beras

untuk satu hari salat atau puasa yang ditinggalkan. Artinya, satu mud gandum/

beras bukan untuk satu waktu salat, tetapi untuk satu hari (lima waktu salat).

Namun para ulama fiqh berijma‟ bahwa salat merupakan ibadah yang dilakukan

sebanyak lima kali dalam sehari, karena itu satu hari salat tidak sama dengan satu

hari puasa. Pendapat ini datang dari al-Zaylaʻī dalam kitab Naṣb al-Rāyah. Ia

38

Ibn Ḥajar al-„Asqallānī, Fatḥ al-Bārī, h. 370-371 39

Ibn Ḥajar al-„Asqallānī, Fatḥ al-Bārī, h. 371

Page 60: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

42

menyatakan bahwa para ulama menganggap setiap waktu salat sama dengan satu

hari puasa.40

Dengan demikian, jika utang salat si mayyit dalam satu hari sebanyak

lima kali, maka fidyah salat yang harus dibayarkan setiap harinya adalah sebanyak

lima mud. Namun pendapat ini masih dalam perdebatan, karena bertentangan

dengan petunjuk hadis di atas. Dalam hal ini, hadis menduduki tingkat yang lebih

tinggi dibandingkan dengan ijma’ dan qiyas. Oleh karena itu, pendapat bahwa

fidyah sebanyak satu mud untuk satu hari salat (lima waktu salat) adalah pendapat

yang perlu diutamakan. Meski demikian, pendapat ini tidak sampai menyalahkan

pendapat dari ijma’ para ulama tersebut.

Perlu digarisbawahi bahwa utang salat yang dapat diganti dengan fidyah

adalah utang salatnya orang yang telah meninggal dunia. Adapun bagi orang yang

masih hidup dan mampu melaksanakan salat, ia tetap diwajibkan untuk meng-

qaḍā’ salat yang ditinggalkannya. Dengan demikian, apabila seseorang meninggal

dan ia memiliki utang salat, maka wali/keluarganya tidak perlu meng-qaḍā’

salatnya, namun cukup menggantinya dengan membayar fidyah.41

c. Sunnah: Tradisi Fidyah Salat di Kalangan Ulama

Setelah Nabi Saw (w.11 H.) wafat, banyak peristiwa dan kejadian baru yang

memerlukan petunjuk syara’ para sahabat. Para sahabat dikenal banyak mengerti

tentang ilmu fiqh dan sumber-sumber hukum Islam,42

terutama hadis-hadis Nabi

Saw sebagai rujukan para sahabat dalam berfatwa setelah al-Qur‟an. Para sahabat

merupakan generasi yang belajar langsung kepada Nabi Saw tentang segala

40 „Abd Allāh bin Yūsuf Abū Muḥammad al-Ḥanafī al-Zaylaʻī, Naṣb al-Rāyah fī Takhrīj

Aḥādīts al-Hidāyah, Juz 4, h. 456 41

Abī Bakr Ibn al-Sayyid Muḥammad Syaṭā al-Dimyāṭī, Iʻānah al-Ṭālibīn, h. 24 42

Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam: Permasalahan dan Fleksibilitasnya

(Jakarta: Sinar Grafika, 1995), h. 64.

Page 61: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

43

macam bentuk ilmu keislaman. Hadis bersumber dan berkembang dari tradisi

Nabi Saw yang menyebar secara luas seiring dengan penyebaran Islam, termasuk

juga tradisi fidyah. Tradisi kenabian selanjutnya menjadi teladan yang diikuti dan

diaktualisasikan para sahabat dan tabi‟in dalam keseharian mereka. Tradisi

kenabian ini kemudian dijadikan model oleh ulama setelahnya.43

Oleh karena itu,

tradisi fidyah salat merupakan salah satu tradisi yang dilakukan ulama-ulama

terdahulu berdasarkan petunjuk hadis, dan mengabadikannya dalam kitab-kitab

fiqh klasik dengan beragam pendapat dan perdebatannya. Hal ini tercantum dalam

kitab Nihāyah al-Zaīn: fī Irsyād al-Mubtadi’īn karya Imam Nawawi Banten, kitab

Iʻānah al-Ṭālibīn karya Muḥammad Syaṭā al-Dimyāṭī, dan kitab Tarsyīḥ al-

Mustafīdīn karya Aḥmad Alwi.

Setelah Nabi Saw wafat tahun 11 H./623 M., terjadi perubahan yang

signifikan. Hadis-hadis tidak lagi diriwayatkan dari sumber pertama, tetapi dari

sumber kedua dan seterusnya yang mempunyai posisi jauh berbeda dengan

sumber pertama.44

Oleh karena itu, penyampaian matan hadis yang bersumber

dari Nabi Saw dapat terjadi perbedaan pemahaman oleh sebagian sahabat,

termasuk pemahaman hadis yang disampaikan oleh Ibn „Abbās (w.68 H) tentang

fidyah salat. Sebagian tabi‟in tidak setuju dengan pendapat Ibn „Abbās yang

membolehkan adanya fidyah salat untuk orang meninggal. Karena itu, tidak

semua tabi‟in menjadikan hadis yang diriwayatkannya sebagai model atau ḥujjah

karena alasan tertentu.45

Dengan demikian, wajar jika pada generasi para

43

M. Alfatih Suryadilaga, Aplikasi Penelitian Hadis: Dari Teks ke Konteks (Yogyakarta:

Teras, 2009), h. 176-177 44

Mustafa al-Sibaʻī, Al-Sunnah wa Makānatuhā fī al-Tasyrī al-Islāmī, (Bairūt: Dār al-

Warraq, 1998), h. 129 45

Argumentasi para tabi‟in yang menggunakan qaul sahabat sebagai hujjah adalah karena

para sahabat diridhai Allah sebagaimana dalam Q.S. al-Taubah ayat 100, terdapat hadis Nabi Saw

Page 62: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

44

muḥaddis dan imam mazhab fiqh seperti Imam Mālik (w.179 H), Imam Ḥanafi

(w.150 H), Imam al-Syāfi‟ī (w.204 H), dan Imam Aḥmad bin Ḥanbal (w.241 H),

berbeda pendapat mengenai fidyah salat yang disampaikan sahabat Ibn „Abbās

tersebut.

Hasbi Ash Shiddieqy dengan mengutip pendapat Fakhr al-Islām al-Bazdāwī,

menunjukkan bahwa Abū Ḥanīfah (w.150 H) tidak menyalahi sahabat dalam

perkara-perkara yang tidak dapat diijtihadkan, seperti tentang sampainya amalan

orang yang masih hidup untuk orang yang meninggal, khususnya fidyah salat.

Sementara al-Sarakhsī menegaskan bahwa sahabat harus diikuti dalam segala

keadaan, apabila tidak ada naṣ yang menentangnya.46

Imam Mālik (w.179 H) juga

menegaskan bahwa seorang mufti harus mengambil fatwa sahabat. Karena Imam

Mālik menganggap bahwa sesuatu yang diamalkan para sahabat, disebut sebagai

sunnah. Hal ini juga disampaikan al-Karakhī bahwa mengambil pendapat sahabat

berarti mengambil sunnah.47

Oleh karena itu, al-Syibrāmalisī (w.1676 M./1087 H.)

menegaskan bahwa membayar fidyah salat untuk orang yang telah meninggal

tidak lain hanyalah sunnah.48

3. Ruang Lingkup Fidyah Salat

a. Fidyah Salat Bagi Orang Meninggal

Fidyah salat pada umumnya hanya berlaku bagi orang yang telah meninggal

dunia, dan tidak berlaku bagi orang yang masih hidup. Hal ini karena kewajiban

yang menunjukkan ketinggian martabat sahabat dan kebasahan mengikutinya, dan fatwa-fatwa

sahabat tidak keluar dari sunnah Nabi Saw. Sedangkan para tabi‟in yang tidak menggunakan

ijtihad sahabat sebagai hujjah mereka di antaranya adalah karena sahabat tidak ma’shum, tidak

dapat terhindar dari kesalahan, sering terjadi kekeliruan pendapat antar sahabat, dan lain

sebagainya. Lihat: Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam, h. 65-69 46

TM. Hasbi Ash Shiddieqy, Pokok-pokok Pegangan Imam Mazhab (Semarang: PT.

Pustaka Rizki Putra, 1997), h. 161 47

TM. Hasbi Ash Shiddieqy, Pokok-pokok Pegangan Imam Mazhab, h. 206-207 48

„Alī Nawawī al-Jāwī al-Bantanī al-Tāwidī, Nihāyah al-Zaīn, h. 193

Page 63: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

45

salat atas setiap muslim tidak dapat diganggu gugat. Meskipun sedang sakit, salat

tetap harus dikerjakan. Sebagaimana yang dicontohkan Ibn „Abbās (w.68 H)

ketika ia sakit mata, yaitu dari matanya selalu keluar air. Seorang Ṭabīb yang

datang kepadanya berkata, “izinkanlah saya mengobati matamu, selama lima hari

hendaknya engkau tidak bersujud di atas tanah, tetapi harus di atas kayu yang

ditinggikan.” Ibn „Abbās menjawab, “Sekali-kali tidak akan aku lakukan. Demi

Allah, satu rakaat pun aku tidak akan mengerjakan salat seperti ini. Aku teringat

sabda Rasulullah Saw, “orang yang sengaja meninggalkan satu salat saja, maka

ia akan berjumpa dengan Allah dalam keadaan Allah murka kepadanya.”49

Begitu wajibnya salat untuk dikerjakan oleh setiap muslim, sehingga di waktu

sakitpun kewajiban untuk salat tetap tidak berubah. Hanya saja, ketika sakit

mendapatkan rukhṣah (keringanan), seperti mengerjakan salat dengan posisi

duduk atau berbaring jika tidak mampu untuk berdiri, sebagaimana hadis yang

diriwayatkan Imam Abū Dāwud (w.275 H) berikut:

ث نا وكيع عن إب راىيم ب د بن سليمان األن باري حد ث نا مم ن طهمان عن حسي المعلم حدعن عمران بن حصي قال كان ب الناصور فسألت النب صلى اللو عليو عن ابن ب ريدة

50.ف على جنب وسلم ف قال صل قائما فإن ل تستطع ف قاعدا فإن ل تستطع “Telah menceritakan kepada kami Muḥammad bin Sulaimān al-Anbārī,

telah menceritakan kepada kami Wakīʻ dari Ibrāhim bin Ṭahmān dari

Ḥusaīn al-Muʻallim dari Ibn Buraidah dari „Imrān bin Ḥushaīn dia berkata;

"Aku menderita penyakit wasir, lalu aku tanyakan hal itu kepada Nabi Saw,

maka beliau bersabda: "Salatlah dengan berdiri, dan apabila kamu tidak

mampu, maka dengan duduk, jika tidak mampu, maka dengan berbaring.”

(HR. Abū Dāwud)

49

Maulana Mauhammad Zakariya al-Kandhalawi, Kitab Talim: Himpunan Kitab

Fadhilah Amal, Penerjemah: Maulana Ahmad Syaifudin, dkk (Bandung: Pustaka Zaadul Ma‟aad,

T.Th), h. 471 50

Abū Dāwud Sulaymān bin al-Asyʻats al-Sijistānī, Sunan Abī Dāwud (Bairūt: Dār al-

Fikr, 1994), Juz 3, h. 142, No. Hadis: 815

Page 64: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

46

Demikianlah aturan yang dijelaskan dalam hadis-hadis Nabi Saw tentang

kewajiban salat bagi mukallaf. Adapun ketika seseorang yang sedang sakit namun

ia tidak melaksanakan salat hingga akhirnya ia meninggal, maka ia memiliki

utang salat yang harus dibayarkan dengan fidyah. Dengan demikian, dapat

ditegaskan bahwa fidyah salat hanya berlaku bagi orang yang telah meninggal

dunia.

Dalam hal pembayaran utang salat, mayoritas ulama al-Syāfiʻīyyah sepakat

bahwa pembayaran fidyah salat hanya dihitung dari salat farḍu yang ditinggalkan

saja. Namun ulama al-Ḥanafiyyah menambahkan bahwa di samping salat farḍu,

pembayaran fidyah juga dihitung merangkap dengan salat sunnah, yaitu salat

witir. Dalam Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama pada Muktamar NU ke-10 di

Pekalongan, disebutkan bahwa orang meninggal yang memiliki utang salat

sebanyak delapan (8) hari diwajibkan membayar fidyah sebanyak empat puluh

(40) mud. Karena delapan hari dikali lima waktu, dan tiap-tiap waktu satu mud.

Pendapat kalangan ulama Nahdliyyin ini didasarkan pada kitab Iʻānah al-

Ṭālibīn.51

Pendapat tersebut menunjukkan bahwa ulama NU lebih cenderung

kepada pendapat ulama al-Syāfiʻīyyah.

b. Fidyah Salat Bagi Orang Miskin?

Secara umum, orang yang berhak menerima fidyah, baik fidyah salat

maupun puasa, adalah orang-orang yang miskin. Dalam al-Qur‟an dijelaskan

bahwa fidyah adalah memberikan makanan kepada orang miskin, sebagaimana

dideskripsikan dalam Q.S. Al-Baqarah [2]: 184 berikut:

51

Abdul Aziz Masyhuri, Masalah Keagamaan: Hasil Muktamar dan Munas Ulama

Nahdlatul Ulama Kesatu (1926) s.d. Ketigapuluh (2000), Jilid I (Jakarta: QultumMedia, 2004), h.

92-93

Page 65: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

47

184. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara

kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka

(wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-

hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika

mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang

miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan,

Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika

kamu mengetahui.

Dalam hal ini juga muncul pertanyaan apakah orang miskin yang

meninggal, dan ia memiliki utang salat diwajibkan membayar fidyah? Para ulama

berbeda pendapat tentang hal ini. Sebagian ulama menyatakan bahwa orang

miskin tidak wajib membayar fidyah, sedangkan sebagian ulama lain tetap

mewajibkan membayar fidyah. Latar belakang perdebatan ini dipaparkan Ibn

Rusyd dalam kitabnya, Bidāyah al-Mujtahid, bahwa suatu ketentuan yang tidak

dijelaskan hukumnya boleh jadi dapat disamakan dengan masalah utang. Orang

yang memiliki tanggungan utang, wajib membayar pada saat ia mampu. Namun

boleh juga dikatakan bahwa seandainya wajib dilaksanakan, Nabi Saw pasti

langsung menjelaskan hal tersebut.52

Dalam hal ini, karena statusnya tidak jelas

atau diperselisihkan, maka jumhur ulama menyatakan tidak wajib membayar

fidyah, namun wajib di-qaḍā’ oleh walinya.53

52

Ibn Rusyd, Bidāyah al-Mujtahid, Penerjemah: Beni Sarbeni, dkk. (Jakarta: Pustaka

Azzam, 2006), h. 629 53

Ibn Rusyd, Bidāyah al-Mujtahid, h. 630

Page 66: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

48

Tabel 1 :

Analisa Pendapat Ulama tentang Fidyah Salat Bagi Orang Meninggal

No. Ulama Pendapat Keterangan

1

- Imam al-Syāfiʻī

- Imam al-Syibrāmalisī

Tidak wajib qaḍā’

salat dan tidak wajib

fidyah oleh walinya

2 - Imam Ḥanafī

Tidak wajib qaḍā’

salat dan tidak wajib

fidyah oleh walinya

Kecuali jika yang

meninggal

berwasiat

3

- Ibn Abī „Iṣrūn

- Ibn Daqīq al-„Aīd

- Imam al-Subkī

Wajib qaḍā’ salat

dan tidak wajib

fidyah oleh walinya

4

- Ibn Burhān

- Aṣḥāb al-Syāfiʻī

- Al-Ḥanafiyyah

Tidak wajib qaḍā’

salat, namun wajib

fidyah oleh walinya

B. Fidyah Puasa

Dalam Kamus Induk Ibadah disebutkan bahwa fidyah puasa berarti tebusan

yang harus dibayarkan seorang mukallaf yang tidak mampu menjalankan ibadah

puasa ramadhan.54

Fidyah puasa pada umumnya telah disepakati oleh para ulama,

karena baik dalam al-Qur‟an maupun hadis, kedua sumber hukum Islam tersebut

membolehkan seorang muslim untuk tidak berpuasa pada bulan ramadhan karena

54

Ibnu Abi Nashir, Kamus Induk Ibadah Terlengkap dari A-Z (Yogyakarta: Citra Risalah,

2012), h. 37

Page 67: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

49

alasan tertentu, namun diwajibkan baginya untuk membayar fidyah, yaitu

memberikan makanan kepada fakir miskin. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam

al-Qur‟an surat al-Baqarah [2] ayat 184. Fidyah pada masa awal perkembangan

Islam berlaku bagi siapapun yang merasa tidak mampu untuk melaksanakan

puasa, tanpa ada ketentuan khusus. Akibatnya, banyak muslim yang lebih

memilih untuk membayar fidyah daripada melaksanakan puasa. Kemudian turun

ayat al-Qur‟an selanjutnya (ayat 185) yang menegaskan kewajiban puasa bagi

setiap muslim. Dari hal tersebut muncul kriteria tertentu atas kebolehan seseorang

mengganti puasa yang ditinggalkan dengan fidyah.55

Pada bagian ini akan dipaparkan lebih dalam terkait kasus fidyah puasa pada

masa awal Islam berikut hadis-hadis yang menguatkannya. Dalam hadis-hadis

tersebut juga ditegaskan kriteria tertentu terkait kebolehan seseorang untuk

meninggalkan puasa karena tidak mampu atau karena hal-hal lain dan

menggantinya dengan fidyah.

1. Definisi Fidyah Puasa

Menurut Zurinal, fidyah puasa adalah memberi makanan kepada orang

miskin sebagai pengganti puasa ramadhan yang telah ditinggalkan seseorang.

Adapun ukuran fidyah yang harus dibayarkan terjadi perbedaan pendapat di

kalangan Ulama. Dalam hal ini Zurinal mengutip pendapat Ibrahim Muhammad

yang mengemukakan perbedaan pendapat dari empat Imam Mazhab fiqh.

Pertama, Mazhab Mālikī berpendapat bahwa fidyah yang harus diberikan kepada

fakir miskin adalah satu mud makanan pokok, dan tidak sah apabila diberikan

55

Lihat: Abū ʻĪsā Muḥammad bin ʻĪsā bin Sawrah Ibn Mūsā al-Tirmidzī, Sunan al-

Tirmidzī. Muḥaqqiq: Aḥmad Muḥammad Syākir, dkk. (Bairūt: Dār Iḥyā‟ al-Turāts al-„Arabī,

T.Th.), Juz 3, h. 162, No. Hadis: 728

Page 68: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

50

kepada orang yang menjadi tanggungannya. Kedua, Mazhab al-Ḥanafī

berpendapat bahwa fidyah yang harus dibayarkan adalah setengah Ṣāʻ gandum

atau yang seharga dengannya. Artinya, Mazhab al-Ḥanafī membolehkan

pembayaran fidyah kepada fakir miskin dengan uang. Senada dengan Mazhab

Mālikī, Mazhab al-Ḥanafī juga berpendapat tidak sah apabila diberikan kepada

orang yang wajib dinafkahinya.56

Ketiga, Mazhab al-Syāfiʻī berpendapat bahwa fidyah yang harus dibayarkan

untuk menebus puasa yang ditinggalkan adalah satu mud atau 0,6875 liter setiap

harinya. Mazhab al-Syāfiʻī juga berpendapat tidak sah apabila diberikan kepada

orang yang menjadi tanggungannya. Keempat, Mazhab Ḥanbalī berpendapat

bahwa fidyah yang harus dibayarkan adalah satu mud gandum atau boleh juga

dibayarkan dengan setengah Ṣāʻ tamar atau anggur kering, atau keju. Mazhab

Ḥanbalī menegaskan tidak sah apabila fidyah dibayarkan dengan selain makanan

tersebut. Artinya, Mazhab Ḥanbalī tidak membolehkan membayar fidyah dengan

uang.57

Perbincangan tentang ukuran fidyah puasa juga menjadi perhatian penting di

kalangan mufassir, salah satunya adalah al-Qurṭubī. Dalam kitab tafsirnya, al-

Qurṭubī menjelaskan perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang ukuran

fidyah puasa. Menurutnya, sahabat Abū Hurairah, al-Qāsim bin Muḥammad,

Mālik (w.179 H), dan al-Syāfiʻī (w.204 H), berpendapat bahwa ukuran fidyah

untuk mengganti puasa yang telah ditinggalkan setiap harinya adalah satu mud,

56

Zurinal Z. dan Aminuddin, Fiqih Ibadah (Jakarta: Lemlit UIN Jakarta, 2008), h. 151-

152 57

Zurinal Z. dan Aminuddin, Fiqih Ibadah, h. 152

Page 69: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

51

sementara al-Tsaurī berpendapat bahwa ukuran fidyah untuk pengganti puasa

setiap harinya adalah satu ṣāʻ (satu gantang).”58

2. Hadis Fidyah Puasa

Hadis-hadis fidyah puasa banyak ditemukan sebagai penafsiran atas surat al-

Baqarah ayat 184. Para sahabat yang sering menjelaskan terkait fidyah puasa di

antaranya adalah Ibn „Abbās dan Ibn „Umar. Sementara sahabat Salamah bin al-

Akwa‟ justru menganggap bahwa ayat fidyah puasa telah dihapus oleh ayat

setelahnya secara hukum, sehingga puasa adalah kewajiban atas setiap muslim

yang tidak boleh ditinggalkan. Berikut ini akan dipaparkan hadis-hadis fidyah

puasa beserta maknanya.

a. Teks Hadis Fidyah Puasa

Fidyah puasa pada dasarnya telah disepakati oleh para ulama karena adanya

nash dalam al-Qur‟an surat al-Baqarah [2] ayat 184. Namun sebagaimana

dijelaskan sebelumnya bahwa pada masa awal perkembangan Islam, ayat fidyah

puasa dipahami telah di-mansukh (dihapus) secara hukum. Artinya, puasa tetap

menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim tanpa terkecuali.

Hal ini disebabkan karena umat muslim pada masa awal lebih memilih

membatalkan puasa dengan alasan tidak mampu dan menggantinya dengan

fidyah.59

Kejadian tersebut terrekam dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim

(w.261 H), al-Tirmidzī (w.279 H), al-Nasā‟ī (w.303 H) dan al-Dārimī (w.255 H)

dari Salamah bin al-Akwa‟ dan diriwayatkan oleh Abū Dāwud (w. 275 H) dari Ibn

„Abbās. Adapun hadis yang diriwayatkan oleh Muslim yaitu:

58

Abu „Abd Allah bin Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr bin Farh al-Qurṭubīy, al-

Jami’ li Ahkam al-Qur’an (Damaskus: al-Majmu‟ al-Ilmi al-„Arabi, 1945), Jilid 2, h. 285 59

Sulaimān Muḥammad al-Lahīmīd, I’ānah al-Muslim fī Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim (Arab

Saudi: al-Rufaḥa‟, T.Th.), Juz 1, h. 46

Page 70: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

52

ث نا بكر ث نا ق ت يبة بن سعيد حد عن عمرو بن الارث عن بكي عن -ي عن ابن مضر -حدا ن زلت ىذه الية يزيد مول سلمة وعلى الذين (عن سلمة بن األكوع رضي اللو عنو قال لم

كان من أراد أن ي فطر وي فتدي حت ن زلت الية الت ب عدىا )يطيقونو فدية طعام مسكي ها 60ف نسخت

“Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Saʻīd, telah menceritakan

kepada kami Bakr –yaitu Ibn Muḍar-, dari „Amr bin al-Ḥārits, dari Bukaīr,

dari Yazīd Maulā Salamah, dari Salamah bin al-Akwaʻ, ia berkata; Ketika

turun ayat; "…dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika

mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang

miskin…". (QS. Albaqarah 184), banyak orang yang menginginkan untuk

tetap makan (tidak berpuasa) dan hanya membayar fidyah, sampai turun

ayat setelahnya dan me-nasakh-nya.” (HR. Muslim)

Muslim (w.261 H) meriwayatkan hadis di atas dari Qutaibah bin Saʻīd, dari

Bakr bin Muḍar, dari „Amr bin al-Ḥārits, dari Bukaīr dari Yazīd Maulā Salamah,

dari Salamah bin al-Akwa‟. Dari segi penyandaran, riwayat hadis ini merupakan

hadis mawquf, namun tidak diragukan lagi keabsahannya.

Sementara hadis yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzī, yaitu:

ث نا بكر بن مضر عن عمرو بن الارث عن بكي بن عبد اللو بن ا ث نا ق ت يبة حد ألشج عن حدا ن زلت عن سلمة بن األ يزيد مول سلمة بن األكوع وعلى الذين يطيقونو فدية ( كوع قال لم

ها )م مسكي طعا كان من أراد منا أن ي فطر وي فتدي حت ن زلت الية الت ب عدىا ف نسخت قال أبو عيسى ىذا حديث حسن صحيح غريب ويزيد ىو ابن أب عب يد مول سلمة بن

61األكوع “Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada

kami Bakr bin Muḍar, dari „Amr bin al-Ḥārits dari Bukaīr bin „Abd Allāh

bin al-Asyaj, dari Yazīd mantan budak Salamah bin al-Akwaʻ, dari Salamah

bin al-Akwaʻ berkata; "Ketika turun ayat: 'Dan barangsiapa yang tidak

mampu untuk berpuasa maka hendaknya dia membayar fidyah dengan

memberi makan orang miskin', Siapapun di antara kami boleh memilih

60

Abū Ḥusain Muslim bin al-Ḥajjāj al-Qusyairī, Ṣaḥīḥ Muslim (Bairūt: Dar al-Jail, T.Th),

Juz 3, h. 154, No. 1931 61

Abū ʻĪsā Muḥammad bin ʻĪsā bin Sawrah Ibn Mūsā al-Tirmidzī, Sunan al-Tirmidzī.

Muḥaqqiq: Aḥmad Muḥammad Syākir, dkk. (Bairūt: Dār Iḥyā‟ al-Turāts al-„Arabī, T.Th.), Juz 3,

h. 162, No. Hadis: 728

Page 71: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

53

untuk tidak berpuasa dan membayar fidyah hingga turun ayat yang

sesudahnya menghapus hukumnya." Abu „Īsā berkata; "Ini merupakan

hadits ḥasan ṣaḥīḥ gharīb dan Yazīd bernama: Ibn Abū „Ubaīd mantan

budak Salamah bin al-Akwaʻ.” (HR. Al-Tirmidzī)

Al-Tirmidzī (w.279 H) meriwayatkan hadis tersebut dari Qutaibah, dari

Bakr bin Muḍar, dari „Amr bin al-Ḥārits dari Bukaīr bin „Abd Allāh bin al-Asyaj

dari Yazīd mantan budak Salamah bin al-Akwaʻ, dari Salamah bin al-Akwaʻ. Al-

Tirmidzī menyatakan dalam hadisnya bahwa kualitas hadis tersebut adalah ḥasan

ṣaḥīḥ gharīb.

Hadis yang diriwayatkan al-Nasā‟ī yaitu:

ق ت يبة قال أن بأنا بكر وىو ابن مضر عن عمرو بن الارث عن بكي عن يزيد مول أخب رناا ن زلت ىذه الية }وعلى الذين يطيقونو سلمة بن األكوع عن سلمة بن األكوع قال لم

طعام مسكي{ كان من أراد منا أن ي فطر وي فتدي حت ن زلت الية الت ب عدىا فدية ها 62ف نسخت

“Telah mengabarkan kepada kami Qutaibah, ia berkata; telah memberitakan

kepada kami Bakr, yaitu Ibn Muḍar, dari „Amr bin al-Ḥārits dari Bukaīr dari

Yazīd -budak Salamah bin al-Akwaʻ- dari Salamah bin al-Akwa', ia berkata;

"Ketika ayat ini turun "Dan wajib bagi orang-orang yang berat

menjalankannya (jika mereka tidak puasa) membayar fidyah, (yaitu):

memberi makan seorang miskin " di antara kami ada yang ingin berbuka

dan membayar fidyah, hingga turun ayat selanjutnya, lalu ayat tersebut

menghapusnya." (HR. Al-Nasā‟ī)

Al-Nasā‟ī (w.303 H) meriwayatkan hadis tersebut masih pada jalur sanad

yang sama, yaitu dari Qutaibah, dari Bakr bin Muḍar dari „Amr bin al-Ḥārits dari

Bukaīr dari Yazīd -budak Salamah bin al-Akwaʻ- dari Salamah bin al-Akwaʻ.

Hadis yang diriwayatkan al-Nasā‟ī di atas juga merupakan hadis yang Ṣaḥīḥ.

Adapun hadis yang diriwayatkan oleh al-Dārimī yaitu:

62

Abū „Abd al-Raḥmān Aḥmad bin ibn Syuʻaīb al-Nasā‟ī, Sunan al-Nasā’ī bi Syarḥ al-

Suyūṭī wa ḥāsyiyah al-Sanadī (Bairūt: Dār al-Ma‟rifah, 1420 H), Juz 4, h. 503, No. Hadis: 2315

Page 72: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

54

ثن بكر ىو ابن مضر عن بكي ىو ابن األشج عن عمرو أخب رنا عبد اللو بن صالح قال حدا ن زلت ىذه الية بن الارث عن يزيد مول سلمة وعلى (عن سلمة بن األكوع أنو قال لم

قال كان من أراد أن ي فطر وي فتدي ف عل حت ن زلت )الذين يطيقونو فدية طعام مسكي ها 63الية الت ب عدىا ف نسخت

“Telah mengabarkan kepada kami „Abd Allāh bin Ṣāliḥ, ia berkata; telah

menceritakan kepadaku Bakr -yaitu Ibn Muḍar- dari Bukair, yaitu Ibn al-

Asyaj, dari „Amr bin al-Ḥārits dari Yazīd mantan budak Salamah bin al-

Akwa', dari Salamah bin Al Akwa', bahwa ia berkata ketika turun ayat ini:

'(Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak

berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin) ' (QS.

Al-Baqarah: 184).) Salamah berkata, "Dahulu orang yang hendak berbuka

dan membayar fidyah maka boleh ia melakukannya, hingga turunlah ayat

yang setelahnya dan menghapus hukum ayat tersebut.” (HR. Al-Dārimī)

Hadis di atas, al-Dārimī (w.255 H) meriwayatkannya dari „Abd Allāh bin

Ṣāliḥ dari Bakr -yaitu Ibn Muḍar- dari Bukair, yaitu Ibn al-Asyaj, dari „Amr bin

al-Ḥārits dari Yazīd mantan budak Salamah bin al-Akwa', dari Salamah bin al-

Akwa'. Hadis di atas dinilai sebagai hadis ḥasan, karena beberapa kritikus hadis

menilai „Abd Allāh bin Ṣāliḥ sebagai orang yang Ṣadūq dan lā ba’tsa bih.

Sedangkan hadis yang diriwayatkan dari Abū Dāwud yaitu:

ث نا بكر ي عن ابن مضر عن عمرو بن الارث عن بكي عن يز ث نا ق ت يبة بن سعيد حد يد حدا ن زلت ىذه الية سلمة بن األكوع قال مول سلمة عن طعام وعلى الذين يطيقونو فدية ( لم

كان من أراد منا أن ي فطر وي فتدي ف عل حت ن زلت ىذه الية الت ب عدىا ) مسكي ها 64ف نسخت

“Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Saʻīd, telah menceritakan

kepada kami Bakr –yaitu Ibn Muḍar-, dari „Amr bin al-Ḥārits, dari Bukaīr,

dari Yazīd Maulā Salamah, dari Salamah bin al-Akwaʻ, ia berkata; Ketika

turun ayat; "…dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika

mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang

63

Abū Muḥammad „Abd Allāh bin „Abd al-Raḥmān bin al-Faḍl bin al-Bahrām al-Dārimī,

Sunan al-Dārimī, (Kairo: Dār al-Fikr, 1978 M./1398 H.), Juz 5, h. 262, No. Hadis 1671 64

Abū Dāwud Sulaymān bin al-Asyʻats al-Sijistānī, Sunan Abī Dāwud (Bairūt: Dār al-

Kitāb al-„Arabī, T.Th), Juz 2, h. 265, No.Hadis 2317

Page 73: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

55

miskin…". (QS. Albaqarah 184), banyak orang yang menginginkan untuk

tetap makan (tidak berpuasa) dan hanya membayar fidyah, sampai turun

ayat setelahnya dan me-nasakh-nya.” (HR. Abū Dāwud)

Abū Dāwud (w.275 H) meriwayatkan hadis tersebut dari Qutaibah, dari Bakr

bin Muḍar, dari „Amr bin al-Ḥārits, dari Bukaīr, dari Yazīd mantan budak

Salamah bin al-Akwaʻ, dari Salamah bin al-Akwaʻ. Berdasarkan penelitian

penulis, hadis ini dinilai sebagai hadis yang ṣaḥīḥ.

b. Makna Hadis Fidyah Puasa

Hadis fidyah puasa merupakan hadis mawqūf karena disandarkan kepada

sahabat Nabi Saw, yaitu Ibn „Abbās. Menurut penulis, bahasa yang digunakan Ibn

„Abbās dalam hadis tersebut merupakan penjelas dan penegasan adanya fidyah

puasa sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur‟an surat al-Baqarah [2] ayat

184. Pengertian ini menunjukkan bahwa apabila seseorang berat melaksanakan

puasa, karena telah lanjut usia atau yang lainnya, maka diwajibkan baginya untuk

membayar fidyah, yaitu memberi makanan kepada fakir miskin. Fidyah puasa

juga berlaku bagi orang yang telah meninggal dunia, sebagaimana hadis yang

diriwayatkan al-Baihaqī dari Ibn „Abbās, yaitu:

ث نا أبو العباس وقد أخب رنا أبو بكر بن السن القاضى وأبو سعيد بن أب عمرو قال حداب بن عطاء أخب رنا سعيد عن روح بن د بن إسحاق أخب رنا عبد الوى ث نا مم األصم حد

عن ابن عباس : ف امرأة ت وف يت أو رجل القاسم عن على بن الكم عن ميمون بن مهران نو وعليو رمضان ونذر شهر ف قال ابن عباس : يطعم عنو مكان كل ي وم مسكينا أو يصوم ع

65.وليو لنذره “Dan telah mengabarkan kepada kami Abū Bakr bin al-Ḥasan al-Qāḍī, dan

Abū Saʻīd bin Abī „Amr, keduanya berkata; telah menceritakan kepada Abū

al-„Abbās al-Aṣam, telah menceritakan kepada kami Muḥammad bin Isḥāq,

telah mengabarkan kepada kami „Abd al-Wahhāb bin „Aṭā‟, telah

65

Abū Bakar Aḥmad bin al-Ḥusain bin „Alī al-Bayhaqī, Sunan al-Kubrā (India: Majlis

Dairah al-Ma‟arifah, 1344 H), Juz 4, h. 245

Page 74: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

56

memberitakan kepada kami Saʻīd, dari Rawḥ bin al-Qāsim, dari „Alī bin al-

Ḥakam, dari Maimūn bin Mihrān, dari Ibn „Abbās : Ketika ada seorang

perempuan meninggal ataupun laki-laki dan atasnya diwajibkan berpuasa

pada bulan ramadhan dan nadzar selama satu bulan, maka Ibn „Abbās

berkata: Berikan makanan atasnya setiap hari kepada orang miskin atau

berpuasa oleh walinya untuk nadzarnya.” (HR. Al-Baihaqī)

Dari hadis di atas, dapat dipahami bahwa orang yang tidak mampu

melaksanakan puasa ramadhan atau orang meninggal yang memiliki utang puasa,

maka ia dapat menggantinya dengan fidyah. Namun apabila seseorang yang

meninggal dan memiliki utang nadzar puasa, maka puasa nadzarnya dapat

digantikan oleh walinya. Meski demikian, dalam hal ini terdapat perbedaan

pendapat di kalangan fuqahā’. Sebagaimana ada pengecualian dari Imam Mālik,

yaitu apabila orang yang meninggal tersebut pada dasarnya mampu untuk men-

qaḍā’ puasa ramadhan atau menunaikan puasa nadzar-nya, maka wali tidak

diperbolehkan berpuasa untuknya. Karena pada dasarnya, tidak ada puasa yang

dapat diwakilkan untuk orang lain. Mazhab Imam Mālik berpendapat bahwa

memberikan makanan (membayar fidyah) untuk orang meninggal adalah suatu

kewajiban, termasuk kewajiban wali melaksanakan wasiat mayyit.66

Sementara

„Abd al-Bar mengutip pendapat Imam al-Syāfi‟ī (w.204 H) yang menyatakan

bahwa apabila orang meninggal yang memiliki tanggungan puasa, maka

diperbolehkan untuk membayar fidyah, dan tidak perlu untuk meng-qaḍā’-nya.67

Dengan demikian, wali diperbolehkan untuk meng-qaḍā’ puasa wajib

(ramadhan) yang ditinggalkan oleh mayyit. Wali yang dimaksud adalah setiap

orang yang dekat, khususnya ahli waris, atau golongannya. Namun dalam hal ini

66

Abū „Amr Yūsuf bin „Abd Allah bin Muḥammad bin „Abd al-Bar bin „Āṣim al-Namirī

al-Qurṭubī, Al-Tamhīd limā fi al-Muwaṭṭa’ min al-Ma’ānī wa al-Asānīd, Muḥaqqiq: Muṣtafā bin

Aḥmad al-„Alawī dan Muḥammad „Abd al-Kabīr al-Bakrī (T.Tp: Muassasah al-Qurṭubih, T.Th),

Juz 9, h. 27 67

Abū „Amr Yūsuf bin „Abd Allah bin Muḥammad bin „Abd al-Bar bin „Āṣim al-Namirī

al-Qurṭubī, Al-Istidzkār al-Jāmi’ li Madzāhib Fuqahā al-Amṣār, Muḥaqqiq: Sālim Muḥammad

„Aṭā (Bairūt: Dār al-Kitāb al-„Ilmiyyah, 2000), Juz 3, h. 340

Page 75: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

57

terjadi perbedaan pendapat. Para ahli hadis, Abū Tsaūr, dan golongannya,

menyatakan bahwa wali diperbolehkan berpuasa untuk mayyit karena hadisnya

dinilai sahih. Sementara Imam Mālik (w. 179 H) dan Abū Ḥanīfah (w.150 H)

berpendapat bahwa tidak ada puasa untuk mayyit, namun wali hanya diwajibkan

untuk membayar kaffarat (denda) berupa fidyah, sebagaimana hadis yang

diriwayatkan al-Tirmidzī (w.279 H) dari jalur Ibn „Umar secara marfu’(?).68

ث نا عبث ر بن القاسم عن أشعث عن ث نا ق ت يبة حد د عن نافع عن ابن عمر عن النب حد مممن مات وعليو صيام شهر ف ليطعم عنو مكان كل ي وم » قال -صلى اهلل عليو وسلم-

ىذا الوجو والصحيح قال أبو عيسى حديث ابن عمر ل ن عرفو مرفوعا إل من «. مسكينا عن ابن عمر موقوف ق ولو. واخت لف أىل العلم ف ىذا الباب ف قال ب عضهم يصام عن

نو وإذا كان الميت. وبو ي قول أحد وإسحاق قال إذا كان على الميت نذر صيام يصوم ع افعى ل يصوم أحد عن أحد. قال عليو قضاء رمضان أطعم عنو. وقال مالك وسفيان والش

لى د ىو عندى ابن عبد الرحن بن أب لي 69.وأشعث ىو ابن سوار. ومم“Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada

kami „Abtsar bin al-Qāsim, dari Asyʻats dari Muḥammad, dari Nāfiʻ, dari

Ibn „Umar dari Nabi Saw. ia bersabda: " Barang siapa yang meninggal dan

masih memiliki tanggungan puasa hendaknya ia memberi makan seorang

miskin untuk setiap harinya sebagai gantinya". Abu „Īsā berkata, kami tidak

mengetahui hadits Ibn „Umar ini diriwayatkan secara marfuʻ kecuali melalui

sanad ini dan yang benar adalah hadis ini mawqūf sampai kepada Ibn

„Umar. Para ahli ilmu berbeda pendapat, sebagian mereka yaitu Aḥmad dan

Isḥāq berpendapat jika si mayyit bernadzar puasa, maka boleh diwakilkan.

Namun jika dia memiliki kewajiban meng-qaḍā‟ puasa Ramadlan, maka

sebagai gantinya hendaknya ia memberi makan orang miskin. Mālik, Sufyān

dan al-Syāfiʻī berpendapat, seseorang tidak boleh mewakili puasanya orang

lain. Asyʻats ialah Ibn Sawwar dan menurutku Muḥammad disebut juga

dengan Ibn „Abd al-Raḥman bin Abū Lailā.” (HR. Al-Tirmidzī)

68

Muḥammad bin Ismaʻīl al-Amīr al-Kaḥlānī al-Ṣanʻānī, Subul al-Salām (T.Tp:

Maktabah Muṣtafā al-Bābī al-Ḥalabī, 1960 M./ 1379 H), h. 165 69

Abū ʻĪsā Muḥammad bin ʻĪsā bin Sawrah Ibn Mūsā al-Tirmidzī, Sunan al-Tirmidzī.

Muḥaqqiq: Aḥmad Muḥammad Syākir, dkk. (Bairūt: Dār Iḥyā‟ al-Turāts al-„Arabī, T.Th.), Juz 3,

h. 221 No. Hadis 722

Page 76: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

58

Al-Tirmidzī (w.279 H) menjelaskan bahwa riwayat hadis tersebut yang

sahih adalah mawquf, yaitu hanya sampai kepada Ibn „Umar. Karena hadis

tersebut tidak diketahui ke-marfu’an-nya. Adapun pada sanad Asy‟ats, yaitu Ibn

Siwār, menurut Yaḥyā bin Ma‟īn tidak ada suatu masalah pada jalur sanadnya.

Bahkan dikatakan bahwa riwayat hadis tersebut dinilai tsiqah.70

Sementara dalam konteks matan hadis, terjadi perbedaan pendapat di

kalangan ahli ilmu (hadis) tentang fidyah dan qaḍā’ puasa oleh wali orang yang

meninggal. Sebagian mereka menganggap bahwa jika puasa yang ditinggalkannya

adalah puasa nadzar, maka wali dibolehkan mewakili puasa nadzar-nya tersebut.

Sedangkan apabila puasa yang ditinggalkannya merupakan puasa ramadhan, maka

walinya cukup menggantinya dengan membayar fidyah. Pendapat ini datang dari

Imam Aḥmad dan Isḥāq. Sementara menurut Imam Mālik (w.179 H), Sufyān dan

Imam al-Syāfi‟ī (w.204 H), menyatakan bahwa seseorang tidak boleh mewakili

puasa orang lain. Adapun penjelasan tentang siapa saja yang dibolehkan

meninggalkan puasa ramadhan dan menggantinya dengan fidyah, akan penulis

jelaskan pada bahasan ruang lingkup fidyah puasa.

3. Ruang Lingkup Fidyah Puasa

a. Fidyah Puasa Bagi Orang yang Lanjut Usia

Orang yang telah lanjut usia dan tidak mampu untuk berpuasa, maka ia

boleh meninggalkan puasa ramadhan dan tidak wajib meng-qaḍā’-nya di hari

yang lain, sepanjang puasa terasa amat memberatkan baginya sepanjang tahun.

70

Imam Abī Muḥammad „Alī bin Zakariyā al-Manbajī, Al-Lubāb fi al-Jam’i Baina al-

Sunnah wa al-Kitāb, Tahqīq: Muḥammad Faḍl „Abd al-„Azīz al-Murād (Damaskus: Dār Qalam,

1994 M./1414 H.), Juz 1, h. 402

Page 77: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

59

Sebagai gantinya, ia diwajibkan membayar fidyah. Hal ini sebagaimana hadis

dalam riwayat al-Bukhārī berikut:

ث نا عمرو بن دينار ث نا زكرياء بن إسحاق حد ثن إسحاق أخب رنا روح حد ع حد عن عطاء سقال ابن عباس )فدية طعام مسكي (طيقونو ابن عباس ي قرأ وعلى الذين يطوقونو فل ي

يخ الكبي والمرأة الكبية ل يستطيعان أن يصوما ف يطعمان م كان ليست بنسوخة ىو الش .71كل ي وم مسكينا

“Telah menceritakan kepadaku Isḥāq, telah mengabarkan kepada kami

Rawḥ, telah menceritakan kepada kami Zakariyā‟ bin Isḥāq, telah

menceritakan kepada kami „Amr bin Dīnār, dari „Aṭā‟, ia mendengar Ibn

„Abbās membaca ayat; "Dan bagi orang-orang yang berat menjalankannya

maka wajib membayar fidyah yaitu memberi makan orang miskin, "(QS. Al-

Baqarah 184), Ibn „Abbās berkata; Ayat ini tidak dimanshukh, namun ayat

ini hanya untuk orang yang sudah sangat tua dan nenek tua, yang tidak

mampu menjalankannya, maka hendaklah mereka memberi makan setiap

hari kepada orang miskin.” (HR. al-Bukhārī)

Dalam hal ini, Wahbah al-Zuḥailī mengutip pendapat Ibn „Abbās (w.68 H)

bahwa orang tua yang tidak mampu berpuasa, ia diwajibkan untuk membayar

fidyah. Apabila ia juga tidak mampu untuk membayar fidyah, maka ia tidak

berkewajiban apapun, baik meng-qaḍā’ atau membayar fidyah. Namun hendaknya

ia memohon ampunan kepada Allah Swt.72

Adapun Orang yang berat

menjalankan puasa juga termasuk orang yang memiliki penyakit menahun dan

sulit untuk diharapkan kesembuhannya. Hal ini dijelaskan dalam hadis yang

diriwayatkan oleh al-Nasā‟ī (w.303 H), adapun hadisnya yaitu:

ث نا يزيد قال أن بأنا ورقاء عن عمرو ب د بن إساعيل بن إب راىيم قال حد ن دينار عن أخب رنا مميطيقونو )وعلى الذين يطيقونو فدية طعام مسكي (عن ابن عباس ف ق ولو عز وجل عطاء

را (يكلفونو فدية طعام مسكي واحد طعام مسكي آخر ليست بنسوخة )فمن تطوع خي

71

Abū „Abd Allāh Muḥammad bin Ismāʻīl bin Ibrāhīm al-Bukhārī, al-Jāmiʻ al-Bukhārī

(Ṣaḥīḥ al-Bukhārī) (Bairūt: Dār al-Fikr. T.Th.), Juz 13, h. 444, No. Hadis 4145 72 Wahbah al-Zuḥailī, Puasa dan Itikaf: Kajian Berbagai Mazhab, Penerjemah: Agus

Efendi dan Bahruddin Fannany (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h. 283

Page 78: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

60

ر لكم ( ر لو وأن تصوموا خي يام أو )ف هو خي ص ف ىذا إل للذي ل يطيق الص ل ي رخ 73مريض ل يشفى

“Telah mengabarkan kepada kami Muḥammad bin Ismāʻīl bin Ibrāhīm, ia

berkata; telah menceritakan kepada kami Yazīd, ia berkata; telah

memberitakan kepada kami Warqā‟, dari Ibn „Amr bin Dīnār, dari „Aṭā‟,

dari Ibn „Abbās tentang firman Allah Azza wa Jallā: "Dan wajib bagi orang-

orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar

fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin." Berat menjalankannya

artinya: dibebani membayar fidyah, memberi makan satu orang

miskin."Barangsiapa yang dengan kerelaan mengerjakan kebajikan."

Memberi makan seorang miskin yang lain, bukanlah ayat yang mansukh,

"tapi itulah yang baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu" dalam hal

ini tidak diberikan keringanan kecuali bagi orang yang tidak mampu

berpuasa atau sakit yang tidak dapat diharapkan sembuhnya." (HR. al-

Nasā‟ī)

Menurut Muhammad Bagir al-Habsyi, kewajiban membayar fidyah ini

hanya berlaku bagi mereka yang mampu. Adapun bagi mereka yang tidak mampu,

maka tidak diwajibkan atas mereka untuk membayar fidyah sampai mereka

mampu.74

Dengan demikian, kewajiban membayar fidyah tetap berlaku

kepadanya.

b. Fidyah Bagi Perempuan Hamil dan Menyusui

Pada kasus perempuan yang sedang hamil atau menyusui berdasarkan hadis,

mereka dibolehkan untuk berbuka (tidak berpuasa) di bulan ramadhan, namun

diwajibkan untuk membayar fidyah. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Abū

Dāwud, yaitu:

73

Abū „Abd al-Raḥmān Aḥmad bin „Alī ibn Syuʻaīb ibn „Alī ibn Sinān ibn Bahr al-

Khurasānī al-Qāḍī, Sunan al-Nasā’ī al-Kubrā (Bairūt: Dār al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1411 H), Juz 2,

h. 112, No. Hadis: 2626 74

Muhammad Bagir al-Habsyi, Fiqih Praktis, h. 351-352

Page 79: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

61

ث نا ابن أب عدي عن سعيد عن ق تادة عن عزرة عن سعيد بن جب ي ث نا ابن المث ن حد حديخ الكبي )وعلى الذين يطيقونو فدية طعام مسكي (عن ابن عباس قال كانت رخصة للش

يام أن ي فطرا ويطعما مكان كل ي وم مسكينا والب لى والمرأة الكبية وها يطيقان الص 75والمرضع إذا خاف تا قال أبو داود ي عن على أولدها أفطرتا وأطعمتا

“Telah menceritakan kepada kami Ibn al-Mutsannā, telah menceritakan

kepada kami Ibn Abī „Adī dari Saʻīd dari Qatādah, dari „Azrah, dari Saʻīd

bin Jubaīr, dari Ibn „Abbās: wa 'alalladzii yuthiiquunahu fidyatun tha'aamu

miskiin (dan bagi orang yang berat menjalankanya, wajib membayar fidyah,

yaitu memberi makan seorang miskin), ia berkata; hal tersebut merupakan

keringanan bagi laki-laki tua dan wanita tua, dan mereka -sementara kedua

mampu melakukan puasa- agar berbuka dan memberi makan setiap hari satu

orang miskin, dan keringanan bagi orang yang hamil dan menyusui apabila

merasa khawatir. Abū Dāwud berkata; yaitu khawatir kepada anak mereka

berdua, maka mereka berbuka dan memberi makan.” (HR. Abū Dāwud)

Dalam hal ini al-Qurṭubī berpendapat bahwa Ḥasan al-Baṣrī, „Aṭā‟ bin Abī

Rabaḥ, al-Ḍaḥāk, al-Nakhā‟ī, al-Zuhrī, Rabi‟ah, al-Auzā‟ī, dan pengikut mazhab

Imam Ḥanafi membolehkan wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa

serta tidak perlu untuk memberi makan kepada orang miskin (membayar fidyah).

Sementara Imam Mālik (w.179 H) hanya menyetujui wanita hamil saja, adapun

wanita yang menyusui yang meninggalkan puasa, maka ia diwajibkan untuk

meng-qaḍā’-nya. Berbeda pula dengan pendapat al-Syāfi‟ī (w.204 H) dan Aḥmad

(w.241 H), bahwa wanita hamil dan menyusui yang meninggalkan puasa

ramadhan, maka mereka wajib meng-qaḍā’ puasanya dan juga harus memberi

makan orang miskin sesuai dengan jumlah hari yang mereka tinggalkan.76

Berbeda dengan pendapat dia atas, Wahbah al-Zuḥailī memberi alasan

bahwa kebolehan wanita hamil dan menyusui tidak berpuasa, namun cukup hanya

75

Abū Dāwud Sulaymān bin al-Asyʻats al-Sijistānī, Sunan Abī Dāwud (Bairūt: Dār al-

Fikr, 1994), Juz 6, h. 253, No. Hadis: 1974 76

Syaikh Imam al-Qurṭubī, Tafsir al-Qurṭubī, Penerjemah: Fathurrohman dan Ahmad

Hotib (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), Jilid 2, h. 662

Page 80: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

62

membayar fidyah dari puasa yang ditinggalkan yaitu karena demi seseorang yang

lemah dan orang yang masih berada dalam proses pembentukan. Oleh karena itu,

keduanya wajib membayar fidyah, begitu halnya dengan orang tua yang sudah

renta.77

c. Utang Puasa Orang yang Meninggal: Qaḍā’ atau Fidyah?

Pada kasus orang yang telah meninggal dan ia memiliki utang puasa, terjadi

perdebatan di kalangan para ulama. Salah satu hadis yang mendeskripsikan

perbedaan pendapat di antara para ulama tersebut terrekam dalam hadis yang

diriwayatkan al-Tirmidzī (w.279 H), yaitu:

ث نا عبث ر بن القاسم عن أشعث عن م ث نا ق ت يبة حد د عن نافع حد عن ابن عمر عن النب ممن مات وعليو صيام شهر ف ليطعم عنو مكان كل ي وم » قال -صلى اهلل عليو وسلم-

ذا الوجو والصحيح قال أبو عيسى حديث ابن عمر ل ن عرفو مرفوعا إل من ى «. مسكينا عن ابن عمر موقوف ق ولو. واخت لف أىل العلم ف ىذا الباب ف قال ب عضهم يصام عن

و وإذا كان الميت. وبو ي قول أحد وإسحاق قال إذا كان على الميت نذر صيام يصوم عن افعى ل يصوم أحد عن أحد. قال عليو قضاء رمضان أطعم عنو. وقال مالك وسفيان والش

لى. د ىو عندى ابن عبد الرحن بن أب لي 78وأشعث ىو ابن سوار. ومم“Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada

kami „Abtsar bin al-Qāsim, dari Asyʻats dari Muḥammad, dari Nāfiʻ, dari

Ibn „Umar dari Nabi Saw, ia bersabda: "Barang siapa yang meninggal dan

masih memiliki tanggungan puasa hendaknya ia memberi makan seorang

miskin untuk setiap harinya sebagai gantinya". Abū „Īsā berkata, kami

tidak mengetahui hadits Ibn „Umar ini diriwayatkan secara marfu' kecuali

melalui sanad ini dan yang benar adalah hadits ini mawqūf sampai kepada

Ibn „Umar. Para ahli ilmu berbeda pendapat, sebagian mereka yaitu

Aḥmad dan Isḥaq berpendapat jika si mayyit bernadzar puasa, maka boleh

diwakilkan. Namun jika dia memiliki kewajiban mengqaḍā’ puasa

Ramaḍan, maka sebagai gantinya hendaknya ia memberi makan orang

77

Wahbah al-Zuḥailī, Puasa dan Itikaf, h. 285 78

Abū ʻĪsā Muḥammad bin ʻĪsā bin Sawrah Ibn Mūsā al-Tirmidzī, Sunan al-Tirmidzī.

Muḥaqqiq: Aḥmad Muḥammad Syākir, dkk. (Bairūt: Dār Iḥyā‟ al-Turāts al-„Arabī, T.Th.), Juz 3,

h. 221 No. Hadis 722

Page 81: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

63

miskin. Mālik, Sufyān dan al-Syāfiʻī berpendapat, seseorang tidak boleh

mewakili puasanya orang lain. Asy'ats ialah Ibn Sawwār dan menurutku

Muḥammad disebut juga dengan Ibn „Abd al-Raḥman bin Abī Lailā.

Dalam kasus ini, Ibn Rusyd juga menjelaskan perbedaan pendapat di

kalangan para ulama. Pertama, sebagian ulama berpendapat bahwa seseorang

tidak dapat menanggung puasa orang lain. Kedua, sebagian ulama yang lain

berpendapat bahwa walinya wajib melaksanakan puasa sejumlah hari yang

ditinggalkan si mayyit.79

Menurut al-Qurṭubī, di antara ulama yang berpegang

pada pendapat pertama adalah Imam Mālik (w.179 H), Imam al-Syāfiʻī (w.204

H), dan al-Tsaurī, sementara ulama yang berpegang pada pendapat kedua adalah

Imam Aḥmad (w.241 H), Isḥak, Abū Tsaūr, al-Laīts, dan pengikut Mazhab

Zhāhirī.80

Pendapat pertama didasarkan pada hadis yang diriwayatkan olah al-Nasā‟ī

(w.303 H) dari Ibn „Abbās, yaitu:

ال ل ق و ح أل اج ا ج ا ح ن ث د ح ال ع ق ي ر ن ز ب و ى د و ي ز ا ي ن ث د ح ال ى ق ل ع د األ ب ن ع د ب م م أ ب ن أ بن عباس ، قال : ل يصلي أحد عن عن اح ب ر ب أ ن ب اء ط ع ن ى ع س و ن م وب ب ي ا أ ن ث د ح

ا من حنطة كل ن يطعم عنو مكان أحد ، ول يصوم أحد عن أحد ، ولك .81ي وم مد

“Telah memberitakan Muḥammad bin „Abd al-Aʻlā, ia berkata; telah

menceritakan kepada kami Yazīd yaitu Ibn Zuraīʻ, ia berkata; telah

menceritakan kepada kami Ḥajjāj al-Aḥwal, ia berkata; telah menceritakan

kepada kami Ayyūb bin Mūsā, dari „Aṭā‟ bin Abī Rabāḥ dari „Ibn „Abbās, ia

berkata: Tidak ada salat seseorang dari orang lain, dan tidak ada puasa

seseorang dari orang lain, tetapi hendaknya memberikan makanan darinya

setiap hari sebanyak satu mud dari gandum.” (HR. Al-Nasā‟ī)

79

Ibn Rusyd, Bidāyah al-Mujtahid, Penerjemah: Beni Sarbeni, dkk. (Jakarta: Pustaka

Azzam, 2006), h. 616 80

Abū „Abd Allāh bin Muḥammad bin Aḥmad bin Abī Bakr bin Farḥ al-Qurṭubī, al-Jami’

li Ahkam al-Qur’an, Jilid 2, h. 285 81

Abū „Abd al-Raḥmān Aḥmad bin „Alī ibn Syuʻaīb bin „Alī ibn Sinān bin Bahr al-

Khurasānī al-Qādī, Sunan al-Nasa’ī al-Kubrā, Muḥaqqiq: „Abd al-Ghaffār Sulaymān al-Bandārī,

Juz 2 (Bairūt: Dār al-Kitab al-„Ilmiyyah, 1991 M/1411 H), No. Hadis: 2918, h. 175.

Page 82: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

64

Sementara pendapat yang kedua didasarkan pada hadis Nabi Saw yang

diriwayatkan oleh al-Bukhārī (w.256 H) dari „Aisyah, yaitu:

ث نا أب عن عمرو بن الارث د بن موسى بن أعي حد ث نا مم د بن خالد حد ث نا مم حدثو عن عروة عن عب يد اللو بن أب د بن جعفر حد رضى اهلل -عن عائشة جعفر أن مم

يام صام عنو من مات وعليو ص قال -صلى اهلل عليو وسلم -ل اللو أن رسو -عنها 82.وليو

“Telah menceritakan kepada kami Muḥammad bin Khālid, telah

menceritakan kepada kami Muḥammad bin Mūsā bin Aʻyan, telah

menceritakan kepada kami Ayahku, dari „Amr bin al-Ḥārits, dari „Ubaid

Allah bin Abī Jaʻfar, bahwa Muḥammad bin Jaʻfar telah menceritakan

kepadanya dari „Urwah dari „Āisyah ra., bahwa Rasulullah Saw bersabda:

„Barang siapa meninggal dunia dan atasnya (diwajibkan) berpuasa, maka

(diwajibkan) berpuasa untuknya oleh walinya.” (HR. al-Bukhārī)

Menanggapi perbedaan pendapat tersebut, ulama yang berpegang pada

pendapat pertama di atas menganggap bahwa hadis yang diriwayatkan al-Bukhārī

tersebut bertentangan dengan hukum asal, seperti seseorang tidak dapat

melakukan salat untuk mewakili orang lain, tidak dapat berwuḍu untuk mewakili

orang lain, maka puasa pun tidak dapat diwakili.83

Namun Aḥmad bin Ḥanbal

(w.241 H) menyatakan bahwa qaḍā’ puasa hanya berlaku untuk puasa nadzar,

adapun puasa yang farḍu (ramadhan) tidak perlu di-qaḍā’ untuk orang yang

meninggal, melainkan cukup dengan menyedekahkan dari harta yang

ditinggalkannya sebanyak setengah Ṣāʻ untuk setiap hari yang telah

ditinggalkannya (membayar fidyah).84

Hal ini diperkuat oleh hadis yang

diriwayatkan oleh Muslim (w.261 H) dan Abū Dāwud (w.275 H). Penjelasan dari

Muslim yaitu dalam hadis berkut:

82 Abū „Abd Allāh Muḥammad bin Ismāʻīl bin Ibrāhīm al-Bukhārī, al-Jāmiʻ al-Bukhārī

(Ṣaḥīḥ al-Bukhārī) (Bairūt: Dār al-Fikr. T.th.), Juz 7, h. 270, No. Hadis 1952 83

Ibn Rusyd, Bidāyah al-Mujtahid, h. 617 84

Syaikh „Abd al-„Azīz bin „Abd Allāh bin Bāz, Fatwa-fatwa Terkini, Penerjemah:

Musthofa Aini, dkk. (Jakart: Darul Haq, 2003), h. 331

Page 83: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

65

يعا عن زكرياء بن عدى ث نا إسحاق بن منصور وابن أب خلف وعبد بن حيد ج -وحدثن زكرياء بن عدى زيد بن أب أن يسة أخب رنا عب يد اللو بن عمرو عن -قال عبد حد

ث نا الكم بن عت يبة عن سعيد بن جب ي قال -رضى اهلل عنهما -عن ابن عباس حدى ماتت -صلى اهلل عليو وسلم-جاءت امرأة إل رسول اللو ف قالت يا رسول اللو إن أم

ها قال ها صوم نذر أفأصوم عن ى » وعلي ك دين ف قضيتيو أكان ي ؤد أرأيت لو كان على أمها ك » قالت ن عم. قال «. ذلك عن 85«.فصومى عن أم

“Dan telah menceritakan kepada kami Isḥāq bin Manṣūr, Ibn Abī Khalaf,

dan „Abd bin Ḥumaīd, semuanya dari Zakariyā‟ bin „Adī – ia berkata; telah

menceritakan kepadaku Zakariyā‟ bin „Adī – telah mengabarkan kepada

kami „Ubaīd Allāh bin „Amr, dari Zaīd bin Abī Unaisah, telah menceritakan

kepada kami al-Ḥakam bin „Utaibah, dari Saʻīd bin Jubaīr, dari Ibn „Abbās

ra., ia berkata; Seorang wanita mendatangi Rasulullah Saw. seraya berkata,

"Wahai Rasulullah, sesungguhnya Ibuku telah meninggal, sedangkan beliau

masih memiliki utang puasa Nadzar, bolehkah aku membayarnya?" beliau

menjawab: "Bagaimana menurutmu, jika ibumu memiliki utang, lalu kamu

membayarnya, apakah hal itu dapat melunasi utangnya?" wanita itu

menjawab, "Ya." Beliau bersabda: "Kalau begitu, berpuasalah untuknya."

(HR. Muslim)

Sedangkan hadis yang diriwayatkan oleh Abū Dāwud yaitu:

ث نا ابن وىب أخب رن عمرو بن الارث عن عب يد اللو بن أب ث نا أحد بن صالح حد حدد بن جعفر بن الزب ي عن عروة -صلى اهلل عليو وسلم-عائشة أن النب عن جعفر عن مم

قال أبو داود ىذا ف النذر وىو ق ول أحد «. من مات وعليو صيام صام عنو وليو » قال

86.بن حنبل

“Telah menceritakan kepada kami Aḥmad bin Ṣāliḥ, telah menceritakan

kepada kami Ibn Wahb, telah mengabarkan kepadaku „Amr bin al-Ḥārits

dari „Ubaīd Allāh bin Abī Jaʻfar, dari Muḥammad bin Jaʻfar bin al-Zubaīr

dari „Urwah, dari „Āisyah bahwa Nabi Saw berkata: "Barangsiapa yang

meninggal dalam keadaan berkewajiban melakukan puasa, maka walinya

berpuasa untuknya." Abū Dāwud berkata; hal ini mengenai puasa nadzar,

dan hal tersebut adalah pendapat Aḥmad bin Ḥanbal.” (HR. Abū Dāwud)

85

Abū Ḥusain Muslim bin al-Ḥajjāj al-Qusyairī, Ṣaḥīḥ Muslim (Bairūt: Dār al-Jaīl, T.Th),

Juz 3, h.156, No. Hadis 2752 86

Abū Dāwud Sulaymān bin al-Asyʻats al-Sijistānī, Sunan Abī Dāwud (Bairūt: Dār al-

Kitāb al-„Arabī), Juz 2, h. 289, No.Hadis 2402

Page 84: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

66

Sedangkan menurut „Abd Allāh bin Bāz, mayoritas imam mazhab

berpendapat bahwa tidak ada perbedaan antara nadzar dan farḍu. Keduanya boleh

di-qaḍā’-kan untuk orang yang telah meninggal dunia.87

Sedangkan menurut

Sayyid Sabiq menyatakan bahwa Abū Ḥanīfah (w.150 H), Mālik (w.179 H) dan

pendapat yang masyhur dari al-Syāfiʻī (w.204 H) , telah sepakat bahwa wali tidak

dapat menggantikan puasa orang yang telah meninggal, namun ia wajib

membayar fidyah setiap hari sebanyak satu mud beras atau bahan makanan pokok

lainnya.88

Sementara menurut Ibn Rusyd, Mālik dan Abu Ḥanīfah tidak

sependapat dengan al-Syāfiʻī mengenai masalah ini. Karena Mālik berpendapat

bahwa wali tidak wajib menggantikan puasa si mayyit, dan tidak wajib pula

membayarkan fidyah, kecuali jika ada wasiat. Sedangkan Abū Ḥanīfah

berpendapat bahwa walinya wajib menggantikan puasa si mayyit jika ia mampu,

namun jika walinya tidak mampu berpuasa, ia diwajibkan membayar fidyah.89

Wahbah al-Zuḥailī menambahkan bahwa orang sakit yang tidak berpuasa

kemudian meninggal, ia tidak berkewajiban membayar fidyah. Karena apabila

fidyah diwajibkan kepadanya, berarti sama seperti membebani orang meninggal

dengan kewajiban. Namun apabila orang tersebut sebelum kematiannya memiliki

kemampuan untuk berpuasa, tetapi ia tidak berpuasa sampai akhir hayatnya, maka

ia diwajibkan untuk membayar fidyah.90

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian ulama

menganggap jika seseorang meninggal dan ia memiliki utang nadzar puasa, maka

wali berkewajiban mengganti puasa nadzar-nya tersebut dengan puasa (meng-

87

„Abd Allāh bin Bāz, Fatwa-fatwa Terkini, h. 331 88

Masjfuk Zuhdi, Studi Islam, h. 62-63. 89

Ibn Rusyd, Bidāyah al-Mujtahid, h. 617 90

Wahbah al-Zuḥailī, Puasa dan Itikaf, h. 283

Page 85: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

67

qaḍā’). Sedangkan apabila puasa yang ditinggalkannya merupakan puasa

ramadhan (farḍu), maka walinya cukup menggantinya dengan membayar fidyah.

Meski demikian, mayoritas imam mazhab menilai bahwa tidak ada perbedaan

antara nadzar dan farḍu, sehingga keduanya dapat diganti dengan qaḍā’. Hanya

saja, utang nadzar puasa tidak dapat diganti dengan fidyah, sementara utang puasa

ramadhan dapat diganti dengan fidyah.

Tabel 2 :

Analisa Pendapat Ulama tentang Fidyah Puasa Bagi Orang Meninggal

No Ulama Pendapat Keterangan

1 Imam Mālik

Tidak wajib qaḍā’ puasa,

dan tidak wajib fidyah oleh

walinya

Kecuali jika ada

wasiat

2 Imam Abū Ḥanīfah

Wajib qaḍā’ puasa atau

fidyah oleh walinya

Jika orang yang

meninggal mampu

berpuasa, qaḍā’.

Namun jika tidak

mampu, fidyah.

3 Imam al-Syāfiʻī

Tidak wajib qaḍā’ puasa,

namun wajib fidyah oleh

walinya

-

4

Imam Aḥmad bin

Ḥanbal

Tidak wajib qaḍā’ puasa,

namun wajib fidyah oleh

walinya

Wajib qaḍā’ puasa

jika si mayyit

bernadzar

Page 86: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

68

BAB III

SEJARAH DAN KONTROVERSI TRADISI FIDYAH DI INDRAMAYU

A. Penyebaran Islam di Indramayu: Potret Sejarah Singkat

Indramayu1 merupakan kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Barat

bagian Utara. Indramayu berbatasan dengan Kabupaten Subang di sebelah Barat,

berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, berbatasan dengan Laut Jawa dan

Kabupaten Cirebon di sebelah Timur, dan berbatasan dengan Kabupaten Cirebon,

Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Sumedang di sebelah Selatan.2 Kabupaten

Indramayu dikenal sebagai daerah yang memiliki penduduk muslim mayoritas.

Banyaknya pemeluk muslim di Indramayu tidak lepas dari sejarah masuknya

Islam yang melatarbelakanginya. Sejarah Indramayu yang tercatat dalam

manuskrip Babad Dermayu mendeskripsikan asal-usul terbentuknya daerah

Indramayu dan menguraikan hubungan antara penduduk dengan pemerintah

Indramayu, etnis Tionghoa, Kesultanan Cirebon, dan Belanda hingga awal abad

ke-19. Dalam hal ini, Nur Hata menilai cerita dalam Babad Dermayu lebih

kontradiktif daripada dialogis, karena ada beberapa faktor yang menyebabkan

terjadinya kerenggangan sosial politik pada masa itu,3 salah satunya adalah

penyebaran agama Islam di wilayah Indramayu.

1 Kata “Indramayu” diambil dari nama tokoh pendiri Kabupaten Indramayu, yaitu Nyai

Endang Dharma Ayu. Dalam kisahnya, Nyi Endang Dharma Ayu melawan Raden Wiralodra yang

hendak menikahinya. Namun Nyi Endang Dharma Ayu menolaknya, dan meminta agar

Pedukuhan Cimanuk diberi nama Dharma Ayu, sesuai namanya. Sementara pemerintahan kolonial

Belanda menyebut Dharma Ayu dengan in Dharma Ayu. Kata ini kemudian berubah menjadi

Indramayu. 2 Nuhrison M. Nuh, “Dinamika Perkembangan Keagamaan Komunitas Dayak Hindu-

Budha Bumi Segandu di Indramayu Jawa Barat” dalam Ahmad Syafii Mufod (Ed.), Dinamika

Perkembangan Sistem Kepercayaan Lokal di Indonesia (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat

Kementerian Agama RI, 2012), h. 122 3 Nur Hata, “Babad Darmayu: Catatan Perlawanan Masyarakat Indramayu terhadap

Kolonialisme pada Awal Abad ke-19” dalam Jurnal Manuskripta, Vol. 2, No. 1, (2012), h. 140

Page 87: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

69

Bermula dari sejarah masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia pada

abad ke-13 Masehi melalui daerah-daerah pedesaan, khususnya di daerah pesisir

utara pulau Jawa.4 Daerah pesisir tersebut di antaranya adalah pelabuhan-

pelabuhan di Banten, Kalapa (Sunda Kelapa), Indramayu (Cimanuk), Cirebon

(Muhara Jati), Tuban, Gresik, dan Jepara.5 Dalam hal ini, Pelabuhan Cimanuk

Indramayu dikenal sebagai salah satu wilayah yang terletak di pesisir utara Jawa

atau pantai utara Jawa (Pantura) yang cukup strategis.6 Penyebaran Islam secara

luas di Indramayu dilakukan dengan damai dan mengakui kekuasaan Cirebon

pada masa pemerintahan Syekh Syarif Hidayatullah atau yang dikenal dengan

Sunan Gunung Jati (1479-1568).7

Tome Pires, sebagaimana dikutip Apipudin, menyatakan bahwa pada tahun

1513 sebagian masyarakat Jawa Barat, seperti penduduk kota pelabuhan Cirebon

dan sebagian penduduk Cimanuk (Indramayu) telah beragama Islam.8 Pada masa

itu, Pelabuhan Cimanuk merupakan batas kekuasaan Cirebon yang dipimpin

Syekh Syarif Hidayatullah, dengan kekuasaan Kerajaan Hindu Pajajaran (Sunda).9

Penyebaran Islam oleh Syarif Hidayatullah kemudian menuju Banten pada 1525

hingga 1526, dan mendirikan kerajaan Islam di sana. Di daerah pesisir pulau Jawa

4 Hilmy Muhammadiyah dan Sulthan Fatoni, NU: Identitas Islam Indonesia (Jakarta:

eLSAS, 2004), h. 109 5 Pelabuhan-pelabuhan tersebut merupakan tempat perdagangan para pedagang muslim

yang cukup ramai, dan banyak yang menetap di sana atas izin khusus dari penguasa setempat. Para

pedagang muslim tersebut hidup kaya di tengah masyarakat yang umumnya belum banyak

mengenal agama Islam. Lihat: Apipudin, Penyebaran Islam di Daerah Galuh Sampai dengan

Abad ke17 (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2010), h. 108 6 Dini Nurlelasari, “Mencari Jejak Wiralodra di Indramayu”, dalam Buletin Al-Turas:

Mimbar Sejarah, Sastra, Budaya, dan Agama - Vol. XXIII No.1, (Januari 2017), h. 2 7 Apipudin, Penyebaran Islam di Daerah Galuh Sampai dengan Abad ke17, h. 140

8 Apipudin, Penyebaran Islam di Daerah Galuh Sampai dengan Abad ke17, h. 106

9 Nur Hata, “Babad Darmayu: Catatan Perlawanan Masyarakat Indramayu terhadap

Kolonialisme pada Awal Abad ke-19”, h. 140

Page 88: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

70

ini, Islam di terima oleh masyarakat dan tersebar kitab-kitab agama Islam

berbahasa Arab yang kemudian membentuk sebuah pesantren.10

Pada awalnya, penyebaran Islam di pesisir utara pulau Jawa pertama kali

dilakukan oleh tokoh yang bernama Syekh Nurjati atau yang juga dikenal dengan

nama Syekh Datuk Kahpi, Syekh Idofi, dan Syekh Nuruljati. Ia adalah seorang

ulama yang datang dari Parsi atas perintah Raja Parsi bersama 12 orang

pengikutnya pada sekitar abad ke-14. Syekh Nurjati menetap dan bermukim di

Pasambangan (bukit Amparan Jati) yang dekat dengan Pelabuhan Muhara Jati

(Cirebon), sekaligus mendirikan sebuah pesantren yang terus tumbuh dan

berkembang di sana.11

Pesantren tersebut mampu bertahan dan berdialog dengan

zamannya di tengah masyarakat, sehingga dapat berkembang pesat seiring arus

perdagangan yang terus meningkat hingga paruh abad ke-19 Masehi.12

Menurut

M. C. Ricklefs, ada dua proses yang terjadi pada Islamisasi di Pulau Jawa secara

bersamaan, yaitu kaum Muslim asing yang menetap di suatu tempat dan menjadi

orang Jawa, dan masyarakat lokal Jawa memeluk Islam dan menjadi orang

Muslim. Penyebaran Islam di Pulau Jawa ini dilangsungkan oleh wali sanga, yaitu

kelompok yang pertama kali membawa Islam ke Jawa13

, salah satunya adalah

Sunan Gunung Jati di Cirebon.

Pada masa pemerintahan Sunan Gunung Jati, Cirebon merupakan pusat

aktivitas penyebaran Islam di Pulau Jawa bagian Barat, sekaligus sebagai pusat

10

Embrio lahirnya pesantren sebenarnya bisa dilacak sejak periode walisongo melalui

proses Islamisasi di Bumi Nusantara pada abad ke-8 dan ke-9 Masehi. Namun keberadaan

lembaga ini dalam pengertian modern hanya bisa ditemukan pada abad ke-18 dan ke-19 Masehi.

Lihat: Abd. Muin M., dkk, Pesantren dan Pengembangan Ekonomi Umat (Jakarta: CV.Prasasti,

2007), h. 16-17 11

Apipudin, Penyebaran Islam di Daerah Galuh Sampai dengan Abad ke17, h. 111 12

Hilmy Muhammadiyah dan Sulthan Fatoni, NU: Identitas Islam Indonesia, h. 109-114 13

M. C. Ricklefs, Mengislamkan Jawa: Sejarah Islamisasi di Jawa dan

Perkembangannya dari 1930 sampai sekarang, Penerjemah: FX Dono Sunardi dan Satrio Wahono

(Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2013), h. 30

Page 89: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

71

peradaban Islam. Hal ini ditandai dengan adanya masjid-masjid dan makam-

makam yang dibangun dengan batu bata dan seni hias yang sangat indah dengan

pilar-pilar raksasa dari kayu meniru pendopo Jawa untuk keperluan ritual Islam,

serta tumbuhnya pendidikan Islam dalam bentuk pesantren di sekitar Cirebon,

Indramayu, Karawang, Majalengka dan Kuningan.14

Banyaknya pesantren di

pesisir utara pulau Jawa berimplikasi pada antusiasme masyarakat muslim

Indramayu yang belajar keislaman di berbagai pesantren, dan menduduki tingkat

masyoritas hingga saat ini.

Selain membentuk pesantren, Syekh Syarif Hidayatullah dan tokoh wali

songo lainnya juga menanamkan nilai-nilai Islami pada tradisi-tradisi Hindu-

Budha yang sudah mengakar di tengah masyarakat. Diawali dengan melakukan

aktifitas sosial di tengah masyarakat, melakukan hubungan kekerabatan melalui

jalur pernikahan, dan menanamkan pengetahuan Islam kepada masyarakat.

Dengan cara persuasif tersebut, Islam dengan sendirinya akan diterima dan

dikenal masyarakat sebagai agama yang membawa nilai-nilai baru pada tradisi-

tradisi lokal terdahulu.15

Oleh karena itu, tidak heran jika Islam menjadi agama

yang mayoritas dipeluk masyarakat di Jawa Barat, khususnya di wilayah

Indramayu dan sekitarnya.

Berdasarkan data dari Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kementerian

Agama Kabupaten Indramayu, total jumlah pemeluk agama di Indramayu pada

tahun 2016 adalah sebanyak 2.406.658 orang. Dari jumlah tersebut, masyarakat

muslim menduduki pada tingkat mayoritas, yaitu sebanyak 2.396.719 orang.

14

Apipudin, Penyebaran Islam di Daerah Galuh Sampai dengan Abad ke17, h. 323-324 15

Khaerul Umam, “Akulturasi Islam dan Budaya Lokal pada Masyarakat Agraris

(Pengalaman Petani Klutuk di Kabupaten Indramayu),” dalam Jurnal Universum Vol. 9, No. 2

(Juli 2015), h. 221-222

Page 90: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

72

Adapun penganut agama lainnya, yaitu sebanyak 2.043 orang menganut Kristen,

6.917 orang menganut Katolik, 132 orang manganut Hindu, 383 orang menganut

Budha dan 14 orang menganut Konghucu sebagai keyakinan mereka.16

Sementra

perkembangan tempat peribadatan di Kabupaten Indramayu pada tahun 2016 di

antaranya yaitu Masjid sebanyak 823, Langgar (masjid kecil) sebanyak 946,

Mushalla sebanyak 3.602, Gereja sebanyak 14, dan Vihara sebanyak 2 buah. Dari

data tersebut, pemeluk agama Islam di Indramayu merupakan penduduk

mayoritas.17

Mahya Hasan, seorang Kasi PD Diniyah dan Pondok Pesantren

Kementerian Agama Kabupaten Indramayu, menyatakan bahwa pada awalnya,

masyarakat muslim Indramayu banyak yang belajar ilmu keislaman di pesantren-

pesantren di luar Kabupaten Indramayu, terutama pesantren salaf (tradisional).

Dengan belajar di pesantren salaf tersebut, kemudian para santri mengembangkan

dan mempraktikkan ilmunya di kehidupan sehari-hari mereka serta

mengajarkannya kepada masyarakat di lingkungan sekitar. Dari penjelasannya

tersebut, Mahya Hasan menyimpulkan bahwa Islam berkembang dan membentuk

sikap keberagamaan (religiusitas) masyarakat Indramayu dari hasil pembelajaran

mereka di berbagai pesantren.18

Oleh karena itu, Islam di Indramayu berkembang

pesat hingga menjadi agama yang mayoritas dianut oleh masyarakat di daerah

tersebut.

16

Data Sebaran Jumlah Umat Per-Kabupaten Tahun 2016, Bimbingan Masyarakat

(Bimas) Islam Kementerian Agama Kabupaten Indramayu. 17

Lihat: Statistik Kependudukan, Pemeluk Agama, dan Tempat Peribadatan,

Kementerian Agama Kabupaten Indramayu Tahun 2016. 18

Hasil wawancara dengan Mahya Hasan (Kepala Seksi PD Diniyah dan Pondok

Pesantren Kementerian Agama Kab. Indramayu), pada Kamis, 2 Maret 2017.

Page 91: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

73

B. Mengenal Religiusitas dan Pendidikan Islam di Indramayu

Religiusitas masyarakat Indramayu ditunjukkan dengan cara mereka

mengabdikan diri kepada Tuhan dan saling peduli terhadap orang lain, seperti

menolong tetangga saat mereka membutuhkan, menjenguknya ketika sakit,

mengiring jenazahnya ketika ia meninggal dunia, dan lain sebagainya.19

Religiusitas ini menurut Zainul Milal Bizawie, berkaitan erat dengan kerangka

pemahaman dan interpretasi masyarakat terhadap teks-teks ajaran kitab suci.

Interpretasi masyarakat tersebut sangat berpengaruh besar terhadap aspek-aspek

kebudayaan dan pengetahuan keagamaan mereka,20

sehingga nilai-nilai Islam

yang terkonstruk dalam religiusitas masyarakat Indramayu dapat mengubah

kehidupan mereka menjadi lebih Islami.

Terbentuknya religiusitas masyarakat Indramayu ini tidak terlepas dari

peran pesantren, majelis ta’lim di masjid atau mushalla, sekolah-sekolah dan

pengajian-pengajian umum yang diselenggarakan masyarakat Indramayu.

Beberapa instrumen tersebut menurut Djohan Effendi merupakan elemen-elemen

kunci Islam tradisional. Ia menilai bahwa kunci Islam tradisional di antaranya

adalah masjid, mushalla (langgar), pesantren, dan lembaga pendidikan tradisional

19

Nurkholis Sofwan, “Implementasi Hadis Hak dan Kewajiban Bertetangga di Desa

Tenajar Lor – Indramayu,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

2014), h.53-67. Bandingkan dengan penelitian yang dilakukan A.G. Muhaimin di Cirebon.

Religiusitas masyarakat Indramayu memiliki kesamaan dengan religiusitas masyarakat Cirebon, di

antaranya adalah tradisi menjenguk orang yang sakit dengan membawa makanan, seperti buah-

buahan atau yang lainnya, dan tradisi pada saat kematian seseorang. Lihat: A.G.Muhaimin, The

Islamic Traditions of Cirebon: Ibadat and Adat Among Javanese Muslims (Jakarta: Religious

Research and Development, and Training, 2004), h. 206 20

Zainul Milal Bizawie, Perlawanan Kultural Agama Rakyat: Pemikiran dan Paham

Keagamaan Syekh Ahmad al-Mutamakkin dalam Pergumulan Islam dan Tradisi (1645-1740)

(Yogyakarta: SAMHA, 2002), h. 31-32

Page 92: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

74

Islam serupa.21

Dengan demikian, pendidikan agama merupakan komponen utama

untuk membentuk sikap keberagamaaan (religiusitas) masyarakat, baik melalui

pendidikan di pesantren maupun di tempat pendidikan keagamaan lainnya.

Berikut ini, penulis akan memaparkan penjelasan terkait pesantren sebagai

sumber religiusitas masyarakat Indramayu dan menganalisa perkembangan

pendidikan Islam, khususnya pesantren di Indramayu, dalam menghadapi

tantangan zaman.

1. Pesantren: Sumber Religiusitas Masyarakat Muslim Indramayu

Mahya Hasan menyatakan bahwa religiusitas masyarakat Muslim

Indramayu pada awalnya berasal dari peradaban masyarakat yang menimba ilmu

di berbagai pesantren, khususnya pesantren salaf (tradisional). Beberapa pesantren

tersebut di antaranya yaitu pesantren Lirboyo (Kediri, Jawa Timur), Kaliwungu

(Kendal, Jawa Tengah), Sarang (Rembang, Jawa Tengah), Kempek (Cirebon,

Jawa Barat), Babakan (Cirebon), Arjawinangun (Cirebon), dan lain sebagainya.22

Pesantren-pesantren tersebut merupakan tempat menimba ilmu keislaman

masyarakat Indramayu, khususnya masyoritas masyarakat di Kecamatan

Kertasemaya, Kecamatan Sliyeg, dan Kecamatan Juntinyuat.

Sebagian masyarakat Indramayu yang telah lulus dari pesantren mendirikan

pesantren sendiri di daerahnya masing-masing. Hal ini sejalan dengan ungkapan

Zamakhsari, sebagaimana dikutip Woodward, bahwa salah satu misi pesantren di

pulau Jawa seperti Pesantren Tebuireng yaitu mempersiapkan para alumninya

21

Djohan Effendi, Pembaruan Tanpa Membongkar Tradisi: Wacana Keagamaan di

Kalangan Generasi Muda NU Masa Kepemimpinan Gusdur (Jakarta: PT. Kompas Media

Nusantara, 2010), h. 39 22

Hasil wawancara dengan Mahya Hasan (Kepala Seksi PD Diniyah dan Pondok

Pesantren Kementerian Agama Kab. Indramayu), pada Kamis, 2 Maret 2017.

Page 93: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

75

untuk mendirikan pesantren sendiri. Misi ini merupakan upaya KH. Hasyim

Asy‟ari untuk menyebarluaskan ilmu-ilmu keislaman yang moderat sebagai ciri

khas NU, baik dalam hal pemikiran maupun tradisi keislaman.23

Adapun pesantren-pesantren di Indramayu yang didirikan para alumnus

pesantren digunakan masyarakat umum untuk belajar mengaji al-Qur‟an, fiqh dan

ilmu-ilmu keislaman lainnya. Namun ada pula sebagian masyarakat lulusan

pesantren yang hanya menjadi guru ngaji di rumahnya sendiri karena tidak

memiliki tempat khusus, namun dipercaya oleh masyarakat sekitarnya untuk

mengajarkan ilmu-ilmu keislaman. Ini menunjukkan bahwa ilmu keislaman

pesantren tersebar dan teraplikasikan dalam kehidupan mereka. Bahkan,

antusiasme masyarakat Indramayu dalam belajar keislaman juga terlihat pada

pengajian-pengajian mingguan di setiap masjid dan mushalla lingkungan mereka.

Rutinitas pengajian tersebut dikenal dengan istilah ngaji kuping.24

Pesantren, masjid, dan mushalla di Indramayu pada umumnya menjadi

sarana ibadah untuk mengabdi kepada Tuhan serta mengembangkan ilmu-ilmu

keislaman. Hal ini sebagaimana pengakuan dari beberapa ulama desa yang setiap

harinya selalu mengisi pengajian di pesantren, masjid, dan mushalla, seperti Kyai

Badrudin, salah seorang ulama Desa Tenajar Lor Kecamatan Kertasemaya dan

Kyai Shofwan, salah seorang ulama di Desa Segeran Kidul Kecamatan

23

Mark R. Woodward, Islam Jawa: Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, Penerjemah:

Hairus Salim HS (Yogyakarta: IRCiSoD, 2017), h. 167-168 24

Ngaji kuping di Indramayu biasanya dilakukan di masjid atau mushalla dengan

mendengarkan Kyai atau Ustadz yang membacakan dan menjelaskan kitab-kitab tafsir dan kitab-

kitab fiqh klasik seperti kitab Tafsir al-Iklīl, Tafsir al-Ibrīz, Irsyād al-‘Ibād, Naṣa’iḥ al-‘Ibād,

Jawāhir al-Tauḥīd, Tanbīh al-Gāfilīn, Sulām Taufiq, Safīnah al-Najah, Hidāyat al-Sibyān, dan

Hidāyat al-Hidāyah, dan lain sebagainya. Lihat: Nurkholis Sofwan, “Implementasi Hadis Hak dan

Kewajiban Bertetangga di Desa Tenajar Lor – Indramayu,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), h. 38-39

Page 94: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

76

Juntinyuat.25

Dengan demikian, pesantren sebagai media pencetak religiusitas

masyarakat memiliki peran yang sangat penting untuk mengembangkan nilai-nilai

dan wawasan keislaman. Nilai-nilai dan wawasan keislaman tersebut dapat

dibuktikan dengan cara masyarakat mengabdikan diri kepada Tuhan (beribadah)

dan melakukan kebajikan terhadap sesama manusia.

Pesantren Lirboyo (Kediri, Jawa Timur), Kaliwungu (Kendal, Jawa

Tengah), Sarang (Rembang, Jawa Tengah), Kempek (Cirebon, Jawa Barat),

Babakan (Cirebon), Arjawinangun (Cirebon), dan lain sebagainya, merupakan

pesantren yang kental dengan pengajaran „Kitab Kuning‟. Melalui persantren

tersebut, masyarakat Indramayu menimba ilmu-ilmu keislaman seperti al-Qur‟an,

hadis, fiqh, bahasa, dan lain sebagainya. Menurut Woodward, hasil pendidikan

pesantren dapat ditunjukkan dengan adanya produksi teks dan hafalan. Para santri

yang kemudian menjadi ulama menggunakan teks-teks tersebut di dalam kelas-

kelas mereka, sementara yang lain memakainya sebagai dasar dalam khutbah

Jum‟at dan pengajaran dasar agama yang disampaikan di masjid. Karena selain

pesantren, masjid juga merupakan pusat komunitas dan berperan sebagai lokus

kegiatan ibadah dan pengajaran keagamaan awal.26

Woodward mengungkapkan dalam karyanya bahwa masjid adalah tempat

anak-anak pertama kali diperkenalkan dengan unsur-unsur ibadah tradisi santri.

Mulai dari usia lima atau enam tahun, mereka diajarkan cara melakukan salat,

membaca al-Qur‟an, dan teks-teks Arab lainnya yang berisi dasar-dasar teologi

dan hukum (fiqh). Pengajian-pengajian di masjid juga biasanya berbentuk

25

Hasil wawancara dengan Kyai Badrudin (Ulama Desa Tenajar Lor, Kec. Kertasemaya),

pada Senin, 30 Januari 2017, dan Kyai Shofwan (Ulama Desa Segeran Kidul, Kec. Juntinyuat),

pada Jum‟at, 29 April 2017. 26

Mark R. Woodward, Islam Jawa: Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, h. 181

Page 95: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

77

ceramah-ceramah agama yang disampaikan oleh kalangan santri senior (kyai).27

Dengan demikian, pesantren yang meliputi masjid, mushala, merupakan sumber

religiusitas masyarakat Indramayu.

2. Pendidikan Islam dan Tuntutan Modernitas

Dalam hal pendidikan, Pemerintah Kabupaten Indramayu termasuk salah

satu yang mengutamakan pendidikan keagamaan. Pemerintah Kabupaten dengan

visi andalannya, yaitu terwujudnya masyarakat Indramayu yang Religius, Maju,

Mandiri, dan Sejahtera (REMAJA),28

membuat program-program yang

mengutamakan pendidikan keagamaan, salah satu di antaranya adalah pemberian

beasiswa bagi masyarakat Indramayu yang sedang menuntut ilmu keislaman di

pesantren. Pendidikan berbasis keagamaan di Indramayu juga dikenal sangat

banyak, baik negeri maupun swasta, mulai dari pendidikan Raudhah al-Athfal

(RA), Diniyyah Takmiliyyah Awwaliyah (DTA), Madrasah Ibtida‟iyah (MI),

Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA), hingga Perguruan Tinggi

yang berbasis keislaman, dan lain sebagainya. Semua itu merupakan upaya

pemerintah dan masyarakat untuk memajukan pendidikan keagamaan di

Indramayu.29

27

Mark R. Woodward, Islam Jawa: Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, h. 174 28

Nuhrison M. Nuh, “Dinamika Perkembangan Keagamaan Komunitas Dayak Hindu-

Budha Bumi Segandu di Indramayu Jawa Barat”, h. 122 29

Secara umum, perkembangan pendidikan di Kabupaten Indramayu berdasarkan data

dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Indaramayu pada tahun ajaran 2007/2008

tercatat jumlah SD sebanyak 880 buah, dengan jumlah murid 193.959 orang dan 1.247 orang guru.

Kemudian Tingkat SLTP jumlah sekolah tercatat sebanyak 148 buah, dengan umlah murid 63.301

orang dan 3.385 orang guru. Sedangkan di tingkat SLTA jumlah sekolah sebanyak 52 buah,

dengan jumlah murid 16.528 orang dan 1.378 orang guru. Dan untuk Sekolah Kejuruan tercatat

memiliki sekolah sebanyak 45 sekolah, murid 15.645 orang danguru 1.144 orang. Lihat: Nuhrison

M. Nuh, “Dinamika Perkembangan Keagamaan Komunitas Dayak Hindu-Budha Bumi Segandu di

Indramayu Jawa Barat”, h. 123

Page 96: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

78

Pesantren di Indramayu juga berperan penting dalam membangun

religiusitas masyarakat di sekitarnya. Berdasarkan data dari PD Diniyah dan

Pontren Kementerian Agama Kabupaten Indramayu, jumlah total pesantren di

Indramayu tercatat sebanyak 183 pesantren. Kajian-kajian ilmu al-Qur‟an, tafsir,

hadis, fiqh, bahasa, dan ilmu-ilmu lainnya menjadi basic dari pesantren-pesantren

itu sendiri. Dalam hal ini, pesantren di Indramayu terbagi menjadi dua model,

yaitu pesantren salaf (tradisional) dan khalaf (modern). Pesantren salaf dikenal

lebih mengutamakan kajian-kajian fiqh dalam „kitab kuning‟, sementara pesantren

khalaf dikenal lebih mengutamakan lughah (bahasa), dan diseimbangkan dengan

pendidikan umum.30

Mahya Hasan mengungkapkan bahwa pesantren di Indramayu mayoritas

tergolong ke dalam pesantren modern (khalaf). Dalam hal ini, modernitas

pesantren menjadi suatu hal yang diutamakan oleh sebagian masyarakat

Indramayu, sementara pesantren tradisional menurutnya mulai ditinggalkan.

Artinya, keseimbangan antara pendidikan Islam pesantren dan pendidikan umum

sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, mayoritas pengurus yayasan pesantren

mendirikan sekolah umum untuk mencapai kebutuhan masyarakat Indramayu

tersebut, bahkan beberapa di antaranya mendirikan boarding school atau asrama

untuk para santri dan siswa, seperti pesantren Al-Zaitun, Pesantren As-Sakienah,

dan Pesantren Al-Ishlah Tajug.31

Pendidikan Islam dan tuntutan modernitas di zaman global ini merupakan

penunjang kebutuhan masyarakat Indramayu yang semakin kompleks. Kebutuhan

30

Lihat Sistem Informasi (EMIS) Data Lembaga Pontren-Umum Ganjil TP 2016-2017,

PD Diniyah dan Pontren Kementerian Agama Kabupaten Indramayu. 31

Hasil wawancara dengan Mahya Hasan (Kepala Seksi PD Diniyah dan Pondok

Pesantren Kementerian Agama Kab. Indramayu), pada Kamis, 2 Maret 2017.

Page 97: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

79

masyarakat akan pentingnya memahami al-Qur‟an, hadis, dan kitab-kitab fiqh

dapat diterapkan di pesantren tradisional (salaf). Model pesantren ini mampu

menciptakan generasi yang mampu membaca dan memahami ilmu-ilmu

keislaman yang menjadi andalan pesantren, seperti tafsir, tahfidz al-Qur‟an,

fiqh/ushul fiqh, nahwu/sharaf, tasawuf, ilmu hisab/falak, aqidah/tauhid, dan lain

sebagainya.32

Pesantren model salaf ini dapat ditemui di beberapa wilayah di Indramayu,

seperti Pesantren Assalafiyah di Desa Tamansari Kec. Lelea, Pesantren Assalam

di Desa Bulak Kec. Jatibarang, Pesantren Dar Ihya Al Turats Al Islamy di Desa

Tulungagung Kec. Kertasemaya, dan lain sebagainya. Sementara pesantren

modern tidak kalah penting untuk menunjang kebutuhan masyarakat. Hal ini

karena selain memberikan pengajaran kajian kitab dan bahasa (Arab dan Inggris)

yang mumpuni, pesantren modern juga memberikan pendidikan yang lebih

fleksibel berupa sekolah umum bagi santri. Segala kebutuhan masyarakat terhadap

pendidikan keislaman yang modern dapat ditemui di beberapa wilayah di

Indramayu, seperti pesantren Al-Zaitun di Desa Mekarjaya Kecamatan Gantar,

Pesantren As-Sakienah dan Pesantren Al-Ishlah Tajug di Desa Tugu Lor

Kecamatan Sliyeg, Pesantren Cadangpinggan di Desa Cadangpinggan Kecamatan

Sukagumiwang, dan lain sebagainya.33

Ali Masykur Musa menilai bahwa pada dasarnya pesantren tidak

mendikotomikan antara ilmu-ilmu dunia dengan ilmu-ilmu akhirat atau ilmu-ilmu

agama dengan ilmu-ilmu umum. Alasannya karena para ulama pada masa

32

Lihat Sistem Informasi (EMIS) Data Lembaga Pontren-Umum Ganjil TP 2016-2017,

PD Diniyah dan Pontren Kementerian Agama Kabupaten Indramayu. 33

Lebih lengkap lihat: Sistem Informasi (EMIS) Data Lembaga Pontren-Umum Ganjil

TP 2016-2017, PD Diniyah dan Pontren Kementerian Agama Kabupaten Indramayu.

Page 98: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

80

keemasan Islam tidak mendikotomikan kedua ilmu tersebut. Para ulama terdahulu

ahli di seluruh bidang, baik ilmu dunia maupun ilmu akhirat, di antaranya seperti

Ibn Sina, al-Khawarizmi, Ibn Khaldun, al-Farabi dan lain sebagainya. Oleh karena

itu, pesantren merupakan pewaris autentik dari khazanah keilmuan para ulama

yang menghasilkan berjilid-jilid kitab dan buku yang meliputi ilmu keislaman,

filsafat, dan ilmu-ilmu pengetahuan umum.34

Hal ini juga telah banyak dilakukan oleh beberapa pesantren di Indramayu.

Di antaranya adalah Pesantren Mamba‟ul Huda dan Pesantren Baitul Muta‟alimin

di Kec. Haurgeulis, yang mengajarkan tentang ilmu kemaritiman dan perikanan

sebagai bidang keunggulan pesantren. Adapula Pesantren Darul Hikam dan

Pesantren Al-Qur‟aniyah di Kec. Krangkeng yang mengajarkan tentang ilmu

pertanian, agribisnis, dan perkebunan sebagai kegiatan unggulan pesantren.

Bahkan adapula pesantren yang mengajarkan ilmu di bidang teknologi, seperti

Pesantren Daarul Qur‟an Ash-Shobuniyyah di Desa Loyang Kec. Cikedung.

Sementara ilmu-ilmu umum yang diajarkan di pesantren Indramayu lainnya yaitu

tentang ilmu seni budaya, pusat kesehatan pesantren (puskestren), vokasional, dan

lain sebagainya.35

Sementara Djohan Effendi menyatakan bahwa perkembangan pesantren-

pesantren tersebut bergantung pada perkembangan yang terjadi di dalam dan luar

pesantren, terutama perkembangan dalam hal sistem pendidikan yang menuntut

pengambilan sistem madrasah atau sekolah. Perubahan ini ditanggapi dan dijawab

oleh para kyai dengan menggunakan sistem sekolah, namun tidak meremehkan

34

Ali Masykur Musa, Membumikan Islam Nusantara: Respons Islam terhadap Isu-isu

Aktual (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 204), h. 275 35

Lihat Sistem Informasi (EMIS) Data Lembaga Pontren-Umum Ganjil TP 2016-2017,

PD Diniyah dan Pontren Kementerian Agama Kabupaten Indramayu.

Page 99: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

81

studi kitab-kitab Islam klasik yang menjadi keutamaan pesantren. Fleksibilitas

pesantren untuk berkembang tanpa menghilangkan identitas dan ciri dasarnya

membuat pesantren menjadi lebih hidup dan terus berkembang di Indonesia.36

Oleh karena itu, pendidikan Islam di pesantren dan tuntutan modernitas dapat

berjalan secara bersamaan untuk kelangsungan hidup masyarakat Indramayu yang

lebih modern.

Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa religiusitas masyarakat

Muslim Indramayu terkonstruk oleh tradisi pesantren yang dipraktikkan di

kehidupan bermasyarakat. Pendidikan Islam dan pendidikan umum juga

merupakan pendukung utama masyarakat Indramayu untuk mengembangkan

kualitas sumber daya manusia, sehingga diharapkan dapat tercapai cita-cita

pemerintah kabupaten Indramayu untuk mewujudkan masyarakat yang religius,

maju, mandiri dan sejahtera. Hal ini bukan tidak mungkin, karena ilmu-ilmu

keislaman dan ilmu-ilmu pengetahuan umum adalah satu kesatuan yang tidak

dapat dipisahkan sebagaimana terjadi pada masa keemasan Islam. Bahkan,

modernitas telah menjadi suatu keharusan atau tuntutan demi kemajuan suatu

daerah dan masyarakatnya.

C. Kontinuitas Tradisi Keagamaan di Indramayu

Menurut M. Darori Amin, setiap tradisi37

yang dilakukan masyarakat

memiliki makna dan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat itu sendiri. Karena

itu, secara otomatis masyarakat akan terdorong untuk terus melakukan tradisi

tersebut dan menaati tatanan sosial yang berlaku. Dengan demikian, dapat

36

Djohan Effendi, Pembaruan Tanpa Membongkar Tradisi, h. 43 37

Kata “tradisi” dalam Kamus Ilmiah Populer adalah kebiasaan yang turun temurun.

Lihat: Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola,

1994), h. 756

Page 100: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

82

dikatakan bahwa tradisi memberikan motivasi dan nilai-nilai kepada masyarakat

pada tingkat yang paling dalam.38

Menurut Rendra, tradisi yang dilakukan

masyarakat akan terus dilakukan secara kontinu, karena tradisi merupakan suatu

alat yang hidup dalam kehidupan masyarakat.39

Adapun salah satu tradisi yang

berkembang di tengah masyarakat Indramayu adalah tradisi keagamaan. Tradisi

keagamaan ini dapat dikatakan sangat „kental‟, terutama tradisi pada orang yang

telah meninggal dunia. Tradisi tersebut dapat berupa tahlilan, haul, attaqa

(pembacaan surat al-Ikhlas sebanyak seratus ribu kali untuk orang yang telah

meninggal dunia), dan tradisi fidyah salat dan puasa untuk orang yang telah

meninggal dunia.40

Tradisi-tradisi tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Indramayu

memiliki kepedulian yang tinggi terhadap orang lain di lingkungan mereka.

Ketika masyarakat mendengar kabar orang meninggal, secara otomatis mereka

mendatangi rumah duka dan membantu keluarga orang yang meninggal tersebut.

Bahkan, masyarakat yang datang untuk membantu dan menghibur keluarga duka

(layat), sering membawa beras untuk keluarga duka, khususnya kaum hawa. Hal

ini telah menjadi tradisi yang kental di tengah masyarakat Indramayu.

Menurut Kyai Badrudin, beras yang dibawa masyarakat untuk keluarga

duka tersebut merupakan beras untuk membayar fidyah. Tradisi ini telah terbentuk

dan kokoh di masyarakat sejak dulu. Kemudian tradisi pada malam pertama

setelah kematian seseorang biasanya dilakukan ritual tahlil hingga malam ketujuh

(mitung dina) di rumah duka. Sehingga beras yang didapat dari masyarakat saat

38

M. Darori Amin (ed.), Islam dan Kebudayaan Jawa (Yogyakarta: Gama Media 2002),

h. 122 39

Rendra, Mempertimbangkan Tradisi (Jakarta: Gramedia, 1983), h. 3 40

Hasil wawancara dengan Akhid (Warga Desa Tenajar Lor Kec. Kertasemaya), pada

Selasa, 31 Januari 2017.

Page 101: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

83

layat/ takziyah digunakan untuk membuat brekat (nasi bungkus yang lengkap

dengan lauk-pauk). Brekat dibagikan kepada masyarakat setelah ritual tahlil

selesai dilaksanakan. Tradisi pembuatan brekat ini menurut pengakuan Kyai

Badrudin adalah suatu kekeliruan. Ia mengakui bahwa sebenarnya Islam

mangajarkan agar masyarakat yang harus membawa makanan untuk keluarga

duka, bukan sebaliknya. Namun pembagian brekat setelah tahlil tersebut telah

menjadi tradisi yang melekat, sehingga tradisi ini tidak sampai dipermasalahkan

atau memberatkan bagi masyarakat.41

Tradisi keagamaan seperti tahlil dilakukan masyarakat Indramayu secara

kontinu, yaitu dari hari pertama hingga hari ketujuh setelah kematian seseorang

(mitung dina), kemudian dilanjutkan pada hari keempat puluh (matang puluh

dina), seratus hari (ngatus), dan terakhir adalah mendak (1000 hari kematian

seseorang) atau juga bisa disebut haul. Tradisi ini juga mirip dengan tradisi

keagamaan di Cirebon, sebagaimana penelitian yang dilakukan Muhaimin A.G.

terkait tradisi pasca kematian seseorang (tahlil) di Cirebon. Tradisi keagamaan ini

disebut Muhaimin sebagai salah satu tradisi slametan.42

Kemiripan tradisi ini

dapat dikatakan wajar, karena Indramayu dan Cirebon merupakan wilayah yang

serumpun, yaitu daerah kekuasaan Sunan Gunung Jati, yang pada awal

perkembangan Islam di wilayah tersebut melahirkan banyak persantren.

Menurut Mohd Roslan Mohd Nor dan Cecep Miftahul Hasani, istilah tradisi

nelung dina (tiga hari), mitung dina (tujuh hari), matang puluh dina (empat puluh

hari), ngatus dina (seratus hari) dan mendak (seribu hari) merupakan tradisi Hindu

dan Budha. Kemudian diislamisasikan oleh Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan

41

Kyai Badrudin, Wawancara: Senin, 30 Januari 2017. 42

A.G.Muhaimin, The Islamic Traditions of Cirebon, h. 208

Page 102: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

84

Gunung Jati) dengan membaca al-Qur‟an, dzikir, tahlil, tasbih, tahmid dan

membaca shalawat kepada Nabi Muhammad Saw. Selain itu, Syekh Syarif

Hidayatullah membudayakan tradisi Islam dengan memperingati Maulid Nabi

Saw, Nuzul al-Qur’an, Isra Mi’raj, dan tradisi Islam lainnya di pesantren. Hingga

saat ini, tradisi-tradisi keislaman tersebut masih berkembang subur di Indramayu,

bahkan seluruh wilayah di Indonesia pada umumnya.43

Tradisi-tradisi Islam dari kalangan pesantren di atas dinilai sangat penting

bagi masyarakat Indramayu, khususnya kalangan masyarakat Nahdliyyin.

Menurut mereka, tradisi-tradisi tersebut merupakan tradisi yang di dalamnya

terkandung nilai-nilai Islam. Menurut Zainul Milal Bizawie, al-Qur‟an dan hadis

merupakan inti Islam-normatif yang telah membentuk tradisi-tradisi sebagai

bagian dari ritual-ritual keislaman. Seseorang dapat dikatakan telah mencapai

kesalehan normatif jika telah melakukan seperangkat tingkah laku yang telah

digambarkan Allah melalui utusan-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw yang kini

telah terverbalkan dalam bentuk hadis. Kesalehan normatif ini dibuktikan dengan

ketaatan dan ketundukan seseorang atas segala tingkah laku agama, dan hal ini

dianggap sangat penting baginya.44

Begitu pula tradisi-tradisi keagamaan yang

dilakukan masyarakat Indramayu. Segala bentuk ritual keislaman yang menjadi

tradisi di masyarakat dinilai sebagai salah satu bentuk kesalehan yang ideal.

Artinya, apabila seseorang melakukan suatu tradisi keagamaan tersebut, maka ia

dianggap telah melaksanakan ajaran Islam.

43

Mohd Roslan Mohd Nor dan Cecep Miftahul Hasani, “Sumbangan Syarif Hidayatullah

dalam Penyebaran Pendidikan Agama Islam di Jawa Barat”, dalam Jurnal At-Ta’dib, Vol. 12, No.

1, (Juni 2017), h. 179 44

Zainul Milal Bizawie, Perlawanan Kultural Agama Rakyat, h. 31-32

Page 103: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

85

Selain tahlilan, tradisi yang berkembang di kalangan masyarakat santri

terdahulu ialah attaqa atau pembacaan surat qulhu (al-Ikhlas) sebanyak seratus

ribu kali untuk orang yang telah meninggal. Pembacaan surat al-Ikhlas diyakini

masyarakat dapat membebaskan mereka dari api neraka setelah mereka meninggal

dunia. Tradisi ini diyakini berasal dari hadis-hadis faḍā’il al-aʻmāl yang sering

„mengobral‟ pahala. Dengan keyakinan mereka tersebut, tradisi attaqa menjadi

laris di tengah masyarakat kalangan santri. Tradisi ini bahkan menjadi suatu hal

yang wajib dilakukan apabila sebelum meniggal, seseorang berwasiat untuk

dibacakan surat al-Ikhlas sebanyak jumlah yang diinginkan setelah ia meninggal.

Pembacaan surat al-Ikhlas tersebut dapat dilakukan oleh para ulama atau kyai atas

permintaan keluarga orang yang meninggal, atau bahkan kepada keluarganya

sendiri. Sebagai ucapan terima kasih, pihak keluarga yang meninggal memberikan

imbalan berupa uang kepada orang-orang yang ikut berpartisipasi membaca surat

al-Ikhlas untuk anggota keluarganya yang meninggal.45

Pada dasarnya, tradisi-tradisi keagamaan tersebut merupakan interpretasi

masyarakat atas teks-teks agama, yang salah satunya adalah hadis. Menurut Ignaz

Goldziher dan Fazlur Rahman sebagaimana dikutip Woodward, bahwa bukti kuat

menujukkan bahwa hadis berisi banyak informasi mengenai praktik-praktik sosial

dan keagamaan komunitas muslim awal, dan beberapa di antaranya dapat dilacak

langsung sampai kepada Nabi Saw.46

Oleh karena itu, hadis menjadi suatu praktik

yang hidup di masyarakat (living hadis). Adapun tradisi-tradisi keagamaan di

Indramayu mayoritas dilakukan masyarakat kalangan Nahdliyyin (NU) secara

45

Hasil wawancara dengan Akhid (Warga Desa Tenajar Lor Kec. Kertasemaya ), pada

Selasa, 31 Januari 2017. 46

Mark R. Woodward, Islam Jawa: Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, h. 76

Page 104: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

86

terus menerus dari generasi ke generasi. Ini menunjukkan suatu kontinuitas tradisi

keagamaan yang menjadi basis integrasi masyarakat Nahdliyyin di Indramayu.

Kontinuitas tradisi keagamaan ini diakui masyarakat Indramayu, khususnya

kalangan Nahdliyyin, sebagai upaya untuk menjalankan ajaran keislaman yang

berasal dari tradisi pesantren. Dengan kata lain, munculnya tradisi-tradisi

keagamaan seperti muludan/ maulidan, haul, tahlil, hingga fidyah bagi orang yang

meninggal, merupakan tradisi pesantren yang diajarkan dan dipraktikkan

masyarakat Indramayu. Bahkan, adapula tradisi masyarakat kalangan pesantren

yang mengqaḍā’ salat orang yang telah meninggal. Sebagaimana yang dinyatakan

Ust.Shofwan, seorang ulama Desa Segeran Kidul, bahwa ada temannya yang

meninggal dan memiliki tanggungan (utang) salat, kemudian utang salatnya

tersebut di-qaḍā’ oleh keluarganya selama bertahun-tahun. Setiap kali waktu

salat, keluarganya selalu melakukan salat dua kali. Satu salat untuk dirinya dan

satu salat lagi untuk men-qaḍā’ salat anggota keluarganya yang telah meninggal.47

Meng-qaḍā’ salat untuk membayar utang salat orang yang meninggal juga

dilakukan oleh sebagian kecil masyarakat Desa Sliyeg Lor. Hal ini sebagaimana

yang dinyatakan oleh H.Sayyidi, bahwa ada sebagian kecil masyarakat yang

hanya men-qaḍā’ salat kerabatnya yang meninggal tanpa membayar fidyah.

Namum sebagian masyarakat lainnya mayoritas mengganti utang salat orang yang

meninggal dengan membayar fidyah. H.Sayyidi mengakui bahwa amalan

membayar fidyah untuk melunasi utang salat orang yang meninggal dilakukan

oleh para ulama dan masyarakat kalangan santri terdahulu. Amalan ini telah

47

Hasil wawancara dengan Ust. Shofwan (Ulama Desa Segeran Kidul, Kec. Juntinyuat),

pada Kamis, 27 April 2017, Pukul 20.00 WIB.

Page 105: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

87

dilakukan sejak dulu secara turun temurun dan menjadi tradisi yang terus

dilestarikan.48

Selain itu, tradisi pada saat ada orang meninggal yang masih konsisten

dilakukan masyarakat Indramayu, khususnya masyarakat di Desa Sliyeg Lor dan

Segeran Kidul, adalah tradisi tarahum. Kata tarahum dimaknai sebagai „ngarem-

arem’ atau menenangkan. Dari makna tersebut, tradisi ini bertujuan untuk

memberikan ketenangan kepada mayyit selama di kuburan pada malam pertama

kematian, atau pada saat menghadapi pertanyaan-pertanyaan dari malaikat yang

bertugas menanyakan pertanggungjawaban manusia di alam kubur (Malaikat

Munkar dan Nakir). Tradisi tarahum dilakukan dengan salat (sunnah) dan do‟a

oleh para kyai atau ulama pada saat setelah salat maghrib di malam pertama

kematian seseorang. Para kyai atau ulama yang melakukan salat sunnah tarahum

tersebut diberi uang sebagai ucapan terimakasih dari keluarga orang yang

meninggal. Bahkan ketika menyalatkan jenazah pun, pihak keluarga yang

meninggal biasanya menyiapkan amplop (uang) untuk masyarakat yang ikut

menyalatkan jenazah. Uang tersebut sering disebut sebagai duit solawat (uang

shalawat).49

Menurut Mahya Hasan, kontinuitas tradisi keagamaan ini juga ditunjukkan

dengan adanya pengajian-pengajian di setiap masjid dan mushalla, baik di

lingkungan perkotaan maupun pedesaan, yang tidak lain merupakan tradisi

pesantren. Dalam hal pengajian, Mahya Hasan menjelaskan bahwa pengajian-

pengajian yang dilakukan masyarakat Indramayu di lingkungan pedesaan dan

48

Hasil wawancara dengan H.Sayyidi (Warga Desa Sliyeg Lor Kec. Sliyeg), pada Rabu,

26 April 2017, Pukul 15.00 WIB 49

Hasil wawancara dengan Ust. Abdurrahman (Ulama Desa Sliyeg Lor Kec. Sliyeg),

pada Rabu, 26 April 2017, Pukul 17.00 WIB, dan Ust. Shofwan (Ulama Desa Segeran Kidul, Kec.

Juntinyuat), pada Kamis, 27 April 2017, Pukul 20.00 WIB.

Page 106: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

88

perkotaan pun berbeda. Pengajian di lingkungan pedesaan mayoritas

menggunakan metode „kitab kuning‟, sementara pengajian di perkotaan

menggunakan metode tematik, seperti ceramah dan sebagainya.50

Menurut Eickelman, sebagaimana dikutip Woodward, bahwa pola-pola

tradisi (kebudayaan) dan keagamaan masyarakat yang dikaitkan dengan

konfigurasi sosial ekonomi lokal, dapat mempengaruhi cara interpretasi

masyarakat terhadap teks-teks universal, seperti al-Qur‟an, hadis, dan kitab-kitab

fiqh. Woodward juga berpendapat bahwa hal ini berkaitan dengan “Islam yang

diterima”, yaitu tubuh teks dan bentuk tindakan ritual ada pada titik yang

didukung oleh waktu dan tempat, yang pada akhirnya menjadi sistem keagamaan

dan sosial.51

Hal ini menguatkan pernyataan bahwa interpretasi teks-teks agama

dapat menjadi sebuah tradisi keagamaan yang kokoh dan berkelanjutan (kontinu)

di masyarakat.

Dari penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa perkembangan Islam di

Indramayu melalui pembelajaran-pembelajaran keislaman di pesantren terjadi

begitu cepat dan berkelanjutan. Banyak tradisi-tradisi keislaman yang dibawa

masyarakat ke dalam kehidupan mereka. Bahkan masyarakat Muslim di

Indramayu tidak sepenuhnya melarang adanya tradisi-tradisi lokal peninggalan

tradisi hindu dan animisme yang masih dipraktikkan masyarakat Indramayu,

seperti pemberian sajen berisi nasi, telur, bawang merah, cabai dan lain-lain di

setiap pojok rumah pada saat akan melaksanakan hajatan, baik khitanan maupun

pernikahan. Sajen yang diletakkan di setiap pojok rumah dipercaya dapat

menghindari hal-hal gaib yang dapat mengganggu kelancaran acara hajatan

50

Hasil wawancara dengan Mahya Hasan (Kepala Seksi PD Diniyah dan Pondok

Pesantren Kementerian Agama Kab. Indramayu), pada Kamis, 2 Maret 2017. 51

Mark R. Woodward, Islam Jawa: Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, h. 86

Page 107: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

89

masyarakat. Bagi mereka, tradisi lokal tersebut tidak dianggap sebagai perbuatan

syirik, namun hanya sebatas tradisi orang tua terdahulu. Tradisi tersebut mulai

terkikis seiring perkembangan zaman karena dinilai tidak memiliki manfaat.

Hingga saat ini, hanya sebagian kecil masyarakat yang masih mempraktikkan

tradisi-tradisi keagamaan lokal tersebut. Fleksibilitas Islam dalam menerima

tradisi lokal dan menggantinya dengan tradisi keislaman lain seperti tahlilan,

membuat tradisi keislaman semakin menjamur di masyarakat.52

D. Tradisi Fidyah di Indramayu: Sebuah Tinjauan Historis

Tradisi fidyah di beberapa wilayah di Indramayu memiliki nama yang

berbeda, yaitu fidyah, geong, dan ngabal. Di Desa Tenajar Lor misalnya, tradisi

fidyah dikenal dengan nama geong, yang berarti „ayun atau mengayun‟. Dalam

hal ini yang diayun adalah beras yang akan dijadikan fidyah. Adapun nama

ngabal berasal dari qabal yang diartikan „menerima‟. Nama ini menunjukkan

bahwa tradisi tersebut dilakukan dengan cara memberi dan menerima. Dari kedua

nama tersebut, tradisi fidyah dideskripsikan sebagai ritual yang dilakukan dengan

cara memberi dan menerima secara bergantian.53

Sebagaimana akan dijelaskan

pada bab selanjutnya, tradisi fidyah ini memiliki cara yang beragam. Tradisi

fidyah di Indramayu tidak serta merta muncul dengan sendirinya, akan tetapi ada

beberapa alasan tertentu yang menyebabkan tradisi fidyah „gemar‟ dilakukan oleh

masyarakat Indramayu. Karena itu, pada pembahasan ini peneliti akan

memaparkan latar belakang munculnya tradisi fidyah dan peran kyai dan

pesantren dalam penyebaran tradisi fidyah di Indramayu.

52

Hasil observasi di beberapa wilayah di Kecamatan Kertasemaya, Kecamatan Sliyeg,

dan Kecamatan Juntinyuat Kabupaten Indramayu pada awal hingga pertengahan tahun 2017. 53

Hasil wawancara dengan Kyai Badrudin (Ulama Desa Tenajar Lor, Kec. Kertasemaya),

pada Senin, 30 Januari 2017, Pukul 15.00 WIB.

Page 108: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

90

1. Latar Belakang Munculnya Tradisi Fidyah

Dalam menelusuri latar belakang munculnya tradisi fidyah di Indramayu,

peneliti sedikit kesulitan untuk mencari informasi atau data yang komprehensif.

Karena sebagian besar informan yang diwawancarai, tidak mengetahui secara

pasti kapan tradisi tersebut ada di lingkungan mereka. Mereka hanya

mengungkapkan bahwa tradisi tersebut telah ada sejak orang tua bahkan ketika

kakek-nenek mereka masih hidup. Namun ada salah seorang informan dari Desa

Tenajar Lor, yaitu Rokhmat, seorang tokoh masyarakat desa setempat, yang

sedikit memberi gambaran bahwa tradisi fidyah di lingkungannya telah ada sejak

zaman dulu. Ia memperkirakan bahwa tradisi fidyah ini telah ada sejak zaman

sebelum kemerdekaan Indonesia, tepatnya sekitar awal tahun 1900-an. Rokhmat

mengungkapkan bahwa awal tradisi fidyah ini muncul pada masa hidupnya

KH.Hasbullah, seorang ulama da’i di Desa Babadan (nama desa tempo dulu

sebelum terjadi pemekaran menjadi Desa Tenajar Lor, Desa Tenajar, dan Desa

Tenajar Kidul).54

Rokhmat mendeskripsikan bahwa pada masa tersebut, tradisi fidyah atau

yang dikenal dengan sebutan geong, dilakukan masyarakat Desa Babadan hanya

untuk sekedar menjalankan iḥtiyāṭ (kehati-hatian). Sementara terkait fiqh,

Rokhmat mengakui bahwa mazhab yang dianut masyarakat Indonesia pada

umumnya adalah mazhab Imam al-Syāfiʻī, termasuk juga masyarakat Indramayu

dan Cirebon. Dalam kitab Nihāyah al-Zaīn, Imam Nawawī al-Bantanī mengutip

54

Hasil wawancara dengan Rokhmat (Tokoh Masyarakat Desa Tenajar Lor, Kec.

Kertasemaya), pada Kamis, 2 Februari 2017, Pukul 15.00 WIB.

Page 109: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

91

pendapat Imam al-Syafi‟i, bahwa apabila seseorang meninggal dan ia memiliki

utang salat, maka tidak ada qaḍā’ dan tidak ada pula fidyah baginya.55

Dalam perkara ini, Imam al-Syāfiʻī hanya menyetujui adanya fidyah puasa.

Berbeda dengan Imam Abū Ḥanifah, yang menganggap bahwa salat merupakan

ibadah yang sangat penting, sehingga ada 2 (dua) alasan utang salat harus dibayar

dengan fidyah: Pertama, fidyah salat adalah suatu syariat yang wajib dilakukan

apabila si mayyit pada masa hidupnya pernah mengeluarkan wasiat (untuk

membayar fidyah). Kedua, apabila si mayyit tidak mengeluarkan wasiat untuk

fidyah, maka fidyah salat hanya merupakan iḥtiyāṭ dari pihak keluarga/walinya.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa tradisi fidyah ini muncul dan

berkembang sebagai upaya penebusan atas salat atau puasa yang pernah

ditinggalkan seseorang. Rokhmat menegaskan bahwa salah satu motif utamanya

adalah karena setiap manusia pasti memiliki kesalahan, terutama dalam hal salat.

Oleh karena itu, meskipun mayyit tidak berwasiat untuk membayar fidyah, tetapi

masyarakat tetap menunjukkan kepedulian mereka terhadap mayyit, yaitu

menunjukkan sikap birr al-walidain (berbuat baik kepada orang tua), sehingga

masyarakat Desa Babadan tetap melaksanakan tradisi fidyah di lingkungan

mereka sebagai iḥtiyāṭ.56

Desa Babadan Indramayu, dikenal sebagai desa santri. Hal ini bukan tanpa

alasan, karena di desa tersebut mayoritas masyarakatnya berlatar belakang santri

dan kyai (ulama). Adapun tokoh awal yang berperan dalam penyebaran tradisi

55

Ibn „Abd al-Muʻṭā Muḥammad bin „Umar bin „Alī Nawawī al-Jāwī al-Bantanī al-

Tāwidī, Nihāyah al-Zaīn: fī Irsyād al-Mubtadi’īn (T.Tp: Syarikah al-Nūr Asiā, T.Th), h. 192-193 56

Hasil wawancara dengan Rokhmat (Tokoh Masyarakat Desa Tenajar Lor, Kec.

Kertasemaya), pada Kamis, 2 Februari 2017, Pukul 15.00 WIB.

Page 110: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

92

fidyah di desa tersebut adalah Ki Qamus, yaitu ayah kandung Rokhmat.57

Ki

Qamus merupakan tokoh ulama yang mengajarkan tradisi fidyah di Desa

Babadan, dan banyak santri yang belajar agama kepadanya. Ia pernah menimba

ilmu keislaman (mondok) di Plered (Cirebon) dan Bangkalan (Madura). Menurut

pengakuan Rokhmat, Ki Qamus (ayahnya) dikenal berteman akrab dengan Kyai

Syatori (Arjawinangun), kyai-kyai sepuh Babakan (Cirebon), Kyai Hasyim

As‟ariy, Mbah Sofa (Kaliwungu), dan Ki Soleh (Demak).58

Hal ini sejalan dengan

pernyataan Zamakhsari, bahwa seluruh kyai pada abad ke-19 dan awal abad ke-20

merupakan murid-murid dari, atau dipengaruhi oleh seorang guru terkemuka,

yaitu KH. Hasyim Asy‟ari.59

Para tokoh agama tersebut dikenal merupakan para tokoh pendiri pondok

pesantren di berbagai wilayah di Indonesia. Pengakuan Rokhmat terkait Ki

Qamus yang berteman akrab dengan para ulama pesantren tersebut dapat

dikatakan wajar, karena masyarakat Indramayu, khususnya desa Babadan, dikenal

banyak masyarakat yang nyantri di pondok-pondok pesantren di luar wilayah

Indramayu, seperti pesantren di Babakan Ciwaringin (Cirebon), Arjawinangun

(Cirebon), Kempek (Cirebon), Lirboyo (Kediri, Jawa Timur), Kaliwungu (Kendal,

Jawa Tengah), Sarang (Rembang, Jawa Tengah), Bangkalan (Madura), dan lain

sebagainya. Hal ini juga berlaku pada awal munculnya tradisi fidyah di Desa

57

Hasil wawancara dengan Akhid (Warga Desa Tenajar Lor Kec. Kertasemaya ), pada

Selasa, 31 Januari 2017, pukul 19.30 WIB. 58

Hasil wawancara dengan Rokhmat (Tokoh Masyarakat Desa Tenajar Lor, Kec.

Kertasemaya), pada Kamis, 2 Februari 2017, Pukul 15.00 WIB. 59

KH. Hasyim Asy‟ari dikenal sebagai pendiri organisasi Nahdlatul Ulama. Ia dilahirkan

pada 1871 dari keluarga seorang kyai. Pada usia 13 tahun, ia mulai mengajar di pesantren ayahnya.

Ia juga belajar kepada beberapa kyai dan pergi ke Makkah untuk belajar ilmu-ilmu keislaman.

Pada tahun 1899, KH. Hasyim Asy‟ari kembali ke Jawa dan mengajar di pesantren kakak laki-

lakinya sebelum mendirkan Pesantren Tebuireng di Cukir, Jawa Timur. Dalam sepuluh tahun,

pesantren ini merupakan penyedia guru terbesar untuk pesantren lainnya, dan kurikulumnya pun

menjadi model bagi pesantren-pesantren tersebut. Lihat: Mark R. Woodward, Islam Jawa:

Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, h. 167

Page 111: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

93

Sliyeg Lor dan Desa Segeran Kidul. Dari hasil wawancara dengan masyarakat

kedua desa tersebut, didapatkan informasi bahwa tradisi fidyah merupakan ajaran

dari para santri yang pernah belajar di berbagai pesantren.60

Oleh karena itu, dapat

ditarik benang merah bahwa tokoh yang menyebarkan adanya fidyah salat dan

puasa di tengah masyarakat Indramayu adalah para tokoh ulama yang pernah

nyantri di berbagai pesantren. Untuk membuktikan hal tersebut, peneliti akan

menguraikannya pada bahasan setelah ini.

2. Kyai dan Pesantren: Proses Transmisi Tradisi Fidyah

Salah satu doktrin Islam yang sampai saat ini menjadi sebuah tradisi di

tengah masyarakat Indramayu ialah tradisi fidyah bagi orang yang meninggal

dunia. Tradisi ini dilakukan sebagai konsekuensi atas salat atau puasa yang pernah

ditinggalkan seseorang semasa hidupnya. Tradisi fidyah tersebut pada dasarnya

merupakan hasil interpretasi masyarakat atas doktrin-doktrin Islam terhadap al-

Qur‟an, hadis dan kitab-kitab fiqh. Oleh karena itu, penyebaran tradisi fidyah ini

tidak terlepas dari peran para kyai dan pesantren sebagai wadah pembelajaran

keislaman di masyarakat. Keduanya merupakan sumber utama dalam penyebaran

tradisi fidyah, khususnya di wilayah Indramayu.

Berdasarkan hasil wawancara, para tokoh penyebar tradisi fidyah ini adalah

masyarakat Indramayu yang menimba ilmu di berbagai pesantren, seperti di

Lirboyo (Kediri, Jawa Timur), Kaliwungu (Kendal, Jawa Tengah), Sarang

(Rembang, Jawa Tengah), Pesantren Kempek (Cirebon, Jawa Barat), Pesantren

Babakan Ciwaringin (Cirebon), dan lain sebagainya. Setelah lulus dari pesantren-

60

Hasil wawancara dengan H.Sayyidi (Warga Desa Sliyeg Lor Kec. Sliyeg), pada Rabu,

26 April 2017, Pukul 15.00 WIB, dan Ust. Shofwan (Ulama Desa Segeran Kidul, Kec. Juntinyuat),

pada Kamis, 27 April 2017, Pukul 20.00 WIB.

Page 112: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

94

pesantren tersebut, para santri kemudian mengajarkan ilmunya kepada masyarakat

dengan mengadakan pengajian „kitab-kitab kuning‟ (literatur fiqh klasik), tafsir,

hadis, dan lain sebagainya, sehingga masyarakat menokohkan santri tersebut

sebagai „kyai‟ atau orang yang memiliki ilmu pengetahuan agama yang

mendalam.61

Namun Djohan Effendi menyatakan bahwa sosok ulama atau kyai

tidak hanya sekedar seorang ahli agama, melainkan juga sebagai pemimpin umat.

Hal ini karena peran kyai tidak hanya sekedar membimbing masyarakat dalam

urusan agama, melainkan juga tempat konsultasi masyarakat untuk memecahkan

berbagai masalah yang dihadapi.62

Pelabelan status „kyai‟ kepada seseorang oleh masyarakat Indramayu

disebabkan karena tingginya ilmu agama yang dikuasai, khususnya mereka yang

menguasai ilmu nahwu, sharaf, „kitab-kitab kuning‟, tafsir, hadis, dan ilmu-ilmu

agama lainnya. Dengan demikian, masyarakat Indramayu pada dasarnya

menokohkan sosok kyai di lingkungan sekitar mereka, dan mengikuti ajaran-

ajarannya, termasuk ajaran fidyah salat dan puasa. Dari wawancara yang

dilakukan, Kyai Badrudin mengakui bahwa pelaksanaan tradisi fidyah ini telah

dilakukan secara turun temurun. Ia tidak mengetahui secara pasti tahun

terbentuknya tradisi tersebut di desanya. Hanya saja, ia berkeyakinan bahwa

tradisi ini disebarkan oleh para santri yang mempelajari kitab-kitab hadis dan fiqh.

Hal ini ia buktikan dengan menunjukkan beberapa kitab yang dijadikan rujukan

dalam tradisi fidyah, di antaranya ialah kitab Tarsyīḥ al-Mustafīdīn dan kitab

61

Hasil wawancara dengan Mahya Hasan (Kepala Seksi PD Diniyah dan Pondok

Pesantren Kementerian Agama Kab. Indramayu), pada Kamis, 2 Maret 2017. 62

Djohan Effendi, Pembaruan Tanpa Membongkar Tradisi, h. 39-40

Page 113: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

95

Iʻānah al-Ṭālibīn.63

Kitab-kitab tersebut menjadi rujukan untuk mengisi kajian-

kajian keislaman di beberapa tempat seperti pesantren, masjid, dan mushalla di

desanya.64

Hal senada juga datang dari Ust.Shofwan, seorang ulama Desa Segeran

Kidul. Ia menyatakan bahwa tradisi fidyah yang dilakukan masyarakat merupakan

ajaran Islam. Dari penelusuran peneliti, ia juga tidak mengetahui secara pasti

tahun masuknya tradisi fidyah di lingkungannya. Ia lebih cenderung menyatakan

bahwa tradisi tersebut telah dilakukan oleh masyarakat sejak dulu karena

ketentuan agama. Ust.Shofwan menyebutkan beberapa kitab yang dijadikan

pedoman dalam pelaksanaan tradis fidyah di lingkungannya, di antaranya kitab

Fath al-Mu’in, al-Bajuri, dan lain-lain. Ia mengakui bahwa kitab-kitab tersebut

hanya didapatkan di lingkungan pesantren salaf. Selain kitab-kitab tersebut,

Ust.Shofwan juga menguatkan pendapatnya dengan menyebutkan hadis fidyah

salat dan puasa65

, dan hadis yang mendeskripsikan wajibnya melunasi utang orang

yang meninggal.66

Oleh karena itu, ia berkeyakinan bahwa tradisi tersebut sudah

63

Kitab Iʻānah al-Ṭālibīn karya Abū Bakr al-Sayyid dinilai oleh Martin van Bruinessen

sebagai kitab yang memberikan banyak gagasan tentang kesejahteraan umat yang harus dijaga,

seperti kebutuhan pangan, papan, dan kesehatan untuk seluruh anggota masyarakat. Hal ini

dibahas dalam bab al-jihad. Lihat: Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat:

Tradisi-tradisi Islam di Indonesia (Bandung: Mizan, 1999), h. 125. Selain itu, upaya Abū Bakr al-

Sayyid untuk mensejahterakan umat juga terlihat dalam penjelasan fidyah salat dan puasa.

Meskipun fidyah salat masih mengalami pro-kontra, pada akhirnya pembahasan fidyah salat

dikuatkan dengan pendapat-pendapat dari para ulama mujtahidīn. Lihat: Abī Bakr Ibn al-Sayyid

Muḥammad Syaṭā al-Dimyāṭī, Iʻānah al-Ṭālibīn (Bairūt: Dār al-Fikr, T.Th), h. 24 64

Hasil wawancara dengan Kyai Badrudin (Ulama Desa Tenajar Lor, Kec. Kertasemaya),

pada Senin, 30 Januari 2017, Pukul 15.00 WIB. 65

Lihat: Abū „Abd al-Raḥmān Aḥmad bin „Alī ibn Syuʻaīb bin „Alī ibn Sinān bin Bahr

al-Khurasānī al-Qādī, Sunan al-Nasa’ī al-Kubrā, Muḥaqqiq: „Abd al-Ghaffār Sulaymān al-

Bandārī, Juz 2 (Bairūt: Dār al-Kitab al-„Ilmiyyah, 1991 M/1411 H), No. Hadis: 2918, h. 175.

Adapun redaksi hadisnya yaitu:

كل بنعباس،قال:ليصليأحدعنأحد،وليصومعن امنحنطةأحدعنأحد،ولكنيطعمعنهمكان ي وممد66

Lihat: Abū „Abd Allāh Muḥammad bin Ismāʻīl bin Ibrāhīm al-Bukhārī, al-Jāmiʻ al-

Bukhārī (Ṣaḥīḥ al-Bukhārī) (Bairut: Dār al-Fikr. T.th.), No. Hadis: 2127

Page 114: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

96

ada sejak masyarakat Indramayu nyantri di pondok pesantren salaf, seperti di

Lirboyo, Kempek, Babakan, dan lain sebaginya.67

Di tempat yang berbeda, H. Zainuddin, seorang tokoh masyarakat Desa

Sliyeg Lor, Kecamatan Sliyeg, menyatakan bahwa tradisi fidyah di lingkungannya

merupakan warisan dari para kyai yang telah meninggal di desanya. Ia juga

menyatakan bahwa para kyai tersebut mayoritas merupakan santri di Pesantren

Babakan Ciwaringin Cirebon, dan Kaliwungu. Namun ia tidak mengetahui persis

kapan tradisi fidyah tersebut muncul di desanya. Ia hanya mengikuti tradisi kyai

dan orang tua yang telah turun temurun melestarikan tradisi tersebut.68

Dari

beberapa pernyataan di atas, dapat dipahami bahwa masyarakat mengetahui dan

mengamalkan tradisi fidyah melalui pembelajaran para santri di berbagai

pesantren.

Pesantren sebagai suatu tempat pembelajaran keislaman memiliki peran

penting dalam menyebarluaskan ajaran-ajaran Islam. Di antara beberapa ajaran

keislaman yang disebarluaskan di pesantren adalah literatur-literatur hadis dan

fiqh klasik (kitab kuning) yang memuat hukum-hukum Islam (doktrin).69

Mark R.

Woodward, seorang etnolog, menyatakan bahwa meskipun hadis bersifat pendek

dan langsung, ia tetap memerlukan sebuah interpretasi (penafsiran). Woodward

memiliki perhatian khusus tentang bagaimana teks-teks hadis diinterpretasikan

dan dipahami oleh kalangan santri tradisional (salaf) di pesantren. Perhatian

67

Hasil wawancara dengan Ust. Shofwan (Ulama Desa Segeran Kidul, Kec. Juntinyuat),

pada Kamis, 27 April 2017, Pukul 20.00 WIB. 68

Hasil wawancara dengan Ust. Abdurrhaman (Ulama Desa Sliyeg Lor Kec. Sliyeg),

pada Rabu, 26 April 2017 Pukul 17.00 WIB. 69

Hukum Islam sendiri menurut Mark R. Woodward merupakan penafiran dari al-Qur‟an

dan hadis Nabi Saw. Ia menegaskan bahwa formulasi doktrin pada dasarnya telah dimulai tidak

lama setelah Nabi Saw wafat dan berpuncak dalam bentuk hadis dan syariat semikanonik. Lihat:

Mark R. Woodward, Islam Jawa: Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, , h. 76

Page 115: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

97

Woodward tersebut sangat relevan dengan interpretasi dan pemaknaan para santri

terhadap kitab-kitab fiqh klasik, sebagai salah satu kitab pendukung dalam

memahami hadis. Dalam hal ini, interpretasi dan pemaknaan para santri terhadap

hadis memiliki peranan yang sangat penting. Interpretasi tersebut dapat digunakan

untuk membuat berbagai pernyataan tentang kondisi-kondisi sosial, politik,

maupun masalah-masalah keagamaan murni yang muncul di tengah masyarakat.70

Salah satu masalah keagamaan yang muncul di tengah masyarakat

Indramayu ialah perihal utang salat dan puasa orang yang telah meninggal.

Masyarakat menanyakan hal tersebut kepada para santri yang telah belajar

keislamanan di pesantren. Maka secara otomatis, para santri memberikan

ketentuan tentang adanya fidyah salat dan puasa bagi orang yang meninggal

dengan menginterpretasikan berbagai landasan, baik melalui al-Qur‟an, hadis,

maupun kitab-kitab fiqh yang telah mereka pelajari di pesantren. Sebagaimana

dinyatakan oleh Kyai Badrudin, bahwa pengajian-pengajian keislaman yang ia

sampaikan kepada masyarakat di pesantren, masjid dan musala, merupakan kajian

fiqh yang berasal dari kitab-kitab yang telah ia pelajari sebelumnya di pesantren.

Begitu pula ketika ada pertanyaan yang datang dari masyarakat terkait masalah

utang salat dan puasa bagi orang yang telah meninggal. Ia memberikan ketentuan

adanya fidyah berdasarkan hasil pembacaannya melalui kajian al-Qur‟an, hadis,

dan kitab-kitab fiqh seperti Nihāyah al-Zaīn, Iʻānah al-Ṭālibīn, Tarsyīḥ al-

Mustafīdīn, dan lain sebagainya.71

Transmisi tradisi fidyah yang dilakukan para kyai dan santri melalui

pesantren dan majelis ta’lim di masyarakat juga diakui oleh H.Sayyidi. Ia

70

Mark R. Woodward, Islam Jawa: Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, h. 111 71

Hasil wawancara dengan Kyai Badrudin (Ulama Desa Tenajar Lor, Kec. Kertasemaya),

pada Senin, 30 Januari 2017, Pukul 15.00 WIB.

Page 116: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

98

menyatakan bahwa masyarakat ‘awam melakukan pembelajaran keislaman hanya

melalui majelis-majelis ta’lim yang dipimpin oleh orang-orang yang berlatar

belakang santri. Karena ketidaktahuan mereka tersebut, masyarakat hanya

mengikuti tradisi atau ajaran-ajaran Islam yang disampaikan para kyai yang

pernah nyantri.72

Tradisi fidyah ini pada tahap selanjunya menyebar seiring

bertambahnya para santri Indramayu yang menerapkan ajaran-ajaran keislaman

dari pesantren di lingkungan mereka.

E. Kontroversi Tradisi Fidyah di Indramayu

Adanya praktik fidyah salat dan puasa di tengah masyarakat Indramayu

pada dasarnya diilhami oleh hadis-hadis Nabi Saw dan dikuatkan oleh pendapat

para fuqaha yang diabadikan dalam „kitab-kitab kuning‟. Dari hasil wawancara

yang dilakukan, seluruh masyarakat menyepakati adanya fidyah puasa,

sebagaimana yang telah dijelaskan secara eksplisit dalam al-Qur‟an surat al-

Baqarah ayat 184. Namun hal yang menarik perhatian peneliti di lapangan adalah

terjadinya perbedaan pendapat tentang fidyah salat. Sebagian masyarakat ada yang

menerima adanya fidyah salat dan ada pula yang menolaknya. Perbedaan pendapat

ini terjadi akibat hasil pembacaan masyarakat terhadap literatur keislaman yang

berbeda.

Berdasarkan hasil wawancara, sebagian masyarakat yang menolak adanya

fidyah salat menyatakan bahwa kewajiban salat tidak dapat diganti dengan

apapun. Dalil yang digunakan adalah hadis Nabi Saw tentang rukhṣah

(keringanan) salat bagi orang yang sedang sakit, yaitu apabila salat tidak mampu

dilakukan dengan berdiri, maka dapat dilakukan dengan duduk, apabila duduk

72

Hasil wawancara dengan H.Sayyidi (Warga Desa Sliyeg Lor Kec. Sliyeg), pada Rabu, 26

April 2017, Pukul 15.00 WIB.

Page 117: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

99

juga tidak mampu, maka dapat dilakukan dengan berbaring.73

Hal tersebut

menurut Akhid, salah seorang warga Desa Tenajar Lor, menunjukkan betapa

wajibnya salat bagi kalangan umat Muslim, sehingga yang sedang sakit pun tetap

diwajibkan melaksanakan salat. Akhid juga memberikan alasan lain bahwa salat

tidak dapat diganti dengan fidyah karena secara syariat, salat memiliki waktu yang

telah ditetapkan, sehingga tidak dapat ditinggalkan.

“Menurut syariat, sebenarnya fidyah salat itu tidak ada, yang ada hanya

fidyah puasa........”74

Secara praktik, pelaksanaan tradisi fidyah dengan cara diputar-putar dan

bolak balik (geong) dianggap tidak memiliki landasan yang jelas oleh Akhid. Ia

menilai bahwa tradisi fidyah yang diputar-putar tersebut hanya merupakan

„buatan‟ para ulama. Jika tradisi fidyah tersebut tetap dilakukan, menurut Akhid,

hendaknya beras fidyah langsung diberikan kepada yang berhak menerimanya

(fakir miskin), tanpa melalui proses ritual geong terlebih dahulu.

Senada dengan pendapat tersebut, Widodo, salah seorang warga Desa Sliyeg

Lor, juga menyatakan bahwa fidyah salat tidak memiliki dalil syariat. Widodo

menegaskan bahwa fidyah salat tidak lain hanyalah sebatas tradisi yang dilakukan

73

Lihat: Abū Dāwud Sulaymān bin al-Asyʻats al-Sijistānī, Sunan Abī Dāwud (Bairut: Dār

al-Fikr, 1994), Juz 3, h. 142, No. Hadis: 815. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Abū Dāud dari

„Imrān bin Ḥuṣaīn, dengan redaksi sebagai berikut:

الم ث ناوكيععنإب راهيمبنطهمانعنحسي ث ناممدبنسليمانالن باري حد عنابنب ريدةعلمحدكانبالناصورفسألتالنبصلىاللهعليهوسلمف قالصل قال عنعمرانبنحصي قاماافن

تستطعف علىجنب. افن تستطعف قاعدا“Telah menceritakan kepada kami Muḥammad bin Sulaimān al-Anbārī, telah menceritakan

kepada kami Wakīʻ dari Ibrāhim bin Ṭahmān dari Ḥusaīn al-Muʻallim dari Ibn Buraidah

dari „Imrān bin Ḥushaīn dia berkata; "Aku menderita penyakit wasir, lalu aku tanyakan hal

itu kepada Nabi Saw, maka beliau bersabda: "Salatlah dengan berdiri, dan apabila kamu

tidak mampu, maka dengan duduk, jika tidak mampu, maka dengan berbaring.” (HR. Abū

Dāwud) 74

Hasil wawancara dengan Akhid (Warga Desa Tenajar Lor Kec. Kertasemaya ), pada

Selasa, 31 Januari 2017, pukul 19.30 WIB.

Page 118: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

100

para „orang tua‟75

secara turun temurun. Karena menurutnya, masyarakat di

lingkungannya lebih mementingkan adat (tradisi) dibandingkan dengan agama.

Ketika „orang tua‟ menyatakan agar membayar fidyah salat, karena sudah

menjadi adat terdahulu, maka masyarakat pun melakukannya.

“Fidyah salat itu hanya tradisi dari orang tua yang dilakukan secara turun

temurun. Karena di lingkungan sini masih mementingkan adat (tradisi)

dibandingkan dengan agama. Sehingga menurut saya, fidyah salat itu tidak

ada (dalilnya). Kecuali fidyah puasa, itu memang ada (dalilnya).”76

Di tempat lain, H. Zakariya, salah seorang warga di Desa Segeran Kidul,

juga menolak adanya fidyah salat. Ia hanya meyakini bahwa fidyah hanya berlaku

untuk mengganti puasa, sebagaimana dalil qaṭʻī yang telah disebutkan dalam al-

Qur‟an. Menurutnya, selagi akal masih ada, kewajiban salat tetap harus

dilaksanakan. Apabila ada sebagian masyarakat yang meng-qiyas-kan fidyah salat

dengan fidyah puasa, ia tetap menghormati hal tersebut. Namun pada prinsipnya,

dalil qaṭʻī yang menjelaskan tentang fidyah hanyalah fidyah puasa, baik fidyahnya

karena sakit menahun, maupun karena sudah tua renta, dan tidak dapat

melaksanakan puasa.77

Adapun masyarakat yang menerima adanya fidyah salat menyatakan bahwa

fidyah salat merupakan ajaran Islam yang mesti diamalkan. Berdasarkan hasil

wawancara, di antara landasan dalam pelaksaan tradisi fidyah salat ialah hadis-

hadis Nabi Saw dan pendapat para ulama dalam kitab-kitab yang muʻtabarah,

seperti Iʻānah al-Ṭālibīn, Nihāyah al-Zaīn, Tarsyīḥ al-Mustafīdīn, dan lain

sebagainya. Meskipun masyarakat tidak seluruhnya mengetahui dalil-dalil fidyah,

75

Peneliti menggunakan kata „orang tua‟ sebagai istilah bagi masyarakat yang dituakan,

atau orang ‘alim yang memiliki pengaruh di lingkungannya (Kyai). 76

Hasil wawancara dengan Widodo (Warga Desa Sliyeg Lor, Kec. Sliyeg), pada Sabtu, 4

Maret 2017, pukul 16.00 WIB. 77

Hasil wawancara dengan H. Zakariya (Warga Desa Segeran Kidul, Kec. Juntinyuat),

pada Jum‟at, 28 April 2017, Pukul 16.00 WIB.

Page 119: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

101

tetapi mereka berkeyakinan bahwa fidyah salat yang mereka lakukan adalah suatu

kebajikan dan bentuk kepedulian kepada orang tua (yang telah meninggal).78

Oleh

karena itu, tradisi ini terus menerus dilakukan dari generasi ke generasi oleh

sebagian masyarakat Indramayu.

Rokhmat, salah seorang tokoh masyarakat di Desa Tenajar Lor,

mengungkapkan bahwa fidyah salat merupakan sebuah iḥtiyāṭ (kehati-hatian).

Argumentasi adanya fidyah salat ini menurut Rokhmat, tergambar dalam berbagai

kitab seperti Iʻānah al-Ṭālibīn, Nihāyah al-Zaīn, Tarsyīḥ al-Mustafīdīn, dan

Muzairamī. Kitab-kitab tersebut merupakan ijtihad para ulama terdahulu dalam

memahami ayat-ayat al-Qur‟an dan hadis Nabi Saw. Oleh karena itu, fidyah salat

memiliki dalil yang kuat, baik dari al-Qur‟an, hadis, maupun dari kitab-kitab fiqh.

“(Fidyah salat dan puasa) ini dibahas dalam kitab Nihāyah al-Zaīn dan

Iʻānah al-Ṭālibīn. Adapun penjelasan tentang masalah iḥtiyāṭ (kehati-

hatian) dalam fidyah salat itu ada dalam kitab Tarsyīḥ al-Mustafīdīn.

Dengan demikian, ajaran fidyah (salat) itu asalnya ada yang wajib karena

wasiat, dan ada pula yang iḥtiyāṭ dari kelurga mayit. Kitab Muzairamī juga

dibahas (tentang permasalahan ini).”79

Ungkap Rokhmat.

Senada dengan pendapat tersebut di atas, H. Sayyidi, salah seorang warga

Desa Sliyeg Lor, menyatakan bahwa fidyah salat adalah suatu kewajiban.

Argumentasi yang ia kemukakan adalah karena salat adalah ibadah wajib, maka

fidyah salat pun dihukumi wajib. Oleh karena itu, apabila ada seseorang yang

meninggal dan ia memiliki utang salat, maka ia diwajibkan untuk membayar

fidyah oleh walinya, sekalipun mereka dalam keadaan miskin.80

Pendapat ini juga

dikuatkan oleh Kyai Badrudin, ia menegaskan bahwa pendapat ulama yang

78

Hasil wawancara dengan Kyai Badrudin (Ulama Desa Tenajar Lor, Kec. Kertasemaya),

pada Senin, 30 Januari 2017, Pukul 15.00 WIB. 79

Hasil wawancara dengan Rokhmat (Tokoh Masyarakat Desa Tenajar Lor, Kec.

Kertasemaya), pada Kamis, 2 Februari 2017, Pukul 15.00 WIB. 80

Hasil wawancara dengan H.Sayyidi (Warga Desa Sliyeg Lor Kec. Sliyeg), pada Rabu, 26

April 2017, Pukul 15.00 WIB.

Page 120: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

102

menyatakan utang salat orang yang meninggal harus dibayar dengan fidyah adalah

pendapat yang kuat.81

Berbeda dengan kedua pendapat di atas, Ust. Abdurrahman menyatakan

bahwa masalah fidyah salat terjadi perbedaan pendapat (khilafiyah) di kalangan

ulama. Sebagian ulama menolak dan sebagian lainnya menerima adanya fidyah

salat. Hal ini menurut Ust. Abdurrahman, ketika ada sebagian masyarakat yang

melaksanakan fidyah salat, maka ia diperbolehkan karena memang ada ulama

yang melakukan hal tersebut. Adapun ketika ada sebagian masyarakat yang tidak

melaksanakan fidyah, maka hal itu pun tidak masalah. Adanya khilafiyah ini

menurut Ust. Abdurrahman telah dijelaskan dalam kitab Aḥkām al-Fuqahā’.82

Dari penjabaran di atas, dapat dipahami bahwa masyarakat Indramayu

memiliki pemahaman yang berbeda-beda tentang fidyah salat. Perbedaan

pemahaman ini terjadi karena masyarakat memiliki tingkat pengetahuan agama

yang berbeda, cara pandang terhadap teks-teks agama yang berbeda, dan

keyakinan mereka terhadap teks-teks agama yang telah dipelajari pun berbeda.

Sementara pada wilayah fidyah puasa, tidak ada satu pun dari masyarakat

Indramayu yang tidak menyepakatinya. Hal ini dianggap wajar, karena fidyah

puasa telah jelas nash-nya dalam al-Qur‟an.

Pada dasarnya, tradisi fidyah salat dan puasa merupakan hasil pembacaan

masyarakat dari berbagai literatur keislaman. Baik melalui al-Qur‟an, hadis,

maupun dari kitab-kitab fiqh. Tradisi fidyah yang dilakukan masyarakat tersebut

diyakini dan dilakukan secara terus menerus dari generasi ke generasi sehingga

81

Hasil wawancara dengan Kyai Badrudin (Ulama Desa Tenajar Lor, Kec. Kertasemaya),

pada Senin, 30 Januari 2017, Pukul 15.00 WIB. 82

Hasil wawancara dengan Ust. Abdurrahman (Ulama Desa Sliyeg Lor Kec. Sliyeg), pada

Rabu, 26 April 2017, Pukul 17.00 WIB.

Page 121: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

103

menjadi sebuah tradisi keagamaan yang kokoh. Doktrin Islam dan tradisi berbagi

makanan pada hari ke tujuh orang yang meninggal juga merupakan tradisi lokal

yang tidak dapat terelakkan dari kebiasaan masyarakat Indramayu, khususnya

mereka yang termasuk kalangan Nahdliyyin (NU). Di tengah kontroversi doktrin

terkait tradisi fidyah, tradisi ini tetap kokoh dilakukan oleh sebagian kalangan

masyarakat Nahdliyyin di Indramayu. Adapun pemahaman hadis dan praktik

fidyah yang dilakukan masyarakat beserta respons terhadap pelaksanaan tradisi

tersebut akan dibahas pada pembahasan selanjutnya.

Page 122: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

104

BAB IV

TRADISI FIDYAH DAN IMPLIKASINYA DALAM KEHIDUPAN

MASYARAKAT INDRAMAYU

A. Living Hadis: Aktualisasi Tradisi Fidyah di Indramayu

M. Alfatih Suryadilaga dalam bukunya, menyatakan bahwa hadis bersumber

dan berkembang dari tradisi Nabi Saw yang menyebar secara luas seiring dengan

penyebaran Islam. Tradisi ini menjadi teladan yang diikuti dan diaktualisasikan

para sahabat dan tabi‟in dalam keseharian mereka. Mereka melakukan aktualisasi

dan modifikasi terhadap tradisi Nabi Saw dan kemudian dijadikan model bagi

ulama sesudahnya.1 Salah satu di antaranya adalah hadis tentang fidyah salat dan

puasa bagi orang yang meninggal. Hadis ini dinilai bukan merupakan ijtihad

sahabat, karena seorang sahabat tidak mungkin mengetahui sampainya amal

perbuatan seseorang yang masih hidup untuk orang yang telah meninggal kecuali

atas bimbingan Nabi Saw.

Hadis fidyah salat dan puasa diriwayatkan dari salah seorang sahabat Nabi

Saw, yaitu Ibn „Abbas, yang kemudian ditiru dan diaktualisasikan oleh ulama-

ulama klasik sebagaimana dikutip oleh Imam Nawawī al-Bantanī, yaitu seperti

Ibn Burhān, mayoritas kalangan mazhab al-Syafi‟ī dan sebagian mazhab al-

Ḥanafī, kendati muncul perbedaan pendapat di kalangan ulama tersebut.2 Mark R.

Woodward dalam karyanya menilai bahwa hadis dipahami sebagai standar ideal

untuk mempertimbangkan aspek-aspek kehidupan keagamaan dan sosial

1 M. Alfatih Suryadilaga, Aplikasi Penelitian Hadis: Dari Teks ke Konteks (Yogyakarta:

Teras, 2009), h. 176-177 2 Ibn „Abd al-Muʻṭā Muḥammad bin „Umar bin „Alī Nawawī al-Jāwī al-Bantanī al-

Tāwidī, Nihāyah al-Zaīn: fī Irsyād al-Mubtadi‟īn (T.Tp: Syarikah al-Nūr Asiā, T.Th), h. 192-193

Page 123: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

105

kontemporer.3 Ini menunjukkan bahwa Woodward mengakui adanya hadis yang

dijadikan model di tengah masyarakat dengan berbagai pertimbangan dalam

memahami kehidupan sosial dan agama, di antaranya yaitu tentang masalah fiqh.

Dalam keterkaitannya dengan fiqh, Asep Nahrul Musadad menyatakan

bahwa ilmu hadis merupakan disiplin ilmu yang paling banyak berkolaborasi

dengan ilmu fiqh. Hal ini mengingat bahwa pada hakikatnya produk fiqih

merupakan hasil refleksi kreatif dari al-Qur‟an dan hadis melalui beberapa

perangkat khusus yang diakomodasi dalam tradisi ijtihad.4 Dengan demikian,

hadis dan fiqh sangat berkaitan erat dalam khazanah keilmuan Islam yang

termaktub dalam kitab-kitab klasik. Begitupula kaitannya dengan fidyah salat dan

puasa, dalam hal ini telah disebutkan dalam hadis dan kitab-kitab fiqh bahwa

orang yang meninggal dunia dan memiliki utang salat dan puasa, maka hendaknya

ia dibayarkan fidyahnya oleh keluarganya.5 Inilah yang menjadi pegangan

masyarakat Indramayu dalam melaksanakan tradisi fidyah di lingkungan mereka.

Terkait dengan keinginan masyarakat untuk melaksanakan ajaran Islam,

khususnya hadis, maka hadis menjadi suatu yang hidup di masyarakat (living

hadis). Berikut ini penulis akan paparkan pemahaman masyarakat Indramayu

terhadap hadis fidyah dan praktiknya.

3 Mark R. Woodward, Islam Jawa: Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, Penerjemah:

Hairus Salim HS (Yogyakarta: IRCiSoD, 2017), h. 111 4 Asep Nahrul Musadad, “Menyoal Fikih Islam dan Studi Hadis: Dari Relasi Historis-

Organik ke Segregasi Epistemologis”, dalam Epistemé, Vol. 10, No. 1, (Juni 2015), h. 31 5 Abī Bakr Ibn al-Sayyid Muḥammad Syaṭā al-Dimyāṭī, Iʻānah al-Ṭālibīn (Bairūt: Dār al-

Fikr, T.Th), h. 24

Page 124: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

106

1. Pemahaman Masyarakat Atas Hadis Fidyah Salat dan Puasa

Hadis fidyah salat dan puasa diriwayatkan oleh al-Nasā‟ī (w.303 H) dari Ibn

„Abbās (w.68 H) dalam kitab Sunan al-Nasa‟ī al-Kubrā, adapun hadisnya yaitu

sebagai berikut:

ينث د حالىقلع دال ب نعدب م مأبن أ قي رنزب وىدوي زا حنث د حالع اللقوح ل اجاج اأنث د ح عناحبربأنب اءطعن ىعسو نموبب ي ا ب نعب اس،قال:ليصليأحدعن

أحد،ولك يط عمعن ومكانأحد،وليصومأحدعن حن طةكلن امن .6ي و ممد

“Telah memberitakan Muḥammad bin „Abd al-Aʻlā, ia berkata; telah

menceritakan kepada kami Yazīd yaitu Ibn Zuraīʻ, ia berkata; telah

menceritakan kepada kami Ḥajjāj al-Aḥwal, ia berkata; telah menceritakan

kepada kami Ayyūb bin Mūsā, dari „Aṭā‟ bin Abī Rabāḥ dari „Ibn „Abbās, ia

berkata: Tidak ada salat seseorang dari orang lain, dan tidak ada puasa

seseorang dari orang lain, tetapi hendaknya memberikan makanan darinya

setiap hari sebanyak satu mud dari gandum.” (HR. Al-Nasā‟ī)

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan kepada

masyarakat Indramayu, mereka memahami hadis fidyah salat dan puasa sebagai

suatu iḥṭiyāṭ (kehati-hatian). Menurut mereka, salat dan puasa merupakan ibadah

farḍu yang sama sekali tidak boleh ditinggalkan. Mengingat begitu pentingnya

salat, mereka berusaha untuk menutupi kekurangan ibadah salat kerabatnya yang

meninggal dengan fidyah. Menurut Rokhmat, salah seorang tokoh masyarakat

Desa Tenajar Lor, hal ini berkaitan erat dengan sikap peduli dan sikap iḥṭiyāṭ

keluarga untuk menutupi salat yang ditinggalkan si mayyit.7 Meski demikian, ada

sebagian masyarakat yang tidak mengetahui secara persis teks hadis tentang

fidyah salat dan puasa. Pengetahuan mereka tentang pelaksanaan fidyah salat dan

6 Abū „Abd al-Raḥmān Aḥmad bin „Alī ibn Syuʻaīb bin „Alī ibn Sinān bin Bahr al-

Khurasānī al-Qādī, Sunan al-Nasa‟ī al-Kubrā, Muḥaqqiq: „Abd al-Ghaffār Sulaymān al-Bandārī,

Juz 2 (Bairūt: Dār al-Kitab al-„Ilmiyyah, 1991 M/1411 H), No. Hadis: 2918, h. 175. 7 Hasil wawancara dengan Rokhmat (Tokoh Masyarakat Desa Tenajar Lor, Kec.

Kertasemaya), pada Kamis, 2 Februari 2017. Pukul 11.00 WIB.

Page 125: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

107

puasa terbatas pada nasihat dan anjuran para Kyai atau tokoh masyarakat setempat

bahwa orang yang telah meninggal, dianjurkan untuk membayar fidyah salat dan

puasa dari harta yang ditinggalkan atau dari pihak keluarga si mayyit.8

Selain sebagai penebus utang salat dan puasa, hadis fidyah salat dan puasa

juga dipahami masyarakat sebagai sedekah si mayyit untuk orang-orang yang

kurang mampu. Menurut Abdul Aziz, salah seorang warga Desa Tenajar Lor yang

belum lama melaksanakan tradisi fidyah untuk ayahnya, menyatakan bahwa

esensi hadis fidyah salat dan puasa adalah berbagi untuk sesama. Aziz juga

menguatkan adanya fidyah salat dan puasa yang dilakukannya tersebut didasarkan

pada iḥṭiyāṭ untuk menutupi utang atau kekurangan salat dan puasa ayahnya yang

telah meninggal.9

Senada dengan pendapat tersebut, Kyai Badrudin, salah seorang ulama di

Desa Tenajar Lor, menyatakan bahwa utang salat dan puasa orang yang telah

meninggal harus dilunasi oleh pihak keluarganya. Salat dan puasa merupakan

bentuk ibadah kepada Allah, maka utang kepada Allah lebih berhak untuk

ditunaikan sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis Nabi Saw.10

Hadis tersebut

diriwayatkan oleh Imam Muslim (w.261 H) dari Ibn „Abbās (w.68 H), yaitu:

لم مس عن سلي مان عن زائدة عن على ب ن حسي ث نا حد ال وكيعى عمر ب ن أح د ثن وحد سعيدب نجب ي عناب نعب اس يال بط -قالجاءرجلإلالن ب-رضىاهللعنهما-عن

ر-صلىاهللعليووسلم مشه هاصو وعلي أمىماتت هاف قاليارسولالل وإن أفأق ضيوعن

8 Hasil wawancara dengan Yusroh (Warga Desa Segeran Kidul, Kec. Juntinyuat), pada

Jum‟at, 28 April 2017. Pukul 14.00 WIB. 9 Hasil wawancara dengan Abdul Aziz (Warga Desa Tenajar Lor, Kec. Kertasemaya),

pada Senin, 1 Mei 2017. Pukul 23.00 WIB. 10

Hasil wawancara dengan Kyai Badrudin (Ulama Desa Tenajar Lor, Kec. Kertasemaya),

pada Senin, 30 Januari 2017. Pukul 15.00 WIB.

Page 126: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

108

هاف قال عن قاضيو أكن ت دي ن أمك على كان قاللو ن عم . قال . أن أحق الل و فدي ن 11ي ق ضى.

“Dan telah menceritakan kepadaku Aḥmad bin „Umar al-Wakīʻī, telah

menceritakan kepada kami Ḥusaīn bin „Alī, dari Zāidah, dari Sulaimān, dari

Muslim al-Baṭīn, dari Saʻīd bin Jubaīr dari Ibn „Abbās ra, ia berkata;

Seorang laki-laki mendatangi Nabi Saw dan berkata, "Sesungguhnya ibuku

telah meninggal, padahal ia memiliki utang puasa selama satu bulan.

Apakah saya harus membayarkan untuknya?" beliau menjawab: "Sekiranya

ibumu memiliki hutang uang, apakah kamu harus membayarnya?" laki-laki

itu menjawab, "Ya, tentu." Beliau bersabda: "Kalau begitu, maka hutang

kepada Allah adalah lebih berhak untuk dilunasi." (HR. Muslim)

Hadis di atas dipahami sebagai anjuran untuk melunasi utang orang yang

telah meninggal oleh pihak keluarganya, terlebih utang dalam beribadah kepada

Allah Swt. Utang ibadah kepada Allah Swt merupakan sesuatu yang lebih berhak

untuk ditunaikan atau dilunasi, seperti puasa, haji, dan termasuk juga salat.

Pendapat ini juga dipahami Rahmat, ia menganalogikan sebagai berikut:

Manusia diberi „modal‟ hidup selama lima puluh tahun, maka selama itulah

seseorang diberikan utang untuk beribadah kepada Allah Swt. Apabila

seseorang tidak melunasi utangnya, maka Allah Swt akan menuntutnya di

akhirat kelak.12

Pemahaman senada datang dari H.Sayyidi, salah seorang warga Desa

Sliyeg Lor, bahwa utang salat dan puasa orang yang telah meninggal wajib diganti

dengan fidyah menggunakan takaran mud berdasarkan nash yang ada. Ia

menegaskan bahwa salat dan puasa adalah ibadah yang wajib, maka melunasi

utang salat dan puasa pun hukumnya juga wajib, yaitu dengan fidyah.13

Sementara

Ust.Shofwan, seorang ulama Desa Segeran Kidul, juga memahami hadis fidyah

11

Abū Ḥusain Muslim bin al-Ḥajjāj al-Qusyairī, Ṣaḥīḥ Muslim (Bairut: Dar al-Jīl, T.th),

Juz 3, h.155, No. Hadis 2750 12

Hasil wawancara dengan Rokhmat (Tokoh Masyarakat Desa Tenajar Lor, Kec.

Kertasemaya), pada Kamis, 2 Februari 2017. Pukul 11.00 WIB. 13

Hasil wawancara dengan H.Sayyidi (Warga Desa Sliyeg Lor Kec. Sliyeg), pada Rabu,

26 April 2017 Pukul 15.00 WIB.

Page 127: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

109

sebagai penebus utang salat dan puasa seseorang yang meninggal. Ia menilai

bahwa fidyah tersebut merupakan ikhtiyar masyarakat untuk menyempurnakan

salat dan puasa anggota keluarga mereka yang telah meninggal. Menurutnya, hal

ini dilakukan agar si mayyit tidak memiliki beban yang berkaitan dengan

kehidupan di dunia.14

Dengan demikian, keyakinan masyarakat terhadap utang salat dan puasa

orang yang telah meninggal dapat diganti dengan fidyah boleh dikatakan sangat

kuat. Karena masyarakat Indramayu pada umumnya meyakini akan sampainya

amalan fidyah mereka untuk si mayyit. Di antara kitab dan dalil yang mereka

gunakan untuk menegaskan bahwa amalan fidyah mereka bermanfaat bagi si

mayit adalah kitab Iʻānah al-Ṭālibīn15

dan al-Qur‟an surat al-Ḥasyr ayat 10,

sebagai berikut:

10. dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor),

mereka berdoa: "Ya Rabb Kami, beri ampunlah Kami dan saudara-saudara

Kami yang telah beriman lebih dulu dari Kami, dan janganlah Engkau

membiarkan kedengkian dalam hati Kami terhadap orang-orang yang

beriman; Ya Rabb Kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi

Maha Penyayang."

Ayat di atas menunjukkan adanya kebolehan seseorang yang masih hidup

untuk mendo‟akan orang yang telah meninggal, dan do‟a tersebut diyakini akan

14

Hasil wawancara dengan Ust. Shofwan (Ulama Desa Segeran Kidul, Kec. Juntinyuat),

pada Kamis, 27 April 2017, Pukul 20.00 WIB. 15

Abī Bakr Ibn al-Sayyid Muḥammad Syaṭā al-Dimyāṭī, Iʻānah al-Ṭālibīn (Bairūt: Dār

al-Fikr, T.Th), h. 24

Page 128: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

110

sampai kepada orang yang telah meninggal. Hal ini juga didukung salah satu

hadis yang mendeskripsikan bahwa Nabi Saw mendo‟akan orang yang telah

meninggal, dengan menancapkan pelepah kurma yang masih basah di atas

kuburan seseorang untuk meringankan siksa kuburnya. Hadis tersebut

diriwayatkan oleh Imam al-Bukhārī (w.256 H) dari Ibn „Abbas (w.68 H), yaitu:

ماىد من صورعن ب رناعبي دةب نحي دأبوعب دالر ح نعن ث نااب نسلمأخ اب نعب اسحد عن علي و الل و صل ى الن ب خرج قال إن سان ي صو ت فسمع ال مدينة حيطان ب ع ض من وسل م

ي ل أحدها كان لكبي وإن و كبي ف بان ي عذ وما بان ي عذ ف قال بانفق بورها ي عذ من س خري شيبالن رةفال ب و لوكانال كس فجعل ثن ي أو رت ي ميمةث دعابريدةفكسرىابكس

ي ي بسا همامال رةفق ب ىذاف قاللعل ويف فعن .16ق ب ىذاوكس “Telah menceritakan kepada kami Ibn Salām, telah mengabarkan kepada

kami „Abīdah bin Ḥumaīd Abū „Abd al-Raḥman, dari Manṣūr, dari

Mujāhid, dari Ibn „Abbās, ia berkata; Nabi Saw pernah keluar dari salah

satu kebun yang ada di Madinah, lalu ia mendengar suara dua orang yang

sedang di siksa di kuburnya, setelah itu Nabi Saw bersabda: "Tidaklah

keduanya di siksa karena dosa besar namun hal itu adalah perkara yang

besar, salah satu darinya adalah tidak bersuci dari kencingnya sedangkan

yang lain selalu mengadu domba." Kemudian ia meminta sepotong pelepah

kurma yang masih basah. Ia membelahnya menjadi dua, sepotong

ditancapkan di kuburan yang satu dan sepotong di kuburan yang lain.

kemudian Nabi Saw bersabda: 'Semoga ini bisa meringankan siksa

keduanya selagi belum kering'.” (HR. Al-Bukhārī)

Dari hadis tersebut, dapat dipahami bahwa perbuatan dan do‟a Nabi Saw

tersebut diyakini dapat bermanfaat untuk mayit dan akan mengurangi siksa

kuburnya. Hal ini juga diyakini Syaikh al-Islam Ibn Taimiyah. Ia menegaskan

bahwa do‟a dan perbuatan baik yang dilakukan untuk orang yang telah meninggal,

pahalanya akan sampai kepadanya.17

Oleh karena itu, tidak heran jika tradisi-

tradisi keagamaan seperti tahlilan, haul, attaqa, termasuk fidyah salat dan puasa

16

Abū „Abd Allāh Muḥammad bin Ismāʻīl bin Ibrāhīm al-Bukhārī, al-Jāmiʻ al-Bukhārī

(Ṣaḥīḥ al-Bukhārī) (T.Tp: Dār Ṭūq al-Najāḥ, 1422 H), h. 259, No. Hadis: 5595 17

Ibn Taimiyah, Majmu‟ al-Fatawa (Beirut: al-Maktab al-Islami, 1978), Jil. 24, h. 306

Page 129: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

111

untuk orang meninggal, menjadi kebiasaan masyarakat Indramayu yang

senantiasa dilestarikan, khususnya di kalangan masyarakat Nahdliyyin.

2. Model-Model Tradisi Fidyah Salat dan Puasa di Indramayu

Tradisi keagamaan yang dilakukan masyarakat Indramayu tetap berjalan

meskipun terjadi perbedaan pendapat di kalangan masyarakat, termasuk tradisi

fidyah salat dan puasa. Perbedaan pendapat tersebut meliputi ukuran fidyah,

waktu, tatacara (model), maupun dalil hukumnya. Perbedaan pendapat ini

terindikasi muncul dari pemahaman mereka terhadap pembacaan hadis dan „kitab-

kitab kuning.‟ Dari hasil observasi dan wawancara kepada masyarakat Indramayu,

pemaknaan terhadap hadis dan „kitab kuning‟ tersebut menimbulkan beberapa

model dalam tradisi fidyah. Dalam hal ini ada tiga model tradisi fidyah salat dan

puasa di Indramayu, yaitu fidyah dalam Ritual Geong (diputar bolak-balik), fidyah

pra-salat jenazah, dan fidyah pasca-tahlilan.

a. Tradisi Geong

Salah satu model membayar fidyah salat dan puasa untuk orang yang telah

meninggal adalah dengan cara dibolak-balik dan diputar atau di-geong. Tujuan

fidyah dengan cara diputar ini yaitu untuk memenuhi target waktu yang

diinginkan pihak pembayar fidyah agar terlunasi utang salat kerabatnya yang

meninggal tersebut dengan harta yang dimiliki. Fidyah dengan cara diputar ini

merupakan iḥṭiyāṭ seseorang untuk melunasi utang salat dalam kurun waktu

seumur hidup dengan harta seadanya. Minimnya beras atau uang yang dimiliki

untuk membayar fidyah seumur hidup dapat diinisiasi dengan cara diputar hingga

mencapai umur orang yang meninggal tersebut. Artinya, meskipun harta yang

Page 130: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

112

dimiliki terbilang sedikit, namun ia tetap dapat membayar fidyah untuk menebus

utang salat selama seumur hidup.18

Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Kyai Badrudin, bahwa praktik dengan

cara diputar (daur) merupakan cara iḥṭiyāṭ seseorang untuk menghitung fidyah

orang yang telah meninggal selama seumur hidupnya. Praktik ini dilakukan

dengan alasan bahwa pihak keluarga yang ditinggalkan tidak mampu untuk

membayar fidyah orang tuanya yang meninggal selama seumur hidup, maka

solusinya adalah dengan cara diputar. Misalnya, pihak keluarga hanya mampu

membayar fidyah sebanyak sepuluh kwintal, sementara fidyah yang harus dibayar

selama seumur hidup yaitu 45 tahun. Maka sepuluh kwintal yang sebenarnya

hanya cukup untuk fidyah selama dua tahun dapat diputar dari ahli waris kepada

wali, kemudian dari wali kepada fakir miskin, dan dari fakir miskin diberikan lagi

kepada wali, dan seterusnya hingga mencapai 45 tahun.19

Model fidyah seperti ini dapat ditemui di Desa Tenajar Lor Kecamatan

Kertasemaya, Kabupaten Indramayu. Memang tidak ada dalil, baik dari al-Qur‟an

maupun hadis, yang mendeskripsikan pembayaran fidyah dilakukan dengan cara

diputar-putar. Masyarakat memahami model fidyah tersebut dari pendapat para

ulama yang ada dalam kitab-kitab fiqh klasik. Salah satu kitab yang dijadikan

pedoman dalam model fidyah ini adalah kitab Iʻānah al-Ṭālibīn dan Tarsyīḥ al-

Mustafīdīn. Dalam kedua kitab tersebut, dijelaskan bahwa tatacara fidyah dapat

dilakukan dengan cara dibolak-balik (daur) untuk memenuhi target umur yang

18

Hasil wawancara dengan Rokhmat (Tokoh Masyarakat Desa Tenajar Lor, Kec.

Kertasemaya), pada Kamis, 2 Februari 2017. Pukul 11.00 WIB. 19

Hasil wawancara dengan Kyai Badrudin (Ulama Desa Tenajar Lor, Kec. Kertasemaya),

pada Senin, 30 Januari 2017. Pukul 15.00 WIB.

Page 131: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

113

harus dibayarkan fidyahnya.20

Secara umum, model fidyah dengan cara dibolak-

balik (geong) ini tergolong sangat langka dan unik. Karena tradisi fidyah salat dan

puasa yang dihitung seumur hidup sebagai iḥṭiyāṭ ini memiliki ketentuan apabila

perempuan, dikurangi masa haid, nifas, dan masa baligh, sedangkan apabila laki-

laki hanya dikurangi masa baligh.21

Terkait dengan pembayaran fidyah, di Indonesia pada umunya

menggunakan bahan makanan pokok berupa beras/gandum sesuai dengan

petunjuk hadis. Pada pelaksanaanya, beras fidyah ditumpuk dan diangkat

menggunakan tambang dengan menggantungkannya di atap rumah. Kemudian

dengan posisi berhadapan, Ahli Waris menyerahkannya kepada Wali dengan

mengayun atau mendorong beras tersebut. Kemudian beras dari Wali diayun

kembali kepada fakir miskin yang telah berhadapan dengannya. Proses ini

dilakukan berkali-kali sesuai dengan jumlah waktu yang telah ditentukan. Dari

ritual tersebut, tradisi ini disebut dengan istilah Geong.22

Namun dalam perkembangannya, sebagian masyarakat Desa Tenajar Lor

saat ini telah banyak yang menggunakan uang untuk membayar fidyah sebagai

pengganti beras. Penggantian ini dilakukan masyarakat sejak tahun 1985 dengan

alasan efektifitas dan keringanan dalam proses pelaksanaan ritual fidyah. Hal ini

sebagaimana dinyatakan oleh Abdul Aziz, bahwa keadaan dan situasi zaman terus

berubah dan berkembang, sehingga telah banyak ulama yang berpikiran moderat.

Ketika ada hadis yang menunjukkan fidyah dengan mud berupa beras, tetapi para

20

Abī Bakr Ibn al-Sayyid Muḥammad Syaṭā al-Dimyāṭī, Iʻānah al-Ṭālibīn (Bairūt: Dār

al-Fikr, T.Th), h. 24, Lihat Pula: Al-Sayyid „Alwī Ibn al-Sayyid Aḥmad al-Saqāf, Tarsyīḥ al-

Mustafīdīn, (Bairūt: Dār al-Fikr, T.Th.), h. 143 21

Al-Sayyid „Alwī Ibn al-Sayyid Aḥmad al-Saqāf, Tarsyīḥ al-Mustafīdīn, h. 143 22

Hasil wawancara dengan Kyai Badrudin (Ulama Desa Tenajar Lor, Kec. Kertasemaya),

pada Senin, 30 Januari 2017. Pukul 15.00 WIB.

Page 132: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

114

ulama ada yang berpendapat tidak harus mutlak dengan beras, melainkan boleh

dengan uang seharga beras (qimah).23

Kebolehan penggantian beras menjadi uang

ini didasarkan pada pendapat ulama dalam kitab-kitab klasik yang mereka

pelajari. Rokhmat mengungkapkan bahwa ulama yang membolehkan pembayaran

fidyah menggunakan uang seharga beras (qimah) adalah Imam Abu Hanifah

(w.150 H).

“Jadi karena kita pakai cara (fidyah)-nya Abu Hanifah, maka boleh dengan

qimah (pembayaran fidyah dengan uang yang sesuai dengan harga

makanan pokok/beras). Misalnya orang bayar fidyah 6 kwintal untuk 2

bulan, tapi dia merasa berat (secara beban benda) untuk di Geong

(diputar), maka menurut Abu Hanifah, pembayaran dengan qimah ini lebih

diutamakan. Karena lebih ringan. Karena itu, di sini kita pakai caranya

Abu Hanifah. Tapi ada pula yang masih pakai beras, biasanya mereka

pakai cara (fidyah)-nya Imam al-Syafi‟i,”24

ucap Rokhmat.

Pada kesempatan ini, Aziz menceritakan pengalamannya saat melaksanakan

tradisi fidyah (geong) pada hari ketujuh pasca kematian ayahnya. Tradisi tersebut

dihadiri oleh sekitar 30 orang. Saat itu Aziz dan keluarganya menyiapkan uang

sejumlah Rp.2.400.000,00 untuk membayar fidyah utang salat dan puasa ayahnya

selama tiga (3) bulan. Tradisi fidyah tersebut dilakukan pada pukul 20.00 WIB

hingga 23.30 WIB. Tradisi fidyah dimulai dengan penjelasan wali atau pihak

keluarga terkait hukum tradisi fidyah dalam kitab-kitab kuning, seperti I‟ānah al-

Ṭālibīn, dan sebagainya. Kemudian dilanjutkan dengan penyerahan uang fidyah

dari pihak keluarga kepada wali, kemudian dari wali diserah-terimakan kepada

23

Hasil wawancara dengan Abdul Aziz (Warga Desa Tenajar Lor, Kec. Kertasemaya),

Wawancara: Senin, 1 Mei 2017. Pukul 23.00 WIB. 24

Hasil wawancara dengan Rokhmat (Tokoh Masyarakat Desa Tenajar Lor, Kec.

Kertasemaya), pada Kamis, 2 Februari 2017. Pukul 11.00 WIB.

Page 133: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

115

masyarakat yang hadir secara berulang hingga mencapai waktu yang diinginkan.

Kemudian uang tersebut dikembalikan kepada wali.25

Setelah proses geong selesai, Aziz membagikan uang tersebut kepada warga

yang hadir, masing-masing orang mendapatkan Rp.50.000,00 atau lebih,

sementara untuk wali Rp.100.000.00. Adapun sisanya dibagikan kepada tetangga

seperti anak yatim, janda, dan warga kurang mampu yang tidak hadir pada saat

tradisi tersebut berlangsung. Aziz sadar bahwa yang hadir pada tradisi fidyah

tersebut tidak semua orang yang miskin, melainkan ada yang mampu juga. Oleh

karena itu, Aziz berinisiatif untuk menambahkan uang untuk menutupi hal

tersebut. Selain itu, kriteria masyarakat yang diundang untuk mengikuti tradisi

fidyah tersebut juga harus orang yang lancar untuk mengucapkan ijab qabul pada

prosesi acara berlangsung. Hal ini dilakukan agar proses geong tidak „memakan‟

waktu yang lama.26

Serah-terima fidyah salat misalnya, diucapkan dengan kalimat: “trimaen

yatra kula kanggo fidyahi salate Bapak Apud zaman limalas dina limalas wengi

salat farḍu sewitire” (terimalah uang saya untuk membayar fidyahnya Bapak

Apud selama lima belas hari lima belas malam salat farḍu beserta witirnya).

Kemudian orang yang menerimanya menjawab: “kula terima” (saya terima), dan

dilanjutkan dengan mengucapkan kalimat serah-terima yang serupa, seraya

menyerahkan uang yang diterimanya tersebut. Proses ini berulang sebanyak 22

kali untuk satu orang, sementara orang yang hadir adalah sejumlah 30 orang.

Pengucapan kalimat serah-terima dilakukan dengan cepat dan lancar untuk

25

Hasil wawancara dengan Abdul Aziz (Warga Desa Tenajar Lor, Kec. Kertasemaya),

pada Senin, 1 Mei 2017. Pukul 23.00 WIB. 26

Hasil wawancara dengan Abdul Aziz (Warga Desa Tenajar Lor, Kec. Kertasemaya),

pada Senin, 1 Mei 2017. Pukul 23.00 WIB.

Page 134: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

116

mengefisienkan waktu. Meski demikian, proses tradisi fidyah tersebut berjalan

selama 3 jam lebih.27

Kitab Rujukan Masyarakat dan Pelaksanaan Tradisi Fidyah dengan

Cara Diputar Bolak-balik (Geong):

27

Hasil observasi proses tradisi fidyah (geong) di rumah Abdul Aziz (warga Desa Tenajar

Lor) pada malam ketujuh pasca kematian ayahnya (Jum‟at, 3 Februari 2017).

Page 135: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

117

Sumber: Dokumentasi Pribadi

b. Fidyah Pra-Salat Jenazah

Fidyah sebagai penebus utang salat atau puasa orang yang telah meninggal

memiliki waktu tersendiri dalam pelaksanaannya. Pelaksanaan fidyah pada waktu

tertentu memiliki motif tersendiri. Sebagaimana di Desa Segeran Kidul,

Kecamatan Juntinyuat, fidyah dilaksanakan sebelum jenazah yang memiliki utang

salat dan puasa disalatkan. Keluarga orang yang meninggal menyiapkan beras

fidyah untuk dibagikan kepada fakir miskin di lingkungan sekitarnya. Menurut

Ust.Shofwan, salah seorang ulama Desa Segeran Kidul, menyebutkan bahwa

motif dari pelaksanaan fidyah sebelum menyalatkan jenazah adalah hadis Nabi

Saw yang mendeskripsikan bahwa Nabi Saw tidak berkenan menyalatkan jenazah

Page 136: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

118

orang yang memiliki tanggungan utang sampai ada orang yang melunasinya.28

Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhārī (w.256 H) dari Salamah bin al-Akwaʻ:

ث نايزيدب نأبع ب نإب راىيمحد ث ناال مكي وعرضيالل وعن وقالحد ك سلمةب نال ب ي دعن هاف قال علي ف قالواصل أتبنازة صل ىالل وعلي ووسل مإذ علي وكن اجلوساعن دالن ب ىل

ت ركشي ئاق رىف قالوايارسولالل ودي نقالوالقالف هل الوالفصل ىعلي وث أتبنازةأخ ت ركشي ئاقالواثلثةدنانيفصل ىعل قالف هل علي ودي نقيلن عم هاقالىل هاث صلعلي ي

علي ودي نقالواثلثةدنانيأتبالث الثةف قا ت ركشي ئاقالوالقالف هل هاقالىل لواصلعلي دي نوفصل ىعلي و 29.قالصل واعلىصاحبكم قالأبوق ادةصلعلي ويارسولالل ووعلي

“Telah menceritakan kepada kami al-Makkī bin Ibrāhīm, telah menceritakan

kepada kami Yazīd bin Abī „Ubaid, dari Salamah bin al-Akwaʻ ra berkata:

"Kami pernah duduk bermajelis dengan Nabi Saw ketika dihadirkan

kepadanya satu jenazah, kemudian orang-orang berkata: "Salatkanlah

jenazah ini". Maka Nabi Saw bertanya: "Apakah orang ini punya utang?"

Mereka berkata: "Tidak". Kemudian Nabi Saw bertanya kembali: "Apakah

dia meninggalkan sesuatu?" Mereka menjawab: "Tidak". Akhirnya Nabi

Saw menyalatkan jenazah tersebut. Kemudian didatangkan lagi jenazah lain

kepadanya, lalu orang-orang berkata: "Wahai Rasulullah Saw, salatkanlah

jenazah ini". Maka Nabi Saw bertanya: "Apakah orang ini punya utang?"

Dijawab: "Ya". Kemudian Nabi Saw bertanya kembali: "Apakah dia

meninggalkan sesuatu?" Mereka menjawab: "Ada, sebanyak tiga dinar".

Maka Nabi Saw bersabda: "Salatkanlah saudaramu ini". Berkata, Abu

Qatadah: "Salatkanlah wahai Rasulullah, nanti utangnya aku yang

menanggungnya". Maka Nabi Saw menyalatkan jenazah itu.” (HR. Al-

Bukhārī)

Hadis di atas menunjukkan bahwa utang merupakan mu‟amalah yang wajib

dilunasi oleh orang yang berutang, karena ia akan dipertanggungjawabkan di

akhirat. Ust.Shofwan menegaskan bahwa sebelum seseorang menghadap Allah

Swt, ia diajurkan untuk melunasi semua utang-utangnya di dunia. Karena itu,

apabila orang yang berutang tersebut meninggal dunia, maka disunnahkan bagi

pihak keluarganya untuk melunasi utang-utang orang yang meninggal tersebut

28

Hasil wawancara dengan Ust. Shofwan (Ulama Desa Segeran Kidul, Kec. Juntinyuat),

pada Kamis, 27 April 2017, Pukul 20.00 WIB. 29

Lihat: Abū „Abd Allāh Muḥammad bin Ismāʻīl bin Ibrāhīm al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-

Bukhārī, No. Hadis: 2127

Page 137: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

119

sebelum ia disalatkan, termasuk melunasi utang salat dan puasa. Ust.Shofwan

berkeyakinan bahwa utang salat dan puasa dapat diganti dengan fidyah sebanyak

satu mud untuk satu waktu salat yang telah ditinggalkan, dan satu mud untuk satu

hari puasa yang telah ditinggalkan. Hal ini sesuai dengan petunjuk al-Qur‟an,

hadis, dan pendapat para ulama fiqh. Menurut Ust.Shofwan, tradisi yang telah

diyakini masyarakat kalangan Nahdliyyin di Desa Segeran Kidul sebagai ajaran

Islam, membuat hampir setiap rumah di desa tersebut melaksanakan tradisi

fidyah.30

Berdasarkan hadis di atas, sebagian masyarakat Desa Segeran Kidul juga

berkeyakinan bahwa pembayaran fidyah sebagai pengganti utang salat dan puasa

orang yang meninggal harus dilunasi sebelum jenazahnya disalatkan. Hal ini

sebagaimana disampaikan Yusroh, salah satu warga Desa Segeran Kidul, bahwa

ia mempercayakan pengurusan fidyah untuk menebus utang salat dan puasa

suaminya yang meninggal kepada ulama setempat, yakni Ust.Shofwan. Adapun

salah satu sunnah yang diyakini ulama setempat berdasakan hadis Nabi Saw di

atas adalah membayar utang sebelum jenazah disalatkan. Karena itu, Yusroh pun

memberikan beras fidyah salat dan puasa kepada tetangganya yang berhak (fakir

miskin) sebelum jenazah suaminya disalatkan. Yusroh menceritakan bahwa utang

salat almarhum suaminya sekitar 15-20 harian, namun ia menggenapkan untuk

membayar fidyahnya sebanyak 30 hari sebagai kehati-hatian.31

Menurut H.Abbas Abdul Jalil, salah seorang tokoh masyarakat Desa

Segaran Kidul, menyatakan bahwa mayoritas masyarakat Desa Segeran,

30

Hasil wawancara dengan Ust. Shofwan (Ulama Desa Segeran Kidul, Kec. Juntinyuat),

pada Kamis, 27 April 2017, Pukul 20.00 WIB. 31

Hasil wawancara dengan Yusroh (Warga Desa Segeran Kidul, Kec. Juntinyuat), pada

Jum‟at, 28 April 2017, Pukul 14.00 WIB.

Page 138: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

120

khususnya kalangan Nahdliyyin melaksanakan tradisi fidyah. Masyarakat Desa

Segeran Kidul memang terbagi ke dalam dua jamaah, yaitu Nahdlatul Ulama

(NU) dan Muhammadiyah. Meski berbeda, masyarakat yang tergolong ke dalam

dua jamaah ini tetap harmonis. Dalam hal ini, tidak ada perdebatan atau

perselesihan dalam kehidupan sosial agama di lingkungannya. Mereka dapat

hidup berdampingan dengan saling menghormati satu sama lain.32

Hal ini juga

diakui oleh H. Zakariya, salah seorang warga Muhammadiyah di Desa Segeran

Kidul, bahwa warga Muhmmadiyah tetap menghormati tetangga yang mengikuti

amalan-amalan NU. Seperti halnya fidyah salat, jamaah Muhammadiyah tidak

mengakui hal tersebut, sementara NU sebaliknya, tetapi masing-masing jamaah

tetap menghormati satu sama lain. Jamaah Muhammadiyah membiarkan warga

Nahdliyyin melakukan amalannya sendiri, seperti fidyah, tahlilan, haul, dan lain

sebagainya, dan jamaah NU pun membiarkan jamaah Muhammadiyah melakukan

amalannya sendiri tanpa saling menyalahkan satu sama lain.33

Tradisi fidyah di Desa Segeran Kidul memiliki dua model, yaitu fidyah yang

dibagikan kepada fakir miskin pada saat sebelum jenazah disalatkan atau dikubur,

dan fidyah yang dibagikan kepada masyarakat miskin pada saat hari ketujuh pasca

kematian seseorang yang bersamaan dengan tradisi tahlilan. Hal ini sebagaimana

dinyatakan oleh H.Abbas bahwa selain model fidyah yang dibagikan sebelum

jenazah disalatkan, ada pula pelaksanaan fidyah di lingkungannya yang dilakukan

pada saat setelah tahlilan. Model fidyah ini akan dijelaskan lebih detail pada

bahasan selanjutnya. Menurutnya, praktik fidyah yang bersamaan dengan tahlil

32

Hasil wawancara dengan H. Abbas Abdul Jalil (Tokoh Masyarakat Desa Segeran Kidul

Kec. Juntinyuat), pada Kamis, 27 April 2017, Pukul 19.00 WIB. 33

Hasil wawancara dengan H. Zakariya (Warga Desa Segeran Kidul, Kec. Juntinyuat),

pada Jum‟at, 28 April 2017, Pukul 16.00 WIB.

Page 139: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

121

dilaksanakan pada hari ketiga (nelungdina), ketujuh (mitungdina), keempatpuluh

(matangpuluh dina), keseratus (ngatus) atau bahkan hingga keseribu (mendak)

setelah kematian seseorang.34

Pembagian Beras Fidyah Kepada Fakir Miskin Pra-Menyalatkan Jenazah

Sumber:

Dokumentasi

Pribadi

c. Fidyah Pasca-Tahlilan

Tahlilan merupakan tradisi keagamaan yang melekat pada masyarakat

kalangan Nahdliyyin untuk mendo‟akan orang yang telah meninggal. Di Desa

Sliyeg Lor Kecamatan Sliyeg Kabupaten Indramayu, tahlilan biasanya didampingi

dengan tradisi fidyah salat dan puasa. Model fidyah pasca-tahlilan ini biasanya

dilakukan pada hari ke-7 setelah kematian seseorang. Setiap orang yang diundang

untuk mengikuti tahlilan, diberikan makanan dan beras sebagai penebusan atas

salat dan puasa yang telah ditinggalkan si mayyit. H. Zainuddin, salah seorang

tokoh masyarakat Desa Sliyeg Lor, menyatakan bahwa tradisi membagikan beras

34

Hasil wawancara dengan H. Abbas Abdul Jalil (Tokoh Masyarakat Desa Segeran Kidul

Kec. Juntinyuat), pada Kamis, 27 April 2017, Pukul 19.00 WIB.

Page 140: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

122

pada saat tahlilan selesai dilaksanakan telah terjadi secara turun temurun di

lingkungannya. Pembagian beras ini diniatkan oleh shahib al-bayt untuk

membayar fidyah salat dan puasa keluarganya yang meninggal dunia.35

Berdasarkan hasil wawancara, tidak semua warga mengetahui asal muasal

munculnya tradisi fidyah dan dalil-dalil yang melandasinya. Sebagian masyarakat

desa tersebut hanya mengikuti tradisi orang tua terdahulu yang mengajarkan untuk

melaksanakan fidyah salat dan puasa setelah kematian seseorang demi

kesempurnaan ibadahnya. Namun sebagian masyarakat yang lain meyakini bahwa

tradisi fidyah tersebut merupakan warisan dari para kyai-kyai setempat yang

pernah belajar ilmu-ilmu keislaman di pesantren, baik al-Qur‟an, hadis, mapun

kitab-kitab fiqh. Tradisi ini kemudian diikuti oleh masyarakat setempat dan

menjadi kebiasaan mereka dalam melaksanakan ritual keagamaan bagi keluarga

orang yang telah meninggal.36

Masyarakat Desa Sliyeg Lor memang dikenal dengan jamiyyah rutinnya.

Jamiyyah rutin yang dilakukan masyarakat desa tersebut hampir setiap hari

dilakukan di rumah-rumah warga secara bergiliran. Hal ini sebagaimana diakui

oleh Ust. Abdurrahman, salah seorang tokoh agama yang sering memimpin

kegiatan jamiyyah di desa tersebut. Ia menuturkan bahwa jam‟iyyah yang

dipimpinnya hanya sekedar jam‟iyyah membaca al-Qur‟an tanpa membedah

makna dari al-Qur‟an itu sendiri. Sehingga pengetahuan warga terhadap ilmu

keislaman yang meliputi aspek al-Qur‟an, hadis, dan fiqh masih dikatakan sangat

35

Hasil wawancara dengan H. Zainuddin (Tokoh Masyarakat Desa Sliyeg Lor, Kec.

Sliyeg), pada Rabu, 26 April 2017. Pukul 14.00 WIB. 36

Hasil wawancara dengan H. Sayyidi (Warga Desa Sliyeg Lor, Kec. Sliyeg), pada Rabu,

26 April 2017. Pukul 15.00 WIB.

Page 141: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

123

minim.37

Dengan demikian, menjadi sangat wajar jika pemahaman sebagain

masyarakat tentang fidyah salat dan puasa pun hanya meneruskan tradisi orang tua

terdahulu tanpa mengetahui dalil-dalilnya.

Terkait tentang dalil hukum, Ust. Abdurrahman sendiri menyatakan bahwa

al-Syafi‟i tidak menyebutkan adanya qadha dan fidyah salat bagi orang yang telah

meninggal. Namun karena ada banyak ulama terdahulu yang melaksanakan fidyah

untuk orang yang meninggal, maka hal tersebut menjadi sebuah tradisi (sunnah).

Adapun ukuran fidyah yang harus dibayarkan adalah sebanyak satu mud untuk

satu waktu salat yang ditinggalkan. Pendapat Ust. Abdurrahman tersebut didapat

dari hasil pembacaannya terhadap beberapa kitab fiqh klasik.38

Meski demikian,

Ust. Abdurrahman menganggap bahwa fidyah yang dilakukan pasca-tahlilan di

lingkungannya tersebut dinilai kurang tepat sasaran, karena setiap orang yang

datang dalam kegiatan tahlilan tidak semuanya orang miskin. Ia lebih

menyarankan agar fidyah diberikan langsung kepada fakir miskin, sesuai dengan

perintah al-Qur‟an.39

Pada umumnya, sebagian masyarakat desa tersebut tidak semuanya setuju

dengan adanya fidyah salat, namun tetap menyetujui adanya fidyah puasa, karena

secara qath‟i landasan hukumnya telah dijelaskan dalam al-Qur‟an. Hal ini

sebagaimana disampaikan Widodo, salah seorang warga Desa Sliyeg Lor, bahwa

fidyah salat tidak memiliki landasan hukum, baik dalam al-Qur‟an maupun hadis.

Ia menegaskan bahwa al-Qur‟an dan hadis hanya menyebutkan tentang fidyah

37

Hasil wawancara dengan Ust. Abdurrahman (Tokoh Agama Desa Sliyeg Lor, Kec.

Sliyeg), pada Rabu, 26 April 2017, Pukul 16.30 WIB. 38

Kitab fiqh klasik tersebut di antaranya adalah Nihayah al-Zain: fi Irsyad al-Mubtadi‟in,

I‟anah al-Thalibin, dan Ahkam al-Fuqaha. 39

Hasil wawancara dengan Ust. Abdurrahman (Tokoh Agama Desa Sliyeg Lor, Kec.

Sliyeg), pada Rabu, 26 April 2017, Pukul 16.30 WIB.

Page 142: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

124

puasa. Kendati demikian, Widodo tetap menghormati masyarakat setempat

dengan ikut melaksanakan fidyah salat meskipun secara batin menolaknya.40

Hal

ini menjadi wajar karena Widodo merupakan salah satu warga Muhammadiyah

yang tinggal dengan mayoritas masyarakat Nahdliyyin di desa tersebut.

Sebagaimana diketahui, Muhammadiyah dalam Putusan Tarjihnya tidak

mengakui adanya fidyah salat. Dalam Putusan Tarjih tersebut, dijelaskan bahwa

bila seseorang meninggal dunia, maka semua amalnya telah terputus. Artinya,

kewajiban salat baginya telah berakhir dengan kematiannya tersebut, dan ia tidak

dapat mengganti salat yang pernah ia tinggalkan semasa hidupnya.41

Berbeda

dengan pendapat tersebut, melalui Bahtsul Masail, kalangan Nahdliyyin

membolehkan adanya fidyah salat bagi orang meninggal yang memiliki utang

salat. Dalam Bahtsul Masail disebutkan bahwa orang meninggal yang memiliki

utang salat sebanyak delapan (8) hari diwajibkan membayar fidyah sebanyak

empat puluh (40) mud. Karena delapan hari dikali lima waktu, dan tiap-tiap waktu

satu mud. Pendapat kalangan ulama Nahdliyyin ini didasarkan pada kitab Iʻānah

al-Ṭālibīn.42

Pada praktiknya, masyarakat Desa Sliyeg Lor juga melakukan penghitungan

yang sama, yaitu satu mud untuk satu waktu salat, dan satu mud untuk satu hari

puasa. Berbeda dengan fidyah dalam ritual geong, fidyah salat dan puasa di desa

Desa Sliyeg Lor dihitung dari salat dan puasa yang diketahui ditinggalkan saja.

Dengan kata lain, fidyah salat dan puasanya tidak dihitung seumur hidup. Hanya

40

Hasil wawancara dengan Widodo (Warga Desa Sliyeg Lor, Kec. Sliyeg), pada Sabtu, 4

Maret 2017. Pukul 16.30 WIB. 41

Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP. Muhammadiyah, Fatwa-fatwa Tarjih: Tanya Jawab

Agama III (T. Tp.: Suara Muhammadiyah, 2004), h. 59 42

Abdul Aziz Masyhuri, Masalah Keagamaan: Hasil Muktamar dan Munas Ulama

Nahdlatul Ulama Kesatu (1926) s.d. Ketigapuluh (2000), Jilid I (Jakarta: QultumMedia, 2004), h.

92-93

Page 143: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

125

saja, mereka membagikan beras fidyah salat dan puasa tersebut kepada orang-

orang yang mengikuti tahlilan setelah kegiatan tahlilan tersebut usai dilaksanakan.

Proses Pelaksanaan Tahlil dan Fidyah Pasca-Tahlil

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Page 144: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

126

B. Respons Masyarakat Atas Tradisi Fidyah di Indramayu

Pada pembahasan ini, penulis menelusuri respons masyarakat atas

pelaksanaan tradisi fidyah salat dan puasa di lingkungan mereka. Respons

masyarakat terhadap tradisi fidyah terbagi ke dalam dua golongan, yaitu golongan

yang melaksanakan dan golongan yang tidak melaksanakan tradisi fidyah. Dari

hasil wawancara yang dilakukan kepada kedua golongan tersebut, sebagian

masyarakat ada yang merasa telah menunjukkan sikap ta‟abbud kepada Tuhan,

ada yang merasa biasa-biasa saja, dan bahkan adapula yang merasa terbebani

ketika melaksanakan tradisi fidyah.

1. Respons Masyarakat yang Melaksanakan Tradisi Fidyah

Masyarakat Indramayu yang melaksanakan tradisi fidyah salat dan puasa

untuk anggota keluarga atau kerabatnya yang telah meninggal memiliki

pengalaman yang berbeda-beda. Menurut Rokhmat, fidyah yang ia laksanakan

semata-mata sebagai bukti ia peduli kepada orang tuanya (birr al-walidain) dan

merupakan ibadah (ta‟abbud) kepada Allah Swt. Ia menganggap bahwa salat

seseorang tidak selalu benar, ada yang „bolong-bolong‟, dan lain sebagainya.43

Karena salat merupakan ibadah wajib (farḍu), maka utang salat menurut Rokhmat

harus dibayarkan dengan fidyah. Bahkan dengan keadaan tidak punya beras atau

uang sekalipun, ia tetap menyarankan untuk membayar fidyah. Dalam hal ini,

Rokhmat memberi solusi dengan kebijakan para ulama atau orang yang memiliki

harta lebih untuk memberikan pinjaman uang. Pada saat setelah pelaksanaan

fidyah selesai, uang hasil utang tersebut dapat dikembalikan kepada pemiliknya.

Dengan kata lain, uang hasil utang tersebut hanya bertujuan untuk menutup utang

43

Hasil wawancara dengan Rokhmat (Tokoh Masyarakat Desa Tenajar Lor, Kec.

Kertasemaya), pada Kamis, 2 Februari 2017, Pukul 15.00 WIB.

Page 145: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

127

salat si mayyit, dan tidak sampai memberikan uang hasil utang tersebut kepada

fakir miskin dengan alasan keluarga mayyit adalah orang miskin. Sehingga uang

pinjaman tersebut dapat dikembalikan lagi kepada orang yang meminjamkan.44

Namun Abdul Aziz menegaskan bahwa tradisi fidyah ini pada dasarnya

tidak untuk memberatkan umat Muslim. Ia menceritakan ketika ada tokoh

masyarakat yang menanyakan fidyah si mayyit, sementara keluarga si mayyit

merupakan keluarga yang kurang mampu, maka pertanyaan tersebut tidak

ditanggapi oleh masyarakat. Karena masyarakat lebih mengetahui kondisi

ekonomi keluarga si mayyit dari pada tokoh masyarakat tersebut. Aziz menilai

bahwa Islam adalah agama yang mudah dan tidak mempersulit. Karena itu,

apabila ada seseorang yang meninggal dan memiliki utang salat, sementara

keluarganya termasuk keluarga yang kurang mampu, maka masyarakat akan

memaklumi apabila keluarga mayyit tidak melaksanakan tradisi fidyah.45

Dalam hal ini, Aziz dan keluarganya tidak merasa keberatan untuk

membayar fidyah, bahkan berinisiatif untuk menambahkan uang fidyah apabila

terjadi kekurangan. Karena pada umumnya, apabila keluarga mayyit tidak

memiliki beras atau uang, biasanya mereka melaksanakan tradisi fidyah ketika

telah memiliki harta yang cukup untuk melaksanakan tradisi tersebut. Artinya,

tradisi tersebut dapat dilaksanakan kapan saja dan tidak terikat oleh waktu,

sehingga tidak memberatkan bagi mereka yang ingin membayar fidyah. Aziz

sendiri tidak merasa keberatan atau terbebani ketika ia dan keluarganya membayar

fidyah untuk ayahnya yang meninggal. Selain untuk menutupi kekurangan salat

44

Hasil wawancara dengan Rokhmat (Tokoh Masyarakat Desa Tenajar Lor, Kec.

Kertasemaya), pada Kamis, 2 Februari 2017, Pukul 15.00 WIB. 45

Hasil wawancara dengan Abdul Aziz (Warga Desa Tenajar Lor, Kec. Kertasemaya),

pada Senin, 1 Mei 2017. Pukul 23.00 WIB.

Page 146: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

128

dan puasa, tradisi fidyah juga sekaligus Aziz anggap sebagai tradisi sedekah orang

meninggal. Setelah melaksanaan tradisi fidyah, Aziz merasa biasa-biasa saja dan

tidak memilki perasaan apapun.46

Meski demikian, ada juga masyarakat yang merasa „lega‟ setelah

melaksanakan tradisi fidyah. Hal ini karena tradisi fidyah dianggap sebagai

tuntutan, atau suatu tradisi yang harus dilaksanakan oleh masyarakat. Di samping

itu, masyarakat juga merasa tenang dan mengharapkan agar tradisi fidyah yang

dilakukannya diterima oleh Allah Swt sebagai penebusan atas utang salat dan

puasa anggota keluarganya yang meninggal. Perasaan ini yang dialami Yusroh,

salah seorang warga Desa Segeran Kidul. Ia merasa tenang dan lega setelah

melaksanakan tradisi fidyah yang ia serahkan kepada ulama setempat. Dengan

harta yang dimilikinya, ia mengaku tidak keberatan untuk membayar fidyah utang

salat dan puasa suaminya meskipun beras atau harta yang ia miliki terbilang

sedikit.47

Hal senada juga dinyatakan oleh Ust.Shofwan. Ia menegaskan bahwa

membayar fidyah bukanlah suatu hal yang memberatkan. Karena fidyah

merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan setiap muslim karena memiliki

tanggungan utang salat dan puasa. Dengan kata lain, kewajiban fidyah sebanding

dengan kewajiban salat dan puasa, karena fidyah merupakan penebus utang salat

dan puasa. Namun apabila orang yang meninggal merupakan keluarga yang

kurang mampu (miskin), maka ia menyarankan anak atau cucunya yang mampu

agar membayarkan fidyah untuknya. Sehingga Ust.Shofwan menyimpulkan dalam

46

Hasil wawancara dengan Abdul Aziz (Warga Desa Tenajar Lor, Kec. Kertasemaya),

pada Senin, 1 Mei 2017. Pukul 23.00 WIB. 47

Hasil wawancara dengan Yusroh (Warga Desa Segeran Kidul, Kec. Juntinyuat), pada

Jum‟at, 28 April 2017, Pukul 14.00 WIB.

Page 147: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

129

pelaksanaan tradisi fidyah ini tidak ada unsur yang memberatkan, melainkan suatu

ibadah wajib yang harus dilunasi.48

Pendapat tersebut juga sejalan dengan pernyataan H.Sayyidi. Ia menyatakan

bahwa bagi orang yang mengerti hukum utang, hendaknya wajib untuk dilunasi.

Menurutnya, salat dan puasa adalah suatu kewajiban, maka utang salat dan puasa

juga merupakan suatu kewajiban yang harus ditunaikan. Bahkan, apabila utang

salat dan puasa tidak mampu untuk dibayar dengan fidyah, maka utang ibadah

tersebut dapat dilakukan dengan mengqadhanya. H.Sayyidi menyimpulkan bahwa

hal ini merupakan fleksibiltas Islam dalam memberi solusi terhadap orang

meninggal yang memiliki utang salat dan puasa.49

Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa tradisi fidyah merupakan utang yang wajib dilunasi apabila

orang atau keluarga yang berutang telah mampu untuk membayar utang, dan hal

ini dianggap sebagai ibadah. Namun jika ia belum mampu untuk membayar

fidyah, maka kewajiban membayar fidyahnya tersebut dapat ditunda sampai ia

mampu membayarnya.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat dipahami bahwa masyarakat yang

telah terbiasa melaksanakan tradisi fidyah tidak merasa keberatan atau terbebani.

Hal ini karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi keyakinan masyarakat

terhadap tradisi tersebut, yaitu keyakinan bahwa tradisi tersebut adalah ajaran

Islam yang dapat menebus utang salat dan puasa orang yang telah meninggal, dan

bermanfaat bagi masyarakat miskin. Meskipun keluarga si mayyit dalam keadaan

tidak ada biaya untuk melaksanakan tradisi fidyah, masyarakat tetap berniat untuk

48

Hasil wawancara dengan Ust. Shofwan (Ulama Desa Segeran Kidul, Kec. Juntinyuat)

pada Kamis, 27 April 2017, Pukul 20.00 WIB. 49

Hasil wawancara dengan H. Sayyidi (Warga Desa Sliyeg Lor, Kec. Sliyeg) pada Rabu,

26 April 2017. Pukul 15.00 WIB.

Page 148: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

130

melaksanakannya pada saat mereka telah memiliki uang. Hal ini karena keyakinan

mereka yang begitu kuat terhadap tradisi fidyah.

2. Respons Masyarakat yang Tidak Melaksanakan Tradisi Fidyah

Berdasarkan hasil wawancara, masyarakat Indramayu tidak semuanya setuju

dengan adanya fidyah salat, terlebih terhadap model fidyah dengan cara diputar

bolak-balik (geong) dan fidyah yang dibagikan pada saat tahlilan. Mereka

menganggap bahwa praktik tersebut terlalu dibuat-buat. Masyarakat Indramayu

pada umumnya hanya menyepakati adanya fidyah puasa. Ketidaksetujuan mereka

terhadap fidyah salat bukan tanpa alasan, karena: Pertama, fidyah dengan model

diputar (geong) tidak memiliki dalil yang kuat, melainkan hanya sekedar tradisi

lokal. Kedua, pada praktiknya, tidak semua yang diundang untuk mengikuti

tradisi fidyah tersebut merupakan orang miskin, melainkan mereka yang sudah

terbiasa mengikuti tradisi dan lancar melafadzkan ijab qabul (akad) dalam fidyah

tersebut. Bahkan ada pula masyarakat yang mampu (aghniyā) yang ikut dalam

pelaksanaan tradisi fidyah. Hal ini menyebabkan fidyah yang seharusnya menjadi

hak orang miskin, menjadi kurang tepat sasaran. Oleh karena itu, mereka lebih

menyetujui jika praktik fidyah tersebut langsung diberikan kepada yang

membutuhkan agar lebih tepat sasaran.50

Hal ini sebagaimana diungkapkan Akhid, bahwa fidyah salat tidak diajarkan

dalam al-Qur‟an dan hadis. Akhid hanya mengakui adanya fidyah puasa,

sebagaimana dicantumkan dalam Q.S. al-Baqarah ayat 184. Menurutnya,

meskipun ada hadis tentang fidyah salat maka hadis itu harus diteliti ulang

50

Hasil wawancara dengan Akhid (Warga Desa Tenajar Lor Kec. Kertasemaya) pada

Selasa, 31 Januari 2017, pukul 20.00 WIB dan Ust. Abdurrahman (Tokoh Agama Desa Sliyeg Lor,

Kec. Sliyeg) pada Rabu, 26 April 2017, Pukul 16.30 WIB.

Page 149: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

131

kesahihannya, dan harus diketahui maksud dan tujuan atau asbab al-wurud hadis

tersebut. Karena dosa meninggalkan salat merupakan dosa yang tidak dapat

dihapus dengan fidyah. Ia juga mengira bahwa boleh jadi hadis tersebut terkait

tentang politik atau semacamnya, sehingga hadis itu diragukannya. Ia

berpendirian bahwa salat adalah ibadah yang tidak dapat diganti dengan apapun,

salat wajib dilaksanakan meskipun dalam keadaan sakit, sebagaimana yang telah

dijelaskan dalam hadis Nabi Saw.51

Dengan pendiriannya tersebut, Akhid tidak ingin melaksanakan tradisi

fidyah (Geong) meskipun ada tokoh masyarakat yang menyarankannya. Kendati

demikian, Akhid tidak sepenuhnya menolak tradisi fidyah yang sudah

berkembang sejak dahulu di lingkungannya. Ia tetap menghormati masyarakat

yang melaksanakan tradisi tersebut, dan datang setiap kali diundang untuk

mengikuti tradisi tersebut dengan alasan sosial. Di sisi lain, ia juga meyakini

bahwa tradisi fidyah ini semakin lama akan semakin ditinggalkan oleh

masyarakat.52

Senada dengan pendapat di atas, Widodo juga menganggap bahwa fidyah

salat tidak memiliki dalil, berbeda dengan fidyah puasa yang memiliki dalil kuat

51

Hadis tersebut diriwayatkan dari „Imrān bin Ḥuṣaīn, dengan redaksi sebagai berikut:

ن ث نامم دب نسلي مانال اب نب ري دةحد ال معلمعن حسي مانعن إب راىيمب نطه ث ناوكيععن باري حد كانبالن اصورفسأل تالن ب صل ىالل وعلي ووسل مف قالصل قال رانب نحصي عم ل عن قائمافن

ف علىجن ب. طع تس ل ف قاعدافن طع تس “Telah menceritakan kepada kami Muḥammad bin Sulaimān al-Anbārī, telah menceritakan

kepada kami Wakīʻ dari Ibrāhim bin Ṭahmān dari Ḥusaīn al-Muʻallim dari Ibn Buraidah

dari „Imrān bin Ḥushaīn dia berkata; "Aku menderita penyakit wasir, lalu aku tanyakan hal

itu kepada Nabi Saw, maka beliau bersabda: "Salatlah dengan berdiri, dan apabila kamu

tidak mampu, maka dengan duduk, jika tidak mampu, maka dengan berbaring.” (HR. Abū

Dāwud) 52

Hasil wawancara dengan Akhid (Warga Desa Tenajar Lor Kec. Kertasemaya) pada

Selasa, 31 Januari 2017, pukul 20.00 WIB

Page 150: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

132

dalam al-Qur‟an. Sebagai orang yang hidup di tengah masyarakat yang mayoritas

melaksanakan tradisi fidyah salat dan puasa, Widodo tetap membaur dengan

masyarakat dengan mengikuti tradisi-tradisi keagamaan di lingkungannya. Begitu

pula dengan tradisi fidyah, ia disarankan untuk melaksanakan fidyah salat dan

puasa sebagaimana yang dilakukan „orang tua‟53

terdahulu di lingkungannya.

Secara ekonomi, Widodo merasa terbebani dengan aturan fidyah tersebut karena

harus mengeluarkan ratusan liter beras. Meski demikian, ia tetap mengikuti aturan

„orang tua‟ tersebut dengan alasan sosial, dan fidyah tersebut ia niatkan sebagai

sedekah.54

Bagi sebagian masyarakat yang tidak mempercayai bahwa tradisi fidyah

dapat melunasi utang, khususnya utang salat, mereka merasa terbebani dengan

pelaksanaan tradisi tersebut. Mereka hanya mempercayai adanya fidyah puasa

sebagaimana yang telah dijelaskan dalam al-Qur‟an. Perasaan terbebani tersebut

karena setiap waktu salat yang ditinggalkan begitu banyak, sehingga beras yang

harus mereka keluarkan untuk melunasi utang salat pun harus banyak pula.

Sementara pembayaran fidyah telah menjadi tradisi masyarakat terdahulu yang

harus dilaksanakan, sehingga sebagian masyarakat yang tidak mempercayai

tradisi fidyah salat merasa keberatan untuk mengeluarkan beras, apalagi ketika

mereka sedang tidak memiliki biaya untuk melaksanakannya.

Di Indramayu, sebagian besar masyarakat yang tidak melaksanakan tradisi

fidyah adalah warga Muhammadiyah. Mereka hidup berdampingan dengan warga

Nahdliyyin (NU) yang mayoritas melaksanakan tradisi fidyah. Meski demikian,

53

Peneliti menggunakan kata „orang tua‟ sebagai istilah bagi masyarakat yang dituakan,

atau orang „alim yang memiliki pengaruh di lingkungannya (Kyai). 54

Hasil wawancara dengan Widodo (Warga Desa Sliyeg Lor, Kec. Sliyeg) pada Sabtu, 4

Maret 2017. Pukul 16.30 WIB.

Page 151: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

133

mereka dapat hidup harmonis dan saling menghormati satu sama lain. hal ini

sebagaimana yang disampaikan H.Abbas Abdul Jalil, salah seorang tokoh

masyarakat Desa Segeran Kidul. Ia menyatakan bahwa mayoritas masyarakat

Desa Segeran Kidul, khususnya kalangan Nahdliyyin melaksanakan tradisi fidyah.

Menurutnya, masyarakat Desa Segeran Kidul memang terbagi ke dalam dua

jamaah, yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Meski berbeda,

masyarakat yang tergolong ke dalam dua jamaah ini tetap harmonis. Dalam hal

ini, tidak ada perdebatan atau perselesihan dalam kehidupan sosial agama di

lingkungannya, termasuk dalam hal tradisi fidyah. Mereka dapat hidup

berdampingan dengan saling menghormati satu sama lain.55

Hal ini juga diakui oleh H.Zakariya, salah seorang warga Desa Segeran

Kidul, bahwa warga Muhmmadiyah di lingkungannya tetap menghormati

tetangga yang mengikuti amalan-amalan NU. Seperti halnya fidyah salat, warga

Muhammadiyah tidak mengakui hal tersebut, sementara warga NU sebaliknya.

Tetapi masing-masing dari mereka tetap menghormati satu sama lain dengan

membiarkan warga Nahdliyyin melakukan amalannya sendiri dan membiarkan

warga Muhammadiyah pun melakukan amalannya sendiri, tanpa saling

menyalahkan satu sama lain.56

“Kalau ada masyarakat yang melakukan tahlilan, fidyah salat, ya biarkan

saja. Karena bagi kami, fidyah salat itu tidak ada dalilnya, kita hanya

melakukan fidyah puasa sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur‟an.”57

55

Hasil wawancara dengan H. Abbas Abdul Jalil (Tokoh Masyarakat Desa Segeran Kidul

Kec. Juntinyuat), pada Kamis, 27 April 2017, Pukul 19.00 WIB. 56

Hasil wawancara dengan H.Zakariya (Salah seorang warga Desa Segeran Kidul,

Kecamatan Juntinyuat) pada Jum‟at, 28 April 2017, Pukul 16.00 WIB. 57

Hasil wawancara dengan H.Zakariya (Salah seorang warga Desa Segeran Kidul,

Kecamatan Juntinyuat) pada Jum‟at, 28 April 2017, Pukul 16.00 WIB.

Page 152: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

134

Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa masyarakat yang

berkeyakinan bahwa tradisi fidyah, baik fidyah salat maupun puasa, bermanfaat

bagi si mayyit dan masyarakat miskin, mereka tidak merasa keberatan atau

terbebani dengan melaksanakan tradisi fidyah. Sementara bagi masyarakat yang

berkeyakinan bahwa tradisi fidyah, khsusunya fidyah salat, tidak bermanfaat bagi

si mayyit, mereka merasa keberatan dengan pelaksanaan tradisi tersebut. Namun

respons masyarakat yang tidak melaksanakan tradisi fidyah, khususnya fidyah

salat, tidak menjadi masalah yang besar di tengah masyarakat yang melaksanakan

fidyah. Mereka dapat saling menghargai keyakinan terhadap pemahaman agama

mereka masing-masing. Artinya, bagi masyarakat yang melaksanakan tradisi

fidyah, mereka tidak sampai membenci atau mengkritik masyarakat lain yang

tidak melaksanakan tradisi tersebut. Sebaliknya, bagi masyarakat yang tidak

melaksanakan tradisi fidyah, mereka tetap menghormati keyakinan masyarakat

terhadap pelaksanaan tradisi fidyah. Hal ini merupakan upaya masyarakat untuk

menjaga kerukunan dan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat.

C. Implikasi Tradisi Fidyah

Tradisi fidyah yang dilakukan masyarakat Indramayu dapat dikatakan

sebagai bentuk pengabdian mereka kepada Tuhan. Karena substansi dari tradisi

ini ialah penebusan atas utang salat dan puasa seseorang yang telah meninggal

dengan cara memberikan makanan kepada orang miskin. Dengan mengutip ayat

al-Qur‟an, Rokhmat menegaskan bahwa manusia diciptakan Tuhan tidak lain

hanya untuk beribadah. Karena itu, salat dan puasa merupakan ibadah wajib yang

harus dilaksanakan setiap muslim. Apabila seseorang meninggal dan ia memiliki

utang salat dan puasa, maka sesuai dengan pentunjuk al-Qur‟an, hadis, dan kitab-

Page 153: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

135

kitab fiqh, utangnya tersebut dapat diganti dengan membayar fidyah.58

Dengan

demikian, tradisi fidyah yang dilakukan masyarakat Indramayu berimplikasi pada

tiga (3) hal yang substantif: Pertama, keyakinan masyarakat terhadap fidyah

sebagai penebusan utang salat dan puasa orang yang meninggal. Kedua, tradisi

fidyah dijadikan sebagai momentum untuk berbagi kepada sesama. Ketiga, tradisi

fidyah dapat meningkatkan kerukunan dan keharmonisan antar masyarakat.

Implikasi yang pertama menunjukkan bahwa utang salat dan puasa orang

yang telah meninggal dapat diganti dengan fidyah. Meski demikian, dengan

adanya tradisi fidyah bukan berarti seseorang boleh meninggalkan salat dan puasa,

dan menggantinya dengan fidyah setelah ia meninggal. Pelaksanaan tradisi fidyah

tersebut atas dasar bahwa setiap manusia dipastikan pernah melakukan kesalahan

dalam hal ibadah, khususnya ibadah salat dan puasa. Oleh karena itu, masyarakat

lebih memilih untuk berhati-hati (iḥtiyaṭ ) apabila ada kesalahan dalam salat dan

puasa yang mereka lakukan semasa hidupnya, terlebih meninggalkan ibadah

tersebut dengan alasan tertentu. Adapun salah satu cara yang dilakukan untuk

menyempurnakan kekurangan salat dan puasa orang yang telah meninggal ialah

dengan membayar fidyah. Amalan tradisi fidyah tersebut, menurut penjelasan

kitab I‟anah al-Thalibin diyakini sebagian besar masyarakat akan sampai kepada

si mayyit.59

Namun sebagian masyarakat yang lain juga mengakui bahwa mereka tidak

mengetahui secara pasti diterima atau tidaknya praktik fidyah yang mereka

lakukan. Mereka hanya bisa berharap agar tradisi fidyah tersebut dapat diterima,

58

Hasil wawancara dengan Rokhmat (Tokoh Masyarakat Desa Tenajar Lor, Kec.

Kertasemaya), pada Kamis, 2 Februari 2017, Pukul 15.00 WIB. 59

Hasil wawancara dengan Rokhmat (Tokoh Masyarakat Desa Tenajar Lor, Kec.

Kertasemaya), pada Kamis, 2 Februari 2017, Pukul 15.00 WIB.

Page 154: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

136

dan segala kekurangan salat dan puasa kerabat mereka yang meninggal dapat

dimaafkan dan diampuni Allah Swt.60

Adapun tradisi fidyah yang dilakukan

masyarakat hanya merupakan usaha dan ikhtiyar untuk mendapatkan

kesempurnaan beribadah yang diridhai Tuhan. Sehingga dari beberapa dalil yang

mereka gunakan, baik al-Qur‟an, hadis, maupun kitab-kitab fiqh, menunjukkan

ta‟abbud (pengabdian) mereka kepada Allah Swt secara lahir dan batin dengan

melaksanakan tradisi fidyah.61

Pendapat yang berbeda datang dari Akhid, bahwa dosa meninggalkan salat

tidak dapat dihilangan dengan membayar fidyah, sementara meninggalkan puasa

boleh digantikan dengan fidyah. Kebolehan meninggalkan puasa karena alasan

tertentu dan menggantinya dengan fidyah telah jelas diajarkan dalam al-Qur‟an.

Adapun terkait salat, tidak ada dalil yang membolehkan meninggalkannya karena

alasan apapun. Dengan mengutip pendapat Imam Nawawi dalam kitab al-Adzkār

dan pendapat ulama tafsir, Akhid lebih cenderung menyatakan bahwa yang dapat

menutupi kekurangan salat seseorang adalah sedekah, bukan fidyah. Namun

sedekah tersebut tidak dapat menghapus dosa meninggalkan salat. Sedekah

menurutnya hanya sekedar membantu menyempurnakan kekurangan salat

seseorang, dan dosa meninggalkan salat tetap ditanggung oleh seseorang yang

meninggalkannya. Apabila ada ulama yang menyatakan bahwa salat dapat diganti

dengan fidyah, maka pernyataan tersebut menurut Akhid „sangat membahayakan‟

dan bahkan „menyesatkan‟. Karena pada prinsipnya salat tidak dapat diganti

60

Hasil wawancara dengan Yusroh (Warga Desa Segeran Kidul, Kec. Juntinyuat), pada

Jum‟at, 28 April 2017, Pukul 14.00 WIB, dan Abdul Aziz (Warga Desa Tenajar Lor, Kec.

Kertasemaya), pada Senin, 1 Mei 2017. Pukul 23.00 WIB. 61

Hasil wawancara dengan Kyai Badrudin (Ulama Desa Tenajar Lor, Kec. Kertasemaya),

pada Senin, 30 Januari 2017. Pukul 15.00 WIB.

Page 155: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

137

dengan apapun. Salat adalah ibadah wajib yang mesti dilakukan setiap muslim

tanpa alasan apapun.62

Dalam masalah terlunasinya utang salat dan puasa orang yang telah

meninggal, pada dasarnya masih terjadi perdebatan di kalangan masyarakat

Indramayu. Namun sebagian besar masyarakat Indramayu yang meyakini

pendapat ulama klasik dalam kitab-kitab fiqh, seperti I‟ānah al-Ṭālibīn, Nihāyah

al-Zaīn, Tarsyīḥ al-Mustafīdīn, dan sebagainya yang menyatakan bahwa pahala

amalan tradisi fidyah dapat sampai kepada si mayyit. Dengan kata lain, utang salat

dan puasa orang yang meninggal dapat terlunasi dengan membayar fidyah.

Mereka juga meyakini bahwa salat adalah bentuk pengabdian hamba kepada

Tuhannya yang wajib dilaksanakan. Sementara tradisi fidyah salat dan puasa

dilakukan hanya sekedar iḥtiyaṭ apabila ada kekurangan atau kekhilafan dalam

melakukan ibadah farḍu tersebut.

Adapun implikasi fidyah yang kedua menunjukkan kepedulian masyarakat

kepada tetangganya yang kurang mampu (miskin). Tradisi ini dipercaya dapat

membantu masyarakat yang kurang mampu dari segi ekonomi. Meskipun fidyah

yang dibagikan kepada masyarakat miskin tidak terlalu besar, namun dengan

fidyah ini setidaknya dapat meringankan kebutuhan ekonomi keseharian mereka.

Banyaknya warga yang diundang untuk mengikuti tradisi fidyah merupakan

alasan masyarakat membagikan beras atau uang fidyah menjadi tidak banyak,

karena harus dibagi sesuai dengan tingkat ekonomi masyarakat yang hadir.63

62

Hasil wawancara dengan Akhid (Warga Desa Tenajar Lor Kec. Kertasemaya), pada

Selasa, 31 Januari 2017. Pukul 20.00 WIB. 63

Hasil wawancara dengan Abdul Aziz (Warga Desa Tenajar Lor, Kec. Kertasemaya),

pada Senin, 1 Mei 2017. Pukul 23.00 WIB.

Page 156: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

138

Ust.Shofwan menilai bahwa tradisi fidyah memiliki manfaat sosial yang

cukup signifikan. Masyarakat dapat membantu masyarakat lain yang kurang

mampu, misalnya mereka yang tidak memiliki beras akan mendapatkan beras

dengan adanya fidyah. Menurutnya, dengan tradisi fidyah ini tentunya masyarakat

miskin akan merasa terbantu. Bahkan saat ini banyak masyarakat Indramayu yang

bekerja di luar negeri, seperti TKI atau TKW di Arab, Taiwan, Korea, dan

sebagainya, sehingga dengan adanya tradisi ini akan membantu masyarakat

kurang mampu yang ada di sekitarnya.64

Senada dengan pendapat tersebut, Akhid juga menyetujui bahwa tradisi

fidyah dapat membantu masyarakat miskin. Setelah seseorang meninggal,

keluarganya membagikan beras kepada tetangga-tetangga yang kurang mampu.

Tradisi ini dinilai sangat bermanfaat bagi sesama manusia, dan Islam memang

mengajarkan hal demikian. Meski pada praktiknya kurang disetujui karena

diputar-putar dan bolak-balik (geong), Akhid tetap mengapresiasi masyarakat

yang memberikan makanan (membayar fidyah) kepada tetangganya selepas

prosesi pemakaman seseorang dilaksanakan dan disempurnakan dengan tradisi

geong.65

Tradisi ini terus berkembang dan dilestarikan oleh masyarakat Indramayu

dengan berbagai cara yang diyakininya. Perbedaan cara tersebut didasarkan pada

perbedaan pemahaman masyarakat terhadap teks-teks keislaman dalam al-Qur‟an,

hadis dan kitab-kitab fiqh. Tradisi fidyah dengan memberikan makanan kepada

64

Hasil wawancara dengan Ust. Shofwan (Ulama Desa Segeran Kidul, Kec. Juntinyuat),

pada Kamis, 27 April 2017, Pukul 20.00 WIB. 65

Hasil wawancara dengan Akhid (Warga Desa Tenajar Lor Kec. Kertasemaya), pada

Selasa, 31 Januari 2017. Pukul 20.00 WIB.

Page 157: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

139

fakir miskin dinilai sebagai suatu kebajikan yang dapat menutupi utang salat dan

puasa yang ditinggalkan si mayyit.

Implikasi yang ketiga menunjukkan bahwa tradisi fidyah dapat mempererat

hubungan masyarakat. Melalui tradisi ini, masyarakat dapat berkumpul untuk

saling membantu dan mendo‟akan orang yang meninggal dan keluarganya.

Dengan memberikan makanan, beras, ataupun uang kepada tetangga yang miskin,

menjadikan hubungan mereka semakin erat dan peduli terhadap sesama.66

Hal ini

menurut penulis merupakan hal positif yang harus dipertahankan. Kepedulian

masyarakat terhadap tetangganya patut untuk diapresiasi, karena dengan

membantu tetangga, maka tetangga pun akan membantu mereka pula. Inilah yang

disebut sebagai keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat.

D. Argumentasi Pelestarian Tradisi Fidyah di Indramayu

Masyarakat Indramayu, khususnya kalangan Nahdliyyin, menyatakan ke-

setujuan mereka terhadap pelestarian tradisi fidyah di lingkungannya. Hal ini

mengingat begitu pentingnya salat sebagai ibadah yang sama sekali tidak boleh

diabaikan. Beberapa argumentasi yang disebutkan atas wawancara dengan

masyarakat Indramayu di antaranya yaitu; melaksanakan wasiat mayyit untuk

membayar fidyah; iḥtiyaṭ (kehati-hatian) masyarakat terhadap ibadah -khususnya

salat dan puasa; menjalankan syariat Islam; menunjukkan sikap birrul walidayn;

dan membantu masyarakat yang kurang mampu secara ekonomi (fakir miskin).

Dalam penelitian ini, penulis uraikan argumentasi masyarakat untuk melestarikan

tradisi fidyah di lingkungannya.

66

Hasil wawancara dengan Abdul Aziz (Warga Desa Tenajar Lor, Kec. Kertasemaya),

pada Senin, 1 Mei 2017. Pukul 23.00 WIB.

Page 158: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

140

Argumentasi pertama, melaksanakan wasiat mayyit untuk membayar fidyah.

Masyarakat Indramayu yang meyakini adanya fidyah salat dan puasa bagi orang

yang meninggal tidak menutup kemungkinan berwasiat kepada keluarganya untuk

membayar fidyah setelah ia meninggal. Dalam hal ini, wasiat untuk membayar

fidyah memiliki aturan tersendiri dalam kitab Nihayah al-Zaīn dan kitab-kitab

rujukan pelaksanaan fidyah lainnya. Dalam kitab tersebut, dijelaskan bahwa

mazhab Hanafi (al-Ḥanafiyyah) mewajibkan keluarga orang yang meninggal

(wali) apabila mayyit telah berwasiat untuk membayar fidyah dengan ketentuan

membayar beras sebanyak setengah sha‟ untuk setiap waktu salat atau puasa yang

pernah ditinggalkannya. Ulama al-Ḥanafiyyah juga menegaskan bahwa

pelaksanaan fidyah dengan wasiat tidak akan sah apabila orang yang berwasiat

masih dalam keadaan sakit.67

Pandangan ini diyakini masyarakat, khususnya

masyarakat Desa Tenajar Lor, sebagai suatu kewajiban yang patut dilaksanakan.

Sementara pemahaman masyarakat terhadap karya Al-Sayyid „Alwī yang

mengutip Syarḥ Dar al-Mukhtar, menyebutkan bahwa wasiat membayar fidyah

hanya membayar utang salat yang diketahui ditinggalkan saja. Adapun jumlah

fidyah yang harus dibayar karena wasiat sejalan dengan pendapat ulama al-

Ḥanafiyyah, yaitu sebanyak setengah sha‟ dengan cara bolak-balik sebagaimana

yang telah dijelaskan di atas.68

Dalam hal ini, Rokhmat menyatakan bahwa

sebagian masyarakat di lingkungannya terkadang masih keliru dalam takaran

membayar fidyah karena wasiat, yaitu ada yang tetap dengan takaran satu mud

sesuai petunjuk hadis, dan adapula sebagian masyarakat yang menggunakan

takaran setengah ṣa‟. Menurut Rokhmat, perbedaan pendapat ini terjadi akibat

67

Ibn „Abd al-Muʻṭā Muḥammad bin „Umar bin „Alī Nawawī al-Jāwī al-Bantanī al-

Tāwidī, Nihāyah al-Zaīn: fī Irsyād al-Mubtadi‟īn (T.Tp: Syarikah al-Nūr Asiā, T.Th), h. 192-193 68

Al-Sayyid „Alwī Ibn al-Sayyid Aḥmad al-Saqāf, Tarsyīḥ al-Mustafīdīn, h. 143

Page 159: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

141

pemahaman para ulama setempat terhadap hadis dan kitab-kitab fiqh yang kurang

komprehensif. Oleh karena itu, berdasarkan petunjuk kitab-kitab fiqh klasik yang

ia pelajari, fidyah yang harus dibayar karena wasiat adalah sebanyak setengah

ṣa‟.69

Al-Sayyid „Alwī juga menegaskan bahwa ulama atau kyai dilarang untuk

memerintahkan seorang ahli waris yang tidak mengerti untuk membayar fidyah

kecuali mayyit telah berwasiat.70

Oleh karen itu, para ulama dan kyai di

Indramayu dilarang memerintahkan orang yang tidak mengerti („awam) agar

membayar fidyah, kecuali fidyah tersebut merupakan wasiat si mayyit atau iḥtiyaṭ

keluarga si mayyit sendiri. Namun pelaksanaan tradisi fidyah karena wasiat telah

disepakati sebagian besar masyarakat Indramayu sebagai suatu hal yang wajib

dilaksanakan.

Argumentasi kedua, iḥtiyaṭ masyarakat untuk menyempurnakan ibadah.

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa masyarakat Indramayu

melaksanakan tradisi fidyah sebagai iḥtiyaṭ (kehati-hatian) terhadap kesempurnaan

ibadah salat. Seluruh ulama telah sepakat bahwa salat adalah ibadah farḍu yang

wajib dilaksanakan setiap Muslim. Karena begitu utamanya salat, Rasulullah Saw

tetap mewajibkan bagi orang yang sedang sakit. Hal ini sebagaimana terverbalkan

dalam hadis yang diriwayatkan Imam Abū Dāwud (w.275 H) berikut:

69

Hasil wawancara dengan Rokhmat (Tokoh Masyarakat Desa Tenajar Lor, Kec.

Kertasemaya), pada Kamis, 2 Februari 2017, Pukul 15.00 WIB. 70

Al-Sayyid „Alwī Ibn al-Sayyid Aḥmad al-Saqāf, Tarsyīḥ al-Mustafīdīn, h. 143

Page 160: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

142

ال م حسي مانعن إب راىيمب نطه ث ناوكيععن حد ن باري ث نامم دب نسلي مانال علمحد ب ري دة اب ن علي وعن صل ىالل و الن ب فسأل ت الن اصور ب كان قال حصي ب ن ران عم عن

ف علىجن ب طع تس ل ف قاعدافن طع تس ل 71.وسل مف قالصلقائمافن “Telah menceritakan kepada kami Muḥammad bin Sulaimān al-Anbārī,

telah menceritakan kepada kami Wakīʻ dari Ibrāhim bin Ṭahmān dari

Ḥusaīn al-Muʻallim dari Ibn Buraidah dari „Imrān bin Ḥushaīn dia berkata;

"Aku menderita penyakit wasir, lalu aku tanyakan hal itu kepada Nabi Saw,

maka beliau bersabda: "Salatlah dengan berdiri, dan apabila kamu tidak

mampu, maka dengan duduk, jika tidak mampu, maka dengan berbaring.”

(HR. Abū Dāwud)

Hadis tersebut menunjukkan bahwa salat tetap wajib dilaksanakan meskipun

sedang sakit, dengan kompensasi yang didasarkan pada tingkat keparahan

sakitnya. Meski demikian, masyarakat Indramayu menilai bahwa setiap orang

pasti pernah memiliki kesalahan dan kekurangan dalam hal salat. Untuk itu

mereka berusaha menyempurnakan kekurangan ibadah mereka, seperti salat dan

puasa, dengan fidyah sebagai iḥtiyaṭ. Pelaksanaan fidyah tersebut dilakukan

setelah seseorang meninggal dunia. Sikap iḥtiyaṭ ini dilakukan masyarakat

berdasarkan hasil pembacaan mereka terhadap teks-teks keagamaan, seperti al-

Qur‟an, hadis dan kitab-kitab fiqh.72

Argumentasi ketiga, menjalankan syariat Islam. Menurut Ahmad Zaki

Yamani, syariat Islam mencakup seluruh bidang hukum yang telah disusun secara

teratur oleh para fuqaha dalam pendapat-pendapat fiqh mereka tentang berbagai

persoalan di masanya, atau persoalan yang mereka perkirakan akan terjadi di masa

depan, dengan mengambil langsung dalil-dalil dari al-Qur‟an dan hadis, atau

71

Abū Dāwud Sulaymān bin al-Asyʻats al-Sijistānī, Sunan Abī Dāwud (Bairūt: Dār al-

Fikr, 1994), Juz 3, h. 142, No. Hadis: 815 72

Hasil wawancara dengan Rokhmat (Tokoh Masyarakat Desa Tenajar Lor, Kec.

Kertasemaya) pada Kamis, 2 Februari 2017, Pukul 15.00 WIB, dan Ust. Shofwan (Ulama Desa

Segeran Kidul, Kec. Juntinyuat), pada Kamis, 27 April 2017, Pukul 20.00 WIB.

Page 161: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

143

sumber pengambilan hukum seperti ijma‟, qiyās, istiḥsan, istiṣḥab, dan maslaḥah

mursalah.73

Syariat Islam tersebut termasuk persoalan tentang fidyah salat dan

puasa, sebagaimana yang dilakukan masyarakat Indramayu.

Masyarakat Indramayu menganggap bahwa fidyah merupakan salah satu

syariat Islam yang mesti dilakukan bagi orang yang mengerti tentang

ketentuannya. Bahkan, fidyah sebagai penebus salat dan puasa yang pernah

ditinggalkan seseorang dinilai wajib dilaksanakan.74

Meski demikian, sebagian

masyarakat juga ada yang berpendapat bahwa tradisi fidyah bukan suatu

kewajiban apabila keluarga si mayyit merupakan keluarga miskin. Namun pada

umumnya masyarakat menilai bahwa salat dan puasa merupakan ibadah wajib

yang tidak bisa ditawar-tawar, karena telah menjadi ketentuan syariat Islam.

Begitu juga dengan fidyah yang dianggap sebagai pengganti salat atau puasa

apabila telah ditinggalkan seseorang, yaitu harus dilaksanakan apabila keluarga si

mayyit termasuk ke dalam masyarakat mampu. Bahkan, bagi masyarakat miskin

juga tetap dianjurkan untuk membayar fidyah apabila mereka telah mampu. Hal

ini dinilai sebagai pelaksanaan syariat yang diajarkan dalam Islam.75

Pelaksanaan tradisi fidyah tidak lain adalah bukti pengabdian masyarakat

kepada Tuhan. Pengabdian hamba kepada Tuhannya tentu dilakukan melalui

berbagai bentuk syariat yang telah ditentukan dalam Islam. Di antaranya adalah

ibadah salat dan puasa, termasuk pengganti keduanya, yaitu fidyah. Mereka

meyakini bahwa manusia diciptakan untuk beribadah, sehingga segala bentuk

73

Ahmad Zaki Yamani, Syariat Islam yang Kekal dan Persoalan Masa Kini (Jakarta:

Intermasa, 1977), h. 14 74

Hasil wawancara dengan H.Sayyidi (Warga Desa Sliyeg Lor Kec. Sliyeg), Wawancara:

Rabu, 26 April 2017, Pukul 15.00 WIB. 75

Hasil wawancara dengan Abdul Aziz (Warga Desa Tenajar Lor, Kec. Kertasemaya),

Wawancara: Senin, 1 Mei 2017. Pukul 23.00 WIB.

Page 162: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

144

ibadah mestinya dilakukan oleh setiap manusia, termasuk melakasanakan fidyah.

Upaya manusia untuk menyempurnakan ibadah kepada Tuhan dilakukan

berdasarkan petunjuk al-Qur‟an, hadis dan kitab-kitab fiqh yang mu‟tabarah,

termasuk pendapat-pendapat para ulama terdahulu.76

Komitmen masyarakat di atas menunjukkan bahwa pemahaman mereka

terhadap agama dapat dikatakan mendalam. Interaksi manusia dengan Tuhannya

merupakan pokok suatu agama, sebagaimana yang dinyatakan Macmillan

Comendum dalam World Religion. Dengan mengutip pendapat William Temple,

ia menyatakan bahwa pokok agama bukan dilihat dari pengetahuan manusia

tentang Tuhan, melainkan dilihat dari proses manusia berinteraksi dengan

Tuhannya.77

Seperti halnya dalam Islam, salah satu bentuk interaksi manusia

dengan Tuhannya ialah salat dan puasa. Bahkan ketika ibadah puasa tidak dapat

dilakukan karena alasan tertentu, Islam memberikan kompensasi dengan cukup

membayar fidyah, yaitu memberikan makanan kepada fakir miskin.

Argumentasi keempat, menunjukkan sikap birr al-walidaīn. Umar Hasyim

menyatakan bahwa berbakti kepada kedua orang tua ialah berbuat ihsan dengan

melaksanakan kewajiban seorang anak kepada orang tuanya, baik dari segi moril

maupun spiritual, yang sesuai dengan ajaran Islam.78

Bahkan, M.Quraish Shihab

mengungkapkan bahwa berbuat baik kepada orang tua dinilai lebih disukai Allah

daripada melakukan jihad yang lain.79

Adapun bentuk bakti anak kepada orang tua

dapat berupa melakukan perintah orang tua atau mendo‟akan orang tua yang telah

76

Hasil wawancara dengan Rokhmat (Tokoh Masyarakat Desa Tenajar Lor, Kec.

Kertasemaya) pada Kamis, 2 Februari 2017, Pukul 15.00 WIB 77 Macmillan Comendum, World Religion (New York: Simon and Scheuster Macmillan,

1987), h. 929 78

Umar Hasyim, Anak Saleh (Surabaya: PT.Bina Ilmu, 1995), h. 14-15 79

M.Quraish Shihab, Birrul Walidain: Wawasan al-Qur‟an tentang Bakti Kepada Ibu

Bapak (Tangerang: Lentera Hati, 2014), h. 84

Page 163: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

145

meninggal. Oleh karena itu, salah satu sikap yang ditunjukkan masyarakat

Indramayu kepada orang tuanya yang telah meninggal yaitu melaksanakan tradisi

fidyah. Tradisi ini bertujuan untuk menyempurnakan kekurangan (utang) salat dan

puasa orang tuanya yang telah meninggal.

Tradisi fidyah di Indramayu telah dilakukan masyarakat secara turun

temurun, khususnya masyarakat Nahdliyyin kalangan santri. Orang tua mereka

dari sejak dulu telah melaksanakan tradisi fidyah, sehingga masyarakat kalangan

santri mengajarkan ketentuan tradisi fidyah kepada anak-anak mereka dengan

berbagai landasan dari kitab-kitab yang pernah mereka pelajari di pesantren.

Bahkan mereka mengajarkan ketentuan tradisi fidyah kepada masyarakat secara

umum melalui pengajian-pengajian umum di masjid-masjid dan mushalla-

mushalla. Oleh karena itu, dengan doktrin Islam yang telah melekat menujukkan

sikap birr al-walidain, masyarakat terus melaksanakan dan melestarikan tradisi

fidyah di kehidupan mereka.80

Argumentasi kelima, tradisi fidyah perlu untuk dilestarikan adalah karena

bermanfaat bagi masyarakat miskin. Dari wawancara yang dilakukan, tradisi

fidyah merupakan suatu kebajikan yang mesti dipertahankan. Tradisi ini dinilai

dapat meningkatkan kebersamaan dan menjaga keharmonisan masyarakat dengan

saling mambantu satu sama lain. Islam mengajarkan untuk saling berbagi meski

dalam keadaan sulit.81

Beberapa argumentasi masyarakat di atas menunjukkan bahwa fidyah yang

mereka lakukan memiliki manfaat positif bagi lingkungan. Masyarakat Indramayu

80

Hasil wawancara dengan Ust. Shofwan (Ulama Desa Segeran Kidul, Kec. Juntinyuat),

pada Kamis, 27 April 2017, Pukul 20.00 WIB. 81

Hasil wawancara dengan Abdul Aziz (Warga Desa Tenajar Lor, Kec. Kertasemaya),

pada Senin, 1 Mei 2017. Pukul 23.00 WIB.

Page 164: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

146

tetap mempertahankan tradisi fidyah karena banyak hikmah yang dapat diambil

dari pelaksanaan tradisi tersebut. Terlepas dari perdebatan masyarakat tentang

fidyah yang dapat menebus utang salat dan puasa orang yang meninggal,

masyarakat tetap saling menghormati satu sama lain. Dengan tetap

mempertahankan tradisi tersebut, masyarakat dapat saling membantu tetangga

mereka yang miskin. Hal ini tentu dapat membuat hubungan sosial masyarakat

tetap rukun dan harmonis.

E. Kritik terhadap Tradisi Fidyah di Indramayu

Dalam pembahasan mengenai kritik terhadap tradisi fidyah ini, penulis

berusaha mencari „benang merah‟ antara petunjuk hadis dan pelaksanaan tradisi

fidyah oleh masyarakat Indramayu. Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa

kritik terhadap tradisi fidyah yang dilakukan masyarakat Indramayu, di antaranya

yaitu; 1) terjadi perbedaan dalam mekanisme penghitungan fidyah, 2)

ketidaktepatan pada orang yang menerima fidyah.

1. Terjadi Perbedaan dalam Mekanisme Penghitungan Fidyah

Tradisi fidyah di Indramayu merupakan tradisi yang melekat di tengah

masyarakat secara turun temurun. Salah satu landasan tradisi fidyah adalah hadis

fidyah salat dan puasa yang diriwayatkan al-Nasā‟ī (w.303 H) berikut:

ينث د حالىقلع دال ب نعدب م مأبن أ قي رنزب وىدوي زا حنث د حالع اللقوح ل اجاج اأنث د ح عناحبربأنب اءطعن ىعسو نموبب ي ا ب نعب اس،قال:ليصليأحدعن

أحد،ولك يط عمعن ومكانأحد،وليصومأحدعن حن طةكلن امن .82ي و ممد

“Telah memberitakan Muḥammad bin „Abd al-Aʻlā, ia berkata; telah

menceritakan kepada kami Yazīd yaitu Ibn Zuraīʻ, ia berkata; telah

menceritakan kepada kami Ḥajjāj al-Aḥwal, ia berkata; telah menceritakan

kepada kami Ayyūb bin Mūsā, dari „Aṭā‟ bin Abī Rabāḥ dari „Ibn „Abbās, ia

82

Abū „Abd al-Raḥmān, Sunan al-Nasa‟ī al-Kubrā, Juz 2, h. 175, No. Hadis: 2918

Page 165: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

147

berkata: Tidak ada salat seseorang dari orang lain, dan tidak ada puasa

seseorang dari orang lain, tetapi hendaknya memberikan makanan darinya

setiap hari sebanyak satu mud dari gandum.” (HR. Al-Nasā‟ī)

Berdasarkan hadis tersebut, masyarakat Indramayu melaksanakan tradisi

fidyah untuk menutupi kekurangan (utang) salat dan puasa anggota keluarganya

yang telah meninggal. Secara literal, dalam hadis tersebut dikatakan bahwa fidyah

dibayarkan dengan memberikan makanan sebanyak satu mud gandum/ beras

untuk satu hari salat atau puasa yang ditinggalkan. Namun dalam pelaksanaannya,

masyarakat Indramayu membayar fidyah, khususnya salat, satu mud untuk satu

waktu salat yang ditinggalkan, bukan satu mud untuk satu hari salat yang

ditinggalkan. Oleh karena itu, dalam hal ini terjadi perbedaan antara petunjuk

hadis dan pelaksanaan fidyah yang dilakukan masyarakat Indramayu.

Namun berdasarkan informasi yang didapatkan dari wawancara dengan

masyarakat Indramayu, landasan penghitungan satu mud untuk satu waktu salat

yang ditinggalkan tersebut adalah ijma‟ para ulama dalam kitab Iʻānah al-Ṭālibīn

dan Nihāyah al-Zaīn.83

Dengan demikian, masyarakat Indramayu lebih cenderung

mengikuti pendapat para ulama, seperti Ibn Burhān, mazhab al-Syāfiʻī, dan

mazhab al-Ḥanafī, dibandingkan dengan petunjuk hadis fidyah salat dan puasa di

atas dengan alasan iḥtiyaṭ (kehati-hatian). Hal ini juga dikuatkan oleh hasil

Bahtsul Masail di kalangan warga Nahdliyyin, yang dinyatakan bahwa orang

meninggal yang memiliki utang salat sebanyak delapan (8) hari diwajibkan

membayar fidyah sebanyak empat puluh (40) mud. Karena delapan hari dikali

lima waktu, dan tiap-tiap waktu satu mud.84

83

„Alī Nawawī al-Jāwī al-Bantanī, Nihāyah al-Zaīn: fī Irsyād al-Mubtadi‟īn, h. 192-193 84

Abdul Aziz Masyhuri, Masalah Keagamaan, h. 92-93

Page 166: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

148

Penghitungan fidyah satu mud untuk satu waktu salat yang ditinggalkan

tersebut juga dikuatkan oleh pendapat al-Zaylaʻī dalam kitab Naṣb al-Rāyah. Ia

menyatakan bahwa para gurunya menganggap setiap waktu salat sama dengan

satu hari puasa.85

Oleh karena itu, jika utang salat si mayyit dalam satu hari

sebanyak lima kali, maka fidyah salat yang harus dibayarkan setiap harinya adalah

sebanyak lima mud.86

Berbeda dengan puasa yang waktunya hanya satu kali

dalam sehari, maka fidyahnya pun hanya satu mud untuk satu hari puasa yang

ditinggalkan si mayyit. Meski demikian, penulis menilai bahwa penghitungan

fidyah salat oleh masyarakat Indramayu dengan cara membayar satu mud beras

untuk satu waktu salat yang ditinggalkan adalah pendapat yang perlu dikaji ulang.

Hal ini mengingat para ulama fiqh yang berpendapat demikian berijtihad dengan

iḥtiyaṭ (kehati-hatian) untuk menutupi kekurangan salat yang ditinggalkan si

mayyit bertentangan dengan petunjuk hadis fidyah di atas.

Dalam Islam, pengambilan sumber hukum pada tingkat pertama adalah al-

Qur‟an, disusul dengan hadis, selanjutnya adalah ijma‟ dan qiyas. Apabila

merujuk pada tingkatan sumber hukum di atas, hadis merupakan tingkat yang

lebih tinggi dibandingkan dengan ijma‟ dan qiyas. Oleh karena itu, pemahaman

hadis yang menyatakan bahwa jumlah fidyah sebanyak satu mud untuk satu hari

salat atau satu hari puasa merupakan pemahaman yang perlu diutamakan. Artinya,

penghitungan fidyah salat selama satu hari ialah satu mud, bukan lima mud

menurut mazhab al-Syāfiʻī atau bahkan enam mud menurut mazhab al-Ḥanafī.

85 „Abd Allāh bin Yūsuf Abū Muḥammad al-Ḥanafī al-Zaylaʻī, Naṣb al-Rāyah fī Takhrīj

Aḥādīts al-Hidāyah (T.Tp: T.P, T.Th), Juz 4, h. 456 86

Fidyah salat yang mengikuti cara mazhab Hanafi membayar fidyah salat sebanyak

enam mud untuk satu hari salat yang ditinggalkan. Karena mazhab Hanafi menghitung salat witir

sebagai salah satu salat yang juga wajib dibayarkan fidyahnya.

Page 167: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

149

Menurut penulis, penghitungan fidyah dengan cara ini juga dapat meringankan

beban masyarakat yang tidak mampu untuk membayar fidyah yang terlalu besar.

Selain itu, tradisi fidyah yang dilakukan dengan cara diputar bolak-balik

(tradisi Geong) juga merupakan cara yang dinilai kurang etis. Karena fidyah

dengan cara tersebut seakan memberi kesan „membohongi‟ Tuhan. Pembayaran

fidyah untuk menutupi kekurangan salat atau puasa yang ditinggalkan seseorang

selama seumur hidup tentu sangat memberatkan bagi keluarga si mayyit. Oleh

karena itu, menurut penulis penghitungannya tidak perlu seumur hidup, namun

cukup dihitung dari salat atau puasa yang diketahui ditinggalkan si mayyit saja.

Hal ini tentu tidak akan memberatkan pihak keluarga si mayyit. Bahkan apabila

pihak keluarga berkenan, jumlah beras atau uang fidyah dapat ditambahkan sesuai

dengan kemampuan pihak keluarga untuk kehati-hatian (iḥtiyaṭ).

Meski demikian, tradisi fidyah ini menurut penulis cukup bermanfaat, baik

bagi orang yang melaksanakan fidyah maupun fakir miskin yang menerima beras

atau uang fidyah. Namun apabila keluarga orang yang meninggal tersebut adalah

keluarga yang kurang mampu (miskin), maka tidak ada kewajiban bagi mereka

untuk melaksanakan fidyah, kecuali mereka telah mampu untuk membayar fidyah.

2. Ketidaktepatan pada Orang yang Menerima Fidyah

Dalam al-Qur‟an dijelaskan bahwa orang yang menerima fidyah ialah orang

miskin, sebagaimana dalam Q.S. Al-Baqarah [2]: 184 berikut:

Page 168: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

150

184. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara

kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka

(wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-

hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika

mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang

miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan,

Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika

kamu mengetahui.

Adapun hadis yang dinyatakan bahwa orang yang menerima fidyah adalah

orang miskin yaitu hadis yang diriwayatkan al-Baihaqī dari Ibn „Abbās, yaitu:

قال رو عم أب ب ن سعيد ال قاضىوأبو سن ال ب ن ر بك أبو ب رنا أخ ال عب اسوقد أبو ث نا حد ب ن رو ح عن سعيد ب رنا أخ عطاء ب ن ال وى اب عب د ب رنا أخ حاق إس ب ن مم د ث نا حد الصم

ران مي مونب نمه كمعن ب نال على رال قاسمعن رجلعناب نعب اس:فام أو أةت وف يت يصومع كيناأو كلي و ممس رف قالاب نعب اس:يط عمعن ومكان رشه ن ووعلي ورمضانونذ

ره 87.ولي ولنذ “Dan telah mengabarkan kepada kami Abū Bakr bin al-Ḥasan al-Qāḍī, dan

Abū Saʻīd bin Abī „Amr, keduanya berkata; telah menceritakan kepada Abū

al-„Abbās al-Aṣam, telah menceritakan kepada kami Muḥammad bin Isḥāq,

telah mengabarkan kepada kami „Abd al-Wahhāb bin „Aṭā‟, telah

memberitakan kepada kami Saʻīd, dari Rawḥ bin al-Qāsim, dari „Alī bin al-

Ḥakam, dari Maimūn bin Mihrān, dari Ibn „Abbās : Ketika ada seorang

perempuan meninggal ataupun laki-laki dan atasnya diwajibkan berpuasa

pada bulan ramadhan dan nadzar selama satu bulan, maka Ibn „Abbās

berkata: Berikan makanan atasnya setiap hari kepada orang miskin atau

berpuasa oleh walinya untuk nadzarnya.” (HR. Al-Baihaqī)

Menurut penulis, tradisi fidyah yang dilakukan masyarakat Indramayu

memiliki kekurangan. Salah satunya ialah terkait tentang ketidaktepatan pada

orang yang menerima fidyah. Dalam tradisi Geong (fidyah yang dibolak balik) di

Desa Tenajar Lor, menurut penulis ada sebagian masyarakat yang dinilai mampu,

namun tetap diundang untuk melaksanakan tradisi Geong. Hal ini karena orang

yang mengikuti tradisi tersebut diharuskan oleh orang yang lancar mengucapkan

87

Abū Bakar Aḥmad bin al-Ḥusain bin „Alī al-Bayhaqī, Sunan al-Kubrā (India: Majlis

Dairah al-Ma‟arifah, 1344 H), Juz 4, h. 245

Page 169: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

151

ijab-qabul (serah-terima) fidyah, meskipun ia termasuk ke dalam golongan orang

yang mampu. Oleh karena itu, serah-terima fidyah kepada sebagian orang yang

dinilai mampu tersebut menurut penulis adalah kurang tepat sasaran dan tidak

menggugurkan utang salat atau puasa orang yang meninggal. Karena menurut al-

Qur‟an dan hadis di atas, kriteria orang yang menerima fidyah adalah orang yang

miskin, tanpa ada syarat pengucapan yang lancar dalam ritual serah-terima fidyah.

Selain tradisi Geong, tradisi fidyah pasca-tahlilan juga dinilai kurang tepat

sasaran. Karena biasanya masyarakat yang diundang dalam tradisi tahlilan adalah

masyarakat umum, baik yang mampu maupun miskin. Tradisi pembagian beras

fidyah pasca-tahlilan, khususnya di Desa Sliyeg Lor dan Segeran Kidul tidak

membeda-bedakan antara orang yang mampu dan orang yang miskin. Beras

fidyah dibagi rata kepada semua warga yang mengikuti tradisi tersebut. Oleh

karena itu, hal yang perlu diperhatikan ialah jumlah fidyah yang wajib dibayarkan

untuk menutupi utang salat atau puasa orang yang telah meninggal. Apabila beras

fidyah dibagikan pasca-tahlilan, maka jumlah beras yang disiapkan harus

dilebihkan agar beras fidyah tersebut tepat sasaran. Hal ini dapat dilakukan

apabila pihak keluarga yang membayar fidyah tidak merasa keberatan. Namun

apabila merasa keberatan, pembagian beras fidyah kepada fakir miskin dapat

dilakukan pada waktu yang lain.

Berbeda dengan tradisi fidyah yang dilakukan masyarakat pada saat sebelum

jenazah disalatkan atau dikuburkan. Pada tradisi fidyah tersebut, pihak keluarga

menyiapkan dan membagikan beras fidyah langsung kepada fakir miskin. Hal ini

menurut penulis dapat dikatakan tepat sasaran. Namun apabila fidyah tidak

memungkinkan untuk dilakukan pada saat sebelum jenazah disalatkan, maka

Page 170: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

152

pembagian fidyah untuk orang miskin dapat dilakukan pada waktu yang lain

hingga pihak keluarga telah siap melaksanakannya.[]

Page 171: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

153

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, penelitian ini menyimpulkan sebagai berikut:

1. Ada tiga pandangan ulama tentang fidyah salat dan puasa bagi orang

meninggal. Pada fidyah salat bagi orang meninggal, ada tiga pendapat; 1)

Imam al-Syāfiʻī dan Imam al-Syibrāmalisī, mereka menyatakan bahwa tidak

ada fidyah dan qaḍā’ salat bagi orang meninggal. 2) Ibn Abī ‘Iṣrūn, Ibn

Daqīq al-‘Aīd, dan Imam al-Subkī, mereka menyatakan bahwa tidak wajib

fidyah, namun wajib qaḍā’ salat untuk orang yang meninggal. 3) Ibn

Burhān, Aṣḥāb al-Syāfiʻī, dan al-Ḥanafiyyah, mereka menyatakan bahwa

tidak wajib qaḍā’ salat, namun wajib fidyah. Adapun pada fidyah puasa bagi

orang meninggal, ada empat pendapat; 1) Imam Mālik menyatakan bahwa

tidak wajib qaḍā’ puasa, dan tidak wajib fidyah oleh walinya, kecuali ada

wasiat, 2) Imam Abū Ḥanīfah menyatakan bahwa wajib qaḍā’ puasa atau

fidyah oleh walinya, 3) Imam al-Syāfiʻī dan Imam Aḥmad bin Ḥanbal,

mereka menyatakan bahwa tidak wajib qaḍā’ puasa, namun wajib fidyah

oleh walinya.

2. Tradisi fidyah muncul dan berkembang di Indramayu pada awal abad ke-19

melalui para santri yang menimba ilmu di berbagai pesantren di Pulau Jawa.

Tradisi ini dilakukan masyarakat Indramayu secara turun temurun dan

ditransmisikan kepada masyarakat luas melalui pengajian-pengajian rutin di

pesantren, masjid dan musala. Tradisi fidyah juga dinilai kokoh karena terus

dilestarikan para orang tua dan dilanjutkan oleh anak-anaknya.

Page 172: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

154

3. Masyarakat Indramayu memahami hadis fidyah salat dan puasa sebagai

iḥtiyaṭ (kehati-hatian) untuk menebus utang salat dan puasa orang yang

telah meninggal. Pemaknaan masyarakat terhadap literatur keagamaan,

khususnya hadis, ditemukan tiga (3) fenomena living hadis fidyah, yaitu; 1)

fidyah dengan cara membolak balik beras atau uang (Geong), 2) fidyah

dengan membagikan beras kepada fakir miskin sebelum jenazah disalatkan

dan dimakamkan, dan 3) fidyah dengan membagikan beras pasca tahlilan.

Pelaksanaan tradisi fidyah di Indramayu pada umumnya dilakukan pada

malam ke-7 kematian seseorang.

B. Rekomendasi

Dari penelitian yang dilakukan, peneliti menemukan banyak khazanah

tradisi keislaman yang dilakukan masyarakat Indramayu. Tradisi-tradisi keislaman

tersebut merupakan tradisi yang mesti dilestarikan dengan catatan harus sesuai

dengan petunjuk hadis. Penulis meyakini bahwa Islam diterima, menyatu dan

melekat melalui tradisi-tradisi yang berkembang di tengah masyarakat Indramayu.

Penelitian ini masih dapat dikembangkan melalui berbagai metode dan objek

kajian yang diamati. Oleh karena itu, peneliti memberikan rekomendasi sebagai

berikut:

1. Bagi masyarakat Indramayu, khususnya ulama atau masyarakat kalangan

santri yang akan melaksanakan tradisi fidyah, hendaknya memberikan

penjabaran atau wawasan kepada masyarakat umum tentang landasan tradisi

fidyah dalam Islam sebelum pelaksanaan tradisi fidyah dimulai dengan

catatan sebagai berikut:

Page 173: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

155

a) Hadis fidyah salat dan puasa merupakan hadis yang sahih. Dalam Islam,

sumber hukum dari hadis lebih utama dibandingkan dengan ijma’ dan

qiyas. Oleh karena itu, pelaksanaan tradisi fidyah hendaknya sesuai

dengan petunjuk hadis fidyah salat dan puasa.

b) Menurut petunjuk hadis, ketentuan fidyah yaitu satu mud untuk satu hari

salat atau puasa yang ditinggalkan si mayyit, bukan satu mud untuk satu

waktu salat yang ditinggalkan si mayyit. Hal ini juga akan meringankan

beban bagi pihak yang membayar fidyah apabila mereka tidak mampu

membayar fidyah dalam jumlah yang banyak.

c) Apabila pelaksanaan fidyah menggunakan qimah (beras yang

dikonversikan dengan uang yang senilai beras), maka takaran mud yang

digunakan ialah mud-nya mazhab Hanafi, yaitu 1.072 Gram (± 1 Kg).

Karena mazhab yang membolehkan membayar fidyah dengan uang ialah

madzhab Hanafi. Hal ini dilakukan sebagai iḥtiyaṭ (kehati-hatian) agar

tidak jatuh pada talfiq (hanya mencari yang gampang dan tidak satu

qaḍiyah). Oleh karena itu, apabila harga beras 1 Kg adalah Rp.10.000,-

maka jumlah fidyah yang harus dibayar per-mud-nya ialah minimal

Rp.10.720,-. Namun apabila nilai harga tersebut dilebihkan, maka akan

lebih baik.

d) Salat dan puasa pada dasarnya merupakan ibadah yang tidak boleh

ditinggalkan oleh seluruh umat Muslim. Seseorang diharamkan

meninggalkan salat atau puasa dengan niat dapat diganti dengan fidyah

setelah ia meninggal.

Page 174: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

156

2. Bagi para peneliti kajian ilmiah yang melakukan penelitian di lapangan

terkait tradisi keislaman, hendaknya mengembangkan kajian yang diamati

secara komprehensif dan efisien.

3. Bagi Fakultas Ushuluddin, kajian keislaman yang melibatkan tradisi di

masyarakat sebagai fenomena living hadis hendaknya diadakan sebagai

salah satu mata kuliah untuk menguatkan pengalaman dan pendalaman

wawasan ilmu akademik mahasiswa pada Program Magister Tafsir Hadis

UIN Jakarta.

Page 175: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

157

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Hasjim. Kritik Matan Hadis: Versi Muhaddisin dan Fuqaha. Yogyakarta:

Teras, 2004.

Abdullah, Sulaiman. Sumber Hukum Islam: Permasalahan dan Fleksibilitasnya.

Jakarta: Sinar Grafika, 1995.

Aini, Adrika Fithrotul “Living Hadis dalam Tradisi Malam Kamis Majelis

Shalawat Diba‟ Bil-Mustofa,” dalam Jurnal Ar-Raniry: International

Journal of Islamic Studies Vol. 2, No.1, Juni 2014.

Al-„Alā‟ī, Abū Saʻīd bin Khalīl bin Kaykaldī Abū Saʻīd. Jāmiʻ al-Taḥṣīl fī Aḥkām

al-Marāsīl, Muḥaqqiq: Ḥamidī „Abd al-Majīd al-Salafī. Bairūt: „Ālim al-

Kutub, 1986.

Amin, M. Darori (ed.), Islam dan Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Gama Media

2002.

Amirin, Tatan Maupun. Metodologi Riset. Yogyakarta: Pusat Penelitian dan

Pengabdian Masyarakat UIJ, 1979.

Anwar, M. Khoiril. “Living Hadis” dalam Jurnal Farabi Volume 12, Nomor 1,

Juni 2015.

Apipudin, Penyebaran Islam di Daerah Galuh Sampai dengan Abad ke-17.

Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2010.

Arikunto, Suharismi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta:

Rineka Cipta, 2002.

Ash Shiddieqy, TM. Hasbi. Pokok-pokok Pegangan Imam Madzhab. Semarang:

PT. Pustaka Rizki Putra, 1997.

Al-Asqallānī, Ibn Ḥajar. Fatḥ al-Bārī, Penerjemah: Amir Hamzah. Jakarta:

Pustaka Azzam, 2009.

Al-Baghdadi, Zain al-Din Abī al-Faraj „Abd al-Raḥman bin Ahmad (Ibn Rajab al-

Hanbali), Syarah ‘Alal al-Tirmidzī li Ibn Rajab, Juz 1. Muhaqqiq: Nur al-

Din „Itr dan Hamām „Abd al-Rahim Sa‟id. Riyadh: Maktabah al-Rasyad,

2001.

Al-Baghdadi, Zain al-Din Abī al-Faraj „Abd al-Raḥman Ibn Syihab al-Din (Ibn

Rajab), Fath al-Bari li Ibn Rajab, Juz 3. Muhaqqiq: Abu Mu‟adz Thariq

ibn „Awdh Allah bin Muhamad. Arab Saudi: Dar Ibn al-Jauzi, 1422 H.

Al-Ba‟lī, Muḥammad ibn Abī al-Fatḥ. al-Maṭli’ ‘ala Abwāb al-Fiqh. Bairūt: al-

Maktab al-Islāmī, 1981.

Page 176: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

158

Al-Bayhaqī, Abū Bakar Aḥmad bin al-Ḥusain bin „Alī. Sunan al-Kubrā, Juz 4.

India: Majlis Dairah al-Ma‟arifah, 1344 H.

Bāz, Syaikh „Abd al-„Azīz bin „Abd Allāh bin. Fatwa-fatwa Terkini, Penerjemah:

Musthofa Aini, dkk. Jakarta: Darul Haq, 2003.

Bizawie, Zainul Milal. Perlawanan Kultural Agama Rakyat: Pemikiran dan

Paham Keagamaan Syekh Ahmad al-Mutamakkin dalam Pergumulan

Islam dan Tradisi (1645-1740). Yogyakarta: SAMHA, 2002.

Bruinessen, Martin van. Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-tradisi

Islam di Indonesia. Bandung: Mizan, 1999.

Al-Bukhārī, Abū „Abd Allāh Muḥammad bin Ismāʻīl bin Ibrāhīm. Al-Jāmiʻ al-

Bukhārī (Ṣaḥīḥ al-Bukhārī). Bairūt: Dār al-Fikr. T.th.

Comendum, Macmillan. World Religion. New York: Simon and Scheuster

Macmillan, 1987.

Creswell, Jhon W. Research Design: Qualitative & Quantitative Aproach.

California: Sage Publication Inc, 1994.

Al-Dārimī, Abū Muḥammad „Abd Allāh bin „Abd al-Raḥmān bin al-Faḍal bin al-

Bahrām. Sunan al-Dārimī, Juz 5. Kairo: Dār al-Fikr, 1978 M./1398 H.

Al-Tirmidzī, Abū ʻĪsā Muḥammad bin ʻĪsā bin Sawrah Ibn Mūsā. Sunan al-

Tirmidzī. Juz 3. Muḥaqqiq: Aḥmad Muḥammad Syākir, dkk. Bairūt: Dār

Iḥyā‟ al-Turāts al-„Arabī, T.Th.

Data Sebaran Jumlah Umat Per-Kabupaten Tahun 2016, Bimbingan Masyarakat

(Bimas) Islam Kementerian Agama Kabupaten Indramayu.

Al-Dimyāṭī, Abī Bakr Ibn al-Sayyid Muḥammad Syaṭā. Iʻānah al-Ṭālibīn. Bairūt:

Dār al-Fikr, T.Th.

Al-Dzahabī, Syamsuddin Abu „Abd Allah Muhammad bin Ahmad. Siyar Aʻlām

al-Nubalā, Muḥaqqiq: Syuʻaīb al-Arnā‟ūṭ. Bairūt: Mu‟assasah al-Risalah,

1982.

Effendi, Djohan. Pembaruan Tanpa Membongkar Tradisi: Wacana Keagamaan

di Kalangan Generasi Muda NU Masa Kepemimpinan Gusdur. Jakarta:

PT. Kompas Media Nusantara, 2010.

Goldziher, Ignaz. Muslim Studies, Translater: S.M. Stern & C.R. Barber. London:

George Allen & Unwin, 1971.

Al-Habsyi, Muhammad Bagir. Fiqih Praktis: Menurut al-Qur’an, al-Sunnah, dan

Pendapat Para Ulama. Bandung: Mizan, 1999.

Page 177: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

159

Hadi, Amirul & H. Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung:

Pustaka Setia, 1998.

Al-Ḥanafī, Ibn Abī al-„Izz. Syarḥ al-‘Aqīqah al-Ṭaḥāwiyyah. Riyāḍ: Dār „Alam

al-Kutub, 1997 M./1418 H.

Al-Ḥanafī, Ṣadr al-Dīn Muḥammad bin „Alā‟u al-Dīn bin Muḥammad bin Abī al-

„Izz. Syarḥ al-‘Aqīdah al-Ṭaḥāwiyyah. Taḥqīq: Aḥmad Syākir. Riyāḍ: Dār

„Alam al-Kutub, 1997 M./1418 H.

Hasyim, Umar. Anak Saleh. Surabaya: PT.Bina Ilmu, 1995.

Hata, Nur. “Babad Darmayu: Catatan Perlawanan Masyarakat Indramayu

terhadap Kolonialisme pada Awal Abad ke-19” dalam Jurnal Manuskripta,

Vol. 2, No. 1, 2012.

Irham, “Pelaksanaan Fidyah Puasa oleh Ahli Waris untuk Keluarga yang

Meninggal Dunia Ditinjau Menurut Hukum Islam (Studi Di Kepenghuluan

Bagan Punak Pesisir Kecamatan Bangko Kabupaten Rokan Hilir),” Skripsi

S1 Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum UIN Sultan Syarif Kasim Riau,

2011.

Al-Jauziyyah, Ibn Qayyim. Al-Rūḥ. Bairūt: Dar al-Kitab al-„Ilmiyyah, 1975

M./1395 H.

Junaedi, M. Rofiq. “Hadis dalam Tradisi: Studi Analisis terhadap Peziarah

Makam KH. Abdurrahman Wahid.” Tesis S2 Program Pascasarjana UIN

Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012.

Al-Kandhalawi, Maulana Mauhammad Zakariya. Kitab Talim: Himpunan Kitab

Fadhilah Amal, Penerjemah: Maulana Ahmad Syaifudin, dkk. Bandung:

Pustaka Zaadul Ma‟aad, T.Th.

Koentjaraningrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia,

1977.

Al-Lahīmīd, Sulaimān Muḥammad. I’ānah al-Muslim fī Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim. Juz

1. Arab Saudi: al-Rufaḥa‟, T.Th.

M.Abd. Muin. dkk, Pesantren dan Pengembangan Ekonomi Umat. Jakarta:

CV.Prasasti, 2007.

Al-Manbajī, Imam Abī Muḥammad „Alī bin Zakariyā. Al-Lubāb fi al-Jam’i Baina

al-Sunnah wa al-Kitāb, Juz 1. Tahqīq: Muḥammad Faḍl „Abd al-„Azīz al-

Murād. Damaskus: Dār Qalam, 1994 M./1414 H.

Al-Maqdisī, Syaīkh Rāmī bin Muḥammad Jibraīn Salhab Abū al-Ḥasan. al-Qiyās

fī al-‘Ibādāt wa Taṭbīqātuhu fī al-Madzhab al-Syāfiʻī. Bairūt: Dār Ibn

Ḥazm, 2010 M./1431 H.

Page 178: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

160

Masyhuri, Abdul Aziz. Masalah Keagamaan: Hasil Muktamar dan Munas Ulama

Nahdlatul Ulama Kesatu (1926) s.d. Ketigapuluh (2000), Jilid I. Jakarta:

QultumMedia, 2004.

Metcalf, Barbara D. “Living Hadith in the Tablīghī Jama‟āt,” dalam The Journal

of Asian Studies, Vol. 52, No. 3, Agustus 1993.

Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya,

2004.

Muhaimin, A.G. The Islamic Traditions of Cirebon: Ibadat and Adat Among

Javanese Muslims. Jakarta: Religious Research and Development, and

Training, 2004.

Muhammadiyah, Hilmy dan Fatoni, Sulthan. NU: Identitas Islam Indonesia.

Jakarta: eLSAS, 2004.

Musa, Ali Masykur. Membumikan Islam Nusantara: Respons Islam terhadap Isu-

isu Aktual. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2004.

Musadad, Asep Nahrul. “Menyoal Fikih Islam dan Studi Hadis: Dari Relasi

Historis-Organik ke Segregasi Epistemologis”, dalam Epistemé, Vol. 10,

No. 1, Juni 2015.

Al-Naʻīm, „Abd Allah Aḥmad. Dekonstruksi Syariah, Penerjemah: Ahmad Suaedy dan Amirudin al-Rany. Yogyakarta: LKis, 2004.

Al-Nasā‟ī, Abū „Abd al-Raḥmān Aḥmad bin ibn Syuʻaīb. Sunan al-Nasā’ī bi

Syarḥ al-Suyūṭī wa ḥāsyiyah al-Sanadī. Juz 4. Bairūt: Dār al-Ma‟rifah,

1420 H.

Nashir, Ibnu Abi. Kamus Induk Ibadah Terlengkap dari A-Z. Yogyakarta: Citra

Risalah, 2012.

Al-Nawāwī, Abū Zakariyyā Yaḥyā bin Syarf. Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim, Juz 1. Bairūt:

Dār al-Fikr, T.Th.

Nawawi, Hadari. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada

Universy Press, 1991.

Nor, Mohd Roslan Mohd dan Hasani, Cecep Miftahul. “Sumbangan Syarif

Hidayatullah dalam Penyebaran Pendidikan Agama Islam di Jawa Barat”,

dalam Jurnal At-Ta’dib, Vol. 12, No. 1, Juni 2017.

Nuh, Nuhrison M. “Dinamika Perkembangan Keagamaan Komunitas Dayak

Hindu-Budha Bumi Segandu di Indramayu Jawa Barat” dalam Ahmad

Syafii Mufod (Ed.), Dinamika Perkembangan Sistem Kepercayaan Lokal

di Indonesia. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI,

2012.

Page 179: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

161

Nurlelasari, Dini. “Mencari Jejak Wiralodra di Indramayu”, dalam Buletin Al-

Turas: Mimbar Sejarah, Sastra, Budaya, dan Agama - Vol. XXIII No.1,

Januari 2017.

O‟dea, Thomas F. Sosiologi Agama. Jakarta: Rajadrafindo Persada, 1995.

Partanto, Pius A. dan Al Barry, M. Dahlan. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya:

Arkola, 1994.

Prastowo, Andi. Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan

Penelitian, Cet. I. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.

Al-Qādī, Abū „Abd al-Raḥmān Aḥmad bin „Alī ibn Syuʻaīb ibn „Alī ibn Sinān ibn

Bahr al-Khurasānī. Sunan al-Nasa’ī al-Kubrā, Muḥaqqiq: „Abd al-Ghaffār

Sulaymān al-Bandārī, Juz 2. Bairūt: Dār al-Kitab al-„Ilmiyyah, 1991

M/1411 H.

Al-Qāḍī, Abū „Abd al-Raḥmān Aḥmad bin „Alī ibn Syuʻaīb ibn „Alī ibn Sinān ibn

Bahr al-Khurasānī. Sunan al-Nasā’ī. Juz 8. Bairūt: Dār al-Kutub al-

„Ilmiyyah, 1411 H.

Al-Qurṭubī, Abū „Amr Yūsuf bin „Abd Allah bin Muḥammad bin „Abd al-Bar bin

„Āṣim al-Namirī. Al-Tamhīd limā fi al-Muwaṭṭa’ min al-Ma’ānī wa al-

Asānīd, Juz 9. Muḥaqqiq: Muṣtafā bin Aḥmad al-„Alawī dan Muḥammad

„Abd al-Kabīr al-Bakrī. T.Tp: Muassasah al-Qurṭubih, T.Th.

Al-Qurṭubī, Abū „Amr Yūsuf bin „Abd Allah bin Muḥammad bin „Abd al-Bar bin

„Āṣim al-Namirī. Al-Istidzkār al-Jāmi’ li Madzāhib Fuqahā al-Amṣār, Juz

3. Muḥaqqiq: Sālim Muḥammad „Aṭā. Bairūt: Dār al-Kitāb al-„Ilmiyyah,

2000.

Al-Qurṭubī, Abū „Abd Allah bin Muḥammad bin Aḥmad bin Abi Bakr bin Farh.

Tafsir al-Qurṭubī, Jilid 2. Penerjemah: Fathurrohman dan Ahmad Hotib.

Jakarta: Pustaka Azzam, 2007.

Al-Qurṭubīy, Abū „Abd Allah bin Muḥammad bin Aḥmad bin Abi Bakr bin Farh.

al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an. Damaskus: al-Majmu‟ al-Ilmi al-„Arabi,

1952.

Al-Qusyairī, Abū Ḥusain Muslim bin al-Ḥajjāj. Ṣaḥīḥ Muslim, Juz 2. Bairūt: Dar

al-Jail, T.Th.

Rahman, Fatchur. Ikhtisār Muṣṭalaḥ al-Ḥadīts. Bandung: PT. Al-Ma‟arif, 1974.

Rahman, Fazlur. Islamic Methodology in History. Delhi: Adam Publisher & Distributors, 1994.

Rahmat, Jalaludin. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya,

1999.

Page 180: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

162

Al-Razī, Imam Muḥammad. Mukhtar al-Ṣiḥah. Libanon: Maktabah Lubnan,

1989.

Rendra, Mempertimbangkan Tradisi. Jakarta: Gramedia, 1983.

Ricklefs, M. C. Mengislamkan Jawa: Sejarah Islamisasi di Jawa dan

Perkembangannya dari 1930 sampai sekarang, Penerjemah: FX Dono

Sunardi dan Satrio Wahono. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2013.

Rusyd, Ibn. Bidayah al-Mujtahid, Penerjemah: Beni Sarbeni, dkk. Jakarta:

Pustaka Azzam, 2006.

Sabiq, Sayid. Fiqih Sunnah, Juz I. Bairūt: Dār al-Fikr, 1983.

Ṣāliḥ, Ṣubḥi. Ulūm al-Ḥadīts wa Musṭalaḥuhu. Bairūt: Dār al-„Ilm li al-Malāyīn,

1988.

Al-Ṣanʻānī, Muḥammad bin Ismaʻīl al-Amīr al-Kaḥlānī. Subul al-Salām. T.Tp:

Maktabah Muṣtafā al-Bābī al-Ḥalabī, 1960 M./ 1379 H.

Al-Saqāf, Al-Sayyid „Alwī Ibn al-Sayyid Aḥmad. Tarsyīḥ al-Mustafīdīn. Bairūt:

Dār al-Fikr, T.Th.

Shihab, M.Quraish. Birrul Walidain: Wawasan al-Qur’an tentang Bakti Kepada

Ibu Bapak. Tangerang: Lentera Hati, 2014.

Al-Sibaʻī, Mustafa. Al-Sunnah wa Makānatuhā fī al-Tasyrī al-Islāmī, Bairūt: Dār

al-Warraq, 1998.

Al-Sijistānī, Abū Dawūd Sulaymān bin al-Asyʻats. Sunan Abī Dawūd. Bairūt: Dār

al-Kitāb al-„Arabī, T.Th.

Sistem Informasi (EMIS) Data Lembaga Pontren-Umum Ganjil TP 2016-2017,

PD Diniyah dan Pontren Kementerian Agama Kabupaten Indramayu.

Sofwan, Nurkholis. “Implementasi Hadis Hak dan Kewajiban Bertetangga di

Desa Tenajar Lor – Indramayu,” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

Spradley, James P. Metode Etnografi, Penerjemah: Misbah Zulfah Elizabeth.

Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1997.

Statistik Kependudukan, Pemeluk Agama, dan Tempat Peribadatan, Kementerian

Agama Kabupaten Indramayu Tahun 2016.

Suprayogo, Imam dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung:

Rosdakarya, 2003.

Suryadi dan Suryadilaga, Muhammad Alfatih. Metodologi Penelitian Hadis.

Yogyakarta: TH-Press dan Teras, 2009.

Page 181: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

163

Suryadi, “Dari Living Sunnah ke Living Hadis”, dalam Metodologi Penelitian

Living Qur’an dan Hadis. Yogyakarta: Teras, 2007.

Suryadilaga, M. Alfatih, dkk, Metodologi Penelitian Hadis. Yogyakarta: Pokja

Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2006.

Suryadilaga, M. Alfatih. Aplikasi Penelitian Hadis: Dari Teks ke Konteks.

Yogyakarta: Teras, 2009

Suryadilaga, M. Alfatih. Implementasi Pendekatan Integrasi-Interkoneksi dalam Kajian Living Hadis, dalam Islamic Studies; Paradigma Integrasi-interkoneksi (Sebuah Antologi). Yogyakarta: UIN Suka Press, 2007.

Sutopo. Pengantar Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret,

1988.

Al-Ṭaḥāwī, Abū Jaʻfar Aḥmad bin Muḥammad bin Salāmah bin „Abd al-Malik

bin Salamah al-Azdī al-Ḥujrī al-Miṣrī al-Maʻrūf bi. Musykil al-ātsār li al-

Ṭaḥāwī. Juz 5. T.Tp: T.P, T.Th.

Taimiyah, Ibn. Majmu’ al-Fatawa. Jilid 24. Beirut: al-Maktab al-Islami, 1978.

Al-Tāwidī, Ibn „Abd al-Muʻṭā Muḥammad bin „Umar bin „Alī Nawawī al-Jāwī al-

Bantanī. Nihāyah al-Zaīn: fī Irsyād al-Mubtadi’īn. T.Tp: Syarikah al-Nūr

Asiā, T.Th.

Thohari, Fuad “Mengungkap Istilah-istilah Khusus dalam Tiga Rumpun Kitab

Fikih Syāfi„iyyah,” dalam Jurnal Ahkam: Vol. XIII, No. 1, Januari 2013.

Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP. Muhammadiyah, Fatwa-fatwa Tarjih: Tanya

Jawab Agama III. T.Tp.: Suara Muhammadiyah, 2004.

Umam, Khaerul. “Akulturasi Islam dan Budaya Lokal pada Masyarakat Agraris

(Pengalaman Petani Klutuk di Kabupaten Indramayu),” dalam Jurnal

Universum Vol. 9, No. 2. Juli 2015.

Woodward, Mark R. Islam Jawa: Kesalehan Normatif Versus Kebatinan,

Penerjemah: Hairus Salim HS. Yogyakarta: IRCiSoD, 2017.

Yamani, Ahmad Zaki. Syariat Islam yang Kekal dan Persoalan Masa Kini.

Jakarta: Intermasa, 1977.

Yaqub, Ali Mustafa. “Fidyah Shalat untuk Orang Meninggal,” di akses dari

http://tebuireng.online/fidyah-shalat-untuk-orang-meninggal/ pada 9 Juni

2017.

Al-Zaylaʻī, „Abd Allāh bin Yūsuf Abū Muḥammad al-Ḥanafī. Naṣb al-Rāyah fī

Takhrīj Aḥādīts al-Hidāyah. Juz 4 dan 2. T.Tp: T.P, T.Th.

Al-Zuḥailī, Wahbah bin Muṣtafā. Tafsir al-Munīr. Juz 2. Bairūt: Dār al-Fikr, 1418

H.

Page 182: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

164

Al-Zuḥailī, Wahbah. Puasa dan Itikaf: Kajian Berbagai Mazhab, Penerjemah:

Agus Efendi dan Bahruddin Fannany. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005

Zuhdi, Masjfuk. Studi Islam, Jilid II. Jakarta: Rajawali, 1992.

Zurinal Z. dan Aminuddin, Fiqih Ibadah. Jakarta: Lemlit UIN Jakarta, 2008.

WAWANCARA

Abdul Aziz (Warga Desa Tenajar Lor, Kec. Kertasemaya), pada Senin, 1 Mei

2017. Pukul 23.00 WIB.

Akhid (Warga Desa Tenajar Lor Kec. Kertasemaya), pada Selasa, 31 Januari

2017.

H.Abbas Abdul Jalil (Tokoh Masyarakat Desa Segeran Kidul Kec. Juntinyuat),

pada Kamis, 27 April 2017, Pukul 19.00 WIB.

H.Zainuddin (Tokoh Masyarakat Desa Sliyeg Lor, Kec. Sliyeg), pada Rabu, 26

April 2017. Pukul 14.00 WIB.

H.Zakariya (Warga Desa Segeran Kidul, Kec. Juntinyuat), pada Jum‟at, 28 April

2017, Pukul 16.00 WIB.

H.Sayyidi (Warga Desa Sliyeg Lor Kec. Sliyeg), pada Rabu, 26 April 2017, Pukul

15.00 WIB

Kyai Badrudin (Ulama Desa Tenajar Lor, Kec. Kertasemaya), pada Senin, 30

Januari 2017, Pukul 15.00 WIB.

Mahya Hasan (Kepala Seksi PD Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian

Agama Kab. Indramayu), pada Kamis, 2 Maret 2017.

Rokhmat (Tokoh Masyarakat Desa Tenajar Lor, Kec. Kertasemaya), pada Kamis,

2 Februari 2017, Pukul 15.00 WIB.

Ust. Abdurrahman (Ulama Desa Sliyeg Lor Kec. Sliyeg), pada Rabu, 26 April

2017, Pukul 17.00 WIB

Ust. Shofwan (Ulama Desa Segeran Kidul, Kec. Juntinyuat), pada Kamis, 27

April 2017, Pukul 20.00 WIB.

Widodo (Warga Desa Sliyeg Lor, Kec. Sliyeg), pada Sabtu, 4 Maret 2017, pukul

16.00 WIB.

Yusroh (Warga Desa Segeran Kidul, Kec. Juntinyuat), pada Jum‟at, 28 April

2017. Pukul 14.00 WIB.

Page 183: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas
Page 184: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas
Page 185: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas
Page 186: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas
Page 187: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

HASIL WAWANCARA

A. Identitas Informan

Nama : Rokhmat (Tokoh Masyarakat)

Umur : 55 Tahun

Alamat : Desa Tenajar Lor Kec. Kertasemaya

Waktu Wawancara : Kamis, 2 Februari 2017

B. Pertanyaan

1. Kitab apa yang Anda jadikan pedoman dalam pelaksanaan fidyah shalat

dan puasa bagi orang yang telah meninggal?

JAWAB: Di kitab Nihayah al-Zain ada, atau I’anah al-Thalibin juga

ada, kalau tentang masalah ihtiyath (kehati-hatian) dalam fidyah shalat

itu ada di kitab Tarsikh al-Mustafidin. Jadi ajaran fidyah (shalat) itu

asalnya ada yang wajib karena wasiat, dan ada pula yang ihtiyath dari

kelurga mayit. Kitab Muzairomi juga ada, dibahas.

2. Bagaimana Anda memahami Geong di kitab tersebut?

JAWAB: Pada zaman-zaman awal tradisi Geong itu, pada zamannya Ki

Hasbullah, tradisi Geong itu hanya sekedar menjalankan ihtiyat (kehati-

hatian). Karena madzhab yang kita anut, khususnya orang Indonesia,

khusunya lagi orang Cirebon, Indramayu di sini tidak ada orang shalat

yang shalatnya dengan cara Imam Hanafi. Cara yang digunakan adalah

cara shalatnya Imam al-Syafi’i. Karena cara (shalat)nya Imam al-Syafi’i,

maka perkara Geong ini tidak diperintahkan, yang ada hanya fidyah

(puasa). Kalau dengan cara Imam al-Syafi’i, jika orang itu meninggal ya

meninggal saja, karena Imam al-Syafi’i berkata: man mata wa ‘alaihi

shalatu fardhin lam tuqdha wa lam tufid. Contohnya apabila ada

seseorang meninggal dunia memiliki tanggungan shalat, ya sudah, tidak

usah di qadha dan tidak usah difidyah. Tapi jika mengikuti cara Abu

Hanifah, karena saking pentingnya shalat itu ada dua faktor: Faktor

pertama, menunjukkan sikap wajib bayar fidyah apabila si mayyit saat

masih hidup mengeluarkan wasiat untuk fidyah. Faktor kedua, jika si

mayyit tidak mengeluarkan wasiat berarti ihtiyat (dari pihak

keluarga/wali).

3. Di mana Anda mempelajari kitab tersebut?

JAWAB: Ya di Pesantren.

4. Apakah masyarakat di lingkungan Anda yang telah belajar di pesantren

melakukan praktik fidyah shalat dan puasa? Apa alasannya?

JAWAB: Awalnya ini datang dari ta’lim-ta’lim para orang yang

mengerti tentang kitab. Kemudian mereka mengajarkannya kepada

masyarakat. Fidyah shalat ini datang dari hal-hal yang ihtiyat (kehati-

hatian).

Page 188: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

5. Kapan ajaran fidyah shalat dan puasa pertama kali masuk dan menyebar

di lingkungan Anda?, dan siapa tokoh yang menyebarkannya?

JAWAB: Dari dulu di sini sudah melaksanakan Geong, sebelum

Indonesia merdeka. Namun tahun pastinya tidak tahu. Bapak saya (Ki

Kamus) yang mengajarkan tradisi ini di sini. Orang-orang dulu belajar ke

sini. Bapak saya itu ngaji di sini, di Plered Cirebon, Madura. Teman-

teman ayah saya itu seperti Kyai Syatori (Arjawinangun), Kyai-Kyai

sepuh Babakan (Cirebon), ya bareng dengan Kyai Hasyim As’ariy, juga

Mbah Sofa (Kaliwungu), Ki Soleh (Demak), itu semua teman-teman

Bapak saya. Bapak saya memang jika di Babadan (Tenajar Lor) tidak

ikut organisasi apapun, tapi dia kumpulnya di luar. Karena di Indramayu

dulu antar kyai saling banyak-banyakan santri dan lain-lain.

6. Mengapa praktik fidyah shalat dan puasa menjadi sebuah tradisi di

lingkungan Anda?

JAWAB: Karena setiap manusia itu pasti memiliki kesalahan dalam hal

shalat, atau kadang ketinggalan shalatnya, atau kadang shalat semaunya

sendiri. Karena itu, kita di sini meskipun mayit tidak berwasiat untuk

fidyah tapi kita tetap menunjukkan kepedulian kita terhadap mayit,

menunjukkan birr al-walidain, jadi kita berusaha untuk mengihtiyathi

fidyah, dengan menggunakan takaran satu mud.

7. Menurut Anda, apakah hadis fidyah shalat dan puasa yang statusnya

mawquf (disandarkan kepada sahabat Nabi Saw) dapat dijadikan hujjah?

Apa alasannya?

JAWAB: Jadi imam Hanafi menggunakan hadis itu sebagai qiyas antara

fidyah shalat dan fidyah puasa. Jika fidyah puasa hanya satu waktu,

sedangkan fidyah shalat menurut Imam hanafi 6 waktu (shalat fardhu dan

witir). Sementara madzhab al-Syafi’i mewajibkan membayar fidyah yang

shalat 5 waktu (shalat fardhu) saja.

8. Bagaimana tatacara melakukan fidyah shalat dan puasa di lingkungan

Anda?

JAWAB: Jadi praktik Geong di sini banyak versinya. Namun rata-rata

praktik Geong di sini didaur (diputar/bolak balik) sebagai tanda serah

terima, ini versi Imam Hanafi. Karena tidak semua yang melakukan

Geong ini orang yang mampu (kaya). Sedangkan menurut Imam al-

Syafi’i, fidyah itu ya hanya sekali pakai (akad), tidak bisa diputar-putar.

Misalnya orang tidak shalat satu bulan, maka ia langsung dihitung satu

waktunya satu mud dikali lima waktu (satu hari) kemudian dikali 30 (satu

bulan). Kalau memang tidak kuat ya sudah, tidak usah diqadha dan tidak

usah difidyah.

9. Menurut Anda, apakah benar fidyah shalat/puasa harus dihitung seumur

hidup? Apa alasannya? Bukankah yang dibayarkan fidyahnya hanya

shalat/puasa yang ditinggalkan saja?

Page 189: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

JAWAB: Ini mengingat akan pentingnya shalat yang tidak bisa ditawar-

tawar, maka Tuhan akan menuntut modal (hidup) yang telah diberikan

kepada manusia. Misalnya kita diberi modal (hidup) 50 tahun, ya sudah

tinggal dihitung saja seharinya berapa waktu, maka sejumlah waktu itu

yang akan dituntut oleh Tuhan. Namun nanti dikurangi masa baligh, dan

khusus bagi perempuan dikurangi masa haid, nifas dan wiladah. Jadi

yang wajib dibayarkan fidyahnya hanya umur bersihnya saja ( umur yang

diwajibkan untuk shalat).

10. Berapa besaran fidyah shalat/puasa yang harus dibayar setiap harinya?

JAWAB: Jumlah takaran dalam tradisi Geong berbeda-beda. Karena

pengetahuan masyarakat kadang hanya satu sisi, yaitu hanya tahu dari

segi wasiatnya saja. Karena wasiat ini wajib, maka Imam Abu Hanifah

ini mengatur (tentang fidyah). Sementara dalam ihtiyath rata-rata orang

tidak tahu dasar hukumnya, tahunya yang wasiat saja. Jadi takarannya

berbeda-beda. Ada yang bilang satu mud, ada yang bilang nishfu sha’.

Masyarakat di sini biasanya kalau untuk fidyah ihtiyath menggunakan

mud sedangkan untuk wasiat menggunakan takaran sha’.

11. Fidyah dalam bentuk apa yang sering digunakan di lingkungan Anda?

Apakah dengan beras atau uang?

JAWAB: Jadi karena kita pakai caranya Abu Hanifah, maka boleh

dengan cara qimah (pembayaran fidyah dengan uang yang sesuai dengan

harga makanan pokok). Misalnya orang bayar fidyah 6 kwintal untuk 2

bulan, tapi dia merasa berat (secara beban benda) untuk di Geong, maka

menurut Abu Hanifah, pembayaran dengan qimah ini lebih diutamakan.

Karena lebih ringan. Karena itu, di sini kita pakai caranya Abu Hanifah.

Tapi ada pula yang masih pakai beras, biasanya mereka pakai caranya

Imam al-Syafi’i.

12. Kepada siapa Anda memberikan fidyah tersebut?

JAWAB: Ya fakir miskin. Namanya Geong ya sasarannya fakir miskin.

Tetapi karena kadang kita punya tetangga yang mampu (kaya), kalau

tidak diundang ya tidak enak, kalau diundang ya tidak wajib. Jadi kita

tetap undang meskipun mereka kaya, biasanya jaman sekarang meskipun

kaya juga tetep mau dengan fidyah ini. Tapi nanti pada pelaksanaannya

akan dijelaskan bahwa fidyah ini untuk fakir miskin. Karena itu, mereka

(tetangga yang kaya) tidak boleh ikut Ngabal (proses pemutaran uang

fidyah dari wali kepada orang yang menerima fidyah). Misalnya ada 25

orang, dan yang orang kaya ada 3, maka yang dihitung adalah 22 orang.

Meskipun begitu, orang kaya tersebut tetap dapat bagian meskipun dia

tidak ikut Ngabal. Karena Ngabal itu urusannya untuk pembayaran

fidyah orang yang telah mati, yang sasaran fidyahnya hanya orang

miskin.

Page 190: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

13. Bagaimana jika tetangga Anda yang miskin meninggal dan memiliki

hutang shalat dan puasa? Apakah ia tetap wajib membayar fidyah?

JAWAB: Islam itu bijaksana, yang mengerti pasti peduli. Karena itu,

Nabi Saw bersabda: khiyaru ummati ‘ulama’uha, wa khairu ‘ulama’uha,

ruhama’uha. Nabi bersabda begitu, sebaik-baik umat pilihanku adalah

ulamanya, sebaik-baik ulamanya ummat adalah ulama yang peduli

terhadap umatnya. Ketika ada orang yang terjatuh, maka ulamanya harus

bijaksana. Caranya yaitu jika orangnya memiliki tanggungan hutang

(shalat), maka ulama itu memberi hutang (uang/beras) dulu untuk

menggugurkan shalat si mayit. Ketika sudah dilaksanakan Geong,

uangnya kembali lagi ke wali (keluarga mayit), maka dia bilang saja

bahwa uang ini dapat hutang, maka dapat dikembalikan lagi hutangnya

kepada ulama tadi. Tapi jika orangnya mampu, trus menggunakan cara

seperti itu, maka dia tidak benar, dan tidak akan memperoleh suatu

kebajikan, jika dia tidak mau melepas hal yang disenangi. Bahkan

fidyahnya itu tidak akan bermanfaat.

14. Menurut Anda, bagaimana dengan hadis yang mengajarkan agar wali

(keluarga) mengqadha shalat kerabatnya yang telah meninggal?

Bukankah shalat merupakan ibadah mahdhah yang tidak dapat diganti

dengan apapun?

JAWAB: Betul, kalau imam al-Syafi’i itu jika sudah meninggalkan

shalat ya sudah, tidak perlu diqadha. Ini saking ketatnya Imam al-Syafi’i

(tentang kewajban shalat). Jika sudah kelewat waktu shalat ya sudah,

salah siapa melewatkan shalat?

15. Apakah ada masyarakat sekitar yang tidak sepakat dengan praktik fidyah

shalat dan puasa di lingkungan Anda?

JAWAB: Ada, itu Nyi Rukha, dia bilang tidak melaksanakan Geong,

karena hal itu tidak ada (ajarannya), meskipun terdengar ada di kitab-

kitab, tetapi dia tidak melaksanakannya.

16. Bagaimana perasaan Anda ketika telah melaksanakan Geong?

JAWAB: Ini merupakan perkara ibadah yang harus dilakukan oleh

seorang hamba. Kita punya kewajiban shalat, zakat, puasa, bahkan haji,

itu dalam rangka melaksanakan kewajiban sebagai sikap ta’abbud. Jadi

ini tidak ada kaitannya dengan kepuasan batin, karena kepuasan batin itu

urusan duniawi. Namun ini merupakan perwujudan bakti kepada Tuhan.

Wa maa khalqtul jinna wal insa Illa liya’budun.

17. Menurut Anda, apa manfaat fidyah shalat dan puasa bagi lingkungan

Anda?

JAWAB: Manfaat dan hikmah Geong ya luar biasa. Tidak bisa diukur

dengan duniawi. Karena jika Allah menerima, maka manfaatnya dapat

menggugurkan kewajiban shalatnya orang yang telah meninggal. Jika

kewajiban shalatnya gugur, maka akan mendapatkan ampunan, jika

Page 191: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

sudah dapat ampunan, akan mendapatkan surga, dan surga tidak dapat

diukur dengan duniawi. Artinya, tidak bisa diungkapkan dengan kata-

kata. Begitu juga bagi orang yang ikut melaksanakan Geong, pahalanya

juga sama dengan pahala Geong. Jadi tidak sekedar dapat bagian fidyah

saja.

18. Apakah tradisi fidyah shalat dan puasa (geong) harus tetap dilestarikan di

lingkungan Anda? Apa alasannya?

JAWAB: Sangat perlu dilestarikan, karena ini mengingat pentingnya

shalat maka perlu ada Geong. Geong merupakan kepedulian ahli waris

kepada si mayit. Misalnya, orang-orang di Babadan (Nama wilayah Desa

Tenajar Lor) waktu puasa ya puasa semua, waktu shalat ya shalat semua,

tapi ketika di Jakarta, ada aja yang sering tidak puasa atau tidak shalat.

Karena itu, meskipun tidak ada wasiat, pihak keluarga memiliki

kepedulian kepada si mayit, khawatir terjadi hal-hal yang seperti itu. Tapi

meskipun tradisi Geong sangat perlu dilestarikan, orang tidak boleh

seenaknya menyepelehkan shalat. Kalau orang menyepelehkan shalat, ini

yang salah kaprah. Mentang-mentang ada Geong, shalat malah diabaikan.

Orang yang seperti itu, nanti diakhirat tidak akan selamat, karena iman

Islamnya tidak terbawa. Kalau iman Islamnya tidak terbawa, maka

Geongnya pun tidak akan bermanfaat.

Page 192: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

HASIL WAWANCARA

A. Identitas Informan

Nama : Yusroh (Warga)

Umur : 55 Tahun

Alamat : Desa Segeran Kidul Kec. Juntinyuat

Waktu Wawancara : Jum’at, 28 April 2017. Pukul 14.00 WIB.

B. Pertanyaan

1. Apakah Anda pernah melakukan Tradisi Fidyah untuk keluarga yang

telah meninggal?

JAWAB: Ya, Pernah.

2. Apa landasan Anda melakukan tradisi keagamaan tersebut?

JAWAB: Ya saya mah ikut Uwa Wang (Ust.Shofwan, ulama setempat)

aja, yang lebih ngerti Wa Wang.

3. Bagaimana tatacara melakukan fidyah shalat dan puasa di lingkungan

Anda?

JAWAB: Kalau saya mah hanya ngikutin Wa Wang aja. Saya siapin

beras dan uang, terus saya panggil Wa Wang untuk melaksanakan tradisi

fidyah dan tarahum. Terus Wa Wang yang membagi-bagi beras dan uang

yang saya siapkan tadi. Saya kan tidak bisa, jadi harus dengan petunjuk

Kyai aja. Karena saya pengen bisa melaksanakan fidyah, pengen niat

melaksanakan fidyah, jadi harus bertanya kepada Kyai.

4. Kapan Anda melaksanakan tradisi fidyah?

JAWAB: Ya umumnya sih, ada yang tiga hari, ada yang tujuh hari. Tapi

pas Bapak meninggal, saya langsung nyiapin beras untuk dibagikan

kepada tetangga yang membutuhkan.

5. Apakah Anda yakin tradisi tersebut akan sampai kepada yang meniggal?

JAWAB: Ya saya mah hanya niat, ya kalau masalah sampai atau tidak

mah saya tidak tahu. Yang penting sudah niat. Tapi ya mudah-mudahan

sih diterima.

6. Apakah Anda merasa keberatan untuk melaksanakan tradisi fidyah?

JAWAB: Ya tidak berat tidak apa, kan saya sudah niat. Kalau sudah niat

mah tidak inget beras tidak inget apa, lillahi ta’ala aja. Bahkan dari pada

kurang, ya saya lebihkan aja bayar fidyahnya.

7. Apa yang Anda rasakan setelah melaksanakan tradisi fidyah?

JAWAB: Ya tidak merasa apa-apa, lega aja sudah tidak kepikiran apa-

apa, karena sudah beres.

8. Selain membayar fidyah, apakah Anda juga melaksanakan shalat Qadha

untuk anggota keluarga yang meninggal?

Page 193: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

JAWAB: Iya, kata Wa Wang sih, setiap shalatnya dilebihkan aja, jadi

dua kali shalat. Shalat yang satunya diniatkan untuk meng-qadha

shalatnya Bapak, khawatir kalau ada yang kurang.

9. Berapa lama anggota keluarga yang meninggal tersebut meninggalkan

shalat atau puasa?

JAWAB: Sebenernya sih, pas sebelum meninggalnya itu tidak shalat

selama setengah bulan, tapi saya niatkan agar dilebihkan, sebulan atau

berapa, khawatir sebelum-sebelumnya ada shalat yang ditinggal. Ya

meskipun Wa Wang bilang kalau sudah pikun mah tidak wajib shalat,

tapi tetep saya niatkan agar dibayar fidyahnya.

10. Apa harapan ibu setelah membayar fidyah?

JAWAB: Ya harapannya sih, mudah-mudahan keluarga saya banyak

rejeki, bisa mengurus anak yatim.

Page 194: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

HASIL WAWANCARA

A. Identitas Informan

Nama : H.Zakariya (Warga)

Umur : 56 Tahun

Alamat : Desa Segeran Kidul Kec. Juntinyuat

Waktu Wawancara : Jum’at, 28 April 2017. Pukul 16.00 WIB.

B. Pertanyaan

1. Bagaimana pendapat Anda tentang tradisi fidyah?

JAWAB: Kalau menurut saya sih, fidyah itu landasannya jelas qath’i

yaitu dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 184, dan juga ditunjang

dengan keterangan dari beberapa hadis. Tapi itu hanya fidyah puasa,

kalaupun ada pendapat yang bilang fidyah shalat diqiyaskan dengan

fidyah puasa ya silahkan aja, tapi kalau menurut saya sih prinsipnya

selagi akal masih ada, shalat tetep harus dilaksanakan dalam kondisi

apapun.

2. Apakah ada warga Muhammadiyah di lingkungan Anda yang ikut

melaksanakan tradisi fidyah shalat?

JAWAB: Sepertinya sih tidak ada. Tapi kalau masalah fidyah puasa,

bagi mereka yang tidak melaksanakan puasa karena sakit yang tidak ada

kesembuhan, dianjurkan begitu (membayar fidyah), atau memang dalam

keadaan tua renta, karena kondisi yang tidak memungkinkan.

3. Bagaimana jika ada tetangga di lingkungan Anda yang melaksanakan

tradisi fidyah shalat?

JAWAB: Ya kalau saya sih saling menghormati aja. Tradisi fidyah

shalat di sini memang ada, silahkan saja dilakukan untuk menjaga

ukhuwwah islamiyyah. Tapi kalau masalah khilafiyah ya sebagai rahmat.

Karena khilafiyah saya artika sebagai kasih sayang Allah. Saling

melengkapi, saling menunjang. Begitu prinsipnya. Tidak ada istilahnya

yang saling kritik mengkritik di lingkungan sini.

4. Menurut Anda, apakah tradisi fidyah shalat itu bermanfaat?

JAWAB: ya kalau menurut saya sih tidak manfaat, artinya sia-sia gitu.

Karena tradisi fidyah shalat itu tidak ada sumber rujukannya dalam

agama, baik dari al-Qur’an maupun hadis. Karena tidak ada rujukannya,

maka amalnya tersebut akan tertolak. Itu pendapat saya. Kalau ada

pendapat yang menyatakan bermanfaat bagi mayyit ya silahkan-silahkan

saja.

5. Bagaimana tradisi fidyah di lingkungan Muhammadiyah?

JAWAB: Ya kalau di lingkungan saya sih adanya fidyah puasa. Kalau

ada ibu menyusui, atau sedang hamil, atau orang yang sakit menahun,

Page 195: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

hingga tidak ada harapan untuk sembuh, maka diperbolehkan untuk

membayar fidyah.

6. Menurut Anda, bagaimana jika ada seseorang yang sakit, tidak bisa

melaksanakan shalat, kemudian meninggal?

JAWAB: Kalau dari beberapa kajian sih, jika orang meninggal yang

meninggalkan shalat itu di gantikan shalatnya (di-qadha) oleh

keluarganya atau kerabatnya yang dekat. Ada juga sebagian yang

memakai fidyah shalat. Tapi menurut saya, tetap kita harus bimbing

ketika dia sedang sakitnya itu, apapun bentuknya kita tetap disuruh untuk

melaksanakan shalat. Adapun shalatnya ya sesuai kemampuan, apakah

berbaring, duduk atau apa. Yang penting kalau akal masih normal, yang

tetap harus dibimbing untuk shalat. Kalau orang yang tidak shalatnya

berpuluh-puluh tahun, itu bagaimana keluarganya akan membayar

fidyah? pasti akan memberatkan. Sedangkan dalam Islam, tidak ada

ibadah yang memberatkan. Allah tidak menghendaki kesulitan bagi

hambanya, namun Allah mengendaki kemudahan. Tapi kalau ada

pendapat orang lain yang berbeda ya saya hargai, silahkan saja.

7. Bagaimana tatacara fidyah puasa di lingkungan Anda?

JAWAB: ya kalau di sini fidyahnya langsung dibagikan kepada fakir

miskin, dan ukurannya pun bukan satu kati (mud), tapi ya memberikan

makanan selama satu hari itu. Bahkan tidak hanya sekedar kebutuhan

makannya, tetapi semua kebutuhan untuk satu hari tersebut. Boleh dalam

bentuk uang, atau makanan, berupa nasi yang lengkap dengan lauk pauk.

8. Apa saja manfaat dari pelaksanaan tradisi fidyah?

JAWAB: Sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an, fidyah itu ya untuk

orang miskin. Dalam hadis dijelaskan bahwa ada seorang sahabat

melakukan jima’ dengan istri pada siang hari di bulan ramadhan,

kemudian dia mengadu kepada Rasul, dan beliau memerintahkan untuk

memerdekakan budak, atau berpuasa selama dua bulan berturut turut,

atau dengan memberikan makanan kepada enam puluh orang miskin, tapi

semua itu tidak sanggup dilakukan oleh sahabat, akhirnya Rasul

mengambil sekeranjang kurma untuk dibagikan kepada fakir miskin,

namun pada saat itu tidak ada fakir miskin selain sahabt itu, maka

sekeranjang kurma itu untuk sahabat itu sendiri. Jadi pada dasarnya

fidyah itu untuk membantu orang miskin. Itulah Islam, sesuai dengan

kondisi, dan tidak mempersulit.

9. Bagaimana hubungan warga Muhammadiyah dan Nahdliyyin dalam

pengajian agama di lingkungan Anda?

JAWAB: Ya kalau dalam pengajian rutin sih umum, tidak ada yang

fanatik di sini, bareng-bareng.

10. Apa saja kajian yang dibahas dalam pengajian tersebut?

Page 196: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

JAWAB: Tafsir al-Qur’an, kemudian kajian-kajiam keislaman sehari-

hari. Baik dari kitab kuning, atau yang lainnya. Kalau tingkat anak-anak

sih ya dimulai dari bacaan-bacaan kitabnya, kemudian baru ke hadis-

hadisnya, seperti bulughul maram, subulus salam, shahih Bukhari,

Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan Tirmidzi, dan lain-lain. Kajian-

kajian dalam kitab hadis ini untuk mengetahui hukum-hukum, supaya

diperbandingkan.

11. Apa harapan Anda dari pengajian tersebut?

JAWAB: Ya kalau kita pelajari tujuh ahli hadis, supaya wawasan kita

luas, banyak pendapat.

12. Kapan saja pengajian tersebut dilaksanakan?

JAWAB: ya seperti biasa, tapi kalau yang penuh sih pas bulan puasa.

Page 197: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

HASIL WAWANCARA

A. Identitas Informan

Nama : H.Abbas Abdul Jalil (Tokoh Masyarakat)

Umur : 60 Tahun

Alamat : Desa Segeran Kidul Kec. Juntinyuat

Waktu Wawancara : Kamis, 27 April 2017, Pukul 19.00 WIB.

B. Pertanyaan

1. Bagaimana pendapat Anda tentang tradisi fidyah di lingkungan Anda?

JAWAB: Di lingkungan masyarakat segeran sih, kalau ada seseorang

yang sedang najah (Sakaratul Maut) atau tidak bisa melakukan apa-apa,

ia mulai dihitung waktu shalat yang ia tinggalkan, berapa waktu, berapa

hari, untuk nanti dibayar fidyah. Pembayaran fidyahnya itu bersamaan

dengan pembagian nasi berkat tahlilan. Tapi kekurangannya, pihak

keluarga yang melaksanakan pembayaran fidyah tersebut tidak

menyampaikan bahwa beras tersebut ialah beras fidyah. Mereka tidak

menyampaikan hal tersebut karena masyarakat sini sudah mafhum

(paham). Berarti kalau berkat ada bungkusan berasnya, berarti itu beras

fidyah.

2. Kapan pelaksanaan tradisi tahlilan dan fidyah tersebut?

JAWAB: Kalau di sini ada yang tiga hari, ada yang tujuh hari, ada yang

empat puluh hari, atau yang ketiga-tiganya juga ada, karena saking

banyaknya shalat yang ditinggalkan. Kadang najah-nya itu tidak selesai

selama satu minggu, di sini maha banyak yang najahnya tidak selesai-

selesai, sampai kasihan. Sehingga saya sering saya berdo’a kepada Allah,

kalau hendak disembuhkan ya sembuhkanlah, kalau sudah waktunya

(meninggal) ya segeralah, saya do’anya itu. Oleh karena itu, masyarakat

segeran kidul banyak yang melaksanakan tradisi fidyah. Sebagian kecil

masyarakat tidak melaksanakan tradisi tersebut, karena menurut mereka

shalat itu tidak ada fidyahnya dan tidak ada qadha. Yang ada qadha itu

hanya puasa. Kalau shalat sudah ketinggalan ya sudah. Masyarakat yang

melaksanakan fidyah itu mereka yang menganggap bahwa shalat ada

qadha.

3. Apakah ada masyarakat yang meng-qadha shalat untuk orang yang

meninggal dunia?

JAWAB: Ada, itu biasanya mereka yang tidak ada uang tidak ada beras.

Jadi sekeluarga dibagi, anak-anaknya, ada yang melaksakan shalat

maghrib dua kali, tiga kali, shalat isya dua kali, yang satunya itu untuk

menggantikan shalat bapaknya yang meninggal.

4. Sejak kapan tradisi qadha dan fidyah muncul di lingkungan Anda?

Page 198: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

JAWAB: Itu sudah ada sejak nenek moyang kita, meskipun secara

edukatif standarnya masih belum jelas, tapi tetap kita biarkan. Jadi tradisi

fidyah di lingkungan sini hanya mengikuti tradisi orang terdahulu aja.

Khususnya bagi masyarakat yang memiliki anggapan bahwa shalat itu

ada qadha-nya. Sebagian masyarakat yang meyakini adanya fidyah dan

qadha itu biasanya dari ustadz-ustadz atau kyai yang memegang pendapat

dari ijma’ dan qiyas. Kajian-kajian kitab kuning itu ya sudah ada sejak

zamannya Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Saya aja

sudah 60 puluh tahun, berarti ya sudah lama sekali. Karena di daerah sini

Islamnya dari Syekh Syarif Hidayatullah. Penyebarannya dari pesantren-

pesantren salaf melalui kitab-kitab kuning.

5. Siapa yang memulai adanya tradisi fidyah dan qadha shalat?

JAWAB: Ya para kyai itu yang tahu tentang hukum ijma’ dan qiyas. Di

sini, kalau seseorang ketinggalan shalat shubuh, ya tetep dilaksnakan

shalat subuh, meskipun shalatnya jam tujuh pagi. Di sini disebutnya

sebagai qadha. Kalau kyai yang tidak memakai ijma’dan qiyas, ya

mereka tidak melaksanakan tradisi itu.

6. Apakah ada kajian-kajian fiqh terkait fidyah dan qadha shalat atau puasa

kepada masyarakat?

JAWAB: Oo.. Ya ada, kajiannya itu dari kitab fathul qarib, ada yang dari

kitab bulughul maram, dan lain sebagainya. Kajian-kajian itu

disampaikan kepada masyarakat yang ikut majelis ta’lim. Maka ustadz

dan kyai yang melaksnakan tradisi itu, dicarikan dasarnya, dijelaskan.

Ada sebagian yang menganggap bahwa dasarnya itu lemah, tapi ada yang

bilang dasarnya kuat.

7. Bagaimana pandangan Anda tentang kajian-kajian tersebut?

JAWAB: Kalau saya sih bukan ahli kitab kuning. Tapi saya meyakini

bahwa dasar Islam itu selain ada al-Qur’an dan hadis, juga meyakini

adanya ijma’ dan qiyas. Kajian-kajian fidyah itu kalau dalam undang-

undang seperti pasal karet. Artinya pasal tersebut masih terus

dimusyawarahkan.

8. Apa motivasi masyarakat melaksanakan tradisi fidyah?

JAWAB: Motivasinya itu karena ihtiyat (kehati-hatian). Supaya ibadah

shalatnya itu bisa diterima.

9. Apakah ada perdebatan internal antar Kyai di lingkungan Anda?

JAWAB: Ya banyak. Ada yang meyakini ijma’ dan qiyas, dan ada pula

yang tidak meyakininya. Mereka hanya meyakini sumber hukumnya itu

dari al-Qur’an dan hadis aja. Adapun pendapat ulama mereka anggap itu

tidak sah.

10. Siapa saja yang meyakini adanya fidyah shalat dan puasa?

JAWAB: Biasanya mereka yang termasuk ke dalam jamaah Nahdlatul

Ulama, Syahadatain.

Page 199: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

11. Bagaimana dengan jamaah Muhammadiyah?

JAWAB: Kalau jamaah Muhammadiyah ya mereka tidak mengakui

adanya fidyah shalat. Karena mereka tidak menggunakan ijma’ dan

qiyas.

12. Bagaimana respons masyarakat kalau ada yang tidak melaksanakan

tradisi fidyah? Apakah ada yang mencibir?

JAWAB: ya tidak ada, yang melaksanakan tradisi fidyah juga tidak ada

yang mencibirnya. Mereka melaksanakan keyakinannya masing-masing,

bagi yang tidak melaksanakan fidyah ya melaksanakan, bagi yang tidak

ya tidak melaksanakan.

13. Apakah jamaah Muhammadiyah juga ikut melaksanakan tardisi tahlilan?

JAWAB: Iya, kalau jamaahnya sih pada ikut tahlilan, tapi kalau

pimpinannya sih tidak. Kalau jamaah masyarakat itu menyesuaikan aja.

Kalau ada tetangganya diundang tahlilan ya ikut tahlilan. Mereka tetap

menghormati undangan. Mereka datang bukan karena tahlilnya,

melainkan karena undangannya. Jadi tidak ada yang bertengkar di sini,

kecuali pada masa Belanda, yang membedakan antar pendidikan agama

dengan pendidikan umum.

14. Apakah ada warga Muhammadiyah yang ikut-ikutan melaksanakan

tradisi fiyah?

JAWAB: Ya ada aja, meskipun tidak ada intruksi dari pimpinannya.

Mereka saling menghormati.

15. Apa manfaat dari tradisi fidyah itu sendiri?

JAWAB: Bagi yang melaksanakan ya merasa puas, berarti bapak saya

ini hutang shalatnya sudah terbayar. Bagi masyarakat yang menerima

fidyah, ya mereka terbantu. Karena masyarakat sini kan di bawah

standar. Apalagi kalau berasnya satu kilo. Jadi ada manfaat sosialnya.

Urusan diterima atau tidak amalan fidyahnya ya tidak tahu. Tapi usaha

kita itu dalam rangka memuliakan orang tua, sehingga kita melaksanakan

tradisi fidyah shalat dan puasa. Tapi bagi mereka yang tidak ada uang

atau beras, mereka mengganti shalat dan puasa bapaknya yang

meninggal. Kalau puasa ramadhan yang seharusnya sebulan, mereka

puasanya dua bulan. Untuk menggan puasa yang satu bulannya. Oleh

karena itu, bagi kita yang memakai kitab kuning, ya pasti melaksanakan

tradisi fidyah.

16. Tradisi keagamaan apa saja yang ada di lingkungan Anda?

JAWAB: Ya banyak sekali, hari-hari besar Islam juga pada ikut

melaksanakan, seperti muludan, muharram, tahlilan, attaqa, yasinan.

17. Apakah anda meyakini tradisi-tradisi itu akan diterima?

JAWAB: Ya kalau masyarakat sini melaksanakan tradisi keagamaan itu

niatnya pengen diterima, walaupun kita sudah shalat sendiri aja belum

Page 200: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

tentu diterima, tapi kita ingin membantu orang tua, meringankan orang

tua, maka kita bersedekah, membayar fidyah.

Page 201: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

HASIL WAWANCARA

A. Identitas Informan

Nama : H.Sayyidi (Warga)

Umur : 44 Tahun

Alamat : Desa Sliyeg Lor Kec. Sliyeg

Waktu Wawancara : Rabu, 26 April 2017, Pukul 15.00 WIB

B. Pertanyaan

1. Bagaimana pendapat Anda tentang tradisi fidyah di lingkungan Anda?

JAWAB: Ya karena masyarakat awam, jadi ya apa kata Kyai aja. Karena

faktanya tradisi fidyah itu memang ada. Masyarakat mengetahui tradisi

fidyah ya dari Kyai.

2. Bagaimana praktik fidyah di lingkungan anda?

JAWAB: Ya langsung dibagikan saja, setelah tahlilan hari ketujuh.

Bersamaan dengan pembagian nasi brekat.

3. Sejak kapan tradisi fidyah dilaksanakan?

JAWAB: Ya sejak dulu sekali, turun temurun. Saya mah apa kata kyai

aja. Karena saya tidak tahu hukum aslinya. Tapi karena pada umumnya

masyarakat melaksanakan tradisi fidyah pada hari ketujuh pas tahlilan.

Ya sudah, saya ikut umum aja.

4. Siapa saja yang melaksanakan tradisi fidyah?

JAWAB: Semua masyarakat. Baik dari kalangan santri maupun

masyarakat awam.

5. Praktik keagamaan apa saja yang ada di lingkungan Anda?

JAWAB: Ya pengajian, jamiyyahan, baca al-Qur’an, tahlilan, yasinan.

Tapi kalau bahas kajian-kajian ilmu agama itu tidak ada. Kyainya sudah

pada meninggal.

6. Apa motivasi Anda melaksanakan tradisi fidyah?

JAWAB: Kalau di sini ya rata-rata karena ihtiyath. Kalau motivasi

karena aturan agama atau yang lainya sih saya kurang paham. Ya

khawatir kalau shalatnya clang cling (kadang shalat kadang tidak) waktu

dulunya yang tidak diketahui. Ada yang di qadha, dan ada juga yang di

fidyah. Dari pada berasnya kebuang, ya mending diniati aja untuk fidyah.

Begitu kata kyainya. Satu waktu satu kati (mud). Namanya juga orang

awam.

7. Apakah ada masyarakat miskin yang hanya meng-qadha shalat orang

yang meninggal karena tidak ada beras untuk fidyah?

JAWAB: Ya mungkin ada aja, saya tidak terlalu paham. Sebenernya kan

qadha shalat itu tidak ada, tapi ya kalau masyarakat mungkin aja ada

yang begitu.

8. Apakah fidyah di sini hanya memakai beras?

Page 202: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

JAWAB: Iya, di sini fidyahnya pakai beras terus.

9. Menurut Anda, apakah orang miskin diwajibkan membayar fidyah?

JAWAB: Ya secara hukum mah ya wajib. Misalnya orang yang tidak

shalat atau puasa, ya wajib membayar fidyah. Karena shalat dan puasa

kan ibadah wajib, jadi fidyahnya juga wajib. Tapi ya saya tidak tahu

kalau mereka bayar fidyah atau tidak.

10. Menurut Anda apakah tradisi fidyah itu akan diterima amalnya?

JAWAB: Menurut saya, tradisi fidyah di Sliyeg sih tidak tahu diterima

atau tidaknya.

Page 203: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

HASIL WAWANCARA

A. Identitas Informan

Nama : Widodo (Warga)

Umur : 38 Tahun

Alamat : Desa Sliyeg Lor Kec. Sliyeg

Waktu Wawancara : Sabtu, 4 Maret 2017, pukul 16.00 WIB.

B. Pertanyaan

1. Bagaimana pendapat Anda tentang Tradisi fidyah?

JAWAB: Kalau menurut saya sih fidyah shalat itu tidak ada, kecuali

fidyah puasa. Tapi kalau orang tua sudah meyakini fidyah shalat ya

gimana lagi. Ya masuknya tradisi warisan.

2. Mengapa Anda melakukan tradisi fidyah tersebut?

JAWAB: Ya sebenarnya fidyah shalat kan memang tidak ada secara

hukum, tapi ya tadi, berbenturan dengan adat atau tradisi orang tua di

sini. Jadi saya hanya ngikutin tradisi tersebut karena alasan sosial, tidak

enak dengan tetangga pada umumnya. Saya ngebungkusin seratus liter

beras aja. Tapi ya, saya niatkan sebagai sedekah aja. Karena shalat kan

memang tidak ada penggantinya. Kalau sudah meninggal ya sudah, putus

amalnya. Tapi ada sih teman yang menyarankan agar dihitung waktu

shalat yang ditinggalkan berapa bulan atau berapa tahun, tapi ya menurut

saya itu tidak perlu, karena shalat tidak bisa diganti dengan apapun.

3. Dalam hal fidyah shalat dan puasa bagi orang yang telah meninggal,

kitab apa yang Anda jadikan pedoman?

JAWAB: Kalau fidyah puasa kan memang sudah jelas dalam al-Qur’an,

tapi kalau fidyah shalat sih saya tidak ada, tapi ya mungkin banyak

versinya. Kalau dari hadisnya saya yakin tidak ada. Tapi ya mungkin

saya baca litarturnya kurang.

4. Apakah Anda pernah diundang untuk melaksanakan tradisi tahlilan dan

fidyah?

JAWAB: Ya pernah, kalau di undang ya hadir, karena alasan sosial tadi.

Pas seratus hari di tetangga depan itu. Ya sebenernya sih adat tiga hari

tujuh hari kan ajarannya orang hindu. Tapi saya juga hadir itu pas kalau

lagi senggang aja, kalu saya bisa hadir ya hadir, kalau tidak bisa ya tidak

hadir. Lihat kondisi aja sih.

5. Siapa yang mengajarkan Anda tentang fidyah shalat dan puasa?

JAWAB: Ya orang tua, karena orang tua nyuruh begitu ya kita lakukan.

Meskipun berbenturan dengan pemahaman saya.

6. Kapan ajaran fidyah shalat dan puasa pertama kali masuk dan menyebar

di lingkungan Anda?, dan siapa tokoh yang menyebarkannya?

Page 204: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

JAWAB: Kalau itu saya kurang paham, tapi itu kan memang adat. Di

Desa ini memang adat lebih dipentingkan daripada agama, ya khususnya

di daerah sini. Sebenernya sih adat fidyah ini sudah turun temurun. Kalau

orang tua suruh ini, ya kita harus ini.

7. Bagaimana tatacara melakukan fidyah shalat dan puasa di lingkungan

Anda?

JAWAB: Ya dibungkusin aja berasnya sebanyak seratus liter, trus

dibagikan pas acara tahlilan.

8. Kapan biasanya pelaksanaan fidyah shalat dan puasa di lingkungan

Anda?

JAWAB: Biasanya sih tiga hari setelah orang meninggal. Tapi kalau

tidak hari ketiga ya hari ketujuh. Berbarengan dengan tahlilan, tapi saya

nyebutnya bukan tahlilan tapi do’a bersama. Ya ikut adat sini.

9. Bagaimana perasaan anda saat melakukan tradisi fidyah tersebut?

JAWAB: Ya sebenernya sih beban, karena saya tidak meyakini hal itu.

Tapi ya saya niatkan untuk sedekah aja, dengan alasan sosial tadi.

10. Berapa besaran fidyah shalat/puasa yang harus dibayar setiap harinya?

JAWAB: Ya sekemampuannya aja, kadang ada yang pakai mie aja 2

bungkus. Tapi umumnya pakai beras.

11. Fidyah dalam bentuk apa yang sering digunakan di lingkungan Anda?

Apakah dengan beras atau uang?

JAWAB: Kalau saya sih untuk fidyah puasa pakai uang, yang penting

nilainya tidak mengurangi besaran fidyah.

12. Menurut Anda, apakah jamaah Muhammadiyah masih berhubungan baik

dengan warga Nahdliyyin di lingkungan Anda?

JAWAB: Ya dulu sih Muhammadiyah dianggap sebagai agama baru di

wilayah sini, tapi sekarang sudah tidak seekstrim itu. Mungkin orang-

orang kolot aja yang masih fanatik begitu.

13. Bagaimana jika ada masyarakat yang tidak melaksanakan tradisi fidyah?

JAWAB: Ya sebenernya sih ada aja, tapi ya tadi, benturannya sama

tradisi turunan. Kalau tidak melaksanakan ya bisa jadi dikucilkan. Ya

seperti itu hukum sosialnya, karena sudah menjadi tradisi umum. Tapi

bagi orang yang moderat sih tidak sampai begitu.

14. Bagaimana pendapat anda tentang tradisi fidyah ke depan?

JAWAB: Ya bisa aja dihilangkan tradisi ini, tapi sedikit-sedikit. Karena

tradisi ini sudah menjadi tradisi turunan. Kalau bagi orang yang

meninggalnya banyak harta ya mungkin aja bisa dilaksanakan, tapi kalau

orangnya tidak punya harta ya kadang sampai utang-utang. Jadi kan

kasihan. Padahal kan secara agama tidak ada aturannya. Jadi mestinya

dihilangkan. Apalagi tradisi ini setiap kali shalat jenazah, pihak keluarga

yang menyiapkan uang untuk transport untuk jamaah yang ikut

menyalatkan jenazah. Soalnya di sini ada kelompok yang bertugas

Page 205: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

menyalatkan jenazah. Biasanya kalau orang yang meninggal orang kaya,

isi ampolpnya berisi 30 ribu, kadang 50 ribu, kalau orangnya kurang

mampu ya kadang 10 ribu. Saya sih ikut menyalatkan, tapi saya menolak

pemberian amplop itu. Meski begitu, kadang ada juga yang sinis dan

bilang belagu banget, tidak menerima amplop. Kan saya juga jadi tidak

enak. Ya seperti itulah adat di sini.

Page 206: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

DOKUMENTASI WAWANCARA

Nama : Abdul Aziz (Warga)

Umur : 36 Tahun

Alamat : Desa Tenajar Lor

Kec. Kertasemaya

Nama : Akhid (Warga)

Umur : 43 Tahun

Alamat : Desa Tenajar Lor

Kec. Kertasemaya

Nama : Rokhmat (Tokoh

Masyarakat)

Umur : 55 Tahun

Alamat : Desa Tenajar Lor

Kec. Kertasemaya

Nama : Kyai Badrudin

(Ulama Desa)

Umur : 54 Tahun

Alamat : Desa Tenajar Lor

Kec. Kertasemaya

Page 207: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

Nama : Ust. Abdurrahman

(Ulama Desa)

Umur : 38 Tahun

Alamat : Desa Sliyeg Lor

Kec. Sliyeg

Nama : H.Zainudin

(Tokoh Masyarakat)

Umur : 62 Tahun

Alamat : Desa Sliyeg Lor

Kec. Sliyeg

Nama : H.Sayyidi (Warga)

Umur : 44 Tahun

Alamat : Desa Sliyeg Lor

Kec. Sliyeg

Nama : Widodo (Warga)

Umur : 38 Tahun

Alamat : Desa Sliyeg Lor

Kec. Sliyeg

Page 208: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

Nama : H.Abbas Abdul Jalil

(Tokoh Masyarakat)

Umur : 60 Tahun

Alamat : Desa Segeran Kidul

Kec. Juntinyuat

Nama : Ust. Shofwan

(Ulama Desa)

Umur : 55 Tahun

Alamat : Desa Segeran Kidul

Kec. Juntinyuat

Nama : Yusroh (Warga)

Umur : 55 Tahun

Alamat : Desa Segeran Kidul

Kec. Juntinyuat

Nama : H.Zakariya (Warga)

Umur : 56 Tahun

Alamat : Desa Segeran Kidul

Kec. Juntinyuat

Page 209: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

nspp namapp tipe alamat telp prop kab kec

510032120001 Al-Zaytun 2 Jalan Raya Gantar Al-Zaytun Desa Mekarjaya 0234742815 Jawa Barat Indramayu Gantar Mekarjaya 45264

510032120002 Mambaul Huda 1 Ds. Sukajati, Haurgeulis Jawa Barat Indramayu Haurgeulis Sukajati 45264

510032120003 Baitul Muta'Alimin 1 Ds. Cipancuh. Haurgeulis Jawa Barat Indramayu Haurgeulis Cipancuh 45264

510032120004 Bustanul Muta'allimien Wal Muta'allimat 2 Jl. PU Sumbon 081324030420 Jawa Barat Indramayu Kroya Sumbon 45265

510032120005 Miftahul Ulum 2 Jl. Sumurwatu Desa Rajasinga Kec. Terisi Kab. Indramayu 085295931787 Jawa Barat Indramayu Terisi Rajasinga 45262

510032120006 Darul Ulum 1 Jl. Pu Barat, Kec. Gabuswetan Jawa Barat Indramayu Gabuswetan Kedokangabus 45263

510032120007 Ashidiqiyah 1 Ds. Cikedung Lor, Kec. Cikedung Jawa Barat Indramayu Cikedung Cikedung Lor 45262

510032120008 Nurur Rohman 1 Jl. Kemujing Ds. Segeran 082116118663 Jawa Barat Indramayu Juntinyuat Segeran 45282

510032120009 Raudlatul Ulum 1 Ds. Kendayakan, Kec. Terisi Jawa Barat Indramayu Terisi Kendayakan 45262

510032120010 Hid. Mubtadi'In 2 Jl.Raya Manggungan, Kec. Terisi 0234506482 Jawa Barat Indramayu Terisi Manggungan 45262

510032120011 Arribathul Musthofa 1 Jl. Raya Rajasinga, Kec. Terisi 02349141819 Jawa Barat Indramayu Terisi Rajasinga 45262

510032120012 Nurul Muttaqin 1 Ds. Rajasinga, Kec. Terisi Jawa Barat Indramayu Terisi Rajasinga 45262

510032120013 Al Hikmah 1 Jl. Dodog Sendang 087717577006 Jawa Barat Indramayu Karangampel Sendang 45283

510032120014 Tahfidz Al Hidayah 1 Ds. Jatimulya Jawa Barat Indramayu Terisi Jatimulya 45262

510032120015 Ziadatul Mubtadiin 1 Ds. Tunggulpayung 085320589703 Jawa Barat Indramayu Lelea Tunggulpayung 45261

510032120016 Ya 'Abidi 2 Jl. Raya Sukadana, Kec. Bangodua Jawa Barat Indramayu Bangodua Sukadana 45272

510032120017 Miftahul Mubtadiin 1 Jl. Kh. Sanusi Raso Desa Wanasari 082126469548 Jawa Barat Indramayu Bangodua Wanasari 45272

510032120018 Salaf Al-Ma`arif 2 Jl. Ketapang Blok Langgar RT. 03 RW. 02 Desa Segeran Kidul 081947328177 Jawa Barat Indramayu Juntinyuat Segeran Kidul 45282

510032120019 Bayt Tamyiz 2 Jl. Raya Sukaperna Timur 081281070115 Jawa Barat Indramayu Tukdana Sukaperna 45272

510032120020 Al Makmuriyah 1 Jl. Raya Widasari-Jatitujuh Jawa Barat Indramayu Tukdana Jatitujuh 45272

510032120021 Al - Fudhola 1 Jl. Raya By Pass Ujungaris, Kec Widasari Jawa Barat Indramayu Widasari Ujungaris 45271

510032120022 Al - Ma'Sumy 1 Ds/Kec. Widasari Jawa Barat Indramayu Widasari Widasari 45271

510032120023 Cadang Pinggan 2 By Pass Cadangpinggan, Sukagumiwang 0234353135 Jawa Barat Indramayu Sukagumiwang Cadangpinggan 45274

510032120024 Al Hidayah 1 Ds.Gunung Sari Sukagumiwang Jawa Barat Indramayu Sukagumiwang Gunung Sari 45274

510032120025 Darul Ulum 1 Ds. Lemahayu, Kertasemaya Jawa Barat Indramayu Kertasemaya Lemahayu 45274

510032120026 Tarbiyatul Aulad 2 Jl Raya Tenajarlor, Kec. Kertasemaya Jawa Barat Indramayu Kertasemaya Tenajar Lor 45274

510032120027 Al - Mustofa 1 Desa Tenajar Lor Rt/Rw 05/02 082121081014 Jawa Barat Indramayu Kertasemaya Tenajar Lor 45274

510032120028 Sirojut Tholibin 1 By Pass Tulungagung, Kertasemaya 0234356173 Jawa Barat Indramayu Kertasemaya Tulungagung 45274

510032120029 Al - Qohariyah 2 Jl. Raya Tukdana, Lajer, 085224636161 Jawa Barat Indramayu Tukdana Lajer 45272

510032120030 Al - Ianah 1 Ds. Tulungagung,Kertasemaya Jawa Barat Indramayu Kertasemaya Tulungagung 45274

510032120031 Mambaul Ulum 2 Ds. Lemahayu, Kertasemaya 081320615183 Jawa Barat Indramayu Kertasemaya Lemahayu 45274

510032120032 Al Marfu'Iyah 1 Ds. Tenajar Lor, Kertasemaya Jawa Barat Indramayu Kertasemaya Tenajar Lor 45274

510032120033 Darul Falah 2 JL. By Pass Kertasemaya KM.35 Blok Rengaspayung Rt.09/05 081324493435 Jawa Barat Indramayu Kertasemaya Kertasemaya 45274

510032120034 Al Fatah 1 Dusun Janggar Ds. Ujunggebang 081320253527 Jawa Barat Indramayu Sukra Ujunggebang 45257

510032120035 Darul Qur'an 1 Jl. Raya By Pass Pantura Kertawinangun Eretan Kulon 081312243243 Jawa Barat Indramayu Kandanghaur Eretan Kulon 45254

510032120036 Tarbiyatul Banat 1 Jl.K.H. Hasbullah Desa Tenajar Lor 087828536606 Jawa Barat Indramayu Kertasemaya Tenajar Lor 45274

510032120037 Yasinniyah 1 Ds.Tulungagung Kertasemaya Jawa Barat Indramayu Kertasemaya Tulungagung 45274

510032120038 Al -Syarifiyah 1 Ds.Bondan Kertasemaya Jawa Barat Indramayu Kertasemaya Bondan 45274

510032120039 Al Komariyah 1 Ds. Tenajar Lor Kertasemaya Jawa Barat Indramayu Kertasemaya Tenajar Lor 45274

510032120040 Darul Hikam 1 Dukuhjati-Krangkeng-Inramayu 085222950495 Jawa Barat Indramayu Krangkeng Dukuhjati 45284

510032120041 Al qur'aniyah 2 Jl. Sumurpondok no 38 desa Dukuhjati-krangkeng-Indramayu 081324988264 Jawa Barat Indramayu Krangkeng Dukuhjati 45284

510032120042 Al - Huda 1 Desa Kedungwungu Kec. Krangkeng Jawa Barat Indramayu Krangkeng Kedungwungu 45284

510032120044 Islamiyah Al islahiyah 2 Srengsng Krangkeng Indramayu 082320022604 Jawa Barat Indramayu Krangkeng Srengseng 45284

510032120045 Al Hidayah 1 Desa Kedungwungu Kec. Krangkeng Jawa Barat Indramayu Krangkeng Kedungwungu 45284

510032120046 Putri Alhalimu 1 Ds.Dukuh Jati Blk Margunah Krangkeng Jawa Barat Indramayu Krangkeng Dukuhjati 45284

510032120047 Murottilil Qur'An 1 Ds. Kedungwungu Kec. Krangkeng Jawa Barat Indramayu Krangkeng Kedungwungu 45284

510032120048 Darul Ihsan Putri 1 Dukuhjati Krangkeng Indramayu Jawa Barat Indramayu Krangkeng Dukuhjati 45284

510032120049 Al Halimu 1 Ds. Dukuh Jati Krangkeng Jawa Barat Indramayu Krangkeng Dukuh Jati 45284

510032120050 Assafi'iyah 2 Kedungwungu Krangkeng indramayu Jawa Barat Indramayu Krangkeng Kedungwungu 45284

510032120052 Al Falah 2 Dukuhjati-Krangkeng-Inramayu 081320583100 Jawa Barat Indramayu Krangkeng Dukuhjati 45284

510032120053 An Nuroniyah 1 Kalianyar-krangkeng-indramayu 081946886692 Jawa Barat indramayu Krangkeng Kalianyar 45284

510032120054 Darussa'Adah 1 Desa Kedokanbunder Wetan 081324464680 Jawa Barat Indramayu Kedokan Bunder Kedokanbunder Wetan 45283

510032120056 Attarbiyah Islamiyah 1 Ds. Dukuh Jeruk, Karangampel Jawa Barat Indramayu Karangampel Dukuh Jeruk 45283

510032120057 Al Qur'An Al Falahal 1 Ds.Karangampelgang 6 Krpl. Jawa Barat Indramayu Karangampel Karangampel 45283

510032120058 Tarbiyatul Mubtadiin 1 Ds.Cangkring Karangampel Jawa Barat Indramayu Karangampel Tanjungsari 45283

510032120060 Mambaul Hisyan 1 Jl. Raya Kaplongan Kec. Karangampel Jawa Barat Indramayu Karangampel Kaplongan 45283

510032120061 Raudlatul Hidayah 1 Ds. Sukamanah, Kec. Karangampel Jawa Barat Indramayu Karangampel Sukamanah 45283

510032120062 Raud Muta'Alimin 1 Ds. Kedokan Agung Pipisan Karangampel Jawa Barat Indramayu Karangampel Kedokanagung 45283

510032120063 Nurul Fajar Al-Ma`sum 2 Jl. Raya Segeran RT. 06 RW. 03 Desa Segeran 081324515708 Jawa Barat Indramayu Juntinyuat Segeran 45282

510032120064 Darul Quranil Karim 1 Ds. Segeran Kidul Kec. Juntinyuat 0234484926 Jawa Barat Indramayu Juntinyuat Segeran Kidul 45282

510032120065 Al - Ikhlas 1 Ds. Segeran Kidul, Kec. Juntinyuat 0234485195 Jawa Barat Indramayu Juntinyuat Segeran Kidul 45282

510032120066 Miftahul Huda 2 Jl. KH. Hasyim Asy`ari No. 1 Segeran Kidul 0234485176 Jawa Barat Indramayu Juntinyuat Segeran Kidul 45282

510032120068 Darussalam 1 Jl. Raya Tugu, Kec. Sliyeg Jawa Barat Indramayu Sliyeg Tugu 45281

510032120069 Darussalam 1 Ds.Tambi Kec. Sliyeg Jawa Barat Indramayu Sliyeg Tambi 45281

510032120070 Al-Hikmah 1 Jl.Siliwangi No.2 Sliyeg Jawa Barat Indramayu Sliyeg Sliyeg 45281

510032120071 Darussalam 1 Ds. Sukalila, Jatibarang Jawa Barat Indramayu Jatibarang Sukalila 45273

510032120072 Hidayatusshibyan 1 Jl. Raya Srengseng 082315592690 Jawa Barat Indramayu Krangkeng Srengseng 45284

510032120073 Al Ishlah Tajug 2 Ds. Sudimampir Kec. Balongan 089648438359 Jawa Barat Indramayu Balongan Sudimampir 45285

510032120074 Al - Hidayah 1 Ds. Lemahmekar, Kec. Indramayu Jawa Barat Indramayu Indramayu Lemahmekar 45212

510032120075 Raudlatul Ulum 1 Ds. Paoman, Kec. Indramayu Jawa Barat Indramayu Indramayu Paoman 45211

510032120076 Darun Nahwi 2 Ds. Singajaya, Kec. Indramayu 0234275249 Jawa Barat Indramayu Indramayu Singajaya 45218

510032120077 Raudlatut Tholibien 1 Jl. Ir. H. Juanda No. 33 Rt.05 Rw.02 Desa Singajaya 0234275818 Jawa Barat Indramayu Indramayu Singajaya 45218

510032120078 Al - Fatah 1 Ds. Wotbogor, Kec. Indramayu 0234275245 Jawa Barat Indramayu Indramayu Wotbogor 45218

510032120079 Raud. Muta'Alimin 1 Ds. Singaraja, Kec. Indramayu 0234428166 Jawa Barat Indramayu Indramayu Singaraja 45218

510032120080 I'Anatul Mubtadiin 2 Ds.Dukuh Indramayu Jawa Barat Indramayu Indramayu Dukuh 45215

510032120081 Mahad Imam Mujadid As-Safii 1 Kel. Bojongsari Jawa Barat Indramayu Indramayu Bojongsari 45214

510032120082 Al - Washliyah 2 Jl. P Darmakusuma Kec. Sindang Jawa Barat Indramayu Sindang Sindang 45222

510032120083 Al Urwatul Wutsqo 2 Jl. Sempurna No. 32, Desa Terusan 081224880855 Jawa Barat Indramayu Sindang Terusan 45222

510032120084 Darussa'Adah 1 Ds. Dermayu, Kec. Sindang Jawa Barat Indramayu Sindang Dermayu 45223

510032120085 Nurul Iman 1 Ds. Penganjang, Kec Sindang Jawa Barat Indramayu Sindang Penganjang 45221

510032120086 Ribath Arrohmah Annabawiyyah 1 Ds. Sindang Jawa Barat Indramayu Sindang Sindang 45222

510032120087 Tathmainul Qulub 1 Ds. Panyindangan Wetan Sindang Jawa Barat Indramayu Sindang Panyindangan Wetan 45225

510032120088 Nadwatul Ummah 1 Ds. Cantigi Wetan Kec. Cantigi 081320426941 Jawa Barat Indramayu Cantigi Cantigi 45258

510032120089 Nurul Qur'An 1 Ds. Legok, Kec.Lohbener Jawa Barat Indramayu Lohbener Legok 45252

510032120090 Nurul Huda 1 Jl Ponpes. Nurul Huda, Kec. Lohbener Jawa Barat Indramayu Lohbener Lohbener 45252

510032120091 Al - Mu'Minien 2 Jl.Gapura Hijau Jongkara No.17-222 Lohbener Indramayu Jawa Barat 081324520585 Jawa Barat Indramayu Lohbener Lohbener 45252

510032120092 Al - Ma'Unah 1 Jl. Karangmalang Ds. Pamayahan, Lohbener Jawa Barat Indramayu Lohbener Pamayahan 45252

510032120093 Darul Ma'Arif 1 Jl. Surya Negara Lohbener 08122432913 Jawa Barat Indramayu Lohbener Lohbener 45252

510032120094 Fatahillah 2 Ds/Kec. Lohbener Jawa Barat Indramayu Lohbener Lohbener 45252

510032120095 Hidayatul Ma'Arif 1 Jl. Raya Langut Lohbener 02347010147 Jawa Barat Indramayu Lohbener Langut 45252

510032120097 Attarbiyah Wata'Lim 1 Jl Raya Cidempet Kec. Arahan Jawa Barat Indramayu Arahan Cidempet 45365

Kab./Kota Kecamatan Desa/Kelurahan Kode PosNSPP Nama Pondok Pesantren Tipe Alamat Telepon Provinsi

Page 210: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

510032120098 Mambaul Falah 1 Ds. Pranggong Arahan Jawa Barat Indramayu Arahan Pranggong 45365

510032120099 Darul Istiqomah 1 Ds. Pangkalan, Kec. Losarang Jawa Barat Indramayu Losarang Pangkalan 45253

510032120100 Darul Hikmah 2 Jl. Raya Pangkalan, Kec. Losarang 0234505104 Jawa Barat Indramayu Losarang Pangkalan 45253

510032120101 Darul Hikmah Mq 1 Desa Jumbleng 085224532657 Jawa Barat Indramayu Losarang Jumbleng 45253

510032120102 Roud. Mutaalimin 1 Ds. Losarang, Losarang Jawa Barat Indramayu Losarang Losarang 45253

510032120103 Syarif Hidayatullah 1 By Pass Karangsinom, Kec. Kandanghaur Jawa Barat Indramayu Kandanghaur Karangsinom 45254

510032120104 Al-Mukhlashun 1 Jl. Irigasi, Wirakanan Kec. Kandanghaur 08121479541 Jawa Barat Indramayu Kandanghaur Wirakanan 45254

510032120105 Asy Syahid 1 Ds. Wirapanjunan Kec. Kandanghaur Jawa Barat Indramayu Kandanghaur Wirapanjunan 45254

510032120106 Al-Amin 2 Jl. PU Kemped 085323529599 Jawa Barat Indramayu Kandanghaur Wirakanan 45254

510032120107 Nurul Muthma'Inah 1 Desa Ilir Kec. Kandanghaur Kab. Indramayu 02345508941 Jawa Barat Indramayu Kandanghaur Ilir 45254

510032120108 At Taufiq 1 Ds. Eretan Kulon Kec. Kandanghaur 0234507969 Jawa Barat Indramayu Kandanghaur Eretan Kulon 45254

510032120109 Darussalam 2 Ds. Eretan, Kandanghaur 0234507233 Jawa Barat Indramayu Kandanghaur Eretan 45254

510032120111 Walisanga 1 Blok Kanem Desa Cipedang 085220000718 Jawa Barat Indramayu Bongas Cipedang 45255

510032120112 Daarul Sa'Adah 1 Jalan Raya Kertamulya No. 313 0234612551 Jawa Barat Indramayu Bongas Kertamulya 45255

510032120113 Aisyah Al Ma'Sumiyah 1 Gang H. Sholeh Blok Kibuyut Rt.002/Rw.001Desa Kertajaya 085221626003 Jawa Barat Indramayu Bongas Kertajaya 45255

510032120114 Darul Hikmah 1 Desa Bugistua Rt. 07/03 Dusun Bedengsatu 081232505979 Jawa Barat Indramayu Anjatan Bugistua 45256

510032120115 Miftahul Huda 1 Jl. Irigasi Timur, Lempuyang Kec. Anjatan Jawa Barat Indramayu Anjatan Lempuyang 45256

510032120116 Nurul Iman 1 Jl. Irigasi Barat, Lempuyang Kec. Anjatan Jawa Barat Indramayu Anjatan Lempuyang 45256

510032120117 Tarbiyah Asyafi'Iyah 1 Ds. Salam Darma, Kec. Anjatan Jawa Barat Indramayu Anjatan Salamdarma 45256

510032120118 Darussalam 1 Jl.Irigasi Timur Desa Lempuyang Rt/Rw 03/03 082128303951 Jawa Barat Indramayu Anjatan Lempuyang 45256

510032120119 Darul Hikmah Attarbawi 1 Ds. Kongsijaya, Anjatan Jawa Barat Indramayu Anjatan Kongsijaya 45256

510032120120 Hidayatul Mubtadi'En 1 Desa Bugistua Dusun Salamdarma Rt. 05/02 081321082716 Jawa Barat Indramayu Anjatan Salamdarma 45256

510032120121 Nur Ala Darbi 1 Ds. Salam Darma Kec. Anjatan Jawa Barat Indramayu Anjatan Salamdarma 45256

510032120122 Mambaul Hikam 1 Jl. Raya Patrol 085321202121 Jawa Barat Indramayu Patrol Patrol 45257

510032120123 Sunan Gunung Jati 1 Blok Bunder, Sukra 0234610182 Jawa Barat Indramayu Sukra Sukra 45257

510032120124 Hidayaturrahman 2 Jl. Raya Sukra No. 11 - 12 081318486095 Jawa Barat Indramayu Sukra Sukra 45257

510032120125 Raudlotussalafiyah 1 By Pass Sumuradem Rt.02/02 082121702698 Jawa Barat Indramayu Sukra Sumuradem 45257

510032120126 Assalam 1 By Pass Sumuradem Rt. 004/003 085353186944 Jawa Barat Indramayu Sukra Sumuradem 45257

510032120127 Riyadul Jannah 1 Ds. Sumuradem, Sukra Jawa Barat Indramayu Sukra Sumuradem 45257

510032120128 Al - Islah 1 By Pass Sumuradem 082128818867 Jawa Barat Indramayu Sukra Sumuradem 45257

510032120129 Darussalam 1 Desa Sumuradem Timur Rt.05/04 085724123997 Jawa Barat Indramayu Sukra Sumuradem 45257

510032120130 Mambaul Ilmi 1 Ds. Ujunggebang, Sukra Jawa Barat Indramayu Sukra Ujunggebang 45257

510032120131 Asyarifiyyah 1 Desa Patrol Bunder, Gg. Kh. Syarif 081222180755 Jawa Barat Indramayu Patrol Patrol 45257

510032120132 Madinatun Najah 1 Ds. Sukra 08122133357 Jawa Barat Indramayu Sukra Sukra 45257

510032120133 Amanah 1 Jl. Dampu Awang No. 90 Jawa Barat Indramayu Karangampel Karangampel 45283

510032120134 Nahdlatul Bahriyah 2 Jl. Raya Cantigi 082126544653 Jawa Barat Indramayu Cantigi Cantigi Kulon 45251

510032120136 Tahfidzul Qur'an 1 Jl. Raya Kaplongan Lor Rt.03/01 081324219990 Jawa Barat Indramayu Karangampel Kaplongan Lor 45283

510032120137 Nahdatut Thulab 1 Ds. Tulungagung,Kertasemaya 0813241933 Jawa Barat Indramayu Kertasemaya Tulungagung 45274

510032120138 Hidayaturrohman 2 Ds.Lemahayu No.153Rt.05Rw.02Ksmy 0813242422742 Jawa Barat Indramayu Kertasemaya Lemahayu 45274

510032120139 Ummul Qurro 2 Ds.Lemahayu Rt 06 Rw.03 Kertasemaya 08122209906 Jawa Barat Indramayu Kertasemaya Lemahayu 45274

510032120140 Assalafiyah 2 Kalianyar-krangkeng-indramayu 08112404048 Jawa Barat Indramayu Krangkeng kalianyar 45284

510032120141 Nurul Qur'an 2 Kapringan-Krangkeng-Indramayu 082121343775 Jawa Barat indramayu Krangkeng Kapringan 45284

510032120142 Majmaul Ummah 1 Jl.Satria No.3 Rt/Rw. 07/02 Cemeti Kedokanbunder Wetan. 082127674488 Jawa Barat Indramayu Kedokan Bunder Kedokanbunder Wetan 45283

510032120143 Al Mu'Amilin Mu'Amilat 1 Ds. Tanjung Sari Karangampel 0234486805 Jawa Barat Indramayu Karangampel Tanjungsari 45283

510032120144 Roudlatul Banin 1 Jl. Pancoran Mas No. 20 Lobener Jtb. 0234353586 Jawa Barat Indramayu Jatibarang Pancoran Mas 45273

510032120145 Darussalam 1 Ds. Linggajati Kec. Arahan Jawa Barat Indramayu Arahan Linggajati 45365

510032120146 As - Sakienah 2 Jl. Raya Pu Tugu, Kec. Sliyeg 0234353064 Jawa Barat Indramayu Sliyeg Tugu 45281

510032120147 Darul Falah Bongas 2 Jl. Tundagan Desa Margamulya 0234611155 Jawa Barat Indramayu Bongas Margamulya 45255

510032120148 Anak Yatim Al-Barkah 1 Ds. Anjatan Utara Jawa Barat Indramayu Anjatan Anjatan Utara 45256

510032120149 Darul Fikri 1 Blok Karangpalu- Bongas Pentil 085200300400 Jawa Barat Indramayu Bongas Bongas Pentil 45255

510032120150 Al-Karimiyyah 1 Jl. Pu Simpang Tiga Blok Ii Ds. Kedokangabus Jawa Barat Indramayu Gabuswetan Kedokangabus 45263

510032120151 Hidayatul Muchsinin 1 Ds. Sanca Rt./Rw. 04/01 082318509375 Jawa Barat Indramayu Gantar Sanca 45264

510032120152 Darussurur 1 Kel. Bojongsari Jawa Barat Indramayu Indramayu Bojongsari 45214

510032120153 Nurul Islam 2 Jl. Raya Tinumpuk Kecamatan Juntinyuat Kabupaten Indramayu Jawa Barat Indramayu Juntinyuat Tinumpuk 45282

510032120154 Hasanudin 2 Ds. Eretan Kulon, Jl. Kud Minabahari 081320607526 Jawa Barat Indramayu Kandanghaur Eretan Kulon 45254

510032120155 Nurul Huda 1 Ds. Tanjungsari Blok Karangmoncol Jawa Barat Indramayu Karangampel Tanjungsari 45283

510032120156 Darul Ma'Arif 1 Ds. Karangampel Jawa Barat Indramayu Karangampel Karangampel 45283

510032120157 Darul Qur'An 2 Jl. Habib Keling Underan Ds. Pringgacala Jawa Barat Indramayu Karangampel Pringgacala 45283

510032120158 Raudlatus Salafiyah 1 Ds. Kedungwungu Rt. 11 Rw. 03 Jawa Barat Indramayu Krangkeng Kedungwungu 45284

510032120159 Hidayatul Muta'Alimin 1 Jl. Kh. Syarkowi No. 06 Tegalmulya Jawa Barat Indramayu Krangkeng Tegalmulya 45284

510032120160 Assafi'Iyah 1 Jl. Siliwangi No. 10 Jawa Barat Indramayu Krangkeng Krangkeng 45284

510032120161 Nurul Anshor 1 Jl. Ki Daya Lautan No. 09 Ds. Kapringan 085295838878 Jawa Barat Indramayu Krangkeng Kapringan 45284

510032120162 Al ittihad 2 Dukuhjati-Krangkeng-Inramayu 081324354219 Jawa Barat Indramayu Krangkeng Dukuhjati 45284

510032120163 Al amin 1 Dukuhjati-Krangkeng-Inramayu 085223046078 Jawa Barat Indramayu Krangkeng Dukuhjati 45284

510032120164 Tarbiyatul Athfal 2 Desa Temiyangsari Blok Bangong 085224998633 Jawa Barat Indramayu Kroya Temiyangsari 45265

510032120165 Roudhotul Ma'Arif 1 Ds. Sliyeg Blok Mangir Jawa Barat Indramayu Sliyeg Sliyeg 45281

510032120166 Al-Muta'Allimin 1 Ds. Sukagumiwang Jawa Barat Indramayu Sukagumiwang Sukagumiwang 45274

510032120167 Bina Prestasi Insani 1 Ds. Sumuradem, No. 42 08122133357 Jawa Barat Indramayu Sukra Sumuradem 45257

510032120168 Nurul Qur'An 1 Ds. Jatimulya 081324631172 Jawa Barat Indramayu Terisi Jatimulya 45262

510032120169 Nurul Amien 1 Jl. Ry. Sukadana No. 2008 Sukadana Jawa Barat Indramayu Tukdana Sukadana 45272

510032120170 As Sattari 1 Jl. Raya Tukdana Rt. 06/03 Jawa Barat Indramayu Tukdana Tukdana 45272

510032120171 Baburroyyan 1 Jl. Brawijaya 081324224624 Jawa Barat Indramayu Pasekan Brondong 45219

510032120172 Baiturrohim 1 Terisi Jawa Barat Indramayu Terisi Terisi

510032120173 Nurul Hikmah 1 Jl. Raya Tanjungsari No. 30 Karangampel 085295789999 Jawa Barat Indramayu Karangampel Tanjungsari 45283

510032120174 Quantum Qur'ani 2 Jl. Olah Raga No 20 - 21 087717723885 Jawa Barat Indramayu Indramayu Karanganyar 45213

510032120175 Assalam 1 Jl. Raya Bulak Blok Roma 0234356121 Jawa Barat Indramayu Jatibarang Bulak 45273

510032120176 Dar Ihya Al Turats Al Islamy 1 Tulungagung 081324279018 Jawa Barat Indramayu Kertasemaya Tulungagung 45274

510032120177 Manba'ul Ulum 1 Ds. Pranggong RT/RW. 16/03 Blok Waled 087727713745 Jawa Barat Indramayu Arahan Arahan 45365

510032120178 Islamic Boarding School Al Hikmah 2 Blok Balong Adem RT/RW 11/04 Wanguk 081222110748 Jawa Barat Indramayu Anjatan Wanguk 45256

510032120179 Hidayatut Tolibin 2 Jl. Patimura 081392000628 Jawa Barat Indramayu Pasekan Karanganyar 45219

510032120043 Assalafiyah 1 Desa Tamansari Blok Tegal Bedug 081283972229 Jawa Barat Indramayu Lelea Tamansari 45261

510032120051 Al-Falah 2 Blok Balai Desa, Telagasari 081912993931 Jawa Barat Indramayu Lelea Telagasari 45261

510032120181 Ibnu Abbas 2 Jl. Raya Sukra No. 34 081223381490 Jawa Barat Indramayu Sukra Sukra 45257

510032120183 Hasymbaick Ummul Quro 2 Jl. Kyai Machfudz No. 01 Lungmalang 085721355738 Jawa Barat Indramayu Anjatan Bugis 45256

510032120180 Daarul Qur'an Ash-Shobuniyyah 2 Desa Loyang RT/RW. 04/01 085216037349 Jawa Barat Indramayu Cikedung Loyang 45262

Page 211: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas
Page 212: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas
Page 213: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas
Page 214: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas
Page 215: LIVING HADIS : STUDI ATAS FENOMENA TRADISI FIDYAH S …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37820/1/NURKHOLIS... · i ABSTRAK Nurkholis Sofwan Living Hadis: Studi Atas

BIOGRAFI PENULIS

NURKHOLIS SOFWAN lahir di Indramayu pada 3 Oktober 1992 dari pasangan SOFWAN dan UMI KULSUM. Pendidikan dasarnya di-mulai di SDN Tenajar Lor II (1998-2004), kemudian melanjutkan ke SMP NU Tenajar Kidul (2004-2007), dan MA PUI Tenajar Lor (2007-2010). Pendidikan Sarjana (S1) dan

Program Magister (S2) ia tempuh di Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2010-2014 dan 2015-2018.

Ia aktif di berbagai organisasi, seperti menjadi Sekretaris Umum di organisasi Keluarga Mahasiswa Sunan Gunung Djati (KMSGD) Jabodetabek pada 2012-2014, Ketua Bidang Partisipasi Pemberdayaan Daerah di organisasi Persatuan Mahasiswa Indramayu (Permai -Ayu) DKI Jakarta pada 2011-2012, Bidang Penelitian dan Pengembangan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2012. Ia juga aktif di Lembaga Pendidikan pada Yayasan Anak-Anak Kreatif Indonesia (YAAKIN) sejak 2014 hingga Sekarang.