limbah citarum.docx

download limbah citarum.docx

of 4

description

limbah

Transcript of limbah citarum.docx

Greenpeace mengambil sampel limbah yang dibuang salah satu pabrik di Citarum milik PT Gistexdan menemukan adanya kandungan beberapa bahan kimia berbahaya beracun, termasuk nonylphenol, antimony dan tributyl phosphate.

Parahnya lagi, air limbah yang dibuang dari salah satu pipa pembuangan yang lebih kecil bersifat sangat basa (pH 14). Kondisi pH yang sangat tinggi tersebut dapat menyebabkan sejenis luka bakar pada kulit manusia yang terkena kontak langsung, serta menimbulkan dampak parah (bahkan fatal) bagi kehidupan akuatik di sekitar area pembuangan. Hasil ini menunjukkan bahwa sama sekali tidak dilakukan penanganan, bahkan dalam tingkat yang paling dasar terhadap limbah cair tersebut sebelum dibuang. Pabrik PT Gistex hanyalah satu dari ribuan pabrik yang ada di Indonesia dan seluruh duniayang mengambil keuntungan dari sebuah sistem yang tidak menuntut industri untuk transparan atas aktivitasnya; dan dimana regulasi yang tidak memadai gagal untuk mencegah pembuangan bahan kimia berbahaya.*dampak negatifDi luar fakta dan statistik, masih ada sangat banyak masyarakat yang setiap harinya terkena dampak pencemaran pabrik ini dan pabrik lain sepanjang Sungai Citarum.

Perkenalkan, Abah Dayat dan cucunya, Fazril. Abah adalah mantan nelayan yang sekarang terpaksa harus beralih menjadi pemulung di Sungai Citarum karena turunnya populasi ikan secara drastis akibat pencemaran.

Pembuangan limbah cair berbahaya yang dilakukan ratusan pabrik selama puluhan tahun ini, telah menyebabkan kehancuran ekosistem serta rusaknya kualitas air. Seperti yang dilakukan dua pabrik tekstil, di Kampung Balekambang Desa Sukamaju.

Kedua pabrik tersebut membuang cairan berwarna merah yang langsung mengalir ke saluran irigasi pertanian di kampung tersebut. Kondisi serupa juga dilakukan salah satu pabrik di Kampung Hanja Desa Majasetra, di mana cairan hitam pekat dari pabrik tersebut, langsung digelontorkan ke aliran Sungai Citarum.

"Kalau jumlah pabrik tekstil 10 di Desa Sukamaju yang mengeluarkan limbah kimia belum diidentifikasi. Tapi yang pasti ke 10 pabrik ini membuang limbah tanpa proses IPAL terlebih dahulu," kata Ketua Elemen Lingkungan (Elingan) Majalaya, Deni Riswandani, Jumat (28/2/14).

Salah satu akibat pencemaran limbah ini, kata dia, menyebabkan kerusakan ekosistem, biota di sungai tersebut hancur. Buktinya, dulu Kecamatan Majalaya terkenal sebagai sentra perikanan jenis ikan mas. Namun saat ini sudah punah atau mati total.

"Majalaya khas dengan ikan mas, tapi sekarang Ikan mas sudah sulit dan tidak ada di Majalaya karena hancur dan mati total," katanya.

Selain telah mematikan perikanan rakyat, pencemaran limbah kimia juga telah menurunkan kualitas pertanian. Akibat limbah, biji padi tumbuh kecil berbeda dengan kualitas padi yang normal. Selain itu, kuantitas padi pun menurun.

"Kondisi normal satu hektare sawah menghasilkan tujuh ton padi. Tapi karena sawah sudah terkena limbah hanya menghasilkan 4 sampai 5 ton padi saja," katanya.

Deni mengatakan dampak lain pencemaran limbah kimia menyerang manusia mengakibatkan gangguan kesehatan, seperti penyakit gatal-gatal. Warga di kecamatan ini banyak menderita penyakit gatal, belum lagi ancaman penyakit lainnya yang disebabkan oleh pencemaran industri.

"Gangguan kesehatan masyarakat menjadi salah satu dampak limbah ini. Lalu, apakah pemerintah akan terus membiarkan kondisi ini," ujarnya.

Padahal menurutnya aliran air di saluran irigasi di desa Sukamaju tersebut digunakan untuk pertanian. Selain itu juga dipakai untuk kebutuhan hidup masyarakat setempat, seperti keperluan mandi dan cuci pakaian.

"Masyarakat tahu air tersebut terkena limbah, akan tetapi karena air bersih yang tidak ada sehingga tetap memakai air yang terkena limbah," katanya.

Deni melanjutkan, di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum terdapat 1500 industri dari hulu ke hilir yang berpotensi menimbulkan limbah kimia B3. Berdasarkan data Elingan 2012, ada 280 ton limbah kimia B3 perhari yang dibuang langsung tanpa IPAL ke sungai Citarum.

"Padahal air sungai Citarum memasok kebutuhan air baku hidup masyarakat mencapai 30 juta. Termasuk warga Jakarta. Sebanyak 80 persen air baku jakarta dari Citarum," katanya.

Deni mengatakan Majalaya mempunyai 6 anak sungai Citarum dan 3 anak sungai sudah relatif bersih. "Yang parah sungai Cikacembang, sungai Ciwalengke, dan sungai Sasakbejol," katanya.

Menurutnya, pencemaran limbah industri di Sasakbejol dan Cikacembang terjadi 24 jam. Untuk di daerah Ciwalengke terjadi pada siang dan malam.

Deni menegaskan permasalahan pencemaran limbah kimia yang masih terjadi karena penegakan hukum terhadap pelaku pencemaran masih lemah.

"Ada beberapa industri yang terjaring lewat sidak namun ketika masuk ranah peradilan, sanksi yang diberikan sangat ringan. Pabrik di Banjaran mendapat hukuman satu tahun percobaan dan denda Rp 5 juta,

* besar pencemaranDiungkapkannya, besarnya pencemaran yang terjadi ditandai semakin meningkatnya angka parameter pencemaran dalam berbagai jenis, contohnya angka parameter pencemaran yang disebabkan limbah industri /Chemical Oxygen Demand (COD) menunjukan angka 104,096 mg/liter. Padahal untuk kualitas air yang sehat hanya berkisar 10 mg/liter.Begitu juga pencemaran yang diakibatkan limbah rumah tangga atau dikenal sebutan Biochemical Oxygen Demand (BOD) menunjukan angka cukup besar yaitu sebesar 34,351 mg/liter.Sedangkan ketentuan kondisi air yang baik BOD tersebut tidak lebih dari 6 mg/liter."Jadi dengan angka yang jauh berbeda tersebut menunjukan tingkat pencemaran air Citarum sudah melebihi batas ambang yang telah ditentukan," katanya.Gambaran seperti ini menjadi kekhawatiran semua pihak tidak terkecuali, dari kalangan bawah sampai pada tingkat pemegang otoritas. Bahkan belum lama ini Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melakukan kerjasama penangan aliran sungai Citarum.