Lapsus Tht

38
LAPORAN KASUS SISTEM THT-KL Seorang Laki – Laki Usia 30 tahun Sering Pilek Sudah 3 Bulan Trainer : dr. Dyah Mustika Disusun Oleh : 1. Fitriyani H2A010020 2. Adisti Irda H2A011002 3. Ani Suryani H2A011008 4. Deasy Silvia L H2A011014 5. Epsila Ainun B H2A011020 6. Luh Ayu Made A. K. S H2A011027 7. Nur Fitri Widiningrum H2A011033 8. Radita Dwihaning P. H2A011035 9. Ray Subandriya H2A011037 10. Ugik Wijyanti H2A011045

description

laporan kasus telinga hidung dan tenggorokan

Transcript of Lapsus Tht

Page 1: Lapsus Tht

LAPORAN KASUS SISTEM THT-KL

Seorang Laki – Laki Usia 30 tahun Sering Pilek Sudah 3 Bulan

Trainer : dr. Dyah Mustika

Disusun Oleh :

1. Fitriyani H2A010020

2. Adisti Irda H2A011002

3. Ani Suryani H2A011008

4. Deasy Silvia L H2A011014

5. Epsila Ainun B H2A011020

6. Luh Ayu Made A. K. S H2A011027

7. Nur Fitri Widiningrum H2A011033

8. Radita Dwihaning P. H2A011035

9. Ray Subandriya H2A011037

10. Ugik Wijyanti H2A011045

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2015

Page 2: Lapsus Tht

BAB I

PENDAHULUAN

Sinusitis adalah kondisi klinis yang karakteristiknya adalah radang pada

mukosa sinus paranasalis. Sinus paranasalis (maksilaris, frontalis, etmoidalis, dan

sfenoid) adalah rongga di sekitar hidung yang selalu terisi udara dan berhubungan

dengan saluran hidung melalui ostium yang kecil.

Sinus paranasalis mempunyai fungsi yang penting yaitu untuk

melembabkan, menyaring dan mengatur suhu udara yang akan masuk ke paru.

Manusia mempunyai beberapa rongga di sepanjang atap dan bagian lateral rongga

hidung. Rongga-rongga ini diberi nama sinus yang kemudian diberi nama sesuai

dengan letaknya yaitu sinus maxillaris, sinus frontalis, sinus sphenoidalis dan

sinus ethmoidalis ( sinus paranasalis ).

Sinus maxillaris merupakan sinus paranasalis yang terbesar. Sinus ini

sudah ada sejak lahir dan mencapai ukuran maksimum ( + 15 ml ) pada saat

dewasa. Dari segi klinis yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maxilla adalah

dasar sinus maxillaris berhubungan dengan gigi P1, P2, M1, dan M2 ; ostium

sinus maxillaris lebih tinggi dari dasarnya ; sinus rrontalis mulai berkembang dari

sinus ethmoidalis anterior pada usia 8 tahun dan mncapai ukuran maksimal pada

usia 20 tahun.

Sinus ethmoidalis merupakan kelompok dari sel ethmoidalis anterior dan

posterior yang saling berhubungan dan kemudian bermuara dalam ronga hidung.

Sinus ini sudah ada sejak anak lahir. Sinus ini dianggap paling penting karena

dapat menjadi fokus infeksi bagi sinus paranasalis yang lainnya.

Pneumatisasi sinus sphenoidalis dimulai pada usia 8-10 tahun. Sinus

paranasalis ini mempunyai fungsi pengatur kondisi udara, thermal insulators,

membantu keseimbangan kepala, membantu resonansi suara, peredam perubahan

tekanan udara, membantu produksi mukus.

Page 3: Lapsus Tht

Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di

dunia. Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung

dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau

sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Survei Kesehatan Indera

Penglihatan dan Pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sama

dengan PERHATI dan Bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung

dari 7 propinsi. Data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-

Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut

adalah 435 pasien, 69%nya adalah sinusitis.

Page 4: Lapsus Tht

BAB II

CATATAN MEDIS

MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK

ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN – KEPALA

LEHER

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiayah Semarang

PENYUSUSNAN LAPORAN

Nama :

NIM :

Tanda Tangan Pengesahan :

Nama Dosen :

Tanda Tangan :

KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

A. Nama : Tn. Ahmad

B. Umur : 30 tahun

C. Jenis kelamin : Laki-laki

D. Alamat : Jl. Genuk Indah

E. Agama : Islam

F. Suku : Jawa

G. Pekerjaan : PNS

H. Pendidikan terakhir : Sarjana

Page 5: Lapsus Tht

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 16

April 2015 pukul 10.30 WIB.

A. Keluhan utama

Sering pilek

B. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien laki-laki 30 tahun datang dengan keluhan sejak 3 bulan menderita

pilek yang berlangsung terus menerus. Dari hidung, keluar cairan

berwarna putih dan kental. Kadang cairan bercampur dengan sedikit darah.

Pilek terjadi secara mendadak dan menetap hingga saat ini. Pasien juga

merasa menelan cairan. Keluhan yang dialami pasien membaik dengan

minum air hangat. Keluhan memberat pada posisi sujud dan

menggelengkan kepala, terutama pagi hari. Keluhan pasien sampai

mengganggu aktifitas. Terdapat batuk tidak berdahak, nyeri pada daerah

dahi, pipi dan pangkal hidung. Tidak terdapat demam dan bau mulut.

C. Riwayat penyakit dahulu :

1. Riwayat keluhan yang sama : 1 tahun yang lalu pasien menderita pilek

yang hilang timbul dengan cairan berwarna jenih yang keluar dari

hidung. Sudah berobat di Klinik.

2. Riwayat darah tinggi : disangkal

3. Riwayat sakit gula : disangkal

4. Riwayat batuk lama : disangkal

5. Riwayat asma : disangkal

6. Riwayat operasi THT : disangkal

7. Riwayat alergi makanan atau obat : disangkal

8. Riwayat trauma : disangkal

9. Riwayat pengobatan lama : disangkal

Page 6: Lapsus Tht

10. Riwayat sering sakit gigi : disangkal

11. Riwayat mimisan : disangkal

D. Riwayat penyakit keluarga

1. Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa.

2. Riwayat darah tinggi : disangkal

3. Riwayat sakit gula : disangkal

4. Riwayat asma : disangkal

5. Riwayat alergi makanan atau obat : disangkal

E. Riwayat pribadi :

1. Kebiasaan merokok : disangkal

2. Kebiasaan konsumsi alkohol : disangkal

3. Kebiasaan konsumsi minum es : disangkal

F. Riwayat sosial ekonomi :

Pasien tinggal di lingkungan dekat pabrik. Pasien memeriksakan diri

dengan menggunakan BPJS.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 16 April 2015 pukul 09.45 WIB

di Klinik.

A. STATUS GENERALISATA

- Kesadaran : Compos mentis

- Tekanan darah :120/80 mmHg

- Nadi : 80x/menit, reguler (isi dan tegangan cukup)

- Respiratory rate : 16x/menit, irama reguler

- Suhu : 36,5oC (aksiler)

- BB : 60 kg

- TB : 165 cm

Page 7: Lapsus Tht

- IMT : 22 kg/m2 (Normoweight)

- Status gizi : Baik

- Kulit : warna sawo matang

- Konjungtiva : anemis (-)

- Paru :

Dextra Sinistra

Depan

Inspeksi Diameter Lateral>Antero

posterior.

Hemithorax Simetris Statis

Dinamis.

Diameter Lateral>Antero

posterior.

Hemithorax Simetris Statis

Dinamis.

Palpasi Stem fremitus normal kanan

sama dengan kiri.

Nyeri tekan (-).

Pelebaran SIC (-).

Arcus costa normal.

Stem fremitus normal kanan

sama dengan kiri.

Nyeri tekan (-).

Pelebaran SIC (-).

Arcus costa normal.

Perkusi Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru

Auskultasi Suara dasar paru vesikuler

(+), wheezing (-), ronki (-)

Suara dasar paru vesikuler

(+), wheezing (-), ronki (-)

Belakang

Palpasi Stem fremitus normal kanan

sama dengan kiri.

Hemithorax simetris.

Nyeri tekan (-).

Pelebaran SIC (-).

Stem fremitus normal kanan

sama dengan kiri.

Hemithorax simetris.

Nyeri tekan (-).

Pelebaran SIC (-).

Perkusi Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru

Auskultasi Suara dasar paru vesikuler

(+), wheezing (-), ronki (-)

Suara dasar paru vesikuler

(+), wheezing (-), ronki (-)

- Jantung

Page 8: Lapsus Tht

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC IV LMCS, tak kuat angkat

Perkusi :

- Batas atas jantung : ICS II Linea parasternal sinistra

- Pinggang jantung : ICS III Linea parasternal sinistra

- Batas kiri bawah jantung : ICS V 1cm medial Linea mid clavicula

sinistra

- Batas kanan bawah jantung : ICS V Linea sternalis dextra

Auskultasi : Bunyi jantung I & II normal & murni, bising (-), gallop (-)

- Abdomen

Inspeksi : Permukaan cembung tidak mengkilat, warna sama seperti kulit

di sekitar, ikterik (-)

Auskultasi: Bising usus (14x/menit) normal

Perkusi: Timpani seluruh regio abdomen, pekak sisi (+)normal, pekak

alih (-)

Palpasi: Nyeri tekan (-), Hepatomegali (-), splenomegali (-).

- Ekstremitas

Superior Inferior

Akral dingin -/- -/-

Oedem -/- -/-

Sianosis -/- -/-

Capillary Refill < 2 detik/<2 detik <2 detik/2 detik

B. STATUS LOKALIS

1. Telinga

Inspeksi Dektra Sinistra

Pre aurikula Fistula (-), Hiperemis (-), Fistula (-), Hiperemis (-),

Page 9: Lapsus Tht

Massa (-) Massa (-)

Aurikula Bentuk (normal dan simetris),

Hiperemis (-), massa (-)

Bentuk (normal dan simetris),

Hiperemis (-), massa (-)

Retro Au-

rikula

Fistula (-), Hiperemis (-),

Massa (-)

Fistula (-), Hiperemis (-),

Massa (-)

Canalis Audi-

tus Externus

Hiperemis (-), serumen (-)

edema (-), sekret (-),

corpus alienum (-), massa (-)

Hiperemis (-), serumen

(-)edema (-), sekret (-),

corpus alienum (-), massa (-)

Discharge (-) (-)

Palpasi/Perkusi Dektra Sinistra

Pre aurikula Nyeri tekan tragus (-),massa

(-), pembesaran KGB (-)

Nyeri tekan tragus (-),massa

(-), pembesaran KGB (-)

Retro Aurikula Nyeri tekan (-),massa (-),

pembesaran KGB (-)

Nyeri tekan (-),massa (-),

pembesaran KGB (-)

Mastoid Massa (-), nyeri tekan (-) Massa (-), nyeri tekan (-)

Aurikula Nyeri tarik helix (-) Nyeri tarik helix (-)

Membran

Timpani

Dektra Sinistra

WarnaPutih mengkilat seperti mu-

tiara

Putih mengkilat seperti mu-

tiara

Refleks ca-

haya

(+) arah jam 5 (+) arah jam 7

Bulging (-) (-)

Perforasi (-) (-)

Sekret (-) (-)

Page 10: Lapsus Tht

2. Hidung dan Sinus Paranasal

Hidung Dextra Sinistra

Inspeksi Deformitas - -

Deviasi - -

Trauma - -

Radang - -

Massa - -

sekret (+) putih kental

darah (-)

(+) putih kental

darah (-)

Palpasi Nyeri tekan - -

Krepitasi - -

Sinus Paranasal Dextra Sinistra

Inspeksi Warna Sama Seperti seki-

tar

Sama Seperti sek-

itar

Simetris - -

deformitas - -

masa - -

Sinus Paranasal Nyeri tekan (+) sinus frontal,

sinus ethmoid, si-

nus maksila

(+) sinus frontal,

sinus ethmoid, si-

nus maksila

Nyeri ketok (+) sinus frontal,

sinus ethmoid, si-

nus maksila

(+) sinus frontal,

sinus ethmoid, si-

nus maksila

Page 11: Lapsus Tht

Rinoskopi Anterior:

Pemeriksaan Dextra Sinistra

Vestibulum Vibrise + +

Radang - -

Kavum nasi Cukup lapang (N) N N

Sempit - -

Lapang - -

mukosa hiperemis hiperemis

Sekret Putih kental Putih kental

Konka inferior Ukuran Eutrofi Eutrofi

Warna hiperemis hiperemis

Permukaan Licin Licin

Edema + +

Konka media Ukuran Tidak terlihat Tidak terlihat

Warna

Permukaan

Edema

Septum Cukup lurus/devi-

asi

Cukup lurus

Permukaan Licin licin

Warna Merah muda Merah muda

Spina - -

Krista - -

Abses - -

Perforasi - -

Foetor ex nasi - -

Massa Lokasi - -

Bentuk - -

Ukuran - -

Permukaan - -

Page 12: Lapsus Tht

Warna - -

Konsistensi - -

Mudah digoyang - -

Pengaruh vasokon-

striktor

- -

3. Tenggorok

Rinoskopi Posterior:

Pemeriksaan Dextra Sinistra

Koana Cukup lapang (N) N N

Sempit - -

Lapang - -

Mukosa Warna Merah muda Merah Muda

Edema - -

Jaringan granulasi - -

Konka superior Ukuran Tidak terlihat Tidak terlihat

Warna

Permukaan

Edema

Adenoid Ada/tidak Tidak ada Tidak ada

Muara tuba eu-

stachius

Tertutup secret - -

Edema mukosa - -

Massa Lokasi - -

Ukuran - -

Bentuk - -

Permukaan - -

Post Nasal Drip Ada/tidak ada ada

Page 13: Lapsus Tht

4. Orofaring dan Mulut:

Pemeriksaan Dextra Sinistra

Palatum mole

dan Arkus faring

Simetris/tidak Simetris

Warna Merah muda

Edema - -

Bercak/eksudat - -

Dinding Faring Warna Merah muda Merah muda

Permukaan - -

Tonsil Ukuran T1 T1

Warna Merah muda Merah muda

Permukaan Licin Licin

Muara kripti Tidak melebarTidak melebar

Detritus - -

Eksudat - -

Perlengketan

dengan pilar

- -

Peritonsil Warna Merah mudaMerah muda

Edema - -

Abses - -

Tumor Lokasi - -

Bentuk - -

Ukuran - -

Permukaan - -

Konsistensi - -

Gigi Karies/radiks - -

Lidah Warna Merah muda

Bentuk Normal

Deviasi -

Massa -

Laringoskopi Indirek:

Page 14: Lapsus Tht

Pemeriksaan Dextra Sinistra

Epiglottis Bentuk Normal Normal

Warna Merah muda Merah muda

Edema - -

Pinggir rata/tidak Rata rata

Massa - -

Aritenoid Warna Merah muda Merah muda

Edema - -

Massa - -

Gerakan Normal Normal

Ventrikular Band Warna Merah muda Merah muda

Edema - -

Massa - -

Plika Vokalis Warna Putih putih

Gerakan Simetris Simetris

Pinggir medial Rata Rata

Massa - -

Subglotis/trachea Massa - -

Sekret ada/tidak - -

Sinus piriformis Massa - -

Sekret - -

Valekule Massa - -

Sekret (jenisnya) - -

5. Kepala, Wajah, Leher

Dekstra Sinistra

Kepala Kesan Mesosefal

Wajah Simetris

Leher anterior Pembesaran KGB (-),

benjolan (-)

Pembesaran KGB (-),

benjolan (- )

Page 15: Lapsus Tht

pembesaran tiroid (-) pembesaran tiroid (-)

Leher lateral Pembesaran KGB (-),

benjolan (-)

Pembesaran KGB (-),

benjolan (-)

IV. PEMERIKSAAN KHUSUS

1) Tes Pendengaran

Tes Dextra Sinistra

Tes Bisik 6/6 (Normal pada frekuensi

rendah dan tinggi)

6/6 (Normal pada

frekuensi rendah dan

tinggi)

Tes garputala

Rinne AC > BC AC > BC

Schwabach Sama dengan pemeriksa

(Normal)

Sama dengan pe-

meriksa (Normal)

Weber Lateralisasi (-)

Kesan : Telinga kanan dan kiri dalam batas normal

2) Tes Keseimbangan

Pemeriksaan Hasil

1. Tes Romberg

2. Tes Romberg dipertajam

Negative

Negative

3) Pemeriksaan Transluminasi

a. Sinus maxillaris : gelap (+)

b. Sinus frontalis : gelap (+)

c. Sinus etmoidalis : gelap (+)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANGUsulan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnose :

1. Darah lengkap

2. Pemeriksaan foto rontgen Water

Page 16: Lapsus Tht

VI. RESUMEPasien laki-laki 30 tahun datang dengan keluhan sejak 3 bulan menderita

pilek yang berlangsung terus menerus. Terdapat sekret putih dan kental.

Kadang sekret keluar bercampur dengan sedikit darah. Pilek terjadi secara

mendadak dan menetap hingga saat ini. Keluhan membaik dengan minum air

hangat. Keluhan memberat pada posisi sujud dan menggelengkan kepala,

terutama pagi hari. Keluhan sampai mengganggu aktifitas pasien. Terdapat

post nasal drip, batuk tidak berdahak, nyeri pada daerah dahi, pipi dan

pangkal hidung. Tidak terdapat demam dan bau mulut.

Page 17: Lapsus Tht

VI. INITIAL PLAN

Diagnosis : sinusitis kronik

o Laboratorium : darah rutin

o Foto rontgen cranium posisi Waters

Diagnosis banding :

o Rinitis alergi

o Rinitis Vasomotor

o Polip nasi

Terapi

o Medikamentosa

Antibiotik : amoxicilin 3x500 mg

Analgetik : asam mefenamat 3x500 mg (bila )

Dekongestan : pseudoefedrin HCl

o Dirujuk ke dokter spesialis tht untuk menangani keluhan saat ini.

Monitoring

o Kontrol ulang 1 minggu kemudian

Edukasi

o Memberitahu kepada pasien dan keluarganya tentang penyakit

pasien, pemeriksaan yang diperlukan, komplikasi dari penyakit dan

bagaimana cara menanganinya.

o Menganjurkan pasien untuk menjaga kebersihan mulut

o Menganjurkan pasien untuk menghindari makanan yang terlalu

panas, dingin, dan pedas

o Pasien diminta minum obat secara teratur dan sesuai aturan pakai

o Pasien diminta kontrol ulang seminggu kemudian untuk menilai

keberhasilan terapi

VII. Prognosis

Quo ad Vitam : ad bonam

Quo ad Sanam : dubia ad bonam

Page 18: Lapsus Tht

Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Sinusitis adalah peradangan pada mukosa sinus paranasalis. Sinusitis

diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai beberapa sinus

disebut multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis disebut

pansunusitis.1

B. Etiologi

Sinusitis dapat disebabkan oleh

1. Bakteri : Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenza,

Streptococcus group A, Staphylococcus aureus, Neisseria, Klebsiella, Basil

gram -, Pseudomonas.

2. Virus : Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus

3. Bakteri anaerob : fusobakteria

4. Jamur1

C. Patofisiologi

Infeksi virus akan menyebabkan terjadinya udem pada dinding hidung dan

sinus sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan pada ostium sinus, dan

berpengaruh pada mekanisme drainase di dalam sinus. Virus tersebut juga

memproduksi enzim dan neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus dan

mempercepat difusi virus pada lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan silia

menjadi kurang aktif dan sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih kental, yang

merupakan media yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri patogen.

Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang abnormal meningkatkan

kemungkinan terjadinya reinfeksi atau reinokulasi dari virus.

Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di

dalam sinus dan akan memberikan media yang menguntungkan untuk

berkembangnya bakteri anaerob. Penurunan jumlah oksigen juga akan

mempengaruhi pergerakan silia dan aktiviitas leukosit.

Page 19: Lapsus Tht

Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh fungsi lapisan mukosilia yang tidak

adekuat , obstruksi sehingga drainase sekret terganggu, dan terdapatnya beberapa

bakteri patogen.2

Polusi zat kimia

Hilangnya silia

Sumbatan mekanis Drainase buruk Perubahan mukosa Alergi,

defisiensi imun

Infeksi

Sepsis residual

Terapi tidak adekuat

D. Faktor predisposisi

1. Obstruksi mekanis :

Deviasi septum, corpus alienum, polip, tumor, hipertrofi konka

2. Infeksi :

Rhinitis kronis dan rhinitis alergi yang menyebabkan obstruksi ostium sinus

serta menghasilkan banyak lendir yang merupakan media yang baik untuk

pertumbuhan kuman

3. Adanya infeksi pada gigi

4. Lingkungan berpolusi, udara dingan dan kering yang dapat merubah mukosa

dan merusak silia. 2

E. Gejala Klinis

1. Sinusitis Akut

a. Sinusitis maksillaris4

Page 20: Lapsus Tht

1) Demam, malaise

2) Nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian

aspirin. Sakit dirasa mulai dari pipi ( di bawah kelopak mata ) dan

menjalar ke dahi atau gigi. Sakit bertambah saat menunduk.

3) Wajah terasa bengkak dan penuh

4) Nyeri pipi yang khas : tumpul dan menusuk, serta sakit pada palpasi

dan perkusi.

5) Kadang ada batuk iritatif non-produktif

6) Sekret mukopurulen yang dapat keluar dari hidung dan kadang berbau

busuk

7) Adanya pus atau sekret mukopurulen di dalam hidung, yang berasal

dari metus media, dan nasofaring.

b. Sinusitis ethmoidalis4

1) Sering bersama dengan sinusitis maksillaris dan sinusitis frontalis

2) Nyeri dan nyeri tekan di antara kedua mata dan di atas jembatan

hidung menjalar ke arah temporal

3) Nyeri sering dirasakan di belakang bola mata dan bertambah apabila

mata digerakkan

4) Sumbatan pada hidung

5) Pada anak sering bermanifestasi sebagai selulitis orbita karena lamina

papiracea anak seringkali merekah

6) Mukosa hidung hiperemis dan udem

7) Adanya pus dalam rongga hidung yang berasal dari meatus media

c. Sinusitis frontalis4

1) Hampir selalu bersamaan dengan sinusitis ethmoidalis anterior

2) Nyeri kepala yang khas di atas alis mata. Nyeri biasanya pada pagi

hari, memburuk pada tengah hari dan berangsur angsur hilang pada

malam hari.

3) Pembengkakan derah supraorbita

4) Nyeri hebat pada palpasi atau perkusi daerah sinus yang terinfeksi

d. Sinusitis sphenoidalis 4

Page 21: Lapsus Tht

1) Nyeri kepala dan retro orbita yang menjalar ke verteks atau

oksipital

2. SINUSITIS KRONIS 4

a. Postnasal drip

b. Rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorok

c. Pendengaran terganggu karena oklusi tuba eustachii

d. Nyeri atau sakit kepala

e. Infeksi pada mata yang menjalar dari duktus nasolakrimalis

f. Gastroenteritis ringan pada anak akibat mukopus yang tertelan

F. Pemeriksaan Penunjang5

1. Transiluminasi

Transiluminasi menggunakan angka sebagai parameternya.

Transiluminasi akan menunjukkan angka 0 atau 1 apabila terjadi sinusitis

(sinus penuh dengan cairan)

2. Rontgen sinus paranasalis

Sinusitis akan menunjukkan gambaran berupa

1. Penebalan mukosa,

2. Opasifikasi sinus ( berkurangnya pneumatisasi)

3. Gambaran air fluid level yang khas akibat akumulasi pus yang dapat

dilihat pada foto waters.

Bagaimanapun juga, harus diingat bhwa foto SPN 3 posisi ini

memiliki kekurangan dimana kadang kadang bayangan bibir dapat

dikacaukan dengan penebalan mukosa sinus.

3. CT Scan

CT Scan adalah pemeriksaan yang dapat memberikan gambaran

yang paling baik akan adanya kelainan pada mukosa dan variasi

antominya yang relevan untuk mendiagnosis sinusitis kronis maupun akut.

Walaupun demikian, harus diingat bahwa CT Scan menggunakan dosis

radiasi yang sangat besar yang berbahaya bagi mata.

4. Sinoscopy

Sinoscopy merupakan satu satunya cara yang memberikan

Page 22: Lapsus Tht

informasi akurat tentang perubahan mukosa sinus, jumlah sekret yang ada

di dalam sinus, dan letak dan keadaan dari ostium sinus.

Yang menjadi masalah adalah pemeriksaan sinoscopy memberikan

suatu keadaan yang tidak menyenangkan buat pasien.

5. Pemeriksaan mikrobiologi

Biakan yang berasal fari hidung bagian posterior dan nasofaring

biasanya lebih akurat dibandingkan dengan biakan yang berasal dari

hidung bagian anterior. Namun demikian, pengambilan biakan hidung

posterior juga lebih sulit. Biakan bakteri spesifik pada sinusitis dilakukan

dengan menagspirasi pus dari inus yang terkena. Seringkali diberikan

suatu antibiotik yang sesuai untuk membasmi mikroorganisme yang lebih

umum untuk penyakit ini.

G. Komplikasi 6

Komplikasi sinusitis telah menurun nyata sejak diberikannya antibiotik

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah

1.Kelainan pada orbita

a. Terutama disebabkan oleh sinusitis ethmoidalis karena letaknya yang

berdekatan dengan mata .

b. Penyebaran infeksi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum

1) Edema palpebra

2) Preseptal selulitis

3) Selulitis orbita tanpa abses

4) Selulitis orbita dengan sub atau extraperiostel abses

5) Selulitis orbita dengan intraperiosteal abses

6) Trombosis sinus cavernosus

2.Kelainan intrakranial

a. Abses extradural, subdural, dan intracerebral

b. Meningitis

c. Encephalitis

d. Trombosis sinus cavernosus atau sagital

3.Kelainan pada tulang

Page 23: Lapsus Tht

a. Osteitis

b. Osteomyelitis

4.Kelainan pada paru

a. Bronkitis kronik

b. Bronkhiektasis

5.Otitis media

6.Toxic shock syndrome

7.Mucocele , pyococele

H. Therapy7

Therapi primer dari sinusitis akut adalah secara medikamentosa.

1. Analgetik

Rasa sakit yang disebabkan oleh sinusitis dapat hilang dengan pemberian

aspirin atau preparat codein. Kompres hangat pada wajah juga dapat

menbantu untuk mengjilangkan rasa sakit tersebut

2. Antibiotik

Secara umum, dapat diberikan antibiotika yang sesuia selama 10 – 14 hari

walaupun gejala klinik telah hilang. Antibiotik yang sering diberikan adalah

amoxicillin, ampicillin, erythromicin plus sulfonamid, sefuroksim dan

trimetoprim plus sulfonamid

3. Dekongestan

Pemberian dekongestan seperti pseudoefedrin, dan tetes hidung poten

seperti fenilefrin dan oksimetazolin cukup bermanfaat untuk mengurangi

udem sehingga dapat terjadi drainase sinus.

4. Irigasi antrum

Indikasinya adalah apabila ketiga terapi di atas gagal, dan ostium sinus

sedemikian udematosa sehingga terbentuk abses sejati. Irigasi antrum

maksiilaris dilakukan dengan mengalirkan larutan salin hangat melalui

fossa incisivus kedalam antrum maksillaris. Caian ini kemudian akan

mendorong pus untuk keluar melalui ostium normal.

5. Diatermi gelombang pendek

6. Menghilangkan faktor predisposisi

Page 24: Lapsus Tht

Prinsip utama penanganan sinusitis kronik adalah

1. Mengenali faktor penyebab dan mengatasinya

2. Mengembalikan integritas dari mukosa yang udem

Pengembalian ventilasi sinus dan koreksi mukosa akan mengembalikan fungsi

lapisan mukosilia.

1. Antibiotika

Sinusitis kronis biasanya disebabkan oleh bakteri anaerob. Antibiotik yang

biasanya digunakan adalah metronidazole, co-amoxiclav dan clindamycin

2. Mukolitik

Sinusitis kronis biasanya menghasilkan sekret yang kental. Terapi dengan

mukolitik ini biasanya diberikan pada penderita rinosinusitis. Sekret yang

encer akan lebih mudah dikeluarkan dibandingkan dengan sekret yang

kental.

3. Nasal toilet

Pembersihan hidung dan sinus dari sekret yang kental dapat dilakukan

dengan saline sprays atau irigasi. Cara yang efektif dan murah adalah

dengan menggunakan canula dan Higgison’s syringe

4. Kortikosteroid

Kortikosteroid merupakan obat yang paling efektif untuk mengurangi udem

pada mukosa yang berkaitan dengan infeksi.

5. Pembedahan

Pembedahan dilakukan apabila pengobatan dengan medikamentosa sudah

gagal. Pembedahan radikal dilakukan dengan mengankat mukosa yang

patologik dan membuat drainase dari sinus yang terkena. Untuk sinus

maksila dilakukan operasi Caldwell – Luc, sedangkan untuk sinus ethmoid

dilakukan etmoidektomi. Pembedahan tidak radikal yang akhir akhir ini

sedang dikembangkan adalah menggunakan endoskopi yang disebut Bedah

Sinus Endoskopi Fungsional.Prisnsipnya adalah membuka daerah

osteomeatal kompleks yang menjadi sumber penyumbatan dan infeksi

sehingga ventilasi dan drainase sinus dapat lancar kembali melaui ostium

alami.

Page 25: Lapsus Tht

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pemeriksaan fisik pasien ditemukan sekret berwarna putih kental,

Page 26: Lapsus Tht

mukosa hidung hiperemis, edem konka, hal ini dikarenakan terjadinya post nasal

drip, nyeri tekan dan ketuk pada bagian os frontalis dan maksilaris. Hal ini sesuai

dengan pustaka dimana nyeri biasanya diakibatkan oleh tekanan dan pernurunan

drainase dari rongga sinus. Mukosa hidung dan sinus paranasal serta rongga-

rongganya melapisi jalan masuk ke sinus paranasal merupakan yang paling

sensitif nyeri. Nyeri sinus kadang digambarkan dengan peningkatan sensasi

tertekan akibat sinus yang buntu. Bagian wajah di sekitar sinus akan nyeri jika

disentuh. Nyeri dapat meningkat dengan perubahan posisi kepala, atau ketika

pertama kali saat bangun tidur, menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap

rongga sinus.

Penegakan diagnosis sinusitis ditegakkan berdasarkan 3 gejala mayor yang

didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dimana pasien mengeluhkan

adanya sekret yang keluar dari hidung selama 3 bulan, nyeri tekan dan ketuk pada

wajah serta adanya hidung pada kedua hidung. Selain itu juga ditemukan kriteria

minor sinusitis yaitu adanya post nasal drip dan nyeri kepala.

DAFTAR PUSTAKA

1.  Mangunkusumo, Endang. Rifki, Nusjirwan. 2000. Sinusitis dalam

Soepardi, Efiaty A. Iskandar, Nurbaity. Buku Ajar Ilmu

Page 27: Lapsus Tht

Kesehatan  Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Keempat.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2. Mangunkusumo, Endang. Wardani, Retno S. 2007. Polip Hidung

dalam Soepardi, Efiaty A. Iskandar, Nurbaity. Buku Ajar Ilmu

Kesehatan  Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Keenam.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

3. Soetjipto, Damayanti. Mangunkusumo, Endang. 2007. Sinus Paranasal

dalam Soepardi, Efiaty A. Iskandar, Nurbaity. Buku Ajar Ilmu

Kesehatan  Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Keenam.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

4. Irawati, N., Kasakeyan, E., Rusmono, N. Rinitis Alergi. Dalam: Buku

Ajar IlmuKesehatan Telonga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi

keenam. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2007; 128-134.

5. Van David C. ENT Emergencies Disorders of The Ear, Nose, Sinuses,

Oropharynx, & Mouth. in: Stone C, Humprhries R, editors. Current

Emergency diagnosis and treatment 4th editions (Lange current series).

Mc Graw Hill, Philadelphia, 2004, p 348-350.

6. Shames Richard S, Kishiyama Jeffrey L. Disorders of The Immune

System. in: McPhee Stephen J, Lingappa Vishwanath R, Ganong

William F, editors. Pathophysiology of Disease: An Introduction to

Clinical Medicine 4th editions. Mc Graw Hill, Philadelphia, 2003, p 31-

57.

7. Suardana W, et al. Rhinologi. in: Suardana W, Bakta M, editor.

Pedoman Diagnosis dan Terapi. Komite Medik RSUP Sanglah,

Denpasar, 2000.