Legal Reasoning

18
Legal Reasoning Legal Reasoning Oleh YAS Oleh YAS

description

Legal Reasoning. Oleh YAS. Pengertian. Istilah logika berasal dari bahasa Yunani : “Logike” (kata sifat), “Logos” (kata benda). Definisi Logika : “Ilmu atau disiplin ilmiah yang mempelajari jalan pikiran yang dinyatakan atau diungkapkan dalam bahasa”. - PowerPoint PPT Presentation

Transcript of Legal Reasoning

Page 1: Legal Reasoning

Legal ReasoningLegal Reasoning

Oleh YASOleh YAS

Page 2: Legal Reasoning

PengertianPengertian Istilah logika berasal dari bahasa Yunani : “Logike” Istilah logika berasal dari bahasa Yunani : “Logike”

(kata sifat), “Logos” (kata benda). Definisi Logika : (kata sifat), “Logos” (kata benda). Definisi Logika : “Ilmu atau disiplin ilmiah yang mempelajari jalan “Ilmu atau disiplin ilmiah yang mempelajari jalan pikiran yang dinyatakan atau diungkapkan dalam pikiran yang dinyatakan atau diungkapkan dalam bahasa”.bahasa”.

Legal Reasoning/legal Method/ Argumentasi Yuridik/ Legal Reasoning/legal Method/ Argumentasi Yuridik/ Metode Berpikir yuridis/ Element of argument of Metode Berpikir yuridis/ Element of argument of law/ Penalaran hukumlaw/ Penalaran hukum

Definisi Logika : “Ilmu atau disiplin ilmiah yang Definisi Logika : “Ilmu atau disiplin ilmiah yang mempelajari jalan pikiran yang dinyatakan atau mempelajari jalan pikiran yang dinyatakan atau diungkapkan dalam bahasa”.diungkapkan dalam bahasa”.

Obyek studi Logika : kegiatan berfikir (bukan proses Obyek studi Logika : kegiatan berfikir (bukan proses berfikir)berfikir)

Page 3: Legal Reasoning

Penalaran Hukum/Argumentasi Penalaran Hukum/Argumentasi HukumHukum

Berpikir Yuridik adalah suatu cara berpikir tertentu, yakni Berpikir Yuridik adalah suatu cara berpikir tertentu, yakni terpola dalam konteks sistem hukum positif dan kenyataan terpola dalam konteks sistem hukum positif dan kenyataan kemasyarakatan, untuk memelihara stabilitas dan predikbilitas kemasyarakatan, untuk memelihara stabilitas dan predikbilitas demi menjamin ketertiban, dan kepastian hukum, untuk demi menjamin ketertiban, dan kepastian hukum, untuk menyelesaikan kasus konkret secara impersial- objektif-adil menyelesaikan kasus konkret secara impersial- objektif-adil manusiawi.manusiawi.

Berfikir yuridik adalah metode berpikir yang digunakan untuk Berfikir yuridik adalah metode berpikir yang digunakan untuk memperoleh, menata, memahami dan mengaplikasikan memperoleh, menata, memahami dan mengaplikasikan pengetahuan hukum.pengetahuan hukum.

Model berpikirnya adalah model berpikir problematik-Model berpikirnya adalah model berpikir problematik-tersistematisasi mengacu tujuan hukum, fungsi hukum, dan tersistematisasi mengacu tujuan hukum, fungsi hukum, dan cita hukum.cita hukum.

[1][1] Suadara Ananda, SH. Legal Reasoning. (Jakarta: Makalah yang disampaikan Pendidikan Advokat Suadara Ananda, SH. Legal Reasoning. (Jakarta: Makalah yang disampaikan Pendidikan Advokat LPLIH-FHUI Angkatan I)April-Juli 2005, hal. 1.LPLIH-FHUI Angkatan I)April-Juli 2005, hal. 1.

Page 4: Legal Reasoning

Dipandang dari sudut cara bekerjanya, berpikir yuridik Dipandang dari sudut cara bekerjanya, berpikir yuridik adalah berpikir secara analitik-sistematik-logikal-rasional adalah berpikir secara analitik-sistematik-logikal-rasional terorganisasi dalam kerangka tertib kaidah-kaidah hukum terorganisasi dalam kerangka tertib kaidah-kaidah hukum positif secara kontekstual. positif secara kontekstual.

Penalaran hukum adalah proses menalar dalam kerangka Penalaran hukum adalah proses menalar dalam kerangka dan berdasarkan tata hukum positif mengidentifikasi hak-dan berdasarkan tata hukum positif mengidentifikasi hak-hak dan kewajiban- kewajiban yuridik dari subyek-subyek hak dan kewajiban- kewajiban yuridik dari subyek-subyek hukum tertentu. Penalaran hukum adalah pproses hukum tertentu. Penalaran hukum adalah pproses penggunaan alasan-alasan hukum (legal reasons) dalam penggunaan alasan-alasan hukum (legal reasons) dalam menetapkan pendirian hukum yang dirumuskan dalam menetapkan pendirian hukum yang dirumuskan dalam putusan hukum.putusan hukum.

Penalaran adalah suatu proses, suatu kegiatan dalam akal Penalaran adalah suatu proses, suatu kegiatan dalam akal budi manusia yang didalamnya berlangsung gerakan/alur budi manusia yang didalamnya berlangsung gerakan/alur dari suatu premis ke premis-premis lainnya untuk mencapai dari suatu premis ke premis-premis lainnya untuk mencapai suatu kesimpulan.suatu kesimpulan.

Page 5: Legal Reasoning

Kesimpulan adalah suatu pendirian yang dibangun atas Kesimpulan adalah suatu pendirian yang dibangun atas dasar premis-premis yang diajukan dalam penalaran itu.dasar premis-premis yang diajukan dalam penalaran itu.

Tiap premis dan kesimpulan mewujudkan diri sebagai Tiap premis dan kesimpulan mewujudkan diri sebagai sebuah pernyataan yang dalam logika disebut proposisi. sebuah pernyataan yang dalam logika disebut proposisi. Dalam Logika produk dari kegiatan itu disebut argumentasi.Dalam Logika produk dari kegiatan itu disebut argumentasi.

Sebuah argumentasi tersusun atas sekelompok pernyataan Sebuah argumentasi tersusun atas sekelompok pernyataan yang didalamnya salah satu pernyataan pernyataan lainnya yang didalamnya salah satu pernyataan pernyataan lainnya dari kelompok pernyataan tersebut yang masing-masing dari kelompok pernyataan tersebut yang masing-masing disebut premis atau argumen. Produk dari penalaran hukum disebut premis atau argumen. Produk dari penalaran hukum ( legal reasoning) disebut argumentasi yuridik. ( legal reasoning) disebut argumentasi yuridik. kesimpulannya disebut pendirian hukum atau pendapat kesimpulannya disebut pendirian hukum atau pendapat hukum, yakni substansi putusan hukum. Premis-premisnya hukum, yakni substansi putusan hukum. Premis-premisnya terdiri atas kaidah-kaidah hukum positif dan fakta-fakta.terdiri atas kaidah-kaidah hukum positif dan fakta-fakta.

Page 6: Legal Reasoning

Asas-asas hukum berfikir : Asas-asas hukum berfikir : (the laws of thought)(the laws of thought)

1. Asas identitas (principle of identity) yang dapat 1. Asas identitas (principle of identity) yang dapat dirumuskan : A adalah A dirumuskan : A adalah A

(A = A), setiap hal adalah apa dia itu adanya, setiap (A = A), setiap hal adalah apa dia itu adanya, setiap hal adalah sama (identik) dengan dirinya sendiri, hal adalah sama (identik) dengan dirinya sendiri, setiap subyek adalah predikatnya sendiri.setiap subyek adalah predikatnya sendiri.

2. Asas kontradiksi (principle of contradiction) yang 2. Asas kontradiksi (principle of contradiction) yang dapat dirumuskan A adalah tidak sama dengan bukan dapat dirumuskan A adalah tidak sama dengan bukan A (non-A) atau A adalah bukan non-A; keputusan-A (non-A) atau A adalah bukan non-A; keputusan-keputusan yang saling berkontradiksi tidak dapat dua-keputusan yang saling berkontradiksi tidak dapat dua-duanya benar, dan sebaliknya tidak dapat dua-duanya duanya benar, dan sebaliknya tidak dapat dua-duanya salah.salah.

Page 7: Legal Reasoning

3. Asas pengecualian kemungkinan ketiga (principle of 3. Asas pengecualian kemungkinan ketiga (principle of excluded middle) dapat dirumuskan; setiap hal adalah excluded middle) dapat dirumuskan; setiap hal adalah A atau bukan-A; Keputusan-keputusan yang saling A atau bukan-A; Keputusan-keputusan yang saling berkontradiksi tidak dapat dua-duanya salah. Juga berkontradiksi tidak dapat dua-duanya salah. Juga keputusan-keputusan itu tidak dapat menerima keputusan-keputusan itu tidak dapat menerima kebenaran dari sebuah keputusan ketiga atau diantara kebenaran dari sebuah keputusan ketiga atau diantara keduanya; salah satu dari dua keputusan tersebut keduanya; salah satu dari dua keputusan tersebut harus benar, dan kebenaran yang satu bersumber pada harus benar, dan kebenaran yang satu bersumber pada kesalahan yang lain.kesalahan yang lain.

4.4. Asas alasan yang cukup (principle of sufficient Asas alasan yang cukup (principle of sufficient reason) dapat dirumuskan : tiap kejadian harus reason) dapat dirumuskan : tiap kejadian harus mempunyai alasan yang cukup.mempunyai alasan yang cukup.

5. Asas bahwa kesimpulan tidak boleh melampaui daya 5. Asas bahwa kesimpulan tidak boleh melampaui daya dukung dari premis-premisnya atau pembuktiannya dukung dari premis-premisnya atau pembuktiannya ((do not go beyond the evidencedo not go beyond the evidence).).

Page 8: Legal Reasoning

Faktor-faktor yang turut serta Faktor-faktor yang turut serta menentukan isi hukum menentukan isi hukum

Stuktural ekonomi dan kebutuhan-kebutuhan Stuktural ekonomi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat antara lain: kekayaan alam, susunan masyarakat antara lain: kekayaan alam, susunan geologi, perkembangan-perkembangan perusahaan geologi, perkembangan-perkembangan perusahaan dan pembagian kerja.dan pembagian kerja.

Kebiasaan yang telah membaku dalam masyarakat Kebiasaan yang telah membaku dalam masyarakat yang telah berkembang dan pada tingkat tertentu yang telah berkembang dan pada tingkat tertentu ditaati sebagai aturan tingkah laku yang tetap.ditaati sebagai aturan tingkah laku yang tetap.

Hukum yang berlaku.Hukum yang berlaku. Tata hukum negara-negara lainTata hukum negara-negara lain Keyakinan tentang agama dan kesusilaanKeyakinan tentang agama dan kesusilaan Kesadaran hukumKesadaran hukum

Page 9: Legal Reasoning

Sumber Hukum:Sumber Hukum: Sumber hukum dalam arti materiilSumber hukum dalam arti materiil Sumber hukum dalam arti formilSumber hukum dalam arti formil

Page 10: Legal Reasoning

Sumber hukum dalam arti formilSumber hukum dalam arti formilSumber hukum yang bersangkut paut dengan masalah prosedur atau Sumber hukum yang bersangkut paut dengan masalah prosedur atau

cara pembentukanyacara pembentukanya 1. Sumber hukum dalam arti formal yang 1. Sumber hukum dalam arti formal yang tertulistertulis

Undang-undang :Undang-undang : UU dalam arti materiil: keputusan penguasa yang UU dalam arti materiil: keputusan penguasa yang

dilihat dari segi isinya Mempunyai kekuatan dilihat dari segi isinya Mempunyai kekuatan mengikat umum, mis UU Terorisme, UU mengikat umum, mis UU Terorisme, UU Kepailitan;Kepailitan;

UU dalam arti formal : keputusan penguasa yang UU dalam arti formal : keputusan penguasa yang diberi nama UU disebabkan bentuk yang diberi nama UU disebabkan bentuk yang menjadikannya UU, mis UU APBN.menjadikannya UU, mis UU APBN.

Page 11: Legal Reasoning

2. Sumber hukum dalam arti formal yang 2. Sumber hukum dalam arti formal yang tidak tertulistidak tertulis Prof. Soepomo Prof. Soepomo dalam catatan mengenai pasal 32 UUD 1950 dalam catatan mengenai pasal 32 UUD 1950

berpendapat bahwaberpendapat bahwa

“ “ Hukum adat adalah sinonim dengan hukum Hukum adat adalah sinonim dengan hukum tidak tertulis dan hukum tidak tertulis berarti tidak tertulis dan hukum tidak tertulis berarti hukum yang tidak dibentuk oleh sebuah badan hukum yang tidak dibentuk oleh sebuah badan legislatif yaitu hukum yang hidup sebagai legislatif yaitu hukum yang hidup sebagai konvensi di badan –badan hukum negara (DPR, konvensi di badan –badan hukum negara (DPR, DPRD, dsb), hukum yang timbul karena DPRD, dsb), hukum yang timbul karena putusan-putusan hakim dan hukum kebiasaan putusan-putusan hakim dan hukum kebiasaan yang hidup dalam masyarakat.”yang hidup dalam masyarakat.”

Page 12: Legal Reasoning

Prof. DR. Sudikno Mertokusumo, SHProf. DR. Sudikno Mertokusumo, SH persyaratan untuk menjadi hukum kebiasaan (Hukum Adat)persyaratan untuk menjadi hukum kebiasaan (Hukum Adat)[1][1]

adalah:adalah: Syarat materielSyarat materiel : adanya kebiasaan atau tingkah laku yang : adanya kebiasaan atau tingkah laku yang

tetap atau diulang, yaitu suatu rangkaian perbuatan yang sama, tetap atau diulang, yaitu suatu rangkaian perbuatan yang sama, yang berlangsung untuk beberapa waktu lamanya. Harus dapat yang berlangsung untuk beberapa waktu lamanya. Harus dapat ditunjukkan adanya perbuatan yang berlangsung lama (ditunjukkan adanya perbuatan yang berlangsung lama (longa longa et inventerata consuendo)et inventerata consuendo)..

Syarat intelektualSyarat intelektual: kebiasaan itu harus menimbulkan : kebiasaan itu harus menimbulkan keyakinan umum (keyakinan umum (opinio necessitasopinio necessitas) bahwa perbuatan itu ) bahwa perbuatan itu merupakan kewajiban hukum.Keyakinan ini tidak hanya merupakan kewajiban hukum.Keyakinan ini tidak hanya merupakan keyakinan bahwa selalu ajeg berlaku demikian, merupakan keyakinan bahwa selalu ajeg berlaku demikian, tetapi keyakinan bahwa memang seharusnya demikian.tetapi keyakinan bahwa memang seharusnya demikian.

Adanya akibat hukum bila kebiasaan itu dilanggar.Adanya akibat hukum bila kebiasaan itu dilanggar.

[1][1] Dikemukakan pertama kali oleh Snouck Hurgonye dalam bukunya Dikemukakan pertama kali oleh Snouck Hurgonye dalam bukunya “De Atjehers“De Atjehers” (1938) dan ” (1938) dan kemudian digunakan van Vollen Hoven yang dianggap sebagai penemu hukum adat “kemudian digunakan van Vollen Hoven yang dianggap sebagai penemu hukum adat “ Het Het Adatrecht van Nederlands Indie.”Adatrecht van Nederlands Indie.”Hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku positif Hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku positif yang disatu pihak mempunyai sanksi dan dilain pihak dalam keadaan tidak dikodifikasikan yang disatu pihak mempunyai sanksi dan dilain pihak dalam keadaan tidak dikodifikasikan (hukum adat adalah adat kebiasaan yang mempunyai akibat hukum).(hukum adat adalah adat kebiasaan yang mempunyai akibat hukum).

Page 13: Legal Reasoning

Tap MPRS No.XX/MPRS/1996 Tata urutan Tap MPRS No.XX/MPRS/1996 Tata urutan perundangan RI menurut UUD 1945perundangan RI menurut UUD 1945

Undang-undang Dasar 1945Undang-undang Dasar 1945 Tap MPRTap MPR Undang-undang/PerpuUndang-undang/Perpu Peraturan PemerintahPeraturan Pemerintah Keputusan PresidenKeputusan Presiden Peraturan MenteriPeraturan Menteri Instruksi MentriInstruksi Mentri

Page 14: Legal Reasoning

Surat Presiden tanggal 20 Agustus 1959 Surat Presiden tanggal 20 Agustus 1959

No.2262/Hk/59 sebelum TAP MPRS tNo.2262/Hk/59 sebelum TAP MPRS t

1. Undang-undang;1. Undang-undang;

2. Peraturan Pemerintah;2. Peraturan Pemerintah;

3. Peraturan Pemerintah Pengganti UU, 3. Peraturan Pemerintah Pengganti UU, diantaranya,diantaranya,

3.1 Penetapan Presiden didasarkan pada pasal 3.1 Penetapan Presiden didasarkan pada pasal

4 ayat (1) UUD 45 untuk melaksanakan4 ayat (1) UUD 45 untuk melaksanakan

Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959;Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959;

Page 15: Legal Reasoning

3.2 Peraturan Presiden didasarkan pada psl.4 3.2 Peraturan Presiden didasarkan pada psl.4

ayat (1) UUD 45 untuk melaksanakan ayat (1) UUD 45 untuk melaksanakan

Penetapan Presiden.Penetapan Presiden.

3.3 Peraturan -Pemerintah untuk melaksanakan3.3 Peraturan -Pemerintah untuk melaksanakan

Peraturan Presiden;Peraturan Presiden;

3.4 Keputusan Presiden untuk melakukan 3.4 Keputusan Presiden untuk melakukan

pengangkatan;pengangkatan;

3.5 Peraturan Menteri dan Putusan Menteri.3.5 Peraturan Menteri dan Putusan Menteri.

Page 16: Legal Reasoning

Pasal 2 Tap MPR No III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Pasal 2 Tap MPR No III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang- undangan Tata Urutan Peraturan Perundang- undangan

1. UUD 1945;1. UUD 1945;2. Tap MPR RI2. Tap MPR RI[1][1], , 3. Undang-Undang, 3. Undang-Undang, 4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, 4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, 5. Peraturan Pemerintah, 5. Peraturan Pemerintah, 6. Keputusan Presiden;6. Keputusan Presiden;7. Peraturan Daerah.7. Peraturan Daerah.[2][2]

[1][1] Adanya perubahan ke-4 UUD 45 maka kedudukan MPR setara dengan Adanya perubahan ke-4 UUD 45 maka kedudukan MPR setara dengan Yudikatif, sehingga seyogyanya TAP MPR tersebut diganti uu sajaYudikatif, sehingga seyogyanya TAP MPR tersebut diganti uu saja

[2] Adanya Surat Menkeh dan HAM yang merevisi TAP MPR tersebut No [2] Adanya Surat Menkeh dan HAM yang merevisi TAP MPR tersebut No M.UM.01.06-27 tertanggal 23 Februari 2001 yang substansinya merupakan M.UM.01.06-27 tertanggal 23 Februari 2001 yang substansinya merupakan pendapat mengenai kedudukan keputusan menteri (kepmen) dalam tata urutan pendapat mengenai kedudukan keputusan menteri (kepmen) dalam tata urutan peraturan perundang-undangan, yaitu terletak di antara keputusan presiden dan peraturan perundang-undangan, yaitu terletak di antara keputusan presiden dan peraturan daerah. Surat Menteri nmenurut ketatanegaran tidak dapat merevisi TAP peraturan daerah. Surat Menteri nmenurut ketatanegaran tidak dapat merevisi TAP MPR.MPR.

Page 17: Legal Reasoning

Prof. A. Hamid S. Attamimi Prof. A. Hamid S. Attamimi Peraturan perundang-undangan yang secara hierarkis Peraturan perundang-undangan yang secara hierarkis

berkedudukan lebih rendahberkedudukan lebih rendah a. tidak dapat mengubah materi yang ada a. tidak dapat mengubah materi yang ada

didalam aturan yang lebih tinggi; didalam aturan yang lebih tinggi;

b. tidak menambah; b. tidak menambah;

c.  tidak mengurangi; c.  tidak mengurangi;

d.  tidak menyisipi suatu ketentuan baru;d.  tidak menyisipi suatu ketentuan baru;

e.  tidak memodifikasi materi dan pengertian e.  tidak memodifikasi materi dan pengertian

yang telah ada dalam aturan induknyayang telah ada dalam aturan induknya

Page 18: Legal Reasoning

pasal 25 ayat (1) UU No. 4/2004 menegaskan :pasal 25 ayat (1) UU No. 4/2004 menegaskan : “ “Segala putusan pengadilan selain harus Segala putusan pengadilan selain harus memuat memuat

alasan dan dasar putusan tersebut,alasan dan dasar putusan tersebut, memuat pula memuat pula pasal tertentupasal tertentu dari peraturan perundang-undangan dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulissumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.”yang dijadikan dasar untuk mengadili.”

Dalam pasal 19 ayat (4) UU No.4/2004 juga Dalam pasal 19 ayat (4) UU No.4/2004 juga menegaskan:menegaskan:

“ “Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan”.bagian yang tidak terpisahkan dari putusan”.