LEISA kubis

8
Penerapan Sistem Low External Input Sustanable Agriculture (LEISA) Pada Tanaman Kubis di Lahan Kering “Studi Kasus di Desa Sukawangi Pamulihan Kec Tanjungsari Kab Sumedang” 2.1 Kubis Tanaman kubis (Brassica oleracea Linn.) merupakan tanaman semusim yang di Indonesia banyak ditanam di daerah pegunungan, dengan ketinggian ± 800 m dpl dan curah hujan yang cukup setiap tahunnya. Sebagian kubis tumbuh baik pada ketinggian 100-200 m dpl, tetapi jumlah varietasnya tidak banyak dan tidak dapat menghasilkan biji. Pada daerah yang ketinggiannya di bawah 100 m, tanaman kubis kurang baik. Pada umumnya kubis ditanam dengan pola tanam secara monokultur atau polikultur (tumpang sari), salah satunya dengan tanaman bawang daun. Waktu tanam kubis yang paling baik adalah pada awal musim hujan atau awal musim kemarau. Meskipun demikian, kubis dapat ditanam sepanjang musim atau tahun asalkan kebutuhan airnya terpenuhi (Suwandi et al. 1993). 2.2 Kondisi Lahan Studi Kasus Lokasi studi kasus berada di Desa Sukawangi Pamulihan Kec Tanjungsari Kab Sumedang. Ketinggian tempat berkisar ± 800 mdpl. Pada lahan pertanian tidak terdapat jalur – jalur irigasi atau penampungan air sehingga ketersediaan air untuk pertanian hanya bertumpu pada air hujan. Bulan basah atau curah hujan > 200 mm/bulan terjadi pada bulan November sampai April. Sehingga pada periode ini tanaman yang memiliki nilai jual tinggi akan ditanam. Berdasarkan hasil wawancara, tanaman yang banyak di budidayakan pada periode tersebut dan memiliki nilai jual yang tinggi adalah tanaman kubis. 2.3 Pola Tanam Pola tanam yang dirancang disesuaikan dengan distribusi curah hujan. Berdasarkan data yang diperoleh, rata – rata awal

description

Penerapan LEISA pada kubis

Transcript of LEISA kubis

Page 1: LEISA kubis

Penerapan Sistem Low External Input Sustanable Agriculture (LEISA) Pada Tanaman Kubis di Lahan Kering “Studi Kasus di Desa Sukawangi Pamulihan Kec Tanjungsari Kab Sumedang”

2.1 Kubis

Tanaman kubis (Brassica oleracea Linn.) merupakan tanaman semusim yang di Indonesia banyak ditanam di daerah pegunungan, dengan ketinggian ± 800 m dpl dan curah hujan yang cukup setiap tahunnya. Sebagian kubis tumbuh baik pada ketinggian 100-200 m dpl, tetapi jumlah varietasnya tidak banyak dan tidak dapat menghasilkan biji. Pada daerah yang ketinggiannya di bawah 100 m, tanaman kubis kurang baik.

Pada umumnya kubis ditanam dengan pola tanam secara monokultur atau polikultur (tumpang sari), salah satunya dengan tanaman bawang daun. Waktu tanam kubis yang paling baik adalah pada awal musim hujan atau awal musim kemarau. Meskipun demikian, kubis dapat ditanam sepanjang musim atau tahun asalkan kebutuhan airnya terpenuhi (Suwandi et al. 1993).

2.2 Kondisi Lahan Studi KasusLokasi studi kasus berada di Desa Sukawangi Pamulihan Kec Tanjungsari Kab

Sumedang. Ketinggian tempat berkisar ± 800 mdpl. Pada lahan pertanian tidak terdapat jalur – jalur irigasi atau penampungan air sehingga ketersediaan air untuk pertanian hanya bertumpu pada air hujan. Bulan basah atau curah hujan > 200 mm/bulan terjadi pada bulan November sampai April. Sehingga pada periode ini tanaman yang memiliki nilai jual tinggi akan ditanam. Berdasarkan hasil wawancara, tanaman yang banyak di budidayakan pada periode tersebut dan memiliki nilai jual yang tinggi adalah tanaman kubis.

2.3 Pola TanamPola tanam yang dirancang disesuaikan dengan distribusi curah hujan. Berdasarkan data

yang diperoleh, rata – rata awal musim hujan jatuh pada bulan November (Tabel 2) sehingga pada bulan ini sesuai untuk penanaman kubis. Kebutuhan air yang cukup sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kubis. Periode tumbuh kubis hingga dipanen berkisar 3 – 4 bulan sehingga pada bulan November hingga Februari pemanfaatan lahan digunakan untuk menanam tanaman tersebut. Selain itu penanaman kubis juga dapat ditumpangsarikan dengan tanaman bawang daun di pinggiran bedengan.

Pada periode berikutnya tanaman yang cocok untuk ditanam adalah tanaman cabai karena pada periode ini masih terdapat 2 bulan basah (Maret – April) dan waktu panen tepat pada masa bulan kering (Mei – Juni). Pada periode selanjutnya Juli – Oktober merupakan periode yang sepenuhnya bulan kering. Pada periode ini ketersediaan air hujan sangat terbatas sehingga tidak cocok untuk menanam tanaman komersial. Pada periode ini tanaman yang sesuai untuk dibudidayakan adalah rumput – rumputan sebagai pakan ternak contohnya rumput gajah (Pennisetum purpureum).

Page 2: LEISA kubis

Tabel 1. Data Curah Hujan Kecamatan Jatinangor

BulanTahun  

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010Rata - Rata

Januari 242 218 292 204 428 228 187 180 186 479 264Februari 117 89 350 205 450 459 244 79 257 285 254Maret 169 314 259 397 345 97 302 429 303 418 303April 248 166 88 124 200 151 400 184 279 164 200Mei 172 17 73 119 85 95 67 35 109 128 90Juni 60 19 2 12 90 12 85 12 57 128 48Juli 82 96   4 66 30 6     132 59Agustus 57 23   1 19     35 8 99 35September

36   26 48 50       11 19461

Oktober 306   187   203   91 102 54 267 173November 414 252 257 160 157 62 211 441 256 395 261Desember 166 253 261 158 270 322 395 328 262 274 269Sumber : http://ppljatinangor.wordpress.com

Grafik 1. Grafik Curah Hujan di Kabupaten Sumedang Tahun 2006.(Sumber: http://dipertasumedang.com)

2.4 Budidaya Tanaman Kubis Menggunakan Metode LEISA.

Berdasarkan prinsip ekologi dasar LEISA yang dijabarkan pada latar belakang maka, dapat disusun beberapa hal yang perlu dilakukan dalam teknis budidaya kubis menggunakan metode LEISA.

2.4.1 Penyiapan Benih

Page 3: LEISA kubis

Penyiapan benih dimaksudkan untuk mempercepat perkecambahan benih dan meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Adapun cara – cara yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

Merendam benih dalam air hangat dengan suhu ± 55°C selama 15-30 menit.. Rendam benih selama ± 12 jam atau sampai benih terlihat pecah agar benih cepat

berkecambah. Penghitungan kebutuhan benih per hektar tergantung, umumnya dibutuhkan 300 gram/ha.

2.4.2 Pengolahan LahanPengolahan lahan sebaiknya dilakukan saat tanah sudah mulai basah atau hujan sudah

turun, agar pengolahan dapat lebih mudah. Pengolahan tanah dapat menggunakan hewan ternak sehingga biaya pengolahan tanah tidak terlalu mahal. atau menggunakan tenaga manusia dan dilakukan dengan minimum tillage karena kondisi lahan yang cukup gembur.

Tanah digemburkan dan dibalik dengan dicangkul atau dibajak sedalam 40-50 cm, dibersihkan dari sisa-sisa tanaman dan diberi pupuk dasar. Setelah itu, dibiarkan terkena sinar matahari selama 1-2 minggu untuk memberi kesempatan oksidasi gas-gas beracun dan membunuh sumber-sumber patogen.

Pengolahan tanah juga perlu memerhatikan perpotongan kontur areal. Tanah diolah memotong kontur untuk menahan laju erosi terutama saat budidaya di bulan basah.

2.4.3 PenanamanWaktu tanam yang baik yaitu pada pagi hari antara pukul 06.00-10.00 atau sore hari

antara pukul 15.00-17.00, karena pengaruh sinar matahari dan temperatur tidak terlalu tinggi. Pilih bibit yang segar dan sehat (tidak terserang penyakit ataupun hama). Kemudian siram bibit dengan air sampai basah benar.

Jarak tanam untuk tanaman kubis dengan penanaman monokultur yaitu 50 x 60 cm. Sedangkan apabila dilakukan tumpangsari dengan tanaman bawang daun, tanaman bawang daun ditanam mengitari tanaman kubis dengan jarang tanam antara bawang daun dengan kubis yaitu 60 cm.

2.4.4 PemupukanPenggunaan pupuk organik seperti kotoran hewan dan kompos sebagai pupuk dasar pada

saat pengolahan tanah. Pembuatan pupuk kompos dapat menggunakan sisa tanaman pada musim tanaman sebelumya dan hijauan-hijauan lainnya. Sedangkan pupuk kandang dibuat dari kotoran ternak yang diusahakan di daerah Sukawangi, Pamulihan. Penggunaan pupuk kompos dan kotoran hewan berfungsi sebagai penyangga sifat kimia tanah diantaranya meningkatkan kapasitas tukar kation, pH dan menambah unsur hara (Ismunadji dkk, 1991). Oleh karena itu penting untuk memanfaatkan limbah kotoran hewan yang tersedia di desa dan pemanfaatan kompos.

Page 4: LEISA kubis

Selain itu. penggunaan pupuk buatan yang berimbang perlu diperhatikan. Secara umum, berdasarkan hasil-hasil penelitian Bagian Agronomi di Balitsa, dosis pupuk buatan yang dianjurkan adalah sebagai berikut (Suwandi dkk. 1993; Sastrosiswojo dkk. 1995):

Pupuk Urea sebanyak 100 kg/ha, ZA 250 kg/ha, TSP atau SP-36 250 kg/ha dan KCl 200 kg/ha.

Untuk tiap tanaman diperlukan pupuk Urea sebanyak 4 g + ZA 9 g, TSP 9 g (SP-36), dan KCl 7 g.

Pupuk kandang (1 kg), setengah dosis pupuk N (Urea 2 g + ZA 4,5 g), pupuk TSP (9 g) dan KCl (7 g) diberikan sebelum tanam pada tiap lubang tanam.

Sisa pupuk N (Urea 2 g + ZA 4,5 g) per tanaman diberikan pada saat tanaman berumur empat minggu.

2.4.5 Kebutuhan AirKebutuhan air bagi tanaman kuis cukup tinggi dengan tingkat evapotranspirasi mencapai

4 mm/hari pada musim panas. Permadi dkk. (1993) dalam Subhan (1995) menyatakan bahwa, kekurangan air pada pertanaman kubis dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman seperti mengurangi ukuran dan kualitas krop serta memperlambat proses penuaan. Oleh karena itu penanaman kubis dilakukan pada awal musim hujan yaitu pada bulan november, setelah itu dilakukan rotasi tanaman dengan cabai.

2.4.5 Pemeliharaan TanamanBerbagai kegiatan pemeliharaan dilaksanakan untuk menunjang kualitas hasil tanaman

yang dibudidayakan. Kegiatan – kegiatan tersebut antara lain : Penjarangan dan Penyulaman

Penjarangan dilakukan saat pemindahan bibit ke lahan, yaitu saat bibit berumur 6 minggu atau telah berdaun 5-6 helai (semaian biji) atau berumur 28 hari (semaian stek). Bila bibit disemai pada bumbung maka penjarangan tidak dilakukan.

PenyianganPenyiangan dilakukan bersama dengan penggemburan tanah sebelum pemupukan atau bila terdapat tumbuhan lain yang mengganggu pertumbuhan tanaman. Penyiangan dilakukan dengan hati-hati dan tidak terlalu dalam karena dapat merusak sistem perakaran tanaman, bahkan pada akhir penanaman sebaiknya tidak dilakukan.

PembubunanPembumbunan dilakukan bersama penyiangan dengan mengangkat tanah yang ada pada saluran antar bedengan ke arah bedengan berfungsi untuk menjaga kedalaman parit dan ketinggian bedeng dan meningkatkan kegemburan tanah.

PerempelanPerempelan cabang/tunas-tunas samping dilakukan seawal mungkin untuk menjaga tanaman induk agar pertumbuhan sesuai harapan.

Pengairan dan PenyiramanPenyiraman sepenuhnya mengandalkan air hujan sehingga penentuan waktu tanam sangat menentukan pengairan ke depannya.

2.4.6 Pengendalian Hama dan PenyakitPengendalian hama dan penyakit dengan metode LEISA menitikberatkan pada

pemanfaatan kearifan lokal yang ada. Pengendalian hama dan penyakit dapat menggunakan

Page 5: LEISA kubis

tanaman – tanaman yang memiliki potensi sebagai pestisida nabati pada desa tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan beberapa tanaman yang memiliki potensi sebagai pestisida nabati . Selain itu, untuk menjaga kelestarian musuh alami perlu dilakukan dengan menyediakan makanan alami (nectar, pollen) dan tempat hidup serta menekan penggunaan pestisida.

Penggunaan teknik pengendalian yang terpadu juga diterapkan pada metode LEISA antara lain pengendalian secara mekanis, kultur teknis, pemanfaatan musuh alami dan pestisida bahan alam serta pemantauan secara berkala perkembangan hama dan penyakit yang ada. Pengendalian menggunakan bahan kimia atau pestisida menjadi alternatif terakhir dalam keputusan pengendalian. Penggunaan pestisida kimia juga harus berdasarkan hasil pemantauan dan tidak semata mata karena ingin hasil yang cepat.

Pengendalian secara mekanis dapat dilakukan dengan pemetikan bagian yang terserang penyakit, mengambil hama yang terlihat secara manual dan lain-lain. Sedangkan pengendalian dengan cara kultur teknis dilakukan dengan pengaturan jarak tanam (tidak berdempetan), penggunaan mulsa, penanaman secara tumpang sari dengan bawang daun, melakukan rotasi tanaman dengan tanaman non famili seperti cabai, pembalikan tanah saat pengolahan lahan (solarisasi), dan lain-lain. Pemanfaatan musuh alami, dengan pelepasan predator hama atau menggunakan agen hayati seperti Tricodherma saat tanam. Alternatif pengendalian terakhir yaitu menggunakan bahan kimia, seperti pestisida nabat, namun apabila penggunaan pestisida nabat dalam skala besar tidak memungkinkan, dapat digunakan pestisida sintetik namun dengan dosis sesuai anjuran dan pemakaian yang bijak.

2.4.7 PanenPenanganan panen kubis perlu dilakukan dengan hati-hati agar dapat mempertahankan

mutunya. Sebaiknya panen dilakukan saat cuaca cerah atau tidak hujan. Pemanenan yang keliru dan penanganan yang tidak hati-hati di kebun dapat menurunkan mutu krop kubis, yaitu memar, luka, dan bercak berwarna hitam. Biasanya kubis dipanen setelah berumur 81-105 hari, tergantung pada varietas yang ditanam. Pemanenan yang terlambat akan mengakibatkan krop pecah. Krop kubis sudah cukup dipanen bila tepi daun paling luar pada krop sudah melengkung ke luar dan warnanya agak ungu. Jika warna krop bagian atas sudah berubah dari hijau menjadi ungu, krop sudah agak terlambat dipanen dan akan pecah.

Daftar Pustaka

Kasumbogo Untung. 1997 Peranan Pertanian Organik Dalam Pembangunan yang Berwawasan Lingkungan. Makalah yang Dibawakan Dalam Seminar Nasional Pertanian Organik.

Ardiwijaya. 1999. Pengembangan prinsip ekologi dasar leisa pada pertanian organic guna menciptakan system usaha tani berkelanjutan. Prosiding seminar nasional pertanian organic

Suwandi, Hilman Y, Nurtika N. 1993. Budidaya Tanaman Kubis. Di dalam A.H. Permadi & Sastrosiswojo, editor. Kubis. Ed ke-1. Bandung: Kerjasama Balithort Lembang dengan Program Nasional PHT, BAPPENAS. hlm 23-38.

Sastrosiswojo, S., T.K. Moekasan & W. Setiawati. 1995. Petunjuk studi lapangan PHT-sayuran. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Lembang. 193 h.

Page 6: LEISA kubis

Subhan. 1995. Jenis mulsa dan dosis pupuk nitrogen terhadap pertumbuhan dan produksi kubis KY Cross di dataran rendah. Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Komoditas Sayuran. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang.