Up Kubis Bunga

40
PENGUJIAN MOLUSKISIDA FENTIN ASETAT 60% TERHADAP PERKEMBANGAN SIPUT SEMAK (Bradybaena similaris ferussac) DAN PRODUKSI TANAMAN KUBIS BUNGA (Brassica oleracea Var. botrytis L ) USULAN PENELITIAN Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana Pada Fakultas Agrobisnis dan Rekayasa Pertanian Universitas Subang ASEP MUNAJAT F1A.O6.024

Transcript of Up Kubis Bunga

Page 1: Up Kubis Bunga

PENGUJIAN MOLUSKISIDA FENTIN ASETAT 60%TERHADAP PERKEMBANGAN SIPUT SEMAK (Bradybaena similaris ferussac) DAN PRODUKSI TANAMAN KUBIS BUNGA (Brassica oleracea Var. botrytis L )

USULAN PENELITIAN

Diajukan Untuk Menempuh Ujian SarjanaPada Fakultas Agrobisnis dan Rekayasa Pertanian

Universitas Subang

ASEP MUNAJATF1A.O6.024

FAKULTAS AGROBISNIS DAN REKAYASA PERTANIANUNIVERSITAS SUBANG

SUBANG2011

Page 2: Up Kubis Bunga

LEMBAR PENGESAHAN

USULAN PENELITIAN

Nama : ASEP MUNAJAT

NPM : F1A.06.024

Judul : PENGUJIAN MOLUSKISIDA FENTIN ASETAT 60% TER HADAP PERKEMBANGAN SIPUT SEMAK (Bradybaena similaris ferussac) DAN PRODUKSI TANAMAN KUBIS BUNGA (Brassica oleracea Var. botrytis L )

Lokasi : Balai Penelitian Tanaman Sayuran Cikole Lembang

Subang, Agustus 2011

Mengetahui,Dosen Pembingbing

Dr. Titin Supriatun, MS.NIP 195108241979032001

Mengesahkan,Ketua Program Studi Agroteknologi

Tita Kartika Dewi, STP.MP.

Page 3: Up Kubis Bunga

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

DAFTAR ISI………………………………………………………………. i

DAFTAR GAMBAR.................................................................................... iii

DAFTAR TABEL…………………………………………………………. iv

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ v

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……….…………………………………………………. 3

1.2 Identifikasi Masalah……..……………………………………………… 3

1.3 Maksud dan Tujuan………..……………………………………………. 3

1.4 Kegunaan Penelitian…………..………………………………………… 3

1.5 Kerangka Pemikiran…………………………………………………….. 3

1.6 Hipotesis………………………………………………………………… 5

1.7 Metodologi……………………………………………………………… 5

1.8 Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………………………. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Perkembangan Kubis bunga……………………………………. 6

2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Kubis Bunga………………………….. 6

2.1.2 Syarat Tumbuh……………………………………………………. 8

2.2 Siput Semak…………………………………………………………….. 9

2.2.1 Morfologi…………………………………………………………. 10

2.2.2 Fisiologi…………………………………………………………... 10

2.3 Pestisida………………………………………………………………… 10

2.4 Pentin Asetat…………………………………………………………… 12

2.4 Bestnoid 60 WP………………………………………………………… 13

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan…………………………………………………………. 14

3.1.1 Alat……………………………………………………………….. 14

3.1.2 Bahan……………………………………………………………... 14

3.2 Metode Penelitian………………………………………………………. 14

Page 4: Up Kubis Bunga

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Persemaian………………………………………………………... 15

3.3.2 Pembentukan Bedengan dan pemasangan Mulsa..…….................. 15

3.3.3 Penanaman………………………………………………………... 15

3.3.4 Pemeliharaan……………………………………………………… 15

3.4 Pengamatan……………………………………………………………... 16

3.5 Analisa Data…………………………………………………………….. 18

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 19

Page 5: Up Kubis Bunga

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Tabel Perlakuan…………………………………………………. 5

Tabel 3.1 Tabel Perlakuan…………………………………………………. 14

Page 6: Up Kubis Bunga

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambar Siput Semak………………………………………… 9

Gambar 2.2 Struktur Rumus Fentin Asetat………………………………. 13

Gambar 2.3 Gambar Bestnoid 60 WP……………………………………. 13

Page 7: Up Kubis Bunga

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Denah Plot Percobaan

Lampiran 2. Denah Pengambilan Sampel

Page 8: Up Kubis Bunga

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kubis bunga merupakan salah satu komoditi sayuran yang banyak dikonsumsi di

Indonesia. Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, kubis bunga juga

dipasarkan secara meluas keluar negeri antara lain Jepang, Singapura, Malaysia dan

Taiwan. Bahkan kubis bunga telah menduduki jajaran kelompok enam besar sayuran

segar yang menjadi andalan komoditi ekspor Indonesia ke beberapa negara (Cahyono,

2001).

Produksi kubis bunga di Indonesia masih terkendala oleh beberapa

permasalahan. Harga jual yang tidak stabil serta gangguan dari hama dan penyakit

merupakan kendala terpenting dalam budidaya kubis bunga ini. Beberap hama penting

tanaman kubis ini,yaitu ulat daun plutella xylostela, ulat tanah, Agrotis ipsilon, ulat

grayak Spodoptera litura, dan ulat krop Crocidolomia pavonata (Tindal, 1983).

Sedangkan penyakit yang umum menyerang tanaman kubis bunga adalah penyakit mati

bujang Phytium ultimum, busuk daun Xanthomonas campetris dan busukpangkal batang

Rhizoctonia solani (Ashari, 1995)

Pemanasan global menyebabkan peningkatan intensitas kejadian iklim ekstrim

(El-Nino dan La-Nina) dan ketidak teraturan musim, Selama 30 tahun terakhir terjadi

peningkatan suhu global secara cepat dan konsisten sebesar 0,2oC per dekade, Sepuluh

tahun terpanas terjadi pada periode setelah tahun 1990, Pertanian merupakan salah satu

sektor yang sangat rentan terhadap perubahan iklim yang berdampak pada produktivitas

tanaman dan pendapatan petani (Mosip, 2009).

Peningkatan kejadian iklim ekstrim yang ditandai dengan fenomena banjir dan

kekeringan, perubahan pola curah hujan yang berdampak pada pergeseran musim dan

pola tanam, fluktuasi suhu dan kelembaban udara yang semakin meningkat yang

mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme pengganggu tanaman

yang merupakan beberapa pengaruh perubahan iklim yang berdampak buruk terhadap

pertanian di Indonesia(Mosip, 2009).

.

Page 9: Up Kubis Bunga

Namun demikian, disentra tanaman sayur rejang lebong Bengkulu, diketahui

terjadi kerusakan kubis bunga yang cukup parah kibat serangan siput. Populasi siput

ditemukan lebih tinggi pada tanaman tua daripada tanaman muda. Sehingga bagi petani

setempat siput merupakan hama utama pada tanaman kubis bunga (Apriyanto,2003).

Siput juga dilaporkan banyak ditemukan di pegunungan tengger menyerang

pertanaman syur-sayuran dan menimbulkan kerusakan pada tanaman muda. Di Jawa

Tengah siput juga menyebabkan kerusakan pada persemaian milik rakyat seluas 1,5 ha

(Rahayu dkk, 2000).

Hasil pengamatan di lapangan dan wawancara petani sayuran yang dilkukan di

areal perkebunan Cikole, diperoleh bahwa terjadi serangan yang diakibatkan oleh siput

semak Bradybaena similaris. Siput semak banyak ditemukan pada tanaman kubis dan

kubis bunga. Bahkan petani setempat menyatakan siput semak merusak krop kubis

bunga sehingga menurunkan harga jual.

Dewasa ini untuk melindungi tanaman usahataninya dari serangan hama dan

penyakit, sebagian besar petani tanaman pangan masih mengandalkan penggunaan

pestisida kimia yang dapat diperoleh dengan mudah di pasaran. Sejak digulirkannya

kebijakan deregulasi di bidang pendaftaran pestisida pada tahun 2001, dimana jumlah

dan jenis pestisida yang beredar di pasaran semakin meningkat. Sampai tahun 2010

Jumlah pestisida yang terdaftar untuk pertanian mencapai 2.628 formulasi

sedangkanpestisida terdaftar untuk tanaman pangan sebanyak 1.872(Kementan, 2011)

Adapun pestisida yang ada dipasaran berdasarkan buku pedoman umum skrining

pestisida 2010, hanya ada satu macam pestisida yang biasa digunakan untuk

menanggulangi siput diarel tanaman holtikultura. Maka di cobalah pemakaian pestisida

berbahan aktif Fentin asetat 60% dengan merk dagang Betsnoid 60 WP yang biasa

digunakan di areal kolam dan tambak untuk menanggulangi serangan serangan hama

siput semak pada tanaman kubis bunga.

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bawa keberadaan Bradybaena

similaris perussac pada tanaman kubis bunga ini cukup merugikan, namun informasi

dan pengendalian Bradybaena similaris ini belum ada. Oleh karena itu penelitian ini

juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh populsi Bradybaena similaris perussac dan

umur tanaman terhadap kerusakan dan produksi kubis bunga.

Page 10: Up Kubis Bunga

1.2 Identifikasi Masalah

1. Apakah moluskisida fentin asetat 60% berpengaruh dalam menekan populasi

siput semak dan kerusakan yang diakibatkan siput semak terhadap tanaman

kubis bunga.

2. Berapakah konsentrasi dosis yang tepat moluskisida fentin asetat 60% dalam

menekan populasi siput semak dan kerusakan yang diakibatkan siput semak

terhadap tanaman kubis bunga

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian

moluskisida betsnoid 60 wp (fentin asetat 60%) dalam meningkatkan hasil panen kubis

bunga. Adapun tujuannya adalah untuk mendapatkan konsentrasi yang terbaik

moluskisida fentin asetat 60% dalam menekan populasi siput semak, kerusakan yang

diakibatkan siput semak, dan untuk meningkatkan hasil panen kubis bunga.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai

konsetrasi pemakaian moluskisida fentin asetat 60% terhadap tanaman kubis bunga

yang terserang hama siput semak sehingga dapat meningkatkan kualitas hasil panen

kubis bunga.

1.5 Kerangka Pemikiran

Organisme Penganggu Tanaman (OPT) merupakan faktor pembatas produksi

tanaman di Indonesia baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan.

Organisme pengganggu tanaman secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu hama,

penyakit dan gulma. Hama menimbulkan gangguan tanaman secara fisik, dapat

disebabkan oleh serangga, tungau, vertebrata, moluska ( Wiyono, 2007 ).

Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) khususnya hama dan penyakit

merupakan salah satu faktor pembatas dalam peningkatan tanaman kubis – kubisan di

Indonesia. Kehilangan hasil akibat serangan hama., dapat mencapai 100% bila tidak

terkendali. (Rukmana, 1994).

Hama seperti mahluk hidup lainnya. Perkembangannya dipengaruhi oleh faktor

faktor iklim baik langsung maupun tidak langsung. Temperatur, kelembaban udara

Page 11: Up Kubis Bunga

relatif dan foroperiodisitas berpengaruh langsung terhadap siklus hidup, keperidian,

lama hidup, serta kemampuan diapause serangga (Wiyono, 2007 ).

Beberapa jenis siput merupakan hama bagi tanaman pertanian dan sebagian

merupakan hama utama, seperti siput raksasa dari Afrika yaitu Achatina fulica,

belicong Lamallaxis gracilis, siput kerucut pendek Bradybaena similaris dan lain

sebagainya. Mereka menghancurkan tumbuh-tumbuhan yang daunnya yang perlu

dipanen secara utuh, sayur-sayuran dan tanaman hias (Finando, 2009)

Tanaman sayuran yang banyak diserang hama siput adalah (kubis, bunga kol dan

sawi) cabe merah, tomat, wortel dan bawang daun. Petani sayur telah melakukan

pengendalian secara manual dengan mengumpulkannya pada malam hari (saat siput

aktif mencari makan) atau pada siang hari (saat siput istirahat dibawah serasah, gulma,

atau bongkahan tanah). Pengendalian secara kimia jarang dilakukan karena mahal dan

dianggap tidak epektif (Apriyanto dan Toha, 2003)

Di Houston Siput semak mengkonsumsi berbagai tanaman kebun yang luas,

sehingga terjadi gangguan pada tanamam hortikultura, banyak ter jadi kerusakan pada

bunga dan vegetasi, yang ditandai dengan daun lecet-lecet dan berlubang (Anton, 2010)

Pestisida sering digunakan sebagai pilihan utama untuk memberantas organisme

pengganggu tanaman. Sebab, pestisida mempunyai daya bunuh yang tinggi,

penggunaannya mudah, dan hasilnya cepat untuk diketahui. Namun bila diaplikasikan

kurang bijaksana dapat membawa dampak pada pengguna, hama sasaran, maupun

lingkungan yang sangat berbahaya (Surbakti, 2008).

Siput merupakan binatang yang dapat mengeluarkan lendir dan mempunyai

kebiasaaan hidup bersembunyai di tempat teduh pada siang hari. Pada malam hari

moluska akan mencari makanan tanaman yang sudah membusuk ataupun yang masih

hidup. Berbagai jenis tanaman diserangnya , merusak persemaiaan dan tanaman yang

baru tumbuh. Dalam perjalanannya meningglkan jejak berupa lender yang mengkilat.

Karena sulit ditemukan disiang hari, maka pengendaliannya biasanya dengan

moluskisida yang berupa umpan beracun. (Laras, 2011)

Semakin tinggi jumlah siput pada fase generatif mengakibatkan produksi kubis

bunga menurun (Maryani Dkk, 2011)

Page 12: Up Kubis Bunga

Pemberian Ventin asetat sebanyak 0,2 sampai 0,9 kg/ha epektif membunuh siput

di areal persemaian padi (Pablico and Moody, 2003)

1.6 Hipotesis

1. Pemberian moluskisida fentin asetat 60% berpengaruh dalam menekan

populasi siput semak dan kerusakan yang diakibatkan siput semak terhadap

tanaman kubis bunga.

2. Terdapat Konsentrasi moluskisida fentin asetat 60% yang tepat dalam

menekan populasi siput semak dan kerusakan yang diakibatkan siput semak.

1.7 Metodologi

Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan menggunakan Rancangan

Acak Kelompok satu faktor, yaitu Fentin Asetat 60 % dengan 5 taraf, 0, 1, 2, 3, 4 gr/l.

Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali, adapun parameter yang diamati

adalah kerusakan tanaman, populasi siput semak dan bobot hasil panen tanaman kubis

bunga.

Tabel 1.1 Tabel PerlakuanNo Macam Perlakuan Konsentrasi Formulasi1 Fentin Asetat 1 g/l2 Fentin Asetat 2 g/l3 Fentin Asetat 3g/l4 Fentin Asetat 4 g/l5 Kontrol -

Data yang terkumpul diuji melalui sidik ragam, apabila ada terjadi perbedaan

yang nyata, maka penghitungan dilanjutkan dengan uji jarak Duncan.

1.8 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dikebun percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran

Cikole. Sedangkan waktu percobaan dimulai pada bulan april 2011.

Page 13: Up Kubis Bunga

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Perkembangan Kubis Bunga

Kubis bunga diduga berasal dari Eropa, pertama kali ditemukan di Cyprus Italia

Selatan dan Mediterania. Beberapa spesies kubis bunga telah tumbuh di Mediterania

selama lebih dari 2000 tahun, dan selama beberapa ratus tahun terakhir banyak terjadi

perbaikan warna maupun ukuran bunga terutama di Denmark. Sekitar tahun 1660, di

Erfurt (Jerman) ditemukan sejenis kubis bunga kuno yang yang disebut “Erfurt”. Kubis

ini ukurannya sama dengan yang ditemukan di Mediterania,yaitu berdaun kecil,

pendek,massa bunga kecil dan berdaun hijau. Disamping itu ditemukan kubis bunga

berbunga kecil – kecil yang sejak lama tumbuh di India (Rukmana, 1994).

Pada tahun 1866, Mc. Mahon seorang ahli benih dari Amerika mencatat bahwa

jenis-jenis kubis bunga sangat beragam; ada yang massa bunganya warna ungu, putih,

hijau dan merah kehitam-hitaman. Sejak saat itulah berkembang adanya kubis bunga

putih, hijau dan ungu, yang kemudian menyebar luas keseluruh dunia, terutama negara-

negara yang telah dikenal daerah pertaniannya. Mengenai masuknya kubis bunga ke

Indonesia tidak terdapat keterangan yang pasti, diduga terjadi pada abad XIX, yang

varietasnya berasal dari India. (Rukmana, 1994)

2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Kubis Bunga

Menurut Rukmana (1994) taksonomi tanaman kubis bunga diklasifikasikan

sebagai berikut:

Divisi : Magnoliophyita

Kelas : Magnoliopsida

Famili : Cruciferae

Genus : Brassica

Spesies : Brassica oleracea Var. botrytis L.

Kubis bunga termasuk tanaman yang mempunyai batang agak pendek, daunnya

berbentuk bujur telur atau panjang dan bergerigi , tangkai bunga dan pangkal menebal,

serta menghasilkan massa bunga yang berwarna putih dan lunak. Daun kubis bunga

umumnya lebih panjang dan lebih sempit disbanding kubis krop. Daun-daun yang

Page 14: Up Kubis Bunga

tumbuh sebelum terbentuk massa bunga, umumnya berukuran kecil dan melengkung

untuk melindungi bunga (Rukmana, 1994)

1. Akar

Sistem perakaran kubis bunga memiliki akar tunggang (Radix Primaria) dan

akar serabut. Akar tunggang tumbuh ke pusat bumi (kearah dalam), sedangkan akar

serabut tumbuh ke arah samping (horizontal), menyebar, dan dangkal (20 cm – 30 cm).

Dengan perakaran yang dangkal tersebut, tanaman akan dapat tumbuh dengan baik

apabila ditanam pada tanah yang gembur dan porous (

Cahyono, 2001).

2. Batang

Batang tanaman kubis bunga tumbuh tegak dan pendek (sekitar 30 cm). Batang

tersebut berwarna hijau, tebal, dan lunak namun cukup kuat dan batang tanaman ini

tidak bercabang.

3. Daun

Daun kubis bunga berbentuk bulat telur (oval) dengan bagian tepi daun

bergerigi, agak panjang seperti daun tembakau dan membentuk celah - celah

yangbmenyirip agak melengkung ke dalam (Cahyono, 2001).

Daun tersebut berwarna hijau dan tumbuh berselang - seling pada batang

tanaman. Daun memiliki tangkai yang agak panjang dengan pangkal daun yang menebal

dan lunak. Daun - daun yang tumbuh pada pucuk batang sebelum massa bunga tersebut

berukuran kecil dan melengkung ke dalam melindungi bunga yang sedang atau mulai

tumbuh (Sugeng, 1981).

4. Bunga

Massa bunga (curd) terdiri dari bakal bunga yang belum mekar, tersusun atas

lebih dari 5.000 kuntum bunga dengan tangkai pendek, sehingga tampak membulat

padat dan tebal berwarna putih bersih atau putih kekuning-kuningan. Diameter massa

bunga kubis bunga dapat mencapai lebih dari 20 cm, tergantung varietas dan kecocokan

tempat bertanam. Pada kondisi lingkungan yang sesuai, massa bunga kubis bunga dapat

tumbuh memanjang menjadi tangkai bunga yang penuh dengan kuntum bunga. Tiap

bunga terdiri atas empat helai daun kelopak (calyx) (Rukmana, 1994).

5.Buah dan biji

Page 15: Up Kubis Bunga

Biji kubis bunga mempunyai bentuk dan warna yang hampir sama, yaitu bulat

kecil yang berwarna coklat sampai kehitam-hitaman. Biji-biji tersebut dihasilkan

melalui penyerbukan sendiri ataupun silang dengan bantuan serangga lebah madu. Buah

yang terbentuk seperti polong-polongan, tetapi ukurannya kecil, ramping dan

panjangnya 3-5 cm (Rukmana,1994).

2.1.2 Syarat Tumbuh

1. Iklim

Kubis bunga dikenal sebagai tanaman sayuran daerah yang beriklim dingin (sub

tropis), sehingga di Indonesia cocok ditanam di daerah dataran tinggi antara 1000 –

2000 meter dari atas permukaan laut (dpl) yang suhu udaranya dingin dan lembab.

Kisaran temperatur optimum untuk pertumbuhan dan produksi sayuran ini antara 150 C

– 180 C, dan maksimum 240 C (Rukmana, 1994).

Kubis bunga termasuk tanaman yang sangat peka terhadap temperatur terlalu

rendah ataupun terlalu tinggi, terutama pada periode pembentukan bunga. Bila

temperatur terlalu rendah, sering mengakibatkan terjadinya pembentukan bunga

sebelum waktunya. Sebaliknya pada temperatur yang terlalu tinggi, dapat menyebabkan

tumbuhnya daun - daun kecil pada massa bunga (curd) (Pracaya, 2000).

2. Tanah

Tanaman kubis bunga cocok ditanam pada tanah lempung berpasir, tetapi

toleran terhadap tanah ringan seperti andosol. Namun syarat yang paling penting

keadaan tanahnya harus subur, gembur dan mengandung banyak bahan organik. Tanah

tidak boleh kekurangan magnesium (Mg), molibdenum (Mo) dan Boron (Bo) kacuali

jika ketiga unsur hara mikro tersebut ditambahkan dari pupuk, kisaran pH antara 5,5 –

6,5 dengan pengairan dan drainase yang memadai.

3. Ketinggian Tempat

Page 16: Up Kubis Bunga

Di Indonesia, sebenarnya kubis bunga hanya cocok dibudidayakan di daerah

pegunungan berudara sejuk sampai dingin pada ketinggian 1.000-2.000 m dpl.

2. 2 Siput Semak

Siput semak Bradybaena similaris (Feussac), umumnya dikenal sebagai

trampsnail Asia, merupakan siput tanah asli Asia yang diperkenalkan ke daerah lain di

dunia melalui perdagangan pada tanaman. Di Brazil, populasi spesies ini dengan baik

dibudidayakan dan didistribusikan dari negara bagian Amapá di utara ke Rio Grande do

Sul di selatan (Camilla et all., 2008). 

Kehidupan Bradybaena similaris dicirikan oleh kombinasi hidup yang pendek,

kematangan seksual dini dan beberapa peristiwa reproduksi, dengan upaya reproduksi

tinggi di setiap peristiwa dan kematian yang tinggi setelah reproduksi

pertama. Berdasarkan hal tersebut dikarenakan adanya hubungan antara pertumbuhan,

reproduksi dan umur panjang pola Bradybaena similaris. Hubungan ini disebabkan

alokasi perbedaan energi antara pertumbuhan somatik, rumah ostasis dan aktivitas

reproduksi yang menentukan sejarah pola hidup yang cenderung r-strategi (Camilla et

all., 2008). 

Adapun klasifikasi dari siput semak adalah:

Filum : Mollusca

Kelas : Gastropoda

Ordo : eupulmonata

Family : Bradybaeninae

Genus : Bradybaena

Spesies : Bradybaena similaris

Gambar 2.1 Gambar Siput Semak

2.2.1 Morfologi

Page 17: Up Kubis Bunga

Bentuk tubuhnya ramping dan terdapat bintik-bintik seperti kutil, warnanya

coklat putih, atau pucat berdaging, baris pedal sangat sedikit ditunjukkan dengan alur,

pedikel dan tentakel yang kelabu putih, cangkang kusam putih susu dengan sedikit

warna merah terang. Ketika hewan ini cukup segar total panjang kaki sama untuk

membentuk dua setengah sampai tiga diameter lebih lama dari kerang " (Stoliczka,

1873).

2.2.2 Fisiologi

Rahang Bradybaena similaris sekitar 1 mm, dengan tiga tulang rusuk pusat

yang kuat, diikuti dengan satu atau lebih luas di kedua sisinya, sedangkan berikutnya

hanya ditunjukkan dengan garis samar gelap. Radula ini bila dibandingkan dengan

ukuran hewan besar, sekitar 2,3 mm, dan luasnya lebih dari satu mm; itu terdiri dari

sekitar 90 baris melintang, dengan 67 gigi di masing-masing dari mereka. Pusat jauh

lebih kecil dari lateral yang berdampingan, dengan titik puncak melengkung

panjang. Para lateral agak cepat menurun dalam ukuran setelah 14 lempeng basal terluar

secara bertahap menghilang, sementara luasnya melebihi panjang gigi

mereka "(Stoliczka, 1873)

2.3 Pestisida

Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan cide yang berarti

mematikan/racun. Jadi pestisida adalah racun hama. Secara umum pestisida dapat

didefenisikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikan populasi jasad yang

dianggap sebagai pest (hama) yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan

kepentingan manusia.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 tentang pengawasan atas

peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida, pestisida adalah semua zat kimia

dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :

1. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yangmerusak

tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian

2. Memberantas rerumputan

3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan

4. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagiantanaman

tidak termasuk pupuk

Page 18: Up Kubis Bunga

5. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan

atauternak

6. Memberantas atau mencegah hama-hama air

7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik

dalamrumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan.

8. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan

penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi denganpenggunaan

pada tanaman, tanah atau air

9. Pestisida mempunyai sifat-sifat fisik, kimia dan daya kerja yang berbeda-

beda,karena itu dikenal banyak macam petisida.

Pestisida dapat digolongkan menurut berbagai cara tergantung pada

kepentingannya, antara lain: berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan, berdasarkan

cara kerja, berdasarkan struktur kimianya dan berdasarkan bentuknya. Penggolongan

pestisida berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan yaitu (Wudianto, 2001).

Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bias

mematikan semua jenis serangga.

1. Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bias

digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan.

2. Bakterisida. Disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung bahan aktif

beracun yang bisa membunuh bakteri.

3. Nematisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda/cacing.

4. Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang

mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh tungau,

caplak, dan laba-laba.

5. Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang

digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus.

6. Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput telanjang,

siput setengah telanjang, sumpil, bekicot, serta trisipan yang banyak terdapat di

tambak.

7. Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk

membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma.

Page 19: Up Kubis Bunga

Sedangkan jika dilihat dari cara kerja pestisida tersebut dalam membunuh hama

dapat dibedakan lagi menjadi tiga golongan, yaitu (Ekha, 1988):

1. Racun perut

Pestisida yang termasuk golongan ini pada umumnya dipakai untuk membasmi

serangga-serangga pengunyah, penjilat dan penggigit. Daya bunuhnya melalui perut.

2. Racun kontak

Pestisida jenis racun kontak, membunuh hewan sasaran dengan masuk ke dalam

tubuh melalui kulit, menembus saluran darah, atau dengan melalui saluran

nafas.

3. Racun gas

Jenis racun yang disebut juga fumigant ini digunakan terbatas pada

ruanganruangan tertutup.

2.4 Fentin Asetat

Nama umum : fentin asetat. 

Nama Kimia : triphenyltin asetat. 

Berat Molekul : 409 

Rumus Molekul : C 20 H 18 O 2 Sn 

Menurut Pablico and Moody (1991) Fentin asetat adalah senyawa organotin

yang berbentuk kristal padat putih digunakan sebagai fungisida, bakterisida, pengawet

kayu, Fungisida, industri; Herbisida, atraktan serangga, nyamuk dan Moluskisida.

 Adapun sifat fisik Fentin Asetat adalah: H-Bond Donor: 0, H-Bond Penerima:

2, Obligasi Hitung rotatable: 5, Titik lebur: 118-122 ° C, Kepadatan: 1,55 g / cm3,

Penyimpanan Temp: Approx 4 ° C, Kelarutan air: 28 mg / L (20 ° C. (Pablico and

Moody, 1991).

Page 20: Up Kubis Bunga

Gambar 2.2 Gambar Struktur Rumus Ventin Asetat

Struktur rumus: 

2.5 Bestnoid 60 WP

Bestnod 60 WP adalah moluskisida yang berbahan aktif fentin asetat 60% yang

diproduksi oleh PT. Dharma Guna Wibawa dengan nomor pendaftaran: RI.3102/3-

2008/T.

Bestnod 60 WP merupakan moluskisida racun lambung berbentuk tepung yang

dapat disuspensikan berwarna putih. Moluskisida tersebut untuk mengendalikan siput

trisipan pada budidaya udang dan ikan bandeng ditambak.

Gambar 2.3 Gambar Bestnoid 60 WP

Page 21: Up Kubis Bunga

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: cangkul, selang penyiraman,

ember kecil,ember besar, meteran, ajir bambu, cat, mulsa plastic, penyemprot

punggung semi otomatis, gelas ukur, pisau, timbangan mini, neraca analitik, kantong

plastik, alat tulis, buku.

3.1.2 Bahan

Bahan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: bibit kubis bunga

yang telah disemaikan, moluskisida Fentin Asetat 60% dengan merk dagang Bestnoid

60 WP, pupuk kotoran ayam, pupuk mas hitam, pupuk NPK Ponska, pupuk organik

sidomuncul, Pestisida untuk membasmi ulat.

3.2 Metode Penelitian

Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan menggunakan Rancangan

Acak Kelompok satu faktor, yaitu Fentin Asetat 60 % dengan 5 taraf, 0, 1, 2, 3, 4 gr/l.

Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali, adapun parameter yang diamati

adalah kerusakan tanaman, populasi siput semak dan bobot hasil panen tanaman kubis

bunga.

Tabel 3.1 . Tabel Perlakuan

No Macam Perlakuan Konsentrasi Formulasi1 Fentin Asetat 1 g/l2 Fentin Asetat 2 g/l3 Fentin Asetat 3g/l4 Fentin Asetat 4 g/l5 Kontrol -

Data yang terkumpul diuji melalui sidik ragam, apabila ada terjadi perbedaan

yang nyata, maka penghitungan dilanjutkan dengan uji jarak Duncan.

Page 22: Up Kubis Bunga

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Persemaian

Persemaian dilakukan di bumbung yang terbuat dari daun pisang dengan ukuran

diameter dan tinggi 5 cm dan tinggi 5 cm. Media penyemaian adalah campuran tanah

halus dengan pupuk kandang (2:1) sebanyak 90%.

3.3.2 Pembentukan Bedengan dan pemasangan Mulsa.

Lahan dibersihkan dari tanaman liar dan sisa-sisa akar, dicangkul sedalam 40-50

cm, lalu dibuat bedengan selebar 90 cm panjang 480 cm, tinggi 35 cm dengan jarak

antar bedengan 40 cm. Setelah bedengan terbentuk, di berikan pupuk dasar yang terdiri

dari pupuk kandang sebanyak 100 karung, dan NPK Ponska 100 kg. bedengan yang

telah diberikan pupuk dasar, ditutup dengan menggunakan mulsa plastik

3.3.3 Penanaman

Bibit di dalam bumbung daun pisang ditanam langsung tanpa membuang

bumbungnya ke dalam lubang tanam yang telah disediakan dengan jarak tanam 40 x 50

cm. Penanaman tersebut dilakukan dengan terlebih dahulu menyiram bedengan melalui

lubang-lubang tanam yang telah dibuat pada mulsa plastik.

3.3.4 Pemeliharaan

3.3.4.1 Penyulaman

Penyulaman dilakukan Jika ada tanaman yang rusak atau mati. Adapun batas

waktu penyulaman sdilakukan sebelum tanaman berumur kira-kira 2 minggu

3.3.4.2 Penyiangan

Penyiangan pada parit-parit bedengan dilakukan pada saat populasi rumput

sekitar parit telah tumbuh tinggi, sedangkan penyiangan disekitar areal tanaman,

penyiangan dilakukan sebelum pemupukan, dan bila ditemukan populasi rumput yang

dapat mengganggu laju pertumbuhan tanaman. Penyiangan tersebut dilakukan dengan

pencabutan rumput secara langsung, ataupun dengan menggunakan cangkul.

Page 23: Up Kubis Bunga

3.3.4.3 Pemupukan

Pemupukan pada kubis bunga diberikan dengan cara pengecoran kedaerah

sekitar tanaman pada saat tanaman telah berumur 20 hari setelah tanam dengan

pemberian pupuk mas hitam sebanyak 5 Kg yang dilarutkan dengan air sebanyak 200

liter. Pupuk susulan diberikan 2 minggu setelah pemupukan pertama dengan pemberian

pupuk pupuk organic cair herbafarm, dan pemberian pupuk organic cair diulang setiap 2

minggu sekali.

3.3.4.4 Penyiraman

Pada fase pertumbuhan awal apabila tidak terjadi hujan Penyiraman dilakukan

setiap hari, sedangkan apabila tanaman sudah dewasa penyiraman dilakukan dengan

melihat kondisi tanah dibedengan. Waktu penyiraman diberikan pada pukul 01.00 atau

02.00.

3.3.5 Pengendalian Hama Penyakit

Hama utama tanaman kubis bunga adalah ulat, adapun pengendaliannya adalah

dengan membunuh langsung ulat yang berada di daun, dan dilakukan pemetikan

terhadap daun yang diidentifikasi banyak ulat dan telur-telur ulat. Pemberian aplikasi

pestisida dilakukan apabila serangan hama telah melewati batas ambang ekonomi.

3.4 Pengamatan

Jumlah tanaman contoh yang diamati adalah 10 tanaman per petak perlakuan,

adapun metode pengambilan contoh dilakukan secara sistematis dengan bentuk U (U-

shape).

a. Dihitung tingkat populasi siput pertanaman contoh

b. Kerusakan tanaman oleh serangan siput diamati dengan jalan menaksir nilai

scoring kerusakan tanaman dari tiap tanaman contoh, kemudian kerusakannya

dihitung dengan menggunakan rumus menurut Abbot (Ciba- Geigy 1981)

∑ n.v

P = X 100

Z.N

Page 24: Up Kubis Bunga

P, Adalah intensitas kerusakan tanaman (%)

N, Adalah jumlah tanaman yang memiliki skoring yang sama

V, Adalah nilai scoring yang menunjukan nilai kerusakan tanaman, yaitu

0= > Tanaman sehat (tidak ada serangan)

1= > 0 - ≤ 20 % bagian daun terserang

3= > 20 - ≤ 40 bagian daun terserang

5= > 40 - ≤ 60% bagian daun terserang

7= > 60 - ≤ 80% bagian daun terserang

9= > 80 - ≤ 100% bagian daun terserang

Z, Adalah scoring kerusakan tanaman tertinggi.

N, Adalah jumlah tanaman yang diamati

(Sastrosiswojo dkk, 1993)

c. Pengamatan pendahuluan pada tanaman kubis bunga dilakukan pada umur 13

hari setelah tanam dengan interval satu minggu, sampai ditemukan populasi atau

gejala serangan yang diakibatkan oleh siput.

d. Pengamatan selanjutnya dilakukan pada satu hari sebelum dan tiga hari setelah

penyemprotan, masing-masing diulang setiap minggu.

e. Diamati gejala fotoksisitas tanaman yang disebabkan oleh perlakuan

moluskisida yang diuji

f. Ditimbang bobot hasil panen bersih tiap petak perlakuan. Tingkat efikasi

moluskisida yang diuji terhadap hasil panen dihitung dengan menggunakan

rumus menurut Abbot (Ciba- Geigy 1981)

Hp - Hk

EP = = X 100%

Hk

Page 25: Up Kubis Bunga

EP : tingkat efikasi moluskisida yang diuji terhadap hasil panen (%)

HP: hasil panen pada petak perlakuan yang disemprot dengan moluskisida

Hk: Hasil panen pada petak control

(Sastrosiswojo dkk, 1993)

3.5 Analisis Data

Model analisis ragam yang digunakan pada percobaan ini menggunakan

Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 1 Faktor. Model linier yang digunakan

adalah :

Yij = µ + αi+ βj + εij

Dimana :

Yij = nilai pengamatan perlakuan ke-i dalam kelompok ke-j

µ = Nilai Tengah Populasi

αi = Pengaruh aditif perlakuan ke-i

βj = Pengaruh aditif dari kelompok ke-j

εij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i pada kelompok ke-j.

Dari model linier diatas dapat disusun daftar analisis ragam seperti tabel 3.2

berikut:

Tabel 3.2 Tabel Analisis Ragam

Sumber Ragam DB JK KT FhKelompok r - 1 JKK KTK KTP/KTGPerlakuan t - 1 JKP KTPGalat (r-1)(t-1) JKG KTGTotal rt - 1 JKT -

Page 26: Up Kubis Bunga

Untuk melihat perbedaan dua rata-rata antara perlakuan, dilakukan dengan

menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5 % dengan rumus sebagai

berikut :

LSR ( α, dbG, p ) = SSR ( α, dbG, p ) × Sx

Galat Baku Standar Uji Jarak Berganda Duncan :

Sx = KTG

r

Keterangan :

LSR = Least Significant Ranges

SSR = Studentized Significant Ranges

α = Taraf nyata 5 %

dbG = Derajat Bebas Galat

KTG = Kuadrat Tengah Galat

r = Ulangan

S x = Galat Baku

Page 27: Up Kubis Bunga

DAFTAR PUSTAKA

Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI Press. Jakarta.

Anton. M, 2010, Asia Tramp Siput, Bradybaena similaris (Férussac, 1821), Artikel

Molluskman.com, Diunduh 1 Agustus 2011.

Apriyanto, D. 2003. Konsoidensi 2 Spesies Respo di Sentra Produksi Sayur Rejang

Lebong, Bengkulu. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 5 (1):7–11.

Apriyanto, D., Toha.B, 2003. Ledakan Popopulasi Jenis Respo, Filicaulis Bleekeri di

Sentra Produksi Sayur Rejang Lebong, Bengkulu. Jurnal Perlindungan

Tanaman Indonesia. 9 (1):16–21.

Cahyono, B. 2001. Kubis Bunga dan Brocolli. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Camilla, M. C., Elisabeth. C.A.B, Sthefane. D., 2008, Life History Strategy Of

Bradybaena Similaris (Fèrussac, 1821), Mollusca, Pulmonata,

Bradybaenidae, Molluscan Research, 28(3): 171–174

Ekha. I., 1988. Dilema Pestisida Tragedi Revolusi Hijau . Kanisius. Yogyakarta.

Kementan, 2011. Pedoman Umum Skrining Pestisida. Direktorat Jendral Prasarana dan

Sarana Diroktorat Pupuk Dan Pestisida

Laras.P, 2011, Moluskisida. Blog pertanian ,http://www.pupukcair.co.cc/2010 /11/

moluskisida.html. Diunduh 20 Mei 2011 

Mosip. E., 2009. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Serangan Organisme Pengganggu

Tanaman (OPT) Serta Strategi Antisipasi Dan Adaptasi Dalam Upaya

Meningkatkan Produksi Pertanian. Artikel .Fakultas Pertanian Jember.

Pablico.P., Moody. K, 1991, Effect Of Fentin Acetate On Wet-Seeded Rice, Pistia

Stratiotes and Azolla pinnata, Crop protection,  Pages 45-47

Pracaya, 2000. Kol alias kubis. Penebar swadaya. Jakarta.

Rukmana, R. 1994. Budidaya Kubis Bunga dan Broccoli. Kanisius. Yogyakarta.

Rahayu, B., S. Indarti & T. Harjaka. 2000. Beberapa Catatan Mengenai Hama Baru :

Penggulung Daun Teh Siput Tanpa Cangkang, Parmarion pupillaris. Jurnal

Perlindungan Tanaman. 6(1):61–64.

Sugeng, 1981. Bercocok tanam sayuran. Aneka ilmu. Semarang.

Page 28: Up Kubis Bunga

Stolicka, F. (1873). Pada Kerang Tanah Pulau Penang, Dengan Deskripsi Dari Hewan

Dan Anatomi Catatan; Bagian Kedua, Helicacea. Journal of Asiatic Society

of Bengal. 42, 11-38

Sastrosiswojo S. 1996. Sistem pengendalian hama terpadu dalam menunjang agribisnis

sayuran. Di dalam Duriat AS et al. Editor. Prosiding Seminar Nasional

Komoditas Sayuran. Balitsa Bekerjasama dengan PFI Komda Bandung dan

CIBA Plant Protection

Wiyono. S., 2007, Perubahan Iklim Dan Ledakan Hama dan Penyakit Tanaman,

Seminar sehari tentang keanekaragaman hayati ditengah perubahan iklim,

Kehati, Jakarta

Wudianto. R., 2001. Petunjuk dan penggunaan pestisida, Penebar Swadaya Jakarta