LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL - menjadi polisi … · Web viewseperti keberadaan Kopkamtib,...
Transcript of LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL - menjadi polisi … · Web viewseperti keberadaan Kopkamtib,...
Judul Essay : Implementasi Kewaspadaan Nasional Oleh Pejabat Kementerian Pertanian Dapat Meningkatkan Ketahanan Pangan.
A. Pendahuluan.
Kewaspadaan Nasional atau Padnas memberikan pemahaman kepada kita
tentang suatu sikap dalam hubungannya dengan nasionalisme yang dibangun
dari rasa peduli dan rasa tanggung jawab serta perhatian kita sebagai warga
negara terhadap kelangsungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara dari suatu potensi ancaman. Kewaspadaan Nasional juga sebagai
suatu kualitas kesiapan dan kesiagaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia untuk
mampu mendeteksi, mengantisipasi sejak dini dan melakukan aksi pencegahan
berbagai bentuk dan sifat potensi ancaman terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Padnas dapat juga diartikan manispestasi kepedulian dan rasa
tanggung jawab bangsa Indonesia terhadap keselamatan dan kedudukan bangsa
dan negara Kesatuan R.I.1
Dari uraian di atas menyatakan bahwa subyek dari pada Kewaspadaan
Nasional itu adalah seluruh warga negara bangsa Indonesia dengan tujuan
terpeliharanya keselamatan dan kedudukan bangsa dan negara Kesatuan R.I
dari berbagai bentuk dan potensi ancaman.
Ancaman diartikan sebagai sebuah kondisi, tindakan, potensi baik alamiah
atau hasil rekayasa, berbentuk phisik atau non phisisk, berasal dari dalam atau
luar negeri, secara langsung atau tidak langsung diperkirakan atau diduga atau
yang sudah nyata yang dapat membahayakan tatanan serta kelangsungan hidup
bangsa dan negara dalam rangka pencapaian tujuan nasional.
Bila dimasa perjuangan lalu, ketika Indonesia belum merdeka dan kemudian
merdeka sampai di era orde lama bentuk ancaman yang dihadapi oleh bangsa
dan negara ini adalah kolonialisme atau kaum penjajah yang masih ada di tanah
air Indonesia dan masih ingin kembali baik itu negara-negara Eropa (Belanda,
Inggris dan Portugis) maupun Jepang sebagai negara Asia. Disamping itu juga
sudah ada berbagai bentuk ancaman seperti pemberontakan paham Komunis,
DI/ TII dan PRRI Permesta. Begitu juga di era orde baru bentuk ancaman yang
1 Lemhannas R.I., Pokja B.S. Padnas, TOR Essay Padnas PPRA XLVIII, Jakarta, 2012.
2
paling nyata diwaktu itu adalah bahaya laten komunis dan dibeberapa tempat
adanya kesenjangan pembangunan sehingga ada beberapa wilayah yang ingin
memisahkan diri dari Negara Kesatuan R.I seperti misalnya Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) di Aceh dan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di tanah Papua.
Disamping berbagai bentuk ancaman tersebut diatas sesuatu yang melanda
kebanyakan para pejabat di masa Orde Baru dan tampaknya sampai saat ini
adalah bentuk ancaman berupa napsu ingin memperkaya diri sendiri atau kroni
dan kelompoknya dengan mengambil keuangan negara dan atau pengelolaan
berbagai sumber kekayaan alam yang semestinya harus dimiliki oleh atau
keuntungannya untuk negara bagi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Tetapi senyatanya secara kasat mata pengelolaan sumber kekayaan alam ini
banyak dikuasai oleh kelompok-kelompok tertentu atau didominasi oleh pihak
asing seperti misalnya pengelolaan tambang baik minyak, gas, batu bara, emas,
ikan di laut, air minum dan lain-lain. Sugguhpun pengelolaan berbagai sumber
kekayaan alam baik yang berasal dari tanah, bumi dan air Indonesia yang
semestinya harus digunakan untuk sebesar-besarnya bagi kepentingan rakyat
Indonesia tampaknya sah secara hukum, dikarenakan memang dibuat dasar
hukumnya sedemikian adanya, tetapi pada hakekatnya sudah mencederai
kepentingan seluruh rakyat Indonesia baik melalui nilai-nilai Idiologi Pancasila,
UUD 1945 dan sesungguhnya hal ini sebagai bentuk ancaman yang nyata dalam
kontek Kewaspadaan Nasional dan pada suatu waktu nanti akan menjadi
“petaka” bagi umat manusia Indonesia, apabila hal ini tidak segera dilakukan
perbaikan-perbaikan.
Diera saat ini jika kita melihat dari rumusan ancaman di atas, maka
sesungguhnya kesadaran akan Kewaspadaan Nasional semestinya semakin
harus ditingkatkan, karena bentuk ancaman semakin beragam. Seperti yang
akan dibahas dalam essay ini tentang Ketahanan Pangan dengan melihat
berbagai tantangan dan permasalahannya, apabila tidak ditangani dengan baik
akan berubah wujud menjadi ancaman yang membahayakan tatatanan dan
kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara dalam rangka mencapai tujuan
nasional. Bahkan apabila masalah ketersediaan bahan pangan tidak dapat
diproduksi secara swadaya atau berkedaulatan, maka kedaulatan bernegarapun
akan tergadaikan kepada pihak-pihak atau negara-negara tertentu yang memang
3
bisa memainkan peran melalui para pengusaha besar dibidang pangan, para
pejabat yang berkaitan dengan ekpor dan import pangan dan melalui aparat
Kementerian Pertanian yang dengan cara sengaja ataupun secara sembunyi-
sembunyi atau tidak langsung mengagalkan pembangunan dibidang pangan
dengan cara-cara melakukan KKN baik untuk menguntungkan diri sendiri, pihak
pengusaha import pangan atau oknum-oknum pejabat negara lainnya. Karena itu
identifikasi masalah dalam essay Kewaspadaan Nasional ini adalah : “Apakah
dengan Implementasi Kewaspadaan Nasional oleh Pejabat Kementerian
Pertanian dapat meningkatkan Ketahanan Pangan ?”. Dari identifikasi masalah
ini beberapa rumusan pokok masalah yang akan dikemukakan antara lain : 1.
Pemahaman terhadap pokok-pokok Kewaspadaan Nasional, 2. Tugas para
pejabat Kementerian Pertanian kaitannya dengan Ketahanan Pangan, 3.
Beberapa tantangan dan permasalahan Ketahanan Pangan dan 4. Analisis
Implementasi Kewaspadaan Nasional oleh para pejabat Kementerian Pertanian
dapat meningkatkan Ketahanan Pangan.
B. Pembahasan.
Dari uraian pendahuluan di atas telah dirumuskan beberapa pokok persoalan
dalam memecahkan masalah yaitu apakah dengan implementasi Kewaspadaan
Nasional oleh para pejabat Kementerian Pertanian dapat meningkatkan
Ketahanan Pangan. Tentu saja sebelum membahas masalah tersebut perlu
untuk diketahui tentang beberapa rumusan pokok masalah sebagai berikut :
1. Pemahaman Terhadap Pokok-pokok Kewaspadaan Nasional.
Seperti telah disinggung di atas bahwa fakta sejarah mengajarkan
kepada kita bahwa bentuk ancaman dari era ke era bagi bangsa dan
negara Indonesia dapat berganti dan berubah sesuai dengan
perkembangan kemajuan berbangsa dan bernegara. Seperti dijelaskan
pada masa perjuangan kemerdekaan dan di awal kemerdekaan setelah
terbangun dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kita
membangun Kewaspadaan Nasional dengan menempatkan penjajah atau
kolonial sebagai musuh atau sebagai ancaman utama. Kemudian sejalan
dengan perkembangan baik Indonesia dan lingkungan strategisnya
penjajahan ini berkembang dalam berbagai bentuk dan merambah pada
4
berbagai aspek kehidupan, yaitu aspek idiologi, politik, ekonomi, sosial
budaya dan Hankam (Panca Gatra). Modus ataupun cara dari berbagai
bentuk ancaman inipun semakin bervariasi mulai dari cara-cara yang halus
atau lunak sampai dengan cara-cara yang sangat kasar. Terkadang tidak
lagi mengindahkan hukum baik hukum formal, norma etika moral dan nilai-
nilai idiologi Pancasila serta tidak selalu dapat mengatas namakan negara
terhadap negara lain atau kelompok tertentu kepada negara lain
dikarenakan pengaruh globalisasi yang membawa dampak kaburnya
nasionalisme atau konsep nation suatu bangsa atau batas negara.
Globalisasi tampaknya telah mengubah geopolitik suatu bangsa
sesuai dengan perkembangannya dan dengan demikian Kewaspadaan
Nasional-pun harus menyesuaikan dengan perkembangan tersebut.
Pengertian Ancaman.
Dalam literatur dikemukakan bahwa selama di masa Orde Baru kita
sering menggunakan istilah ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan
atau disingkat (AGHT), sebagai cara memandang pihak-pihak tertentu yang
tidak sejalan dengan sistem pemerintahatau katakanlah rezim atau era
dimasa itu.
Ancaman. Diartikan tindakan, potensi, atau kondisi yang mengandung bahaya dan bersifat konseptual, baik tertutup maupun terbuka yang bertujuan mengubah Pancasila dan UUD 45 dan menggagalkan pembangunan nasional.
Gangguan. Diartikan adalah potensi atau kondisi yang mengandung bahaya dan tidak bersifat konseptual. Gangguan itu berasal dari luar diri sendiri yang bersifat merongrong pengamalan, mengurangi kemurnian pelaksanaan UUD 45, dan mengurangi kelancaran pembangunan nasional.
Hambatan. Diartikan tindakan, potensi atau kondisi yang mengandung bahaya dan tidak konseptual. Hambatan itu berasal dari dalam diri sendiri, dalam arti tidak mengamalkan Pancasila, menentang UUD, dan tidak berpartisipasi dalam pembangunan nasional.
Tantangan adalah tindakan, potensi, atau kondisi baik dari luar maupun dari dalam diri sendiri yang membawa masalah untuk diselesaikan serta dapat menggugah kemampuan diri.
Pengertian-pengertian di atas tentunya tidak hanya pengertian yang berdiri sendiri tanpa ada latar belakang tertentu yang membuat pengertian itu diacu dan dipedomani. Paling tidak pengertian-pengertian di atas mengait erat dengan situasi dan kondisi yang berlaku, keberadaan dan kewenangan institusi serta peraturan perundang-undangan yang berlaku pada eranya
5
seperti keberadaan Kopkamtib, Bakorstanas serta UU Subversi yang pada era reformasi ini sudah tidak lagi ada.
Pada era reformasi ini, pengertian di atas apakah masih relevan dan masih bisa kita pedomani ? Pertanyaan itu sudah tentu harus dijawab karena mengait dengan langkah-langkah atau konsepsi kewaspadaan nasional yang perlu kita siapkan pada era reformasi ini.
Hakikat Ancaman. Sesuai undang undang RI no 02 tahun 2003 tentang Pertahanan maka ancaman ada 2 (dua) macam yaitu ancaman militer dan ancaman non militer. Yang dimaksud dengan ancaman adalah setiap usaha dan kegiatan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang dinilai membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.
Sedangkan yang dimaksud dengan ancaman militer adalah ancaman yang menggunakan kekuatan bersenjata yang terorganisasi yang dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.
Ancaman itu sendiri dapat berasal, baik dari luar maupun dalam negeri. Kedua-duanya selalu memiliki keterkaitan dan saling mempengaruhi sehingga sulit untuk dapat dipisahkan. Ancaman yang datang dari luar negeri seperti invasi atau agresi dari negara lain berdasarkan perkiraan, ancaman dalam bentuk itu kecil kemungkinannya. Oleh karena itu, perkiraan ancaman yang lebih memungkinkan adalah ancaman non militer, yaitu setiap aksi yang mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah, serta keselamatan bangsa dan negara kesatuan RI. 2
Ancaman yang paling mungkin dari luar negeri terhadap Indonesia adalah kejahatan yang terorganisasi yang dilakukan oleh aktor-aktor nonnegara untuk memperoleh keuntungan dengan memanipulasi kondisi dalam negeri dan keterbatasan aparatur pemerintah dalam berbagai aspek kehidupan. Termasuk didalamnya masalah kemampuan negara dalam mengadakan pangan untuk individu, rumah tangga dan masyarakat dalam kaitannya dengan Ketahanan Pangan sangat memungkinkan menjadi ancaman terhadap kedaulatan pangan dan berujung pada kedaulatan bangsa
2 Lembaga Ketahanan Nasional R.I., Pokja B.S Padnas, Padnas Pasca Orde Baru, Jakarta, 2012, hal. 5.Melihat pengertian-pengertian ini sesungguhnya sangat baik, tetapi berdasarkan realita justru bermasalah pada tataran pelaksanaan yang hanya disesuikan dengan kehendak para “penguasa” saat itu, justru kelompok-kelompok kritis yang ingin mengoreksi pemerintah digolongkan sebagai “ancaman”, seperti misalnya Petisi 50. Dalam pembelajaran fakta ini sebaiknya dikemukakan untuk menumbuhkan pemahaman bahwa sebuah ketentuan yang baik dalam pelaksanaannya semestinya tidak boleh diputar balikkan sehingga berakibat pada nilai-nilai yang baik tersebut dianggap tidak baik, padahal yang tidak baik adalah para pelakunya.
6
karena tindakan “manipulasi” yang dilakukan oleh aparat atau pejabat pemerintah termasuk Kementerian Pertanian.
Konsep Nation Suatu Negara.
Agar lebih jernih dapat melihat hakikat ancaman yang kita hadapi dalam kehidupan bernegara tanpa keterikatan dengan pengertian-pengertian kaku dan tekstual yang pernah dimiliki dulu tentang ancaman itu, ada baiknya kembali melihat apa itu negara yang menggunakan konsep nation seperti Indonesia ini.
Tiga syarat mendasar keberadaan sebuah negara meliputi wilayah, pemerintahan dan rakyat. Apabila ada kekhawatiran dan perlu diwaspadai akan adanya ancaman terhadap kelangsungan negara ini (NKRI), seharusnya hal yang harus diwaspadai adalah hal-hal yang menyangkut keutuhan wilayah (kedaulatan wilayah), pemerintahan dengan berbagai sistem yang digunakan serta rakyat dengan berbagai kemajemukannya harus dikerahkan untuk mencegah agar tidak terjadi ancaman terhadap wilayah NKRI. Kita sudah sepakat bahwa konsep Wawasan Nusantara kita tidak akan melakukan perluasan wilayah, tetapi akan mempertahankan walau sejengkal wilayah Indonesia dari ancaman sampai titik darah penghabisan.
Dari ketiga syarat mendasar eksistensi sebuah negara itulah, kita dapat mengidentifikasi berbagai macam ancaman yang akan dihadapi dikaitkan dengan kepentingan nasional negara serta lingkungan negara dengan negara-negara lain di dunia (perkembangan lingkungan strategis). Selama ini kacamata yang digunakan dalam mengidentifikasi sasaran ancaman yang akan kita hadapi selalu menggunakan kacamata Panca Gatra yaitu ipoleksosbud hankam. Lemhannas RI menggunakan istilah Asta Gatra yang meliputi Tri Gatra yaitu geografi, demografi, sumber kekayaan alam dan Panca Gatra yaitu ipoleksosbudhankam.
Kacamata apa pun yang akan digunakan untuk dapat mengidentifikasi berbagai jenis ancaman yang akan dihadapi dan diwaspadai, proyeksinya tetap harus mengarah kepada upaya
7
perlindungan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, serta penciptaan tatanan serta kelangsungan hidup bangsa dan negara. Selain itu pemerintahan yang bersih dan berwibawa akan membawa seluruh rakyat menuju cita-cita nasionalnya sesuai dengan amanat pembukaan UUD 45.
Nasionalisme dan Integrasi Nasional.Nasionalisme adalah suatu paham yang dibangun dari
konsepsi nation yang melahirkan bangsa baru. Konsepsi nation bangsa Indonesia melekat pada asas bahwa sekalipun bangsa ini terdiri dari bermacam-macam kemajemukan, tetapi semuanya terikat dalam satu ke-Indonesiaan. Atas dasar itu bangsa Indonesia sepakat dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Pada hakikatnya nasionalisme itu sendiri mengandung unsur-unsur wawasan, paham, dan semangat kebangsaan. Satu dan lainnya saling berpengaruh dan saling tergantung. Kesamaan paham akan membawa pengaruh terhadap kesamaan wawasan dan semangat, begitu juga sebaliknya satu dengan yang lainnya. Kesenjangan antara yang satu dan yang lainnya akan berpengaruh terhadap kualitas dari nasionalisme itu sendiri. Kita, bangsa Indonesia, memang sudah memiliki paham nasional yang disebut dengan Pancasila. Kita juga sudah punya wawasan kebangsaan yang disebut dengan Wawasan Nusantara. Kita pun seharusnya punya semangat kebangsaan, semangat mencintai, dan membela tanah air Indonesia. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana kualitas nasionalisme itu pada era reformasi (Pasca Orde Baru). Pertanyaan yang sulit dan relatif untuk dapat dijawab, tetapi sebetulnya apabila kita masih memiliki kesamaan wawasan, paham dan semangat. Jika kita melihat kondisi sehari-hari dari kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, pertanyaan itu begitu mudah untuk dijawab dengan kata-kata "masih memprihatinkan". Hal itulah yang harus kita waspadai karena memicu lahirnya konflik-konflik berkepanjangan menuju keterpurukan bangsa yang menempatkan kita semakin jauh menuju cita-cita nasional.3
Cara memandang bentuk ancaman ini disamping dikaitkan dengan berbagai aspek kehidupan seperti di atas dijelaskan juga harus lebih kita tekankan kepada sikap dan perilaku aparat pemerintah yang justru memperkaya diri sendiri, keluarga atau kelompoknya. Cara-cara yang dilakukan seperti yang tampak saat ini adalah dengan KKN baik pada tataran pembuatan peraturan perundang-undangan yang akan menjadi dasar operasional jalannya pembangunan nasional maupun pada tataran implimentasi penegakan hukum itu sendiri.
3 Ibid, hal. 35.
8
Ancaman Integrasi Nasional.
Dalam literatur dikemukakan hal-hal yang positif antara lain dikatakan bahwa Pimpinan nasional selama Orde Baru secara terus menerus menyerukan perlunya pembinaan Integrasi Nasional. Namun, bukan semangat Integrasi Nasional yang terwujud dalam praksis, tetapi “kekuasaan” untuk melayani kepentingan penguasa beserta kroni-kroninya sebagai faktor yang dominan (monopoli, KKN, feodalisme, birokrasi, dan represi).
Timbullah peluang, antara lain kecemburuan, ketidakpuasan, ketidakadilan, konflik sosial, gagasan separatisme di berbagai lapisan masyarakat dan di daerah-daerah. Maka, bangkitlah era reformasi yang penuh ephoria demokrasi, tetapi belum mampu mengatasi hal-hal tersebut khususnya menyangkut kepastian hukum walaupun pelaksanaan otonomi daerah sudah berjalan. Terpuruknya semangat Integrasi Nasional tetap merupakan agenda prioritas tingkat nasional dan daerah untuk perlu dibina dan ditingkatkan lagi.
Tantangan Integrasi Nasional tersebut meliputi antara lain ; 1) ketidakadilan; 2) penegakan hukum; 3) eksploitasi; 4) aspirasi masyarakat yang tidak tersalur; 5) kesenjangan sosial; 6) KKN; 7) diskriminasi; 8) kemiskinan; 9) keterasingan.
2. Tugas Kementerian dan Para Pejabat Kementerian Pertanian.
Setelah kita melihat tentang beberapa hal pokok yang menyangkut
Kewaspadaan Nasional baik menyangkut ancaman, hakikat ancaman,
nasionalisme dan integrasi nasional serta tantangan integrasi bangsa
Indonesia, kita perlu melihat bagaimana sesungguhnya tugas Kementerian
dan para pejabat Kementerian Pertanian dalam kaitannya dengan
Ketahanan Pangan, sehingga dengan implementasi Kewaspadaan Nasional
di atas dapat meningkatkan Ketahanan Pangan.
Dalam literatur lama dikemukakan bahwa Menteri Pertanian dengan Departemen Pertanian (saat ini disebut Kementerian Pertanian) mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang pertanian.
Departemen Pertanian menyelenggarakan fungsi :
9
a. perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan, dan kebijakan teknis di bidang pertanian;
b. pelaksanaan urusan pemerintahan sesuai dengan bidang tugasnya;
c. pengelolaan barang milik/ kekayaan negara yang menjadi tanggungjawabnya;
d. pengawasan atas pelaksanaan tugasnya;
e. penyampaian laporan hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden. 4
Visi Kementerian Pertanian :Terwujudnya Pertanian Industrial Unggul Berkelanjutan Yang Berbasis Sumberdaya Lokal Untuk Meningkatkan Kemandirian Pangan, Nilai Tambah, Daya Saing, Ekspor dan Kesejahteraan Petani.
Misi Kementerian Pertanian:
a. Mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan yang efisien, berbasis iptek dan sumberdaya lokal, serta berwawasan lingkungan melalui pendekatan sistem agribisnis.
b. Menciptakan keseimbangan ekosistem pertanian yang mendukung keberlanjutan peningkatan produksi dan produktivitas untuk meningkatkan kemandirian pangan.
c. Mengamankan plasma-nutfah dan meningkatkan pendayagunaannya untuk mendukung diversifikasi dan ketahanan pangan.
d. Menjadikan petani yang kreatif, inovatif, dan mandiri serta mampu memanfaatkan iptek dan sumberdaya lokal untuk menghasilkan produk pertanian berdaya saing tinggi.
e. Meningkatkan produk pangan segar dan olahan yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH) dikonsumsi.
f. Meningkatkan produksi dan mutu produk pertanian sebagai bahan baku industri.
g. Mewujudkan usaha pertanian yang terintegrasi secara vertikal dan horisontal guna menumbuhkan usaha ekonomi produktif dan menciptakan lapangan kerja di pedesaan.
h. Mengembangkan industri hilir pertanian yang terintegrasi dengan sumberdaya lokal untuk memenuhi permintaan pasar domestik, regional dan internasional.
i. Mendorong terwujudnya sistem kemitraan usaha dan perdagangan komoditas pertanian yang sehat, jujur dan berkeadilan.
j. Meningkatkan kualitas kinerja dan pelayanan aparatur pemerintah bidang pertanian yang amanah dan profesional.
Struktur organisasi Kementerian Pertanian.
4 http://www.deptan.go.id/, diunduh pada hari Selasa, 24 April 2012.
10
5
Kemudian lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan dalam pasal 2 yang mengatur tentang Ketersediaan Pangan dalam ayat (3) diatur sebagai berikut : Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan pangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan, perindustrian dan perdagangan, kesehatan, koperasi, permukiman dan prasarana wilayah, pemerintahan dalam negeri, keuangan, dan riset dan teknologi, sesuai tugas dan kewenangan-nya masing-masing.6
Ini menunjukkan bahwa masalah Ketahanan Pangan merupakan tanggung
jawab bersama beberapa Kementerian khususnya Kementerian Pertanian. Lebih
lanjut dalam Peraturan Presiden R.I Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan
Ketahanan Pangan dalam pasal 3 yang mengatur tentang Susunan Organisasi
dikatakan Ketua Dewan Ketahanan Pangan : Presiden R.I dan Ketua Hariannya
adalah Menteri Pertanian, sedangkan Sekretaris merangkap anggota Dewan
adalah Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian.
Tugas dari Dewan Ketahan Pangan ini diatur dalam pasal 2 sebagai berikut:
(1) Dewan mempunyai tugas membantu Presiden dalam :a. Merumuskan kebijakan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional; b. Melaksanakan evaluasi dan pengendalian dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional.
5 http://www.deptan.go.id/strukorg_deptan/images/strukorg-deptan2011.jpg, diunduh pada hari Selasa, 24 April 2012.6 ______ Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 , Pasal 2 ayat (3).
11
(2) Tugas Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kegiatan di bidang penyediaan pangan, distribusi pangan, cadangan pangan, penganekaragaman pangan, pencegahan dan penanggulangan masalah pangan dan gizi. 7
3. Masalah dan Tantangan Ketahanan Pangan Masa Kini dan Mendatang.
Berdasarkan beberapa literatur seperti misalnya bahan ajaran yang
disampaikan Dr. Ir. Hermanto, MS (Sekretaris Badan Ketahanan Pangan) kepada
para peserta PPRA 48 tanggal 28 Maret 2012 di Lemhannas R.I dan beberapa
literatur lain yang dapat kita kumpulkan secara umum permasalahan dan
tantangan Ketahan Pangan di Indonesia antara lain menyangkut beberapa
aspek, yaitu :
a. Aspek Kertersediaan Pangan. Masalah pokok dari aspek ini disebabkan
semakin terbatas dan menurunnya produksi dan daya saing pangan
nasional. Hal ini disebabkan oleh faktor tehnis dan sosio-ekonomi, antara
lain.
1) Semakin berkurangnya areal lahan pertanian karena derasnya alih
fungsi lahan pertanian ke non pertanian seperti untuk kawasan industri
dan perumahan. Sebenarnya untuk menjaga ketersediaannya lahan
pertanian ini sudah ada undang-undang Nomor 41 tahun 2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan (PLPB), dimana salah
satu aparat yang bertugas menegakkan hukum ini adalah aparat Polri
disamping sebagi tugas pokok dari Kementerian Pertanian dan
Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang ada di lingkungan Kementerian
Pertanian.
2) Produktifitas pertanian yang relatif rendah dan tidak meningkat. a) Laju
peningkatan produksi cenderung melandai dengan pertumbuhan
dibawah 1 percent pertahun sedangkan pertumbuhan penduduk
sebesar 1,2 percent pertahun. b) Belum berkembangnya kapasitas
produksi pangan daerah dengan tehnologi sesuai dengan spesifik
lokasi dikarenakan hambatan infrastruktur pertanian. c) Petani
umumnya sekala kecil memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar yang
berjumlah sekitar 13,7 juta KK menhyebabkan akses terbatas untuk
7 ______ Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2006, Pasal 2 dan 3.
12
mendapatkan permodalan, tehnologi, sarana produksi dan pasar. d)
Banyak dijumpai terhambatnya distribusi sarana produksi seperti pupuk
bersubsidi dengan berbagai alasan.
3) Penggunaan tehnologi produksi yang belum efektif dan efisien.
4) Infrastruktur pertanian (irigasi) yang tidak bertambah selama krisis dan
kemampuannya semakin menurun. Hal tersebut disebabkan juga
karena penurunan lahan pertanian yang diperkirakan 106.000 hektar/ 5
tahun. Menurunnya atau difisit air karena pembukaan lahan hutan
sebagai daerah tangkapan air. Sejak tahun 1995 sampai 2000 defisit
air di Pulau Jawa saja dikatakan mencapai 52,8 miliar M3 per tahun
dan sejak 10 tahun terakhir sering terjadi banjir dengan erosi yang
amat besar dan hebat diwaktu musim hujan dan dimusim kemarau
terjadi kekeringan.
5) Masih tingginya proporsi kehilangan hasil pada penanganan pasca
panen (10-15%).
6) Kegagalan produksi karena faktor iklim seperti El-Nino yang
berdampak pada musim kering yang panjang di wilayah Indonesia dan
banjir.
7) Penyediaan sarana produksi yang belum sepenuhnya terjamin oleh
pemerintah
8) Sulitnya mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dalam produksi pangan
karena besarnya jumlah petani (21 juta rumah tangga petani) dengan
lahan produksi yang semakin sempit dan terfragmentasi (laju
0,5%/tahun).
9) Tidak adanya jaminan dan pengaturan harga produk pangan yang
wajar dari pemerintah kecuali beras.
10)Tata niaga produk pangan yang belum pro petani termasuk kebijakan
tarif impor yang melindungi kepentingan petani.
11)Terbatasnya devisa untuk impor pangan sebagai alternatif terakhir bagi
penyediaan pangan.
b. Aspek Distribusi Pangan.
13
1) Belum memadainya infrastruktur, prasarana distribusi darat dan antar
pulau yang dapat menjangkau seluruh wilayah konsumen.
2) Belum merata dan memadainya infrastruktur pengumpulan,
penyimpanan dan distribusi pangan, kecuali beras.
3) Sistem distribusi pangan yang belum efisien.
4) Bervariasinya kemampuan produksi pangan antar wilayah dan antar
musim menuntut kecermatan dalam mengelola sistem distribusi
pangan agar pangan tersedia sepanjang waktu diseluruh wilayah
konsumen.
5) Belum berperannya kelembagaan pemasaran hasil pangan secara
baik dalam menyangga kestabilan distribusi dan harga pangan.
6) Masalah keamanan jalur distribusi dan pungutan resmi pemerintah
pusat dan daerah serta berbagai pungutan lainnya sepanjang jalur
distribusi dan pemasaran telah menghasilkan biaya distribusi yang
mahal dan meningkatkan harga produk pangan.
c. Aspek konsumsi Pangan.
1) Belum berkembangnya teknologi dan industri pangan berbasis sumber
daya pangan lokal.
2) Belum berkembangnya produk pangan alternatif berbasis sumber
daya pangan lokal.
3) Tingginya konsumsi beras per kapita per tahun (tertinggi di dunia >
100 kg, Thailand 60 kg, Jepang 50 kg).
4) Kendala budaya dan kebiasaan makan pada sebagian daerah dan
etnis sehingga tidak mendukung terciptanya pola konsumsi pangan
dan gizi seimbang serta pemerataan konsumsi pangan yang bergizi
bagi anggota rumah tangga.
5) Rendahnya kesadaran masyarakat, konsumen maupun produsen atas
perlunya pangan yang sehat dan aman.
6) Ketidakmampuan bagi penduduk miskin untuk mencukupi pangan
dalam jumlah yang memadai sehingga aspek gizi dan keamanan
pangan belum menjadi perhatian utama.
d. Aspek Pemberdayaan Masyarakat.
14
1) Keterbatasan prasarana dan belum adanya mekanisme kerja yang
efektif di masyarakat dalam merespon adanya kerawanan pangan,
terutama dalam penyaluran pangan kepada masyarakat yang
membutuhkan.
2) Keterbatasan keterampilan dan akses masyarakat miskin terhadap
sumber daya usaha seperti permodalan, teknologi, informasi pasar dan
sarana pemasaran meyebabkan mereka kesulitan untuk memasuki
lapangan kerja dan menumbuhkan usaha.
3) Kurang efektifnya program pemberdayaan masyarakat yang selama ini
bersifat top-down karena tidak memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan
kemampuan masyarakat yang bersangkutan.
4) Belum berkembangnya sistem pemantauan kewaspadaan pangan dan
gizi secara dini dan akurat dalam mendeteksi kerawanan pangan dan
gizi pada tingkat masyarakat.
e. Aspek Manajemen.
Keberhasilan pembangunan ketahanan dan kemandirian pangan
dipengaruhi oleh efektifitas penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen
pembangunan yang meliputi aspek perencanan, pelaksanaan,
pengawasan dan pengendalian serta koordinasi berbagai kebijakan dan
program. Masalah yang dihadapi dalam aspek manajemen adalah:
a. Terbatasnya ketersediaan data yang akurat, konsisten , dipercaya dan
mudah diakses yang diperlukan untuk perencanaan pengembangan
kemandirian dan ketahanan pangan.
b. Belum adanya jaminan perlindungan bagi pelaku usaha dan konsumen
kecil di bidang pangan.
c. Lemahnya koordinasi dan masih adanya iklim egosentris dalam lingkup
instansi dan antar instansi, subsektor, sektor, lembaga pemerintah dan
non pemerintah, pusat dan daerah dan antar daerah.
4. Analisis Implementasi Kewaspadaan Nasional Oleh Para Pejabat
Kementerian Pertanian Dapat Meningkatkan Ketahanan Pangan.
Dari beberapa fakta di atas khususnya yang menguraikan tentang
tugas pokok Kementerian Pertanian baik secara khusus sebagai lembaga
Kementerian pembantu Presiden di bidang pertanian maupun dalam
15
organisasi Ketahanan Pangan menegaskan kepada kita bahwa
Kementerian Pertanian dengan seluruh sumber daya manusianya dan
tentu seluruh pejabatnya merupakan “pemain utama” dalam masalah
Ketahanan Pangan. Tentu saja peran ini harus didukung secara sinergi
oleh berbagai Kementerian yang lain sebagaimana diatur dalam
keanggotaan Dewan Ketahan Pangan itu sendiri, yaitu seperti
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Perindustrian,
Perdagangan, Kehutanan, Kelautan dan Perikanan, Perhubungan,
Pekerjaan Umum, Kesehatan, Sosial, Pendidikan, Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah, Kementerian Perencanaan Pembnagunan Nasional/
Bappennas, BUMN, Kemnakertrans, Kepala BPS dan Kepala BPOM.
Demikian juga berdasarkan fakta tentang tantangan dan
permasalahan Ketahanan Pangan dewasa ini dan kedepan menunjukkan
betapa besar peran Kementerian Pertanian untuk mengatasi masalah-
masalah Ketahanan Pangan ini. Permasalahan-permasalahan yang ada
sangat memungkinkan berkembang menjadi ancaman bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Beberapa permasalahan yang dapat berkembang menjadi
ancaman misalnya adalah : Masalah ketersediaan pangan. Produksi
pangan yang tidak seimbang dengan pertumbuhan penduduk
dikarenakan lahan semakin berkurang. Padahal sudah ada undang-
undang Nomor 41 tahun 2009 tentang PLPB, dimana peralihan fungsi
lahan pertanian dilakukan sangat selektif dan harus ada pergantiannya
sebagai upaya pengadaan lahan yang berkelanjutan. Kemungkinan
adanya penyelewengan tugas oleh pejabat Kementerian Pertanian baik di
level daerah dan pusat sangat besar. Jika para pejabat ini memahami
terhadap berbagai ancaman dalam konteks Kewaspadaan Nasional maka
kemungkinan penyelewenangan akan dapat dikurangi dan Ketahanan
Pangan akan meningkat. Infra struktur pertanian seperti irigasi tidak
bertambah dan justru kemampuan yang ada semakin berkurang karena
usia, maka disini peran pejabat untuk meningkatkan fungsi irigasi ini
sangatlah dominan. Demikian juga masalah proporsi kehilangan hasil
penanganan panen pasca penen yang masih besar (10-15 percent).
16
Peran para petugas dan pejabat Kementerian Pertanian dilapangan untuk
memberikan penyuluhan kepada petani kecil sangatlah besar artinya.
Dimikian juga apabila kita lihat dari permasalahan distribusi pangan.
Misalnya masalah belum merata dan memadainya infra struktur
pengumpulan, penyimpanan dan distribusi pangan kecuali untuk beras
dan itupun daerah-daerah tertentu. Hal ini dapat disebabkan karena
adanya permainan para pedagang besar dengan oknum-oknum yang
mengelola dibidang pertanian, sehingga berdampak pada kerugian para
petani dan pada gilirannya kemampuan pengadaan bahan pangan secara
swadaya akan rentan dan pada ujungnya negara menggantungkan pada
kemampuan mengimport bahan pangan.
Masalah ketersediaan pangan dengan cara mengimport ini
memang sangat rawan dan dapat menjadi bentuk ancaman nyata bagi
kemandirian bangsa. Lawan yang harus dihadapi oleh pemerintahpun
tidak hanya karena nakalnya para oknum pejabat yang berkewenangan
membuat regulasi, tetapi para pengusaha import pangan yang besar baik
itu yang dikuasai oleh orang asing maupun pengusaha dalam negeri yang
tidak menutup kemungkinan mereka juga adalah para pejabat di legislatif,
eksekutif yang juga menguasai industri media sebagai salah satu pilar
demokrasi untuk menjadi alat kontrol.
Demikian juga permasalahan pada aspek konsumsi, pemberdayaan
masyarakat dan aspek manajemen, peran sumber daya manusia
Kementerian Pertanian khususnya para pejabatnya sangatlah dominan
untuk mengatasi permasalah-permasalahan tersebut. Peran yang dapat
diberikan setidaknya adalah pemahaman terhadap berbagai ancaman
yang merupakan bagian dari Kewaspadaan Nasional yang dengan
demikian itu sikap dan semangat kecintaan terhadap tanah air atau
nasionalisme akan semakin kuat.
C. Penutup.Dari analisis di atas khususnya masalah Ketahanan Pangan merupakan
tanggung jawab Pemerintah dan merupakan salah satu domain tugas pokok dari
Kementerian Pertanian, disamping berdasarkan beberapa peraturan perudang-
17
undangan seperti UU Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan, UU Nomor 41 tahun
2009 tentang Penyediaan Lahan Pertanian Berkelanjutan, Peraturan Pemerintah
Nomor 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan dan Peraturan Presiden
Nomor 83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan harus dibantu oleh
beberapa Kementerian terkait.
Berdasarkan fakta tantangan dan permasalahan Ketahanan Pangan
apabila tidak diatasi dengan baik akan berujung pada permasalahan kemampuan
negara dalam menyediakan bahan pangan secara swadaya. Sungguhpun
negara mampu untuk menyediakan pangan misalnya melalui import bahan
pangan pada suatu saat apabila permasalahan pangan menjadi permasalahan
regional atau global maka kedaulatan pangan bangsa Indonesia akan menjadi
persoalan dan pada ujungnya adalah kedaulatan berbangsa dan bernegara. Jika
ini terjadi maka bentuk ancaman nyata terhadap kehidupan berbangsa dan
bernegara secara nyata telah terancam yang pada ujungnya bisa saja
berdampak kepada kepercayaan warga bangsa kepada pemerintah akan hancur
dan persatuan serta kesatuan hidup berbangsa dan bernegara akan goyah atau
bahkan bisa saja hancur.
Melihat tugas pokok, visi dan misi dari Kementerian Pertanian khususnya
yang berkaitan dengan masalah Ketahanan Pangan, peran dan fungsi dari para
pejabat dan sumber daya manusia Kementerian Pertanian untuk mengatasi
permasalahan Ketahan Pangan sangatlah penting dan menentukan. Peran dan
fungsi penting ini dapat dilihat dari setiap aspek permasalahan Ketahan Pangan
seperti pada aspek ketersediaan pangan, distribusi pangan, konsumsi pangan,
pemberdayaan masyarakat dan manajemen.
Karena itulah sesungguhnya pemahaman, penghayatan dan
implementasi terhadap Kewaspadaan Nasional oleh setiap sumber daya manusia
dan pejabat Kementerian Pertanian sangatlah penting dan strategis menentukan
untuk mewujudkan Ketahan Pangan dan Kemandirian Bangsa yang tentunya hal
ini akan memberikan kontribusi pada terwujudnya Ketahanan Nasional. Seperti di
atas dalam pemahaman Kewaspadaan Nasional dikemukakan beberapa hal
yang menjadi tantangan Integrasi Nasional antara lain ; ketidakadilan, penegakan
hukum, eksploitasi, aspirasi masyarakat yang tidak tersalur, kesenjangan sosial,
KKN, diskriminasi, kemiskinan dan keterasingan. Untuk itu diharapkan setiap
sumber daya manusia dan khususnya para pejabat Kementerian Pertaian harus
18
betul-betul memperhatikan akan hal ini seperti misalnya harus bersikap adil
dalam memperlakukan setiap petani yang ada dan pengusaha dibidang
pertanian. Janganlah sesekali memperlakukan perbedaan kepada pengusaha
yang memang bisa “membayar” dengan yang tidak. Demikian juga dalam
menegakkan hukum seperti misalnya masalah penyediaan lahan pertanian
berkelanjutan. Dalam mengekploitasi lahan ataupun berbagai sumber kekayaan
alam yang ada haruslah betul-betul memperhatikan untuk kesejahteraan seluruh
rakyat Indonesia dari Sabang sampai ke Merauke, bukan hanya untuk oknum-
oknum pejabat tertentu. Janganlah sekali-kali melakukan KKN, karena KKN inilah
salah satu sumber yang menimbulkan permasalahan pada kehidupan berbangsa
dan bernegara saat ini termasuk dibidang Ketahanan Pangan.
Jakarta, April 2012
Drs. Zulkarnain
Nomor Urut Absen : 82Kelompok : A/ PPRA-48/ 2012