Learning Objective up 2 blok 15

download Learning Objective up 2 blok 15

of 8

description

laporan tutorial up 2 blok 15 fkh

Transcript of Learning Objective up 2 blok 15

Learning Objective :Mengetahui :1. Pakan ruminansia yang menyebabkan keracunan2. Patogenesis, gejala klinis, perubahan patologis, diagnosis , terapi, dan pencegahan keracunan daun singkongPembahasan :1. Pakan ruminansia yang menyebabkan keracunanRacun ternak yang dalam bahasa peternakan lebih dikenal sebagai anti nutrisi merupakan substansi yang dapat mempengaruhi beberapa aspek metabolisme tubuh atau dengan kata lain akan dapat mempengaruhi aspek biologi (terkait dengan terganggunya fungsi metabolisme tubuh) dan aspek ekonomi (dengan turunnya produktivitas dan atau nilai jual ternak yang bersangkutan) sehingga sangat merugikan bagi para peternak. Konsentrasi racun dalam tanaman dapat bervariasi dari tahun ketahun, melalui musim pertumbuhan tanaman, atau sebagai jawaban dari faktor lingkungan seperti kekeringan. Sebagai contoh, akumulasi konsentrasi racun potensial dari nitrat dalam pakan ternak sangat sering terjadi selama periode kekeringan yang menghalangi pertumbuhan normal tanaman.a. Kacang TanahKacang tanah atau bungkil kacang tanah sebagai limbah industri sering dimanfaatkan untuk makanan penguat bagi ternak, utamanya sapi dan babi. Kacang tanah atau bungkil kacang tanah dalam situasi tertentu dapat mengakibatkan keracunan akibat dari daya kerja aflatoksin.Dalam keadaan biasa pakan ternak dari bungkil kacang tanah ini adalah normal dan biasa diberikan, namun dalam situasi tertentu dapat menjadi racun karena kacang atau bungkil kacang tersebut telah ditumbuhi jamur Aspergillus flavus. Galur tertentu dari jamur tersebut dapat diproduksi toksin, terutama bila bungkil yang tersedia tidak betul-betul kering.Hewan rentan terhadap racun dari jamur Aspergillus ini adalah sapi, babi, dan ayam, sedangkan domba termasuk lebih tahan. Hewan muda lebih rentan daripada hewan dewasa. b. Lantana (Pohon bunga Telekan)Lantana memiliki banyak spesies, tetapi yang paling banyak dijumpai adalah Lantana camara. Lantana termasuk jenis tanaman perdu, berbatang kasar, bercabang banyak, permukaan daun kasar dan tepi daun bergerigi. Warna mahkota beragam, antara lain merah, kuning, ungu dan putih.Lantana tumbuh di hampir setiap negara tropis dan dapat hidup di tanah yang sangat miskin hara, kering, tandus, dan berbatu. Daun tanaman ini mengandung zat yang disebut Lantadine yang bersifat racun pada sapi. Sapi yang terlanjur memakan tanaman ini akan menunjukkan gejala kekuningan yang berat (jaundice), peka terhadap cahaya matahari, peradangan kulit yang berisifat simetris mulai dari yang paling ringan sampai berat terutama pada bagian tubuh yang banyak terkena sinar matahari, kehilangan nafsu makan, diare, gelisah, ambruk, dan pada umumnya tidak menyebabkan kematian. Apabila sapi memakan tanaman ini dalam jumlah banyak dapat menyebabkan kematian dalam waktu beberapa hari setelah munculnya gejala klinis karena sapi mengalami peradangan lambung dan usus (gastroenteritis). Penyakit akibat memakan tanaman L. camara atau tanaman lain yang mengandung Lantadine dikenal dengan nama Penyakit Bali ziekta. Sapi Bali, Brahman cross, dan sapi Brahman sangat rentan terhadap racun tanaman lantana ini.c. Jarak (Ricinus communis)Tanaman ini disebut juga Palma Christi, yang dapat meracuni darah. Tanaman ini ditamukan hampir disetiap daerah tropis. Tanaman ini termasuk jenis tanaman semak yang dapat tumbuh sampai pada ketinggian 3 meter. Tanaman ini berdaun lebar dan memiliki 3 atau 5 jari. Bunganya kecil-kecil dan berwarna kuning. Bijinya bulat ada kalanya direndam atau direbus untuk dimakan orang bagi yang biasa memakannya. Bila tidak ada perlakuan tertentu, biji-biji jarak ini dapat meracuni. Biji jarak ini dapat diperas dan menghasilkan minyak castro. Ampas dari biji jarak tersebut mengandung banyak substansi beracun karena mengandung toksalbumin yang disebut risin.d. Bakung Bakung termasuk dalam keluarga Liliaceae. Hampir semua jenis bakung adalah beracun dan tidak mudah dicerna. Tanaman jenis ini banyak tumbuh di padang penggembalaan sehingga secara tidak sengaja dapat termakan oleh ternak. Umbi bakung sering lebih banyak mengandung racun daripada bagian tanaman yang berada di atas tanah. Hewan yang termasuk rentan adalah sapi dan babi. Babi sering terkenaracun bakungkarena kebiasaannya makan umbi-umbian dengan cara menggali tanah menggunakan moncongnya. Glikosida atau alkaloid merupakan bahan pokok racun yang berakibat pada jantung dan sistem saraf. Bila hanya sebagian kecil yang termakan, maka akan terlihat gejala saraf. Tetapi bila sebagian besar termakan, maka yang timbul adalah gejala jantung sebelum sempat menunjukkan gejala saraf.e. Ubi Kayu (Casava)Singkong mengandung senyawa yang berpotensi racun yaitulinamarindan lotaustralin. Keduanya termasuk golonganglikosida sianogenik. Linamarin terdapat pada semua bagian tanaman, terutama terakumulasi pada akar dan daun. Kandungan sianida pada daun ubi kayu bervariasi, tergantung pada jenisnya. Daun ubi kayu yang segar memiliki kandungan sianida yang cukup banyak. Cara menetralisasi kandungan sianida tersebut dapat dilakukan dengan dijemur sebelum diberikan kepada ternak.Hewanyang rentan adalah semua jenis ternak ruminansia termasuk sapi, kerbau, kambing, dan domba. Oleh karena itu daun ubi kayu yang akan diberikan kepada ternak harus dipanaskan terlebih dahulu di bawah terik matahari hingga layu untuk menetralisasi kandungan racunnya. f. Pucuk bambu (rebung)Racun alami pada pucuk bambu termasuk dalam golonganglikosida sianogenik. Untuk mencegah keracunan akibat mengkonsumsi pucuk bambu, maka sebaiknya pucuk bambu yang akan dimasak terlebih dahulu dibuang daun terluarnya, diiris tipis, lalu direbus dalam air mendidih dengan penambahan sedikit garam selama 8-10 menit. Gejala keracunannya mirip dengan gejala keracunan singkong, antara lain meliputi penyempitan saluran nafas, mual, muntah, dan sakit kepala(Widodo, 2005).

Tabel 1. Daftar Tanaman yang Mengandung Racun dan Berbahaya Bagi TernakNama ilmiahNama tanamanBinatang yang terkenaBagian beracunAnti nutrisi utama

Abrus precatoriusKacang rosarySemuaBijiAbrin

Acotinum sppMonkshod atau woshbaneSapi, kambingSemuaAkonitin

Aesculus spp.Horse chestnutSapi, kambingBuahSaportin atau glikosida

Agrostema githagoJagung cockleUngags, sapi, kambingBijiGithagin

Allium spp.BawangSapi,kudaUmbi, dan daunSMCO

Laburnum anagyroidesGolden chain ataun laburnumSapi, kuda, babiPolong dan bijiCritisin

Lantana camaraYellow sageSapi, domba, kambingBuah berry hijau mentahTriterpen

Linum ussitatissumFlaxSapi, dombaSemua Sianogenik glikosida

Lotus corniculatusBirdsfoot trefoilSapi, dombaBijiCN tannin

Lupinus spp.LupinSapi, kambingSemuaLupinin,anagirin, spartein

Medicado sativaAlfalfaSapi, ayam, dombaSemuaCanavanin,saponin

Nerium oleanderOleanderKuda, sapi, kambingSemuaNeriosida, saponin, cardiac glikosida

Ranunculus spp.Buttercups atau crowfootSapi, kuda, kambingSemuaprotoanemonin

Rinnicus communisCastor beanSemuaBijiRicin, albumin

Robinia pseudoacaciaBlack lotusKuda, sapi, unggas, dombaDaun, biji, kulit kayuRobin, fosin

Rumex spp.DockSapi, dombadaunOksalat

(Widodo, 2005).

2. Patogenesis, gejala klinis, perubahan patologis, diagnosis , terapi, dan pencegahan keracunan daun singkonga. PatogenesisSenyawa sianida dapat masuk ke tubuh melalui tiga cara, yaitu lewat pernafasan, absorbsi kulit dan saluran pencernaan. Daun singkong disebut tanaman sianogenik karena mengandung toksin glikosida sianogenik. Glikosida sianogenik adalah glikosida yang akan menghasilkan asam sianida (HCN) ketika diproses dalam pencernaan atau ketika terjadi kerusakan pada tanaman glikosida sianogenik sendiri (Smith, 2002). Ketela mengandung 2 macam glikogen sianogenik, yaitu linamarin dan lotaustralin. Kedua toksin ini akan dipecah oleh enzim hidrolitik yang ada pada tanaman menjadi asam sianida (HCN), aseton, dan glukosa. Keracunan glikosida sianogenik ini sering terjadi pada sapi dikarenakan sapi memiliki lambung yang bersifat alkalis (pH 6,5 7), memiliki kadar air yang tinggi, dan memiliki enzim mikrofloral yang dapat menghidrolisa glikosida menjadi asam sianida. Tanaman yang mengandung glikosida sianogenik akan melepaskan -glikosidase dan akan bertemu dengan glikosida sehingga asam sianida bebas akan dilepaskan (Smith,2002). Apabila sianida terabsorbsi ke dalam tubuh maka akan menghambat pengambilan oksigen sel dengan cara menghalangi enzim sitokrom oksidase, yaitu suatu enzim yang berfungsi untuk transportasi oksigen seluler atau jaringan. Akibat dari keadaan ini, akan menyebabkan pernafasan sel terganggu dan akhirnya terjadi kematian sel. Sianida di dalam tubuh dapat dimetabolisir oleh hati, ginjal dan jaringan tubuh lainnya menjadi senyawa tiosianat yang kurang toksik. Metabolisme sianida menjadi tiosianat ini karena adanya enzim sulfurtransferase (rodanase) pada organ-organ tersebut. Kadar tiosianat akan meningkat dalam waktu lebih dari 20 menit pasca pemberian sianida (Natalia., dkk, 2009).HCN ini memiliki afinitas yang tinggi terhadap trivalent ironyang ada pada molekul sitokrom oksidase.Reaksi ini terjadi di dalam mitokondria, tempat sitokrom oksidase membentuk komplek yang stabil dengan sianida. Dengan demikian proses transpor elektron pada rantai pernafasan sitokrom dihentikan, dan metabolisme oksidasi serta posforilasi dihambat. Dengan demikian, maka sianida menimbulkan hipoksia selular atau cytotoxic anoxia. Di sini oksihemoglobin tidak dapat melepaskan oksigennya untuk proses transpor elektron. Itulah sebabnya mengapa pada keracunan sianida, darah terlihat berwarna merah terang, karena oksigen tidak dapat digunakan oleh sel. Hipoksia yang terjadi pada tingkat susunan syaraf pusat di otak juga mempengaruhi pusat sistem pernafasan (Bahri dan Tarmudji, 1994).Dengan adanya methemoglobin (Hb-Fe3+), sianida dapat dilepaskan dari ikatan komplek sianida-sitokrom oksidase (Cyt-Fe2+-CN). Kemudian, enzim rodanase yang ada di mitokondria akan membantu mentransfer sulfur dari tiosulfat ke ion sianida (CN-), sehingga terbentuk tiosianat. Selanjutnya enzim pernafasan dibebaskan, dengan akibat pernafasan sel kembali normal. Efek samping tiosianat yang dihasilkan dari metabolisme sianida adalah berupa gangguan pada kelenjar tiroid, terutama pada ternak yang kekurangan iodium. Tetapi hal ini hanya dapat timbul bila kejadiannya kronis (Bahri dan Tarmudji, 1994).b. Gejala KlinisGejala keracunan sianida umumnya terjadi dalam 15-20 menit setelah mengkonsumsi pakan yang mengandung sianida. Gejala keracunan sianida adalah susah bernafas, denyut nadi cepat, lemah, tremor, dilatasi pupil, hipersalivasi, terjadi kejang-kejang, dan lapisan mukosa berwarna merah terang. Kadang-kadang hewan mati tanpa terlihat gejala-gejalanya karena efeknya secara langsung menyebabkan kekurangan oksigen pada otak dan jantung yang dapat mempercepat kematian. Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan yang timbul secara progresif. Efek toksisitas sianida terhadap ternak bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1) ukuran dan jenis hewan, 2) kecepatan hewan mengunyah pakan, 3) jenis sianogen dalam tanaman, 4) keaktifan enzim dalam memecah pakan, dan 5) daya detoksifikasi sianida.Inhibisi sitokrom oksidase akan menekan transport elektron dalam siklus Krebs yang menghasilkan energi, sehingga gejala keracunan pertama adalah hewan tampak lesu, tak bergairah seolah-olah tidak mempunyai banyak tenaga untuk bergerak, nafsu makannya juga sangat menurun. Karena tubuh kekurangan oksigen, tubuh tampak kebiru-biruan (cyanosis) dan dengan sorot mata yang tidak bersinar. Terjadi pula disfungsi pada sistem syaraf pusat, sehingga menimbulkan gejala mengantuk yang sulit dihindarkan. Keracunan yang berlanjut akan menyebabkan kehilangan keseimbangan, hewan tidak dapat berdiri tegak,sempoyongan, nafas tersengal-sengal, muntah, kejang-kejang, lumpuh, dan dalam beberapa detik akhirnya hewan mengalami kematian (Widodo, 2005).c. Perubahan patologisDapat di temukan lesi secara konsisten yang merupakan suatu hubungan dari adanya oksigenasi dalm darah. Membrane mukosa berwarna merah muda karena mengandung O2, sedangkan darah berwarna merah terang dan biasanya bersirkulasi secara lambat. Terjadi pula perubahan secara supepikardial atau subendikardial. Pada bagian abomasum dan usus mengalami kongensti pada jaringan yang dapat menunjukkan pendarahan ptekie, pada bagian trake adan pulmo juga menunjukkan adanya kongesti, dan apabila bagian rumen dinekropsi akan tercium bau tengik mirip kacang almond. Selain itu juga terjadi hemoragi kardia (mati mendadak). Apabila penyakit sudah bersifat kronis akan menimbulkan encephalomalacia, kerusakan spinalcord, penebalan dan nekrosis kandung kemih (cystitis) (Andrew,dkk., 2004).d. DiagnosisDiagnosis keracunan sianida secara pasti hanya dapat dilakukan dengan menganalisa kadar sianidanya dari dalam rumen, darah, hati, ginjal dan organ-organ lainnya, tetapi hal ini sangat sulit dilakukan karena sianida ini sangat tidak stabil. Sebaliknya, kadar tiosianat serum sebagai hasil metabolisme sianida di dalam tubuh cukup stabil. Kadar tiosianat pada kambing normal dilaporkan sekitar 0,9-10,2 g/ml. Karena efek racun dari sianida adalah memblok pengambilan dan penggunaan dari oksigen, maka akan didapatkan rendahnya kadar oksigen dalam jaringan. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat warna merah terang pada arteri dan vena retina karena rendahnya penghantaran oksigen untuk jaringan. Peningkatan kadar oksigen pada pembuluh darah vena akan mengakibatkan timbulnya warna kulit seperti cherry-red, tetapi tanda ini tidak selalu ada (Bahri dan Tarmudji, 1994). e. TerapiPada prinsipnya pengobatan dimaksudkan untuk membantu menstabilkan transportasi oksigen pada sel-sel jaringan dengan cara memecah ion sianida. Pengobatan dilakukan dengan injeksi sodium nitrit 22 mg/kg BB yang dikombinasikan dengan sodium tiosulfat 660 mg/Kg BB untuk mengatasi keracunan sianida level tinggi. Sodium nitrat akan mengikat sianida sehingga membentuk senyawa cyanmethaemoglobin. Setelah ditambahkan injeksi sodium tiosulfat, maka senyawa cyanmethaemoglobinakan diubah menjadi tiosianat yang sudah bersifat non toksik dan akan dikeluarkan melalui ginjal/urine. Pengobatan ulangan dapat dilakukan bila diperlukan dengan dosis setengah dari dosis awal (Burrows, 1981).Antidota lain yang dapat diberikan untuk menanggulangi keracunan sianida adalah hidroksokobalamin (vitamin B12a), yang dapat bergabung dengan sianida membentuk sianokobalamin (vitaminB12). Tetapi, zat ini mempunyai kelarutan yang rendah dan kurang efektif terhadap keracunan sianida yang hebat (Bahri dan Tarmudji, 1994).f. PencegahanPencegahan merupakan cara yang terbaik untuk menanggulangi bahaya keracunan sianida ini, antara lain, dengan cara memindahkan atau menjauhkan kawanan hewan tersebut dari bahan atau pakan yang diduga banyak mengandung sianida (Bahri dan Tarmudji, 1994).Perlakuan yang dapat diberikan untuk mengurangi asam sianida dalam pakan adalah dengan penyimpanan yang lama, pengeringan, perendaman, perebusan, penggilingan, fermentasi. dan pemasakan. Cara pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan sinar matahari dan dapat pula oven. Pengeringan dengan oven pada suhu 45 sampai 55oC selama 4 jam dapat menurunkan 75% kadar asam sianida. Cara pemanasan dengan menggunakan sumber panas matahari merupakan cara yang paling murah dan mudah dilakukan peternak pedesaan. Perendaman dalam air selama lima hari dapat menurunkan asam sianida dari 97% menjadi 45% (Widodo, 2005).

DAFTAR PUSTAKAAndrews, A.H.; Blowey R.W; Boyd H and Eddy R.G. 2004. Bovine Medicine Disease and Husbandry of Cattle. Second Edition. New York: Blackwell Publishing Company.Burrows, G.E. 1981. Cyanide Intoxication in Sheep: Therapheutics. Vet. Human Toxicol. 23: 22-28.Bahri, S., Tarmudji. 1994.Wartazoa Vol.11 No.3 Januari 1994 : Keracunan Sianida pada Ternak dan Cara Mengatasinya. Bogor : Balai Penelitian Peyakit Hewan.Natalia, H., Nista, D., dan Hidrawati, S. Keunggulan Gamal sebagai Pakan Ternak. Palembang : BPTU Sembawa.Smith, B. P. 2002.Large Animal Internal Medicine. New York : Mosby.Widodo, W. 2005.Tanaman Beracun dalam Kehidupan Ternak. Malanag : UMM Press.

9