LINGUA STBA LIA (Vol. 9, No. 2, 2010)
-
Upload
ppm-stba-lia-jakarta -
Category
Documents
-
view
70 -
download
3
description
Transcript of LINGUA STBA LIA (Vol. 9, No. 2, 2010)
ISSN 1412-9183 Volume 9 Nomor 2, Oktober 2010
JURNAL ILklAH LINaUA
PUSAT PENELITIAN DAN PENGABDIAN P ADA MASY ARAKAT SEKOLAH TINGGI BAHASA ASING LIA JAKARTA
Penanggung Jawab Ketua STBA LIA Jakarta
Penyunting Penyella Tatat Haryati, M.Si.
Penyunting Pelaksana Agus Wahyudin, M.Pd. Risna Saswati, M.Hum. Intan Puspitasari, M.Si.
Mitra Bestari Prof. Dr. Ida Sundari Husen (STBA LIA Jakarta)
Prof. Dr. Agus Aris Munandar (Universitas Indonesia) Dr. Ekayani Tobing (STBA LIA Jakarta)
Sekretaris Agus Wahyudin, M.Pd.
Tata Usaha Dra. Muhardani Sudjudi M.
Alamat Redaksi Jalan Pengadegan Timur Raya No.3, Pancoran, Jakarta 12770
Telepon (021) 79181051, Faksimile (021) 79181048 E-mail: [email protected]
ISSN 1412-9183
Alih Kode Sebagai Indikator Pemertahanan Bahasa Para Pegawai Di Rumah Makan Padang: Analisis Sosiolinguistik (Soraya Ramli)
Film Go Karya Kazuki Kaneshiro: Persoalan Identitas dan Kewarganegaraan (Dewi Ariantini Yudhasari)
Ketidakcermatan Penulisan Ejaan Dalam Skripsi Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Bunda Mulia Jakarta (Sri Hapsari Wijayanti dan Jati Wahyono Agustinus)
Peningkatan Kemampuan Berbicara Mahasiswa dengan Menggunakan Media You! Tube (Todo Faraday Sibuea dan Risna Saswati)
Strategi Penerjemahan Istilah Budaya dalam Novel Exclusive Karya Sandra Brown (Sulistini Dwi Putranti)
89-108
109-120
121-149
150-163
164-179
Jurnal Lingua STBA LIA Jakarta untuk volume 9, nomor 2, Oktober
2010 kembali terbit. Sejumlah tulisan yang patut disajikan khusus kepada para
pembaca sekaligus dapat dijadikan bahan pustaka ilmiah.
Dalam pergaulan masyarakat Indonesia yang multibahasa, alih kode dari
satu bahasa ke bahasa tidak dapat dihindarkan. Hal ini terlihat dari hasil
penelitian tentang alih kode pada rumah makan padang. Secara mendetail dapat
kita baca lewat tulisan Soraya Ramli dengan judul Alih Kode sebagai Indikator
Pemertahanan Bahasa Para Pegawai di Rumah Makan Padang.
Cinta tidak mengenal siapayang kita cintai: tidak peduli identitas,
bangsa, atau keturunan. Kalau cinta sudah ada dalam hati manusia, halangan
apa pun pasti dihadapinya. Itulah deskripsi film Go karya Kazuki Kaneshiro.
Seperti apa kisah sebenarnya film tersebut? Mari kita pahami secara saksama.
Di samping dua tulisan di atas, ada tiga tulisan lainnya yang melengkapi
jurnal Lingua terbitan kali ini yang patut kita cermati, seperti Ketidakcermatan
Penulisan Ejaan dalam Skripsi Mahasiswa, Peningkatan Kemampuan Berbicara
dengan Menggunakan Media YouTube, dan Strategi Penerjemahan Istilah
Budaya.
Selamat membaca.
Redaksi
ALIH KODE SEBAGAI INDlKATOR PEMERTAHANAN BAHASA PARA PEGA WAI DI RUMAH MAKAN PADANG:
ANALISIS SOSIOLINGUISTIK
Soraya Ramli Dosen Tetap Jurusan Bahasa Inggris STBA LIA Jakarta
dear [email protected]
Abstrak Seorarig bilingual, saat berbicara dengan orang lain, akan memilih bahasa yang sesuai,
tidak terkecuali bagi para pegawai di rumah makan padang sebagai perantau tetap mempertahankan penggunaan bahasa ibu atau melakukan alih kode ke bahasa setempat adalah pilihan yang hams diambil terkait dengan peristiwa tutumya. Dengan sebuah penelitian lapangan, dapat dianalisis bagaimana para pegawai rumah makan padang yang merupakan perantau melakukan pilihan tersebut. Hasilnya memperlihatkan bahwa alih kode yang dilakukan merupakan wujud dari seberapa kuat pemertahanan bahasa ibu dilakukan. Semakin lama seseorang jauh dari kampung halamannya, semakin mudah ia melakukan alih kode dan semakin lemah pemertahanan bahasanya.
Kata Kunci: Alih Kode, Pemertahanan Bahasa
Abstract For a bilingual, when talking to other people, he/she will choose the appropriate
language. It happens also to the employees at padang restaurant as migrant workers. Maintaining the use of mother tongue or doing code switching to the local language are the options they have to take related to the speech event. By doing linguistic field research to the employees of padang restaurant, it can be analyzed how they make the options. The result of the analysis shows that code SWitching is the realization of how strong the mother tongue maintenance. The longer a personlive far from the home town, the easier he does the code switching and the weaker is the native language maintenance.
Key Words: Code Switching, Language Maintenance
LATAR BELAKANG
Code Switching 'alih kode' merupakan suatu gejala bahasa yang tidak
dapat dihindari oleh orang-orang yang menguasai lebih dari satu bahasa. Istilah
lain untuk orang yang menguasai lebih dari satu bahasa adalah bilingual.
Hudson (1996:51) menyatakan bahwa seorang bilingual akan memilih satu
bahasa yang akan digunakan. Alasan pemilihan tersebut biasanya situasional.
Aiih Kode Sebagai Indikator Pemertahanan Bahasa 89 Para Pegawai Di Rumah Makan Padang: Analisis Sosioiinguistik (Soraya Ramli)
Ada beberapa alasan yang mendasari pemilihan bahasalpengalihan kode
tersebut (Crystal:363).
1. Penutur tidak dapat mengekspresikan dirinya secara cukup dalam suatu
bahasa. Alasan pertama dapat digunakan dalam kasus seseorang yang
bam pindah dari daerah ke Jakarta. Di daerah dia terbiasa berbahasa
daerah,sedangkandi Jakarta ia belum dapat berbahasa Indonesia dengan
fasih atau mungkin tidak percaya diri dengan kemampuannya berbahasa
Indonesia. Karena itu, ia akan mengalihkan kode atau memilih bahasa
daerah saat harus mengujarkan sesuatu.
2. Pengalihan kode dapat menyimbolkan rasa solidaritas yang kuat pada
suatu kelompok sosial.
3. Pengalihan kode antarbahasa dapat merefleksikan sikap seorang penutur
pada orang yang diajak bicara, misalnya ramah (berusaha dekat) dan
menjaga jarak.
4. Alasan lain adalah karena keadaanlsituasi dengan pertimbangan bahwa
bahasa tersebut lebih mudah dipahami oleh orang yang diajak bicara
(Hudson:51). Misalnya, saat berbicara dengan orang orang di Jakarta,
yang merupakan komunitas multilingual karena latar belakang daerah
yang heterogen, seorang penutur menggunakan bahasa Indonesia.
Namun, saat bertemu dengan orang-orang yang berasal dari daerah yang
sama, ia cenderung memilih menggunakan bahasa daerahnya untuk memperlihatkan solidaritasnya.
5. Alasan situasional ini dapat digunakan untuk memperlihatkan suatu nilai
sosial tertentu. Misalnya, dalam situasi bekerja seseorang hams terlihat
lebih formal dengan menggunakan bahasa yang standar di daerah
tersebut. Ada kalanya saat bekerja seorang penutur menemukan situasi
yang membuat orang lain yang ditemuinya merasa dekat sehingga
90 UN4l1A Vo\.9 No2, Oktober 89-108
memutuskan untuk menggunakan bahasa daerah, misalnya pada pelayan
restoran makanan khas yang berasal dari daerah. Ia hams menggunakan
bahasa Indonesia saat bekerja. Narnun, jika bertemu pe1anggan dari
daerah yang sarna, ia ingin membuat orang tersebut merasa dekat dengan
restorannya. Karena itu, ia akan menggunakan bahasa daerah untuk
berbicara dengan orang tersebut.
Dengan demikian, setiap bahasa yang digunakan mempunyai fungsi
sosial yang berbeda dan fungsi tersebut tidak dapat diisi oleh bahasa yang lain
(Hudson:53). Jadi, bersosialisasi dengan orang-orang disekitamya akan lebih
sulit bagi seseorang di suatu tempat untuk menggunakan bahasa daerahnya
sendiri ketika menghadapi orang dengan latar belakang daerah yang berbeda.
Karena itu, dia akan menggunakan bahasa yang dikuasai lebih banyak orang di
tempat tersebut, bahasa yang merupakan lingua franca, misalnya menggunakan
bahasa Indonesia formal untuk bersosialisasi.
Seseorang dapat melakukan pengalihan kode ini di bawah sadamya.
Untuk orang yang dapat berbicara lebih dari satu bahasa, ia menggunakan
bahasa daerah di rumah. Narnun, saat berada di sekolah, misalnya, ia akan
menggunakan bahasa Indonesia. Hal itu terjadi secara reflek; saat situasi dan
orang yang yang dihadapi berbeda, bahasanya pun berganti.
Situasi yang melatarbelakangi alih kode yang dilakukan orang dari
daerah yang datang ke Jakarta untuk bekerja dapat dikaji secara mendalarn
karena Jakarta mempunyai latar belakang penduduk yang heterogen. Seorang
penutur dari daerah mau tidak mau hams menggunakan bahasa Indonesia atau
minimal bahasa Indonesia dengan dialek Jakarta. Hal ini menimbulkan
pertanyaan bam; bagaimana dengan pemertahanan bahasa daerahnya? Apakah
masih digunakan sesekali atau hilang sarna sekali. Jika masih digunakan,
berarti terjadi alih kode. Keadaan ini merupakan kajian fenomena bahasa yang Alih Kode Sebagai Indikator Pemertahanan Bahasa 91 Para Pegawai Di Rumah Makan Padang: Analisis Sosiolinguistik (Soraya Ramli)
unik dan menarik untuk diteliti dalam suatu penelitian yang sistematis
terkontrol, empiris, dan teoretis terhadap penggunaan objek tutur: bahasa.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menyelidiki fenomena
bahasa adalah dengan penelitian linguistik lapangan. Ada dua peserta yang
harus ada dalam penelitian lapangan, yaitu penutur suatu bahasa dan peneliti
bahasa. Penutur suatu bahasa yang bahasanya akan dijadikan sumber data
disebut juga informan. Informan diperlukan untuk mendapatkan korpus guna
membuat perumusan tentang struktur suatu bahasa.
Penelitian ini akan dilakukan di rumah makan padang karena tempat ini
mudah ditemukan di banyak tempat. Selain itu, rasa kekerabatan yang dekat
pada masyarakat Padang/Minang memperbesar kemungkinan para pegawainya
juga berasal dari Sumatra Barat. Para pegawai tersebut dapat menjadi informan
bagi penelitian ini setelah diseleksi dengan kriteria dari Samarin dan kriteria
tambahan, yaitu yang tinggal di Jakarta 0-10 tahun, karena setelah lewat 10
tahun seseorang telah mapan dengan bahasa yang ia tinggali dan dapat
melepaskan diri dari bahasa ibunya dalam kesehariannya. Penelitian ini
dilakukan untuk melihat hipotesis apakah semakin lama seseorang tinggal
diluar tempat yang menggunakan bahasa ibunya akan lebih sering alih kode.
Dengan kata lain, pemertahanan bahasa ibu semakin berkurang.
Penelitian ini secara khusus dibatasi untuk menganalisis situasi yang
melatarbelakangi alih kode yang dilakukan para pegawai di rumah makan
padang dan kepada siapa hal itu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi situasi yang melatarbelakangi alih kode yang dilakukan para
pegawai di rumah makan padang dan kepada siapa hal itu dilakukan. Sasaran
penelitian ini adalah alih kode yang dilakukan oleh para pegawai rumah makan
padang yang lahir dan besar di Sumatra Barat, aktif menggunakan bahasa
Padang selama berada di Sumatra Barat, dan berada di Jakarta 0-10 tahun. Jadi,
92 LlNC;UA Vol.9 No2, Oktober 89--108
populasi penelitian ini adalah penutur bahasa Padang yang memenuhi kriteria
Samarin tersebut.
Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian ini para penutur bahasa
Padang yang memenuhi kriteria di atas dan dibatasi pada mereka yang bekerja
di daerah Jakarta Selatan dan Depok. Penelitian ini menggunakan lima orang
informan dari tiga restoran yang berbeda. Dua orang informan berasal dari
rumah makan Siang Malam di Gandaria. Dua orang berikutnya bekerja di
rumah makan Putra Minang di Mayestik. Terakhir yang bekerja di rumah
makan Simpang Raya, Depok. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah deskriptif, yaitu metode yang mendeskripsikan secara sistematis fakta-
fakta dan ciri-ciri data kebahasaan seperti apa adanya. Fakta dan ciri
kebahasaan dalam penelitian ini adalah alih kode yang dilakukan oleh informan
selama bekerja (dalam situasi apa dan kepada siapa).
Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang ditempuh untuk
memperoleh data yang diperlukan. Data data yang dikumpulkan berwujud
transkripsi tuturan lisan. Untuk mendapatkan korpus data tersebut digunakan
teknik wawancara untuk mendapatkan informasi tentang latar belakang
kebahasaan informan dan untuk melihat apakah ia memenuhi kriteria untuk
dijadikan informan. Kemudian, pencarian data dilanjutkan dengan teknik
penyadapan berupa perekaman kegiatan berbahasa para informan untuk
melihat alih kode yang dilakukan.
PEMBAHASAN
Pembahasan dilakukan masing-masing informan untuk melihat berapa
banyak alih kode dilakukan, dalam situasi apa saja, dan kepada siapa saja hal
tersebut dilakukan. Untuk mempermudah pembahasan, informan akan diberi
AIih Kode Sebagai Indikator Pemertahanan Bahasa 93 Para Pegawai Di Rumah Makan Padang: Analisis Sosiolinguistik (Soraya Ramli)
nomor bedasarkan lama tinggalnya di Jakarta, dimulai dari yang paling barn ke
yang paling lama. Jadi, urutannya adalah sebagai berikut; S, Ip, I, Si, dan J.
Informan I (S)
S barn tinggal di Jakarta selama lima bulan. Ia bekerja di rumah makan
Siang Malam dan bertanggung jawab untuk menyiapkan minum para
pelanggan dan mencuci peralatan makan yang kotor. Jadi, S tidak banyak
berinteraksi dengan orang di luar restoran. Ia lebih banyak bicara pada ternan
temannya sesama pegawairestoran. Dalam kesempatan lain, S lebih memilih
menggunakan bahasa Padang walaupun temannya menggunakan bahasa
Indonesia. Hal ini juga memperlihatkan bahwa S merasa tidak yakin dengan
kemampuan bahasa Indonesianya.
(J kembali ke dapur dan bicara pada S)
/ Pinggir dikit.
S Jatuah beko
f Ah..?
S fyoyo
/ Tenangaja
Deskripsi di atas memperlihatkan bahwa sebagai orang yang barn tinggal
lima bulan tinggal di Jakarta. S lebih nyaman menggunakan bahasa Padang.
Jelas sekali ia masih kuat mempertahankan bahasa ibunya, bahasa Padang. Alih
kode dilakukan hanya dilakukan jika hal itu diperlukan.Ia hanya melakukan
satu kali alih kode, pada temannya.
94 LINGUA Vo\.9 No2, Oktober 89--108
Informan kedua (I)
I telah lima tahun tinggal di Jakarta. la bekerja di tempat yang sama
dengan S. Di rumah makan Siang Malam, ia bertanggung jawab melayani tamu
dan menyiapkan pesanan. Jadi, ia banyak berinteraksi dengan tamu selain
dengan teman teman keIjanya.
Berdasarkan data dalam transkripsi, I melakukan tujuh kali alih kode dari
bahasa Padang yang sehari hari digunakan di rumah makan tersebut saat
bersama dengan teman temannya ke bahasa Indonesia. Penggalan-penggalan
tersebut adalah sebagai berikut.
(1 sedang mengobrol dengan teman-temannya di luar)
1 Di muko de. Pas di mukonyo bana.
T4 Kanjalan. Pas di belakang kanan
1 In; kan jalan tuh.
[ . .]
Di sini terlihat bahwa I mengalihkan bahasa Padang yang tadinya
dipergunakan ke bahasa Indonesia karena temannya (T -4) menggunakan
bahasa Indonesia. Hal ini memperlihatkan bahwa I mengalihkan kode untuk
menunjukkan solidaritas pada temannya yang beralih menggunakan bahasa
Indonesia. I juga menggunakan bahasa Indonesia pada pelanggan karena
bahasa ini lebih mudah dipahami mereka. Di samping itu, I juga tidak tahu
apakah pelanggan tersebut dapat bicara bahasa Padang atau tidak. la
menggunakan bahasa Indonesia karena merupakan bahasa yang umum yang
digunakan masyarakat Jakarta. Alasan lain adalah situasi bekeIja karena ia
. sedang berhadapan dengan pelanggan. Karena itu, ia menggunakan bahasa
yang lebih sesuai dengan lingkungannya.
(Ada pIg menghampiri)
Alih Kode Sebagai Indikator Pemertahanan Bahasa 95 Para Pegawai Di Rumah Makan Padang: Analisis Sosiolinguistik (Soraya Ramli)
pig 2 Mas, nomor telepon toko sini berapa?
1 Tar dulu (1 mencari catatan no telp) lupa nomor telepon. Ini.
PIg2 1ni nomor telepon kemaren.
[ ... ]
Dalam penggalan percakapan, I mengalihkan bahasanya ke bahasa
Indonesia saat bicara dengan pelanggan. Karena pelanggan memulai
percakapan dengan bahasa Indonesia dan menggunakan kata sapaan Mas, I
memutuskan menggunakari bahasa Indonesia dengan pertimbangan bahwa
orang yang diajak bicara tidak mengerti bahasa Padang.
(Ada pelanggan lain memanggil. Pelanggan ini dikenal oleh para pegawai
sebagai lbu Dna)
Pig 4 : Berapa Pak?
1 : Delapan baleh. Delapan belas, Delapan belas ribu.
PIg4 : Delapan belas ribu itu udah termasuk nasi be/um?
1 : Udah
(1 menerima uang, memberikannya ke kasir, dan mengantar kembaliannya
kepada Pig 4)
1 : Makasih ya Bu.
Pig 4 : Tutup jam berapa?
1 : Tutup jam sepuluh.
Pig 4 : Malem?
1 : He eh. Soalnya sepi bu kalo udah malam. Biasanya ini dua puluh
empat jam. Di sini ga ada orang. Jam sepuluh aja udah sepi.
Mereknya Siang Malam. Dua puluh empat jam biasanya. Tapi
tergantung situasi lah. Kalo rame, nonstop.
Pig 4 : Masak di sini?
96 LrNC;UA Vol.9 No2, Oktober 89---108
I : Masak di sin;' Pengennya sih dua puluh empat jam gitu loh Bu.
Tapi tergantung ... Di sini sepi Bu.
Pig 4 : Tapi udah ada pelanggan toh?
I : Udah. Langganan itu kan kadang sore, kadang siang, gitu 10
Pig 4 : Ayo mas
I : Ayo, sama sama. Makasih ya, Bu.
Dalam penggalan di atas terlihat bahwa I sudah mengenal pelanggan
tersebut. Ibu Lina, sebagai pelanggan, memulai percakapan dengan
menggunakan bentuk resmi saat menanyakan berapa yang hams dibayar. I
sempat lupa dan menggunakan bahasa Padang. Selanjutnya, I memperbaikinya
dengan bahasa Indonesia. Karena pelanggan mengajak I untuk bercakap-cakap,
I pun melayaninya. Suasana pun bembah menjadi lebih santai. Di sini I
melakukan alih kode kepada pelanggan untuk menunjukkan situasi resmi
karena ia sedang bekerja. Kemudian, ia mengubah bahasa yang resmi itu
menjadi bahasa Indonesia dengan ragam tidak resmi mengikuti pelanggan agar
pelanggan merasa lebih dekat.
Ada situasi saat I menggunakan bahasa Indonesia pada temannya. Saat
itu, temannya memperbesar volume TV untuk menonton pertandingan bola. I
memperingatkan temannya karena ada beberapa pelanggan yang sedang
makan. Jadi, biasanya ia menggunakan bahasa Padang pada temannya, tetapi
kali ini ia menggunakan bahasa Indonesia. Dengan demikian, I menggunakan
alih kode kepada teman untuk menyatakan sikap bahwa ia kurang menyukai
apa yang dilakukan temannya.
Dibandingkan dengan S, I lebih banyak dan lebih berani menggunakan
bahasa Indonesia dan tidak terlalu mempertahankan bahasa sehari -hari, bahasa
Padang. Bahasa Indonesia yang digunakan pun lebih variatif. Di sini juga
AIih Kode Sebagai Indikator Pemertahanan Bahasa 97 Para Pegawai Di Rumah Makan Padang: Analisis Sosiolinguistik (Soraya Ramli)
terIihat bahwa S sangat berhati-hati dalam alih kode dengan pelanggan. Alih
kode yang dilakukan S terhadap pelanggan rnengikuti ragam bahasa yang
dipakai pelanggan. Dengan ternan kerja, ia lebih sering rnenggunakan bahasa
Padang. Alih kode dilakukan hanya jika hal itu dirasa perIu.
Informan 3 (Ip)
Ip bekerja di sebuah rumah rnakan di Mayestik. Ia bertanggung jawab
rnelayani pelanggan yang datang. Ia telah berada di Jakarta selama lima tahun
dan bekerja dengan ternan-ternan yang rnayoritas berasal dari Sumatra Barat.
Di ternpat kerjanya, ada beberapa orang yang tidak berbahasa Padang secara
aktif.
Berdasarkan data yang ada, Ip rnelakukan beberapa kali alih kode kepada
pelanggan dan ternan kerja. Data tersebut akan dianalisis satu persatu.
(Jp melayani pelanggan)
Jp : Mau makan?
Pig 1 : Nggak. Pesen minum aje.
Jp : Minum.
Plg2 : Minum ape lo?
Pig 1 : Teh botol.
Jp : Jus pokat, mangga, melon ....
Pig 1 : Teh botol satu lah
Jp : Teh botoh? (pad a T-l) Teh botol de, dir.
PIg 2 : Es Jeruk deh
Jp : Jeruk? Pakees? Yang manisya? (pada T-l) Esjerukde, Dir.
Ip rnelayani pelanggan dengan bahasa Indonesia. Hal ini dilakukan
karena situasi ini rnerupakan bagian dari pekerjaan. Jadi, Ip hams
98 LINGUA Vol.9 No2, Oktober 89-108
menggunakan bahasa Indonesia kepada pelanggan dalarn rangka menjaga nilai
sosial situasi tersebut. Kemudian, Ip mulai menggunakan bahasa Indonesia
dengan ragarn tidak resmi karena tarnu juga menggunakan jenis bahasa yang
sarna. Jadi, dalarn tuturan yang sarna Ip menggunakan bahasa tersebut supaya
bisa lebih dekat dengan pelanggan.
(Ip bercanda dengan ternan di bagian depan restoran)
Ip : Ha, 10 dah makan?
T2 : Belom. Belom dua kali.
Ip : Belom dua kali?
T2 : Alah alah..
Ip : Lah?
T2 .- Lah.
Dalarn penggalan itu terlihat bahwa Ip bercanda dengan temannya
dengan menggunakan bahasa Jakarta. Alih kode dilakukan agar pendengar
dapat merasa lebih dekat dengan Ip sebagai penutur. Pada saat temannya (T -2)
beralih kode ke bahasa Padang, Ip pun ikut beralih ke bahasa Padang. Jadi, Ip
melakukan alih kode kepada temannya dalam situasi santai untuk membuat
temannya merasa lebih dekat.
(Ada peianggan datang)
PIg4 : Kopi
Ip : Kopi cie, Dir. Kopi cie. Makan? Yo. Kupua' jange '. Pakai kuah?
Pig 4 : Ndak ndak. Dibalaio
Ip : Dibaiaio
Pig 4 : Toiong bawain ya
Ip : Iyo. Iyo.
Alih Kode Sebagai Indikator Pemertahanan Bahasa 99 Para Pegawai Di Rumah Makan Padang: Analisis Sosioiinguistik (Soraya Ramli)
Pelanggan dalam merupakan orang dari wamet di dekat rumah makan
ini. Walaupun bisa menanggapi dalam bahasa Padang, Ip tahu bahwa orang
tersebut tidak bisa menggunakan bahasa Padang dengan fasih karena Ip
sesekali menggunakan alih kode kepada pelanggan agar apa yang diujarkan
lebih mudah dipahami pelanggan tersebut.
(Ip kembali ke depan dan melayani pelanggan)
lp : (Ke teman) Nasia tambah, Mai.
Berapa bungkus nih mas? Bungkus?
Pig 5 : Pake ini aja
Ip : Pake ikan mujair?
Pig 5 : Sambal merahya.
Ip : 5ambai merah?
Pig 5 : Udah itu aja.
Ip : Daun singkong?
Pig 5 : Daun singkong? Jangan deh. Nangka aja.
lp : Lai cub ada ' ya? Pakai air juga?
Pig 5 : Udah pake air nih?
Ip : Udah satu
Pig 5 : Jadi berapa nih? Rendang satu sama mujair satu.
Ip : Sepuluh ribu.
Saat melayani pelanggan, Ip menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini
dilakukan karena pembeli tidak memahami bahasa Padang dan ini adalah
suasana kerja. Jadi, Ip perlu menggunakan bahasa yang sesuai dengan lokasi
tempat kerjanya, yaitu Jakarta.
Dengan demikian terlihat bahwa alih kode mulai sering dilakukan oleh Ip
sebagai penutur bahasa Padang. Karena telah lima tahun bekerja di Jakarta, Ip
100 liNGUA Vol.9 No2, Oktober 89-108
sudah lebih rnudah beralih kode dalarn situasi pekerjaannya. Alih kode yang
dilakukan pun seimbang antara dengan ternan dan dengan pelanggan.
Informan 4 lSi)
Si telah berada di Jakarta selarna tujuh tahun. Ia bekerja di ternpat yang
sarna dan punya tanggung jawab yang sarna dengan Ip, rekannya. Adapun alih
kode yang dilakukan dapat dideskripsikan sebagai berikut.
(saat melihat seorang anak yang dikenallewat)
S1 : Baru puLang Ab ya? Aidir, pai dah? Dah?
(terdiam. Seorang anak (I'-4)yang dikenallewat)
Si : Di, di. Kok Adi cepat puLang sekarang?
T4 : Ulangan
Si : Oh, uLangan? Pai deh Barujam empat Lewat sepuLuh.
Si rnelakukan alih kode pada ternannya yang tidak bisa berbahasa
Padang. Karena itu, alih kode dilakukan agar ujaran dapat Iebih rnudah
dipaharni di sarnping rasa solidaritas pada ternan ternan keciinya yang lebih
sering berbahasa Indonesia dengan dialek Jakarta.
(Ada pelanggan datang)
Si : Apa mbak? Berapa bungkus?
Pig 6 : Yang satu pake ayam bakar. Dada ya.
Si : Nih sambaL, sayur, kasih nggak?
Pig 6 : He eh. Kasih.
S1 : Sayur ya?
Pig 6 : /ya .
. Alih Kode Sebagai Indikator Pernertahanan Bahasa 101 Para Pegawai Di Rurnah Makan Padang: Analisis Sosiolinguistik (Soraya Rarnli)
AIih kode dalam penggalan di atas dilakukan oleh Si kepada pelanggan
yang tidak berbahasa Padang. Hal ini dilakukan dalam situasi sosial pekerjaan
sehingga harus menggunakan bahasa yang lebih umum digunakan dan agar
lawan bicaranya lebih dapat memahami ujarannya.
(Ada pelanggan lain datang)
Si : Ah uni?
PIg 7 : Seperti biasa.
Si : Adanya paha semua.
PIg 7 : lko apo?
Si : Nan ma, uni? ltu kakap uni.
Pig 7 : Kakap yo?
Si : Yo. Lama' ni yo? (beralih ke pelanggan sebelumnya) Satu lag; pake
apa nih?
PIg 6 : Paha
Si : Pake nasi ndak?
PIg 6 : Ndak, ndak pake nasi (ke pig 7)
Si : Limo baleh.
PIg 7 : Oh limo baleh. Itu pange '?
Si : Pake nasi uni?(ke pig 6)
Plg6 : Ndak.
Alih kode dilakukan Si kepada pelanggan yang sudah dikenalnya. Hal ini
terlihat dari sapaan yang ia gunakan pada pelanggan tersebut, yaitu, "uni". Si
menyapa dengan bahasa Padang. Namun, karena pelanggan tersebut menjawab
dengan bahasa Indonesia, Si pun beralih menggunakan bahasa Indonesia. Jadi,
alih kode ini dilakukan karena solidaritas agar lawan bicara merasa lebih dekat.
Karena ini adalah situasi bekerj a, Si terkadang kembali menggunakan bahasa
102 LINGUA Vo\.9 No2, Oktober 89-108
yang lebih umurn digunakan agar lawan bicara lebih dapat rnernahami
ujarannya.
Dari deskripsi di atas terlihat bahwa Si yang lebih lama tinggal di Jakarta
lebih banyak rnenggunakan alih kode jika dibandingkan informan
lainnya.Tercatat ada sepuluh kaIi aIih kode dilakukan Si. Bahasa Indonesia
yang digunakan Si juga lebih rapi apabila dibandingkan Ip, rekan kerjanya.
Informan 5 (J)
J bekerja di restoran Sirnpang Raya, Depok. Di sana 95% pegawainya
berasal dari Jawa Barat. Hanya sedikit pegawai yang berasal dari Sumatra
Barat. Sepuluh tahun rneninggaIkan kampung halaman, ditambah latar
belakang lingkungan kerja yang rnayoritas berbahasa Sunda, dan istri yang
berasal dari Cianjur rnernbuat bahasa Sunda lebih lekat jika dibandingkan
bahasa Padang bagi J. Ia hanya berbahasa Padang pada ternan yang berasal dari
Sumatra barat. Rekaman diambil saat jam rnakan siang telah selesai dan
kebanyakan para pegawai sedang rnenunggu berakhimya jam kerja rnereka.
Selain itu, J juga bertugas di bagian lauk. Ia bertanggung jawab untuk
rnenyiapkan pesanan. Karena tidak banyak pelanggan, ia lebih banyak
bercengkrama dengan ternan ternannya. Berikut adalah deskripsinya.
(Ada ternan J rninta gararn)
J : Garam? Aya. Di die tuh.
Tl : Teu aya.
J : Aya. •• Piringin atuh.
Tl : Tatakan kedl nih.
J : Haredang, but Ke heula atuh.
Alih Kode Sebagai Indikator Pemertahanan Bahasa 103 Para Pegawai Di Rumah Makan Padang: Analisis Sosiolinguistik (Soraya Ramli)
· J rnenggunakan bahasa Sunda saat berbicara dengan ternannya. Karena
rnayoritas ternan ternannya berbahasa Sunda, J ingin rnenjadi bagian dari
rnereka dan rnernperlihatkan solidaritasnya. Karena itu, ia rnenggunakan alih
kode ke bahasa Sunda, bukan bahasa Padang. Alih kode dilakukan untuk
rnenunjukkan solidaritas pada rnayoritas ternan ternannya yang berasal dari
JawaBarat.
J : Kumaha iyeu teheuy?
T-3 : (dialekJawa) Ini nunggu udah lama makanya dikasih tau. Cepetan,
cepetan
J : Biasa wae atuh. Teu ngotot. Nu bener atuh ngomong na.
T-3 : Masalahnya ini udah lama.
J : Numana sih numana? Nu opatan, lain?
T-3 : Nu ngarep (Zogat Jawa). Yang sama Faisal
tadi di bawah kan empat
J .' Kapan?
T-3 : Tadi yang duduk di situ.
J : Ah, boong luh ah.
T-3 : Aku nggak boong. Tanya aja sama Andri. Tuh Andri yang kenai sama
orangnya. (ZogatJawa)
J : Tabuh Sabaraha?
T-3 : Tadi yang dua orang itu. Udah itu nasi udah dateng, tapi lauknya
belum. [ . .]
Tamunya udah marah tuh.
J : { . .] euuuh isuk pulang euy.
J sedang bertengkar dengan ternannya. Ternannya tidak berasal dari Jawa
Barat dan bukan pula dari Padang. Logat Jawa rnernperlihatkan hal tersebut.
104 LINGUA Vo\.9 No2, Oktober 89-108
Walaupun temannya menggunakan bahasa Indonesia, J tetap merespon dengan
bahasa Sunda untuk memperlihatkan sikap menjaga jarak pada temannya. Di
tengah pertengkaran, ia beralih kode lagi ke bahasa Indonesia dengan tujuan
agar ujarannya lebih dipahami oleh lawan bicaranya mengingat ia buka berasal
dari J awa Barat.
(J kembali bieara pada teman-teman yang lain)
J Eta panon tuh urus. Te ta tinggali semangat. (Beralih pada T-4)
Ha? Balia ang? Ko bali' bali' beko.
(T-4 mengajak J pulang)
J Jam tigo. Ko jam tigo. Bantai lah. Baia pak.I ... 1Mangantua' ko?
Ado ada sih karajo. Pake box mo ha?
(beralih ke teman lain) Apa labora taun pak?
T-7: Tiga puluh
J Enam puluh? Tiga puluh?
(J mengajak temannya pulang)
Potongan percakapan tersebut memperlihatkan bahwa J dengan mudah
beralih kode untuk menyesuaikan diri dengan bahasa yang digunakan teman-
temannya. Setelah berujar dengan bahasa Sunda, ia beralih ke bahasa Padang
saat bicara dengan temannya yang berasal dari Sumatra Barat (T -4). Saat ia
bicara dalam bahasa Sunda dan ditanggapi dengan bahasa Indonesia, ia pun
beralih ke bahasa Indonesia.
Saat bercanda dan bercerita dengan teman-temannya, J lebih banyak
mengalihkan kode ke bahasa Sunda walaupun itu berbeda dengan bahasa yang
digunakan teman-temannya. Hal ini dilakukan karena bahasa Sunda merupakan
bahasa kaum mayoritas di rumah makan itu dan merupakan bahasa yang sehari
hari digunakan oleh J. Jadi, mengungkapkan segala sesuatu dalam bahasa
Alih Kode Sebagai Indikator Pernertahanan Bahasa 105 Para Pegawai Di Rumah Makan Padang: Analisis Sosiolinguistik (Sonya Ramli)
Sunda lebih mudah bagi J. Narnun, J juga masih memberi perhatian kepada
siapa yang diajak bicara sehingga seringkali bahasa dialihkan sesuai dengan
yang dipahami orang yang diajak bicara.
J sangat banyak melakukan alih kode dari bahasa Padang. Dalarn data
tercatat ada enarn belas kali alih kode dari bahasa Padang yang merupakan
bahasa ibu ke bahasa Indonesia dan bahasa Sunda yang penuturnya merupakan
bagian yang dominan dari kesehariannya. Dari semua informan inilah
terbanyak. AIih kode yang lakukan mempunyai pola yang sarna dengan yang
telah dipaparkan sebelumnya.
Secara umum deskripsi data telah memperlihatkan bahwa alih kode
paling banyak dilakukan oleh informan yang paling lama tinggal di Jakarta. Ini
juga menandakan bahwa bahasa ibu tidak lagi dipertahankan sepenuhnya.
Situasi mengendalikan alih kode yang dilakukannya. Secara singkat data
penelitian dapat dirumuskan menjadi seperti tabel di bawah ini.
':Memperlihatkan sikap,
... Memperlihatkan solidaritasl
106 LINGUA VoL9 No2, Oktober 89---108
Pelanggan (4) Melayani tamu
Petugas
parkir (1)
(16) ternan
agar lebih dekat
-Agar rnudah dipahami karena
lawan bicara tidak rnenguasai
bahasa asH penutur
-Menunjukkan nilai sosial
-Memperlihatkan solidaritasl
agar lebih dekat
-Agar nmdah dipahamikarena
lawanbicara tidak menguasai
bahasa asH penutur
Ket: Inf= informan, jrnl AK, tggl di Jkt = lama tinggal di Jakarta
SIMPULAN
Berdasarkan deskripsi, analisis, dan rumusan data hasil penelitian,
simpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut.
1. Semakin lama seseorang meninggalkan tempat asalnya, semakin kurang
pemertahanan bahasanya dan semakin sering alih kode dilakukan.
Sebaliknya, jika seseorang masih bam meninggalkan kampung
halamannya, semakin sedikit alih kode yang dilakukan dan semakin kuat
pemertahanan bahasanya.
Alih Kode Sebagai Indikator Pemertahanan Bahasa 107 Para Pegawai Di Rumah Makan Padang: Analisis Sosiolinguistik (Soraya Ramli)
2. Alih kode pada para pegawai rumah makan padang kebanyakan terjadi
saat sedang bersama ternan keIja dan saat bersama pelanggan.
3. Alih kode pada ternan dilakukan saat bersantai atau bersosialisasi untuk
menyatakan sikap atau menunjukkan solidaritas
4. Secara umum, alih kode kepada pelanggan dilakukan saat melayani
mereka untuk menunjukkan nilai so sial karena situasinya adalah
lingkungan keIja para pegawai.
5. Alih kode dilakukan oleh para pegawai rumah makan padang dengan
mempertimbangkan situasi dan menyesuaikan dengan bahasa apa yang
harns dilakukan.
6. Jika dibandingkan kepada ternan keIja, alih kode yang dilakukan kepada
pelanggan sepenuhnya dilakukan secara sadar. Informan menyesuaikan
diri dengan bahasa dan ragam bahasa yang gunakan oleh para pelanggan.
DAFTARPUSTAKA
Crystal, David. 1987. The Cambridge Encyclopedia of Language. Cambridge:
Cambridge University Press
Hudson, RA. 1996. Sociolinguistics. Cambridge: Cambridge University Press.
Samarin, William J. 1988. Ilmu Bahasa Lapangan. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
Wardhough, Ronald. 1986. An Introduction to Sociolinguistics. UK: Basil
Blackwell
108 LlN4UA Vol.9 No2, Oktober 89-108
FILM GO KARYA KAZUKI KANESIDRO: PERSOALAN IDENTITAS DANKEWARGANEGARAAN
Dewi Ariantini Yudhasari Stal Pengajar Jurusan Bahasa Jepang STBA LIA Jakarta
Abstrak Film Go mengangkat issue identitas, kewarganegaraan, dan diskriminasi, yang dikemas
dalam percintaan. Film ini menceritakan kisah cinta dua remaja lain bangsa (Korea dan Jepang). Tokoh utama dalam kisah ini bemama Sugihara, generasi ketiga keturunan Korea di Jepang. Bagian klimaks terjadi ketika Sugihara mengutarakan bahwa ia bukan orang Jepang, melainkan orang Korea. Sakurai, kekasih Sugihara dan seorang anak yakuza, merasa tidak dapat melanjutkan hubungan itu karena dalam dirinya telah muncul persepsi bahwa orang Korea dan Cina berasal dari keturunan yang memiliki darah kotor. Sakurai lalu memutuskan hubungan kasihnya dengan Sugihara. Sugihara marah dan mengatakan bahwa dirinya adalah dirinya. Ia merasa identitas dan kewarganegaraannya terusik. Film ini berakhir dengan kembalinya hubungan Sugihara dan Sakurai.
Abstract The movie "Go" reveals the issue of identity, citizenship, and discrimination. It tells
about the romance of teenagers comingfrom Korea and Japan. The main character, Sugihara, is the third generation from Korean decendants living in Japan. The climax of the movie is in the part of when Sugira admits that he is a Korean, not a Japanese. It arises Sakura's anger for Korean and Chinese were originated from bad blood was planted in her mind It makes the relationship broken. Sugihara needs her to accept him as the wtry as he is. The movie "Go" was with happy ending by the couple is in love again.
PENDAHULUAN Kazuki Kaneshiro adalah pengarang generasi ketiga keturunan Korea di
Jepang. Ia menulis beberapa karya, antara lain Revolution No.3 (Kodansha,
1999) dan Fray Dady Fray (Kodansha, 2003). Pada 2000 Kaneshiro
menerbitkan novel berjudul Go (Kodansha, 2000). Novel ini mendapat best
seller di Jepang tahun itu dan mendapat penghargaan Naoki untuk novel
popular. Setahun kemudian novel ini diangkat ke layar lebar disutradarai oleh
Yukisada Isao. Film ini pemah booming di Jepang.
Film Go Karya Kazuki Kaneshiro: Persoalan Identitas dan Kewarganegaraan (Dewi Ariantini Yudhasari) 109
Film ini menceritakan kisah cinta dua orang remaja lain bangsa (Korea
dan Jepang). Tokoh utarna dalam kisah ini bernama Sugihara, generasi ketiga
keturunan Korea di Jepang. Ia terlahir dari orang tua generasi pertama dan
kedua keturunan Korea di Jepang. Orang keturunan Korea di Jepang yang
dikenal dengan istilah zainichi adalah orang Korea yang telah memilih untuk
menetap dan tinggal di Jepang. (Sugihara, 2000). Ayah Sugihara bekerja
sebagai pelatih boxing dan ibunya beketja sebagai pelayan di sebuah restoran
Korea. Sugihara, dalam kisah ini, lahir di Jepang dan rnendapat didikan Jepang.
Ia hidup dalarn lingkungan yang menggunakan bahasa Jepang dan bahasa
Korea. Ia bersekolah di sekolah dasar dan sekolah menengah khusus bagi orang
Korea (Minzoku Gakkou), yaitu sekolah yang didirikan oleh pernerintah Jepang
bagi orang Korea Utara. Di sekolah sernua murid diharuskan menggunakan
bahasa Korea dan tidak boleh rnenggunakan bahasa Jepang. Mereka didik
dengan menggunakan doktrin dari. negara rnereka. Pada waktu SMP Sugihara
dipukuli oleh gurunya karena ternannya bercerita bahwa ia menggunakan
bahasa Jepang di rumah. Akibat kekerasan yang diterimanya di sekolah, ia
memutuskan untuk ke luar dari sekolah itu dan rnasuk ke sekolah Jepang
(sekolah umurn di Jepang). Ia aktif di kegiatan klub basket. Di sekolah Jepang,
ia rnendapatkan perlakukan yang tidak menyenangkan dari ternan dan
lingkungannya (ijime). Pada saat yang bersamaan ia berteman dengan seorang
anak yakuza, ternan satu sekolahnya. Saat itu ia diperkenalkan dengan
kehidupan malam dan seksual. Ketika hadir dalam satu acara, ia berternu
dengan seorang perempuan bernama Sakurai. Sugihara akhirnya menjalin
hubungan dengan Sakurai. Hubungan kedua rernaja ini rnerupakan bagian
terpenting dalam film Go. Bagian klimaks tetjadi ketika Sugihara
mengutarakan bahwa ia bukan orang Jepang, rnelainkan orang Korea. Sakurai
merasa tidak dapat melanjutkan hubungan itu karena dalam dirinya telah
110 UNl1IJA Vol.9 No2, Oktober 109-120
muncul persepsi bahwa orang Korea dan Cina berasal dari keturunan yang
memiliki darah kotor. Sugihara merasa identitasnya dan kewarganegaraanya
terusik. Film berakhir dengan kembalinya hubungan Sugihara dan Sakurai.
Film ini memberikan pembelajaran kepada penonton tentang persahabatan dan
menghargai adanya perbedaan antarmanusia.
KETURUNAN KOREA DI JEP ANG
Pada 1910 Jepang menganeksasi Korea. Saat itu wilayah semenanjung
Korea menjadi bagian dari wilayah Jepang. Orang Korea mulai datang ke
Jepang karena Jepang membutuhkan tenaga keIja pada sektor industri yang
berkembang saat itu. Kondisi ekonomi Korea sulit pada masa itu yang
menyebabkan orang Korea datang sendiri mencari pekeIjaan ke Jepang. Pada
1934 teIjadi migrasi besar-besaran orang Korea ke Jepang sejumlah 50.053
orang (Sugihara, 1999:84). Salah satu faktor penyebab migrasi tersebut adalah
dibangunnya pabrik-pabrik yang membutuhkan banyak tenaga keIja. Orang
Korea yang datang kebanyakan berasal dari pulau Saishu yang berada di
semenanjung daratan Korea. Kedatangan orang Korea ke Jepang teIjadi dalam
beberapa gelombang. Setelah Jepang menyerah tanpa syarat pada 1945, terjadi
pemulangan orang Korea yang berada di Jepang. Mereka diminta untuk
memilih pulang atau menetap di Jepang. Sebagian dari mereka memilih tetap
tinggal di Jepang karena alasan ekonomi. Orang Korea yang menetap di Jepang
inilah cikal bakal keturunan Korea di Jepang sekarang ini. Orang asing di
Jepang pada 2007 berjumlah 2.152.973 orang dan keturunan Korea di Jepang
pada tahun itu beIjumlah 593.489 orang (27,6%)
Orang asing dan keturunannya yang tinggal dan memilih untuk menetap
serta berkehidupan di Jepang dikenal dengan istilah zainichi. Ada zainihci
Brazil, zainichi Amerika, dan sebagainya. Sementara itu, sebutan zainichi di Film Go Karya Kazuki Kaneshiro: Persoalan Identitas dan Kewarganegaraan (Dewi Ariantini Yudhasari) 111
Jepang lebih merujuk kepada kelompok minoritas etnis Korea yang
menyeberang ke Jepang dan memilih untuk hidup di Jepang sebagai generasi
pertama, generasi kedua orang Korea, dan orang keturunan Korea (Huna,
2004:8). Dengan kata lain, sebutan zainichi merujuk pada sebutan bagi
keturunan orang Korea di Jepang.
Pembahasan makalah ini akan mefokuskan pada pemahaman mengenai
keturunan Korea di Jepang dari sudut pandang kesusasteraan Jepang. Menurut
Elise Foxworth, dalam A Tribute to The Japanese Literature of Korean Writers
in Japan, mendefisinikan kesusasteraan orang keturunan Korea adalah karya
sastra yang ditulis oleh pengarang keturunan orang Korea tentang issue orang
keturunan Korea di Jepang (2006:46). Kesusasteraan orang keturunan Korea di
Jepang mengangkat masalah penjajahan Jepang, praktik kolonial, perang
Korea, imperialisme Amerika, kondisi politik di Korea, etnisitas, nasionalisme,
masalah yang muncul di luar dan di dalam antargenerasi orang keturunan
Korea di Jepang.
Dalam kesusasteraan orang keturunan Korea di Jepang, secara umum
pengategorian generasi dilakukan berdasarkan tema dan karya orang Korea
yang datang ke Jepang. Huna mengatakan sebagai berikut;
112
Pengategorian orang keturunan Korea di Jepang terbagi dalam tiga
generasi: (I) generasi pertama adalah orang Korea yang sudah
berada di Jepang sebelum Perang Dunia II, dan menulis karya dalam
bahasa Jepang pada zaman setelah Perang Dunia II sampai sekitar
tahun 1960-an, (2) generasi kedua adalah orang keturunan Korea
yang lahir dan mendapat didikan di Jepang dan memilih hanya
bahasa Jepang sebagai bahasa pengantar dalam karyanya. Mereka
mempunyai pandangan bahwa tanah air (Korea) bagi mereka adalah
tempat yang dapat mereka kunjungi, tetapi bukan tempat untuk LlN4UA Vo\.9 No2, Oktober 109-120
kembali berkehidupan atau sebagai tempat untuk menetap. Mereka
adalah pengarang yang mulai menulis karyanya setelah tahun 1960
sampai dengan 1980-an, (3) generasi ketiga adalah mereka yang
menyadari bahwa mereka adalah kelompok etnis minoritas dan
diasingkan dari kalangan masyarakat Jepang maupun Korea. Mereka
lahir dari orang keturunan generasi kedua. Mereka adalah pengarang
yang menghasilkan karyanya mulai tahun 1980-an bingga sekarang.
Dengan kata lain. pengkategorisasian ini membantu pemahaman kita
tentang peta karya dan posisi pengarang orang keturunan Korea di
Jepang (2004:11).
Bagaimana tentang kewarganegaraan keturunan Korea di Jepang?
Menurut Taikin seorang antropolog yang meneliti adanya konflik antara
identitas dan belonging dalam bukunya yang berjudul Zainichi Kankokujin no
Shuuen mengatakan bahwa;
orang keturunan Korea di Jepang melupakan dua hal, yaitu (1)
sebagai orang keturunan Korea yang mempunyai kewarganegaraan
Korea masih merasa kurang diperlakukan dengan baik oleh
negaranya, (2) sebagai orang keturunan Korea di Jepang mereka
adalah orang asing yang tidak memahami bagaimana seharusnya
orang asing di negara orang tersebut (Bunshunkisho, 2001).
Menurut Taikin selanjutnya mengatakan sebagai berikut;
Orang keturunan Korea di Jepang berstatus bukan orang Korea dan
bukan orang Jepang. Mereka memiliki kewarganegaraan Korea,
tetapi mereka bukanlah orang Korea yang menjalankan
kewajibannya sebagai penduduk Korea. Salah satunya mereka tidak
melakukan wajib militer dan tidak membayar pajak. Sementara
mereka juga bukan orang Jepang karena mereka tidak membayar Film Go Karya Kazuki Kaneshiro: Persoalan Identitas dan Kewarganegaraan (Dewi Ariantini Yudhasari) 113
pajak seperti penduduk Jepang lainnya. Akan tetapi, oleh pemerintah
Jepang mereka diberikan hak yang sama dengan penduduk Jepang,
seperti hakjaminan hari tua danjaminan kesehatan (2001:16).
Penelitian Taikin menyimpulkan bahwa mereka sengaja memposisikan
dirinya dengan identitas kekoreaannya walaupun mereka sendiri tidak diakui
sebagai orang Korea. Mereka tidak mau mengganti kewarganegaraannya
menjadi orang Jepang. Hal ini merupakan bukti bahwa mereka merasa tidak
perlu memiliki (belonging) dan tetap memepertahankan identitas keturunannya
(zainichi). Hal itu merupakan sesuatu yang merugikan bagi orang keturunan
Korea (zainichi). Taikin meramalkan bahwa konflik identitas dan rasa
kepemilikan itu sebentar lagi tidak lagi akan luntur bersama perkembangan
zaman.
PERSOALAN IDENTITAS DAN KEWARGANEGARAAN DALAM FILM GO KARYA KAZUKI KANESHIRO
Pengamatan karya ini dilakukan dengan cara membaca novel dan
menonton film tersebut. Film merupakan salah satu bentuk media massa yang
memberikan informasi (to inform), mendidik (to educate), memengaruhi (to
persuade), dan menghibur (to entertain) (Effendy, 2005:35). Film Go berdurasi
1 jam 45 menit. Sutradara dalam film ini mengangkat issue identitas,
kewarganegaraan, dan diskriminasi yang dikemas dalam kerangka hubungan
percintaan dua remaja yang berbeda bangsa. Posisi sutradara sangat penting
untuk memilih bagian mana yang ingin ditekankan dalam film sehingga tema
dan makna pesan bisa tersampaikan dalam durasi yang singkat.
Film dalam ranah cultural studies merupakan teks naratif yang
divisualisasikan lewat adengan dalam gambar. Film dapat menjadi bahan
analisis karena film mengekspresikan fenomena yang ada di dalam masyarakat.
114 LINGUA VoL9No2, Oktober 109-120
Namun, kita tidak bisa membadingkan apakah sama novel dan film yang
kedua-duanya merupakan teks naratif. Sudut pandang dalam memaknai hal ini
akan berbeda. Novel merupakan sekumpulan kata-kata, sedangkan film
merupakan sekumpulan gambar. Oleh karena itu, bidang sastra tidak dapat
berbicara tentang sinematografi karena bidang sastra tidak menyentuh hal itu.
Ketika yang dianalisis adalah teks naratifnya, hal tersebut dapat dilakukan
dengan menggunakan pendekatan semoitik dalam ranah culture studies.
Film ini dibuka dengan menampilkan tulisan:
rrr 0 -C tt-I;: ? (namette nani?)
/" 7 P¥ Iv --C v \ 0fu (bara to yonde iru hana wo)
JlIJ 0) L -C 'J-;.. -C t Lv \ W li:t 0) (betsuno namae ni
shitemo utsukushii kaori wa sono mama) (Romeo and Juliet,
Shakespeare)
Ketika melihat tulisan ini dalam novel, pembaca akan merasa ada issue tentang
nama sebagai bagian dari mempertanyakan identitas. Akan tetapi, ketika hal ini
dimunculkan dalam film, penonton tidak begitu memerhatikan makna dari
frasa tersebut dikarenakan durasi yang begitu cepat sehingga maknanya
menjadi tidak tertangkap. Frasa tersebut diambil dari kisah Romoe and Juliet
(Shakespeare) yang mempertanyakan tentang nama dan mengindikasikan
panggilan apa pun untuk sebuah nama akan terdengar indah.
Film kemudian bergerak dengan menampilkan seraut wajah, dengan
bantuan narator tokoh utama mengutarakan kata-kata seperti etnis (minzoku),
tanah leluhur (sokoku), cinta negara (aikoku), negara (kokka), integrasi (tougo),
penindasan (yokuhatsu), persatuan (sougo), penjajah (shihai), rakyat (shimin),
percampuran darah (honketsu), satu darah (junketsu), solidaritas (dangketsu).
Kata kunci ini akan mengarahkan penonton pada kisah yang berhubungan
dengan suatu hal. Film Go Karya Kazuki Kaneshiro: Persoalan Identitas dan Kewarganegaraan (Dewi Ariantini Yudbasari) 115
Selanjutnya, penonton diarahkan lagi untuk lebih tahu apa yang ingin
disampaikan dalam adegan berikutnya, yaitu ketika (Sugihara) tokoh utama
mengatakan kata hatinya melalui narator sebagai berikut.
(Boku wa nihon de umareta. Boku wa nihon de umareta.)
Saya dilahirkan di Jepang. Saya dilahirkan di Jepang
v Q, Korean Japanese. a *A G l.tv \ 5 0
(Iwayuru Korean Jap(lnese. Boku wa nihonjin to kawaranai to omou)
Katanya, orang keturunan Korea di Jepang. Saya pikir, saya sama
dengan orang Jepang.
0 0 0 1=£ a (Yatsura wa kou yobu ... zainichi)
Mereka memanggil saya ... zainichi
Identitas berasal dari kata "idem" dalam bahasa Latin yang berarti sama.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi identitas mempunyai dua
arti, yaitu (1) ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang; (2) jati diri (2007).
Sementara Gidden mengatakan bahwa identitas adalah diri sebagaimana yang
dipahami secara refleksif oleh orang dalam konteks biografinya (dalam Backer,
2004:175). Jadi, identitas diri adalah sekumpulan sifat yang dimiliki oleh
seorang individu. Selanjutnya, identitas budaya menurut Hall adalah identitas
yang datang dari suatu tempat dan memiliki sejarah. Identitas adalah nama
yang kita berikan pada berbagai cara kita diposisikan oleh, memosisikan diri
kita dalam, berbagai konteks naratif masa lalu (Hall dalam Lim, 2009:55).
Pengalaman dari masa lalu inilah yang dielaborasi oleh Hall dengan
mengambil pengalamannya sendiri sebagai orang hitam. Dalam konteks ini,
orang hitam dikonstruksikan sebagai yang berbeda dan sebagai liyan dalam
kategori tertentu dalam masyarakat yang kesemuanya dilakukan oleh rezim 116 LINGUA Vo1.9 No2, Oktober 109-120
yang berkuasa. Konstruksi identitas tersebut mempunyai kekuatan dan
kekuasaan untuk membuat subjek mampu melihat dan mengalami dirinya
sebagai liyan. Akan tetapi, individu akan terus mengalami perubahan dalam
perjalanan sejarahnya.
Dari kutipan di atas, negara digunakan untuk menandai dan memosisikan
identitas subjek (boku wa nihon de umareta). Frasa ini memunculkan
interpretasi bahwa tokoh utama adalah bagian dari penduduk yang tinggal dan
menetap di Jepang dan tidak berbeda dengan orang Jepang lainnya. Akan
tetapi, mereka menyebutnya bukan orang Jepang, melainkan zainichi. Identitas
ini telah dikontruksikan oleh lingkungan sekitar untuk menandai dalam
penyebutan "yang lain (liyan)" bagi kelompok etnis minoritas ini. Sebutan
zainichi ini pun berimplikasi pada adanya sejarah panjang hingga sebutan ini
dipilih dan digunakan untuk mengontruksikan identitas keturunan Korea di
Jepang.
Setelah itu, sutradara mengarahkan agar penekanan dalam hal tersebut
tidak terlalu terkesan menonjol, maka kemudian tokoh utama melalui narator
mengatakan seperti berikut.
(Kore wa boku no renai kan suru monogatari day
Ini adalah kisah cinta saya.
Sutradara membungkus film ini dengan tema percintaan. Namun, jika
kita perhatikan, film tersebut menyangkut soal diskriminasi dan
kewarganegaraan. Selanjutnya, film itu pun dimulai dengan mengisahkan
bagaimana perjalanan cinta tokoh utama. Kisah ini dimulai dengan
penggambaran tentang kondisi sekolah bagi orang keturunan Korea di Jepang.
Pemerintah Jepang memberikan izin kepada pemerintah Korea Utara untuk
mendirikan sekolah mulai dari tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Film Go Karya Kazuki Kaneshiro: Persoalan Identitas dan Kewarganegaraan (Dewi Ariantini Yndbasari) 117
Menengah di Jepang sejak 1956. Di sekolah ini siswa diajarkan tentang doktrin
negara Korea dan paham yang dianut mereka dari negara asalnya. Mereka tidak
diperkenankan menggunakan bahasa Jepang di sekolah dan dalam kehidupan
sehari hari. Pada kenyataannya, generasi ketiga keturunan Korea di Jepang
tidak seluruhnya menggunakan bahasa Korea dalam kehidupan sehari hari.
Bahkan, mereka sama sekali tidak menggunakan bahasa Korea di dalam
keluarga. Hal itu membuat seorang guru marah dan menghajar murid. Tokoh
utama dalam kisah ini pun akhimya memilih untuk pindah sekolah ke sekolah
Jepang saat SMP. Hal tersebut bisa kita lihat di dalam film bahwa dalam
keluarga tokoh utama mereka menggunakan bahasa Jepang dalam percakapan
sehari hari. Bahasa Jepang diposisikan sebagai identitas yang dikontruksikan.
Kisah berlanjut pada pembicaraan mengenai kewarganegaraan. Ayah
dari tokoh utama telah memutuskan untuk mengganti kewarganegaraannya
menjadi orang Korea Selatan dikarenakan ia ingin berlibur untuk
menghabiskan masa tuanya di Hawaii. Namun, keturunan Korea Utara tidak
dapat pergi ke luar negeri dikarenakan dibatasi oleh aturan khusus. Oleh karena
itu, orang tua tokoh utama memiliki mengajukan aplikasi mengajuan
kewarganegaraan Korea Selatan. Dalam hal ini, Jepang hanya mengakui
kewarganegaraan Korea Selatan.
Kisah berlanjut pada hubungan percintaan antara Sugihara dan Sakurai.
Klimaks dari hubungan ini adalah ketika tokoh utama menceritakan identitas
dirinya bahwa ia bukan orang Jepang, melainkan orang Korea. Saat itu, Sakurai
mengatakan bahwa ia sejak kecil diajari untuk tidak bertemu, berteman, dan
berpacaran dengan orang Korea dan eina karena mereka memiliki keturunan
darah yang kotor. Mendengar hal ini, Sugihara marah dan mengatakan bahwa
dirinya adalah dirinya. Ia tidak mengenal apa itu kewarganegaraan, apa itu
perbedaan bangsa, dan mengapa ada yang memiliki darah kotor. Sakurai lalu 118 LlN£fl1AVo1.9No2, Oktober 109-120
memutuskan hubungan kasihnya dengan Sugihara. Namun, einta tidak
mengenal logika juga tidak mengenal etnis, bangsa, negara, dan
kewarganegaraan. Cinta mereka menjadi landasan terlampauinya batas-batas
wilayah. Identitas sudah tidak lagi menjadi sesuatu hal yang final pada diri
individu. Identitas menjadi eair dan hybrid terns akan menjadi atau identitas
becoming.
PENUTUP Film Go karya Kaneshiro mengangkat persoalan identitas dan
kewarganegaraan. Persoalan ini dianggap isu menarik yang perlu diangkat oleh
sutradara untuk memberikan· informasi, mendidik, serta memengaruhi
penonton untuk mau tahu dan mau mengenal kondisi keturunan Korea di
Jepang, khususnya generasi ketiga. Film ini baik ditonton oleh generasi muda
Jepang agar memuneulkan pemahaman tentang multikultural yang dapat
meleburkan perbedaan budaya hingga menembus batas-batas wilayah negara.
Identitas budaya yang melekat pada seorang individu dapat meneair dan hybrid
menjadi identitas yang selalu menjadi (becoming).
Film Go Karya Kazuki Kaneshiro: Persoalan Identitas dan Kewarganegaraan (Dewi Ariantini Yudhasari) 119
DAFTARPUSTAKA
Backer, Chirs. Cultural Studies. Bantul: Kreasi Wacana, 2004.
Hall, Stuart. Theorizing Diaspora: "Cultural Identity and Diaspora." Amerika:
Blackwell Publishing. 2003
Kaneshiro, Kazuki. Go. Tokyo: Kodansha, 2000.
Kim, Huna. Zainichi Chousenjin Josei Bungakuron. Tokyo: Sakuhinsha. 2004.
Lim, Sing Meij. Ruang Sosial Baru: Perempuan Tionghoa Sebuah Kajian
Pascakolonial. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009.
Sugihara, Tooru. Ekkyo suru tami: Kindai Osaka no Chousenjin Shi
Kenkyuu.Tokyo: Shinchousha, 1999.
120 LINGUA Vo1.9No2, Oktober 109-120
KETIDAKCERMATAN PENULISAN EJAAN DALAM SKRIPSI MAHASISWA JURUSAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS
BUNDA MULIA JAKARTA
Sri Hapsari Wijayanti Dosen tetap FE, Universitas Alma Jaya, Jakarta [email protected]
Jati Wahyono Agustinus Dosen Tetap Sekolah Tinggi Emu Komunikasi dan Sekretaris Tarakanita, Jakarta
Abstrak Skripsi merupakan bentuk karya tulis ilmiah yang memilik aturan ketat terhadap kaidah
kebahasaan yang baku. Salah satu kaidah penting adalah penulisan ejaan. Penelitian ini mengamati kaitan gender dengan ketidakcermatan penggunaan ejaan dalam Pendahuluan skripsi yang ditulis oleh mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Bunda Mulia, Jakarta. Dari tiga puluh skripsi, ditemukan ketidakcermatan dalam penulisan sebelas jenis tanda baca, tiga tipe penulisan huruf, dan bentuk non, pun, dan di. Ditemukan ada perbedaan yang berarti dari segi gender dalam ketidakcermatan penulisan tanda baca, tetapi tidak ada perbedaan gender dalam tipe tanda baca yang digunakan. Juga tidak ada perbedaan yang berarti dari segi gender dalam hal ketidakcermatan penulisan huruf dan kata.
Kata kunci: ejaan, tanda baca, tulisan ilmiah, tesis, gender
Abstract Theses is a final academic writing which is written by student at university. It had to be
used tight formal language aspects. One of the important aspects is mechanics. This study aims to examine gender related to the mistakes of mechanics in Introduction section of Communication Field at University of Bunda Mulia, Jakarta. From thirty theses in this study, we found many mistakes, i. e. eleven punctuations, three types of words, and form of non, pun, and di There was significant difference of gender in punctuations mistakes, but no significant difference in the type of punctuations. Also there was no significant difference in the type of words andforms mistakes.
Key words: mechanics, punctuation, academic writing, theses, gender
LATAR BELAKANG MASALAH
Bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi yang digunakan dalam
bidang pendidikan sejak tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Tujuan
khusus pembelajaran bahasa Indonesia di perguruan tinggi adalah agar para
mahasiswa, calon sarjana, terampil menggunakan bahasa Indonesia yang baik Ketidakcermatan Penulisan Ejaan DaIam Skripsi Mahasiswa Jurusan llmu Komunikasi Universitas Bunda MuJia Jakarta 121 (Sri Hapsari Wijayanti - Jati Wahyono Agustinus)
dan benar, baik lisan maupun tulis, sebagai sarana pengungkapan gagasan
ilmiah. Tujuan jangka panjangnya adalah agar mahasiswa sanggup menyusun
skripsi, kertas kerja, laporan penelitian, dan karya ilmiah yang lain (Arifin,
2005:2).
Pada beberapa perguruan tinggi, bahasa Indonesia menjadi mata kuliah
wajib yang tergolong mata kuliah dasar umum (MKDU). Di Universitas Bunda
Mulia, bahasa Indonesia dikelompokkan dalam mata kuliah pengembangan
kepribadian (MPK). Kepribadian Indonesia adalah kepribadian yang
Pancasilais, yaitu yang religius, penuh rasa kemanusiaan, persatuan,
demokratis, dan keadilan so sial. Seluruhnya ini akan tercermin melalui cara
berkomunikasi dalam setiap kegiatan akademik, termasuk keterampilan
menulis dan berbicara dalam komunikasi ilmiah (Kuntarto, 2007).
Baik tergolong dalam MKDU maupun MPK, penguasaan bahasa
Indonesia di perguruan tinggi masih belum mencapai target yang diharapkan.
Perkuliahan bahasa Indonesia selama ini belum berperan maksimal dalam
meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia tulis mahasiswa. Kegagalan ini
disebabkan lemahnya motivasi mahasiswa, kurangnya koordinasi antardosen,
antardepartemen atau progam, dan rendahnya komitmen pimpinan terhadap
pengembangan mata kuliah bahasa Indonesia (Alwasilah, 2000).
Salah satu kelemahan itu tercermin dalam skripsi. Skripsi ditulis oleh
setiap mahasiswa sebelum meraih gelar strata satu. Skripsi merupakan salah
satu bentuk bahasa tulis ilmiah. Sebagai bahasa tulis ilmiah, skripsi bercirikan
penggunaan ragam yang formal, ejaan yang tepat, pilihan kata yang tepat,
istilah yang sesuai dengan bidang ilmu, kalimat yang efektif, dan paragraf yang
padu.
Ejaan penting diperhatikan dalam menulis ilmiah. Pemakaiannya yang
benar dan tepat sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia
122 UNalJA Vol.9 No2, Oktober 121-149
memperlihatkan kemahiran berbahasa tulis penulisnya. Namun, banyak penulis
tidak menghiraukan ejaan. Substansi (isi), jika tidak dikemas dalam bahasa
(termasuk ejaan) yang komunikatif, menjadi sulit dipahami.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimana mahasiswa jurusan
Ilmu Komunikasi Universitas Bunda Mulia menerapkan ejaan di dalam skripsi.
Secara khusus, penelitian inibertujuan (a) membandingkan frekuensi
ketidakcermatan pemakaian tanda baca, penulisan huruf, dan penulisan kata
berdasarkan gender dalam skripsi mahasiswa Ilmu Komunikasi; (b)
mendeskripsikan penggunaan tanda baca, penulisan huruf, dan penulisan kata
yang kurang tepat dalam skripsi mahasiswa Ilmu Komunikasi.
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi dosen pengampu mata kuliah bahasa
Indonesia untuk dapat menetapkan tingkat kesulitan mahasiswa dalam
menggunakan ejaan di dalam skripsi. Selain itu, hasil penelitian ini dapat
dimanfaatkan oleh dosen nonbahasa agar mendukung pembelajaran bahasa
Indonesia dengan memperhatikan penulisan ejaan dalam karya ilmiahnya atau
dalam membimbing skripsi mahasiswa.
KAJIAN PUSTAKA
Penelitian yang menyoroti unsur bahasa dalam karya ilmiah sudah
banyak dilakukan, baik dengan subjek penelitian siswa-siswi SD maupun karya
ilmiah mahasiswa S-1 dan S-2, bahkan guru/dosen. Pokok bahasan penelitian
dititikberatkan pada aspek kebahasaan (unsur internal), seperti pilihan kata,
ejaan, struktur kalimat, organisasi, dan isi. Selain itu, ada pula yang dikaitkan
dengan unsur eksternal, seperti gender, usia, tingkat pendidikan, dan latar
belakang sosial. Penelitian terhadap tulisan guru-guru SD di Jakarta Timur
yang dilakukan oleh Kumiawati (2000) menunjukkan frekuensi ketidaktepatan
Ketidakcermatan Penulisan Ejaan Dalam Skripsi Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Bunda Mulia Jakarta 123 (Sri Hapsari Wijayanti - Jati Wahyono Agustinus)
kaidah ejaan, termasuk huruf kapital dan huruf miring. Menurutnya, tidak ada
perbedaan yang berarti antara tulisan guru laki-Iaki dan perempuan. Sementara
itu, di tingkat SMP, Manuputty (2009) melaporkan bahwa dari 25 karangan
siswali di Desa Cilellang, Kabupaten Barru, masih banyak ditemukan
pelanggaran kaidah penggunaan tanda baca.
Aspek ejaan bukan satu-satunya yang tidak dikuasi oleh siswa, ada aspek
bentuk dan pilihan kata serta kalimat yang memperlihatkan kesalahan. Hal ini
terungkap dari penelitian Marlina (2010) terhadap soal ujian nasional bahasa
Indonesia kelas IX tahun ajaran 2006 di Pekan Baru. Tanda baca yang salah
meliputi tanda koma dan tanda hubung. Huruf kapital yang salah ditemukan
dalam penulisan nama mata pelajaran, kegiatan, akronim, singkatan kata, dan
sapaan. Di jenjang yang lebih tinggi, pemakaian bahasa Indonesia dalam karya
ilmiah mahasiswa tidak jauh berbeda dengan siswa di sekolah menengah.
Menurut Simpen (1998), sistem pengajaran bahasa Indonesia di perguruan tinggi perlu ditinjau kembali, khususnya dalam hal kalimat. Kalimat yang
ditulis oleh mahasiswa masih menunjukkan kesalahan, ketidakjelasan
hubungan subjek dan predikat, kalimat tidak berpredikat, tidak logis, dan tidak
paralel. Temuan yang tidak jauh berbeda diperoleh Arifin dan Hadi (2001)
dalam Manuputty (2009). Keduanya mengatakan bahwa siswa dan mahasiswa
di tingkat dasar, menengah, hingga perguruan tinggi masih di bawah standar
dalam menulis karangan karena mereka melakukan kesalahan dalam
pemakaian ejaan, pilihan kata, dan penyusunan kalimat.
Basuki dan Bambang Djunaidi (2010) membuktikan adanya kesalahan
dalam penggunaan ejaan pada laporan praktikum mata kuliah Kimia Dasar
mahasiswa jurusan Biologi FMIP A Universitas Bengkulu tahun akademik
2009/2010. Kesalahan itu meliputi pemenggalan kata, penulisan huruf,
124 LlN(jlJA Vol.9 No2, Oktober 121-149
penulisan kata, dan tanda baca. Kesalahan yang terbanyak terdapat pada
pemakaian tanda baca, diikuti penulisan kata, kesalahan penulisan huruf
kapital, dan terakhir pemenggalan kata. Akan tetapi, Setiawati (2007)
menemukan bukan aspek tanda baca, melainkan paragrafyang dianggap paling
sulit dikuasai mahasiswa. Oi lain pihak, kadar kebakuan sebesar 71,49%, yang
artinya berada dalam kriteria sedang, dilaporkan Faisal (2008) dari
penelitiannya terhadap tulisan mahasiswa S-2 di Universitas Hasanudin.
LANDASAN TEORI
Skripsi adalah salah satu bentuk tulisan ilmiah. Badudu (1985) dalam
Marlina (2010) mengatakan, "Bahasa tulis harus memperlihatkan kaidah-
kaidah bahasa yang berlaku. Bahasa tulis harus lebih ketat daripada bahasa
lisan, harus teratur dan lebih jelas pengungkapnnya." Ciri-ciri tulisan ilmah
adalah bermakna jelas/lugas, merupakan kesatuan yang bulat, singkat, padat,
serta memenuhi kaidah bahasa secara tertib, dan komunikatif (Akhadiah dkk.,
1988).
Penelitian ini berpijak pada teori yang berhubungan dengan ejaan bahasa
Indonesia yang disempumakan (EYD) (2000). Oalam pedoman tersebut
dijabarkan lima belas tanda baca, yaitu tanda baca titik, titik dua, titik koma,
koma, petik, apostrof, hubung, pisah, garis miring, ellipsis, tanya, seru, kurung
siku, kurung, dan petik tunggal.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan data primer berupa kalimat-kalimat yang
terdapat di dalam skripsi mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi Universitas
Bunda Mulia. Skripsi yang digunakan berasal dari tahun 2010 dan berjumlah
Ketidakcermatan Penulisan Ejaan Dalam Skripsi Mahasiswa JUfusan IImu Komunikasi Universitas Bunda Mulia Jakarta 125 (Sri Hapsari Wijayanti - Jati Wahyono Agustinus)
tiga puluh skripsi yang dipilih secara acak bertujuan, yaitu 15 laki-laki dan 15
perempuan. Unit analisis penelitian ini adalah tanda baca, kata, dan huruf yang
terdapat dalam Bab 1 Pendahuluan, yang terdiri atas 4-15 halaman. Di bagian
inilah biasanya penulis skripsi menguraikan maksud atau tujuan pemilihan
topik skripsi sehingga diasumsikan banyak hasil pemikiran atau pandangan
yang ditulis dalam bahasa penulis sendiri.
Penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi, yaitu teknik
pengumpulan data melalui pencatatan ketidakcermatan setiap unit analisis,
yakni tanda baca, kata, dan huruf. Analisis data dilakukan secara deskriptif
kualitatif. Tipe ketidakcermatan dikategorisasikan dan dihitung kekerapan
kemunculannya menurut gender. Ketidakcermatan tanda baca, kata, atau huruf
yang sama, jika muncul dalam satu kalimat, dihitung satu kali. Setelah itu, data
dideskripsikan dan dianalisis, serta diberikan usulan penulisan yang benar.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ketidakcermatan tanda baca
Dalam 30 skripsi ditemukan 11 ketidakcermatan penulisan tanda baca
dari 15 tanda baca yang berlaku di dalam EYD (2000). Kesebelas tanda baca itu
adalah tanda titik, titik koma, koma, titik dua, hubung, tanya, petik, kurung,
garis miring, petik tunggal, dan pisah. Tanda baca yang tidak muncul adalah
tanda seru, elipsis, apostrof, dan kurung siku. Frekuensi kemunculan tanda titik
koma, tanya, garis miring, petik tunggal, pisah, karena sangat mlmm,
digolongkan dalam kategori 'dan lain-lain' (lihat tabel di bawah ini).
126 LlNQUA VoL9 No2, Oktober 121-149
Ketidakcermatan Tanda Baca Berdasarkan Gender
Laki2 Perempuan Titik 21 16% 17 11% Koma 92 69% 95 62% Titik dua 7 5% 8 5%
. Hubung 2 1% 10 6% Tanya 2 1% 0 0% Petik 6 4% 10 6% Kurung 1 1% 9 6% Dll 3 2% 5 3%
134 100% 154 100%
Dari tabel di atas terlihat bahwa ketidakcermatan secara umum adalah
penulisan tanda baca koma, diikuti titik, petik, hubung, titik dua, dan kurung.
Temuan ini mengisyaratkan bahwa tanda baca koma dan titik merupakan tanda
baca yang paling banyak memperlihatkan ketidakcermatan dalam
penulisannya. Tanda baca lainnya sangat bergantung pada maksud yang
hendak dikemukakan penulis di dalam bagian Pendahuluan. Dari segi gender,
ketidakcermatan penulisan tanda baca pada laki-Iaki dan perempuan cukup
mencolok perbedaannya (134:154) (lihat Tabel 1). Dengan kata lain,
perempuan lebih banyak menunjukkan ketidakcermatan menggunakan tanda
baca daripada laki-Iaki.
Dilihat dari jenis tanda baca yang digunakan, laki-Iaki dan perempuan
tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok (lihat GrafIk 1 dan GrafIk 2).
Pada laki-Iaki, ditemukan sepuluhjenis tanda baca yang digunakan secara tidak
cermat, yaitu titik, titik dua, tanya, hubung, kurung, koma, petik, 'dan lain-lain'
(titik koma, petik tunggal, pisah), sedangkan pada perempuan ada sembilan
jenis tanda baca, yaitu titik, titik dua, hubung, kurung, koma, petik, 'dan lain-
lain' (garis miring, petik tunggal, pisah). Tanda baca yang tidak muncul pada
Ketidakcennatan Penulisan Ejaan Dalam Skripsi Mahasiswa Jurusan lImu Komunikasi Universitas Bunda Mulia Jakarta 127 (Sri Hapsari Wijayanti - Jati Wahyono Agustinus)
skripsi laki-Iaki adalah gans mlflng (termasuk kategori 'dan lain-lain'),
sedangkan pada perempuan adalah titik koma (termasuk kategori 'dan lain-
lain') dan tanda tanya.
Grafik 1. Ketidakcermatan
DII 1.tJ Pctil, 2%
Hubullti 4% Tltlk dUJ 2'X.
I<urung 1%
Grafik 2. Ketidakcermatan Tanda
KUfllIlg DII
Pendahuluan dalam skripsi memuat latar belakang, masalah, tujuan,
batasan masalah, dan sistematika penulisan. Oi sini diungkapkan penalaran
(alasan) secara logis yang menimbulkan masalah atau pertanyaan penelitian
(Widjono 2005). Dari penelitian ini diketahui bahwa sesuai dengan inti
kandungan yang ada dalam Pendahuluan, yaitu memberikan konteks atas
pemilihan topik skripsi, tanda baca yang muncul selain titik dan koma adalah
titik dua (untuk menyatakan acuanlreferensi), tanda hubung (untuk kata ulang
dan merangkai kata asing dan kata Indonesia), tanda tanya (untuk menyatakan
masalah penelitian), tanda petik (untuk menyatakan petikan langsung, judul
artikel, atau istilah khusus), tanda kurung (untuk menyatakan kata asing atau
kata Indonesia yang digunakan bersama-sama dan memulai serta mengakhiri
acuan).
128 LINGUA VoL9 No2, Oktober 121-149
Ketidakcermatan penulisan huruf
Penulisan huruf, khususnya huruf kapital, huruf tebal, dan huruf miring,
masih menunjukkan ketidakcermatan. Penulisan huruf yang terbanyak kurang
dicermati adalah huruf miring, diikuti huruf kapital. Huruf tebal hanya
ditemukan dalam satu data yang ditulis perempuan. Jumlah ketidakcermatan
penulisan huruf pada kedua gender tidak menunjukkan perbedaan yang berarti
(lihat Grafik 3 dan Grafik 4).
Grafik 3. Ketidakcermatan
... Tebal
Grafik 4. Ketidakcermatan
Dalam penulisan ilmiah, huruf mlflng dan huruf kapital banyak
digunakan. Kapital digunakan untuk selain awal kata, juga untuk menunjukkan
nama-nama (bulan, jalan, nama orang) dan singkatan. Begitu pula huruf miring
banyak digunakan untuk istilah bidang ilmu, nama jumal, buku, yang banyak
disebut-sebut dalam Pendahuluan. Adapun huruf tebal dipakai untuk
menebalkan judul, subjudul, atau subsubjudul, dan tidak lazim digunakan
untuk menebalkan kata di dalam kalimat.
Ketidakcermatan penulisan kata
Ketidakcermatan penulisan kata yang ditemukan adalah penulisan di-,
bentuk terikat non, dan penulisan pun. Bentuk kata yang tidak cermat Ketidakcermatan Penulisan Ejaan Dalam Skripsi Mahasiswa Jurusan Hmu Komunikas; Universitas Bunda Mul;a Jakarta 129 (Sri Hapsari Wijayanti - Jati Wahyono Agustinus)
terbanyak adalah di-, diikuti pun dan non baik pada laki-Iaki maupun
perempuan (lihat Grafik 5 dan Grafik 6). Ketiga bentuk ini ditemukan pada
laki-Iaki, sedangkan pada perempuan tidak ditemukan bentuk non.
Frekuensi kemunculan ketidakcermatan dalam penulisan kata relatif
sedikit, tetapi terkesan ada ketidaktahuan penggunaan yang benar. Penulis
skripsi masih keliru menggunakan di- sebagai awalan dan kata depan, seperti
diantara, diatas, di informasikan. Demikian pula bentuk terikat, seperti non
pada non formal, yang hanya muncul pada laki-laki, belum dipahami sebagai
bentuk yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai kata yang utuh. Bentuk pun
sebagai konjungsi dan bukan konjungsi juga masih dipertukarkan, seperti
pemakaian apapun dan mana pun
Grafik 5. Ketidakcermatan
Penulisan Kata pada Laki-Iaki
Grafik 6. Ketidakcermatan
Penulisan Kata pada Perempuan
non 0'." 'u
Penelitian ini mengisyaratkan bahwa penulis masih belum cermat dalam
menggunakan ejaan. Ketidakcermatan tanda baca dalam penelitian ini lebih
banyak ditemukan daripada penulisan huruf dan kata. Hasil penelitian ini sama
dengan temuan Arifin dan Hadi (2001) dalam Manuputty (2009), Marlina
(2010) bahwa ejaan merupakan ketidakcermatan yang banyak muncul dalam
tulisan. Dari segi gender, berbeda dengan Kurniawati (2000), penelitian ini
menunjukkan perbedaan berarti dalam hal ketidakcermatan penulisan tanda 130 LlNQUA Vo1.9 No2, Oktober 121-149
baca antara laki-laki dan perempuan. Perempuan kurang cermat dalam menulis
tanda baca dibandingkan laki-Iaki.
Deskripsi ketidakcermatan kaidah ejaan
Penulisan huruf
Huruf kapital
Ketidaktepatan dalam penulisan huruf kapital mencakup ketidaktepatan
dalam pemakaian huruf kapital dan ketidakmunculan huruf kapital pada kata
yang seharusnya. Berikut contoh-contohnya.
(l) Sejak dibuka pada tanggal 18 januari 2008 hotel ini berhasil mendapatkan posisi sebagai hotel berbintang tiga. (NK-perempuan)
(2) Sejak tahun 1998, Aqua sudah dimiliki oleh perusahaan multinasional dari perancis. (J-perempuan)
(3) Hal ini disebabkan Bank selalu menegakkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit serta manajemen yang baik terhadap kredit bermasalah. (LF-perempuan)
Perbaikan: (l) Sejak dibuka pada tanggal 18 Januari 2008 hotel ini berhasil
mendapatkan posisi sebagai hotel berbintang tiga. (NK-perempuan)
(2) Sejak tahun 1998, Aqua sudah dimiliki oleh perusahaan multinasional dari Perancis. (J-perempuan)
(3) Hal ini disebabkan bank selalu menegakkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit serta manajemen yang baik terhadap kredit bermasalah. (LF-perempuan)
Huruf kapital selalu mengawali kalimat, dan setiap kalimat hanya
mengungkapkan satu pokok pikiran/ide penulis. Data yang ditemukan
menunjukkan satu kalimat memiliki lebih dari satu ide/gagasan:
Ketidakcermatan Penulisan Ejaan Dalam Skripsi Mahasiswa Jurusan Hmu Komunikasi Universitas Bunda Mulia Jakarta 131 (Sri Hapsari Wijayanti - Jati Wahyono Agustinus)
(1) Alasan mengapa penulis meneliti ini karena banyaknya mall yang ada di Jakarta yang mencapai 130 mall, yang dapat dikatakan sebagai salah satu kota di Asia yang banyak memiliki pusat perbelanjaan, oleh sebab itulah peneliti ingin mengangkatnya, kemudian peneliti memilih Mall of Indonesia karena Mall of Indonesia merupakan mall yang terbilang mall baru dan ingin menunjukkan nilai daya saing mall itu sendiri di tengah banyaknya mall yang terdapat di Jakarta serta karena lokasi mall di area yang strategis dan juga kompetitif. (DO-perempuan)
Perbaikan: (4) (a) Alasan mengapa penulis meneliti ini karena banyaknya mal yang
ada di Jakarta yang mencapai 130 mal, yang dapat dikatakan sebagai salah satu kota di Asia yang banyak memiliki pusat perbelanjaan. (b) Oleh sebab itulah, peneliti ingin mengangkatnya, kemudian peneliti memilih Mall of Indonesia karena Mall of Indonesia merupakan mal yang terbilang mal baru dan ingin menunjukkan nilai daya saing mal itu sendiri di tengah banyaknya mal yang terdapat di Jakarta serta karena lokasi mal di area yang strategis dan juga kompetitif. (DO-perempuan)
Konjungsi karena, jika tidak menyatakan anak kalimat, tidak berada di
awal kalimat. Adapun konjungi antarkalimat, yang berada di awal kalimat,
ditulis dengan huruf kapital dan diikuti tanda koma. Perhatikan contoh berikut.
(5) Karena Carrefour merupakan pusat perbelanjaan terbesar dan terlengkap di Indonesia, selain itu berkaitan dengan keterbatasan waktu, biaya, dan tenaga dengan mengambil para pelanggan Carrefour Puri Indah memudahkan peneliti untuk memperoleh data-data yang diperlukan peneliti.
Perbaikan: (2) karena Carrefour merupakan pusat perbelanjaan terbesar dan
terlengkap di Indonesia. Selain itu, berkaitan dengan keterbatasan waktu, biaya, dan tenaga, dengan mengambil para pelanggan Carrefour Puri Indah memudahkan peneliti untuk memperoleh data-data yang diperlukan peneliti.
132 LtN4tJA Vo!.9 No2, Oktober 121-149
Humf miring
Penggunaan kata atau istilah asingldaerah seyogianya dihindari apabila
kata atau istilah tersebut sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Akan
tetapi, dalam penelitian ini ditemukan banyak kata atau istilah asing yang tidak
diindonesiakan, tetapi tidak juga dimiringkan dalam penulisannya. Berikut
contohnya.
(3) Berdasarkan survey yang dilakukan AC Nielsen (sebuah lembaga survey) memperlihatkan jumlah pasar tradisional di seluruh Indonesia mencapai 1,7 juta unit atau sebesar 73% dari keseluruhan pasar yang ada. (M-perempuan)
(4) Supermal Karawaci melalui program Super Midningt Sale ingin memanjakan pengunjung yang berebut berbagai barang baik fashion, elektronik dan barang lainnya yang dijual dengan harga extra murah dan didiscount hingga 80% di lebih dari seribu toko yang ada di Supermal Karawaci. (S-perempuan)
(5) Pemah mendengar kata-kata "Ku kira coklat, nggak taunya brokat, perutkujadi kacau berat, nggak momo lagi". (J-perempuan)
Perbaikan: (6) Berdasarkan survei yang dilakukan AC Nielsen (sebuah lembaga
survel) memperlihatkan jumlah pasar tradisional di seluruh Indonesia mencapai 1,7 juta unit atau sebesar 73% dari keseluruhan pasar yang ada. (M-perempuan)
(7) Supermal Karawaci melalui program Super Midningt Sale ingin memanjakan pengunjung yang berebut berbagai barang baik fashion, elektronik, dan barang lainnya yang dijual dengan harga ekstra murah dan didiskon hingga 80% di lebih dari seribu toko yang ada di Supermal Karawaci. (S-perempuan)
(8) Pemah mendengar kata-kata "Kukira coklat, nggak taunya brokat, perutkujadi kacau berat, nggak momo lagi". (J-perempuan)
Ketidakcennatan Penulisan Ejaan DaIam Skripsi Mabasiswa Jurusan IImu Komunikasi Universitas Bunda Mulia Jakarta 133 (Sri Hapsari Wijayanti - Jati Wahyono Agustinus)
Huruftebal
Huruf tebal lazim digunakan untuk menulis judul buku, bab, bagian bab,
daftar isi, daftar tabel, daftar lambang, daftar pustaka, indeks, dan lampiran.
Apabila penulis akan menekankan, menegaskan huruf, bagian kata, kata, atau
kelompok kata, digunakan huruf miring, bukan huruf tebal. Berikut contohnya.
(9) Kebutuhan (need) disini dapat diartikan sebagai suatua keadaan dimana merasakan adanya kekurangan. (AJ-perempuan)
Perbaikan:
(6) Kebutuhan (need) di sini dapat diartikan sebagai suatua keadaan dimana merasakan adanya kekurangan. (AJ-perempuan)
Penulisan tanda baca
Tanda baca yang diamati dalam penelitian ini adalah tanda baca yang
tidak cermat digunakan dan tanda baca yang seharusnya digunakan. Ada
sebelas ketidakcermatan penulisan tanda baca yang ditemukan.
Tanda titik Tanda titik digunakan di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan,
ikhitisar, atau daftar, tetapi tidak digunakan di belakang angka atau huruf
dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang
terakhir dalam deretan angka atau huruf. Ketentuan ini diabaikan oleh penulis:
134
(10) 1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan permasalahan
1.3. Tujuan dan manfaat penelitian
1.3.1.Tujuan
1.3.2. Manfaat
LlNC;UA Vol.9 No2, Oktober 121-149
Perbaikan:
(10) 1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan permasalahan
1.3 Tujuan dan manfaat penelitian
1.3.1 Tujuan
1.3.2 Manfaat
(EK-Iaki-Iaki)
Untuk menyatakan waktu dengan angka, jika mencantumkan menit dan
detik, perlu digunakan tanda titik untuk memisahkan jam, menit, dan detik,
bukan tanda titik dua seperti dalam bahasa Inggris.
(10) Menurut Mrs. Rumman Amanda Social House hadir dengan tujuan utama menandai sebuah trendsetter sebuah restoran dengan lebih memberikan suasana santai, non formal namun masih dengan pelayanan yang ramah dan sopan, opening hours yang berbeda dari restoran umumnya yaitu 8:00 pagi sampai 1:00 subuh, sehingga menjadikan Social House tempat pilihan yang tepat untuk bersosialisasi.(VD-laki-laki)
Perbaikan: (11) Menurut Mrs. Rumman Amanda, Social House hadir dengan tujuan
utama menandai sebuah trendsetter sebuah restoran dengan lebih memberikan suasana santai, nonformal, namun masih dengan pelayanan yang ramah dan sopan. Opening hours berbeda dari restoran umumnya, yaitu 08.00 pagi sampai 01.00 subuh, sehingga menjadikan Social House tempat pilihan yang tepat untuk bersosialisasi. (VD-laki -laki)
Dalam bahasa Indonesia, untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya
yang menunjukkan jumlah, digunakan tanda titik, bukan tanda koma:
(12) Carrefour Indonesia memiliki 30 cabang yang tersebar di Jakarta, Bandung, Surabaya, Denpasar, Yogyakarta, Medan, Palembang, dan Makasar yang didukung lebih dari 9,794 karyawan yang siap untuk melayani konsumen. (DT -laki-laki)
Ketidakcermatan Penulisan Ejaan Dalam Skripsi Mahasiswa Jurusan limu Komunikasi Universitas Bunda Mulia Jakarta 135 (Sri Hapsari Wijayanti - Jati Wahyono Agustinus)
Perbaikan: (12) Carre/our Indonesia memiliki 30 cabang yang tersebar di Jakarta,
Bandung, Surabaya, Denpasar, Y ogyakarta, Medan, Palembang, dan Makasar yang didukung lebih dari 9.794 karyawan yang siap untuk melayani konsumen. (DT -laki-Iaki)
Penulisan singkatan untuk perseroan terbatas yang diberi titik seperti di bawah
ini juga masih ditemukan.
(13) Penulis tertarik dengan iklan yang diluncurkan PT. Danone yaitu iklan Program Satu untuk sepuluh Aqua. (J-perempuan)
Perbaikan: (13) Penulis tertarik dengan iklan yang diluncurkan PT Danone, yaitu
iklan Program Satu untuk Sepuluh Aqua. (J-perempuan)
Tandakoma
Tanda baca koma tergolong tanda baca yang banyak digunakan dalam
menulis, selain tanda titik. Untuk penulisan sumber acuan seperti di bawah ini
ditemukan ketidakseragaman penulisan, yang menandakan belum ada
ketentuan yang digunakan.
(14) (Karlinah, Soemirat dan Komala, 1999, p. 13); (Bagyono, 2006 : 1); (Sistaningrum 2002, p 28).
Perbaikan:
(14) (Karlinah, Soemirat dan Komala, 1999:13); (Bagyono, 2006:1); (Sistaningrum, 2002:28).
Pada akhir perincian atau pembilangan, tanda koma sepatutnya dituliskan.
Berikut contoh yang tidak tepat dan perbaikannya.
136
(15) Dengan komunikasi interpersonal antara penjual dengan konsumen, maka akan menghasilkan informasi, pertukaran ide, perasaan dan persepsi. (LF-perempuan)
LlNQUA Vol.9 No2, Oktober 121-149
Perbaikan: (15) Dengan komunikasi interpersonal antara penjual dengan konsumen,
maka akan menghasilkan informasi, pertukaran ide, perasaan, dan persepsi. (LF-perempuan)
Menurut kaidah EYD, sebe1um konjungsi melainkan, tetapi, sedangkan,
kecuali digunakan tanda koma, tetapi dalam skripsi masih ditemukan
ketidakcermatan ini.
(16) Para pengembang tidak hanya bermodalkan lahan atau uang untuk membangun suatu pusat perbe1anjaan. Tetapi juga hams dapat menarik keramaian pengunjung. (M-perempuan)
Perbaikan: (16) Para pengembang tidak hanya bermodalkan lahan atau uang untuk
membangun suatu pusat perbelanjaan, tetapi juga hams dapat menarik keramaian pengunjung. (M-perempuan)
Tanda koma juga memisahkan antara anak kalimat dan induk kalimat dalam
kalimat majemuk bertingkat. Pemahaman tentang jenis kalimat ini agaknya
juga belum dikuasai. Karena itu, muncul kalimat tanpa induk kalimat seperti di
bawah ini.
(17) Jika kepuasan konsumen terwujud maka loyalitas juga dapat terwujud. (DT -laki-laki)
(18) Jika komponen suara tidak diperhatikan. Dengan baik maka komunikasi menjadi kurang bahkan tidak efektif (D-laki-laki)
Perbaikan: (17) Jika kepuasan konsumen terwujud, maka loyalitas juga dapat
terwujud. (DT-laki-laki)
(18) Jika komponen suara tidak diperhatikan dengan baik, komunikasi menjadi kurang, bahkan tidak efektif (D-laki-laki)
Penulisan Ejaan Dalam Skripsi Mahasiswa Jurusan lImn Komunikasi Universitas Bunda Mnlia Jakarta 137 (Sri Hapsari Wijayanti - Jati Wabyono Agustinns)
Tanda koma digunakan setelah konjungsi antarkalimat. Akan tetapi, kaidah ini
tidak diperhatikan oleh penulis skripsi. Contohnya seperti di bawah ini.
(19) Selain itu konsumen memperoleh alternative dalam memilih kunjungan ke pusat perbelanjaan modem. (M-perempuan)
Perbaikan: (19) Selain itu, konsumen memperoleh alternatif dalam memilih
kunjungan ke pusat perbelanjaan modem. (M-perempuan)
Tanda koma dipakai di depan angka desimal atau di antara rupiah dan sen yang
dinyatakan dengan angka. Dalam data, jumlah rupiah tidak ditulis sebagaimana
mestinya.
(20) Es krim Viennetta dari Wall's meluncurkan "Berbagai 100 kebaikan yang menyumbangkan Rp 1000 setiap penjualan es krim untuk anak-anak korban gempa di Sumatra," (J-perempuan)
Perbaikan: (20) Es krim Viennetta dari Wall's meluncurkan "Berbagai 100
kebaikan yang menyumbangkan Rp1.000,00 setiap penjualan es krim untuk anak-anak korban gempa di Sumatra." (J-perempuan)
Keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi dalam kalimat juga
diberikan tanda koma.
(21) Event Organizer sudah berkembang pesat di Indonesia khususnya Jakarta dan kota-kota besar lainnya, dari yang bergerak di bidang pertunjukkan musik, pameran produk (mobil, komputer, handycraft), sampai wedding pun tersedia. (D-laki-Iaki)
(22) Selain gambar, lanjutnya narasi reporter di lapangan Juga memperparah gambar yang ada. (DO-perempuan)
Perbaikan: (21) Event organizer sudah berkembang pesat di Indonesia, khususnya
Jakarta dan kota-kota besar lainnya, dari yang bergerak di bidang pertunjukan musik, pameran produk (mobil, komputer, handycraft), sampai wedding pun tersedia. (D-Iaki-Iaki)
138 LfN4lJAVo1.9No2, Oktober l21-149
(22) Selain gambar, lanjutnya, narasi reporter di lapangan juga memperparah gambar yang ada. (DO-perempuan)
Untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain di dalam kalimat,
digunakan tanda koma. Sebaliknya, jika bukan petikan tidak langsung, tanda
koma tersebut tidak muncul. Berikut contoh yang kurang tepat.
(23) Kotler (2002:486) menyatakan bahwa:'jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak yang lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik." (NK-perempuan)
Perbaikan:
atau
(23) Kotler (2002:486) menyatakan, "Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak yang lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apa pun produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik." (NK-perempuan)
(24) Kotler (2002:486) menyatakan bahwa jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak yang lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apa pun produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisiko (NK-perempuan)
Tanda koma juga digunakan di antara nama dan alamat, bagian-bagian alamat,
nama tempat dan wilayah. (25) Sekolah Pelangi Kasih - Play Orena adalah sebuah sekolah Kristen
yang berada di Ruko Mega Mall no 55-57, Jakarta memiliki tingkatan berbasiskan pendidikan mulai taman kanak-kanak, primary atau SD, danjuga Secondary atau SMP. (F-Iaki-Iaki)
Perbaikan: (24) Sekolah Pelangi Kasih-Play Orena adalah sebuah sekolah
berbasiskan Kristen yang berada di ruko Mega Mall no. 55--57,
Ketidakcermatan Penulisan Ejaan Dalam Skripsi Mahasiswa Jurusan I1mu Komunikasi Universitas Bunda Mu1ia Jakarta 139 (Sri Hapsari Wijayanti • Jati Wahyono Agustinns)
Jakarta, memiliki tingkatan pendidikan mulai taman kanak-kanak, primary atau SD, dan juga secondary atau SMP. (F-Iaki-Iaki)
Titikkoma Kesalahan pemakaian titik koma ditemukan hanya ada satu pada skripsi
dan ditulis oleh laki-Iaki. Fungsi titik koma yang sebenarnya adalah sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara dalam kalimat majemuk setara. Berikut contoh yang kurang tepat.
(26) Uraian mengenai tujuan dan manfaat tersebut diantaranya ; (EK-laki-laki)
Perbaikan: (24) Uraian mengenai tujuan dan manfaat tersebut, di antaranya (EK-
laki-Iaki)
Titikdua
Tanda titik dua digunakan pada akhir pemyataan lengkap yang diikuti rangkaian atau pemerian. Akan -tetapi, titik dua tidak digunakan apabila sebelum rangkaian atau pemerian digunakan antara lain, yaitu.
(27) Carrefour Puri Indah memiliki fasilitas yang cukup lengkap antara lain: memiliki foodcourt, sarana bermain anak serta parkir yang luas dan gratis. (DT-Iaki-Iaki)
(28) Secara ringkas dapatlah disimpulkan bahwa pengelolaan jasa menghadapi tugas-tugas pokok (dalam Kotler, Philip & A.B. Susanto 2000), yaitu: 1. Meningkatkan Differensiasi Kompetitif Mereka. (D-laki-Iaki)
Perbaikan: (26) Carrefour Puri Indah memiliki fasilitas yang cukup lengkap,
antara lain memiliki foodcourt, sarana bermain anak, serta parkir yang luas dan gratis. (DT -laki-Iaki)
(27) Secara ringkas dapatlah disimpulkan bahwa penge10laan jasa menghadapi tugas-tugas pokok (dalam Kotler, Philip & A.B. Susanto 2000), yaitu meningkatkan diferensiasi kompetitif mereka. (D-Iaki-Iaki)
140 tlN4UA VoL9 No2, Oktober 121-149
Pemakaian yang tidak tepat tampak pula dalam contoh berikut yang
memperlihatkan setelah predikat muncul tanda titik dua.
(28) Maksud dan tujuan dilakukannya penelitian ini adalab : Untuk mengevaluasi strategi komunikasi proses "Word Of Mouth Comminication" antara pihak Event Organizer dengan para Customer. (D-Iaki-Iaki)
Perbaikan: (29) Maksud dan tujuan dilakukannya penelitian ini adalab untuk
mengevaluasi strategi komunikasi proses "Word of Mouth Comminication" antara pihak event organizer dengan para customer. (D-Iaki-Iaki)
Tanda bubung Tanda hubung digunakan untuk menyambung unsur-unsur kata ulang dan
dalam penulisannya, tidak digunakan jarak (spasi) untuk menyambung unsur-
unsur tersebut. Sebagai contoh:
(30) Persaingan global sudah merupakan fenomena yang tak terhindarkan dalam dunia industri, yang ditandai dengan perubaban - perubaban yang serba cepat di bidang komunikasi informasi, dan teknologi. (YL-perempuan)
Perbaikan: (29) Persaingan global sudah merupakan fenomena yang tak
terhindarkan dalam dunia industri, yang ditandai dengan perubaban-perubaban yang serba cepat di bidang komunikasi, informasi, dan teknologi. (YL-perempuan)
Jika dalam kalimat digunakan kata dari bahasa Indonesia yang berimbuhan
asing, batas antara imbuhan asing dan kata Indonesia tersebut adalah tanda
hubung. (30) Selain itu juga ada perusahaan Jasa telekomunikasi, sebagai
perusahaan jasa yang mensupport mobilitas perekonomian di Indonesia. (D-Iaki-laki)
Ketidakcennatan Penulisan Ejaan Dalam Skripsi Mahasiswa Jurusan limu Komunikasi Universitas Bunda Mulia Jakarta 141 (Sri Hapsari Wijayanti - Jati Wahyono Agustinus)
Perbaikan: (31) Selain itu, juga ada perusahaan jasa telekomunikasi sebagai
perusahaan jasa yang men-support mobilitas perekonomian di Indonesia. (D-laki-laki)
Tanda tanya
Kalimat tanya lazimnya menggunakan tanda tanya, tetapi masih juga
ditemukan diabaikannya tanda tersebut.
(32) Apakah tayangan kasus perceraian di infotainment memberikan dampak positif atau negatif terhadap keharmonisan rumah tangga. (FtI3A-Iaki-laki)
Perbaikan: (31) Apakah tayangan kasus perceraian di infotainment memberikan
dampak positif atau negatif terhadap keharmonisan rumah tangga? (FtI3A-Iaki-laki)
Tanda petik
T anda petik, antara lain, diguuakan untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus. Di bawah ini istilah customer service yang diindonesiakan 'layanan pelanggan' merupakan istilah yang familiar, setidaknya dalam bidang ekonomi, tetapi oleh penulis skripsi diberi tanda petik seolah-olah mempunyai arti kiasan.
(32) Selain itu mereka juga diharapkan menganut nilai budaya Carrefour untuk berpandangan positif, berintegritas, respek pada komitmen, mempunyai rasa solidaritas, jujur dalam bekerja dan mempunyai jiwa untuk melayani dalam hubungannya dengan pelanggan ("customer service"). (DT -laki-laki)
Perbaikan: (33) Selain itu, mereka juga diharapkan menganut nilai budaya
Carrefour untuk berpandangan positif, berintegritas, respek pada komitmen, mempunyai rasa solidaritas, jujur dalam bekerja, dan mempunyai jiwa untuk melayani dalam hubungannya dengan pelanggan (customer service). (DT-laki-laki)
142 LfN4lJA Vol.9 No2, Oktober 121-149
Di bawah ini tanda petik hanya muncul di awal kalimat dan kalimat ini bukan petikan langsung, melainkan kalimat dari penulis skripsi sendiri; jadi, seharusnya tidak digunakan tanda petik.
(34) "Apakah ada pengaruh dari presentasi promosi yang dilakukan oleh tim marketing Universitas X terhadap Keputusan mahasiswa angkatan 200912010 Universitas X dalam memilih Universitas X? (l'-laki-Iaki)
Perbaikan: (33) Apakah ada pengaruh dari presentasi promosi yang dilakukan oleh
tim marketing Universitas X terhadap keputusan mahasiswa angkatan 200912010 Universitas X dalam memilih Universitas X? (l'-laki-Iaki)
Garis miring
Untuk menyatakan kependekan dua kata (bukan nama lembaga) dalam
bahasa Indonesia digunakan tanda titik, bukan tanda garis miring seperti
berikut.
(34) Data perkembangan jumlah pelanggan dan pemakai internet (kumulatif) perkiraan sId akhir 2007 (l'-perempuan)
Perbaikan: (35) Data perkembangan jumlah pelanggan dan pemakai internet
(kumulatif) perkiraan s.d. akhir 2007 (l'-perempuan)
Tanda kurung
Keterangan tambahan atau penjelasan di dalam kalimat dinyatakan
dengan tanda kurung. Selain itu, untuk menyatakan sumber referensi, juga
digunakan tanda ini, dan penulisannya tidak dibatasi oleh spasi. Berikut contoh
yang salah.
(36) Menurut Carl I. Hovland (Effendy, 2004: 10 ) ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. (RBA-laki-laki)
Ketidakcermatan Penulisan Ejaan Dalam Skripsi Mahasiswa Jurusan llmu Komunikasi Universitas Bunda Mulia Jakarta 143 (Sri Hapsari Wijayanti - Jati Wahyono Agustinns)
Perbaikan: (35) Menurut Carl I. Hovland (Effendy, 2004:10), ilmu komunikasi
adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyarnpaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. (RBA-Iaki-laki)
Tanda pisah
Tanda pisah berbeda dengan tanda hubung. Tanda ini dipakai untuk
membatasi penyisipan kata ata:u kalimat yang memberi penjelasan di luar
bangun utarna kalimat atau merupakan keterangan aposisi. Selain itu, tanda
pisah dipakai untuk menyatakan "sarnpai dengan" atau "sarnpai ke". Dalarn
penulisannya, digunakan garis yang lebih panj ang, yaitu ( --) bukan (-).
(36) Berdasar hasil riset Yahoo! Di Indonesia yang beketja sarna dengan Taylor Neilson Sfres pada tahun 2009, pengguna terbesar internet adalah usia 15-19 tahun, sebesar 64 persen. (P-perempuan)
Perbaikan: (37) Berdasar hasil riset Yahoo! di Indonesia, yang beketja sarna dengan
Taylor Neilson Sfres pada tahun 2009, usia pengguna terbesar internet adalah 15--19 tahun, sebesar 64 persen. (P-perempuan)
Tanda petik tunggal
Untuk mengapit makna kata atau ungkapan bahasa daerah, bahasa asing,
atau bahasa Indonesia, digunakan tanda petik tunggal. Kata merangsang di
bawah ini kurang tepat kalau diberi tanda petik karena tanda itu bukan
memperjelas makna kata atau ungkapan.
(38) Jadilah mereka selalu ingin tarnpil seksi, feminim dan bahkan tarnpil 'merangsang'. (Y -perempuan)
Perbaikan:
144
(37) Jadilah mereka selalu ingin tampil seksi, feminim, dan bahkan tarnpil merangsang (Y -perempuan)
LlNC;UA Vol.9 No2, Oktober 121-149
Penulisan kata
EYD mengatur bagaimana menulis kata, seperti di- sebagai kata depan
atau awalan, bentuk-bentuk terikat, seperti non, dan penulisan kata denganpun
yang menyatakan 'juga'.
Bentukdi-
Di sebagai kata depan dan awalan masih dipertukarkan pemakaiannya.
Hal ini menyiratkan penulis kurang memahami atau kurang memperhatikan
pemakaian yang benar.
(38) Dengan koordinasi dan situasi seperti ini, masing-masing maskapai penerbangan mempersiapkan diri guna menghidupi tantangan dan permasalahan yang timbul dalam persaingan, selain itu maskapai penerbangan dapat menyadari keberadaan dan posisinya diantara para pesaing. (AJ-perempuan)
Perbaikan: (38) Dengan koordinasi dan situasi seperti ini, masing-masing maskapai
penerbangan mempersiapkan diri guna menghidupi tantangan dan permasalahan yang timbul dalam persaingan. Selain itu, maskapai penerbangan dapat menyadari keberadaan dan posisinya di antara para pesaing. (AJ-perempuan)
Bentukpun Pun ditemukan dalam beberapa konjungsi bahasa Indonesia, seperti
ada pun, meskipun, walaupun. Jika bukan konjungsi, bentuk pun ditulis dipisah.
Contoh berikut tidak tepat.
(39) Media eksposure yaitu dimana media semakin bebas menyatakan apapun yang ingin di informasikan kepada publik tentang masalah ''freesex'' sekalipun, saat ini media sudah menjadi bagian besar dari kehidupan dan pengertian tentang bagaimana menggunakan sarana ini untuk pendidikan dan ada pula efek -efek dari media itu sendiri. (Y -perempuan)
Ketidakcermatan Penulisan Ejaan Dalam Skripsi Mahasiswa Jurusan IImu Komunikasi Universitas Bunda Mulia Jakarta 145 (Sri Hapsari Wijayanti - Jati Wahyono Agustinus)
Perbaikan: (39) Media eksposur yaitu dimana media semakin bebas menyatakan
apa pun yang ingin diinformasikan kepada publik tentang masalah freesex sekalipun. Saat ini media sudah menjadi bagian besar dari kehidupan dan pengertian tentang bagaimana menggunakan sarana ini untuk pendidikan dan ada pula efek-efek dari media itu sendiri. (Y -perempuan)
Bentuk terikat
Bentuk terikat dalam bahasa Indonesia adalah bentuk yang tidak dapat
berdiri sendiri sebagai kata yang utuh, tidak memiliki arti bila tidak bergabung
dengan kata yang mengikutinya. Bentuk non, contohnya, baru akan
mempunyai maknajika bergabung denganformal, seperti contoh berikut.
(40) Menurut Mrs. Rumman Amanda Social House hadir dengan tujuan utama menandai sebuah trendsetter sebuah restoran dengan lebih memberikan suasana santai, non formal. .. (VD-Iaki-laki)
Perbaikan: (40) Menurut Mrs. Rumman Amanda, Social House hadir dengan tujuan
utama menandai sebuah trendsetter sebuah restoran dengan lebih memberikan suasana santai, nonformal, ... (VD-Iaki-Iaki)
SIMPULAN DAN SARAN
Peran ejaan dalam bahasa tulis ilmiah penting. Di samping menunjukkan
intelektualitas penulisnya, ejaan sebenarnya juga berperan mendukung makna
kata atau kalimat. Akan tetapi, dari penelitian ini tampak kaidah ejaan bahasa
Indonesia dalam skripsi mahasiswa Universitas Bunda Mulia masih belum
dikuasai. Ditemukan ada sebelas tipe kesalahan tanda baca, tiga tipe penulisan
huruf, dan bentuk non, pun, dan di.
Ketidakcermatan tanda baca yang paling banyak ditemukan adalah tanda
titik dan koma. Keduanya merupakan tanda baca yang produktif digunakan
dalam bahasa tulis. Dari penelitian ini ditemukan bahwa perempuan lebih 146 LlN4UA Vo!.9 No2, Oktober 121-149
banyak melakukan ketidakcermatan tanda baca dibandingkan laki-laki. Akan
tetapi, dari segi jenis tanda bacanya hampir tidak ada perbedaan berarti antara
laki-laki dan perempuan. Demikian pula untuk ketidakcermatan dalam
penulisan kata dan huruf, tidak ada perbedaan yang berarti dari segi gender.
Dari hasil penelitian ini penulis menyarankan empat hal. Pertama,
dengan menyadari bahwa skripsi adalah karya tulis ilmiah terakhir untuk
meraih gelar sarjana, seyogianya penulis skripsi menunjukkan kedalaman ilmu,
bukan hanya dalam substansi ilmu yang dipelajarinya, melainkan juga
bagaimana substansi tersebut dikemas dalam bahasa sebagai media
penyampaiannya. Artinya, bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam
menulis skripsi perlu diperhatikan. Jangan sampai skripsi yang ditulis
mencerminkan kesan penulisnya kurang membaca ulang apa yang ditulisnya
dan kurang memahami kaidah penulisan ilmiah. Kedua, peranan dosen
pembimbing skripsi perlu diaktifkan sehingga ia dapat membantu penulis
skripsi menghasilkan karya tulis ilmiah akhir yang maksimal. Pembimbing
skripsi sepantasnya menguasai teknik penulisan ilmiah berbahasa Indonesia
sehingga dapat membantu mahasiswa menulis dengan lebih baik dan taat asas.
Ketiga, penelitian ini masih terbuka untuk ditindaklanjuti, terutama dalam
kajian mengenai kalimat. Hal ini mendesak dilakukan karena dari penelitian ini
terlihat penulisan kalimat dalam skripsi masih perlu dikoreksi. Keempat,
penelitian ini perlu didalami lagi bukan hanya mengamati bagian Pedahuluan,
melainkan juga bagian bab lainnya dari skripsi sehingga dapat diketahui
apakah memang ada perbedaan gender dalam skripsi.
Ketidakcermatan Penulisan Ejaan Dalam Skripsi Mahasiswa Jurusan lImu Komunikasi Universitas Bunda Mulia Jakarta 147 (Sri Hapsari Wijayann - Jan Wahyono Agostinus)
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah,Sabarti; Maidar Arsjad; Sakura Ridwan. 1988. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Basuki,Rokhmat dan Bambang Djunaidi. 2010. Analisis kesalahan penggunaan ejaan bahasa Indonesia pada laporan praktikum mahasiswa jurusan biologi FMIPA Universitas Bengkulu tahun akademik 200912010.
Alwasilah,A. Chaedar. 2000. Membenahi Perkuliahan MKDU Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Dalam Kajian Serba Linguistik. Jakarta: BPK GunUIlg Mulia bekerja sama dengan Unika Atma Jaya.
Aritin, Zaenal dan Amran Tasai. 2005. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Medi Yatama Sarana Perkasa.
Faisal, Abdul Jalil. 2008. Penggunaan Bahasa Indonesia Baku dalam Tesis Mahasiswa S-2 Universitas Hasanudin. Dalam Linguistik Indonesia. Tahun ke-26 No.1.
Kuntarto, Niknik M. 2007. Cermat Teliti dalam Berbahasa Berpikir. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Kurniawati, Wati. 2000. Bahasa Indonesia Tulis Guru Sekolah Dasar di Jakarta Timur. Dalam Kiprah HPBI 2000 Bahasa Indonesia, Negara, dan Era Globalisasi. Jakarta: Himpunan Pembina Bahasa Indonesia.
Manuputty, David Gustaaf. 2009. Kemampuan Berbahasa Indonesia Siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Desa Cilellang Kabupaten Barru. Dalam Bunga Rampai Hasil Penelitian Bahasa dan Sastra. No.2: 366-411.
Marlina. Oktober 2010. Kesalahan penggunaan bahasa Indonesia dalam naskah soal ujian nasional bahasa Indonesia kelas IX tahun ajaran 2006. Madah. Jurnai Bahasa dan Sastra. Vol. 1 (2): 143-152. Balai Bahasa Provinsi Riau.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2000. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta: Gramedia.
Simpen, I Wayan. 1998. Pemakaian Bahasa Indonesia dalam Karya Ilmiah Mahasiswa: Sebuah Pengantar Sekilas. Dalam Pembinaan Bahasa Indonesia. No.2 Th. 9: 102-111.
Setiawati, Lia. 2007. Kontribusi Mata Kuliah Menulis terhadap Kemampuan Menulis Mahasiswa Berprofesi Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Jurnai Pendidikan Vol 8 (2): 117-127.
148 UNaUAVo1.9No2, Oktober 121-149
Sudaryanto. 1986. Metode Linguistik. Y ogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Widjono Hs. 2005. Bahasa Indonesia Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo.
Ketidakcermatan Penulisan Ejaan DaJam Skripsi Mahasiswa Jurusan llmu Komunikasi Universitas Bunda Mulia Jakarta 149 (Sri Hapsari Wijayanti - Jan Wahyooo Agusnous)
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA MAHASISWA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA YOUTUBE
Risna Saswati, M.Hum. Risna [email protected]
Todo Faraday Sibuea, M.Hum. todoft·@gmail.com
StaJ Pengajar Sekolah Tinggi Bahasa Asing LIA Jakarta
Abstrak Internet telah menjadi sarana belajar alternatif yang mengalami perkembangan pesat.
Berbagai macam kelas belajar terseida di dunia dijital dalam bentuk website, blog, kanal video, dan podcast. Kanal video telah menjadi salah satu sumber belajar populer karena jenisnya yang praktis dan sederhana sehingga mampu memberikan seseorang suatu pengetahuan akan teori atau ketrampilan tanpa harns membuka buku. Menariknya You Tube ini memberikan peluang untuk meneliti seberapa jauh kemampuannya saat diterapkan di kelas Public Speaking, semester 5 di STBA LIA Jakarta.
Abstract Internet which provides the material for teachers and students to keep developing their
knowledge has developed rapidly. They can make use of websites, blogs, video canals, and podcast. Video canals is one of the choices since it is user friendly. Besides, it spoils the users with updated iriformation needed Therefore, the students as users can improve their skills. Through You Tube, the studetns are expected to make use of the material and construct their speaking skills.
LATARBELAKANG
Perkembangan yang pesat di bidang internet memberi pengaruh yang
besar pada bidang pendidikan, contohnya media belajar online berbentuk
website, blog, kanal video, hingga podcast. Pergeseran teknik pengajaran ini
ditengarai karena kemampuannya dalam menyediakan materi belajar yang
praktis, mudah digunakan, murah, dan dapat diandalkan. Dengan internet,
proses belajar mengajar dapat berlangsung melintasi ruang dan waktu.
Salah satu sarana pengajaran yang ditawarkan internet adalah YouTube,
sebuah website berbagi video yang isinya diciptakan oleh pengguna website
150 LtNl;lJA Vol.9 No2, Oktober 150-163
tersebut, contohnya user-generated content website dengan koleksi mencakup
hiburan sampai dengan pengetahuan. Dalam penggunaannya, YouTube telah
menjadi media altematif yang sanggup menyaingi media konvensional, seperti
surat kabar, majalah, website, dan radio meskipun situs ini menyediakan
tayangan video saja. Terkait dengan bidang pengajaran, YouTube merupakan
koleksi video besar, di antaranya, tentang tayangan pembelajaran, seperti
belajar memasak, belajar matematika, dan belajar behasa asing.
Penjabaran tersebut merupakan alasan mengapa YouTube dipilih sebagai
media ajar untuk mata kuliah Ketrampilan Berbicara di Depan Umum (Public
Speaking). Mata kuliah ini diambil oleh mahasiswa semester lima jurusan
bahasa Inggris STBA LIA Jakarta. Dengan YouTube, siswa diharapkan bisa
belajar lebih banyak dari koleksi video yang ada di dalamnya sekaligus juga
unjuk kemampuan dalam berpidato dan dapat digunakan dosen dan mahasiswa
untuk berinteraksi di luar kelas. Lewat media ini, ketrampilan berbicara mereka
menjadi lebih baik karena mereka dapat belajar dan berlatih di luar kelas.
Pengajar dapat memberikan materi tembahan kepada mahasiswa dengan
mengunggah atau mentautkan materi tambahan.
Hal ini sejalan dengan konsep kontruktivisme. Tait mengatakan bahwa
dalam proses pembelajaran siswa secara aktif membangun konsep pengetahuan
di tahap awal, siswa melakukan refleksi terhadap konsep yang telah dibangun
(http://www.cti.ac.ukIpubl/actlea).
Gredler mengatakan "Individuals perceive, encode, remember, recall,
and apply information or knowledge" (215). Ditambahkan bahwa pengetahuan
dapat dibangun dan dimengerti dengan cara mengalami sebuah proses
pembelajaran secara aktif dan mandiri dan dapat merefleksikan apa yang sudah
siswa pelajari (292-294).
Peningkatan Kemampuan Berbicara Mahasiswa Dengan Menggunakan Media Y outube (Risna Saswati, M.Hum)
151
Uraian tersebut menjawab mengapa YouTube dapat dijadikan media ajar
untuk mahasiswa yang mengambil mata kuliah Ketrampilan Berbicara di
Depan Umum (Public Speaking).
Tujuan pengunaan media ini adalah
1. meminimalisasi peran dosen sebagai sumber informasi menjadi fasilitator
sehingga meningkatkan interaksi mahasiswa dan dosen;
2. memberi kesempatan mahasiwa untuk mengonstruksi pengetahuannya
secara aktif dan mandiri serta merefleksikan pengetahuannya secara
kreatif;
3. agar mahasiswa mendapatkan materi belajar tambahan dari sehingga
menambah wawasan mereka tentang teknik presentasi dan model presentasi.
KERANGKA TEORI
Kerangka teori penelitian ini dimulai dari teori konstruktivisme. Ahli
teori ini adalah Vigotsky yang menyatakan bahwa kontruktivisme adalah reaksi
yang menentang Behaviorisme. Pembelajaran adalah sebuah proses yang aktif
yang dikonstruksi oleh siswa secara mandiri. Pembelajaran merupakan proses
yang dikontekstualisasikan dengan mengontruksi pengetahuan. Konstruksi
pengetahuan yang dibangun terjadi dari proses belajar yang berkesinambungan
(www.Learningtheories.com). Mahasiswa juga dapat mengonstruksi strategi
pembelajaran yang efektif dan cocok buat mereka sehingga dapat
meningkatkan kompetensi mengajar mereka. Dengan memanfaatkan YouTube,
area kognitif, metakognitif, dan afektif strategi belajar mahasiswa dapat
berkembang dan meningkatkan kompetensi berbicara mahasiswa yang
nantinya menunjangperJormance mahasiswa itu sendiri.
152 LtN4UA Vol.9 No2, Oktober 150--163
1. Metode Sebelumnya
Metode pengajaran yang dilakukan sebelum metode pengajaran inovatif
adalah dosen, sebagai narasumber, hanya memberikan kuliah dalam bentuk
ceramah di kelas dari pertemuan pertama sampai dengan terakhir. Pencarian
bahan ajar dilakukan dengan memperbanyak bahan dari buku dosen dan
internet.
Materi ajar mata kuliah ini bersumber pada satu buku sebagai buku ajar
di kelas. Mahasiswa sangat bergantung pada penjelasan dosen di kelas. Mereka
hanya menunggu informasi dari dosen. Materi tidak dikembangkan dalam
bentuk aplikasi yang lebih inovatif daripada aplikasi yang ditawarkan dalam
buku ajar.
2. Metode Inovatif
Metode ini menggunakan teknologi sebagai alat bantu pengajaran yang
dibutuhkan dosen untuk pemaparan mata kuliah serta mencari materi ajar
tambahan untuk mahasiswa. Interaksi mahasiswa dengan mahasiswa lain dan
mahasiswa dengan dosen dapat ditingkatkan dengan metode inovatif ini.
Metode ini memberikan ruang untuk mahasiswa belajar teknik berbicara di
depan umum di luar kelas secara mandiri sekaligus kesempatan untuk
mengonstruksi pengetahuan yang mereka dapatkan dari interaksi dosen dengan
mahasiswa dan antarmahasiswa. Pembelajaran yang dilakukan merupakan
proses yang dibangun dari proses belajar yang berkesinambungan melintasi
ruang dan waktu.
3. Metode Perbaikan
Metode inovatif juga memiliki kelemahan, yaitu
Peningkatan Kemampuan Berbicara Mahasiswa Dengan Menggunakan Media Youtube (Risna Saswati, M.Hum)
153
154
a. tidak ada pelatihan sebelumnya ke mahasiswa sehingga dapat terjadi
kesenjangan pengetahuan antarmahasiswa dan dosen;
b. pemanfaatan kanal video kelas ini hanya untuk kegiatan luar kelas yang
menunjang kegiatan dalam kelas. Kontruksi pengetahuan yang
diharapkan untuk peningkatan kompetensi berbicara mahasiswa terbatas
pada pengetahuan pendukung saja;
c. teknologi sangat bergantung pada alat sehingga ketika alat rusak proses
belajar mengajar tidak dapat berlangsung;
d. tidak ada perencanaan waktu yang dirancang sebelumnya sehingga
interaksi di luar kelas dapat hanya diikuti oleh segelintir mahasiswa
yang online.
e. tidak ada rancangan sebelumnya bahwa dosen membuat jurnal atau
catatan kegiatan di luar kelas.
Dengan melihat kelemahan tersebut, perbaikan dilakukan dengan
a. pelatihan tentang penggunaan kanal video dilakukan di kelas. Dosen
dapat menyediakn satu sesi saja untuk sosialisasi kanal video kelas dan
mengajarkan mereka tata cara penggunaan kanal video ini sebagai alat
pembelajaran;
b. kanal video dapat dimanfaatkan tidak hanya untuk kegiatan pendukung
proses belajar mengajar di luar kelas, tetapi juga di dalam kelas;
c. perancangan kegiatan yang lebih detail yang mencakup kapan kegiatan
dilakukan;
d. Dosen diharapkan membuat jurnal kegiatan kanal video ini sehingga
kegiatan kelas lebih efektif dan catatan kegiatan ini dapat dijadikan
materi evaluasi dosen.
LlN4l1A Vol.9 No2, Oktober 150-163
STRATEGIPELAKSANAAN Untuk mewujudkan rencana pengajaran dengan mendayagunakan
YouTube dalam kegiatan belajar di luar kelas, dibuat rencana kerja yang
disesuaikan dengan kegiatan belajar mengajar seperti yang diatur dalam GBPP.
Rencana pengajaran akan dijabarkan sebagai berikut:
1. membuat kanal di YouTube dengan tujuan sebagai wadah untuk
mengoleksi video-video yang terkait dengan Public Speaking yang
dapat menjadi bahan referensi belajar siswa di dalam kelas. Kanal yang
dibuat diberi nama MateriKuliah;
2. membuat playlist untuk video tersebut yang memiliki kaitan topik
dengan mata kuliah ini. Playlist yang dibuat empat judul (headings):
a. Public Speaking Tips
b. Public Speaking Techniques
c. Public Speaking with Visual Aids
d. Public Speaking Examples;
3. memperkenalkan mata kuliah Public Speaking dan menjelaskan
tujuannya. Setelah itu, Slswa dan pengajar membuat akun dengan
menggunakan alamat surel GMail dan berlangganan konten
MateriKuliah;
4. mengajarkan mahasiswa mengunduh video referensi pelajaran
MateriKuliah dengan menggunakan aplikasi DownloadHelper yang
integratif dengan Mozilla;
5. menjelaskan mahasiswa bahwa dalam setiap topik bahasan mereka akan
melakukan praktik video yang hasilnya akan diunggah ke kanal
MateriKuliah. Mahasiswa juga diminta untuk memilih pidato
temannya yang mereka anggap bagus dengan memberikan kode jempol
untuk tanda baik (like). Selain itu, mahasiswa diminta untuk Peningkatan Kemampuan Berbicara Mabasiswa Dengan Menggunakan Media Y outube 155 (Risna Saswati, M.Hum)
memberikan komentar tentang video rekaman pidato atau presentasi
ternan sekelasnya yang direkam di kelas sesuai dengan materi yang
telah diajarkan. Pada akhir semester pengajar akan menghitung jumlah
like. Kegiatan ini dapat divariasikan dengan bekerja secara pasangan
atau group sehingga mahasiswa tidak merasa dipermalukan.
Sebagai tambahan; peneliti menyusun silabus perkuliahan yang
mengintegrasikan dengan pokok bahasannya masing-masing.
RISALAH PERTEMUAN KULIAH
Pertemuan 1
Pelaksanaan penelitian kanal untuk kelas Public Speaking dimulai
semenjak hari pertama kuliah, 7 Oktober 2011. Seperti yang telah direncanakan
dalam proposal, dosen menggunakan hari pertama kuliah untuk memberitahu
mahasiswa bahwa kelas Public Speaking S-5A akan menggunakan kanal video
YouTube sebagai sarana belajar di luar kelas tempat koleksi video penunjang
belajar di luar kelas dan untuk menampung rekaman video praktik Public
Speaking di dalam kelas. Selain itu, kanal ini juga menjadi sarana komunikasi
antardosen dan mahasiswa. Video rekaman kelas yang diunggah ke YouTube
nantinya bisa ditonton ulang oleh mahasiswa secara mandiri. Selain video itu
dapat ditonton secara online, dosen memberitahu bahwa mahasiswa dapat
mengunduh video rekaman tersebut dengan menggunakan aplikasi
Downloadhelper yang integratif (add-on) dengan Mozilla.
Pertemuan2
Pada pekan ke-2 perkuliahan, kegiatan kuliah berjalan dalam bentuk
ceramah dan tanya jawab. Pada pekan ini mahasiswa belajar teknik dasar
Public Speaking yang meliputi prinsip-prinsip dasar Public Speaking yang
156 LrNl;UA Vo\.9 No2, Oktober 150-163
terkait pemilihan topik dan tujuan pidato. Dosen menunjukan tiga video
tentang pidato perkenalan, informatif, dan persuasif.
Pertemuan3
Pada pekan ke-3, mahasiswa belajar teknik vokal dan variasinya yang
dapat diterapkan dalam kegiatan berbicara di depan umum. Dalam pelajaran
vokal, mahasiswa belajar mengenai tempo berbicara, aksen, karakter suara, dan
lain-Iainnya. Juga mahasiswa belajar dari video mengenai aspek vokal dalam
Public Speaking. Pada akhir pertemuan dosen memberikan mahasiswa tugas
membuat pidato perkenalan untuk pertemuan berikutnya yang nantinya akan
direkam dengan video.
Pertemuan 4
Pada pekan ke-4, rekaman pidato pertama dilakukan di dalam kelas
dengan tema pidato perkenalan. Dalam pidato ini, setiap mahasiswa membawa
pidato yang telah mereka persiapkan secara individual di depan teman-
temannya dan kamera video. Rekaman video dilakukan dengan menggunakan
kamera video dijital Canon Powershot A 630 yang memiliki fitur rekam video.
Pada tahap pelaksanaan, mahasiswa terlihat gugup, tidak luwes, dan
berbicara kurang lancar. Dosen menganggap ini adalah kegugupan yang lazim
muncul saat mahasiswa melakukan pidato pertama di depan kelas. Walaupun
demikian, kegiatan pengambilan nilai berjalan lancar tanpa kendala yang
berarti.
Hasil rekaman penilaian pidato pertama ditransfer ke komputer dalam
format standar A VI. Kemudian, dosen mengubah file standar menjadi format
MP4 yang ukuran file-nya bisa lebih kecil tanpa menurunkan mutu video.
Format video diubah dengan menggunakan aplikasi MpegStreamclip, tersedia
gratis dari website Squared5.com. Ubahan format video ini selanjutnya
diunggah menggunakan QuickTime Player lewat fitur Share to YouTube.
Peningkatan Kemampuan Berbicara Mahasiswa Dengan Menggunakan Media Youtube (Risna Saswati, M.Hum)
157
Video yang telah diunggah langsung ditonton mahasiswa karena mereka
mendapat pemberitahuan otomatis dari lewat akun GMail yang telah dibuat
mahasiswa sebelumnya. Respon mahasiswa positif dan mereka pun
memberikan tanda jempol untuk setiap video yang mereka tonton. Tidak lupa
mereka juga memberikan komentar untuk setiap video rekaman pidato teman
sekelas yang telah diposkan. Namun, komentar yang diberikan mahasiswa
bersifat satu baris dan bemada memuji. Dapat dikatakan tidak ada yang
memberikan komentar yang bemada konstruktif, dengan perkecualian dosen.
Pertemuan5
Pertemuan ke-5 berjalan ketika dosen hanya memberikan ulasan teknik
pidato secara teoritis dalam bentuk ceramah dan kegiatan tanya jawab
antardosen dan mahasiswa. Reaksi mahasiswa terhadap video di YouTube
terkesan positif dan senang. Sepertinya mahasiswa merasa puas mendapatkan
pengalaman belajar yang berbeda dibandingkan sebelumnya. Dosen tidak
membahas hasil pidato dari mahasiswa karena telah memberikan komentar
lewat fitur komen di YT. Setelah itu, dosen membahas topik mengenai pidato
dengan teks serta pidato dengan alat bantu. Kegiatan perkuliahan bedangsung
dalam bentuk ceramah, tanya jawab, dan menonton contoh pidato dalam video.
Selanjutnya, dosen memberikan tugas pada mahasiswa untuk mempersiapkan
pidato penerimaan atau pidato eulogi (pidato pemakaman) dengan batasan
waktu 5 menit.
Pertemuan 6
Pertemuan ke-6 adalah penilaian pidato untuk penerimaan penghargaan
atau eulogi yang juga direkam. Seperti di pertemuan ke-4, mahasiswa dipanggil
satu per satu ke depan kelas untuk membawakan pidato mereka di hadapan
teman sekelas. Secara tidak terduga, para mahasiswa sangat mempersiapkan
diri mereka untuk pidato kali ini. Semua mahasiswa memilih pidato
158 LtNatJA Vol.9 No2, Oktober 150-163
penenerimaan penghargaan eulogi. Lewat rekaman video di kanal kelas,
mereka belaj ar dari kekurangan saat pengambilan nilai pertama sehingga
penampilan mereka lebih baik daripada pertemuan pertama. Di situ para mahasiswa terlihat lebih luwes dan lancar dalam berpidato. (STOP)
Pertemuan 7
Pada pertemuan terakhir sebelum UTS, dosen dan mahasiswa
mempelajari teori dan teknik pidato dengan kerangka acuan (outline). Ini
berarti siswa belajar membuat dan membawakan pidato tanpa memiliki teks
lengkap. Dosen menerangkan bahwa siswa dapat membawakan pidato hanya
dengan menggunakan outline yang berisi butir-butir penting yang akan
dibicarakan. Kuliah ini berlangsung dalam bentuk ceramah, tanya jawab, dan
pemutaran video contoh.
Pada bagian akhir perkuliahan, dosen memberitahu mahasiswa bahwa
materi UTS adalah membuat pidato informatif dengan dua pilihan: pidato
informatif dan pidato persuasif dengan durasi lima menit dan boleh
menggunakan PowerPoint.
Ujian Tengah Semester Ketika pelaksanaan UTS pada November 2011, mahasiswa datang
dengan persiapan yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Dari segi penampilan,
mahasiswa memberikan penampilan yang semakin membaik. Lewat
percakapan singkat di Iuar kelas, dosen belajar bahwa mahasiswa
menggunakan video rekaman kelas yang telah diunggah ke internet sebagai alat
refleksi untuk persiapan menjelang UTS. Mereka juga menonton video contoh
pidato yang telah diunggah ke internet untuk mendapatkan petunjuk mengenai
cara membawakan pidato informatif yang lebih baik. Saat UTS, 6 mahasiswa
membawakan pidato dengan alat bantu PowerPoint, 2 mahasiswa
membawakan pidato dengan memakai realita serta demonstrasi, dan sisanya Peningkatan Kemampuan Berbicara Mahasiswa Dengan Menggunakan Media Youtube (Risna Saswati, M.Hum)
159
membawakan pidato tanpa alat bantu apa pun. Pidato yang dibawakan
mahasiswa secara umum dinilai lebih baik daripada sebelumnya seperti yang
terlihat dari keluwesan mahasiswa dalam berbicara dan menyesuaikan gerak
tubuh dengan pidato yang mereka bawakan.
EVALUASI
Setelah melewati tujuh pertemuan hingga Ujian Tengah Semester (UTS),
hasil perolehan nilai mahasiswa mulia dari awal perkuliahan hingga sekarang
adalah sebagai berikut.
1. Tabel Nilai Murid Periode Awal Kuliah
2 73 86 77 79 3 78 86 78 81
79 88 78 76 5 73 76 80 76 6 75 83 78 79 7 83 82 73 79 8 76 79 75 77
80 85 78 81 84 86 80 83 73 84 73 77 76 85 81 81 81 86 77 81 73 87 78 79
Mean 77 84 78
160 LINGUA Vo\.9 No2, Oktober 150--163
86
84
82
80
78
76
74 72
Tabel2. Gratlk Garis Mean Nilai Murid
Kuis 1 Kuis 2 UTS
Seperti yang terlihat di bagan, rata-rata nilai murid terlihat bagus pada
pengambilan nilai pertama, 77. Nilai terlihat bagus karena dua alasan. Pertama,
mahasiswa di kelas S-5A telah mengambil mata kuliah Ketrampilan Berbicara
(Speaking) setelah melewati empat jenjang. Oleh karena itu, dasar
keterampilan berbicara yang mereka rniliki sudah kuat. Selain itu, mahasiswa
di kelas ini memang memiliki pre stasi belajar yang baik sehingga pada
pengambilan nilai pertama mereka sudah langsung mendapatkan nilai yang
bagus.
Pada pengambilan nilai harian ke-2, rata-rata nilai meningkat menjadi 84.
Pencapaian ini terjadi berkat kanal video kelas di. Mahasiswa mengakui bahwa
video dari pengambilan nilai pertama yang telah diunggah ke IT memberikan
murid bahan belajar baik untuk memperbaiki kelemahan mereka dalam
berpidato. Peningkatan Kemampuan Berbicara Mahasiswa Dengan Menggunakan Media Youtube (Risna Saswati, M.Hum)
161
Akan tetapi, perolehan nilai mahasiswa di UTS mengalami penurunan
sebanyak enam poin, menjadi 78, karena penampilan mahasiswa tidaklah
sebaik penilaian sebelumnya. Padahal, grafik penilaian ke-2 sudah menunjukan
hasil meningkat. Melalui wawancara informal dengan mahasiswa, dosen
mengetahui bahwa persiapan mahasiswa agak terganggu oleh persiapan untuk
ujian mata kuliah lainnya.
SIMPULAN
Bagian ini memuat simpulan dari bagian-bagian sebelumnya yang
dipresentasikan dalam bentuk subbagian.
1. Media YouTube dapat dimanfaatkan mahasiswa sebagai kegiatan di Iuar
kelas sebagai penunjang kegiatan di dalam kelas. Pemanfaatan ini
meningkatkan kompetensi berbicara mahasiswa.
2. Peningkatan tetjadi karena mahasiwa diberikan ruang untuk lebih
mandiri dan aktif dalam peningkatan kompetensi mereka. Mahasiswa
diberikan ruang untuk merekonstruksi pengetahuan mereka secara
berkesinambungan.
SARAN
Pemanfaatan YouTube ini bermanfaat untuk mahasiswa dan dosen
sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar. Diharapkan penelitian ini
memberikan pengetahuan kepada dosen untuk beralih ke pengajaran yang Iebih
inovatif. Dosen tidak Iagi menjadi pusat pembelajaran, tetapi mahasiswa
menjadi pusat pembelajaran, dengan memberikan ruang yang cukup kepada
mahasiswa untuk menjadi mandiri dan aktif. Berangkat dari teori
konstruktivisme bahwa pembelajaran merupakan proses yang
dikontekstualisasikan dengan mengonstruksi pengetahuan, pengetahuan yang
162 LIN4UA Vo1.9 No2, Oktober 150-163
dibangun dari proses belajar mengajar yang berkesinambungan. Jadi, dosen
sebaiknya memberikan ruang yang cukup kepada mahasiswa untuk
mengonstruksi pengetahuan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, H. Douglas. 2001. Teaching By Principles. New York: Longman Ur,
Penny. 1996. A Course in Language Teaching. Great Britain: CPU
Harmer, Jeremy. 2001. The Principle of Language Teaching. Essex: Pearson
Education
Richards, Jack C and Willy A. Renandya, Eds. 2002. Methodology in
Language Teaching: An Anthology of Current Practices. UK: CPU
Sumber Online:
www.YouTube.com
www.exploratorium.edulifI/resources/contructivistiearning.htm
www.thirteen.org/edoline/ concepzclassl contrutivism
Peuiugkatan Kemampuan Berbicara Mahasiswa Deugau Meugguuakan Media Y outube (Risua Saswati, M.Hum)
163
STRATEGI PENERJEMAHAN ISTILAH BUDAY A DALAM NOVEL EXCLUSIVE KARYA SANDRA BROWN
Sulistini Dwi Putranti Staf Pengajar Jurusan Bahasa Inggris STBA LIA Jakarta
Abstrak Menetjemahkan kata yang bernuansa budaya bukan merupakan hal yang mudah.
Penetjemah perlu mempertimbangkan berbagai aspek agar menghasilkan terjemahan yang berterima. Paper ini membahas analisis terjemahan kata bernuansa budaya yang ada dalam novel Exclusive karya Sandra Brown. Hasil analisis menunjukkan bahwa penetjemah cenderung menggunakan strategi peneljemahan "by using loan word". Strategi peminjaman ini kurang tepat dipakai dibeberapa data karena mengakibatkan terjemahan yang kurang tepat, atau kesalahan terjemahan.
Abstract Translating cultural words is not an easy thing to do for a translator. He/she should
consider many aspects to produce a closest natural equivalence. This paper discusses the analysis of the translation of cultural words found in Sandra Brown's novel 'Exclusive '. The result of the analysisi shows that the translator tends to use "translation by using loan words' strategy "proposed by Mona Baker. This strategy is not good to be applied to several data because it causes inappropriate translation.
PENDAHULUAN
Penerjemahan bukan lagi merupakan sesuatu yang asmg dan
mengherankan bagi masyarakat Indonesia, terutama yang tinggal di kota besar.
Karya-karya terjemahan dapat dijumpai hampir di setiap toko buku, bahkan di
penjual-penjual emperanjalanan yang menjajakan komik. Karya terjemahan ini
merambah mulai dari buku teks, novel, komik, majalah, film, dan acara
televisi.
Kondisi ini menciptakan peluang bam bagi masyarakat Indonesia untuk
mengembangkan diri menjadi penerjemah yang andal dan profesional karena
pasar yang sangat terbuka dan menjanjikan pendapatan yang memuaskan
dengan waktu yang sangat fleksibel. Order penerjemahan juga berdatangan dari
mereka yang akan ke luar negeri sehingga memerlukan dokumen yang perlu
dialihbahasakan ke dalam bahasa Inggris, misalnya. 164 LlN4UA Vo\.9 No2, Oktober 164-179
Orang yang mengaku berprofesi sebagai peneIjemah mulai tersebar
dengan kompetensi sangat beragam. Hal ini akan menghasilkan karya
peneIjemahan yang beragam pula, dari hasil penerjemahan yang asal-asalan
hingga yang sangat bagus dan berterima. Kondisi ini teIjadi karena tidak semua
peneIjemah mempunyai cukup pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan
untuk menjadi seorang peneIjemah yang baik.
Menurut Machali, seorang peneIjemah perlu mempunyai dua jenis
perangkat, yaitu perangkat intelektual dan perangkat praktis (11). Kedua hal ini
mencakup pengetahuan tentang bahasa, baik bahasa sumber maupun bahasa
sasaran, pengetahuan tentang topik dan materi yang diteIjemahkan, referensi
tentang materi tersebut, kemampuan mengenali konteks suatu teks, baik
langsung maupun tidak langsung, ketrampilan meneIjemahkan, dan
sebagainya. Kedua perangkat ini berfungsi seimbang dalam menghasilkan
karya teIjemahan yang berterima, yang tidak terbaca sebagai teIjemahan.
Masalah akan timbul jika seorang peneIjemah tidak cukup mempunyai kedua
piranti tersebut karena menerjemahkan tidak sekadar mengalihbahasakan teks
dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Selain kedua perangkat di atas,
banyak hal seringkali mengakibatkan kesalahan persepSl sehingga
menghasilkan kesalahan penerjemahan.
PeneIjemahan, menurut Nida dan Taber, adalah usaha untuk
mereproduksi pesan dari bahasa sumber ke bahasa penerima (receptor
language) dengan menggunakan padanan yang terdekat dan terwajar (the
closest natural equivalent) (12). Gutt mendefinisikan bahwa peneIjemahan
merupakan usaha untuk menginterpretasikan pesan yang dimaksud oleh penulis
TSu dan mereproduksinya semirip mungkin (105). Hatim dan Mason
menyatakan bahwa "translating is not a neutral activity" (145) 'peneIjemahan
tidak bersifat netral' karena kegiatan tersebut melibatkan pilihan-pilihan yang Strategi Penerjemahan Istilah Budaya dalam Novel Exclusive Karya Sandra Brown (Sulistini Dwi Putranti) 165
harns dibuat dan ditentukan oleh penerjemah. Hasil pilihan tersebut sangat
dipengaruhi oleh keragaman pengetahuan yang dimiliki oleh penerjemah, tidak
bersifat umum dan seragam. Contoh yang nyata adalah ketika seorang
penerjemah harns menentukan apakah menerjemahkan teks secara ''free versus
literal, dynamic equivalence versus formal correspondence" (Nida and Taber,
1964), "communicative versus semantic translation" (Newmark, 1981).
Pilihan-pilihan itu dipengaruhi oleh orientasi penerjemah terhadap masyarakat
so sial atau individu, pembaca secara umum, atau suara individu dari penghasil
teksnya.
Lebih lanjut Hatim menyebutkan beberapa dasar dari penentuan padanan
adalah (1) kekhasan linguistik dan situasional dari Bsu dan Bsa; (2)
perbandingan kedua teks; (3) penilaian kecocokan keduanya (92).
Menerjemahkan dengan mempertimbangkan ketiga hal tersebut merupakan hal
yang subjektif bagi penerjemah. Hasil penerjemahannya mungkin akan
bervariasi karena banyaknya faktor penentu pilihan akhir penerjemah tersebut,
misalnya pendidikan, latar belakang masyarakat tempat penerjemah tersebut
dibesarkan, agama, dan nilai-nilai yang dianut. Hal ini sejalan dengan yang
diungkapkan oleh House bahwa
"the quality of a translation can most importantly be linked to the
'human factor', the translator, whose comprehension and
interpretation of the original and his/her decision and moves towards
"the optimal translation" are firmly rooted in personal knowledge,
intuitions, interpretative skills and artistic-literary competence" (2).
Kutipan tersebut menegaskan pendapat bahwa hasil akhir suatu penerjemahan
sangat dipengaruhi oleh faktor pribadi yang dipunyai oleh penerjemah, mulai
dari pengetahuan yang dapat diukur sampai dengan hal yang sifatnya abstrak
166 LlNQUA Vol.9 No2, Oktober 164--179
dan sangat individual, seperti intuisi sehingga hasil tersebut tidak dapat
disamaratakan antara seorang penerjemah dan penerjemah lainnya.
Nida and Taber mengatakan bahwa karena proses mengalihbahasakan
dan mencari padanan yang tepat itu terjadi di kepala seorang penerjemah, maka
sangat mungkin terjadi masalah pribadi yang menghambat tercapainya hasil
terjemahan yang berterima (99). Salah satu masalah pribadi yang dialami oleh
penerjemah adalah "ignorance of the nature of translation ", suatu kondisi
penerjemah yang seakan-akan melupakan esensi dari penerjemahan.
Kebanyakan kesalahan umum yang dilakukan oleh penerjemah adalah
mengasumsikan bahwa bahasa adalah kata sehingga mereka langsung
mengalihbahasakan kata dari bahasa sumber ke bahasa sasarannya. Ketika
berhadapan dengan idiom, gaya bahasa, dan terminologi budaya, penerjemah
seharusnya memahami bahwa ketiga hal tersebut harus dimaknai di luar
katanya. Artinya, makna ada di luar tataran kata. Pemahaman bagaimana suatu
kata dibentuk akan membantu penerjemah dalam mencari padanannya dengan
berbagai cara, seperti yang disampaikan oleh Larson bahwa "awareness of the
way that vocabularies are structured should help the translator to find
equivalents through looking for words that are synonymous, and by looking for
antonyms and for reciprocal words" (75). Menerjemahkan bukan
memindahkan kata dari Bsu ke Bsa saja, seorang penerjemah akan dapat
mengatasi kesulitan mencari padanan yang tepat karena dia dapat mencarinya
melalui sinonim, lawan kata, atau kata-kata timbal-balik.
Defmisi budaya menurut Encyclopedia Britannica adalah "that complex
whole, which includes knowledge, belief, art, morals, law, customs, and other
capabilities and habits acquired by the man as a member of society" (1983,
VoL 4:657). Budaya merupakan sesuatu yang kompleks yang meliputi
pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan, serta Strategi Penerjemahan Istilah Budaya dalam Novel Exclusive Karya Sandra Brown (Sulistini Dwi Putranti) 167
kebiasaan lain yang diperoleh seseorang sebagai bagian dari suatu sistem
masyarakat sebagaimana didefinisikan oleh Larson sebagai "a complex set of
beliefs, attitudes, values, and rules which a group of people share" (431).
Contoh yang mudah adalah penggunaan bahasa pada suatu masyarakat yang
mencerminkan bagaimana seluruh hal yang disebutkan di atas direfleksikan
dalam bahasa yang dipakai. Bahasa daerah Jawa Tengah, terutama, sangat
dipengaruhi oleh derajat dan tingkat sosial para penggunanya. Para penutur
bahasa Jawa tidak dapat sembarangan menggunakan kosakata yang sama
kepada beberapa orang yang berbeda, terutama apabila usia atau derajat
sosialnya berbeda. Hal ini mungkin tidak didapati di dalam bahasa Inggris yang
tidak mengenal tingkatan di dalam bahasanya.
Terminologi budaya sering kali tidak dipahami oleh orang yang tidak
mempraktikkan budaya tersebut. Contoh yang mudah kata "rujak" di dalam
bahasa Indonesia tidak dapat dengan mudah diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris menjadi ''fruit salad", misalnya. Konsep kata rujak meliputijenis buah-
buahan, cara memotong buah-buahan, saos yang digunakan, dan cara
penyajiannya. Pemaparan tersebut jelas berbeda dengan konsep fruit salad
meskipun bahan dasar dari kedua jenis makanan tersebut adalah buah-buahan.
Contoh yang lain adalah konsep yang berkaitan dengan praktik keagamaan,
misalnya "Lebaran". Konsep ini akan sulit diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris karena perbedaan pemahaman agama yang tidak dijumpai dalam
bahasa Inggris. Untuk kasus-kasus seperti konsep budaya ini penerjemah perlu
memikirkan strategi penerjemahan yang paling tepat agar dapat menghasilkan
terjemahan yang berterima.
168 LtN4UA Vo!.9 No2, Oktober 164-179
STRATEGI PENERJEMAHAN
Baker menyajikan beberapa strategi yang dapat digunakan oleh
penerjemah apabila menemukan kata-kata atau frasa yang tidak ada
padanannya. Strategi tersebut adalah sebagai berikut (26-42):
a. translation by a more general word (superordinate), strategi yang
dipakai apabila padanan untuk kata yang spesifik tidak ditemukan
sehingga disarankan memakai kata yang lebih umum, misalnya SL: apply
the shampoo to your wet hair; TL: gunakan sampo pada rambut basah
Anda;
b. translation by a more neutral/less expressive word, strategi yang dipakai
apabila tidak ditemukan padanan untuk kata yang ekspresif sehingga
dapat dipakai kata yang tidak begitu ekspresif, misalnya SL: Shit!; TL:
kurang ajar!
c. translation by cultural substitution, strategi penerjemahan dengan
menggantikan unsur katalfrasa budaya, misalnya SL: rujak; TL: fruit
salad;
d. translation using a loan word or loan word plus explanation, strategi
yang menerapkan peminjaman kata/frasa dari bahasa sumbemya,
kadang-kadang diberi tambahan keterangan agar lebih jelas. Contohnya:
SL: Dia memakai kebaya yang dijahit ibunya. TL: She was wearing a
kebaya made by her mother, atau she was wearing a kebaya (a kind of
traditional blouse) made by her mother;
e. translation by paraphrase using a related word, strategi yang digunakan
jika konsep yang diungkapkan dalam Bsu terdapat di Bsa dalam bentuk
yang berbeda;
Strategi Penerjemahan Istilah Budaya dalam Novel Exclusive Karya Sandra Brown (Sulistini Dwi Putranti) 169
f. translation by paraphrase using unrelated words, strategi yang
digunakan jika konsep yang dipaparkan dalam Bsu tidak terdapat di
dalamBsa;
g. translation by omission, strategi yang dipakai adalah dengan
menghilangkan konsep yang dipaparkan tanpa menghilangkan atau
mengganggu keutuhan seluruh pesan;
h. translation by illustration, strategi yang dipakai adalah memberi gambar
ilustrasi jika pemaparan dengan menggunakan bahasa terasa kurang
memadai dan dapat terwakili secara lengkap melalui gambar.
ANALISIS NOVEL EXCLUSIVE
Sebagai contoh analisis akan diambil data dari Novel Exclusive karya
Sandra Brown yang diteIjemahkan oleh Diniarty Pandia dan diterbitkan oleh
PT Gramedia Pustaka Utama 2001. Karena keterbatasan waktu, hanya
sembilan data yang dianalisis dari Bab I sampai VI novel tersebut.
Data 1
SL: As a group they closed ranks around the First Lady and escorted her
from the terrace of the restaurant to a waiting limousine. (p.7)
TL: Mereka mengelilingi Ibu Negara dan mengawalnya dari teras restoran ke
limusin yang telah menunggu. (p.13)
Kalimat pada data 1 menggambarkan keadaan Vanessa Merritt selesai
menemui Barrie dan akan kembali. Dia dikelilingi para pengawal yang
mengantamya kembali ke mobil yang sudah menunggu. Vanessa adalah istri
dari presiden Amerika. Kata the First Lady yang merujuk pada Vanessa Merritt
dalam SL diteIjemahkan menjadi Ibu Negara dalam TL.
PeneIjemahan ini menggunakan strategi substitusi kultural dalam artian
penggunaan sebutan bagi istri presiden dalam bahasa Indonesia adalah Ibu 170 LlNQUA Vo1.9No2, Oktober 164-179
Negara. Penggunaan strategi penerjemahan fil sangat tepat dalam
mengungkapkan makna yang ingin disampaikan dalam SL karena istilah Ibu
Pertama (apabila diterjemahkan secara literal) tidak dikenal oleh masyarakat
Indonesia.
Data 2
SL: The ignition key was doing a Roto-Rooter on his other ear as he reread
her outline. (p. 21)
TL: Kunci mobil tadi berputar-putar di telinganya yang satu lagi sementara
ia membaca ulang proposal Barrie. (p. 31)
Kalimat pada data 2 menunjukkan Barrie sedang mencoba meyakinkan
Howie untuk menyetujui proposal yang dia ajukan tentang investigasi SIDS
(Sudden Infant Death Syndrome), yaitu sindrom kematian bayi yang tiba-tiba.
Barrie mencoba menerangkan, sedangkan Howie mendengarkan sambi!
memainkan kunci mobilnya.
Kata roto-rooter awalnya berasal dari sejenis mesin pembersih saluran
air dari pohon, semak maupun tanaman yang menghambat air untuk mengalir.
Mesin tersebut mengeluarkan suara yang mendengung monoton yang sedikit
menjengkelkan.
Strategi yang dipakai oleh penerjemah adalah "translation by a more
neutral/less expressive word" karena tidak ada padanan yang tepat sama
menggambarkan suara mesin pembersih saluran air.
Data 3 SL: ''OJ course you're coming, " the President said. "You'll be the belle of the
ball. You always are. " (p. 25)
Strategi Penerjemahan Istilah Budaya daIam Novel Exclusive Karya Sandra Brown (Sulistini Dwi Putranti) 171
TL: "Tentu saja kau ikut," ujar Presiden. "Kau akan jadi primadona pesta.
Selalu begitu." (p. 36)
Kalimat pada data 3 menggambarkan bujukan/paksaan presiden terhadap
istrinya untuk ikut menghadiri pesta dengan iming-iming bahwa si istri akan
menjadi bintang pesta. Frasa the belle of the ball artinya the most attractive
woman at a social gathering, atau wanita yang paling cantik di acara pesta.
Strategi peneIjemahan yang diterapkan oleh peneIjemah dalam
meneIjemahkan frasa ini adalah substitusi kultural dengan menggantikan frasa
yang sebenarnya merupakan serapan dari bahasa asing juga. Dalam bahasa
Indonesia primadona pesta berarti seseorang yang menj adi pusat perhatian di
pesta. Strategi ini sangat tepat dipergunakan oleh peneIjemah karena sempurna
menangkap pesan yang disampaikan oleh Bsu dan mereproduksinya di dalam
Bsa.
Data 4
SL: He ignored the sting in her voice. "Tonight you'll come through like the
Thoroughbred you are. Just be your charming, smiling self, and everything
will be fine. " (p. 26)
TL: Presiden mengabaikan nada sengit dalam suaranya. "Malam ini kau harus
tampil sempurna. Jadilah dirimu sendiri yang menawan, selalu tersenyum,
maka semua akan beres". (p. 36)
Kalimat pada data 4 memaparkan keengganan Vanessa untuk datang ke
pesta dengan alasan masih berkabung karena kematian putranya, namun
suaminya memaksa dengan alasan sudah lama Vanessa menghindar dari tugas
sebagai Ibu Negara dengan alasan yang sama. Suaminya meyakinkan bahwa
dia akan nampak mengagumkan dan anggun seperti layaknya keturunan
bangsawan.
172 LfN411AVol.9No2,Oktober 164---179
Dalam kamus Thoroughbred mempunyai arti 'Having a list of ancestors
as proof of being a purebred animal' karena biasanya merujuk pada binatang
yang memiliki keturunan asli. Apabila dipakai untuk manusia kata ini merujuk
pada mereka yang mempunyai keturunan bangsawan atau orang-orang dari
kelas sosial atas. Strategi yang dipakai oleh si penerjemah adalah parafrasa
dengan menggunakan kata-kata yang tidak ada kaitannya. Terjadi sedikit
pergeseran makna antara yang disampaikan dalam Bsu dan Bsa, yaitu
penggunaan kata bantu will yang dalam kalimat you'll come through like the
Thoroughbred you are mempunyai makna meyakinkan Vanessa bahwa dia
akan tampil sebagai mana adanya, putri bangsawan, sedangkan dalam Bsa
berubah menjadi 'harus tampil sempurna' yang merupakan tuntutan dari suami
agar dia menjadi seseorang yang memenuhi kriteria sempuma. Kalau
terjemahannya diubah menjadi "Malam ini kau akan tampil sempurna seperti
biasanya", pesan yang disampaikan dari Bsu menjadi sama dengan Bsa.
Data 5
SL: He looked like a beer commercial. Pictures of him drinking it bare-
chested in these rustic surroundings could have sold millions of cans of any
brand-name brew, but he didn't realize that, or care. (p. 31)
TL: Ia tampak seperti bintang iklan biro Gambar dirinya bertelanjang dada
minum bir di lokasi pedusunan seperti ini pasti bisa menjual jutaan kaleng bir
merek apapun, tapi ia tidak menyadarinya, atau memedulikannya.
Kalimat pada data 5 menggambaran fisik tokoh Bondurant. Dia memiliki
sosok yang mengagumkan dan pantas menjadi bintang iklan untuk merek-
merek terkenal.
Strategi penerjemahan yang digunakan dalam penerjemahan ini adalah
parafrasa dengan menggunakan kata yang ada kaitannya. Strategi ini tepat
Strategi Penerjernahan Istilah Budaya dalarn Novel Exclusive Karya Sandra Brown (Sulistini Dwi Putranti) 173
sekali digunakan karena dapat dengan sempurna menangkap pesan yang
disampaikan dari Bsu. Pesan yang terkandung dalam Bsu, yaitu sosok
mengagumkan yang mempunyai penampilan bak bintang iklan terungkap
dengan baik lewat frasa "tampak seperti bintang iklan bir".
Data 6 SL: "Jesus, Spence," Merrit said "You sound about as cheerful as a death
knell. Forget Mr. Gloom and Doom over there, George, he said, coming to his
feet to shake hands with the physician. (p. 34)
TL: "Astaga, Spence," kata Merritt. "Omonganmu sangat membangkitkan
semangat. Jangan pedulikan Mister Muram dan Suram itu, George," katanya,
berdiri untuk bersalaman dengan sang dokter. (p. 47)
Konteks situasi kalimat pada data 6 adalah keprihatinan Spence Martin,
penasihat presiden, dengan kondisi Vanessa yang tidak kunjung membaik,
sedangkan masa kampanye untuk pemilihan presiden sudah semakin dekat.
Spence menganggap mereka membutuhkan Vanessa yang sehat untuk
memenangkan pemilihan presiden lagi. Presiden merasa bahwa Spence terlalu
pesimis dan muram dan menyarankan George, sang dokter untuk melupakan
Sence yang pemuram.
Kalimat di atas mengalami pergeseran makna pada penerjemahan kalimat
"You sound about as cheerful as a death knell, " a death knell berarti "a bell
rung to announce a death," suara bel yang mengumumkan kematian. Jadi,
keseluruhan kalimat tersebut mengandung pesan bahwa Spence terdengar
sangat muram sehingga bel kematian saja masih terdengar lebih menyenangkan.
Oleh karena itu, penerjemahannya yang menjadi "omonganmu sangat
membangkitkan semangat" sangat tidak tepat. Strategi penerjemahan frasa Mr.
Gloom and Doom meJUadi Mister Muram dan Suram adalah substitusi kultural
174 LtN4UA Vo1.9No2, Oktober 164-179
yang menggantikan ekspresi kemuraman. Namun, keunikannya adalah
subtitusi kultural ini dikombinasikan dengan strategi loan word untuk kata Mr.
menjadi Mister sehingga tercipta frasa Mister Muram dan Suram yang agak
aneh karena untuk Muram dan Suram sebaiknya dipakai sebutan yang berasal
dari bahasa Indonesia juga, misalnya Tuan Muram dan Suram.
Data 7
SL: Daily continued playing devil's advocate. "It was good p.r. " (p. 43)
TL: Daily terus berperan sebagai lawannya. "Itu untuk menimbulkan kesan
baik." (p. 58)
Kalimat pada data 7 adalah Barrie yang menumpahkan rasa herannya
atas perlakuan Vanessa yang dirasa di luar kebiasaan kepada Daily, sahabatnya.
Namun, Daily menanggapi semua keluh-kesah Barrie dengan argumen yang
menyepelekan atau membuat hal-hal yang menurut Barrie aneh menjadi hal
yang biasa saja.
Istilah budaya yang dipakai di dalam kalimat ini adalah devil's advocate,
yang merupakan alusi dari film dengan judul yang sama. Dari kamus
Wikipedia, devil's advocate juga bisa berarti orang yang menempatkan diri
sebagai lawan dalam berargumentasi dengan seseorang, kadang-kadang hanya
untuk tujuan supaya perdebatan menjadi semakin seru. Dalam kalimat ini
peneljemah menggunakan strategi using more neutrallless expressive word
karena tidak ada terminologi khusus yang dapat menggantikan frasa devil's
advocate. Namun, teljemahan ini pun dirasa sudah tepat karena sudah mampu
mengungkapkan situasi Daily sebagai lawan berargumentasi Barrie sehingga
Barrie dapat menganalisis seluruh situasi dari berbagai sisi.
Strategi Penerjemahan Istilah Budaya dalam Novel Exclusive Karya Sandra Brown (Sulistini Dwi Putranti) 175
Data 8
SL: He's a politician down to his toenails. He wouldn't malign anybody his
party placed in the White House, even if it was Jack the Ripper. (p. 68)
TL: Dia politikus tulen dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dia takkan
menjatuhkan orang yang ditempatkan partainya di Gedung Putih, biarpun
orang itu Jack the Ripper. (p. 88)
Kalimat pada data 8 adalah Daily yang menyatakan ketidaksetujuannya
atas pemikiran Barrie bahwa Senator Armbruster akan dia interview. Dalam
pandangan Daily, sang Senator adalah orang yang sangat setia pada David,
atau siapa pun orang yang telah dia bantu hingga mencapai kursi kepresidenan,
bahkan jika orang itu Jack the Ripper. Tokoh Jack the Ripper juga merupakan
alusi dari tokoh pembunuh berantai yang sudah membunuh dan memperkosa
banyak wanita di America.
Strategi yang diterapkan dalam penerjemahan di atas adalah translation
using loan word, dengan memindahkan frasa dari Bsu ke Bsa. Strategi ini
dirasa kurang tepat karena mungkin banyak pembaca yang tidak mengetahui
siapa itu Jack the Ripper. Terjemahan akan lebih baik apabila menggunakan
strategi loan word plus explanation, yaitu diberi tambahan keterangan supaya
pembaca yang tidak memahami siapa Jack the Ripper mengetahui mengapa
nama tersebut dikutip untuk menguatkan pemyataan Daily tersebut. Altematif
penerjemahannya adalah sebagai berikut. 'Dia takkan menjatuhkan orang yang
ditempatkan partainya di Gedung Putih, biarpun orang itu Jack the Ripper,
sang pembunuh berantai.'
Data 9:
SL: "1 swear 1 don't know. But she says if the story pans out the way she thinks,
i 'Il make Watergate look like Mickey Mouse. " (p. 80)
176 LINGUA Vo\.9 No2, Oktober 164-179
TL: "Aku bersumpah tidak tahu apa-apa. Tapi dia bilang kalau berita itu
temyata temyata seperti dugaannya, Watergate akan tampak seperti Mickey
Mouse." (p. 103)
Latar situasi pada data 9 adalah percakapan antara Howie dan orang
asing temannya bermain bilyard. Orang asing tersebut memancing-mancing
Howie untuk memberi informasi tentang kegiatan Barrie, apa yang sedang dia
lakukan dan selidiki, dan kemana dia pergi, untuk menemui siapa dan
sebagainya. Howie terpancing dengan memberi informasi bahwa Barrie sedang
menyelidiki sesuatu yang besar yang akan menggemparkan dunia dengan
membandingkan skandal Watergate yang merupakan skandal besar di Amerika
dengan tokoh kartun Mickey Mouse. Strategi penerjemahan yang dipakai
dalam kalimat ini adalah by using loan word (meminjam kata asing), karena
Watergate dan Mickey Mouse langsung dipakai dalam Bsa. Strategi ini dirasa
sudah cukup tepat menggambarkan kehebohan yang mungkin terjadi kalau
kasus yang sedang diselidiki Barrie tersebut terbukti kebenarannya. Untuk
lebih jelas penerjemah mungkin dapat mengingatkan pembaca dengan memberi
catatan kaki tentang skandal Watergate tersebut.
SIMPULAN
Berdasarkan paparan dan contoh penerjemahan istilah budaya tersebut di
atas dapat disimpulkan bahwa penerjemahan, terutama peneIjemahan istilah
budaya, merupakan hal yang tidak mudah dilakukan oleh setiap penerjemah
karena banyak hal yang harus dipertimbangkan agar hasil teIjemahannya
berterima dan tidak terdengar/terbaca janggal di dalam Bsa. Baker telah
memberikan beberapa altematif strategi untuk mengatasi kesulitan
peneIjemahan. Strategi-strategi tersebut dianggap cukup untuk mengatasi
Strategi Penerjemahan Istilah Budaya daIam Novel Exclusive Karya Sandra Brown (Sulistini Dwi Putranti) 177
• permasalahan sehingga tidak akan terjadi untranslatability 'yang tidak
terjemahkan' .
Dari paparan analisis data novel Exclusive di atas dapat disimpulkan
bahwa penerjemah cenderung menggunakan "translation by loan word",
terutama untuk menerjemahkan kata atau frasa yang menggunakan nama-nama,
misalnya Jack the Ripper dan Watergate. Strategi ini akan lebih tepat lagi
apabila ditambah penjelasan setelah kata pinjaman tersebut karena penerjemah
tidak boleh berasumsi bahwa pembaca pasti tahu apa atau siapa itu Jack the
Ripper. Satu penggunaan strategi gabungan antara kata pinjaman dan substitusi
kultural juga dirasa kurang tepatkarena malah terjadi ketidakselarasan antara
nama dan gelar sebutannya, seharusnya memakai sebutan untuk bahasa
Indonesia saja sehingga lebih tepat dan wajar hasil terjemahannya. Hasil
terjemahan yang lain sudah memenuhi standar berterima meskipun terdapat
juga kesalahan terjemahan yang mengakibatkan terjadinya pergeseran makna
yang cukup signifikan. Namun, karena kesalahan tersebut bukan kesalahan
terjemahan istilah budaya, analisis kesalahannya tidak dilakukan secara
mendalam.
DAFTARPUSTAKA
Baker, Mona. In Other Words: A Course Book on Translation. New York:
Routledge. 1992.
Gutt, Earns-August. A Theoretical Account of Translation-Without A
Translation Theory. Target: International Journal of Translation Studies
8(2) 239-256. Dalam http://cogprints.org/2494/
House, Juliane. Translation Quality Assessment. A Model Revisited. Germany:
Tubingen, 1997. 178 LlN4UA Vol.9 No2, Oktober 164-179
Hatim, Basil and Ian Mason. The Translator as Communicator. London:
Routledge, 1997.
Larson, Mildred L. Meaning-Based Translation: A Guide to Cross-Language
Equivalence. Lanham: University Press of America, 1984.
Machali, Rochayah. Pedoman Bagi Penerjemah. Jakarta: Grasindo, 2000.
Newmark, Peter. Approaches to Translation. New York: Pergamon Press.
1981.
Nida, Eugene A. and Charles R. Taber. The Theory and Practice of
Translation. Leiden: E.J. Brill, 1974.
Strategi Penerjemahan Istilah Budaya dalam Novel Exclusive Karya Sandra Brown (Sulistioi Dwi Putraoti) 179