LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

44
NASKAH BERSAHABAT DENGAN BENCANA Bahan Ajar Pengurangan Risiko Bencana untuk Taman Kanak-Kanak/Raudhatul Athfal di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta © 2011

Transcript of LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

Page 1: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

NASKAH

BERSAHABAT DENGAN BENCANABahan Ajar Pengurangan Risiko Bencana

untuk Taman Kanak-Kanak/Raudhatul Athfaldi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Dinas Pendidikan, Pemuda, dan OlahragaProvinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

© 2011

Page 2: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

NASKAH

Judul:BERSAHABAT DENGAN BENCANABahan Ajar Pengurangan Risiko Bencana untuk Taman Kanak-Kanak/Raudhatul Athfal di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Tim Penyusun: Hasan Bachtiar (Koordinator) Sunaring Kurniandaru Yugyasmono Ruhui Eka Setiawan Yanet Paulina Pudji Santoso

Tim Penyunting: Akhmad Agus Fajari Irfan Afifi Yahya Dwipa Nusantara

Tim Pakar: Ninil R. Miftahul Jannah, S.Ked. Drs. Awang Trisnamurti Trias Aditya, Ph.D. Prof. Sutomo Wuryadi, Ph.D. Ir. Heri Siswanto

Penerbit:Dinas Pendidikan, Pemuda, dan OlahragaProvinsi Daerah Istimewa YogyakartaAlamat : Jl. Cendana 9, Yogyakarta 55166 – INDONESIATelefon : (0274) 541322, 583628Faksimili : (0274) 513132E-mail : [email protected] : www.pendidikan-diy.go.id

© 2011

Page 3: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

PRAKATA

Menyikapi kerawanan bencana yang terdapat di wilayah dan dihadapi oleh komunitas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sumbangsih dan prakarsa semua pihak dalam gerakan/upaya bersama Pengurangan Risiko Bencana (PRB) sangatlah dibutuhkan. Dalam hal ini, salah satunya yang berkaitan dengan sektor pendidikan, meningkatkan kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan tentang upaya Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS) menjadi penting.

Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ingin mengambil bagian dan memberikan sumbangsih yang strategis bagi prakarsa upaya penguatan kapasitas kesiapsiagaan bencana pada bidang pendidikan. Untuk itu, melalui Kegiatan Penyusunan Bahan Ajar Bermuatan Kebencanaan, Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menerbitkan buku-buku bahan ajar bermuatan kebencanaan dalam seri Bersahabat dengan Bencana untuk masing-masing jenjang satuan pendidikan (TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK, dan SLB). Upaya ini juga dilaksanakan guna menindaklanjuti Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70a/MPN/SE/2010 tentang Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana di Sekolah. Tujuannya ialah untuk meningkatkan kompetensi dan kapasitas para pihak pemangku kepentingan bidang pendidikan tentang Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Berdasarkan hal tersebut, diharapkan agar buku-buku Bahan Ajar ini dapat digunakan sebagai acuan dan pedoman dalam memberikan pengetahuan kepada peserta didik tentang Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS) oleh para pihak pemangku kepentingan bidang pendidikan khususnya Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sehingga dapat mewujudkan pencapaian visi/cita-cita Penanggulangan Bencana Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yakni “Terwujudnya masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta yang peka, tanggap, dan tangguh terhadap bencana menuju Hamemayu Hayuning Bhawono”.

Akhirnya, dalam kesempatan yang baik ini, kepada semua pihak yang telah membantu terwujudnya bahan ajar bermuatan kebencanaan ini, terutama Tim Penyusun dan Tim Pakar, saya sampaikan terima kasih sedalam-dalamnya. Semoga Tuhan Yang maha Esa meridhai ikhtiar kita.

Yogyakarta, Desember 2011

Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan OlahragaProvinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Drs. R. Kadarmanta Baskara AjiNIP: 19630225 199003 1 010

Page 4: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

PENGANTAR

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk wilayah yang memiliki ancaman bencana. Karena letaknya yang berada di jalur pertemuan dua lempeng bumi, Eurasia dan Indo-Australia. Letak geografis ini menempatkan provinsi ini menjadi titik rawan bencana. Belum lagi dengan faktor-faktor lainnya yang juga menjadikan risiko bencana di provinsi ini tinggi. Tahun 2009, pemerintah provinsi telah mengidentifikasi ada delapan ancaman bencana yang ada tersebar di lima kabupaten/kota.

Gunungapi Merapi telah menunjukkan geliat periodiknya dalam jangka empat tahun. Terakhir, adalah erupsi Oktober-November 2010 dengan tingkat erupsi yang luar biasa besar dan telah mengakibatkan dampak kerugian yang besar pula. Tidak lupa, gempa bumi 2006 yang berpusat di Bantul juga telah memberikan gambaran tentang bagaimana dampak yang tak kalah dahsyat. Dari kedua bencana ini saja sudah berdampak cukup besar. Sementara ada enam ancaman lain yang ada di provinsi ini.

Namun, jika ditilik lagi tentang pengertian bencana, maka akan berbeda saat melihat dan mengurai tentang hubungan sebab-akibat kejadian bencana yang ada. Sederhananya, suatu peristiwa alam disebut sebagai bencana apabila telah menimbulkan korban atau kerugian. Jika tidak ada dampak maka peristiwa itu bukan suatu bencana. Artinya, peristiwa alam tidaklah berdiri sendiri melainkan berkaitan dengan kita.

Dari sekian banyak ancaman bencana, ada yang dapat diperkirakan dan ada yang tidak. Namun kita bisa mengantisipasi dan memprediksi dampak/risiko kerugian yang ditimbulkan. Selain ancaman, tingkat pengetahuan dan informasi yang kita miliki juga merupakan faktor ukuran risiko. Semakin tinggi pemahaman kita, maka semakin kecil risiko bencana kita. Dengan demikian, persebaran pengetahuan tentang kebencanaan dan pengurangan risiko bencana menjadi relevan untuk senantiasa dipadukan dalam pelbagai aspek tatanan kehidupan, termasuk dunia pendidikan, agar pendidikan pengurangan risiko bencana pun membudaya dalam keseharian masyarakat.

Yogyakarta sebagai kota budaya dan kota pelajar tentu perlu untuk memastikan pengembangan sekolah siaga bencana. Selain untuk memberikan jaminan pelindungan anak sebagai generasi penerus ketika di lingkungan sekolah, juga penanaman pengetahuan dan kesadaran kebencanaan sejak usia dini.Sehingga integrasi pendidikan pengurangan risiko bencana ke dalam kurikulum dan bahan ajar dengan berbasis pengetahuan ancaman bencana lokal Yogyakarta menjadi penting dan relevan. Setidaknya peserta didik mulai mengenal apa ancaman bencana yang ada di sekitarnya.

Page 5: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

DAFTAR ISI

PRAKATAPENGANTAR

RISIKO BENCANA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTAA. Letusan Gunungapi MerapiB. Gempa BumiC. BanjirD. Tanah LongsorE. Angin Puting BeliungF. KekeringanG. TsunamiH. Epidemi DBD

PENDIDIKAN PENGURANGAN RISIKO BENCANAA. Mengenal BencanaB. Menanggulangi BencanaC. Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana

TINDAKAN-TINDAKAN DALAM SITUASI BENCANAA. Letusan Gunungapi MerapiB. Gempa BumiC. BanjirD. Tanah LongsorE. Angin Puting BeliungF. KekeringanG. TsunamiH. Epidemi DBD

BAHAN-BAHAN AJAR PENGURANGAN RISIKO BENCANAA. SilabusB. Bahan-Bahan AjarC. Contoh Nyanyian-Nyanyian Tentang Bencana

DAFTAR ISTILAHDAFTAR PUSTAKA

Page 6: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

RISIKO BENCANA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

A. Bahaya/Ancaman Bencana di Provinsi Yogyakarta

Provinsi DIY merupakan wilayah yang mempunyai kerentanan bencana cukup tinggi. Hal tersebut disebabkan kondisi alam seperti kondisi geografis, kondisi geologi dan iklim Provinsi DIY yang bisa menjadi ancaman bencana. Dari analisis risiko yang telah dilakukan Pemerintah Provinsi DIY, terdapat 8 ancamanbencana alam maupun non-alam/sosial, yakni letusan/erupsi Gunungapi Merapi, gempa bumi, banjir, tanah longsor, angin puting beliung dan angin ribut, kekeringan, tsunami, dan epidemi wabah penyakit dan kejadian luar biasa.

1. Letusan/Erupsi Gunungapi MerapiLetusan atau erupsi Gunungapi

Merapi berawal dari magma yang mengalami tekanan dan menjadi lebih renggang dibanding lapisan di bawah kerak. Dari proses tersebut mengakibatkan secara bertahap magma bergerak naik dan seringkali mencapai celah atau retakan yang terdapat pada kerak. Banyak gas dihasilkan dan pada akhirnya tekanan yang terbentuk sedemikan besar sehingga menyebabkan suatu letusan ke permukaan (gempa). Pada tahapan ini, Gunungapi Merapimenyemburkan bermacam gas, debu, dan pecahan batuan. Lava yang mengalir dari suatu celah di daerah yang datar akan membentuk plateau lava. Lava yang menumpuk di sekitar mulut (lubang) membentuk gunung dengan bentuk kerucut seperti umumnya.

Bahaya letusan Gunungapi Merapi terdiri dua kategori:a. Bahaya Primer atau Bahaya Langsung. Bahaya ditimbulkan secara langsung pada saat

terjadi letusan gunungapi. Hal ini disebabkan oleh material yang dihasilkan atau dikeluarkan menimpa penduduk. Material tersebut berupa; aliran lava, lelehan batu pijar, udara panas (surger) sebagai akibat samping awan panas (piroclastic flow), hujan abu, dan lontaran material pijar berukuran blok (bomb) dan kerikil.

b. Bahaya Sekunder atau Bahaya Tidak Langsung. Bahaya yang terjadi setelah erupsi gunungapi. Berasal dari material yang dikeluarkan pada saat erupsi berupa lahar, yakni campuan batu, pasir dan air. Campuran ini mengalir menuruni lereng dan terendap di dataran yang landai atau tempat yang lebih rendah. Lahar terbentuk setelah adanya hujan lebat pada saat atau beberapa saat sesudah letusan terjadi. Selain permukiman penduduk, kerusakan yang ditimbulkan adalah lahan pertanian/perkebunan.Gunungapi Merapi terletak di perbatasan provinsi DIY dan Jawa Tengah. Merapi yang masuk di

wilayah kabupaten Sleman merupakan Gunungapi Merapi aktif, bahkan paling aktif di dunia. Periodisasi letusannya relatif pendek, yaitu antara 3-7 tahun. Kekuatan gempa vulkanik dan letusan gunung dapat dirasakan dan menimbulkan korban di Provinsi DIY.

Jumlah serta letusan Gunungapi Merapi bertambah sesuai tingkat kegiatannya. Volume guguran kubah lava biasa oleh orang setempat disebut “wedhus gembel” atau awan panas. Dari 6 periode waktu yaitu tahun 1994, 1997, 1998, 2001, 2006 dan 2010, letusannya telah menimbulkan banyak korban jiwa.Pada Bulan Oktober 2010, Gunungapi Merapi kembali aktif, kekuatan erupsinya sangat besar, di mana jarak luncuran jangkauan awan panas mencapai 15 km dari puncak gunung. Akibatnya, korban yang terdampak langsung dari erupsi Merapi cukup banyak.

Tabel 1.1. Jumlah Korban Setiap Kejadian Letusan MerapiTAHUN LETUSAN/ERUPSI KORBAN MENINGGAL

1672 3000 orang1822 100 orang1832 32 orang1872 200 orang

Gambar Letusan Gunungapi Merapi

Page 7: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

TAHUN LETUSAN/ERUPSI KORBAN MENINGGAL1904 16 orang1920 35 orang1930 1369 orang1954 64orang1961 6 orang1969 3 orang1976 29 orang1994 66 orang1997 tidak ada1998 tidak ada2001 tidak ada2006 2 orang2010 277 orang

Tingkat bahaya dari Gunungapi Merapi sangat tergantung dari kerapatan dari letusan dan kepadatan penduduk yang bermukim di sekitar Gunungapi Merapi tersebut. Kondisi tersebut dapat terjadi dan dirasakan oleh masyarakat Provinsi DIY. Sehingga ancaman letusan Gunungapi Merapimenjadi konsekuensi masyarakat untuk tetap waspada akan bahayanya. Peta Rawan Bencana Gunungapi Merapi dengan wilayah yang terkena dampak adalah Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Ada 3 zona wilayah kerawanan Gunungapi Merapi, yaitu:

a. Kawasan Rawan Bencana IIIKawasan ini dapat terkena langsung aktivitas letusan Gunungapi Merapi, sering terkena awan panas, lava pijar, guguran batu pijar, gas racun, dan lontaran batu pijar sampai radius kilometer terdekat dari puncak gunung (2 km). Wilayah yang terkena dampaknya adalah Kecamatan Pakem, Kecamatan Cangkringan dan Kecamatan Turi.

b. Kawasan Rawan Bencana IIKawasan ini akan berpotensi terkena awan panas, lontaran batu pijar, gas racun dan guguran lava pijar. Walaupun tidak terkena secara langsung dan sering di zona ini harus berhati-hati karena banyak aktivitas penduduk di lereng Gunungapi Merapi yang sewaktu-waktu bisa terancam jiwanya oleh aktivitas Gunungapi Merapi.

c. Kawasan Rawan Bencana IKawasan ini dapat terkena ancaman banjir lahar dan juga perluasan dari awan panas tergantung oleh faktor volume guguran dan arah angin pada saat itu. Wilayah yang kemungkinan terlanda adalah kecamatan; Ngemplak, Ngaglik, Tempel, Kalasan, Depok, Seyegan, dan sebagian utara Kota Yogyakarta.

2. Gempa Bumi Gempa Bumi adalah peristiwa alam karena proses tektonik maupun vulkanik. Gempa Bumi

vulkanik hanya bisa dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar gunung saja, gempa ini disebabkan oleh pergerakan dan tekanan magma di dalam perut gunung tersebut. Sedangkan gempabumi tektonik disebabkan dari pergerakan tektonik lempeng bumi.

Gambar Peta Riwayat Kejadian Gempa Besar di Yogyakarta dan Sekitarnya(Sumber: Elnashai dkk., 2006)

Page 8: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

Wilayah Provinsi DIY dan sekitarnya terletak pada jalur pertemuan dua lempeng bumi, yaitu Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Dengan demikian wilayah DIY menjadi wilayah yang rawan gempa bumi baik tektonik maupun vulkanik.

Catatan sejarah menyebutkan bahwa gempa sering terjadi di DIY di masa lalu. Tahun 1867 tercatat pernah terjadi gempa besar yang menyebabkan kerusakan besar terhadap rumah-rumah penduduk, bangunan kraton, dan kantor-kantor pemerintah kolonial. Gempa lainnya terjadi pada 1867, 1937,1943, 1976, 1981, 2001, dan 2006. Pada 27 Mei 2006, pukul 05.56 WIB terjadi karena lempeng Australia yang bergerak menunjam di bawah lempeng Eurasia dengan pergerakan 5-7 cm tiap tahunnya. Titik pusat (episentrum) dengan kekuatan 5,8 – 6,2 skala richter itu diperkirakan terjadi di muara Sungai Opak-Oyo dengan kedalaman 17-33 km di bawah permukaan tanah.

Provinsi DIY diapit oleh dua sistem sungai besar yang merupakan sungai patahan yaitu; Sungai Opak-Oya, dan Sungai Progo. Dan gempa bumi 2006 mampu mereaktivasi patahan pada sungai tersebut. Dampaknya, dapat dilihat pada tingkat kerusakan tinggi “collaps” pada jalur sungai tersebut dari muara di bibir Pantai Selatan Jawa ke arah memanjang ke arah Timur Laut sampai ke daerah Prambanan dan Klaten. Kekuatan gempa tersebut tidak hanya dirasakan di wilayah Provinsi DIY tetapi juga beberapa wilayah di Provinsi Jawa Tengah Bagian Selatan. Dari kajian lapangan yang telah dilakukan, ternyata gempa bumi disebabkan adanya gerakan sesar aktif, yang kemudian disebut dengan Sesar Kali Opak. Akibatnya, beberapa wilayah khususnya bagian Selatan Provinsi DIY mengalami kerusakan yang cukup parah, baik kerusakan bangunan maupun infrastruktur lainnya. Daerah di sepanjang Sungai Progo juga patut diwaspadai. Sungai ini secara morfologi juga merupakan sungai hasil dari proses patahan. Diperkirakan jika terjadi gempa bumi yang episentrumnya dekat dengan zona patahan Sungai Progo dan dengan ber-magnitudo cukup kuat, dapat terjadi seperti halnya pada jalur Sungai Opak-Oyo dengan tingkat kerusakan yang tinggi.

Potensi bahaya gempa bumi di Provinsi DI Yogyakarta dibagi menjadi:a. Potensi Gempa Bumi Tinggi

Kabupaten Bantul merupakan daerah yang paling berpotensi tinggi terkena dampak gempabumi. Secara fisik, kabupaten ini berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia. Area dalam radius 500 meter dari Sungai Opak dan jalur patahan di sepanjang lereng barat Perbukitan Baturagung. Wilayah yang termasuk dalam kategori potensi gempa tinggi adalah sebagian Kecamatan Kretek, Pundong, Jetis, Piyungan, Pleret, Banguntapan, Imogiri, dan Prambanan.

b. Potensi Gempa Bumi Sedang dan RendahArea yang berpotensi gempa sedang dan rendah adalah area dalam radius 1 kilometer dari Sungai Progo, Opak, dan Oyo. Wilayah yang termasuk dalam potensi gempa sedang adalah sebagian wilayah Kecamatan Dlingo, Pleret, Imogiri, Pundong, Kretek, Prambanan, Umbulharjo, Banguntapan, Bantul, Pandak, Lendah dan sebagian kecil kecamatan-kecamatan yang dilalui aliran Sungai Progo dan jalur patahan Kulon Progo. Sebagian kecamatan di atas juga mengalami kerusakan yang cukup parah saat gempa bumi tanggal 27 Mei 2006.

3. BanjirBanjir adalah peristiwa meluapnya air yang

menggenangi permukaan tanah, yang ketinggiannya melebihi batas normal. Banjir dapat disebabkan oleh curah hujan yang tinggi, badai, gelombang pasang atau peristiwa alam lainnya. Banjir juga dapat disebabkan faktor perilaku manusia. Misalnya, berkurangnya daerah resapan air akibat akibat penebangan hutan, pengembangan permukiman, buruknya penanganan sampah dan saluran air (drainase), dan lain sebagainya.

Jenis banjir ada dua macam yaitu banjir genangan dan banjir bandang. Keduanya bersifat merusak. Karakteristik banjir bandang adalah aliran arus air yang tidak terlalu dalam tetapi cepat dan

bergolak (turbulent) dan dapat menghanyutkan manusia, binatang, dan apapun yang dilewatinya.

Aliran air yang membawa material tanah yang halus akan mampu menyeret material berupa batuan yang lebih berat sehingga daya rusaknya akan semakin tinggi.

Potensi bahaya banjir yang terjadi di Provinsi DIY lebih sering terjadi di lahan sempadan sungai-sungai besar seperti Sungai Opak dan Sungai Progo, terutama di dataran banjir dan teras banjir. Banjir di muara Sungai Opak dan Sungai Progo terjadi pada saat awal musim hujan karena di muara sungai tersebut masih terdapat penumpukan pasir yang menghalangi masuknya air sungai ke laut.

Gambar aliran banjir lahar

Page 9: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

Banjir yang terjadi di Kota Yogyakarta lebih disebabkan oleh luapan saluran/gorong-gorong kota yang tidak mampu menampung debit air hujan karena berkurangnya area resapan air karena akibat penggunaan lahan untuk hal lain. Keadaan semakin diperparah oleh kesadaran yang rendah terhadap lingkungan oleh masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dengan membuang sampah yang dapat membuat dangkal dan sempit saluran/gorong-gorong tersebut.

Sedangkan banjir di daerah yang berbatuan gamping, seperti di Kabupaten Gunungkidul, hanya terjadi di sekitar teras banjir dan bantaran sungai dan ledokan-ledokan karena daya serap dan simpan tanah di daerah ini kecil sehingga lambat dalam meresapkan air hujan. Air hujan biasanya diresapkan ke dalam tanah dan akan menuju ke sungai bawah tanah yang banyak terdapat di wilayah Kabupaten Gunungkidul.

Tabel 1.2. Potensi Banjir di Provinsi DIYa. Potensi banjir tinggi Kabupaten Bantul (Kec. Kretek) dan Kabupaten Kulon Progo

(Kec. Temon, Lendah)b. Potensi banjir sedang Kabupaten Sleman (Minggir, Prambanan), Kabupaten Bantul

(Jetis, Pandak, Pajangan), Kabupaten Kulon Progo (Nanggulan, Pengasih, Temon, Kalibawang).

4. Tanah LongsorTanah longsor adalah kejadian pergerakan tanah, batuan atau material lainnya dalam jumlah

besar secara tiba-tiba atau berangsur-angsur. Longsor biasanya terjadi di daerah terjal yang tidak stabil. Penyebab utama tanah longsor adalah gravitasi. Namun, gravitasi ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, baik manusia maupun alam.

Pengaruh faktor alam, yaitu kondisi geologi (batuan lapuk, kemiringan tanah, unsur atau jenis lapisan tanah, bencana gempa bumi, Gunungapi Merapi, dll) kondisi topografi (kemiringan permukaan tanah seperti lembah, lereng, dan bukit), dan kondisi tata air, yaitu akumulasi volume/massa air, pelarutan dan tekanan hidrostatistika, dan lainnya.

Pengaruh faktor manusia meliputi kegiatan-kegiatan yang mempengaruhi terjadi tanah longsor. Pemotongan tebing pada penambangan di lereng yang terjal, penimbunan tanah urugan di daerah lereng, kegagalan struktur dinding penahan tanah, penggundulan hutan, sistem pertanian yang tidak memperhatikan irigasi yang aman, pengembangan wilayah yang melanggar atur tata ruang, sistem drainase yang buruk, dll.

Material yang dibawa tanah longsor bisa berupa tanah, bebatuan, lumpur, sampah, dan lainnya. Kecepatan longsot beragam, ada yang cepat dan ada yang lambat. Dampak dari terjadinya tanah longsor dapat membuat kehilangan harta, tempat tinggal dan koban jiwa. Berikut adalah jenis-jenis longsor menurut Prof. Dwikorita:

MEKANISME GERAKANJENIS MATERIAL YANG

BERGERAKGERAKAN TANAH

Gerakan Tanah

Gerakan Cepat

Jatuhan/ Runtuhan /Robohan (pergerakan tanpa melalui bidang lincir/ bidang luncur)

Tanah Jatuhan TanahBatuan Jatuhan Batuan

Bahan rombakan tanah campur batuan

Jatuhan Bahan Rombakan Tanah & Batu

Luncuran(pergerakan melalui bidang lincir/ bidang luncur)

Tanah Luncuran TanahBatuan Luncuran Batuan

Bahan rombakan tanah campur batuan

Luncuran Bahan Rombakan Tanah & Batu

Aliran(pergerakan massa jenuh air)

Tanah Aliran TanahBatuan Aliran Batuan

Bahan Rombakan Aliran Bahan Rombakan

Gerakan Lambat

Rayapam(pergerakan massa yang lambat)

Tanah Rayapan Tanah

Bahan Rombakan Rayapan Bahan Rombakan

Page 10: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

Pergerakan tanpa melalui bidang luncur (Jatuhan):

Jatuhan Bahan Rombakan Jatuhan Batuan dengan torehan akibat terlepasnya batuan yang jatuh

Pergerakan tanah melalui bidang luncur (Luncuran):

Luncuran Batuan Luncuran Tanah Luncuran bahan rombakan

Pergerakan massa tanah/ batuan/ bahan rombakan dengan kondisi jenuh air (Aliran):

Aliran bahan rombakan tanah bercampur batu

Aliran tanah (lumpur) Aliran batuan

Ancaman bahaya tanah longsor di DIY terdapat di 4 kabupaten, yaitu Kulon Progo, Gunungkidul, Bantul dan Sleman dan ada di 2 wilayah yaitu, deretan Pegunungan Menoreh di Kabupaten Kulon Progo dan deretan Baturagung Range di perbatasan Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunungkidul.

Jenis gerakan tanah pada lereng yang terjadi dapat berupa longsoran tanah yang sering terjadi pada tanah tebal, atau reruntuhan batuan yang biasanya terjadi pada wilayah yang didominasi oleh batuan gamping. Kondisi ini dapat dijumpai pada wilayah Kecamatan Girimulyo, Kokap, Samigaluh (Kabupaten Kulon Progo) dan di wilayah bebatauan Kabupaten Gunungkidul dan yang perbatasan dengan Kabupaten Bantul/Sleman.

Potensi bahaya tanah longsor di Provinsi DIY dapat dirinci sebagai berikut:a. Potensi Longsor Tinggi.

Kabupaten Kulon Progo bagian utara sebagian besar adalah wilayah yang rawan longsornya tinggi meliputi kecamatan Kokap, Samigaluh, Girimulyo, dan Kalibawang. Di wilayah Kabupaten Gunungkidul meliputi kecamatan; Rejosari, Dlingo dan Gedangsari. Di wilayah Kabupaten Bantul adalah di Kecamatan; Bambanglipuro, Imogiri dan Pleret. Sedang di wilayah Kabupaten Sleman yang potensi longsor tinggi adalah di bagian puncak Merapi, yang memang mempunyai lereng curam dan juga dipengaruhi oleh aktifitas Merapi itu sendiri.

Page 11: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

b. Potensi Longsor Sedang. Sebaran potensi longsor sedang ada di Kabupaten Kulon Progo meliputi Kecamatan Pengasih, Nanggulan, dan Kalibawang. Sebaran di Kabupaten Bantul meliputi kecamatan Kretek, Pajangan, Imogiri dan Pleret. Sebaran di Kabupaten Gunungkidul meliputi kecamatan Ponjong, Dlingo, Playen, Gedangsari, dan Ngawen.

5. Angin Puting Beliung dan Angin RibutSebutan ‘tornado’ atau ‘badai’ sering

membingungkan masyarakat dan menakutkan karena ketidaktahuan akan pengetahuan tentang fenomena alam tersebut. Tornado memang mempunyai daya rusak yang hebat, akan tetapi kejadian tornado tergantung dari skalanya. Di Indonesia, tornado memang ada dan sering dikenal dengan puting beliung, angin puyuh, angin ribut atau angin leysus.

Angin puting beliung terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara yang sangat ekstrim. Biasanya terjadi pada musim hujan. Angin ini disertai putaran yang kencang dan berpotensi menimbulkan kerusakan. Putaran angin yang kencang tersebut berbentuk melingkar dengan radius antara 5 hingga 10 m dan kecepatan mencapai 20 hingga 30 knot. Angin puting beliung yang masuk kategori tornado lemah mempunyai ciri bisa menyebabkan kematian kurang dari 5%, memiliki tenggang waktu 1 sampai dengan 10 menit dengan kecepatan angin kurang dari 110 mph.

Ciri-ciri dari angin puting beliung atau angin leysus:a. Kejadiannya singkat, antara 3 hingga 10 menit, setelah itu diikuti angin kencang yang

kecepatannya berangsur melemah.b. Kecepatan angin lesus adalah 45 hingga 90 km/jam.c. Terjadi di tempat dengan radius jangkuan 5 hingga 10 km.d. Terjadi di musim pancaroba dan sebagian kecil di musim hujan, saat hujan di siang atau sore

hari.e. Terjadi antara jam 13.00 hingga 17.00

Berdasarkan data Badan Meterologi dan Geofisika, bencana angin puting beliung yang terjadi di wilayah Provinsi DIY pada hari Minggu, 18 Februari 2007 pukul 17.15 WIB selama kurang lebih 15 menit itu merupakan bencana angin puting beliung dengan kategori kecepatan angin antara Strong Gale dengan kecepatan 74-85 kilometer per jam dan Storm dengan kecepatan 87-100 kilometer per jam. Akibatnya, 4 wilayah kecamatan di Kota Yogyakarta yakni Gondokusuman, Danurejan, Umbulharjo dan Pakualaman, dengan radius bencana sekitar 1 kilometer mengalami kerusakan yang cukup parah.

Satlak Penanggulangan Bencana Alam (PBA) Provinsi DIY melaporkan bahwa bencana angin puting beliung ini telah mengakibatkan 1.182 orang mengalami luka ringan dan menjalani rawat jalan. Sedangkan sebanyak 51 orang harus dibawa ke rumah sakit dengan rincian 44 orang menjalani rawat jalan dan 7 orang harus menginap di rumah sakit. Selain melukai manusia, angin puting beliung juga merusak 1.255 rumah penduduk.

Beberapa fasilitas umum juga tidak luput dari hantaman keganasan angin puting beliung. Sejumlah fasilitas umum milik PT. Kereta Api seperti BPTT PT. KA dan Stasiun Lempuyangan Yogyakarta, bangunan di kompleks Detasemen Zeni dan Detasemen Peralatan Komando Resort Militer 072 Pamungkas Yogyakarta, gedung Bioskop Mataram, masjid, sekolah serta gedung kantor pemerintahan seperti Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan mengalami kerusakan parah di bagian atap dan fisik bangunan. Angin Puting Beliung juga banyak menumbangkan pohon-pohon perindang dan merusak taman-taman kota di sepanjang jalan di empat kecamatan.

Angin Ribut di Provinsi DIY hampir terjadi di semua kabupaten. Biasanya kejadian angin ribut dapat dijumpai pada saat musim pancaroba pergantian dari musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya masa pergantian dari musim hujan ke musim kemarau. Kejadiannya sangat dipengaruhi oleh tekanan udara lokal sehingga sulit untuk diprediksi maupun di pantau dari citra satelit. Konversi lahan juga sangat mempengaruhi tekanan udara lokal. Angin Ribut jarang dijumpai di daerah perbukitan dan seringnya terjadi pada daerah hamparan dan atau daerah yang berada di antara 2 celah bukit. Letak geografis dan topografis juga sangat mempengaruhi kejadian angin ribut.

Ilustrasi terjadinya angin puting beliung

Page 12: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

Tabel 1.3. Sebaran Wilayah Rawam Angin Ribut/Puting BeliungKabupaten/Kota Wilayah Ancaman

Sleman Gamping, Seyegan, Sleman, Depok, Cangkringan, dan NgemplakBantul Pajangan, Srandakan, Sanden, Kretek, Sewon, Pleret, dan BanguntapanKulon Progo Pengasih, Nanggulan, dan SentoloGunungkidul Patuk, Playen, Wonosari, KarangmojoYogyakarta Pakualaman, Mergangsan, dan Balai Kota

6. KekeringanPotensi bahaya kekeringan yang dimaksud adalah jumlah

ketersediaan air untuk kebutuhan hidup manusia dan biota lain, termasuk tanaman dan ternak. Jika waktu keadaan kering kian panjang, akan menimbulkan kerugian. Umumnya kekeringan yang terjadi di DIY, sering terjadi di daerah Kabupaten Gunungkidul. Kekeringan sering terjadi pada setiap tahunnya dikarenakan tanah di daerah ini tidak dapat menyimpan dengan baik cadangan air tanah. Jikapun air tanah itu ada, masyarakat harus mengambil dari sungai bawah tanah di kedalaman puluhan meter.

Kekeringan biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor fisikyaitu bentuk lahan, curah hujan, kedalaman air tanah, dan tekstur tanah bagian atas yg berpengaruh terhadap daya meresapkan air hujan. Faktor-faktor tersebut digunakan sebagai pendekatan untuk menentukan potensi kekeringan.

Ada di beberapa tempat yang mempunyai potensi kekeringan sedang. Tetapi, karena di lingkungan sekitar mudah ditemukan sumber air (sumur gali, sungai, mata air) maka daerah ini sampai sekarang masih bisa tercukupi kebutuhan airnya. Tetapi, keadaan ini mungkin tidak akan dapat berlangsung lama. Jika pada saatnya nanti pertumbuhan penduduk semakin padat dan adanya perluasan pembangunan, maka daya dukung sumber-sumber air pun akan berkurang.

Tabel.1.4.Potensi kekeringan di Provinsi DIYa. Potensi kekeringan

tinggiKabupaten Gunungkidul sebagian besar wilayah berpotensi kekeringan tinggi dan Kabupaten Kulon Progo (Samigaluh, Kalibawang, Girimulyo, Kokap), serta di daerah lereng atas Merapi

b. Potensi kekeringan sedang

Kab. Bantul (Pajangan, Gamping), Kab. Kulon Progo (Sentolo, Pengasih, Lendah, Nanggulan)

7. TsunamiTsunami adalah gelombang air laut yang dapat

disebabkan gerakan lapisan tanah di dasar laut. Pergereran ini bisa disebabkan oleh gempabumi tektonik, letusan Gunungapi di dasar laut, longsoran di dasar laut dan ledakan bom berkekuatan dahsyat/nuklir.

Kata ‘tsunami’ berasal Bahasa Jepang; ‘tsu’ yang artinya pelabuhan dan ‘nami’ yang artinya pelabuhan. Dengan begitu tsunami memiliki arti “ombak besar di pelabuhan”. Tsunami akan tampak daya hancurnya ketika gelombangnya sampai di pelabuhan atau pantai.

Tsunami berbeda dengan dengan gelombang pasang.Tsunami memiliki pola kecepatan dan tinggi gelombang. Semakin dekat atau telah menghampiri pantai, ketinggiannya meningkat, sedangkan kecepatannya menurun. Ketinggian gelombang tsunami berkisar antara 4 sampai dengan 24 meter dan mampu menjangkau 50-200 meter dari bibir pantai. Gelombang tsunami terjadi beruntun dan tiba-tiba, sehingga mengakibatkan kerugian harta benda dan korban jiwa. Tinggi dan besar tsunami juga dipengaruhi oleh besar-kecilnya pergeseran tanah dan bentuk garis pantai.

Dampak bencana tsunami paling tidak ada empat hal, antara lain:

a. Banjir dan Genangan Air Daratan. Tsunami menimbulkan genangan air laut dan meninggalkan endapan. Peristiwa tsunami Aceh 2005, menimbulkan genangan air laut 20-60 cm dan endapan setebal 10-20 cm.

b. Kerusakan Sarana dan Pra-Sarana.

Ilustrasi Terjadinya Tsunami

Page 13: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

c. Pencemaran Lingkungan. Tsunami menghanyutkan benda-benda sejak di lautan maupun daratan yang kemudian terdampar menjadi sampah. Sumber-sumber air bersih pun tercemar oleh air laut.

d. Korban Harta dan Jiwa. Dengan kekuatannya, tsunami dapat memusnahkan benda-benda yang dilewatinya.Catatan kejadian tsunami pernah terjadi di DIY. Di masa lalu, paparan tsunami di wilayah pesisir

selatan Jawa ini berkisar antara 3-10 meter. Wilayah selatan Pulau Jawa merupakan zona subdaksi antara lempeng Australia dan lempeng Asia. Potensi tsunami di selatan DIY pun tergantung dari jenis/tipe gerakan patahan. Patahan dengan arah atas-bawah inilah yang bisa menyebabkan tsunami.

Secara alami sebenarnya wilayah pesisir secara alami mempunyai sistem perlindungan terhadap ancaman tsunami, yaitu adanya hutan mangrove, gumuk pasir, laguna, dan beting gisik. Bentukan lahan tersebut secara nyata mampu meredam energi gelombang tsunami sehingga air laut tidak sampai jauh mencapai daratan dan memperkecil laju paparan tsunami.

Sayangnya, kini keberadaan hutan mangrove sudah tidak ada di DIY. Yang tersisa hanya ada gumuk pasir, laguna dan beting gisik. Namun demikian, setidaknya mampu sebagai pelindung untuk wilayah/permukiman yang berada di sebaliknya dari ancaman tsunami. Permukiman/bangunan yang berada di depan bentukan ini jelas mempunyai risiko yang tinggi terhantam oleh gelombang tsunami secara langsung. Gumuk pasir masih bisa di jumpai di Parangkusumo-Parangtritis dengan ketinggian sampai 20 m.

Di Kabupaten Kulon Progo, risiko terkena tsunami menjadi besar karena pesisirnya yang terbuka. Sudah ada usaha secara vegetatif membuat green belt, yaitu dengan menanam jenis cemara di bantaran pantai pada jarak 200 meter dari bibir pantai. Ini bisa ditemui di daerah Ring I dan Ring II. Walaupun kurang berhasil dalam pengembangannya tetapi usaha secara vegetatif bisa dilanjutkan lagi dengan merapatkan jarak tanam dan tentu saja dengan melibatkan peran serta masyarakat setempat dalam pelaksanaannya.

Potensi tsunami di DIY pada skala Tinggi dan Sedang tersebar di tiga Kabupaten, yaitu; Kulon Progo (Galur, Panjatan, Temon), Bantul (Kretek, Sanden, dan Srandakan), dan Kabupaten Gunungkidul(wilayah pantai dan tempat wisata Sadeng, Krakal, Kukup, dan lainnya).

8. Epidemi, Wabah Penyakit dan Kejadian Luar BiasaEpidemi, Wabah Penyakit dan Kejadian Luar Biasa

merupakan ancaman bencana yang diakibatkan oleh menyebarnya penyakit menular yang berjangkit di suatu daerah tertentu dan waktu tertentu. Pada skala besar, epidemi/wabah/KLB dapat mengakibatkan meningkatnya jumlah penderita penyakit dan korban jiwa. Penyebaran penyakit pada umumnya sangat sulit dibatasi.

Kejadian itu awalnya merupakan kejadian lokal saja. Namun dalam waktu singkat bisa menjadi bencana nasional yang banyak menimbulkan korban jiwa dan sudah masuk kategori wabah. Kondisi lingkungan yang buruk, perubahan iklim, makanan dan pola hidup masyarakatyang salah merupakan beberapa faktor yang dapat

memicu terjadinya bencana ini.Wabah penyakit menular dapat menimbulkan dampak kepada masyarakat yang sangat luas

meliputi: a. Jumlah Kesakitan. Apabila tidak dikendalikan, maka wabah dapat menyerang masyarakat dalam

jumlah yang sangat besar, bahkan sangat dimungkinkan wabah akan menyerang lintas-negara bahkan lintas-benua.

b. Jumlah Kematian. Apabila jumlah penderita tidak berhasil dikendalikan, maka jumlah kematian juga akan meningkat secara tajam.

c. Aspek Ekonomi. Dengan adanya wabah maka akan memberikan dampak pada merosotnya roda ekonomi. Sebagai contoh apabila wabah flu burung benar terjadi maka triliunan aset usaha ternak unggas akan lenyap. Begitu juga akibat merosotnya kunjungan wisata karena adanya travel warning dan beberapa negara maka akan melumpuhkan usaha biro perjalanan, hotel maupun restoran.

d. Aspek Politik. Bila wabah terjadi maka akan menimbulkan keresahan masyarakat yang sangat hebat. Kondisi ini sangat potensial untuk dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu guna menciptakan kondisi tidak stabil.Endemik atau KLB (Kejadian Luar Biasa) Demam Berdarah Dengue (DBD) dibawa oleh nyamuk

dan keberadaannya sangat dipengaruhi oleh kesehatan lingkungan. Persebarannya dapat dibawa oleh nyamuk dan oleh manusia yang sudah mengidap malaria/demam berdarah. Persebaran yang dibawa oleh nyamuk hanya terbatas pada wilayah yang sempit. Persebaran yang dibawa oleh manusia dengan

Page 14: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

mobilitasnya yang tinggi, sering tidak dapat dideteksi secara pasti. Mereka biasa sebagai pekerja lintas wilayah sebagai buruh/karyawan pabrik yang melakukan perjalanan pulang-pergi dari daerah endemik ke kota. Karena tingkat mobilitas manusia yang tinggi maka penularan malaria/DBD dengan cara ini mempunyai jangkauan yang luas.

Demam berdarah di DIY tersebar di Kabupaten Sleman (Mlati, Gamping, Sleman, Ngaglik, Depok, dan Kalasan), Kabupaten Bantul (Kasihan, Sewon, Banguntapan, Kretek), Kabupaten Gunungkidul (Ponjong), dan Kota Yogyakarta.Kasus DBD di Provinsi DIY, menunjukkan peningkatan pada awal tahun 2007 hingga musim kemarau. Jumah penderita terdapat 26 orang yang tersebar di wilayah Provinsi DIY. Masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman ini. Caranya adalah dengan pelaksanakan pencegahan secara serentak dan rutin seminggu sekali dengan Gerakan 3M (Menguras, Menutup dan Mengubur). Jika dilakukan dengan tepat, cara ini sangat efektif, efisien, dan ramah lingkungan. Dengan menyikat atau menggosok rata bagian dalam tandon air, mendatar maupun naik turun, agar telur nyamuk yang menempel akan lepas dan tidak menjadi jentik.

Hal-hal yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi DIY dalam tindakan pengendalian dan evaluasi antara lain: peningkatan dan kemudahan akses pelayanan kesehatan bagi penderita, melakukan survey dan penanganan ke sumber penyakit, koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam mengantisipasi adanya penyebaran KLB, penyuluhan kesehatan di tempat publik terutama di sekolah-sekolah, permukiman dan rumah sakit.

Page 15: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

PENDIDIKAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA

A. MENGENAL BENCANA

Terdapat beragam pandangan masyarakat tentang bencana. Ada yang menganggap bahwa bencana adalah suatu peristiwa alam biasa dan ada pula yang menganggap sebagai akibat dari marahnya “penguasa” alam tertentu akibat perilaku manusia. Bahkan adapula yang menganggap bahwa membicarakan bencana adalah perbuatan yang tabu. Anggapan-anggapan seperti ini seringkali membuat kita lengah dan kurang waspada dalam menghadapi bencana serta kurangnya kepedulian terhadap tindakan yang seharusnya dilakukan untuk mengantisipasi adanya bencana yang mungkin akan terjadi.

Bencana sendiri, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, adalah suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Dari definisi bencana dan apa yang tersirat di dalamnya, tampak bahwa definisi bencana mengandung makna konsep “bencana” yang universal berikut: 1) gangguan serius terhadap berfungsinya masyarakat; 2) kerugian besar pada manusia (terbunuh atau luka-luka), harta benda, dan lingkungannya; dan 3) masyarakat yang mengalaminya tak mampu menanggulangi gangguan tersebut apabila hanya mengandalkan kekuatannya sendiri. (Modul Pelatihan Pengintegrasian PRB ke Dalam Sistem Pendidikan, 2010)

Kejadian bencana, selain menyebabkan kematian, korban luka-luka, rusaknya bangunan dan infrastruktur lainnya, juga berdampak langsung pada terjadinya kekurangan pangan dan air bersih, menyebarnya wabah penyakit serta terhentinya kegiatan ekonomi. Bencana tidak jarang menimbulkan tekanan mental sehingga orang mengalami depresi.

Bencana timbul ketika manusia tidak dapat mengatasi ancaman. Ancaman adalah fenomena alam yang berpotensi merusak atau mengancam kehidupan manusia. Bencana terjadi ketika manusia tidak mampu mengatasi ancaman. Dengan demikian, sangat penting bagi kita mempunyai daya tahan dalam menghadapi ancaman. Misalnya dengan mengetahui tanda-tanda bencana, melakukan tindakan antisipasi atau pencegahan untuk meminimalisir dampak kerusakan dan kerugian, dan persiapan-persiapan ketika bencana terjadi.

Banyak hal mempangaruhi kemampuan kita dalam mengatasi ancaman. Antara lain kondisi fisik, keadaan sosial budaya, kelembagaan sosial, kemampuan ekonomi, pengetahuan, sikap atau perilaku. Misalkan, jika ada Gunungapi meletus di sebuah pulau terpencil dan tidak ada penghuninya, maka kejadian itu tidaklah menjadi sebuah bencana. Letusan Gunungapi di pulau yang tidak berpenghuni tidak menyebabkan kerugian ekonomi dan fisik. Contoh lain adalah gempa bumi di Tokyo bisa dikatakan sebagai bencana karena banyak korban dari masyarakatnya baik fisik maupun non-fisik.

Ancaman ada di mana-mana dan bentuknya berbeda-beda. Di Indonesia, kita hidup dengan berbagai ancaman. Di Yogyakarta, seperti tertuang dalam dokumen Rencana Penanggulangan Bencana Provinsi DIY, terdapat 8 ancaman bencana. Namun akan lain hasilnya apabila kita telah dapat melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengurangi dampak dan risiko bencana. Paling tidak, kita sudah bisa mengurangi jatuhnya korban dan kerugian.

Berdasarkan waktu kejadian, bencana ada dua jenis, yakni:1. Bencana yang terjadi secara tiba-tiba. Beberapa bencana memberikan tanda-tanda. Dengan

begitu kita bisa menyelamatkan diri. Namun ada pula yang sulit untuk dibaca tanda-tandanya, bahkan oleh perangkat teknologi yang canggih. Bencana dalam pengertian ini antara lain adalah gempa bumi, tsunami, angin topan/badai, letusan Gunungapi Merapi dan tanah longsor.

2. Bencana yang terjadi secara perlahan. Muncul diawali tanda-tanda dan kita bisa melakukan tindakan-tindakan untuk mencegah timbulnya banyak korban. Alurnya, dari keadaan normal

Page 16: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

meningkat menjadi situasi darurat, dan kemudian menjadi situasi bencana. Bencana dalam pengertian ini antara lain adalah kekeringan, rawan pangan, kerusakan lingkungan dan lain-lain.UNISDR dalam buku Living with Risk (2004) mengklasifikasikan bahaya bencana menurut sifat,

contoh, dan kecepatan serangannya sebagai berikut:

Tabel 2.1. Klasifikasi Bahaya/AncamanBahaya-Bahaya Kecepatan Serangan

Kategori Sifat Contoh/Jenis Mendadak LambatBahayaNatural/Alamiah

Hidro-Meteorologis

Banjir Air, Banjir Lumpur, & Banjir Bandang Siklon Tropis, Angin Topan, Badai Angin & Hujan,

Badai Salju, Badai Pasir/Debu, Kilat/Petir/Halilintar

Kekeringan, Desertifikasi, Kebakaran Hutan, Suhu Udara Ekstrem

Permafros, Salju Longsor Geologis Gempa Bumi (Tektonis & Vulkanis)

Tsunami Aktivitas & Emisi Vulkanis/Gunungapi Merapi Gerakan-Gerakan Massa, Tanah Longsor, Batu

Longsor, Pencairan Es (Likuifaksi), Dasar Lautan Longsor

Permukaan Daratan Ambruk, Aktivitas Penyimpangan Geologis

Biologis Penjangkitan Wabah Penyakit Menular (Epidemi), Penularan Penyakit dari Hewan dan Tanaman

Serangan Virus Ganas BahayaAkibatUlahManusia

Teknologis/Antropogenis

Pencemaran Industrial Kebocoran Reaktor Nuklir/Pelepasan Bahan

Radioaktif ke Alam Bebas

Kerusakan Dam/Waduk Kecelakaan Transportasi, Industri, atau Teknologi

(Kebakaran, Ledakan, dll.)

Environmental/DegradasiLingkungan

Degradasi (Penurunan Mutu), Deforestasi (Penggundulan Hutan), & Desertifikasi Tanah (Penggurunan)

Kebakaran Hutan Kepunahan Keanekaragaman Hayati Pencemaran/Polusi Air, Tanah, & Udara Pemanasan Global/Perubahan Iklim Peningkatan Tinggi Permukaan Air Laut Pengikisan Ozon

Sosial(Ekonomis,Kultural,Politis, dll.)

Konflik Komunal, Antar-Suku, dll. Kerusuhan/Kekacauan Massal Perang (Bersenjata) Serangan Teroris

Besarnya bencana diukur dari jumlah korban jiwa, kerusakan, atau biaya-biaya kerugian yang ditimbulkan. Namun, tingkat keamanan terhadap bencana dan intensitas bencana itu juga terkait dengan kondisi masyarakat dan lingkungan yang terdampak. Terdapat relasi sebab-akibat kejadian, intensitas bencana, dan kondisi masyarakat. Dengan begitu, adalah kenyataan bahwa pada dasarnya bencana terjadi tidak semata-mata karena faktor alam.

Terdapat 7 faktor yang menyebabkan dampak bencana menjadi lebih besar dalam kehidupan suatu masyarakat, yakni kemiskinan, pertambahan penduduk, cepatnya urbanisasi, perubahan-perubahan dalam praktik budaya, degradasi lingkungan, kurangnya kesadaran dan informasi, dan perang atau kerusuhan sipil.

Kurangnya kesadaran dan informasi menyebabkan orang menjadi lebih rentan terhadap bahaya-bahaya karena keterbatasan pengetahuan untuk melepaskan diri atau mengambil tindakan melindungi diri dalam peristiwa bencana. Hal ini tidak selalu terkait dengan tingkat kemiskinan. Namun, semata-mata akibat kurangnya kesadaran akan tindakan-tindakan yang aman dalam keadaan bencana. Akibatnya, nilai dampak/risiko bencana pun menjadi lebih tinggi.

Risiko bencana adalah kemungkinan timbulnya kerugian pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang timbul karena suatu bahaya menjadi bencana. Risiko dapat berupa kematian, luka, sakit, hilang, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta dan gangguan kegiatan masyarakat. Risiko bencana dapat diukur. Formula atau rumus yang biasa dipergunakan oleh banyak pihak untuk mengukur tingkat risiko adalah seperti berikut ini:

Page 17: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

Tabel.2.2. Rumus Risiko Bencana

DISASTER RISK (R) =HAZARD (H) X VULNERABILITY (V)

CAPACITY (C)

RISIKO BENCANA =ANCAMAN X KERENTANAN

KAPASITAS

Rumus tersebut menjadi dasar bagi perubahan paradigmatik dalam konsep/teori, kebijakan, dan praktik penanggulangan bencana. Dari pengukuran risiko yag telah dilakukan, maka dapat diidentifikasi prioritas tindakan apa yang sebaiknya dilakukan untuk mencegah atau mengurangi risiko bencana.

Dari rumusan tersebut maka bisa kita pahami bahwa bencana memiliki komponen pembentuknya, yakni bahaya/ancaman (hazard), kerentanan (vulnerability) dan kapasitas (capacity). Ketiga komponen risiko tersebut memiliki pengertian sebagai berikut:

1. Bahaya/ancaman.Situasi, kondisi, atau karakteristik biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu masyarakat/sekolah di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang berpotensi menimbulkan korban dan kerusakan.

2. Kerentanan.Tingkat kekurangan kemampuan suatu masyarakat/sekolah untuk mencegah, menjinakkan, mencapai kesiapan, dan menanggapi dampak bahaya tertentu. Kerentanan dapat berupa kerentanan fisik, ekonomi, sosial dan tabiat, yang dapat ditimbulkan oleh beragam penyebab.

3. Kapasitas/Kemampuan.Penguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki masyarakat/sekolah, yang memungkinkan mereka untuk, mempersiapkan diri, mencegah, menjinakkan, menanggulangi, mempertahankan diri serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana.

Akses yang terbatas terhadap:

Struktur-struktur tenaga listrikSumber daya

IdeologiSistem EkonomiFaktor-faktor pra-kondisi umum

Kurangnya:institusi lokalpendidikanpelatihanketrampilan yang memadaiinvestasi lokalpasar lokalkebebasan pers

Kekuatan makro:ekspansi pendudukurbanisasidegradasi lingkungan

Penyebab yang mendasari

Tekanan Dinamis

Lingkungan fisik yang rentan:

lokasi yang berbahayainfrastruktur dan bangunan yang berbahaya

Ekonomi lokal yang rentan

kehidupan yang beresikotingkat pendapatan yang rendah

Tindakan umum

Kondisi tidak aman

RANGKAIAN KERENTANAN

KERENTANAN

BAHAYA+

BENCANA

BAHAYA

Kejadian-kejadian pemicu

Gempa bumiAngin kencangLetusan gunungTanah longsorKekeringanBanjirPerang, konflik sipilKecelakaan teknologi

Gambar 2.1. Rangkaian Kerentanan dan Bahaya

B. MENANGGULANGI BENCANA

Sistem Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia, yang disusun sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, telah dilengkapi dengan tiga Peraturan Pemerintah dan satu Peraturan Presiden. Tiga peraturan pemerintah ini adalah peraturan mengenai Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (PP 21/2008), Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan (PP 22/2008), serta peran lembaga internasional dan lembaga asing non-pemerintahan (PP 23/2008). Sedangkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 adalah tentang Badan Nasional Penganggulangan Bencana (BNPB). Di tingkat daerah beberapa Provinsi dan Kabupaten/Kota telah menyiapkan peraturan

Page 18: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

daerah (PERDA) untuk penanggulangan bencana dan juga pembentukan Badan Penanggulangan Daerah (BPBD) terutama untuk tingkat Provinsi.

BNPB merupakan salah satu lembaga pemerintah non-departemen dan berada di bawah serta bertanggungjawab langsung kepada Presiden. BNPB memiliki dua fungsi utama, yaitu (1) merumuskan dan menetapkan kebijakan penangggulangan bencana dan penaganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat secara efektif dan efisien; dan (2) mengoordinasikan pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.

Untuk Provinsi DIY sendiri telah memiliki Perda No 10 tentang Penanggulangan Bencana dan BPBD terbentuk di awal tahun 2011. Sebagai lembaga daerah, lembaga ini bertanggung jawab kepada Gubernur dan Bupati untuk BPBD tingkat kabupaten/kota. Secara organisatoris, baik BNPB dan BPBD terdiri atas Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Bidang Penanganan Darurat, Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi, Bidang Logistik dan Peralatan, Inspektorat Utama Pusat, serta Unit Pelaksana Teknis.

1. Tahapan Penanggulangan BencanaSebagaimana dituangkan dalam UU No. 24 Tahun 2007, Pemerintah dan Pemerintah Daerah

adalah penanggungjawab penyelenggaraan penanggulangan bencana. Pengertian penyelenggaraan penanggulangan bencana sendiri adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang mengurangi risiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.

Tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri dari 3 tahapan, yakni (1) tahap Pra-Bencana, tahapan dalam situasi (a) tidak terdapat potensi bencana dan (b) terdapat potensi bencana, (2) Tahap Saat Tanggap Darurat, yaitu situasi di mana terjadi bencana dan (3) Tahap Masa Pasca-Bencana, yaitu saat setelah terjadi bencana.

Gambar 2.2. Tahapan Penanggulangan Bencana

Ketiga tahapan tersebut merupakan sebuah siklus yang tak berhenti. Kegiatan-kegiatan penanggulangan bencana dilakukan sepanjang siklus ini. Bila bencana terjadi orang melakukan tindakan pertolongan atau tanggap darurat bencana. Terkadang, pertolongan terlambat sehingga jatuh korban. Dengan siklkus bencana memiliki siklus sehingga kita dapat melakukan tindakan-tindakan untuk menghindari timbulnya kerugian dan jatuhnya banyak korban. 2. Pengurangan Risiko Bencana

Pengurangan risiko bencana (PRB) merupakan konsep dan praktik untuk mengurangi risiko bencana dengan upaya sistematis untuk menganalisa dan mengelola faktor-faktor penyebab dari bencana. Cakupan konsep dan praktik ini adalah upaya-upaya pengurangan paparan terhadap ancaman, penurunan kerentanan manusia dan properti, pengelolaan lahan dan lingkungan yang bijaksana, serta meningkatkan kesiapsiagaanan terhadap kejadian yang merugikan. Penyelenggaraan kegiatan pengurangan risiko bencana umumnya dilaksanakan pada tahapan pra-bencana. Tujuan utamanya adalah untuk mengurangi bahaya (tidak selalu bisa), mengurangi kerentanan, dan meningkatkan kapasitas. Penyelenggaraan PRB dapat digambarkan dalam siklus berikut ini:

Page 19: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

Gambar 2.3. Pendekatan PRB melalui Manajemen Risiko

C. PENDIDIKAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA

Konferensi se-dunia tentang Pengurangan Risiko Bencana yang diselenggarakan pada tanggal 18-22 Januari 2005 di Kobe, Hyogo, Jepang; dan dalam rangka mengadopsi Kerangka Kerja Aksi 2005-2015 dengan tema ‘Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas Terhadap Bencana’ memberikan suatu kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan yang strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko terhadap bahaya. Konferensi tersebut menekankan perlunya mengidentifikasi cara-cara untuk membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana. Konferensi tersebut telah berhasil menyusun suatu kerangka aksi bersama yang disepakati untuk dikenali, didukung, dan dilakukan oleh semua negara untuk misi “Membangun Ketahanan Negara dan Masyarakat Terhadap Bencana”. Kesepakatan itu dikenal dengan Hyogo Framework for Action (HFA) 2005-2012 atau Kerangka Kerja Hyogo atau KKH 2005-2015.

Kerangka kerja ini merekomendasikan lima prioritas tindakan untuk dilakukan tiap negara, yakni: 1. Memastikan bahwa pengurangan risiko bencana (PRB) ditempatkan sebagai prioritas nasional dan

lokal dengan dasar institusional yang kuat dalam pelaksanaannya.2. Mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memonitor risiko-risiko bencana dan meningkatkan

pemanfaatan peringatan dini.3. Menggunakan pengetahuan, inovasi, dan pendidikan untuk membangun suatu budaya aman dan

ketahanan pada semua tingkatan.4. Mengurangi faktor-faktor risiko dasar.5. Memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana dengan respon yang efektif pada semua tingkatan.

Lahirnya HFA itu telah mendorong kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan yang strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko. Penekanan pada cara-cara komunitas untuk membangun ketahanannya terhadap bencana. Persebaran pengetahuan dan informasi adalah awalan menuju budaya pencegahan dan ketahanan terhadap bencana.

Dalam bidang pendidikan, upaya-upaya yang dilakukan antara lain :1. Menggalakkan dimasukkannya pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana ke dalam

kurikulum pendidikan di semua tingkat dengan menggunakan jalur formal maupun informal untuk menjangkau anak-anak muda dan anak-anak.

2. Menggalakkan pelaksanaan penjajagan risiko tingkat lokal dan program kesiapsiagaan terhadap bencana di sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan lanjutan.

3. Menggalakkan pelaksanaan program dan aktivitas di sekolah-sekolah untuk pembelajaran tentang bagaimana meminimalisir efek bahaya.

4. Mengembangkan program pelatihan dan pembelajaran tentang pengurangan risiko bencana dengan sasaran sektor-sektor tertentu.

5. Menggalakkan inisiatif pelatihan berbasis masyarakat/sekolah dengan mempertimbangkan peran tenaga sukarelawan sebagaimana mestinya untuk meningkatkan kapasitas lokal dalam melakukan mitigasi dan menghadapi bencana.

6. Memastikan kesetaraan akses kesempatan memperoleh pelatihan dan pendidikan bagi perempuan dan konstituen yang rentan.

Page 20: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

7. Menggalakkan pelatihan tentang sensitivitas gender dan budaya sebagai bagian tak terpisahkan dari pendidikan dan pelatihan tentang pengurangan risiko bencana. Selain ditujukan kepada lembaga pemerintah yang bertanggungjawab atas manajemen bencana,

kampanye ditujukan kepada murid, para guru, pembuat kebijakan pendidikan, orangtua, insinyur dan ahli bangunan. Pesan kuncinya antara lain :

1. Pendidikan tentang risiko bencana menguatkan anak-anak dan membantu membangun kesadaran yang lebih besar di dalam masyarakat.

2. Fasilitas bangunan sekolah yang bisa menyelamatkan hidup dan melindungi anak-anak sebagai generasi penerus bangsa dari suatu kejadian bencana alam.

3. Pendidikan tentang risiko bencana dan fasilitas keselamatan di sekolah akan membantu negara-negara menuju ke arah pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium.Selain itu, untuk sekolah juga harus mampu melindungi generasi penerus bangsa ini dari suatu

kejadian bencana, sekolah memiliki nilai strategis karena dipercaya memiliki pengaruh langsung terhadap generasi muda, yaitu dalam menanamkan nilai-nilai budaya dan menyampaikan pengetahuan kepada generasi muda. Dalam, integrasi dalam kurikulum menjadi sangat membantu upaya-upaya membangun kesadaran akan risiko bencana sejak dini.

Untuk melindungi anak-anak dari ancaman bencana alam, diperlukan dua prioritas yaitu pendidikan untuk mengurangi risiko bencana dan keselamatan serta keamanan sekolah. Namun dalam aksinya, kedua prioritas ini tidak bisa dipisahkan.

Kerangka kerja pendidikan untuk PRB atau pendidikan PRB sebagaimana dikerangkakan oleh UN-ISDR (lembaga PBB yang mengkoordinasi upaya dunia dalam pengurangan risiko bencana) adalah: pendidikan pengurangan risiko bencana adalah sebuah proses pembelajaran bersama yang bersifat interaktif di tengah masyarakat dan lembaga-lembaga yang ada. Cakupan pendidikan pengurangan risiko bencana lebih luas daripada pendidikan formal di sekolah dan universitas. Termasuk di dalamnya adalah pengakuan dan penggunaan kearifan tradisional dan pengetahuan lokal bagi perlindungan terhadap bencana alam.

Sebagai sebuah upaya sadar dan terencana, pendidikan PRB dilaksanakan untuk memberdayakan peserta didik dalam upaya PRB dan membangun budaya aman serta tangguh bencana. Pendidikan PRB tidaklah sama dengan pendidikan bencana. Boleh jadi pendidikan PRB lebih luas karena mencakup pengembangan motivasi, ketrampilan dan pengetahuan agar dapat bertindak dan berpartisipasi dalam upaya PRB. Pusat Kurikulum Nasional (2009) mengidentifikasikan 9 tujuan pendidikan PRB, yaitu:

1. Menumbuhkembangkan nilai dan sikap kemanusiaan.2. Menumbuhkembangkan sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana.3. Mengembangkan pemahaman tentang risiko bencana, pemahaman tentang kerentanan sosial,

pemahaman tentang kerentanan fisik, serta kerentanan prilaku dan motivasi.4. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk pencegahan dan pengurangan risiko bencana,

pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang bertanggungjawab, dan adaptasi terhadap risiko bencana.

5. Mengembangkan upaya untuk pengurangan risiko bencana diatas, baik secara individu maupun kolektif.

6. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siaga bencana.7. Meningkatkan kemampuan tanggap darurat bencana.8. Mengembangkan kesiapan untuk mendukung pembangunan kembali komunitas saat bencana

terjadi dan mengurangi dampak yang disebabkan karena terjadinya bencana.9. Meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan besar dan mendadak.

Pemerintah Provinsi DIY sendiri dalam misi dan tujuan pembangunan telah menyasar pada “terwujudnya ketahanan masyarakat terhadap bencana”. Begitu juga dengan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Provinsi DIY, hingga kini terus mendorong pengembangan kesiapsiagaan dalam sektor pendidikan. Setidaknya, dengan adanya dua kejadian terakhir, yaitu gempa bumi 2006 besar dan erupsi Merapi 2010 dan 8 ancaman bencana yang telah diidentifikasi ada di DIY, pemerintah terus menggalakkan pembangunan budaya aman dan siaga bencana. Inovasi metode dan proses pembelajaran dengan pengintegrasian PRB niscaya akan mampu menanamkan pengetahuan, kapasitas, dan pembudayaan kesiagaan bencana generasi muda atas ancaman bencana yang ada di wilayahnya.

D. SEKOLAH SIAGA BENCANASekolah Siaga Bencana (SSB) adalah sekolah yang memiliki kemampuan untuk mengelola risiko

bencana di lingkungannya. Kemampuan tersebut diukur dengan dimilikinya perencanaan penanggulangan bencana (sebelum, saat dan sesudah bencana), ketersediaan logistik, keamanan dan kenyamanan di lingkungan pendidikan, infrastruktur, serta sistem kedaruratan, yang didukung oleh adanya pengetahuan dan kemampuan kesiapsiagaan, standard operational procedure (SOP), dan sistem peringatan dini. Kemampuan tersebut juga dapat dinalar melalui adanya simulasi regular dengan kerja bersama berbagai pihak terkait yang dilembagakan dalam kebijakan lembaga pendidikan tersebut untuk mentransformasikan

Page 21: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

pengetahuan dan praktik penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana kepada seluruh warga sekolah sebagai konstituen lembaga pendidikan.

Tujuan SSB adalah membangun budaya siaga dan budaya aman di sekolah, serta membangun ketahanan dalam menghadapi bencana oleh warga sekolah. Konsepsi sekolah siaga bencana (SSB) ini sendiri memiliki dua unsur utama, yaitu lingkungan belajar yang aman dan kesiapsiagaan warga sekolah dengan 4 parameter kesiapsiagaan sekolah, yaitu: sikap dan tindakan, kebijakan sekolah, perencanaan kesiapsiagaan, dan mobilisasi sumberdaya.

Dasar dari setiap sikap dan tindakan manusia adalah adanya persepsi, pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. SSB ingin membangun kemampuan seluruh warga sekolah, baik individu maupun warga sekolah secara kolektif, untuk menghadapi bencana secara cepat dan tepat guna. Dengan demikian, seluruh warga sekolah menjadi target sasaran, tidak hanya murid.

Kebijakan sekolah adalah keputusan yang dibuatsecara formal oleh sekolah mengenai hal-hal yang perlu didukung dalam pelaksanaan PRB di sekolah, baik secara khusus maupun terpadu. Keputusan tersebut bersifat mengikat. Pada praktiknya, kebijakan sekolah akan landasan, panduan, arahan pelaksanaan kegiatan terkait dengan PRB di sekolah.

Perencanaan kesiapsiaagaan bertujuan untuk menjamin adanya tindakan cepat dan tepat guna pada saat terjadi bencana dengan memadukan dan mempertimbangkan sistem penanggulangan bencana di daerah dan disesuaikan kondisi wilayah setempat. Bentuk atau produk dari perencanaan ini adalah dokumen-dokumen, seperti protap kesiapsiagaan, rencana kedaruratan/kontijensi, dan dokumen pendukung kesiapsiagaan terkait, termasuk sistem peringatan dini yang disusun dengan mempertimbangkan akurasi dan kontektualitas lokal.

Sekolah harus menyiapkan sumber daya manusia, sarana, dan prasarana, serta finansial dalam pengelolaan untuk menjamin kesiapsiagaan bencana sekolah. Mobilisasi sumber daya didasarkan pada kemampuan sekolah dan pemangku sekolah. Mobilisasi ini juga terbuka bagi peluang partisipasi dari para pemangku kepentingan lainnya.

Tingkat kesiapsiagaan sekolah dapat diukur dari keempat parameter tersebut. Dalam pengukurannya, masing-masing parameter itu tidak berdiri sendiri, melainkan saling terkait satu sama lainnya.

Secara umum Konsorsium Pendidikan Bencana menetapkan garis besar konsep SSB ke dalam parameter, indikator, dan verifikasi sebagai berikut:

Parameter Indikator VerifikasiSikap dan Tindakan

Pengetahuan mengenai jenis bahaya, sumber bahaya dan besaran bahaya yang ada di lingkungan sekolah

Mata pelajaran yang memuat pengetahuan mengenai bahaya, sumber bahaya dan besaran bahaya yang ada di lingkungan sekolah.

Kegiatan sekolah bagi peserta didik untuk mengobservasi jenis bahaya, sumber bahaya yang ada di lingkungan sekolah.

Kegiatan sekolah untuk mengidentifikasi ancaman bahaya pada lokasi sekolah dan gedung serta infrastruktur sekolah lainnya.

Pengetahuan sejarah bencana yang pernah terjadi di lingkungan sekolah atau daerahnya

Mata pelajaran yang memuat pengetahuan mengenai sejarah bencana yang pernah terjadi di lingkungan sekolah atau daerahnya.

Pengetahuan mengenai kerentanan dan kapasitas yang dimiliki di sekolah dan lingkungan sekitarnya.

Mata pelajaran yang memuat pengetahuan mengenai kerentanan dan kapasitas yang dimiliki di sekolah dan lingkungan sekitarnya.

Kegiatan sekolah bagi peserta didik untuk mengobservasi kerentanan dan kapasitas yang dimiliki di sekolah dan lingkungan sekitarnya, termasuk di dalamnya lokasi, gedung serta infrastruktur sekolah lainnya.

Gambar Sekolah Siaga Bencana

Page 22: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

Parameter Indikator VerifikasiPengetahuan untuk mengidentifikasi risiko dan upaya yang bisa dilakukan untuk meminimalkan risiko bencana di sekolah.

Mata pelajaran yang memuat pengetahuan mengenai upaya yang bisa dilakukan untuk meminimalkan risiko bencana di sekolah.

Kegiatan sekolah bagi peserta didik untuk mengindentifikasi upaya yang bisa dilakukan untuk meminimalkan risiko bencana di sekolah,

Kegiatan sekolah untuk mengidentifikasi upaya yang bisa mengurangi risko bencana termasuk di dalamnya pilihan tindakan untuk melakukan relokasi sekolah atau retrofit gedung dan infrastruktur sekolah jika diperlukan.

Sekolah secara berkala menguji kualitas struktur bangunannya.

Keterampilan seluruh komponen sekolah dalam menjalankan rencana tanggap darurat

Komponen sekolah untuk menjalankan rencana tanggap darurat pada saat simulasi.

Adanya kegiatan simulasi/latihan regular. Jumlah simulasi dan pelatihan rutin dan berkelanjutan di sekolah.

Sosialisasi dan pelatihan kesiapsiagaan kepada warga sekolah dan pemangku kepentingan sekolah.

Jumlah sosialisasi rutin dan berkelanjutan di sekolah.

Kebijakan Sekolah

Adanya kebijakan, kesepakatan, peraturan sekolah yang mendukung upaya kesiapsiagaan dan keamanan di sekolah

Jumlah kebijakan, kesepakatan, dan peraturan sekolah yang mendukung upaya kesiapsiagaan di sekolah

Sekolah mengadopsi persyaratan konstruksi bangunan dan panduan retrofit yang ada atau yang berlaku.

Kebijakan sekolah sebagai payung hukum pembuatan dan implementasi Prosedur Tetap Kesiapsiagaan Sekolah (Prosedur Tetap/Protap Kesiapsiagaan Sekolah)

Jumlah kebijakan sekolah yang dibuat/dikeluarkan sekolah sebagai payung hukum pembuatan dan implementasi Prosedur Tetap Kesiapsiagaan Sekolah (Prosedur Tetap/Protap Kesiapsiagaan Sekolah).

Akses bagi seluruh komponen sekolah untuk meningkatkan kapasitas pengetahuan, pemahaman dan keterampilan Kesiapsiagaan (materi acuan, ikut serta dalam pelatihan, musyawarah guru, pertemuan desa, jambore murid, dsb.)

Sekolah memiliki materi acuan yang dibuat sekolah.

Sekolah memberikan kemudahan bagi komponen sekolah untuk mengikuti pelatihan, musyawarah guru, jambore murid, dll.

Perencanaan Kesiapsiagaan

Adanya dokumen penilaian risiko bencana yang disusun bersama secara partisipatif dengan warga sekolah dan pemangku kepentingan sekolah.

Sekolah memiliki dokumen penilaian risiko yang dibuat secara berkala sesuai dengan kerentanan sekolah.

Sekolah memiliki dokumen penilaian kerentanan gedung sekolah yang dinilai/diperiksa secara berkala oleh Pemerintah dan/atau Pemda.

Catatan:Kerentanan sekolah yang dinilai berdasarkan aspek struktur dan non-struktur.

Adanya rencana aksi sekolah dalam penanggulangan bencana (sebelum, saat, dan sesudah terjadi bencana).

Sekolah memiliki rencana aksi sekolah yang dibuat secara berkala, direview dan diperbaharui secara partisipatif dan diketahui oleh Dinas Pendidikan setempat.

Adanya protokol komunikasi Sekolah memiliki protokol komunikasi yang dibuat, direview, dan diperbaharui secara partisipatif.

Page 23: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

Parameter Indikator VerifikasiAdanya Sistem Peringatan Dini: Akses terhadap informasi bahaya, baik

dari tanda alam, informasi dari lingkungan, dan dari pihak berwenang (pemerintah daerah dan BMG)

Penyiapan alat dan tanda bahaya yang disepakati dan dipahami seluruh komponen sekolah

Mekanisme penyebarluasan informasi peringatan bahaya di lingkungan sekolah

Pemahaman yang baik oleh seluruh komponen sekolah bagaimana bereaksi terhadap informasi peringatan bahaya

Adanya petugas yang bertanggungjawab dan berwenang mengoperasikan alat peringatan dini.

Pemeliharaan alat peringatan dini.

Sekolah memiliki mekanisme agar informasi bahaya dapat terdiseminasi kepada seluruh komponen sekolah dengan cepat dan akurat.

Sekolah memiliki alat dan tanda bahaya yang disepakati dan dipahami seluruh komponen sekolah.

Sekolah memiliki mekanisme penyebarluasan informasi peringatan bahaya di lingkungan sekolah.

Komponen sekolah dapat memahami dengan baik apa yang harus dilakukan jika ada informasi peringatan bahaya.

Sekolah memiliki petugas yang bertanggung jawab dan berwenang mengoperasikan alat peringatan dini.

Sekolah memiliki tim yang memelihara alat peringatan dini.

Adanya Prosedur Tetap Kesiapsiagaan Sekolah yang disepakati dan dilaksanakan oleh seluruh komponen sekolah

Sekolah memiliki Protap Kesiapsiagaan Sekolah yang direview secara rutin dan dimutakhirkan secara partisipatif.

Adanya peta evakuasi sekolah, dengan tanda dan rambu yang terpasang, yang mudah dipahami oleh seluruh komponen sekolah

Sekolah memiliki peta evakuasi dengan tanda dan rambu yang terpasang yang mudah dipahami oleh seluruh komponen sekolah dan dapat ditemukan dengan mudah di lingkungan sekolah.

Kesepakatan dan ketersediaan lokasi evakuasi/shelter terdekat dengan sekolah, disosialisasikan kepada seluruh komponen sekolah dan orangtua murid, masyarakat sekitar dan pemerintah daerah

Sekolah memiliki lokasi evakuasi/shelter terdekat yang tersosialisasikan serta disepakati oleh seluruh komponen sekolah, orangtua murid, masyarakat sekitar dan pemerintah daerah.

Dokumen penting sekolah digandakan dan tersimpan baik, agar dapat tetap ada, meskipun sekolah terkena bencana.

Sekolah memiliki tempat penyimpanan dokumen penting sekolah (hasil penggandaan) di tempat yang aman dari bencana.

Catatan informasi penting yang mudah digunakan seluruh komponen sekolah, seperti pertolongan darurat terdekat, puskesmas/rumah sakit terdekat, dan aparat terkait.

Sekolah memiliki daftar catatan penting yang mudah ditemukan/dilihat oleh seluruh komponen sekolah dan termutakhirkan dengan baik.

Mobilisasi Sumberdaya

Adanya bangunan sekolah yang aman bencana

Sekolah memiliki: Struktur bangunan sekolah yang sesuai

dengan standar bangunan aman bencana Adanya layout/desain/setting bangunan

dengan penempatan bangunan UKS yang terpisah dari bangunan utama sekolah

Adanya desain/layout/setting kelas yang aman Sarana dan prasarana kelas yang aman.

Adanya gugus siaga bencana sekolah termasuk perwakilan peserta didik.

Sekolah memiliki gugus siaga bencana dengan keterwakilan peserta didik.

Adanya penyebaran informasi dari sekolah mengenai konsep sekolah siaga bencana kepada sekolah lain yang terhimpun dalam gugus guru atau forum MGMP sekolah

Jumlah topik tentang sekolah siaga bencana yang didiskusikan dalam pertemuan gugus guru dan forum MGMP sekolah.

Adanya perlengkapan dasar dan suplai kebutuhan dasar pasca bencana yang dapat segera dipenuhi, dan diakses oleh warga sekolah, seperti alat pertolongan

Sekolah memiliki perlengkapan dasar dan suplai kebutuhan dasar pasca bencana yang dapat diakses oleh warga sekolah.

Page 24: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

Parameter Indikator Verifikasipertama serta evakuasi, obat-obatan, terpal, tenda dan sumber air bersih.

Pemantauan dan evaluasi partisipatif mengenai Kesiapsiagaan dan keamanan sekolah secara rutin (menguji atau melatih kesiapsiagaan sekolah secara berkala).

Sekolah memiliki mekanisme pemantauan dan evaluasi partisipatif mengenai Kesiapsiagaan dan keamanan sekolah secara rutin.

Adanya kerjasama dengan pihak-pihak terkait penyelenggaraan penanggulangan bencana baik setempat (desa/kelurahan dan kecamatan) maupun dengan BPBD/Lembaga pemerintah yang bertanggung jawab terhadap koordinasi dan penyelenggaraan penanggulangan bencana di kota/kabupaten.

Sekolah memiliki kerja sama yang baik dengan jejaring yang diperlukan dalam kesiapsiagaan sekolah.

Page 25: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

Manfaat Gunungapi Merapi

Selain memiliki bahaya letusan, material yang dikeluarkan Gunungapi Merapi dapat bermanfaat bagi penduduk yang tinggal di sekitarnya. Material itu banyak mengandung bahan bangunan dan mineral. Di sekitar gununung api sering ditemukan energi panas bumi. Energi panas bumi dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik. Karena mineral itu juga, tanah di sekitar Gunungapi Merapi subur bagi pertanian. Tanah yang subur juga membuat daerah di sekitar Gunungapi Merapi memiliki kekayaan flora dan fauna serta pemandangan yang indah. Gunungapi Merapi sering menjadi tempat tujuan wisata.

TINDAKAN-TINDAKAN DALAM SITUASI BENCANA

A. LETUSAN/ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI

Terdapat tanda-tanda sebelum terjadi sebuah Gunungapi Merapi meletus. Pemerintah melalui BPPTK Yogyakarta terus memantau aktivitas Gunungapi Merapi. Apabila terjadi atau muncul tanda-tanda aktif, lembaga ini akan melaporkan kepada lembaga pemerintah terkait dan masyarakat. Hal ini dilakukan sebagai peringatan dini.

Terdapat empat status untuk Gunungapi Merapi, yaitu:1. Aktif Normal. Aktivitas Gunungapi Merapi berdasarkan data pengamatan instrumental dan visual

tidak menunjukkan adanya gejala yang menuju pada kejadian letusan. 2. Waspada. Aktivitas Gunungapi Merapi berdasarkan data pengamatan instrumental dan visual

menunjukkan peningkatan kegiatan di atas aktif normal. Pada tingkat waspada, peningkatan aktivitas tidak selalu diikuti aktivitas lanjut yang mengarah pada letusan (erupsi), tetapi bisa kembali ke keadaan normal. Pada tingkat Waspada mulai dilakukan penyuluhan di desa-desa yang berada di kawasan rawan bencana Gunungapi Merapi.

3. Siaga. Peningkatan aktivitas Gunungapi Merapi terlihat semakin jelas, baik secara instrumental maupun visual, sehingga berdasarkan evaluasi dapat disimpulkan bahwa aktivitas dapat diikuti oleh letusan. Dalam kondisi Siaga, penyuluhan dilakukan secara lebih intensif. Sasarannya adalah penduduk yang tinggal di kawasan rawan bencana, aparat di jajaran SATLAK PB dan LSM serta para relawan. Disamping itu masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana sudah siap jika diungsikan sewaktu-waktu.

4. Awas. Analisis dan evaluasi data, secara instrumental dan atau visual cenderung menunjukkan bahwa kegiatan Merapi menuju pada atau sedang memasuki fase letusan utama. Pada kondisi Awas, masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana atau diperkirakan akan terlanda awan panas yang akan terjadi sudah diungsikan menjauh dari daerah ancaman bahaya primer awan panas.Dengan keempat status tersebut, maka pemerintah maupun masyarakat dapat menentukan

tindakan yang harus dilakukan, antara lain:1. Jika Gunungapi Merapi Meletus

Jika kamu tinggal di daerah rawan letusan Gunungapi Merapi dan kemudian dinyatakan akan meletus maka lakukanlah langkah-langkah berikut:

Ikuti jika ada himbauan mengungsi, jangan berdiam di tempat yang berbahaya. Ikuti jalur evakuasi yang sudah ditentukan, jangan melewati lembah yang dilalui aliran sungai.

Sebelum mengungsi, tutuplah pintu dan jendela, matikan alat-alat listrik dan bawalah perbekalan makan yang ada di rumah.

Jika terjebak di luar lindungi dirimu dari benda-benda yang disemburkan oleh letusan Gunungapi Merapi, carilah tempat berlindung. Waspadai juga aliran lahar jika kamu berada di daerah aliran sungai.

Lindungi juga dirimu dari hujan abu, kenakan baju dan celana panjang, kacamata, masker atau penutup wajah dan topi.

Jika tidak ada masker, gunakan sapu tangan yang dibasahi. Sapu tangan yang basah bisa menahan debu masuk ke pernafasan kita.

Page 26: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

2. Setelah Gunungapi Merapi Meletus Jika kita mengungsi, kembalilah ke rumah ketika keadaan dinyatakan benar-benar aman. Bersihkan atap dari timbunan abu, karena timbunan abu bisa menyebabkan atap runtuh. Tetap lindungi tubuhmu dari abu, terutama mulut dan hidung, abu Gunungapi Merapi bisa

menimbulkan iritasi dan mengganggu pernafasan. Tolonglah tetangga dan orang-orang di sekitarmu, terutama anak-anak, orang cacat dan orang

yang lanjut usia.3. Tindakan yang dilakukan saat banjir lahar (bahaya sekunder)

Bila terdengar suara gemuruh segera jauhi sungai. Jangan menunggu karena banjir dapat sampai sewaktu-waktu dengan kecepatan tinggi.

Jangan menyeberangi jembatan atau jalan yang dekat dengan sungai. Nyawa lebih penting dari pada harta benda jadi selamatkan diri terlebih dahulu.

B. GEMPA BUMI

Bencana gempa bumi dapat diprediksi namun tidak dapat diketahui pasti kapan akan terjadi. Dengan demikian maka perlu bagi kita untuk mengetahui apa saja tindakan yang bisa dilakukan untuk perlindungan/menyelamatkan diri ketika terjadi gempa.

1. Jika sedang berada di dalam bangunan: Segera cari tempat perlindungan, misalnya di bawah meja yang kuat. Gunakan bangku, meja,

atau perlengkapan rumah tangga yang kuat sebagai perlindungan. Tetap di sana dan bersiap untuk pindah. Tunggu sampai goncangan berhenti dan aman untuk

bergerak. Hindari atau menjauhlah dari jendela dan bagian rumah yang terbuat dari kaca, perapian, kompor,

atau peralatan rumah tangga yang mungkin akan jatuh. Tetap di dalam untuk menghindari terkena pecahan kaca atau bagian-bagian bangunan

Jika malam hari dan sedang berada di tempat tidur, jangan berlari keluar. Cari tempat yang aman seperti di bawah tempat tidur atau meja yang kuat dan tunggu gempa berhenti.

Jika gempa sudah berhenti, periksa anggota keluarga dan carilah tempat yang aman. Ada baiknya kita mempunyai lampu senter di dekat tempat tidur. Saat gempa malam hari, alat ini sangat berguna untuk menerangi jalan mencari tempat aman, terutama bila listrik menjadi padam akibat gempa.

Sebaiknya tidak menggunakan lilin dan lampu gas karena dapat menyebabkan kebakaran. 2. Jika Anda berada di tengah keramaian: Segera cari perlindungan. Tetap tenang dan mintalah yang lain untuk tenang juga. Jika sudah aman, pindahlah ke tempat yang terbuka Jauhi pepohonan besar atau bangunan, dan jaringan listrik. Tetap waspada akan kemungkinan

gempa susulan.3. Jika sedang mengemudikan kendaraan: Berhentilah jika aman. Menjauhlah dari jembatan, jembatan layang, atau terowongan. Pindahkan mobil jauh dari lalu lintas. Jangan berhenti dekat pohon tinggi, lampu lalu lintas, atau tiang listrik.

4. Jika berada di pegunungan: Jauhi lereng atau jurang yang rapuh, waspadalah dengan batu atau tanah longsor yang runtuh

akibat gempa.5. Jika berada di pantai: Segeralah berpindah ke daerah yang agak tinggi atau beberapa ratus meter dari pantai. Gempa

bumi dapat menyebabkan gelombang tsunami selang beberapa menit atau jam setelah gempa dan menyebabkan kerusakan yang hebat.

Page 27: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

C. BANJIRUpaya PRB yang dapat dilakukan dengan

kegiatan antara lain berupa:1. Pembangunan tembok penahan dan

tanggul di sepanjang sungai, tembok laut sepanjang pantai yang rawan badai atau tsunami.

2. Reboisasi atau penanaman pohon dan pembangunan sistem peresapan serta pembangunan bendungan/waduk.

3. Pengerukan dasar sungai, pembuatan saluran pembelokan aliran sungai baik secara terbuka maupun tertutup seperti terowongan dapat membantu mengurangi terjadinya banjir.

1. Persiapan Dalam Pencegahan Kemungkinan Banjir Untuk menghindari risiko banjir, sebaiknya tempatkan bangunan di daerah yang aman seperti di

dataran yang tinggi dan melakukan tindakan-tindakan pencegahan.

a. Untuk daerah-daerah yang berisiko banjir sebaiknya: Mengerti akan ancaman banjir, termasuk banjir yang pernah terjadi dan mengetahui letak

daerah, apakah cukup tinggi untuk terhindar dari banjir. Melakukan persiapan untuk mengungsi dan latihan pengungsian. Mengetahui jalur evakuasi, jalan yang tergenang air dan yang masih bisa dilewati. Setiap orang

harus mengetahui tempat evakuasi, kemana harus pergi apabila terjadi banjir. Memasang tanda ancaman pada jembatan yang rendah agar tidak dilalui orang pada saat

banjir. Adakan perbaikan apabila diperlukan. Mengatur aliran air ke luar daerah pada daerah pemukiman yang berisiko banjir. Menjaga agar sistem pembuangan limbah dan air kotor tetap bekerja pada saat terjadi banjir. Memasang tanda ketinggian air pada saluran air, kanal, kali atau sungai, yang dapat menjadi

petunjuk bila akan terjadi banjir, atau petunjuk dalam genangan air.b. Tindakan di rumah-rumah Simpan surat-surat penting di dalam tempat yang kedap air. Naikkan panel-panel dan alat-alat listrik ke tempat yang lebih tinggi, sekurang-kurangnya 30cm

di atas garis ketinggian banjir maksimum. Pada saat banjir, tutup kran saluran air utama yang mengalir ke dalam rumah.

c. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko banjir Buat sumur resapan bila memungkinkan. Tanam lebih banyak pohon besar. Membentuk kelompok masyarakat pengendali banjir. Membangun/menetapkan lokasi dan jalur evakuasi bila terjadi banjir. Membangun sistem peringatan dini banjir. Menjaga kebersihan saluran air dan limbah. Memindahkan tempat hunian ke daerah bebas banjir.

Peta Banjir Lahar Gunungapi Merapi

Page 28: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

Mendukung upaya pembuatan kanal/saluran dan bangunan pengendali banjir dan lokasi evakuasi.

Bekerjasama dengan masyarakat di luar daerah banjir untuk menjaga daerah resapan air.2. Tindakan Saat Terjadi Banjir

a. Segera menyelamatkan diri ke tempat yang aman.b. Jika memungkinkan ajaklah anggota keluarga/kerabat atau orang di sekitar anda untuk

menyelamatkan diri.c. Selamatkan barang-barang berharga sehingga tidak rusak atau hilang terbawa banjir.d. Pantau kondisi ketinggian air setiap saat sehingga bisa menjadi dasar untuk tindakan selanjutnya.

3. Tindakan Setelah Terjadi Banjira. Mencegah tersebarnya penyakit di daerah banjir.

Di saat dan sesudah terjadinya banjir, penting untuk memperhatikan kebersihan air yang digunakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari terutama air untuk minum dan memasak.

Gunakan air bersih untuk mencuci piring, mencuci pakaian, dsb. Jangan menggunakan air yang telah tercemar. Rebus air sebelum digunakan karena ini bisa membunuh bakteri dan parasit. Rebus dan

biarkan air mendidih sekurang-kurangnya selama 7 menit. Hanya minum air yang sudah direbus, bukan air mentah.

Gosok gigi dan buat es dari air bersih yang sudah direbus. Air juga bisa diolah dengan chlorine atau yodium. Caranya yaitu dengan mencampur 6 tetes

chlorine (pemutih pakaian) tanpa pewangi (5.25% sodium hypochlorite) dalam 4 liter air. Campur dengan baik dan biarkan selama 30 menit. Akan lebih baik kalau bisa didiamkan di bawah sinar matahari. Cara ini cukup baik untuk mengolah air tapi tidak bisa membunuh semua kuman atau parasit.

b. Hal-hal penting tentang sanitasi dan kebersihan Air banjir bisa jadi mengandung kotoran dari limbah air kotor dan limbah industri. Bermain

atau berenang di air banjir dapat menyebabkan gatal-gatal dan penyakit kulit lainnya. Mengkonsumsi makanan atau minuman yang tercemar air banjir bisa berisiko bagi kesehatan

masyarakat. Pada saat bencana, sangat penting untuk menerapkan langkah-langkah dasar kebersihan.

Ingatlah untuk selalu mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih: Sebelum memasak atau makan Setelah buang air Setelah melakukan pembersihan Setelah menangani apa saja yang telah tercemar air banjir

c. Pembersihan di rumah setelah banjir Setelah menentukan suatu daerah aman dari banjir, semua permukaan harus dibersihkan dan

diberi obat pembasmi kuman untuk mencegah tumbuhnya jamur dan lumut. Jika memungkinkan, pakai sepatu karet dan sarung tangan selama melakukan proses pembersihan ini.

Dinding, lantai dan permukaan lain harus dibersihkan dengan air sabun dan diberi obat pembasmi kuman dengan campuran 1 cangkir cairan pemutih untuk 20 liter air.

Perhatian khusus diberikan pada tempat-tempat bermain anak-anak dan tempat-tempat makanan seperti dapur, meja makan, lemari makanan, kulkas, dll.

Untuk barang-barang yang sulit dibersihkan seperti kasur, kursi-kursi dengan jok, dll, keringkan di luar rumah di bawah panas matahari dan kemudian diberi obat pembasmi kuman. Barang-barang yang tidak bisa dibersihkan sebaiknya dibuang saja.

Perlu diingat bahwa bibit-bibit penyakit seperti bakteri dan jamur masih bisa tumbuh dan berkembang lama setelah tindakan pembersihan ini selesai. Oleh sebab itu disarankan pada masyarakat yang daerahnya telah dilanda banjir untuk mengadakan tindakan pembersihan ini berulang-ulang.

d. Beberapa tindakan untuk menjaga kebersihan Buatlah pagar di sekeliling tempat air bersih supaya binatang tidak masuk. Bakarlah sampah yang dapat dibakar. Sampah yang tidak dapat dibakar sebaiknya ditanam

dalam lubang khusus. Minimal jarak lubang sampah dari pemukiman 20 meter dan 500 meter dari sumber air bersih.

Buanglah barang-barang yang sudah kotor terkena air banjir. Jangan buang air besar maupun air kecil di dekat tempat air bersih ataupun rumah

pemukiman. Selalu mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih:

Sebelum memasak atau makan Setelah buang air Setelah melakukan pembersihan

Page 29: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

Setelah memegang apa saja yang telah tercemar air banjir

D. TANAH LONGSOR

1. Pengurangan Risiko Bencana Tanah Longsor Hindarkan daerah rawan bencana untuk pembangunan permukiman dan fasilitas utama lainnya. Meningkatkan/memperbaiki dan memelihara drainase baik air permukaan maupun air tanah

(fungsi drainase adalah untuk menjauhkan air dari lereng, menghindarkan air meresap ke dalam lereng atau menguras air dalam ke luar lereng. Jadi drainase harus dijaga agar jangan sampai tersumbat atau meresapkan air ke dalam tanah).

Lakukan penanaman pohon. Pilihlah pohon yang akarnya dalam sehingga dapat mengikat tanah pada lereng-lereng yang terjal.

Sebaiknya pilih tanaman lokal yang digemari masyarakat, dan tanaman tersebut harus dipangkas ranting‐rantingnya/cabang-cabangnya secara teratur atau dipanen.

Khusus untuk longsor berupa runtuhan batu dapat dibuatkan tanggul penahan baik berupa bangunan konstruksi, tanaman maupun parit.

Pengenalan daerah yang rawan longsor. Identifikasi daerah-daerah yang tanahnya aktif bergerak. Ini dapat dikenali dengan adanya

rekahan-rekahan berbentuk ladam (tapal kuda). Sebaiknya jangan membangun di daerah yang rawan longsor. Jika hendak mendirikan bangunan, pastikan bahwa fondasinya kuat. Melakukan pemadatan tanah di sekitar perumahan. Melakukan deteksi dini. Membuat Peta Ancaman.

2. Tindakan Kesiapsiagaan Tidak menebang atau merusak hutan. Melakukan penanaman tumbuh-tumbuhan berakar kuat, seperti nimba, bambu, akar wangi,

lamtoro, dan lain sebagainya pada lereng-lereng yang gundul. Membuat saluran air hujan. Membangun dinding penahan di lereng-lereng yang curam dan terjal. Memeriksa keadaan tanah secara berkala, apakah ada retakan. Mengukur tingkat derasnya hujan.

E. ANGIN PUTING BELIUNG

Page 30: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

1. Tanda-tanda akan terjadi angin puting beliung dapat dikenali. Biasanya didahului dengan fenomena alam sebagai berikut:a. Sehari sebelumnya udara pada malam dan pagi terasa panas, sumuk, pengap.b. Sekitar jam 10 pagi terlihat awan cumulus (awan berlapis-lapis), diantara awan tersebut ada satu

jenis awan yang memiliki batas tepi sangat jelas berwarna abu-abu menjulang tinggi seperti bunga kol.

c. Selanjutnya awan tersebut akan cepat berubah warna menjadi hitam gelap.d. Jika ranting pohon bergoyang, maka hujan dan angin kencang akan datang.e. Terasa ada sentuhan udara dingin di sekitar tempat kita berdiri.f. Biasanya hujan yang pertama kali turun adalah hujan yang tiba-tiba deras, apabila hujannya

gerimis maka kejadian angin kencang jauh dari lingkungan kita berdiri.g. Terdengar sambaran petir yang cukup keras, yang merupakan pertanda hujan lebat dan angin

kencang akan terjadi.h. Pada musim penghujan, jika 1 hingga 3 hari berturut-turut tidak ada hujan, kemungkinan hujan

deras yang pertama kali turun akan diikuti oleh angin kencang baik yang termasuk dalam kategori puting beliung atau angin kencang yang memiliki kecepatan lebih rendah.

2. Menghadapi Angin Puting Beliunga. Sebelum datangnya angin

Dengar dan simaklah siaran radio atau televisi menyangkut prakiraan terkini cuaca setempat.

Waspadalah terhadap perubahan cuaca. Waspadalah terhadap angin topan yang mendekat. Waspadalah terhadap tanda tanda bahaya sebagai berikut:

Langit gelap, sering berwarna kehijauan. Hujan es dengan butiran besar. Awan rendah, hitam, besar, seringkali bergerak berputar. Suara keras seperti bunyi kereta api cepat. Bersiaplah untuk ke tempat perlindungan (bunker) bila ada angin topan mendekat.

b. Pada saat datangnya angin Bila dalam keadaan bahaya segeralah ke tempat perlindungan (bunker). Jika anda berada di dalam bangunan seperti rumah, gedung perkantoran, sekolah, rumah

sakit, pabrik, pusat perbelanjaan, gedung pencakar langit, maka yang anda harus lakukan adalah segera menuju ke ruangan yang telah dipersiapkan untuk menghadapi keadaan tersebut seperti sebuah ruangan yang dianggap paling aman, basement, ruangan anti badai, atau di tingkat lantai yang paling bawah.

Bila tidak terdapat basement, segeralah ke tengah tengah ruangan pada lantai terbawah, jauhilah sudut sudut ruangan, jendela, pintu, dan dinding terluar bangunan. Semakin banyak sekat dinding antara diri anda dengan dinding terluar gedung semakin aman. Berlindunglah di bawah meja gunakan lengan anda untuk melindungi kepala dan leher anda. Jangan pernah membuka jendela.

Jika anda berada di dalam kendaraan bermobil, segeralah hentikan dan tinggalkan, kendaraan anda serta carilah tempat perlindungan yang terdekat seperti yang telah disebutkan di atas.

Jika anda berada di luar ruangan dan jauh dari tempat perlindungan, maka yang anda harus lakukan adalah sebagai berikut: Tiaraplah pada tempat yang serendah mungkin, saluran air terdekat atau sejenisnya

sambil tetap melindungi kepala dan leher dengan menggunakan lengan anda Jangan berlindung di bawah jembatan, jalan layang, atau sejenisnya. Anda akan lebih

aman tiarap pada tempat yang datar dan rendah Jangan pernah melarikan diri dari angin puting beliung dengan menggunakan kendaraan

bermobil bila di daerah yang berpenduduk padat atau yang bangunannya banyak. Segera tinggalkan kendaraan anda untuk mencari tempat perlindungan terdekat.

Hati-hati terhadap benda-benda yang diterbangkan angin puting beliung. Hal ini dapat menyebabkan kematian dan cedera serius

3. Pengurangan Risiko Bencana Angin Puting BeliungTindakan-tindakan yang bisa dilakukan dalam upaya pengurangan risiko bencana angin puting

beliung antara lain adalah sebagai berikut:a. Struktur bangunan yang memenuhi syarat teknis untuk mampu bertahan terhadap gaya angin.b. Perlunya penerapan aturan standar bangunan yang memperhitungkan beban angin khususnya

di daerah yang rawan angin badai.c. Penempatan lokasi pembangunan fasilitas yang penting pada daerahyang terlindung dari

serangan angin badai.d. Penghijauan di bagian atas arah angin untuk meredam gaya angin.

Page 31: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

e. Pembangunan bangunan umum yang cukup luas yang dapat digunakan sebagai tempat penampungan sementara bagi orang maupun barang saat terjadi serangan angin badai.

f. Pembangunan rumah yang tahan angin.g. Pengamanan/perkuatan bagian-bagian yang mudah diterbangkan angin yang dapat

membahayakan diri atau orang lain disekitarnya.

F. KEKERINGAN1. Pra bencana

a. Memanfaatkan sumber air yang ada secara lebih efisien dan efektif.b. Memprioritaskan pemanfaatan sumber air yang masih tersedia sebagai air baku untuk air bersih.c. Menanam pohon dan perdu sebanyak-banyaknya pada setiap jengkal lahan yang ada di

lingkungan tinggal kita.d. Membuat waduk (embung) disesuaikan dengan keadaan lingkungan.e. Memperbanyak resapan air dengan tidak menutup semua permukaan dengan plester semen

atau ubin keramik.f. Kampanye hemat air, gerakan hemat air, perlindungan sumber airg. Perlindungan sumber-sumber air pengembangannya.h. Panen air dan konservasi air

Panen air merupakan cara pengumpulan atau penampungan air hujan atau air aliran permukaan pada saat curah hujan tinggi untuk digunakan pada waktu curah hujan rendah. Panen air harus diikuti dengan konservasi air, yakni menggunakan air yang sudah dipanen secara hemat sesuai kebutuhan. Pembuatan rorak merupakan contoh tindakan panen air aliran permukaan dan sekaligus juga tindakan konservasi air.

Daerah yang memerlukan panen air adalah daerah yang mempunyai bulan kering (dengan curah hujan < 100 mm per bulan) lebih dari empat bulan berturut-turut dan pada musim hujan curah hujannya sangat tinggi (> 200 mm per bulan). Air yang berlebihan pada musim hujan ditampung (dipanen) untuk digunakan pada musim kemarau.

Penampungan atau 'panen air' bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan air tanaman, sehingga sebagian lahan masih dapat berproduksi pada musim kemarau serta mengurangi risiko erosi pada musim hujan.

a. RorakRorak adalah lubang kecil berukuran panjang/lebar 30-50 cm dengan kedalaman 30-80 cm, yang digunakan untuk menampung sebagian air aliran permukaan. Air yang masuk ke dalam rorak akan tergenang untuk sementara dan secara perlahan akan meresap ke dalam tanah, sehingga pengisian pori tanah oleh air akan lebih tinggi dan aliran permukaan dapat dikurangi.Rorak cocok untuk daerah dengan tanah berkadar liat tinggi, di mana daya serap atau infiltrasinya rendah, dan curah hujan tinggi pada waktu yang pendek.

b. Saluran buntuSaluran buntu adalah bentuk lain dari rorak dengan panjang beberapa meter (sehingga disebut sebagai saluran buntu). Perlu diingat bahwa dalam pembuatan rorak atau saluran buntu, air tidak boleh tergenang terlalu lama (berhari-hari) karena dapat menyebabkan terganggunya pernapasan akar tanaman dan berkembangnya berbagai penyakit pada akar.

c. Lubang penampungan air (catch pit)Bibit yang baru dipindahkan dari polybag ke kebun, seharusnya dihindarkan dari kekurangan air. Sistem 'catch pit' merupakan lubang kecil untuk menampung air, sehingga kelembaban tanah di dalam lubang dan di sekitar akar tanaman tetap tinggi. Lubang harus dijaga agar tidak tergenang air selama berhari-hari karena akan menyebabkan kematian tanaman.

d. Embung

Page 32: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

Embung adalah kolam buatan sebagai penampung air hujan dan aliran permukaan. Embung sebaiknya dibuat pada suatu cekungan di dalam daerah aliran sungai (DAS) mikro. Selama musim hujan, embung akan terisi oleh air aliran permukaan dan rembesan air di dalam lapisan tanah yang berasal dari tampungan mikro di bagian atas/hulunya. Air yang tertampung dapat digunakan untuk menyiram tanaman, keperluan rumah tangga, dan minuman ternak selama musim kemarau. Kapasitas embung berkisar antara 20.000 m3 (100 m x 100 m x 2 m) hingga 60.000 m3. Embung berukuran besar biasanya dibuat dengan menggunakan bulldozer melalui proyek pembangunan desa. Embung berukuran lebih kecil, misalnya 200 sampai 500 m3 juga sering ditemukan, namun hanya akan mampu menyediakan air untuk areal yang sangat terbatas. Embung kecil dapat dibuat secara swadaya masyarakat. Embung cocok dibuat pada tanah yang cukup tinggi kadar liatnya supaya peresapan air tidak terlalu besar. Pada tanah yang peresapan airnya tinggi, seperti tanah berpasir, air akan banyak hilang kecuali bila dinding dan dasar embung dilapisi plastik atau aspal. Cara ini akan memerlukan biaya tinggi.

e. Bendungan Kecil (cek dam)Cek dam adalah bendungan pada sungai kecil yang hanya dialiri air selama musim hujan, sedangkan pada musim kemarau mengalami kekeringan. Aliran air dan sedimen dari sungai kecil tersebut terkumpul di dalam cekdam, sehingga pada musim hujan permukaan air menjadi lebih tinggi dan memudahkan pengalirannya ke lahan pertanian di sekitarnya. Pada musim kemarau diharapkan masih ada genangan air untuk tanaman, air minum ternak, dan berbagai keperluan lainnya.

f. Panen air hujan dari atap rumahAir hujan dari atap rumah dapat ditampung di dalam bak atau tangki untuk dimanfaatkan selama musim kemarau untuk mencuci, mandi, dan menyiram tanaman. Untuk minum, sebaiknya menggunakan air dari mata air karena air hujan mengandung debu yang cukup tinggi.Antisipasi penanggulangan kekeringan dapat dilakukan melalui dua tahapan strategi yaitu

perencanaan jangka pendek dan perencanaan jangka panjang.a. Perencanaan jangka pendek (satu tahun musim kering):

1) Penetapan prioritas pemanfaatan air sesuai dengan prakiraan kekeringan.2) Penyesuaian rencana tata tanam sesuai dengan prakiraan kekeringan.3) Pengaturan operasi dan pemanfaatan air waduk untuk wilayah sungai yang mempunyai

waduk.4) Perbaikan sarana dan prasarana pengairan.5) Penyuluhan/sosialisasi kemungkinan terjadinya kekeringan dan dampaknya.6) Penyiapan cadangan pangan.7) Penyiapan lapangan kerja sementara (padat karya) untuk meringankan dampak.8) Persiapan tindak darurat.9) Pembuatan sumur pantek atau sumur bor untuk memperoleh air.10) Penyediaan air minum dengan mobil tangki.11) Penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan.12) Penyediaan pompa air.

b. Sedangkan perencanaan jangka panjang meliputi antara lain:1) Pelaksanaan reboisasi atau konservasi untuk meningkatkan retensi dan tangkapan di hulu.2) Pembangunan prasarana pengairan (waduk, situ, embung).3) Pengelolaan retensi alamiah (tempat penampungan air sementara) di wilayah sungai.4) Penggunaan air secara hemat.5) Penciptaan alat sanitasi hemat air.6) Pembangunan prasarana daur ulang air.7) Penertiban pengguna air tanpa ijin dan yang tidak taat aturan.

2. Saat Terjadi BencanaSasaran penanggulangan kekeringan ditujukan kepada ketersediaan air dan dampak yang

ditimbulkan akibat kekeringan. Untuk penanggulangan kekurangan air dapat dilakukan melalui:a. Pembuatan sumur pantek atau sumur bor untuk memperoleh air.b. Penyediaan air minum dengan mobil tangki.c. Penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan.d. Penyediaan pompa air.e. Pengaturan pemberian air bagi pertanian secara darurat (seperti gilir giring).

3. Pasca BencanaKegiatan pemulihan mencakup kegiatan jangka pendek maupun jangka panjang akibat bencana

kekeringan antara lain:a. Bantuan sarana produksi pertanian.b. Bantuan modal kerja.c. Bantuan pangan dan pelayanan medis.d. Pembangunan prasarana pengairan, seperti waduk, bendung karet, saluran pembawa, dll.

Page 33: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

e. Pelaksanaan konservasi air dan sumber air di daerah tangkapan hujan.f. Penggunaan air secara hemat dan berefisiensi tinggi.g. Penciptaan alat-alat sanitasi yang hemat air.h. Penertiban penggunaan air.

G. TSUNAMI

1. Kesiapsiagaan menghadapi tsunamia. Kenali tanda-tandanya akan terjadinya tsunami.

Surutnya air laut di pantai secara tiba-tiba yang didahului dengan adanya gempa berkekuatan besar.

Tercium angin berbau garam/air laut yang keras. Terdengar suara gemuruh yang keras.

b. Saat mengetahui tanda-tanda tersebut, sampaikan pada semua orang. Segera mengungsi karena tsunami bisa terjadi dengan cepat dan waktu untuk mengungsi sangat terbatas. Pergilah ke daerah yang lebih tinggi dan sejauh mungkin dari pantai.

c. Bila telah ada tempat evakuasi, ikuti petunjuk jalur evakuasi. Ikuti perkembangan terjadinya bencana melalui media atau sumber yang bisa dipercaya.

2. Tindakan saat terjadi tsunamia. Jika berada di pantai atau dekat laut, dan merasakan bumi bergetar, langsung lari ke tempat

yang tinggi dan jauh dari pantai. Naik ke lantai yang lebih tinggi, atap rumah, atau memanjat pohon. Tidak perlu menunggu peringatan tsunami.

b. Selamatkan diri, jangan hiraukan barang-barangmu.c. Jika terseret tsunami, carilah benda terapung yang dapat digunakan sebagai rakit.

3. Tindakan setelah terjadi tsunamia. Tetap berada di tempat yang aman. b. Jauhi daerah yang mengalami kerusakan kecuali sudah dinyatakan benar-benar aman.c. Berikan pertolongan bagi mereka yang membutuhkan. Utamakan anak-anak, wanita hamil,

orang jompo, dan orang cacat.4. Mengurangi dampak dari tsunami

a. Hindari bertempat tinggal di daerah tepi pantai yang landai lebih dari 10 meter dari permukaan laut. Berdasarkan penelitian daerah ini merupakan daerah yang mengalami kerusakan terparah akibat bencana Tsunami, badai dan angin ribut.

b. Disarankan untuk menanam tanaman yang mampu menahan gelombang seperti bakau, palem, ketapang, waru, beringin atau jenis lainnya.

c. Ikuti tata guna lahan yang telah ditetapkan oleh pemerintah setempat.d. Buat bangunan bertingkat dengan ruang aman di bagian atas.e. Usahakan agar bagian dinding yang lebar tidak sejajar dengan garis pantai.

5. Gejala dan peringatan dinia. Gelombang air laut datang secara mendadak dan berulang dengan energi yang sangat kuat.b. Kejadian mendadak dan pada umumnya di Indonesia didahului dengan gempa bumi besar dan

susut laut.c. Terdapat selang waktu antara waktu terjadinya gempa bumi sebagai sumber tsunami dan waktu

tiba tsunami di pantai mengingat kecepatan gelombang gempa jauh lebih besar dibandingkan kecepatan tsunami.

d. Metode pendugaan secara cepat dan akurat memerlukan teknologi tinggi.e. Di Indonesia pada umumnya tsunami terjadi dalam waktu kurang dari 40 menit setelah

terjadinya gempa bumi besar di bawah laut.6. Penyelamatan diri saat terjadi tsunami

Page 34: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

Terjadinya tsunami tidak bisa diramalkan dengan tepat kapan terjadinya, akan tetapi kita bisa menerima peringatan akan terjadinya tsunami sehingga kita masih ada waktu untuk menyelamatkan diri. Sebesar apapun bahaya tsunami, gelombang ini tidak datang setiap saat. Janganlah ancaman bencana alam ini mengurangi kenyamanan menikmati pantai dan lautan.

Namun jika berada di sekitar pantai, terasa ada guncangan gempa bumi, air laut dekat pantai surut secara tiba-tiba sehingga dasar laut terlihat, segeralah lari menuju ke tempat yang tinggi (perbukitan atau bangunan tinggi) sambil memberitahukan teman-teman yang lain.

Jika sedang berada di dalam perahu atau kapal di tengah laut serta mendengar berita dari pantai telah terjadi tsunami, jangan mendekat ke pantai. Arahkan perahu ke laut. Jika gelombang pertama telah datang dan surut kembali, jangan segera turun ke daerah yang rendah. Biasanya gelombang berikutnya akan menerjang. Jika gelombang telah benar-benar mereda, lakukan pertolongan pertama pada korban.7. Strategi mitigasi dan upaya pengurangan bencana

a. Peningkatan kewaspadaaan dan kesiapsiagaan terhadap bahaya tsunami.b. Pendidikan kepada masyarakat terutama yang tinggal di daerah pantai tentang bahaya tsunami.c. Pembangunan Tsunami Early Warning System (Sistem Peringatan Dini Tsunami).d. Pembangunan tembok penahan tsunami pada garis pantai yang berisiko.e. Penanaman mangrove serta tanaman lainnya sepanjang garis pantai untuk meredam gaya air

tsunami.f. Pembangunan tempat-tempat evakuasi yang aman disekitar daerah pemukiman yang cukup

tinggi dan mudah dilalui untuk menghindari ketinggian tsunami.g. Peningkatan pengetahuan masyarakat lokal khususnya yang tinggal di pinggir pantai tentang

pengenalan tanda-tanda tsunami cara-cara penyelamatan diri terhadap bahaya tsunami.h. Pembangunan rumah yang tahan terhadap bahaya tsunami.i. Mengenali karakteristik dan tanda-tanda bahaya tsunami.j. Memahami cara penyelamatan jika terlihat tanda-tanda akan terjadi tsunami.k. Meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi tsunami.l. Melaporkan secepatnya jika mengetahui tanda-tanda akan terjadinyan tsunami kepada petugas

yang berwenang : Kepala Desa, Polisi, Stasiun Radio, SATLAK PB maupun institusi terkaitm. Melengkapi diri dengan alat komunikasi.

Peta Bahaya Tsunami Kabupaten Bantul

Page 35: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

H. EPIDEMI, WABAH PENYAKIT DAN KEJADIAN LUAR BIASA

1. Pengurangan risiko bencana wabah penyakita. Menyiapkan masyarakat termasuk aparat pemerintah untuk memahami risiko bila wabah terjadi

serta bagaimana cara-cara menghadapinya bila suatu wabah terjadi. Salah satunya adalah melakukan kegiatan sosialisasi yang terus-menerus.

b. Menyiapkan produk hukum yang memadai untuk mendukung upaya-upaya pencegahan, respon cepat serta penanggulangan bila wabah terjadi.

c. Menyiapkan sarana dan prasarana untuk upaya penanggulangan seperti sumberdaya manusia yang profesional (petugas kesehatan, tenaga medis), sarana pelayanan kesehatan, sarana komunikasi, transportasi, logistik serta pembiayaan operasional.

d. Pengendalian faktor risiko.e. Deteksi secara dini.f. Merespon dengan cepat.

2. Kesiapsiagaan terhadap Ancaman Wabah PenyakitSegera periksakan diri ke pusat kesehatan seperti puskesmas atau klinik kesehatan

terdekat. Penularan penyakit umumnya terjadi secara cepat dan tidak disadari. Namun bukan berarti tidak bisa dicegah sejak dini. Pencegahan penyebaran dan penularan penyakit sesungguhnya dapat dimulai dari hal yang mudah namun paling sering diabaikan, yaitu perilaku menjaga kebersihan diri dan lingkungan tempat tinggal. Misalnya membiasakan diri untuk mencuci tangan dengan sabun, pembersihan rumah dan lingkungan secara berkala dari benda-benda yang sekiranya dapat menjadi media perkembangbiakan bibit penyakit.

Page 36: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

BAHAN-BAHAN AJAR PENGURANGAN RISIKO BENCANA

A. SILABUS

No Materi Tujuan Pembelajaran Proses Pembelajaran Indikator1 Mengenalkan kepada siswa tentang bencana/ancaman

Pengertian bencana Siswa mengenal jenis-jenis bencana

Ceramah/Cerita Bernyanyi Menggambar Bermain Field-trip

Siswa mengetahui jenis-jenis bencana

Siswa mampu menyebutkan jenis-jenis bencana

Siswa mengamati bencana

2 Mengenalkan kepada siswa didik tentang akibat-akibat bencana

Akibat-akibat dari kejadian bencana

Siswa mengenal akibat-akibat yang ditimbulkan dari kejadian bencana

Ceramah/Cerita Bernyanyi Menggambar Bermain

Siswa mengetahui akibat-akibat yang ditimbulkan dari kejadian bencana

Siswa mampu menyebutkan akibat-akibat yang ditimbulkan dari kejadian bencana

3 Mengenalkan kepada siswa didik tentang tindakan-tindakan ketika terjadi bencanaTindakan penyelamatan di sekolah

Siswa mengenal tindakan-tindakan penyelamatan diri

Ceramah/Cerita Praktik tindakan

penyelamatan

Siswa mengetahui tindakan-tindakan penyelamatan diri

Tindakan penyelamatan di rumah

Siswa mengenal tindakan-tindakan penyelamatan diri

Ceramah/Cerita Praktik tindakan

penyelamatan

Siswa mengetahui tndakan-tindakan penyelamatan diri

4 Mengenalkan kepada siswa didik tentang tindakan-tindakan ketika tidak terjadi bencanaTindakan-tindakan preventif

Siswa mengenal tindakan-tindakan ketika tidak terjadi bencana

Bernyanyi Menggambar Bermain Field-trip

Siswa mengetahui tindakan-tindakan pencegahan/ kesiapsiagaan bencana

B. BAHAN AJAR PENGURANGAN RISIKO BENCANA

1. LETUSAN/ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI

METODE MATERI BAHAN AJAR LETUSAN/ERUPSI GUNUNGAPI MERAPICeramah/ Cerita Cerita tentang Gunungapi Merapi MerapiMenggambar/mewarnai

Selain di dalam ruang, aktivitas luar ruang juga penting agar peserta didik dapat melihat langsung Gunungapi Merapi dan sekitarnya

Boks mewarnai

Page 37: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

METODE MATERI BAHAN AJAR LETUSAN/ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI

Field-trip Pertimbangkan kunjungan bersama orangtua siswa ke Museum GunungapiMerapi.

2. GEMPA BUMI

METODE MATERI BAHAN AJAR GEMPA BUMICeramah/ Cerita Cerita tentang gempabumi. Menjadi lebih baik apabila metode ini bisa didukung

dengan penggunaan media ajar gambar atau alat peraga yang dikembangkan secara mandiri.

Menggambar/mewarnai

Menggambar atau mewarnai peristiwa gempa bumi. Boks mewarnai

Praktik/ Permainan Praktik menyelamatkan diri dari gempa. Misalnya Drop Cover Hold.Field-trip Pertimbangkan kunjungan bersama orangtua siswa ke museum gempa bumi

atau Taman Pintar Yogyakarta yang memiliki alat simulasi gempa bumi

3. BANJIR

METODE MATERI BAHAN AJAR BANJIRCeramah/ Cerita Cerita tentang banjir. Menjadi lebih baik apabila metode ini bisa didukung

dengan penggunaan media ajar gambar atau alat peraga yang dikembangkan secara mandiri.

Menggambar/Mewarnai

Menggambar atau mewarnai air yang meluap atau peristiwa banjir. Boks mewarnai

Page 38: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

METODE MATERI BAHAN AJAR BANJIR

Praktik/ Permainan Permainan air.Field-trip Pertimbangkan kunjungan siswa ke sungai terdekat di sekitar sekolah.

4. TANAH LONGSOR

METODE MATERI BAHAN AJAR TANAH LONGSOR

Ceramah/ Cerita Penjelasan verbal tentang tanah longsor. Menjadi lebih baik apabila metode ini bisa didukung dengan penggunaan media ajar gambar atau alat peraga yang dikembangkan secara mandiri.

Menggambar/mewarnai

Menggambar atau mewarnai tentang bukit, lereng, pohon dsb. Boks mewarnai

Praktik/ PermainanField-trip Pertimbangkan kunjungan dan melihat ke lokasi-lokasi di sekitar sekolah yang

bisa menggambarkan longsor.

5. ANGIN PUTING BELIUNG

METODE MATERI BAHAN AJAR ANGIN PUTING BELIUNGCeramah/ Cerita Penjelasan verbal tentang angin leysus/ puting beliung. Menjadi lebih baik apabila

metode ini bisa didukung dengan penggunaan media ajar gambar atau alat peraga yang dikembangkan secara mandiri.

Menggambar/mewarnai

Menggambar atau mewarnai tentang bukit, lereng, pohon dsb. Boks mewarnai

Page 39: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

METODE MATERI BAHAN AJAR ANGIN PUTING BELIUNG

6. KEKERINGAN

METODE MATERI BAHAN AJAR KEKERINGAN

Ceramah/ Cerita Penjelasan verbal tentang musim dan kekeringan. Menjadi lebih baik apabila metode ini bisa didukung dengan penggunaan media ajar gambar atau alat peraga yang dikembangkan secara mandiri.

Menggambar/mewarnai

Menggambar atau mewarnai. Boks mewarnai

7. TSUNAMI

METODE MATERI BAHAN AJAR TSUNAMI

Ceramah/ Cerita Penjelasan verbal tentang laut dan tsunami. Menjadi lebih baik apabila metode ini bisa didukung dengan penggunaan media ajar gambar atau alat peraga yang dikembangkan secara mandiri.

Menggambar/mewarnai

Menggambar atau mewarnai tentang pantai dan ombak. Boks mewarnai

Page 40: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

METODE MATERI BAHAN AJAR TSUNAMI

Field-trip Pertimbangkan kunjungan bersama orangtua murid ke pantai.

8. EPIDEMI, WABAH PENYAKIT DAN KEJADIAN LUAR BIASA

METODE MATERI BAHAN AJAR EPIDEMI, WABAH PENYAKIT, DAN KEJADIAN LUAR BIASA

Ceramah/ Cerita Penjelasan verbal tentang kesehatan, kebiasaan menjaga kebersihan, cuci tangan, buang sampah pada tempatnya dsb. Menjadi lebih baik apabila metode ini bisa didukung dengan penggunaan media ajar gambar atau alat peraga yang dikembangkan secara mandiri.

Menggambar/mewarnai

Menggambar atau mewarnai tentang kebiasaan menjaga kebersihan, cuci tangan, buang sampah pada tempatnya dsb.

Boks mewarnai

Praktik/ Permainan Mencuci tangan dengan sabun Praktik mengumpulkan sampah

Page 41: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

C. CONTOH NYANYIAN-NYANYIAN TENTANG BENCANA

Nyanyian-nyanyian untuk pembelajaran kebencanaan umum.

Nyanyian 1

AYO KITA SIAGAAYO KITA SIAGA

KALAU KITA MENGERTIKITA TAK TAKUT LAGI

AYO KITA SIAGAhentakkan kaki kanan ke lantai satu kali, tepuk tangan dua kali,

hentakkan kaki kanan ke lantai sekali lagi dan akhiri dengan tepuk tangan satu kali.AYO KITA SIAGA

hentakkan kaki kanan ke lantai satu kali, tepuk tangan dua kali,hentakkan kaki kanan ke lantai sekali lagi dan akhiri dengan tepuk tangan satu kali.

KALAU KITA MENGERTIhentakkan kaki kanan ke lantai satu kali, tepuk tangan dua kali,

hentakkan kaki kanan ke lantai sekali lagi dan akhiri dengan tepuk tangan satu kali.KITA TAK TAKUT LAGI

hentakkan kaki kanan ke lantai satu kali, tepuk tangan dua kali,hentakkan kaki kanan ke lantai sekali lagi dan akhiri dengan tepuk tangan satu kali.

Nyanyian 2

AWAS AWAS ADA GEMPAAWAS AWAS ADA BANJIR

GEMPA MENGANCAM KITABANJIR MENGANCAM KITA

GEMPA BANJIR, AYO KITA SIAGA

Dinyanyikan dengan nada dan notasi lagu “Ayam Bebek”

Nyanyian 3

AWAS-AWAS ADA BENCANA…AYO KITA WASPADA…

AWAS-AWAS ADA BENCANA…AYO KITA WASPADA

KIRI KANAN KU LIHAT SAJA BANYAK ORANG SIAGA…KIRI KANAN KULIHAT SAJA BANYAK ORANG WASPADA…

Dinyanyikan dengan nada dan notasi lagu “Naik-Naik ke Puncak Gunung”

Page 42: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

DAFTAR ISTILAH

AncamanSituasi, kondisi, atau karakteristik biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang berpotensi menimbulkan korban dan kerusakan.

Bencana Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.

KapasitasPenguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki masyarakat, yang memungkinkan mereka untuk, mempersiapkan diri, mencegah, menjinakkan, menanggulangi, mempertahankan diri serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana

KerentananTingkat kekurangan kemampuan suatu masyarakat untuk mencegah, menjinakkan, mencapai kesiapan, dan menanggapi dampak bahaya tertentu. Kerentanan dapat berupa kerentanan fisik, ekonomi, sosial dan tabiat, yang dapat ditimbulkan oleh beragam penyebab.

Kesiapsiagaan Serangkaian yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta langkah yang tepat dan berdaya guna.

Mitigasi Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Penanggulangan BencanaSeluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana, pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana, mencakup tanggap darurat, pemulihan, pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan.

Pencegahan Bencana Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana.

Pengarusutamaan PRBProses di mana pertimbangan-pertimbangan pengurangan risiko bencana dikedepankan oleh organisasi/individu yang terlibat di dalam pengambilan keputusan dalam pembangunan ekonomi, fisik, politik, sosial-budaya suatu negara pada level nasional, wilayah daerah dan/atau lokal; serta proses-proses dimana pengurangan risiko bencana dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan tersebut

Pengurangan Risiko BencanaUpaya meminimalisasi potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu dan dapat berupa kematian, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta dan gangguan kegiatan masyarakat. Upaya yang didukung oleh kelembagaan yang kuat dalam mengidentifikasi, mengkaji dan memantau risiko bencana serta menerapkan sistem peringatan dini dengan memanfaatkan pengetahuan, inovasi, dan pendidikan untuk membangun kesadaran keselamatan diri dan ketahanan terhadap bencana pada semua tingkat masyarakat melalui pengurangan faktor-faktor penyebab risiko bencana dan memperkuat kesiapan agar respon yang dilakukan lebih efektif. Konsep dan praktik mengurangi risiko bencana melalui upaya sistematis untuk menganalisa dan mengelola faktor-faktor penyebab dari bencana termasuk dengan dikuranginya paparan terhadap ancaman, penurunan kerentanan manusia dan properti, pengelolaan lahan dan lingkungan yang bijaksana, serta meningkatkan kesiapsiagaanan terhadap kejadian yang merugikan.

Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang mengurangi risiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi.

Page 43: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

Peringatan Dini Serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.

Rehabilitasi Perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana.

Rekonstruksi Pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana.

RetrofitMemperkuat atau memperbaiki struktur bangunan yang ada agar menjadi lebih kuat dan tahan terhadapdampak perusakan suatu bahaya.

Risiko Bencana Potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.

Tanggap Darurat Bencana Serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan bencana, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusanpengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana publik.

Warga SekolahSemua orang yang berada dan terlibat dalam kegiatan belajar-mengajar: murid, guru, tenaga pendidikan dan kepala sekolah.

Page 44: LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

DAFTAR PUSTAKA

Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Bakesbanglinmas DIY). 2009. Rencana Penanggulangan Bencana Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2010. Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2010-2014.

Forum PRB DIY dan PPMU SCDRR DIY. 2010. Modul Pelatihan Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana dalam Program dan Kegiatan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Gugus Tugas. 2010. Strategi Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana di Sekolah. Jakarta: Kemendiknas, Bappenas, & SCDRR-UNDP.

Konsorsium Pendidikan Bencana Indonesia. 2011. Kerangka Kerja Sekolah Siaga Bencana.LIPI dan COMPRESS. 2007. Buku Saku Siaga BencanaPalang Merah Indonesia. 2009. Ayo Siaga Bencana: Palang Merah Remaja Madya.Palang Merah Indonesia. 2009. Ayo Siaga Bencana: Palang Merah Remaja Mula.Perkumpulan Lingkar. 2011. Laporan Program Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Anak: Laporan

Kegiatan Bersama Anak.Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pendidikan Nasional. Jakarta. 2009.

Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Ke Dalam Sistem Pendidikan.Tim Penyusun Seri Komik Bencana Penerbit Postmo. Yogyakarta. 2008. Seri Komik Bencana: Mari Belajar

Tentang Banjir.Tim Penyusun Seri Komik Bencana Penerbit Postmo. Yogyakarta 2008. Seri Komik Bencana: Mari Belajar

Tentang Tsunami.Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional Nomor: 70a/MPN/SE/2010 Tentang Pengarusutamaan

Pengurangan Risiko Bencana di Sekolah.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR). 2004. Living with Risks: A Global

Review of Disaster Reduction InitiativesUnited Nations International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR). 2009. Terminology on Disaster Risk

Reduction, http://www.unisdr.org/we/inform/terminology. Diakses pada 5 September 2011.United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR). 2007. Towards a Culture of

Prevention: Disaster Risk Reduction Begins at School—Good Practices and Lessons Learned. Yayasan IDEP. 2007. Banjir! Cerita Tentang Peran Masyarakat Saat Terjadi Banjir.Yayasan IDEP. 2007. Gempa Bumi! Cerita Tentang Peran Masyarakat Saat Menghadapi Bencana Gempa.Yayasan IDEP. 2007. Gunungapi Merapi! Cerita Tentang Peran Masyarakat Saat Menghadapi Bencana

Gunungapi Merapi.Yayasan IDEP. 2007. Tanah Longsor: Cerita Tentang Peran Masyarakat Desa Saat Menghadapi Bencana

Tanah Longsor.YTBI dan Plan. Kesiapsiagaan Berbasis Sekolah di Jakarta.