Learning Task Gangguan Penciuman-1
Click here to load reader
-
Upload
leen-nda-ndung -
Category
Documents
-
view
55 -
download
6
description
Transcript of Learning Task Gangguan Penciuman-1
MAKALAH
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : PENCIUMAN
OLEH :
SGD 2
I PUTU RAMA CANDRA (1102105001)
I DEWA AYU AGUNG INTEN DARMAYANTI (1102105007)
PUTU PANDE EKA SUPUTRI (1102105016)
I MADE HADIARTADANA (1102105022)
KADEK LINDA DWI SAVITRI (1102105035)
NI PUTU RATIH FEBRIANA DEWI LESTARI (1102105042)
KOMANG TATIS YUNNY WULANDARI (1102105046)
NI MADE SETIA DEWI (1102105048)
SI AYU YUSI YUKISFINI (1102105055)
I GEDE MEYANTARA EKA SUPUTRI (1102105065)
NI WAYAN MAS UTAMI GARNISWARI (1002105054)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1. Pengantar
Panca indera merupakan organ-organ sensoris yang berfungsi sebagai penerima
rangsangan. Salah satu dari panca indera tersebut adalah hidung yang berfungsi sebagai
indera penciuman. Salah satu penyakit pada hidung adalah penyakit sinusitis. Hal ini
disebabkan oleh tersumbatnya aliran lendir dari sinus ke rongga hidung yang menyebabkan
terjadinya sinusitis dan mempunyai proporsi yang tinggi dalam infeksi saluran pernapasan
atas. Namun jika ostium kedalam saluran nasal bersih, infeksi akan hilang dengan cepat.
Namun demikian bila drainase tersumbat oleh septum yang mengalami penyimpangan atau
oleh turbinasi yang mengalami hipertropi, taji, atau polip, maka sinusitis akan menetap
sebagai pencetus infeksi sekunder atau berkembang menjadi suatu proses supurativa akut
2. Tujuan
a. Untuk mengetahui istilah-istilah medis terkait dengan sinusitis
b. Untuk mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, cara pemeriksaan
dan penatalaksanaan sinusitis.
c. Untuk mengetahui intervensi keperawatan yang diberikan pada klien yang mengalami
sinusitis
d. Untuk mengetahui artikel terkait intervensi yang diberikan..
3.Manfaat
a. Sarana pembaca
b. Pelengkap arsip studi
c. Media Pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
Soal Kasus
Tn. Dendi, 65 tahun, suku Jawa datang ke RS dengan diantar oleh keluarganya. Klien
mengeluh sejak empat bulan yang lalu merasa hidungnya tersumbat dan sering mengeluarkan
lendir (pilek terus menerus). Penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek,
mengeluh nyeri kepala dan sakit tenggorokan. Riwayat epistaksis (+) beberapa bulan yang
lalu. Klien disebutkan pernah menderita sakit gigi geraham. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan nyeri tekan pada sinus, hasil rinuskopi; mukosa merah dan bengkak, klien
didiagnosa mengalami sinusitis.
Berdasarkan kasus diatas:
1. Identifikasi istilah medis yang belum diketahui kemudian diskusikan dengan
kelompok.
Epitaksis (pendarahan hidung/mimisan) adalah Hemoragi dari hidung yang disebabkan
oleh rupturnya pembuluh kecil yang mengalami distensi dalam membrane mukosa pada
area hidung. Jarang epitaksis berasal dari jaringan yang sangat banyak mengandung
pembuluh di atas turbinate.Tempatnya yang paling umum adalah septum anterior, dimana
tiga pembuluh darah besar memasuki rongga nasal. Terdapat berbagai penyebab yang
berkaitan dengan epitaksis, termasuk trauma, infeksi, obat-obatan, penyakit
kardiovaskuler, diakrasias darah, tumor darah, humiditas rendah, benda asing dalam
hidung, dan deviasi septum nasal. (Dianne C Baughman & Joann C. Hackly.2000)
Sebagian besar epitaksis berasal dari bagian sterior hidung sepanjang septum. Pada orang
dewasamuda biasanya terjadi karena trauma jari. Epistaksis seringkali ditemukan pada
orang demam. Pemeriksa harus menyingirkan tumor hidung, trauna, dan benda asing.
Tekanan darah tinggi harus dikontrol. Epistaksis dapat merupakan pertanda dari
perdarahan otak hipertensi yang akan datang. (eliastam, Michael.1998)
Epitaksis biasanya disebabkan oleh rupture traumatic atau spontan dari pembuluh darah
mukosa superficial di area little. Untuk menyingkirkan penyebab lainnya, penting untuk
menentukan epitaksis tersebut berkaitan dengan trauma atau kelainan perdarahan.
Keadaan ini dapat pula disebabkan oleh sinusitis kronis atau keganasan di dalam sinus.
Penyebab tersering epistaksis adalah mengorek hidung . faktor etiologoi lainnya adalah
penggunaan kokkain. (Mark H. Swartz, 1995).
2. Diskusikan tentang sinusitis:
a. Pengertian
Sinusitis adalah peradangan dari selaput lendir yang melapisi rongga sinus.
Peradangan ini dapat berupa akut atau kronis dan menyebabkan kelenjar lendir di
sinus menghasilkan secret dan lendir lebih banyak . (Bob Flaws & Phillipe Sionneau:
2001)
Sinusitis adalah penyakit inflamasi dari sinus paranasal akibat infeksi, proses alergi,
atau auto-imun (Harwood-Nuss : 2010)
Sinusitis adalah infeksi atau peradangan pada sinus paranasal. Infeksi virus, bakteri,
dan jamur, serta reaksi alergi, bisa menyebabkan sinusitis. (Hildyard, Anne & Jolyon
Godard : 2008)
Sinus Infeksi "sinusitis infektif" adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
setiap peradangan atau pembengkakan lapisan lendir dari sinus atau semua sinus
(pansinusitis) karena infeksi. (Daniel Simmen, Nick Jones – 2005 )
Sinusitis mencakup proporsi yang tinggi dalam infeksi saluran nafas atas. Jika ostium
kedalam saluran nasal bersih, infeksi akan hilang dengan cepat. Namun demikian bila
drainase tersumbat oleh septum yang mengalami penyimpangan atau oleh turbinasi
yang mengalami hipertrofi, taji, ataupolips, maka sinusitis akan menetap sebagai
pencetus infeksi sekunder atau berkembang menjadi suatu proses supurativa akut
(Brunner&Suddarth:2001)
Jadi sinusitis adalah peradangan atau infeksi yang terjadi dari sinus pranasal yang
diakibatkan oleh infeksi virus, bakteri dan jamur serta reaksi alergi yang ditandai
dengan peradangan atau pembengkakan lapisan lendir dari sinus sehingga secret dan
lendir dihasilkan lebih banyak.
b. Etiologi
Etiologi sinusitis adalah :
Penjalanan infeksi gigi seperti infeksi periapikal atau abses apikal gigi dari gigi
kaninus sampai gigi molar tiga atas. Biasanya infeksi lebih sering terjadi pada
kasus-kasus akar gigi yang hanya terpisah dari sinus oleh tulang yang tipis,
walaupun kadang-kadang ada juga infeksi mengenai sinus yang dipisahkan oleh
tulang yang tebal (Ross, 1999).
Prosedur ekstraksi gigi. Pencabutan gigi ini dapat menyebabkan terbukanya dasar
sinus sehingga lebih mudah bagi penjalanan infeksi (Saragih, 2007).
Penjalaran penyakit periodontal yaitu dijumpai adanya penjalaran infeksi dari
membran periodontal melalui tulang spongiosa ke mukosa sinus (Prabhu; Padwa;
Robsen; Rahbar, 2009).
Trauma, terutama fraktur maksila yang mengenai prosesus alveolaris dan sinus
maksila (Ross, 1999).
Adanya benda asing dalam sinus berupa fragmen akar gigi dan bahan tambahan
akibat pengisian saluran akar yang berlebihan (Saragih, 2007).
Osteomielitis pada maksila yang akut dan kronis (Mangunkusomo; Rifki,2001).
Kista dentogen yang seringkali meluas ke sinus maksila, seperti kista radikuler
dan folikuler (Prabhu; Padwa; Robsen; Rahbar, 2009).
Deviasi septum kavum nasi, polip, serta neoplasma atau tumor dapat
menyebabkan obstruksi ostium yang memicu sinusitis (Mangunkusomo dan
Soetjipto,2007).
Beberapa Faktor predisposisi atau faktor yang memperberat:
Obstruksi mekanik, seperti deviasi septum, pembesaran konka, benda asing di
hidung, polip hingga tumor di hidung
Rhinitis alergika
Lingkungan : polusi, udara dingin dan kering
Berdasarkan kasus diatas, etiologi dari sinusitis yang dialami oleh Tn. Dendi adalah
penjalaran infeksi pada gigi graham.
c. Patofisiologi (WOC) diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteomeatal. Sinus dilapisi
oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi
menjadi dua yaitu lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda. Cairan
mukus dilepaskan oleh sel epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai
antimikroba serta mengandungi zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme
Pertahanan tubuh terhadap kuman Yang masuk Bersama udara pernafasan. Cairan
mukus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika jumlahnya berlebihan
(Ramalinggam,1990;Mangunkusomo dan Soetjipto,2007).
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya sinusitis
yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium sinus akan
menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi silia berkurang
dan epitel sel mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik (Kieff
dan Busaba, 2004). Disfungsi silia ini akan menyebabkan retensi mukus yang
kurang baik pada sinus (Hilger,1997).
Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena infeksi
bakteri (anaerob) menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga jaringan lunak
gigi dan sekitarnya rusak (Prabhu; Padwa; Robsen; Rahbar, 2009). Pulpa terbuka
maka kuman akan masuk dan mengadakan pembusukan pada pulpa sehingga
membentuk gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan mengenai selaput periodontium
menyebabkan periodontitis dan iritasi akan berlangsung lama sehingga terbentuk
pus. Abses periodontal ini kemudian dapat meluas dan mencapai tulang alveolar
menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar membentuk dasar sinus maksila
sehingga memicu inflamasi mukosa sinus. Disfungsi silia, obstruksi ostium sinus
serta abnormalitas sekresi mukus menyebabkan akumulasi cairan dalam sinus
sehingga terjadinya sinusitis maksila (Drake, 1997).
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan dengan
tiga faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung. Perubahan
salah satu dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan
sinusitis.
Gangguan persepsi sensori : PENCIUMAN
PATHWAY SINUSITIS
Nyeri akut Gangguan rasa nyaman
Hipertemi
Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Lingkungan yang berpolusi, udara, dingin, kering
Perubahan mukosa dan kerusakan silia
Mempercepat terjadinya infeksi pada sinus
Sinusitis
Infeksi bakteri, jamur, virus (rinogen dan dentogen)
Infeksi saluran nafas bagian atas
Mekanisme pertahanan tubuh
Pelepasan mediator kimia
Bradikinin Prostaglandin
Edema(mukosa membengkak)
Pengumpulan secret
Peradangan terus menerus
Penumpukan secret
Peradangan terus menerus
Peningkatan dan penumpukan secret berlebih pada sinus
Gangguan saraf olfaktorius
Penurunan fungsi penciuman
Peningkatan tekanan pada tulang hidung
Kurang puas dengan situasi tersebut
Peningkatan sel point hipotalamus
Berdasarkan pathway diatas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat 5 diagnosa
yang mungkin muncul pada pasien yang mengalami sinusitis yaitu :
- Gangguan persepsi sensori : Penciuman
- Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
- Nyeri akut
- Gangguan rasa nyaman
- Hipertermi
Namun, sesuai dengan kasus, diagnose keperawatan yang muncul pada Tn. Dendi
antara lain :
- Gangguan persepsi sensori : Penciuman
- Ketiidakefektifan bersihan jalan nafas
- Nyeri akut
d. Gejala klinis
Gejala infeksi sinus maksilaris akut berupa demam, malaise, dan nyeri kepala yang
tidak jelas yang biasanya reda dengan pemberian analgetik biasanya seperti aspirin.
Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak,
misalnya sewaktu naik dan turun tangga (Tucker dan Schow, 2008). Seringkali
terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri di tempat lain
karena nyeri alih (referred pain). Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung
dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non-produktif juga seringkali ada
(Sobol,2011). Sinusitis maksilaris dari tipe odontogen harus dapat dibedakan
dengan rinogen karena terapi dan prognosa keduanya sangat berlainan. Pada sinusitis
maksilaris tipe odontogenik ini hanya terjadi pada satu sisi serta pengeluaran pus
yang berbau busuk. Di samping itu, adanya kelainan apical atau periodontal
mempredisposisi kepada sinusitis tipe dentogen. Gejala sinusitis dentogen menjadi
lebih lambat dari sinusitis tipe rinogen (Mansjoer,2001).
Gejala sinusitis dibagi menjadi 2 yaitu mayor dan minor. Gejala Mayor yaitu Nyeri /
berat / tertekan pada wajah, Hidung buntu, Lendir / ingus kekuningan / kehijauan,
Gangguan membau, Panas sedangkan gejala minornya yaitu nyeri kepala, nyeri gigi,
batuk, nyeri/berat/tertekan pada telinga.
Diagnosis sinusitis dapat diangkat jika terdapat minimal 2 gejala mayor atau 1 gejala
mayor disertai dengan minimal 2 gejala minor
Gejala sinusitis diklasifikasikan menjadi Tiga, yakni
Sinusitis akut
Bila gejala berlangsung selama beberapa hari hingga 4 minggu.
Sinusitis subakut
Bila gejala berlangsung selama 4 minggu hingga 3 bulan
Sinusitis Kronis
Bila gejala berlangsung lebih dari 3 bulan
Beberapa gejala subjektif dibagi menjadi gejala sistemik dan gejala lokal, gejala
sistemik yang dimaksud adalah demam dan lesu. Gejala lokal yang muncul adalah
ingus kental dan berbau, nyeri di sinus, reffered pain (nyeri yang berasal dari tempat
yang lain), yang bervariasi pada tiap sinus, seperti sinusitis maksila terdapat nyeri
pada kelopak mata dan kadang-kadang menyebar ke alveolus, sinusitis etmoid, rasa
nyeri dirasakaan di pangkal hidung dan kantus medius, sinusitis frontal, rasa nyeri
dirasakan di seluruh kepala, sedangkan sinusitis sphenoid, nyeri dirasakan di
belakang bola mata dan mastoid. Pada pemeriksaan beberapa gejala obyektif bisa
didapatkan:
1. Pembengkakan di daerah muka
2. Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior , selaput permukaan konka merah dan
3. Bengkak
4. Pada rhinoskopi posterior terdapat lendir di nasofaring dan post nasal drip.
Sinus yang sakit Nyeri setempat Nyeri alih
Maksilaris Belakang mata
Pipi
Hidung
Gigi atas
Bibir atas
Gigi
Retrobulbar
Etmoidalis Periorbital
Retronasal
Retrobulbar
Oksipital
Servikal
Frontalis Supraorbital
Frontal
Nyeri
Kepala
Bitemporal
dan
Oksipital
e. Cara pemeriksaan
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan dengan palpasi turut membantu menemukan nyeri tekan
pada daerah sinus yang terkena (Saragih, 2007) Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi
anterior dan posterior, nasoendoskop sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih
tepat dan dini (Mangunkusomo dan Soetjipto,2007). Rinoskopi anterior memberi
gambaran anatomi danmukosa yang edema, eritema, dan sekret yang mukopurulen.
Lokasi sekretdapat menentukan sinus mana yang terkena. Rinoskopi posterior
dapat melihat koana dengan baik, mukosa hipertrofi atau hiperplasia
(Mansjoer,2001).
Pemeriksaan penunjang lain adalah transiluminasi. Hanya sinus frontal dan maksila
yang dapat dilakukan transiluminasi. Pada sinus yang sakit akan menjadi suram atau
gelap (Ross, 1999). Dengan nasal endoskopi dapat diketahui sinus mana yang terkena
dan dapat melihat adanya faktor etiologi lokal. Tanda khas ialah adanya pus di meatus
media pada sinusitis maksila, etmoidalis anterior dan frontal atau pus di meatus
superior pada sinusitis etmoidalis posterior dan sfenoidalis (Mehra dan Murad, 2004;
Mangunkusomo dan Soetjipto,2007). Selain itu, nasal endoskopi dilakukan untuk
menegakkan diagnosis sinusitis akut dimana pus mengalir ke bawah konka media dan
akan jatuh ke posterior membentuk post nasal drip (Ross, 1999).
Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos posisi atau CTscan. Foto polos
posisi Waters, posteroanterior, dan lateral umumnya hanya mampu menilai kondisi
sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan yang akan terlihat adalah
perselubungan, batas udara-cairan (airfluid level) Pada sinusitis maksila atau
penebalan mukosa (Mehra dan Murad, 2004). CT-scan sinus merupakan gold
standard karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam
hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Namun karena mahal hanya
dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak membaik dengan
pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus
(Mangunkusomo dan Soetjipto,2007).
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil sekret
dari meatus media atau superior, untuk mendapat antibiotic yang tepat guna. Lebih
baik lagi bila diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila (Mangunkusomo
dan Soetjipto,2007). Kebanyakan sinusitis disebabkan infeksi oleh Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis. Gambaran
bakteriologik dari sinusitis yang berasal dari gigi geligi didominasi oleh infeksi gram
negatif sehingga menyebabkan pus berbau busuk dan akibatnya timbul bau busuk dari
hidung (Ross, 1999).
Di samping itu, sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus
maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskopi dapat dilihat kondisi sinus
maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi
(Mangunkusomo dan Soetjipto,2007).
Jadi cara pemeriksaan sinusitis dapat dilakukan dengan inspeksi, palpasi apabila ada
nyeri tekan, rinoskopi, transiluminasi, nasal endoskopi, foto polos posisi atau CTscan,
operasi sinus, Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dengan mengambil secret
untuk pemberian antibioyik yang tepat, sinuskopi dengan irigasi sinus untuk terapi.
f. Penatalaksanaan
Terapi
Prinsip terapi : Atasi masalah gigi, Konservatif dilakukan dengan memberikan obat-
obatan atau irigasi, Operatif, Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan
pada sinusitis akut bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan
mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus (Tucker dan Schow, 2008).
Antibiotik pilihan berupa golongan penisilin seperti Amoksisilin. Jika diperkirakan
kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan
Amoksisilin-Klavulanat atau jenis Cephalosporin generasi kedua (Chambers dan
Deck, 2009). Terapi lain dapat diberikan jika diperlukan seperti mukolitik,
analgetik, steroid oral dan topikal, pencucian rongga hidung dengan natrium
klorida atau pemanasan. Selain itu, dapat dilakukan irigasi sinus maksilaris atau
koreksi gangguan gigi (Mangunkusomo dan Soetjipto,2007). Bedah sinus endoskopi
fungsional (BSEF) adalah operasi pada hidung dan sinus yang menggunakan
endoskopi dengan tujuan menormalkan kembali ventilasi sinus dan klirens mukosiliar
(Longhini; Bransletter; Ferguson, 2010). Prinsip BSEF ialah membuka dan
membersihkan kompleks osteomeatal sehingga drainase dan ventilasi sinus lancar
secara alami. Selain itu, operasi Caldwell Luc dapat juga dilakukan untuk
memulihkan sumbatan sinus atau infeksi sinus maksila. Tindakan ini dilakukan
dengan mengadakan suatu rute untuk mengkoneksi sinus maksila dengan hidung
sehingga memulihkan drainase (Cho dan Hwang, 2008).
A. Nofarmakologis :
Pencucian sinus paranasal :
a. Pada sinus maksila
Dilakukan fungsi sinus maksila, dan dicuci 2 kali seminggu dengan larutan garam
fisiologis. Caranya ialah, dengan sebelumnya memasukkan kapas yang telah
diteteskan xilokain dan adrenalin ke daerah meatus inferior. Setelah 5 menit, kapas
dikeluarkan, lalu dengan trokar ditusuk di bawah konka inferior, ujung trokar
diarahkan ke batas luar mata. Setelah tulang dinding sinus maksila bagian medial
tembus, maka jarum trokar dicabut, sehingga tinggal pipa selubungnya berada di
dalam sinus maksila. Pipa itu dihubungkan dengan semprit yang berisi larutan garam
fisiologis, atau dengan balon yang khusus untuk pencucian sinus itu. Pasien yang
telah ditataki plastik di dadanya, diminta untuk membuka mulut. Air cucian sinus
akan keluar dari mulut, dan ditampung di tempat bengkok. Tindakan ini diulang 3
hari kemudian. Karena sudah ada lubang fungsi, maka untuk memasukkan pipa
dipakai trokar yang tumpul. Tapi tindakan seperti ini dapat menimbulkan
kemungkinan trokar menembus melewati sinus ke jaringan lunak pipi,dasar mata
tertusuk karena arah penusukan salah, emboli udara karena setelah menyemprot
dengan air disemprotkan udara dengan maksud mengeluarkan seluruh cairn yang
telah dimasukkan serta perdarahan karena konka inferior tertusuk. Lubang fungsi ini
dapat diperbesar, dengan memotong dinding lateral hidung, atau dengan memakai
alat, yaitu busi. Tindakan ini disebut antrostomi, dan dilakukan di kamar bedah,
dengan pasien yang diberi anastesi.
b. Pada sinus frontal, etmoid dan sfenoid, pencucian sinus dilakukan dengan
pencucian Proetz. Caranya ialah dengan pasien ditidurkan dengan kepala lebih rendah
dari badan. Kedalam hidung diteteskan HCL efedrin 0,5-1,5 %. Pasien harus
menyebut “kek-kek” supaya HCL efedrin yang diteteskan tidak masuk ke dalam
mulut, tetapi ke dalam rongga yang terletak dibawah ( yaitu sinus paranasal, oleh
karena kepala diletakkan ebih rendah dari badan). Ke dalam lubang hidung
dimasukkan pipa gelas yang dihubungkan dengan alat pengisap untuk menampung
ingus yang terisap dari sinus. Pada pipa gelas itu dibuat lubang yang dapat ditutup
dan dibuka dengan ujung jari jempol. Pada waktu lubang ditutup maka akan terisap
ingus dari sinus. Pada waktu meneteskan HCL ini, lubang di pipa tidak ditutup.
Tindakan pencucian menurut cara ini dilakukan 2 kali seminggu.
Pembedahan, dilakukan :
a. Bila setelah dilakukan pencucian sinus 6 kali ingus masih tetap kental.
b. Bila foto rontgen sudah tampak penebalan dinding sinus paranasal. Persiapan
sebelum pembedahan perlu dibuat foto ( pemeriksaan) dengan CT scan.
B. Farmakologis
Dekongestan local : efedrin 1%(dewasa) ½%(anak).
Dekongestan oral sedo efedrin 3 X 60 mg
Pemberian antibiotik dalam 5-7 hari (untuk Sinusitis akut) yaitu :
a. Ampisilin 4 X 500 mg
b. Amoksilin 3 x 500 mg
c. Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet
d. Diksisiklin 100 mg/hari.
Pemberian obat simtomatik, contohnya parasetamol., metampiron 3 x 500 mg
3. Buatlah intervensi keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang muncul
dan sertakan satu artikel yang menunjang salah satu intervensi pada diagnose yang
diangkat.
(Terlampir)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sinusitis merupakan peradangan atau infeksi yang terjadi dari sinus pranasal yang
diakibatkan oleh infeksi virus, bakteri dan jamur serta reaksi alergi yang ditandai dengan
peradangan atau pembengkakan lapisan lendir dari sinus sehingga sekret dan lendir
dihasilkan berlebih. Sinusitis dapat disebabkan karena infeksi, trauma (fraktur maksila),
adanya benda asing, osteomielitis pada maksila, kista dentogen, penjalaran penyakit
periodontal, deviasi septum kavum nasi, polip serta neoplasma atau tumor, obstruksi
mekanik seperti deviasi septum, pembesaran konka, benda asing di hidung, polip hingga
tumor di hidung, rhinitis alergika dan lingkungan : polusi, udara dingin dan kering. Tanda
dan gejala dari sinusitis terdapat gejala umum dan gejala yang tergantung dari lokasi
sinusitisnya. Dalam mendiagnosis sinusitis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik,dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaannya meliputi
farmakologis dan nonfarmakologis.
DAFTAR PUSTAKA
Sue, Marion, Meridean, Elizabeth. 2008. Nursing Outcomes Classification Fourth
Edition. USA : Mosby Elsevier
Joanne&Gloria. 2004. Nursing Intervension Classification Fourth Edition. USA : Mosby
Elsevier
Bob Flaws & Phillipe Sionneau. 2001. The Treatment of ModernWestern Medical
Diseases with Chinese Mediciene. Blue Poppy Press: Western Ave (e-book)
Nuss, Harwood. 2010. Clinical Practice of Emergency Mediciene. China : Lippincot
Willams & Wilkins a Wolters Kluwer Bussiness (e-book)
Daniel Simmen, Nick Jones. 2005. Manual of Endoscopic Sinus Surgery and its Extended
Applications. Germany: Thieme (e-book)
Hildyard, Anne & Jolyon Godard. 2008. Diseases and Disorders. Malaysia: Manhall
Cavendish (e-book)
http://www.infokedokteran.com/tht/gejala-klinis-sinusitis.html
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan medikal bedah volume 1. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Mark H. Swartz. 1995. Buku Ajar Diagnostic Fisik. Jakarta: Penerbit buku kedokteran
EGC
C Baughman & Joann C. Hackly.2000. buku saku Keperawatan medical bedah Jakarta :
penerbit buku kedokteran EGC)
Eliastam, Michael.1998. Penuntun kedaduratan medis edisi 5. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC