leukimia.docx
-
Upload
nabillah-syafrilia -
Category
Documents
-
view
222 -
download
1
Transcript of leukimia.docx
2.1. Definisi
Istilah leukemia pertama kali dijelaskan oleh Virchow sebagai “darah putih” pada tahun
1874, adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk
hematopoetik. Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan genetik pada satu
atau banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang normal akan tertekan pada waktu sel
leukemia bertambah banyak sehingga akan menimbulkan gejala klinis. Keganasan hematologik ini
adalah akibat dari proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan sel
induk hematopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum
tulang, kemudian sel leukemia beredar secara sistemik.
Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk
leukosit yang lain daripada normal dengan jumlah yang berlebihan, dapat menyebabkan kegagalan
sumsum tulang dan sel darah putih sirkulasinya meninggi.
2.2 Morfologi dan Fungsi Normal Sel Darah Putih
Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh, yaitu berfungsi melawan
infeksi dan penyakit lainnya. Batas normal jumlah sel darah putih berkisar dari 4.000 sampai
10.000/mm3. Berdasarkan jenis granula dalam sitoplasma dan bentuk intinya, sel darah putih
digolongkan menjadi 2 yaitu : granulosit (leukosit polimorfonuklear) dan agranulosit (leukosit
mononuklear).
Granulosit
Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula sitoplasma. Berdasarkan warna
granula sitoplasma saat dilakukan pewarnaan terdapat 3 jenis granulosit yaitu neutrofil, eosinofil,
dan basofil.
a. Neutrofil
Neutrofil adalah garis pertahanan pertama tubuh terhadap invasi oleh bakteri, sangat
fagositik dan sangat aktif. Sel-sel ini sampai di jaringan terinfeksi untuk menyerang dan
menghancurkan bakteri, virus atau agen penyebab infeksi lainnya. Neutrofil mempunyai
inti sel yang berangkai dan kadang-kadang seperti terpisah- pisah, protoplasmanya
banyak bintik-bintik halus (granula). Granula neutrofil mempunyai afinitas sedikit
terhadap zat warna basa dan memberi warna biru atau merah muda pucat yang
dikelilingi oleh sitoplasma yang berwarna merah muda26 (gambar 2.3. hapusan sumsum
tulang dengan perbesaran 1000x).
Neutrofil merupakan leukosit granular yang paling banyak, mencapai 60% dari jumlah sel
darah putih. Neutrofil merupakan sel berumur pendek dengan waktu paruh dalam darah
6-7 jam dan jangka hidup antara 1-4 hari dalam jaringan ikat, setelah itu neutrofil mati.
b. Eosinofil
Eosinofil merupakan fagositik yang lemah. Jumlahnya akan meningkat saat terjadi alergi
atau penyakit parasit. Eosinofil memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar.25 Sel
granulanya berwarna merah sampai merah jingga (gambar 2.4. hapusan sumsum tulang
dengan perbesaran 1000x). Eosinofil memasuki darah dari sumsum tulang dan beredar
hanya 6-10 jam sebelum bermigrasi ke dalam jaringan ikat, tempat eosinofil
menghabiskan sisa 8-12 hari dari jangka hidupnya. Dalam darah normal, eosinofil jauh
lebih sedikit dari neutrofil, hanya 2-4% dari jumlah sel darah putih.
c. Basofil
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya yaitu kurang dari 1% dari
jumlah sel darah putih. Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma yang bentuknya
tidak beraturan dan berwarna keunguan sampai hitam25 (gambar 2.5. hapusan sumsum
tulang dengan perbesaran 1000x). Basofil memiliki fungsi menyerupai sel mast,
mengandung histamin untuk meningkatkan aliran darah ke jaringan yang cedera dan
heparin untuk membantu mencegah pembekuan darah intravaskular.
Agranulosit
Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma. Agranulosit terdiri
dari limfosit dan monosit.
a. Limfosit
Limfosit adalah golongan leukosit kedua terbanyak setelah neutrofil,
berkisar 20-35% dari sel darah putih, memiliki fungsi dalam reaksi imunitas.
Limfosit memiliki inti yang bulat atau oval yang dikelilingi oleh pinggiran
sitoplasma yang sempit berwarna biru (gambar 2.6. hapusan sumsum
tulang dengan perbesaran 1000x). Terdapat dua jenis limfosit yaitu limfosit
T dan limfosit B. Limfosit T bergantung timus, berumur panjang, dibentuk
dalam timus. Limfosit B tidak bergantung timus, tersebar dalam folikel-
folikel kelenjar getah bening. Limfosit T bertanggung jawab atas respons
kekebalan selular melalui pembentukan sel yang reaktif antigen sedangkan
limfosit B, jika dirangsang dengan semestinya, berdiferesiansi menjadi sel-
sel plasma yang menghasilkan imunoglobulin, sel-sel ini bertanggung jawab
atas respons kekebalan hormon
b. Monosit
Monosit merupakan leukosit terbesar. Monosit mencapai 3-8% dari sel
darah putih, memiliki waktu paruh 12-100 jam di dalam darah. Intinya
terlipat atau berlekuk dan terlihat berlobus, protoplasmanya melebar,
warna biru keabuan yang mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan
(gambar 2.7. hapusan sumsum tulang dengan perbesaran 1000x). Monosit
memiliki fungsi fagositik dan sangat aktif, membuang sel-sel cedera dan
mati, fragmen-fragmen sel, dan mikroorganisme.
2.3. Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh
terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat
dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan
produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal.
Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi
seperti biasanya. Sel leukemi memblok produksi sel darah normal, merusak
kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak produksi sel
darah lain pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel
tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada jaringan. Analisis
sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi
kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan
kromosom dapat meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau
menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan struktur termasuk
translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi
ini, dua kromosom atau lebih mengubah bahan genetik, dengan
perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya
proliferasi sel abnormal.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah
putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah
keganasan. Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali
bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Translokasi
kromosom mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel,
sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya
sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel
yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa
menyusup ke dalam organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah
bening, ginjal, dan otak
2.4. Klasifikasi Leukemia
Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel
dan tipe sel asal yaitu :
o Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang
berakibat terdesaknya komponen darah normal oleh komponen
darah abnormal (blastosit) yang disertai dengan penyebaran ke
organ-organ lain. Leukemia akut memiliki perjalanan klinis yang
cepat, tanpa pengobatan penderita akan meninggal rata-rata dalam
4-6 bulan.
a. Leukemia Limfositik Akut (LLA) LLA merupakan jenis leukemia
dengan karakteristik adanya proliferasi dan akumulasi sel-sel
patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan
organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan organ.
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur
dewasa (18%). Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-
7 tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3
bulan setelah terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan
dari sumsum tulang.
b. Leukemia Mielositik Akut (LMA) LMA merupakan leukemia yang
mengenai sel stem hematopoetik yang akan berdiferensiasi ke
semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia nonlimfositik yang
paling sering terjadi. LMA atau Leukemia Nonlimfositik Akut (LNLA)
lebih sering ditemukan pada orang dewasa (85%) dibandingkan
anak-anak (15%). Permulaannya mendadak dan progresif dalam
masa 1 sampai 3 bulan dengan durasi gejala yang singkat. Jika tidak
diobati, LNLA fatal dalam 3 sampai 6 bulan.
o Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai
proliferasi neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau
terjadi karena keganasan hematologi.
a. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada
limfosit T). Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan
akumulasi progresif yang berjalan lambat dari limfosit kecil
yang berumur panjang. LLK cenderung dikenal sebagai kelainan
ringan yang menyerang individu yang berusia 50 sampai 70
tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki.
b. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK) LGK/LMK
adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan
produksi berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif
matang. LGK/LMK mencakup 20% leukemia dan paling sering
dijumpai pada orang dewasa usia pertengahan (40-50 tahun).
Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom philadelphia
ditemukan pada 90-95% penderita LGK/LMK. Sebagian besar
penderita LGK/LMK akan meninggal setelah memasuki fase
akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi berlebihan
sel muda leukosit, biasanya berupa mieloblas/promielosit,
disertai produksi neutrofil, trombosit dan sel darah merah
yang amat kurang.
2.5. Epidemiologi
2.5.1. Distribusi Frekuensi Leukemia
a. Berdasarkan Orang
a.1. Umur Berdasarkan data The Leukemia and Lymphoma
Society (2009) di Amerika Serikat, leukemia menyerang semua
umur. Pada tahun 2008, penderita leukemia 44.270 orang
dewasa dan 4.220 pada anak-anak. Biasanya jenis leukemia
yang menyerang orang dewasa yaitu LMA dan LLK sedangkan
LLA paling sering dijumpai pada anak-anak. 12 Menurut
penelitian Kartiningsih L.dkk (2001), melaporkan bahwa di
RSUD Dr. Soetomo LLA menduduki peringkat pertama kanker
pada anak Universitas Sumatera Utara selama tahun 1991-
2000. Ada 524 kasus atau 50% dari seluruh keganasan pada
anak yang tercatat di RSUD Dr. Soetomo, 430 anak (82%)
adalah LLA, 50 anak (10%) menderita nonlimfoblastik
leukemia, dan 42 kasus merupakan leukemia mielositik kronik.
Penelitian Simamora di RSUP H. Adam Malik Medan tahun
2004-2007 menunjukkan bahwa leukemia lebih banyak
diderita oleh anak-anak usia 60 tahun
a.2. Jenis Kelamin
Insiden rate untuk seluruh jenis leukemia lebih tinggi pada
laki-laki dibanding perempuan. Pada tahun 2009, diperkirakan
lebih dari 57% kasus baru leukemia pada laki-laki. 10
Berdasarkan laporan dari Surveillance Epidemiology And End
Result (SEER) di Amerika tahun 2009, kejadian leukemia lebih
besar pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan
57,22%:42,77%.38 Menurut penelitian Simamora (2009) di
RSUP H. Adam Malik Medan, proporsi penderita leukemia
berdasarkan jenis kelamin lebih tinggi pada lakilaki
dibandingkan dengan perempuan (58%:42%).
a.3. Ras
IR di negara barat adalah 4 per 100.000 anak-anak di bawah
usia 15 tahun. Angka kejadian terendah terdapat di Afrika
(1,18-1,61/100.000) dan tertinggi di antara anak-anak Hispanik
(Costa Rica 5,94/100.000 dan Los Universitas Sumatera Utara
Angeles 5,02/100.000). IR ini lebih umum pada ras kulit putih
(42,1 per 100.000 per tahun) daripada ras kulit berwarna (24,3
per 100.000 per tahun).19 Berdasarkan data The Leukemia and
Lymphoma Society (2009), leukemia merupakan salah satu dari
15 penyakit kanker yang sering terjadi dalam semua ras atau
etnis. Insiden leukemia paling tinggi terjadi pada ras kulit putih
(12,8 per 100.000) dan paling rendah pada suku Indian
Amerika/penduduk asli Alaska (7,0 per 100.000).
Determinan Penyakit Leukemia Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti
hingga kini. Menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko
timbulnya penyakit leukemia.
a. Host
a.1. Umur, jenis kelamin, ras
Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur. LLA merupakan leukemia
paling sering ditemukan pada anak-anak, dengan puncak insiden antara usia 2-4 tahun, LMA
terdapat pada umur 15-39 tahun, sedangkan LMK banyak ditemukan antara umur 30-50 tahun. LLK
merupakan kelainan pada orang tua (umur rata-rata 60 tahun).36 Insiden leukemia lebih tinggi pada
pria dibandingkan pada wanita. Tingkat insiden yang lebih tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit
putih) dibandingkan dengan kelompok kulit hitam.
Leukemia menyumbang sekitar 2% dari semua jenis kanker. Menyerang 9 dari setiap
100.000 orang di Amerika Serikat setiap tahun. Orang dewasa 10 kali kemungkinan terserang
leukemia daripada anak-anak. Leukemia terjadi paling sering pada orang tua. Ketika leukemia terjadi
pada anak-anak, hal itu terjadi paling sering sebelum usia 4 tahun. Penelitian Lee at all (2009)
dengan desain kohort di The Los Angeles County-University of Southern California (LAC+USC)
Medical Centre melaporkan bahwa penderita leukemia menurut etnis terbanyak yaitu hispanik
(60,9%) yang mencerminkan keseluruhan populasi yang dilayani oleh LCA + USA Medical Center. Dari
pasien non-hispanik yang umum berikutnya yaitu Asia (23,0%), Amerika Afrika (11,5%), dan Kaukasia
(4,6%).42
a.2. Faktor Genetik
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20 kali lebih banyak
daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia akut. Insiden leukemia
akut juga meningkat pada penderita dengan kelainan kongenital misalnya agranulositosis kongenital,
sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich,
sindrom Kleinefelter dan sindrom trisomi D. Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden
leukemia meningkat dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada saudara
kandung penderita naik 2-4 kali. Selain itu, leukemia juga dapat terjadi pada kembar identik.
Berdasarkan penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control menunjukkan bahwa
orang yang memiliki riwayat keluarga positif leukemia berisiko untuk menderita LLA (OR=3,75 ;
CI=1,32-10,99) artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 3,75 kali memiliki riwayat
keluarga positif leukemia dibandingkan dengan orang yang tidak menderita leukemia.
b. Agent
b.1. Virus
Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia pada binatang. Ada
beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus sebagai salah satu penyebab leukemia yaitu
enzyme reserve transcriptase ditemukan dalam darah penderita leukemia. Seperti diketahui enzim
ini ditemukan di dalam virus onkogenik seperti retrovirus tipe C yaitu jenis RNA yang menyebabkan
leukemia pada binatang. Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan etiologi
terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia) dan retrovirus jenis cRNA, telah ditunjukkan
oleh mikroskop elektron dan kultur pada sel pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T
yang umum pada propinsi tertentu di Jepang dan sporadis di tempat lain, khususnya di antara Negro
Karibia dan Amerika Serikat.
b.2. Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan leukemia.
Angka kejadian LMA dan LGK jelas sekali meningkat setelah sinar radioaktif digunakan. Sebelum
proteksi terhadap sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli radiologi mempunyai risiko menderita
leukemia 10 kali lebih besar dibandingkan yang tidak bekerja di bagian tersebut. Penduduk Hirosima
dan Nagasaki yang hidup setelah ledakan bom atom tahun 1945 mempunyai insidensi LMA dan LGK
sampai 20 kali lebih banyak. Leukemia timbul terbanyak 5 sampai 7 tahun setelah ledakan tersebut
terjadi. Begitu juga dengan penderita ankylosing spondylitis yang diobati dengan sinar lebih dari
2000 rads mempunyai insidens 14 kali lebih banyak.
b.3. Zat Kimia
Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol, fenilbutazon) diduga dapat
meningkatkan risiko terkena leukemia.18 Sebagian besar obat-obatan dapat menjadi penyebab
leukemia (misalnya Benzene), pada orang dewasa menjadi leukemia nonlimfoblastik akut. Penelitian
Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control menunjukkan bahwa orang yang terpapar
benzene dapat meningkatkan risiko terkena leukemia terutama LMA (OR=2,26 dan CI=1,17-4,37)
artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 2,26 kali terpapar benzene dibandingkan
dengan yang tidak menderita leukemia.
b.4. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk berkembangnya leukemia. Rokok
mengandung leukemogen yang potensial untuk menderita leukemia terutama LMA. Banyak
penelitian yang menunjukkan bahwa merokok meningkatkan risiko LMA. Penelitian Hadi, et al (2008)
di Iran dengan desain case control memperlihatkan bahwa merokok lebih dari 10 tahun
meningkatkan risiko kejadian LMA (OR=3,81; CI=1,37-10,48) artinya orang yang menderita LMA
kemungkinan 3,81 kali merokok lebih dari 10 tahun dibanding dengan orang yang tidak menderita
LMA. Penelitian di Los Angles (2002), menunjukkan adanya hubungan antara LMA dengan kebiasaan
merokok. Penelitian lain di Universitas Sumatera Utara Canada oleh Kasim menyebutkan bahwa
perokok berat dapat meningkatkan risiko LMA. Faktor risiko terjadinya leukemia pada orang yang
merokok tergantung pada frekuensi, banyaknya, dan lamanya merokok.
2.6. Gejala Klinis Gejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah anemia,
trombositopenia, neutropenia, infeksi, kelainan organ yang terkena infiltrasi, hipermetabolisme
2.6.1. Leukemia Limfositik Akut Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya
menggambarkan kegagalan sumsum tulang. Gejala klinis berhubungan dengan anemia (mudah lelah,
letargi, pusing, sesak, nyeri dada), infeksi dan perdarahan. Selain itu juga ditemukan Universitas
Sumatera Utara anoreksi, nyeri tulang dan sendi, hipermetabolisme. Nyeri tulang bisa dijumpai
terutama pada sternum, tibia dan femur.
2.6.2. Leukemia Mielositik Akut
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan oleh sindrom
kegagalan sumsum tulang. perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia.
Penderita LMA dengan leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3 ) biasanya mengalami
gangguan kesadaran, sesak napas, nyeri dada dan priapismus. Selain itu juga menimbulkan gangguan
metabolisme yaitu hiperurisemia dan hipoglikemia.
2.6.3. Leukemia Limfositik Kronik
Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita LLK yang mengalami gejala
biasanya ditemukan limfadenopati generalisata, penurunan berat badan dan kelelahan. Gejala lain
yaitu hilangnya nafsu makan dan penurunan kemampuan latihan atau olahraga. Demam, keringat
malam dan infeksi semakin parah sejalan dengan perjalanan penyakitnya.
2.6.4. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis blas. Pada fase kronik
ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat kenyang akibat desakan limpa dan lambung. Penurunan
berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Pada fase akselerasi ditemukan keluhan
anemia yang bertambah berat, petekie, ekimosis dan demam yang disertai infeksi.
a. Diagnosis dini
a.1. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik untuk jenis LLA yaitu ditemukan splenomegali
(86%), hepatomegali, limfadenopati, nyeri tekan tulang dada, ekimosis, dan perdarahan retina. Pada
penderita LMA ditemukan hipertrofi gusi yang mudah berdarah. Kadang-kadang ada gangguan
penglihatan yang disebabkan adanya perdarahan fundus oculi. Pada penderita leukemia jenis LLK
ditemukan hepatosplenomegali dan limfadenopati. Anemia, gejala-gejala hipermetabolisme
(penurunan berat badan, berkeringat) menunjukkan penyakitnya sudah berlanjut. Pada LGK/LMK
hampir selalu ditemukan splenomegali, yaitu pada 90% kasus. Selain itu Juga didapatkan nyeri tekan
pada tulang dada dan hepatomegali. Kadang-kadang terdapat purpura, perdarahan retina, panas,
pembesaran kelenjar getah bening.
a.2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi dan pemeriksaan
sumsum tulang.
a.2.1. Pemeriksaan darah tepi
Pada penderita leukemia jenis LLA ditemukan leukositosis (60%) dan kadang-kadang
leukopenia (25%). Pada penderita LMA ditemukan penurunan eritrosit dan trombosit. Pada
penderita LLK ditemukan limfositosis lebih dari 50.000/mm3, sedangkan pada penderita LGK/LMK
ditemukan leukositosis lebih dari 50.000/mm3.
a.2.2. Pemeriksaan sumsum tulang
Hasil pemeriksaan sumsum tulang pada penderita leukemia akut ditemukan keadaan
hiperselular. Hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia (blast), terdapat perubahan tiba-
tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang tanpa sel antara (leukemic gap). Jumlah blast minimal
30% dari sel berinti dalam sumsum tulang.20 Pada penderita LLK ditemukan adanya infiltrasi merata
oleh limfosit kecil yaitu lebih dari 40% dari total sel yang berinti. Kurang lebih 95% pasien LLK
disebabkan oleh peningkatan limfosit B.47 Sedangkan pada penderita LGK/LMK ditemukan keadaan
hiperselular dengan peningkatan jumlah megakariosit dan aktivitas granulopoeisis. Jumlah granulosit
lebih dari 30.000/mm3.
b. Penatalaksanaan Medis
b.1. Kemoterapi
b.1.1. Kemoterapi pada penderita LLA Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap,
meskipun tidak semua fase yang digunakan untuk semua orang.
a. Tahap 1 (terapi induksi) Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh
sebagian besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi
biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat menghancurkan banyak
sel darah normal dalam proses membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan
kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin, prednison dan asparaginase
b. Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi) Setelah mencapai remisi komplit, segera
dilakukan terapi intensifikasi yang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk
mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6
bulan kemudian.
c. Tahap 3 ( profilaksis SSP) Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada
SSP. Perawatan yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah. Pada
tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang Universitas Sumatera Utara berbeda, kadang-kadang
dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki otak dan sistem saraf
pusat.
d. Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini biasanya
memerlukan waktu 2-3 tahun.29 Angka harapan hidup yang membaik dengan pengobatan sangat
dramatis. Tidak hanya 95% anak dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar
80% orang dewasa mencapai remisi lengkap dan sepertiganya mengalami harapan hidup jangka
panjang, yang dicapai dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP.
b.2.1. Kemoterapi pada penderita LMA21
a. Fase induksi
Fase induksi adalah regimen kemoterapi yang intensif, bertujuan untuk mengeradikasi sel-
sel leukemia secara maksimal sehingga tercapai remisi komplit. Walaupun remisi komplit telah
tercapai, masih tersisa sel-sel leukemia di dalam tubuh penderita tetapi tidak dapat dideteksi. Bila
dibiarkan, sel-sel ini berpotensi menyebabkan kekambuhan di masa yang akan datang.
b. Fase konsolidasi
Fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari fase induksi. Kemoterapi konsolidasi
biasanya terdiri dari beberapa siklus kemoterapi dan menggunakan obat dengan jenis dan dosis yang
sama atau lebih besar dari dosis yang digunakan pada fase induksi. Dengan pengobatan modern,
angka remisi 50-75%, tetapi angka ratarata hidup masih 2 tahun dan yang dapat hidup lebih dari 5
tahun hanya 10%.
b.3.1. Kemoterapi pada penderita LLK Derajat penyakit LLK harus ditetapkan karena
menetukan strategi terapi dan prognosis. Salah satu sistem penderajatan yang dipakai ialah
klasifikasi Rai:
a. Stadium 0 : limfositosis darah tepi dan sumsum tulang
b. Stadium I : limfositosis dan limfadenopati.
c. Stadium II : limfositosis dan splenomegali/ hepatomegali.
d. Stadium III : limfositosis dan anemia (Hb < 11 gr/dl). e. Stadium IV : limfositosis dan
trombositopenia
Stadium IV : limfositosis dan trombositopenia dengan/tanpa gejala pembesaran hati, limpa,
kelenjar.
Terapi untuk LLK jarang mencapai kesembuhan karena tujuan terapi bersifat konvensional,
terutama untuk mengendalikan gejala. Pengobatan tidak diberikan kepada penderita tanpa gejala
karena tidak memperpanjang hidup. Pada stadium I atau II, pengamatan atau kemoterapi adalah
pengobatan biasa. Pada stadium III atau IV diberikan kemoterapi intensif. Angka ketahanan hidup
rata-rata adalah sekitar 6 tahun dan 25% pasien dapat hidup lebih dari 10 tahun. Pasien dengan
sradium 0 atau 1 dapat bertahan hidup rata-rata 10 tahun. Sedangkan pada pasien dengan stadium
III atau IV rata-rata dapat bertahan hidup kurang dari 2 tahun.
b.4.1. Kemoterapi pada penderita LGK/LMK
a. Fase Kronik Busulfan dan hidroksiurea merupakan obat pilihan yag mampu menahan
pasien bebas dari gejala untuk jangka waktu yang lama. Regimen dengan bermacam obat yang
intensif merupakan terapi pilihan fase kronis LMK yang tidak diarahkan pada tindakan transplantasi
sumsum tulang.
b. Fase Akselerasi, Sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat rendah.
b.2. Radioterapi Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh selsel
leukemia. Sinar berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian lain dalam tubuh tempat
menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa menjadi gelombang atau partikel seperti proton,
elektron, x-ray dan sinar gamma. Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat keluhan
pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat.
b.3. Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum tulang yang rusak dengan
sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak dapat disebabkan oleh dosis tinggi
kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu, transplantasi sumsum tulang juga berguna untuk
mengganti sel-sel darah yang rusak karena kanker.49 Pada penderita LMK, hasil terbaik (70-80%
angka keberhasilan) dicapai jika menjalani transplantasi dalam waktu 1 tahun setelah terdiagnosis
dengan donor Human Lymphocytic Antigen (HLA) yang sesuai. Pada penderita LMA transplantasi
bisa dilakukan pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan dan pada
penderita usia muda yang pada awalnya memberikan respon terhadap pengobatan.
b.4. Terapi Suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag ditimbulkan penyakit leukemia
dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah untuk penderita leukemia dengan
keluhan anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk mengatasi
infeksi.
2.7.3. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier ditujukan untuk membatasi atau menghalangi perkembangan
kemampuan, kondisi, atau gangguan sehingga tidak berkembang ke tahap lanjut yang membutuhkan
perawatan intensif.43 Untuk penderita leukemia dilakukan perawatan atau penanganan oleh tenaga
medis yang ahli di rumah sakit. Salah satu perawatan yang diberikan yaitu perawatan paliatif dengan
tujuan mempertahankan kualitas hidup penderita dan memperlambat progresifitas penyakit. Selain
itu perbaikan di bidang psikologi, sosial dan spiritual. Dukungan moral dari orang-orang terdekat
juga diperlukan.