Laut Indonesia, Penyerap atau Pelepas Karbon...

5
Alan F Koropitan | Laut Indonesia, Penyerap atau Pelepas Karbon Copyright Alan Koropitan [email protected] http://alan.staff.ipb.ac.id/2010/03/25/laut-indonesia-penyerap-atau-pelepas-karbon/ Laut Indonesia, Penyerap atau Pelepas Karbon DARI KONFERENSI KOPENHAGEN Laut Indonesia, Penyerap atau Pelepas Karbon Koran Tempo , 8 Desember 2009 Hasil riset di dunia dan Laut Jawa mengungkap bahwa laut tidak bisa diandalkan dalam perang melawan perubahan iklim. Masih penasaran. DRAMAGA - Cuaca di luar hujan deras sekali. Di dalam, embusan mesin-mesin penyejuk udara menambah dingin udara Jumat siang-sore lalu di gedung Marine Center, Kompleks Institut Pertanian Bogor. Tapi Alan F. Koropitan seperti tak merasakannya. Bukan, bukan karena ia selama hampir lima tahun belakangan terbiasa oleh suhu yang lebih rendah di Hokkaido, Jepang, ataupun Minnesota, Amerika Serikat, melainkan memang dosen dan peneliti di laboratorium oseanografi itu sedang serius sekali. Topik siklus biogeokimia laut yang ia jelaskan cukup "panas" untuk menghangatkan ruang rapat kosong yang kami tumpangi siang hingga jelang sore itu. Menurut Alan, tidak banyak peneliti lokal yang mendalami soal siklus itu. Pun dengan peralatan-peralatan pengukurannya yang standar, tidak ada di Indonesia. Itu sebabnya, ia menduga, banyak yang keliru memukul rata peran lautan yang bisa menyerap dan mengurangi konsentrasi gas karbon dioksida dari atmosfer--sebuah peran yang sangat dibutuhkan di era perang melawan perubahan iklim dan berpotensi laku dijual dalam skema perdagangan karbon dunia. "Secara global, ya. Ada neto fluks C02 sebesar 1,3 pentagram (10^15), yang mengarah dari atmosfer ke laut setiap tahunnya. Tapi, khusus untuk perairan tropis, seperti yang dimiliki Indonesia, kecenderungannya adalah melepas karbon," ucapnya. Alan mengutip data satelit dan hasil penelitian lapangan yang sudah memperhitungkan faktor solubility pump maupun biological pump, yang dilakukan Taro Takahashi, pakar geokimia laut di Observatorium Bumi di University of Columbia, Amerika Serikat. Faktor yang pertama dihitung menggunakan selisih tekanan parsial CO2 di udara dan air laut, sedangkan faktor kedua page 1 / 5

Transcript of Laut Indonesia, Penyerap atau Pelepas Karbon...

Alan F Koropitan | Laut Indonesia, Penyerap atau Pelepas KarbonCopyright Alan Koropitan [email protected]://alan.staff.ipb.ac.id/2010/03/25/laut-indonesia-penyerap-atau-pelepas-karbon/

Laut Indonesia, Penyerap atau Pelepas KarbonDARI KONFERENSI KOPENHAGEN Laut Indonesia, Penyerap atau Pelepas KarbonKoran Tempo, 8 Desember 2009 Hasil riset di dunia dan Laut Jawa mengungkap

bahwa laut tidak bisa diandalkan dalam perang melawan perubahan iklim. Masihpenasaran.

DRAMAGA - Cuaca di luar hujan deras sekali. Di dalam, embusan mesin-mesinpenyejuk udara menambah dingin udara Jumat siang-sore lalu di gedung MarineCenter, Kompleks Institut Pertanian Bogor. Tapi Alan F. Koropitan seperti takmerasakannya.

Bukan, bukan karena ia selama hampir lima tahun belakangan terbiasa oleh suhuyang lebih rendah di Hokkaido, Jepang, ataupun Minnesota, Amerika Serikat,melainkan memang dosen dan peneliti di laboratorium oseanografi itu sedangserius sekali. Topik siklus biogeokimia laut yang ia jelaskan cukup "panas" untukmenghangatkan ruang rapat kosong yang kami tumpangi siang hingga jelang soreitu.

Menurut Alan, tidak banyak peneliti lokal yang mendalami soal siklus itu. Pundengan peralatan-peralatan pengukurannya yang standar, tidak ada di Indonesia.Itu sebabnya, ia menduga, banyak yang keliru memukul rata peran lautan yang bisamenyerap dan mengurangi konsentrasi gas karbon dioksida dari atmosfer--sebuahperan yang sangat dibutuhkan di era perang melawan perubahan iklim danberpotensi laku dijual dalam skema perdagangan karbon dunia.

"Secara global, ya. Ada neto fluks C02 sebesar 1,3 pentagram (10^15), yangmengarah dari atmosfer ke laut setiap tahunnya. Tapi, khusus untuk perairan tropis,seperti yang dimiliki Indonesia, kecenderungannya adalah melepas karbon,"ucapnya.

Alan mengutip data satelit dan hasil penelitian lapangan yang sudahmemperhitungkan faktor solubility pump maupun biological pump, yang dilakukanTaro Takahashi, pakar geokimia laut di Observatorium Bumi di University ofColumbia, Amerika Serikat. Faktor yang pertama dihitung menggunakan selisihtekanan parsial CO2 di udara dan air laut, sedangkan faktor kedua

page 1 / 5

Alan F Koropitan | Laut Indonesia, Penyerap atau Pelepas KarbonCopyright Alan Koropitan [email protected]://alan.staff.ipb.ac.id/2010/03/25/laut-indonesia-penyerap-atau-pelepas-karbon/

memperhitungkan proses respirasi fitoplankton, rantai makanan, dekomposisi,sampai proses upwelling dan larutnya karbon anorganik.

Dalam peta fluks CO2 rata-rata tahunan di lautan dunia yang dirilis 2002 itu, Taromemang tidak mendapat data dari perairan Indonesia. Dalam petanya itu, perairanIndonesia dibuatnya putih saja, tidak ada gradasi warna. Namun, karena faktor solubility pump yang lebih besar dan faktor itu sangat bergantung pada temperatur,Alan yakin laut Indonesia memiliki kecenderungan sama seperti perairan tropislainnya.

Terlebih lagi Alan sudah mengukur sendiri. Lebih dari setahun lalu ia melakukanriset di Laut Jawa dalam studi doktornya di Hokkaido University. Alanmengumpulkan data-data, seperti pasokan nutrisi dan karbon organik yang dibawasungai-sungai setempat ke Laut Jawa untuk dimasukkan ke sistem permodelankarbonat laut rumusan terbaru OCMIP (Ocean Carbon-Cycle Model IntercomparisonProject), yang sudah sampai fase ketiga.

Hasilnya, laut di utara Pulau Jawa dan selatan Pulau Kalimantan itu secara netomerilis karbon ke atmosfer sebesar 30x10^12 sampai 60x10^12 gram karbon pertahun. Angka itu memang masih mungkin dikurangi oleh proses ekspor materialdari Laut Jawa yang dangkal ke sebelah timur yang lebih dalam (efek continentalshelf pump yang diungkap Alan dalam studi lanjutan di Minnesota University), tapitetap saja pasokan karbon organik yang didapatnya dari sungai-sungai di Jawa danKalimantan tergolong paling besar di dunia.

"Jadi, sudah tropis, laut di Indonesia juga mendapat pasokan karbon yang besar darisungai-sungainya," ujar Alan.

Siang-sore itu Alan memaparkan seluruh datanya--data yang sama, yang seharisebelumnya ditunjukkan dia di Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Badan diDepartemen Kelautan dan Perikanan ini adalah titik vokal di sektor kelautan daridelegasi Indonesia, yang hari ini sudah mulai berunding dalam KonferensiPerubahan Iklim di Kopenhagen, Denmark.

page 2 / 5

Alan F Koropitan | Laut Indonesia, Penyerap atau Pelepas KarbonCopyright Alan Koropitan [email protected]://alan.staff.ipb.ac.id/2010/03/25/laut-indonesia-penyerap-atau-pelepas-karbon/

Alan menyimpulkan bahwa tidak seharusnya delegasi Indonesia "menjual" jasalautan Indonesia dalam skema perdagangan karbon. Alih-alih menguntungkan,upaya itu bisa berbalik menjadi senjata makan tuan. "Statement-statementmestinya dibuat berdasarkan riset."

Sebagai alternatif, peneliti di bidang pemodelan biogeokimia dan hidrodinamikalaut itu mengusulkan agar laut diperjuangkan justru sebagai korban dari dampakpemanasan global dan perubahan iklim. Fungsi ekologisnya yang terkoyak, baikterhadap keanekaragaman jenis-jenis ikan maupun kelestarian populasi terumbukarang, harus mendapat kompensasi.

"Healthy ocean, itu yang terpenting, bukan laut sebagai carbon sink," ujarnya.

Edvin Aldrian, yang menjadi ketua tim perunding delegasi Indonesia di SubsidiaryBody for Scientific and Technological Advice dalam Konferensi di Kopenhagen,mengaku tahu riset dan hasilnya yang dipaparkan Alan. Tapi Edvin menyatakanmasih menyimpan harapan bahwa laut tropis di Indonesia bisa berperan anomali.

Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Badan Meteorologi, Klimatologi,dan Geofisika itu menunjuk beberapa karakter, di antaranya biota, seperti bakaudan padang lamun, yang masih cukup kaya di pesisir. Karakter unik lainnya adalahadanya arus lintas yang membantu mengalirkan kejenuhan karbon di laut Indonesiamenuju Samudra Hindia dan pendinginan laut karena proses adveksi lewatfenomena El Nino.

Proses adveksi, Edvin menjelaskan, berlawanan dengan upwelling yang membawaimplikasi negatif pada penyerapan karbon karena proses aliran vertikalnya yangmembawa karbon anorganik dari laut dalam. Gejala arus adveksi, dia menyebutkan,akan menjadi pendingin dan tidak ada pengangkatan karbon dari laut dalam.

Pokoknya, Edvin menekankan, data wilayah laut Indonesia masih marginal, dansemua, termasuk titik vokal di Departemen Kelautan dan Perikanan, masihmenunggu hasil pengukuran karbon di laut Indonesia. Itu artinya, "Secara scientificmasih ada harapan laut Indonesia sebagai penyerap karbon," tulis Edvin dalam

page 3 / 5

Alan F Koropitan | Laut Indonesia, Penyerap atau Pelepas KarbonCopyright Alan Koropitan [email protected]://alan.staff.ipb.ac.id/2010/03/25/laut-indonesia-penyerap-atau-pelepas-karbon/

surat elektroniknya dari Kopenhagen kemarin. WURAGIL

Upwelling dan Variabilitas di Pesisir

Proceedings of the National Academy of Sciences, jurnal resmi milik Akademi IlmuPengetahuan Amerika Serikat, dua tahun lalu pernah memuat hasil penelitian yangmembanding-bandingkan fraksi emisi CO2 yang tinggal di atmosfer, vegetasi atauhutan, dan lautan. Diungkapkan bahwa fraksi emisi CO2 yang terkumpul diatmosfer dan menjadi gas rumah kaca dari tahun ke tahun semakin besar. Ini bisadipahami karena emisi juga semakin besar.

Fraksi yang diserap oleh hutan cenderung tetap dan bisa bergerak menanjak atausebaliknya, bergantung pada upaya penanaman kembali hutan yang rusak.Semakin banyak hutan yang terawat tentu semakin banyak C02 yang bisadiserapnya.

Nah, di laut grafiknya justru kentara menurun. Alan menjelaskan, itu karenakemampuan laut sebagai penyerap karbon semakin melorot. Para ahli kelautandunia, Alan menambahkan, saat ini banyak yang sedang mencermati lautan dilintang selatan. Perairan di selatan selama ini berperan menyerap paling banyakCO2 dari atmosfer di antara perairan di utara.

Tapi pemanasan global dan lubang ozon yang tercipta di atasnya membuat laut diselatan itu semakin hangat. Tekanan udara meningkat, arah angin pun semakincepat. Dampaknya adalah upwelling dari siklus lautan global yang terjadi di sanabisa semakin mudah mengangkat karbon anorganik dari dasar dan membuatnyaterlepas kembali ke atmosfer.

"Semua ahli di dunia sedang memikirkan bahayanya apabila fungsi penyerapkarbon di laut sebelah selatan ini sampai terganggu," kata Alan sambilmenambahkan, indikasi laut global yang berubah sudah ada. "Cuma di sini(Indonesia) yang masih memikirkan laut tropis."

page 4 / 5

Alan F Koropitan | Laut Indonesia, Penyerap atau Pelepas KarbonCopyright Alan Koropitan [email protected]://alan.staff.ipb.ac.id/2010/03/25/laut-indonesia-penyerap-atau-pelepas-karbon/

Meski begitu, Alan sependapat dengan Edvin bahwa penelitian tetap harusdilakukan untuk seluruh laut Indonesia. Tapi itu dalam konteks perairan pesisir yangmemang belum disepakati apakah penyerap atau pelepas karbon. Hasil hitungandan pemodelan yang sudah dilakukannya untuk Laut Jawa, misalnya, tidak bisadiesktrapolasi untuk Laut Flores yang dalam atau Arafura yang sama-sama dangkaltapi dengan pasokan air sungai dari Papua.

"Perhitungan budget karbon laut Indonesia perlu dibagi sesuai karakteristik lautnyaberdasarkan provinsi," katanya.

Upwelling juga tidak selalu berarti melepas karbon untuk kasus perairan pesisir.Arus konveksi yang terjadi di Cile memang membuat perairan di sana menjadi carbon source, tapi tidak di Oregon, Amerika Serikat, yang justru sebagai carbonsink. "Kita tidak tahu bagaimana dengan upwelling yang juga terjadi di SelatMakassar, Laut Banda, dan di selatan Jawa," kata Alan mencontohkan.

page 5 / 5