Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

23

Transcript of Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

Page 1: Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010
Page 2: Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

16

Page 3: Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

17

KONSTRUKSI RUMAH PANGGUNG UNTUK KAWASAN RAWAN BANJIR

JALAN P. ANTASARI SAMARINDA

Daru Purbaningtyas

Dosen Politeknik Negeri Samarinda

Sujiati Jepriani

Dosen Politeknik Negeri Samarinda

ABSTRACT

Samarinda has potential flood area that is distributed on some places including Jalan P.

Antasari. Flood mitigation also needs community partisipation on landscape development, spesially on

potential flood area. Concept of “rumah panggung” has been issue, it’s considered this construction

house has been familiar for local people.

This research was started by surveying on location study for making design of permanent house,

rumah panggung and embankment house. And then RAB analyze were done to compare the cost of two

types of house. Flood water up was estimated by converting land use from free area of rumah panggung

to useful area of embankment house.

The result showed that construction of rumah panggung yield a profit. The cost of rumah

panggung is 3,27% more than embankment house but this construction can retard flood water up around

it.

Keywords : rumah panggung, embankment house, flood water up

LATAR BELAKANG

Samarinda sebagai Ibukota Propinsi

Kalimantan Timur berada pada ketinggian

10.200 cm di atas permukaan laut, dengan curah

hujan yang cukup tinggi 2.345 mm pertahun

serta dipengaruhi oleh sekitar 20 daerah aliran

sungai (DAS) yang merupakan sub DAS

Mahakam (Bappeda Samarinda, 2009). Kondisi

tersebut menyebabkan wilayah ini mempunyai

potensi genangan banjir yang tersebar di

beberapa kawasan.

Permasalahan banjir adalah

permasalahan bersama yang menimbulkan

kerugian material dan non material. Nur Arifaini

dkk. (1995) dalam Susilowati dkk (2006)

memberikan analisa bahwa sumber penyebab

banjir sesungguhnya adalah perubahan

percepatan tata guna lahan, laju pertumbuhan

penduduk, perilaku masyarakat, budaya, kondisi

ekonomi dan perundang-undangan yang belum

baku untuk mengendalikan pengembangan suatu

kawasan. Sehingga penanganannya secara teknis

atau non teknis memerlukan kerjasama antar

sektor yang terkait, pemerintah dan masyarakat.

Pembangunan prasarana dan sarana fisik

seperti tanggul, normalisasi alur sungai, pintu

air, penampungan air sementara (boezem),

perbaikan dan peningkatan sistem drainase tidak

sepenuhnya bisa mengubah dataran banjir

menjadi terbebas dari banjir. Pembangunan

fasilitas ini hanya bertujuan menekan besarnya

kerugian harta benda dan jiwa (flood damage

mitigation). Untuk mengurangi banjir perlu

dibangun prasarana dan sarana yang tergolong

non structural measured, yang dimaksud adalah

memberikan pemahaman risiko bermukim dan

konsep perlakuan-perlakuan (treatment)

pemanfaatan ruang di lokasi-lokasi dataran

banjir yang telah terbangun. Dan hal itu hanya

dapat diatasi melalui penerapan konsep peran

serta masyarakat di bidang penataan ruang.

Konsep rumah panggung menjadi

sebuah wacana. Dengan rumah panggung, air

Page 4: Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

18

banjir tidak masuk ke dalam rumah. Secara

materi dan kesehatan, ini sudah sangat

menguntungkan. Manfaatnya akan bertambah

kalau permukaan tanah tidak seluruhnya ditutup

oleh beton atau semen. Penyerapan air hujan ke

dalam tanah akan menjadi lebih baik. Dengan

demikian luas serapan air menjadi lebih besar

jika mengembangkan rumah panggung.

Berdasarkan konsep tersebut maka

pemakaian rumah panggung menjadi menarik

untuk dikaji, mengingat bentuk rumah yang

sudah familiar bagi penduduk asli dan kondisi

kota Samarinda yang cenderung semakin rawan

banjir di masa mendatang. Adapun lokasi yang

dimaksud adalah Jalan Pangeran Antasari

Samarinda Ulu, dengan pertimbangan daerah

tersebut merupakan kawasan perkotaan dan

rumah panggung masih digunakan sebagian

penduduknya.

PERMASALAHAN

Secara umum permasalahan yang terjadi

di lapangan adalah keinginan masyarakat untuk

membangun rumah permanen sehingga terjadi

pengurukan tanah di kawasan banjir. Hal ini

akan mengurangi ruang bagi air banjir di

kawasan tersebut. Melihat kondisi tersebut

maka permasalahan yang terjadi adalah :

1. Bagaimana membangun rumah permanen

dengan tetap memberi ruang bagi air

limpasan permukaan (banjir)?

2. Berapa besar perbedaan biaya yang harus

dikeluarkan apabila membangun rumah

permanen urugan dan rumah permanen

bentuk panggung?

3. Bagaimana kontribusi pemakaian rumah

panggung terhadap pengurangan genangan

banjir?

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah

memberikan gambaran keuntungan konstruksi

rumah panggung dibandingkan rumah urugan

dengan desain yang sama sesuai kebutuhan

umum penduduk ditinjau dari biaya

pembangunan dan manfaatnya dalam

mengurangi tinggi genangan banjir.

Adapun manfaat yang diperoleh dari

penelitian ini adalah adanya contoh desain

rumah permanen dengan konstruksi panggung

dan urugan beserta perkiraan biaya

pelaksanaannya dan keuntungan pemakaian

rumah panggung dalam mengurangi tinggi

genangan yang terjadi di badan jalan dan

sekitarnya. Dimana informasi ini menjadi

masukan bagi masyarakat agar dapat turut

berperan dalam upaya penanganan banjir di

kawasan masing-masing.

LANDASAN TEORI

Rumah Panggung

Rumah panggung adalah rumah yang

konstruksinya dibangun ke atas dengan lantai

bawah tidak untuk ditinggali, misalnya hanya

digunakan sebagai garasi atau taman. Bentuk

panggung ada kalanya tidak cukup tinggi tetapi

tetap memberi peluang air untuk melintas di

bawahnya.

Rumah panggung tidak hanya berupa

rumah semi permanen tetapi bisa ditingkatkan

menjdi rumah permanen dengan konstruksi

beton yang didesain sebagai rumah panggung.

Perbedaan mendasar pada struktur rumah biasa

dan rumah panggung adalah lantai dasar dari

bangunan tersebut. Lantai dasar pada rumah

biasa ditumpu oleh tanah dasar atau tanah urug,

sedangkan lantai dasar rumah panggung ditumpu

oleh struktur balok kolom yang mendukung plat

lantai tersebut. Dengan kata lain konstruksi

rumah panggung permanen merupakan struktur

portal beton bertulang.

Rencana Anggaran Biaya

Rencana anggaran biaya adalah rencana

perhitungan banyaknya biaya yang dibutuhkan

untuk bahan dan upah, serta biaya-biaya lain

yang berhubungan dengan pelaksanaan

bangunan tersebut.(Soedrajat, 1984)

Page 5: Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

19

Dalam perhitungan anggaran biaya

terlebih dahulu harus mengetahui

kuantitas/volume dari masing-masing pekerjaan.

Untuk itu diperlukan gambar kerja sebagai

dasarnya. Adapun langkah penyusunan rencana

anggaran biaya adalah sebagai berikut:

1. Menyusun pekerjaan yang terjadi

berdasarkan gambar kerja.

2. Mencari analisa harga satuan (unit price)

untuk mendapatkan satuan masing-

masing pekerjaan.

3. Menghitung harga satuan.

4. Menyusun RAB berdasarkan kelompok

pekerjaan dan menghitung harga untuk

masing-masing pekerjaan.

5. Menyusun rekapitulasi RAB.

Genangan Banjir

Analisa genangan memerlukan data

genangan yang meliputi lokasi genangan, lama

genangan yang meliputi lama dan frekuensi,

tinggi genangan dan besar kerugian. Hubungan

antara lama dan tinggi genangan mempengaruhi

besarnya kerugian yang terjadi (Gunadarma,

1996). Genangan setinggi 3 m meskipun terjadi

dalam waktu kurang dari 0,5 jam akan

memberikan kerugian yang besar dibandingkan

genangan 0,1 m selama 2 hari.

Volume air banjir yang mampu dialirkan

di bawah konstruksi rumah panggung

diperkirakan dengan menghitung tinggi ruang

kosong di bawah panggung dikalikan luas

bangunan. Sedangkan tinggi genangan yang

terjadi baru dapat dihitung apabila diketahui luas

lahan yang diurug dan luas rumah panggung

yang ada dalam satu kawasan tersebut.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan dengan mengikuti prosedur sebagai berikut :

Gambar 1 Tahapan Penelitian

Data kawasan rawan banjir (jumlah penduduk/rumah panggung,luas

tanah dan bangunan,jumlah anggota keluarga, genangan tertinggi, kondisi

sosial)

Volume air yang melalui bawah

konstruksi

Tinggi genangan yang terjadi akibat

pengurukan

Perbandingan dan

pembahasan

Data lokasi kawasan rawan banjir

(Gang 9 dan Gang Kenanga)

Desain rumah permanen dengan

konstruksi panggung

Desain rumah pemanen dengan

urugan

RAB rumah permanen dengan konstruksi

panggung

RAB rumah permanen dengan

urugan

Page 6: Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

20

Adapun lokasi penelitian ditunjukkan pada sketsa lokasi berikut :

Gambar 2 Sketsa Lokasi Penelitian

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data di lokasi, maka dibuat

desain rumah permanen dengan bentuk

memanjang sederhana dengan luas bangunan

120 m2. Denah rumah dan material bangunan

yang digunakan sama untuk tipe rumah

panggung dan rumah tanpa panggung dengan

urugan. Spesifikasi material untuk kedua tipe

bangunan disajikan pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1 Spesifikasi Material Rumah

No. Material Urugan Panggung

1 Beton K-225

K-225

2 Baja U-24

U-24

3 Kayu Meranti, Kapur & Bangkirai Meranti, Kapur, Bangkirai

4 Pondasi Batu Gunung ( Cerucuk ulin ) Poer Plat beton

5 Sloof 15/20 cm

15/25 cm

6 Pedestal -

15/15 cm

7 Balok -

15/30 cm

8 Plat Lantai Rabat tebal = 5 cm

Beton tebal = 10 cm

9 Kolom 12/12 cm

12/12 cm

10 Ringbalk 12/17.5 cm

12/17.5 cm

Honda

Semoga Jaya

Suzuki

Samekarindo

Gan

g 9

Gan

g K

enan

ga

Jalan Pangeran Antasari

200 m

30

0 m

1,5 m 50 m 3 m

20 m

60

m

Page 7: Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

21

11 Kuda-kuda Konstruksi kayu

Konstruksi kayu

12 Atap pelana Multiroof

Multiroof

13 Dinding Pasangan batu bata Pasangan batu bata

14 Finishing lantai Keramik Keramik

Sumber : Perencanaan

Gambar denah dan tampak dari rumah permanen

urugan dan rumah panggung disajikan dalam

gambar-gambar di bawah ini. Dan dilanjutkan

dengan perhitungan rencana anggaran biaya

yang drangkum dalam Tabel Rekapitulasi RAB.

Gambar 3 Rencana Denah Rumah Permanen

Page 8: Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

22

Gambar 4 Tampak Depan dan Belakang Rumah Urugan

Gambar 5 Tampak Kiri dan Tampak Kanan Rumah Urugan

Page 9: Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

23

Gambar 6 Tampak Depan Rumah Panggung

Gambar 7 Tampak Samping Kiri Rumah Panggung

Page 10: Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

24

Tabel 2 Rekapitulasi RAB Rumah Urugan

NO URAIAN PEKERJAAN JUMLAH HARGA

I PEKERJAAN

PENDAHULUAN Rp

11,727,520.00

II PEKERJAAN TANAH /

PASIR Rp

46,320,899.20

III PEKERJAAN PANCANGAN Rp

688,324.00

IV PEKERJAAN PASANGAN / PLESTERAN Rp

130,843,836.86

V PEKERJAAN BETON TAK BERTULANG Rp

629,369.13

VI PEKERJAAN BETON BERTULANG Rp

32,312,108.19

VII PEKERJAAN LANTAI /

DINDING Rp

15,386,563.40

VIII PEKERJAAN KUSEN ALUMINIUM Rp

31,944,250.00

IX PEKERJAAN KAP DAN

RANGKA Rp

83,675,709.65

X PEKERJAAN PLAFOND Rp

20,397,176.64

XI PEKERJAAN INSTALASI LISTRIK Rp

6,375,000.00

XII PEKERJAAN SANITASI Rp

8,845,000.00

XIII PEKERJAAN CAT-CATAN Rp

23,923,903.80

XIV PEKERJAAN LAIN – LAIN Rp

1,570,000.00

JUMLAH Rp

414,639,660.87

PPN 10% Rp

41,463,966.09

I.M.B.( 2.4% + 1.000.000 ) Rp

10,951,351.86

JUMLAH TOTAL Rp

467,054,978.81

DIBULATKAN Rp

467,055,000.00

Terbilang :

Empat Ratus Enam Puluh Tujuh Juta Lima Puluh Lima Ribu Rupiah

Tabel 4 Rekapitulasi RAB Rumah Panggung

Page 11: Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

25

NO URAIAN PEKERJAAN JUMLAH HARGA

I PEKERJAAN

PENDAHULUAN Rp 11,727,520.00

II PEKERJAAN TANAH /

PASIR Rp 2,358,066.56

III PEKERJAAN PANCANGAN

Rp -

IV PEKERJAAN PASANGAN /

PLESTERAN Rp 63,037,259.96

V PEKERJAAN BETON TAK

BERTULANG Rp 20,005,216.00

VI PEKERJAAN BETON BERTULANG Rp 138,960,109.64

VII PEKERJAAN LANTAI /

DINDING Rp 15,386,563.40

VIII PEKERJAAN KUSEN ALUMINIUM Rp 31,944,250.00

IX PEKERJAAN KAP DAN

RANGKA Rp 83,675,709.65

X PEKERJAAN PLAFOND

Rp 20,397,176.64

XI PEKERJAAN INSTALASI LISTRIK Rp 6,375,000.00

XII PEKERJAAN SANITASI

Rp 8,845,000.00

XIII PEKERJAAN CAT-CATAN

Rp 23,923,903.80

XIV PEKERJAAN LAIN - LAIN

Rp 1,570,000.00

JUMLAH

Rp 428,205,775.65

PPN 10%

Rp 42,820,577.57

I.M.B.( 2.4% + 1.000.000 ) Rp 11,276,938.62

JUMLAH TOTAL Rp 482,303,291.83

DIBULATKAN

Rp 482,303,000.00

Terbilang : Empat Ratus Delapan Puluh Dua Juta Tiga Ratus Tiga Ribu Rupiah

Luas wilayah yang ditinjau sekitar 200 x 300 m2

atau 60.000 m2 (6 hektar). Hasil pengamatan

lapangan (Gambar 2) memberikan luas total

bangunan permanen (beton) di sepanjang jalan

utama dan di dalam kedua gang adalah 7.040

m2. Sehingga luas sisanya merupakan bagian

yang dianggap masih dapat mengalirkan air

yang terdiri dari lahan kosong dan rumah

panggung, yaitu seluas 52.960 m2

dikurangi luas

badan jalan 900 m2 (300 x 3 m

2) di Gang

Kenanga dan 450 m2 (300 x 1,5 m

2) menjadi

51.610 m2.

Volume air yang dapat dialirkan di

bawah bangunan dan lahan kosong hanya

diperhitungkan untuk kondisi jalan tidak banjir.

Tinggi urugan dan panggung sebesar 2 m tidak

seluruhnya dapat menampung air mengingat

adanya tanaman liar di lahan kosong dan bagian

lumpur di bawah bangunan. Ruang bebas di

bawah panggung atau lahan kosong dalam

pengamatan rata-rata hanya setinggi 1 m.

Sehingga volume air yang masih dapat tanpa

menimbulkan genangan di jalan dan rumah

adalah sebesar 51.610 m3.

Apabila luas bagian ruang bebas

tersebut beralih fungsi menjadi bagian yang

diurug untuk dibangun maka sejumlah 51.610

m3 air yang tadinya masih dapat ditampung akan

mengisi badan jalan dan bangunan yang ada.

Tanpa memperhitungkan luas bagian bangunan

di atas urugan, maka kenaikan muka air pada

Page 12: Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

26

wilayah tersebut menjadi 51.610 m3/60.000 m

2 =

0,86 m.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa

biaya rumah panggung sedikit lebih tinggi dari

rumah urugan. Biaya rumah urugan dengan luas

bangunan 120 m2 adalah Rp 467.055.000,- atau

Rp 3.892.125,- / m2 dan biaya rumah panggung

Rp 482.303.000,- atau Rp 4.019192,- / m2.

Dengan kata lain biaya pembangunan rumah

panggung 3,27% lebih besar dari biaya

pembangunan rumah permanen dengan

pengurugan.

Jika ditinjau dari tinggi genangan yang

dapat terjadi akibat beralih fungsinya rumah

panggung menjadi rumah urugan untuk wilayah

tersebut adalah setinggi 0,86 m. Artinya desain

rumah tinggal dengan bentuk panggung akan

memberikan kontribusi pencegahan terjadinya

kenaikan genangan banjir karena air akan

tertampung di bawah bangunan. Semakin luas

wilayah yang beralih fungsi menjadi bangunan

(tanpa panggung) maka semakin tinggi

genangan yang akan terjadi.

Berdasarkan rencana anggaran biaya

pembangunan dan kontribusinya terhadap

terjadinya genangan, maka konstruksi rumah

panggung lebih menguntungkan. Dengan biaya

yang sedikit lebih tinggi (3,27%) dari rumah

urugan, rumah panggung dapat menekan

kenaikan tinggi genangan di sekitarnya.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Rencana anggaran biaya pembangunan

rumah urugan tipe 120 adalah Rp

467.055.000,- atau Rp 3.892.125,- / m2.

2. Adapun rencana anggaran biaya rumah

panggung dengan tipe yang sama diperoleh

sebesar Rp 482.303.000,- atau Rp

4.019192,- / m2.

3. Peralihan fungsi dari lahan kosong dan

rumah panggung menjadi rumah permanen

urugan di wilayah tersebut dapat menaikkan

tinggi genangan sebesar 0,86 m.

4. Pemakaian rumah panggung lebih

menguntungkan karena dengan biaya yang

sedikit lebih tinggi (3,27%) dari rumah

urugan, rumah panggung dapat menekan

kenaikan tinggi genangan di sekitarnya.

Penelitian ini merupakan satu bagian

kecil dari upaya penanganan banjir yang

menyeluruh. Akan lebih baik apabila :

1. Rumah panggung yang direncana juga

menggunakan material kayu sehingga dapat

lebih jelas menunjukkan manfaat rumah

panggung dari segi biaya dan tinggi

genangan yang dapat ditekan.

2. Penelitian lebih lanjut dalam upaya

pencegahan dan penanganan banjir yang

melibatkan pemakaian rumah panggung di

dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Profil Daerah Kota Samarinda, 2009 from

http://www.bappeda kaltim.com

Sarono, 2002, Musim Hujan Datang, Banjir

Mengancam, Harian Sinar Harapan (16

November 2002).

Soedrajat, 1984, Analisa Anggaran Biaya

Pelaksanaan, Penerbit, Bandung.

Sunggono, 1995, Buku Teknik Sipil, Beta Offset,

Bandung

Susilowati dkk, 2006, Analisis Perubahan Tata

Guna Lahan dan Koefisien Pengaliran

terhadap Debit Drainase Perkotaan,

Jurnal Media Teknik Sipil, p 27

Tim Penyusun, 1996, Drainase Perkotaan,

Penerbit Gunadarma, Jakarta.

Tohari, Adrin, 2007, Rumah Panggung Solusi

Pemukiman Jakarta yang Rawan Banjir,

Kapanlagi.com (21 Maret 2007)

Page 13: Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

27

KORELASI ANTARA CBR TAK TERENDAM DENGAN PARAMETER FISIS

TANAH TIMBUNAN LOKAL SAMARINDA

Kukuh Prihatin

Dosen Politeknik Negeri Samarinda

Suryadi

Dosen Politeknik Negeri Samarinda

ABSTRACT

Land development with reclamation embankment requires material that has fulfill prerequisite of

granule gradation in the form of 80% minimal sand and 20% maximum silt-clay, and another

prerequisite is embankment compaction. The reclamation implementer on site that is generally want to

know the embankment material fast and easily is just one of density tests for example California Bearing

Ratio (CBR), could be knew the other density parameters, that is dry unit weight d), void ratio (e) dan

porosity (n) with assumption unsaturated.

This research is carried out by means of laboratory test for using sand (passing no. 10 or 2 mm

diameter) picked up from Sungai Mahakam Samarinda and silt-clay (passing no. 200 or 0,075 mm

diameter) are taken from Gunung Lipan Samarinda. Sampel are made 5 variations with sand and silt-

clay composition are 100% : 0%, 95% : 5%, 90% : 10%, 85% : 15%, 80% : 20% . Then, material are

tested Modified Proctor compaction with 25 sampels (5 variations x 5 sampel/variation). The next step is

a unsoaked CBR test with 25 sampels. The last step is test of volumetric-gravimetri with 25 sampels.

d),

d value is obtained from

85% sand and 15% silt-clay with a unsoaked CBR is 19,16%. The result of this research are explained

that linier regresi equation related to unsoaked CBR with fisis parameters are dry unit weight, CBR =

23,039. γd – 24,163 ; void ratio, CBR = -19,581. e + 24,075 and porosity, CBR = -32,584. n + 25,686.

The equation between parameters is valid whenever it is used for the Samarinda’s local material with

80% minimum sand and 20% maximum silt-clay compositions.

Keywords : embankment, local material, CBR, fisis parameter

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk yang tinggi

mengakibatkan lahan hunian semakin sempit

dan perlu adanya pengembangan lahan. Salah

satu cara untuk tujuan pengembangan kawasan

dengan cara reklamasi. Reklamasi adalah suatu

pekerjaan penimbunan tanah dengan skala

volume dan luasan yang sangat besar pada suatu

lahan atau kawasan kosong dan berair seperti di

kawasan pantai, daerah rawa, sungai, danau dan

laut. Reklamasi merupakan suatu cara tepat

untuk mengatasi permasalahan untuk

pengembangan kawasan yang ada di Kalimantan

Timur khususnya Samarinda yang didominasi

daerah rawa.

Pada saat pelaksanaan reklamasi

kebutuhan material timbunan sangat besar.

Selain persyaratan umum yang harus dipenuhi

sebagai material timbunan yaitu pasir minimum

80% dan lanau-lempung maksimum 20%

(Wahyudi H, 1997), persyaratan kepadatan juga

harus dipenuhi. Pihak Kontraktor, sebagai

pelaksana lapangan, ingin mengetahui secara

cepat dan mudah pada saat material timbunan

tiba di lapangan hanya melihat komposisi pasir

dan lanau-lempung dapat ditentukan material

Page 14: Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

28

tersebut memenuhi persyaratan atau tidak

sebagai material timbunan sesuai dengan

kepadatan yang disyaratkan tanpa harus

melakukan uji kepadatan seperti sand cone atau

CBR lapangan. Selain itu, CBR yang dilakukan

adalah CBR tak terendam karena material yang

digunakan dominan pasir, lebih cocok untuk

material timbunan reklamasi karena sifat

kapilaritas yang rendah.

Untuk menentukan tingkat kepadatan

suatu tanah dapat dilihat dari tiga parameter

yaitu relative density (DR), berat volume kering

(d) dan angka pori (e). Relative density hanya

digunakan untuk jenis tanah granular, sedangkan

berat volume kering (d) dan angka pori (e)

untuk semua jenis tanah berbutir halus maupun

berbutir kasar (granular). Karena itu berat

volume kering (d) dan angka pori (e) lebih

sesuai digunakan pada pekerjaan reklamasi

karena jenis tanah timbunannya terdiri dari tanah

berbutir halus dan kasar.

Day (1997) dalam diskusinya

mengatakan bahwa kepadatan, yang ditentukan

dari angka pori (e), dipengaruhi oleh adanya

partikel lempung untuk mengisi ruang pori yang

paling kecil. Semakin besar kandungan lempung

pada tanah timbunan maka akan mempengaruhi

kepadatan. Di lapangan banyak terjadi material

yang datang dominan lanau-lempung.

Biasanya pemakaian material timbunan

di Samarinda banyak diambil dari luar

Samarinda, sehingga harga material akan lebih

mahal. Untuk memanfaatkan sumber daya alam

yang ada di Samarinda dan untuk mengatasi

ketersediaan material maka dalam penelitian ini

digunakan material lokal yang diambil dari

Sungai Mahakam yang harga materialnya lebih

murah dibandingkan dengan material dari luar

Samarinda.

Dari beberapa permasalahan diatas

maka diambil judul korelasi antara CBR tak

terendam dengan parameter fisis tanah timbunan

lokal Samarinda. Dengan adanya material

timbunan yang tiba di lapangan bisa langsung

diketahui nilai parameter fisis (angka pori, e dan

porositas, n), kepadatan tanah (berat volume

kering, d) dan nilai CBR.

Permasalahan

Permasalahan-permasahalan yang sering

dialami oleh para kontraktor di lapangan adalah

dalam menentukan kepadatan tanah (d, e dan n)

dan nilai CBR suatu material timbunan

reklamasi, yang disebabkan oleh bervariasinya

komposisi pasir dan lanau-lempung saat tiba di

lapangan, melihat kondisi tersebut maka

permasalahan yang terjadi adalah:

- Bagaimana pengaruh komposisi pasir dan

lanau-lempung terhadap berat volume tanah

(d).

- Bagaimana hubungan antara kepadatan tanah

(d) dengan nilai CBR.

- Bagaimana hubungan antara angka pori dan

porositas tanah timbunan dengan CBR

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui korelasi antara CBR tak terendam

dengan parameter fisis tanah timbunan lokal

Samarinda yang ditentukan dari nilai kepadatan

tanah (berat volume kering, d), angka pori (e)

dan porositas ( n).

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat

menjadi solusi di dalam penanganan masalah

pemilihan material timbunan pada reklamasi

untuk mengetahui komposisi dan parameter fisis

material timbunan yang akan diperlukan

berdasarkan CBR yang diharapkan.

Penelitian ini juga dapat sebagai

masukan para praktisi lapangan karena adanya

daftar nilai korelasi antara CBR tak terendam

dengan parameter fisis tanah timbunan

reklamasi, yang apabila salah dalam pemilihan

komposisi material timbunan akan

mengakibatkan kerusakan struktur dan kerugian

yang besar.

Batasan Masalah

Mengingat tingkat kedalaman dan

sangat spesifiknya judul penelitian ”Korelasi

antara CBR Tak Terendam dengan parameter

Page 15: Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

29

fisis tanah timbunan reklamasi”, maka dalam

penelitian ini hanya terbatas pada pengaruh

parameter fisis tanah ( d, e, n, wc) terhadap nilai

CBR. Korelasi ini dilakukan dalam kondisi tidak

terendam (unsoaked).

Lingkup Pekerjaan

Pada penelitian ini akan dilaksanakan

pengujian-pengujian yang berkaitan dengan

judul penelitian sebagai berikut :

- Test Modified Proctor untuk memperoleh

berat volume kering ( d ) dan kadar air (wc)

- Test CBR Tak Terendam untuk

mendapatkan nilai CBR Tak Terendam.

- Test Volumetri-Gravimetri untuk

memperoleh Gs, e dan n.

TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan Berat-Volume Tanah

Berat volume tanah kering (γd)

Vs

Wsd atau

)1( w

td

Ws : berat tanah kering dan

Vs : volume tanah kering

t : berat volume kering

Kadar air (w)

Kadar air adalah perbandingan antara

berat air (Ww) dengan berat butiran (Ws).

%100S

W

W

W

Specific gravity (Gs)

Perbandingan antara berat volume butiran

padat (s) dengan berat volume air (w).

W

SSG

Angka pori (e)

Angka pori (e) adalah rasio antara volume

void (Vv) dan volume solid (Vs). Angka

pori banyak digunakan dalam mekanika

tanah untuk menyatakan berbagai

parameter fisis sebagai fungsi dari

kepadatan tanah.

S

V

V

Ve atau

tc

s

w

Ge

)1(

Porositas (n)

Porositas (n) dapat didefinisikan sebagai

perbandingan antara volume pori dan

volume total.

V

Vn V atau

e

en

1

Pemadatan

Pada beberapa pekerjaan sipil, tanah

dipadatkan untuk meningkatkan sifat-sifat teknis

tanah. Tanah dipadatkan oleh mesin dengan

peralatan rolling atau vibrating. Kepadatan

tanah diperoleh dari kepadatan lapangan yang

ditetapkan oleh test kepadatan laboratorium

yaitu modified compaction yang diperkenalkan

oleh Proctor untuk mensimulasikan kepadatan

dari peralatan berat, yang menghasilkan energi

pemadatan yang lebih besar. Pemadatan tanah

terdiri dari kumpulan partikel tanah yang

dipadatkan oleh mesin sehingga terjadi

peningkatan berat volume kering tanah.

Lee dan Suedkamp (1972) telah

mempelajari kurva-kurva pemadatan dari 35

jenis tanah dan menyimpulkan bahwa kurva

pemadatan tanah-tanah tersebut dapat dibedakan

hanya menjadi empat tipe umum. Hasilnya

terlihat pada Gambar 2.1. Kurva pemadatan

tipe A berbentuk bel umumnya terdapat hampir

pada semua tanah lempung dengan nilai batas

cair (LL) antara 30 – 70. Kurva tipe B

berpuncak satu setengah, umumnya terdapat

pada pasir dengan LL < 30 (kurva tipe B

merupakan hasil yang lebih cocok dengan

kondisi sampel pengujian kami yang dominan

tanah pasir). Kurva tipe C berpuncak ganda,

yang terdapat pada tanah dengan LL < 30 atau

LL > 70. Kurva tipe D berbentuk ganjil,

umumnya terdapat pada tanah yang mempunyai

LL > 70.

Page 16: Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

30

Gambar 2.1. Tipe-tipe Kurva Pemadatan yang Sering Dijumpai pada Tanah

Nilai puncak dari berat isi kering disebut

kerapatan kering maksimum dan kadar air pada

kerapatan kering maksimum disebut kadar air

optimum.

Hubungan antara kadar air () dan berat

volume kering (d) dapat dirumuskan sebagai

berikut :

1

t

d

dengan :

t : berat volume tanah basah (gr/cc)

w : kadar air (%)

Pengujian CBR

Pengujian stabilitas yang paling banyak

digunakan para perencana untuk menunjukkan

indeks stabilitas adalah pengujian California

Bearing Ratio atau disingkat CBR. Pengujian

CBR dirancang untuk menunjukkan stabilitas

relative dari tanah yang telah disiapkan dengan

kepadatan dan kadar air tertentu, yang

disesuaikan dengan kondisi lingkungan dibawah

lapisan perkerasan.

Pengujian kekuatan merupakan

pengujian penetrasi, dimana sebuah batang

(piston) silender ditekan pada tanah yang telah

direndam dengan kecepatan pembebanan yang

konstan. Sebuah kurva beban terhadap penetrasi

dapat dibuat dan kurva ini dibandingkan

terhadap kurva standar yang diperoleh untuk

batu pecah. Untuk kebanyakan kasus, nilai CBR

ditentukan sebagai perbandingan beban pada

penetrasi 0.1 inchi (2.5 mm) dari tanah terhadap

batu pecah dan dinyatakan dalam prosentase.

Pada Gambar 2.2. Kurva 1 adalah

kurva standar untuk CBR=100%. Kurva 2

adalah kurva percobaan CBR yang dilakukan,

dengan keterangan sebagai berikut:

P : tegangan vertikal yang diinginkan.

Ps : tegangan yang terjadi pada penurunan 0.1

inchi (2.54 mm).

Page 17: Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

31

Gambar 2.2. Contoh Pengujian CBR

METODOLOGI PENELITIAN

Komposisi material dan jumlah sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1, berikut :

Tabel 3.1. Komposisi material dan jumlah sampel

sampel

ke

pasir

%

Lanau dan

lempung %

Pemadatan CBR

1

2

3

4

5

100

95

90

85

80

0

5

10

15

20

Modified Proctor kondisi

tidak terendam (tiap

benda uji dibuat 5 sampel

modified proctor)

CBR kondisi tidak

terendam (tiap benda uji

dibuat 5 sampel )

= 25 Sampel = 25 Sampel

Persiapan material

Material tanah timbunan dikondisikan

berdasarkan Metode AASHTO (American

Association of State Highway and

Transportation Officials). Persyaratan ukuran

butiran material timbunan yang terdiri dari

komposisi lanau-lempung dan pasir sebagai

berikut :

1. Lanau-lempung adalah material lolos

ayakan No. 200 (diameter 0,075 mm).

2. Pasir adalah material lolos ayakan No. 10

(diameter 2 mm).

Material lanau-lempung diambil dari

Gunung Lipan Samarinda Seberang dan material

pasir diambil dari Sungai Mahakam Samarinda.

Tahapan Pengujian

Untuk memahami langkah-langkah

pengujian maka dapat dilihat pada Gambar 3.1.

berikut.

Page 18: Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

32

Gambar 3.1. Diagram Alir Tahapan dan Jenis Pengujian yang Dilakukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Korelasi antara Berat Volume Kering (γd) dengan Kadar Air (wc) Pada Pengujian Modified

Proctor

Tabel 4.1. Hubungan antara berat volume kering (γd) dengan kadar air (wc) pada kondisi tidak

terendam

% Air

P : L = 100% : 0% P : L = 95% : 5% P : L = 90% : 10% P : L = 85% : 15% P : L = 80% : 20%

d

(gr/cc)

wc

(%)

d

(gr/cc)

wc

(%)

d

(gr/cc)

wc

(%)

d

(gr/cc)

wc

(%)

d

(gr/cc)

wc

(%)

4.00 1.58 3.42 1.67 6.78 1.74 3.90 1.77 3.65 1.77 4.04

8.00 1.60 7.01 1.66 7.37 1.72 7.91 1.87 7.06 1.83 7.48

12.00 1.57 8.90 1.67 9.55 1.78 11.23 1.83 10.03 1.87 12.02

16.00 1.65 11.82 1.70 13.06 1.80 14.05 1.88 13.51 1.82 15.05

20.00 1.56 14.73 1.64 16.34 1.65 18.14 1.78 17.35 1.77 16.71

Sumber : Hasil Pengujian

Kesimpulan Korelasi antara CBR dengan parameter fisis

Persiapan Material dan Alat

Peralatan

- Timbangan

- Cawan

- Piknometer

- Oven

- Vacum

- CBR

- Modified Proctor

Komposisi Material Timbunan, dengan

batasan :

- Pasir (min. 80%)

- Lanau+lempung (max. 20%)

Pemeraman benda uji 1 hari

Pengujian Modified Proctor

Kondisi tidak terendam

(tanpa masa perendaman)

CBR

Untuk menentukan nilai CBR dari variasi kadar air

Pengujian Volumetri-Gravimetri ( Gs, e, n)

Korelasi antara CBR dengan parameter fisis

(.γd, e, n)

Page 19: Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

33

Keterangan:

Prosentase air (200 ml, 400 ml, 600 ml, 800 ml, 1000 ml) terhadap berat total tanah 5000 gram

Gambar 4.1. Pengaruh kadar air (wc) terhadap berat volume kering ( d) pada kondisi tidak terendam

Pada Gambar 4.1. dan Tabel 4.1 terlihat

bahwa cenderung pada semua komposisi pasir

dan lanau-lempung, semakin besar kadar air (wc)

maka semakin besar pula γd-nya, tetapi pada

kadar air tertentu γd akan menurun, hal ini

disebabkan oleh besarnya prosentase air yang

mengisi pori-pori antar butiran sehingga

prosentase butiran solid yang masuk tidak

maksimal. Pada Gambar 4.1. dan Tabel 4.1

juga terlihat bahwa semakin besar prosentase

lanau-lempung dalam campuran maka kadar air

optimumnya (wopt) akan semakin besar pula, hal

ini disebabkan oleh kandungan lempung (SiO2)

yang besar dapat menyerap air (H2O) yang lebih

banyak.

Apabila dilihat dari segi kepadatan (γd

max), semakin besar prosentase lanau-lempung

maka γdmax nya akan semakin besar pula, tetapi

pada campuran dengan lanau-lempung 20%,

γdmax nya menurun, hal ini disebabkan karena

kandungan lempung yang besar dapat

menyebabkan instabilitas seperti daya dukung

rendah dan penurunan yang besar. Nilai γd

terbesar terjadi pada komposisi pasir 85% dan

lanau-lempung 15%.

Page 20: Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

34

Korelasi antara CBR Tak Terendam dengan Kepadatan (γd)

Tabel 4.2. Hubungan Antara Kepadatan (γd) dengan CBR Tidak Terendam

% Air

P : L =

100% : 0%

P : L =

95% : 5%

P : L =

90% : 10%

P : L =

85% : 15%

P : L =

80% : 20%

d

(gr/cc)

CBR

(%)

d

(gr/cc)

CBR

(%)

d

(gr/cc)

CBR

(%)

d

(gr/cc)

CBR

(%)

d

(gr/cc)

CBR

(%)

4.00 1.58 5.75 1.67 5.11 1.74 11.50 1.77 16.61 1.77 15.97

8.00 1.60 6.39 1.66 4.15 1.72 10.22 1.87 18.84 1.83 16.18

12.00 1.57 5.11 1.67 5.43 1.78 12.77 1.83 18.10 1.87 16.45

16.00 1.65 7.98 1.70 7.35 1.80 13.20 1.88 19.16 1.82 15.65

20.00 1.56 4.79 1.64 4.47 1.65 4.47 1.78 16.61 1.77 15.01

Sumber : Hasil Pengujian

Gambar 4.2. Korelasi antara Kepadatan γd dengan CBR Tidak Terendam, Dry Side

Pada Gambar 4.2. garis-garis regresi

linear menunjukkan zone valid. Zone valid

adalah hasil regresi dari kepadatan versus kadar

air minimum sampai kadar air optimum (dry

side).

Pada Gambar 4.2. dan Tabel 4.2.

terlihat bahwa cenderung pada semua komposisi

pasir dan lanau-lempung, semakin besar

kepadatan γd maka semakin besar pula nilai

CBRnya, kecuali pada pasir 80% dan lanau-

lempung 20% terjadi penurunan kepadatan γd

dan nilai CBRnya.

Hal ini disebabkan karena semakin besar

kepadatan γd berarti tanahnya semakin padat

maka daya dukung tanahnya semakin besar,

yang ditunjukkan dengan nilai CBR semakin

besar.

Korelasi antara CBR dengan angka pori (e)

Page 21: Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

35

Tabel 4.3. Hubungan antara angka pori (e) dengan CBR Tidak Terendam

% Air

P : L =

100% : 0%

P : L =

95% : 5%

P : L =

90% : 10%

P : L =

85% : 15%

P : L =

80% : 20%

E CBR

(%) e

CBR

(%) e

CBR

(%) e

CBR

(%) e

CBR

(%)

4.00 0.668 5.75 0.586 5.11 0.505 11.50 0.367 16.61 0.456 15.97

8.00 0.664 6.39 0.594 4.15 0.533 10.22 0.293 18.84 0.414 16.18

12.00 0.697 5.11 0.558 5.43 0.495 12.77 0.311 18.10 0.392 16.45

16.00 0.544 7.98 0.547 7.35 0.454 13.20 0.234 19.16 0.417 15.65

20.00 0.685 4.79 0.606 4.47 0.581 4.47 0.367 16.61 0.450 15.01

Sumber : Hasil Pengujian

Gambar 4.3. Korelasi antara Angka Pori (e) dengan CBR Tidak Terendam, Dry Side

Pada Gambar 4.3. dan Tabel 4.3. menunjukkan bahwa dominan pada semua komposisi pasir dan lanau-

lempung, peningkatan harga CBR akan mengakibatkan mengecilnya angka pori (e).

Hal ini disebabkan karena dengan

meningkatnya nilai CBR maka tanah akan

mengalami reposisi butiran (perbaikan posisi

butiran) yang akan mengakibatkan mengecilnya

angka pori.

Korelasi antara CBR dengan porositas (n)

Tabel 4.4. Hubungan antara porositas (n) dengan CBR Tidak terendam

% Air

P : L =

100% : 0%

P : L =

95% : 5%

P : L =

90% : 10%

P : L =

85% : 15%

P : L =

80% : 20%

N CBR

(%) n

CBR

(%) n

CBR

(%) n

CBR

(%) n

CBR

(%)

4.00 0.401 5.75 0.369 5.11 0.336 11.50 0.268 16.61 0.313 15.97

8.00 0.399 6.39 0.373 4.15 0.348 10.22 0.226 18.84 0.293 16.18

P : Pasir

L : Lanau-lempung

Page 22: Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

36

12.00 0.411 5.11 0.358 5.43 0.331 12.77 0.238 18.10 0.282 16.45

16.00 0.352 7.98 0.353 7.35 0.312 13.20 0.190 19.16 0.294 15.65

20.00 0.407 4.79 0.377 4.47 0.367 4.47 0.268 16.61 0.310 15.01

Sumber : Hasil Pengujian

Gambar 4.4. Korelasi antara Porositas (n) dengan CBR Tidak Terendam, Dry Side

Pada Gambar 4.4. dan Tabel 4.4.

terlihat bahwa cenderung pada semua komposisi

pasir dan lanau-lempung, semakin besar nilai

CBR maka semakin kecil pula porositasnya.

Hal ini disebabkan karena semakin besar

nilai CBR maka tanahnya mengalami reposisi

butiran sehingga porositas butiran mengecil dan

hal ini dapat dilihat dari mengecilnya nilai

porositas.

KESIMPULAN

Dari hasil pengujian material lokal

Samarinda dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pada semua komposisi pasir dan lanau-

lempung, semakin besar kadar air (wc) maka

semakin besar pula dry density (γd), tetapi

pada kadar air tertentu γd akan menurun.

Karena prosentase air yang mengisi pori-

pori antar butiran besar sehingga prosentase

butiran solid yang masuk tidak maksimal.

Semakin besar prosentase lanau-lempung

dalam campuran maka wc optimumnya akan

semakin besar pula, karena kandungan

lempung (SiO2) yang besar dapat menyerap

air (H2O) yang lebih banyak. Jika dilihat

dari segi kepadatan (γdmax), semakin besar

prosentase lanau-lempung maka γdmax nya

akan semakin besar pula, tetapi pada

campuran dengan lanau-lempung 20%, γdmax

nya menurun, karena kandungan lempung

yang besar dapat menyebabkan instabilitas

seperti daya dukung rendah dan penurunan

yang besar.

2. Semakin besar γd maka semakin besar nilai

CBR dan semakin kecil nilai angka pori (e)

dan porositas (n), karena semakin besar

kepadatan γd berarti tanahnya semakin padat

Porositas (n)

P : Pasir

L : Lanau-lempung

Page 23: Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

Lembusuana Volume X 108 Bulan Maret 2010

37

maka daya dukung tanahnya semakin besar,

yang ditunjukkan dengan nilai CBR semakin

besar dan tanahnya mengalami reposisi

butiran sehingga pori-pori antar butiran

mengecil dan hal ini dapat dilihat dari

mengecilnya nilai e dan n.

3. Korelasi antara γd, e, n dengan CBR

a. Pasir 100% dan Lanau-lempung 0% → CBR = 33,826. γd – 47,751 (R2 = 0,979)

CBR = -17,566. e + 17,61 (R2 = 0,9377)

CBR = -45,529. n + 24,096 (R2 = 0,9314)

b. Pasir 95% dan Lanau-lempung 5% → CBR = 65,19. γd – 103,55 (R2 = 0,9771)

CBR = - 53,26. e + 35,929 (R2 = 0,8039)

CBR = -131,55. n + 53,32 (R2 = 0,8064)

c. Pasir 90% dan Lanau-lempung 10% → CBR = 35,941. γd – 51,371 (R2 = 0,9554)

CBR = -37,795. e + 30,697 (R2 = 0,8452)

CBR = -83,592. n + 39,646 (R2 = 0,8352)

d. Pasir 85% dan Lanau-lempung 15% → CBR = 23,039. γd – 24,163 (R2 = 0,9979)

CBR = -19,581. e + 24,075 (R2 = 0,8838)

CBR = -32,584. n + 25,686 (R2 = 0,8622)

e. Pasir 80% dan Lanau-lempung 20% → CBR = 4,6659. γd + 7,6947 (R2 = 0,944)

CBR = -7,2126. e + 19,232 (R2 = 0,9378)

CBR = -14,689. n + 20,544 (R2 = 0,9431)

4. Komposisi material lokal Samarinda yang

optimal terhadap kepadatan adalah

material dengan komposisi pasir 85%

dan lanau-lempung 15%. Bila

kandungan lanau-lempung bertambah

banyak (>15%) atau bertambah sedikit

(<15%), mengakibatkan kepadatan

menurun.

5. Parameter tanah yang paling dominan

pengaruhnya terhadap harga CBR adalah

parameter kepadatan tanah (γd), hal ini

karena peningkatan harga CBR akan

diperoleh apabila kepadatan tanah

meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Day, Robert W., 1997, Discussions Grain-Size

Distribution for Smallest Possible Void

Ratio, Journal of Geotechnical and

Geoenvironmental Engineering, ASCE,

Vol. 123 No. 1, 78 pages

Johnson, A.W., and J.R. Sallberg, 1960, Factors

That Influence Field Compaction of

Soils, HRB Bull. No. 272, 206 pages

Lee, P.Y., and Suedkamp, R.J., 1972,

Characteristics of Irregularly Shaped

Compaction Curves of Soils, Highway

Research Record No. 381, National

Academy of Sciences, Washington,

D.C., 1-9

Wahyudi, Herman, 1997, Teknik Reklamasi,

Teknik Sipil ITS, Surabaya