Liberalisme dan Neo-Liberalisme
Click here to load reader
-
Upload
maleona-sarah -
Category
Documents
-
view
43 -
download
4
description
Transcript of Liberalisme dan Neo-Liberalisme
Nama : Maleona Sarah L.C.NIM : 070912042 / Kelas CMata Kuliah : Teori Hubungan Internasional
Liberalisme dan Neo-Liberalisme
Liberalisme adalah salah satu teori klasik dalam Hubungan Internasional yang
merupakan teori balasan atas munculnya neo-realisme. Liberalisme lahir pada abad ke
17-18, tepatnya saat John Locke dan Jeremy Bentham yang mengatakan mengenai betapa
pentingnya hukum internasional untuk menciptakan kehidupan yang bebas (Rosenblum,
1978: 101). Teori liberalis sendiri muncul setelah manusia menghadapi kenyataan bahwa
kaum realis tidak mampu bekerja optimal. Perspektif realis yang cenderung pesimis dan
memandang balance of power sebagai salah satu cara untuk mencapai perdamaian, sudah
tidak sesuai lagi dengan keadaan dunia saat ini. Dalam perspektif liberalisme, diperlukan
sebuah kebebasan, kerjasama, perdamaian, dan kemajuan bersama untuk mencapai
perdamaian. (Sorensen, 1998 : 142). Liberalisme didasarkan pada pandangan positif
mengenai manusia, pentingnya perhatian terhadap kemajuan sosial dan terjadinya
kerjasama yang dilakukan antar bangsa (Shimko, 2005 : 51). Menurut Fukuyama,
Liberalisme lahir setelah adanya Perang Dingin, tepatnya setelah hancurnya komunisme
Uni Soviet, yang menunjukkan bahwa liberlisme adalah suatu teori yang tak terhindarkan
lagi dari sebuah proses fundamental yang berjalan (Burchill, 2009 : 37).
Kaum liberal sangat percaya mengenai adanya demokrasi liberal yang akan
mengembalikan perdamaian di dunia. Menurut Kant, perdamaian bisa bersifat abadi,
karena itulah perang itu tidak alami dan tidak masuk akal. Bahkan ditambahkan oleh
Paine dalam The Rights of Man, “sistem perang” dibuat untuk mempertahankan
kekuasaan serta jabatan raja, negarawan, tentara, diplomat, serta perusahaan-perusahaan
perlengkapan perang, dan melanggengkan ketiranian mereka kepada rakyat. Perang
adalah kanker dalam tubuh politik dan hanya dapat disembuhkan oleh demokrasi dan
perdagangan bebas. (Burchill, 2009 : 41-42).
Menurut saya, kaum liberalis sebenarnya mengganggap bahwa manusia mampu
melakukan perdamaian tanpa melakukan perang. Hal tersebut dapat dilakukan melalui
kerjasama antar negara yang menguntungkan seperti melalui Pasar Bebas dan
international cooperation serta demokrasi. Mengapa perlu melakukan kerjasama?
Menurut Sorensen (1999 : 141,236) Liberalisme mendorong perdamaian serta mendorong
hubungan yang kolaboratif antar individu. Dengan adanya individu sebagai aktor utama
dalam melakukan kerjasama, maka akan terbentuk aksi sosial yang kolaboratif dan
kooperatif , baik domestik maupun internasional, yang menghasilkan manfaat besar bagi
setiap orang baik di dalam negeri maupun di luar negeri serta keuntungan yang besar
(absolute gains).
Adanya kerjasama tidak hanya saling menguntungkan dalam negara namun juga
menguntungkan dalam lintas batas internasional seperti yang ada pada NAFTA, APEC,
WTO, dan CAFTA (China ASEAN Free Trade Area) telah ditandatangani pula
pemerintah negara ASEAN dan China pada 2004 dan diberlakukan sejak 1 Januari 2010.
Selain itu, juga dilakukan demokrasi yang dapat untuk memudahkan dalam mengontrol
kinerja pemerintahan, jadi jika pemimpin dianggap tidak mampu untuk memimpin maka
rakyat dapat menurunkannya secara paksa. Aktor liberalisme adalah individu-individu
yang berada di luar negara. Diharapkan dengan adanya individu sebagai aktor utama, dan
bukan malah pemerintah, maka keuntungan yang dihasilkan akan maksimum. Jadi, pada
liberalisme, ekonomi berjalan sesuai dengan hukumnya sendiri tanpa adanya politiik
yang mempengaruhi. Pada kenyataannya, memang pasar memiliki dinamika ekonominya
sendiri.
Semenjak kemunculan liberalisme, muncul pendapat lain dari Robert Keohane,
Joseph Nye, dan James Rosenau yang disebut dengan ‘neoliberalisme’ atau liberalisme
interpedensi. Menurut Hass, Keohane, dan Nye, teoritisi kaum neoliberal mempelajari
bagaimana kerjasama di satu wilayah transaksi membuka jalan bagi kerjasama di wilayah
lainnya. (Sorensen, 1998 : 63). Neo-Liberalisme sendiri terdiri dari beberapa elemen
penting yaitu interdependence complex, interdependence absolute, anarchy, cooperation,
dan international regimes.
Adanya sistem interdependence complex dalam negara-negara Barat yaitu banyak
bentuk hubungan antar masyarakat sebagai tambahan pada hubungan politik pemerintah
termasuk TNC di antara perusahaan-perusahaan bisnis (Sorensen, 1998 : 64). Menurut
saya, dari sini dapat diketahui bahwa salah satu aktor dari paham neo-liberal adalah TNC.
Namun yang membedakan dengan liberal adalah perubahan paham utopia liberalis yang
berusaha untuk menghalau negara menjadi aktor. Neoliberal menerima negara menjadi
salah satu aktor yang berperan dalam kegiatan hubungan internasional meskipun tidak
menjadi aktor utama seperti TNC.
Burchill menjelaskan bahwa sistem internasional dalam neoliberal adalah anarki.
Namun anarki menurut kaum neoliberal adalah hubungan internasional yang jauh lebih
kompleks. Anarki tidak memiliki akibat yang secara eksklusif negatif seperti yang
dikatakan kaum neorealis, ada juga anarki positif yang menimbulkan perdamaian yang
terjamin diantara negara-negara demokrasi liberal kuat. Dalam neoliberal, faktor militer
tidak lagi menjadi dominan, sebaliknya perdagangan bebas lebih penting daripada militer.
Referensi :Asrudin. (2009). Refleksi Teori Hubungan Internasional dari Tradisional ke
Kontemporer. Graha Ilmu-JakartaBurchill, Scott & Andrew L. (2009). Teori-Teori Hubungan Internasional.
Bandung:Penerbit Nusa Media.Jackson, R. & Sorensen, G. (1999). Pengantar Studi Hubungan Internasional.
Yogyakarta:Pustaka PelajarRosenblum, N. L. (1978). Bentham’s Theory of the Modern State, Cambridge,
Mass : Harvard University Press Shimko, Keith L. (2005). International Relations Perspectives and Controversies.
Boston:Houghton Mifflin Company.