Lapsus Batu Ginjal

download Lapsus Batu Ginjal

of 31

description

word

Transcript of Lapsus Batu Ginjal

1

BAB I

LAPORAN KASUS

I.1. IDENTITAS PASIEN

Nama

: Tn.SKUmur

: 72 tahun

Status Marital: Menikah

Pekerjaan : Tidak BekerjaAgama : Islam

Tanggal masuk : 10 Oktober 2014I.2. DATA DASAR

I.2.1. Anamnesis (Subjektif)Autoanamnesis tanggal 13 Oktober 2014.Keluhan Utama: Nyeri pinggang kiri 3 minggu SMRSRiwayat Penyakit Sekarang :Nyeri pinggang kiri dirasakan 3 minggu SMRS. Nyeri dirasakan hilang timbul dan terkadang muncul saat pasien sedang ingin berkemih serta sering dirasakan menembus dari depan ke belakang. Pasien menyangkal terdapat nyeri pada kantung kemaluan dan biji kemaluan pasien. Pasien merasa keluhan membaik ketika pasien berbaring atau pasien membungkuk. Keluhan nyeri membuat pasien merasa kesulitan saat berkemih. Selama ini pasien tidak pernah mengeluhkan terdapat rasa panas saat berkemih, kencing berpasir atau mengeluarkan batu saat berkemih serta tidak pernah ada keluhan kencing berdarah. Pasien pernah berobat ke RS.Cikini tetapi hanya mendapatkan pemeriksaan CT-Scan.Keluhan Tambahan

Keluhan nyeri pinggang disertai mudah lelah, sakit kepala, mual dan penurunan nafsu makan. Pasien merasa terdapat penurunan volume air kencing. Pancaran air kencing menetes disangkal.

Keluhan mudah lelah pasien muncul sejak 2 bulan SMRS. Pasien merasa keluhan lelah muncul saat pasien ingin melakukan aktivitas aktivitas tertentu seperti menaiki tangga dan berjalan mengelilingi rumah. Pasien juga mengaku selama 2 bulan terakhir memiliki penurunan nafsu makan yang disertai dengan rasa mual. Pasien tidak pernah memiliki riwayat penyakit lambung sebelumnya. Pasien mengaku terdapat sakit kepala yang hilang timbul saat pasien sedang beraktifitas. Sebelumya pasien tidak pernah mengetahui apakah pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi. Pasien menyangkal terdapat demam dan sesak. Di dalam keluarga pasien belum pernah ada yang memiliki keluhan serupaRiwayat Penyakit Dahulu : Riwayat Penyakit Kencing Manis

: Disangkal

Riwayat Hipertensi

: Tidak DiketahuiRiwayat Penyakit Jantung

: Disangkal

Riwayat Stroke

: Disangkal

Riwayat Penyakit ginjal

: Disangkal

Riwayat Penggunaan ObatObat Obatan sakit kepala

: Disangkal

Obat Lain

: Disangkal

Riwayat Pribadi Sosial dan Ekonomi

Riwayat Makan dan Minum : Minum air 4 gelas belimbing/ hariRiwayat Olahraga: Pasien Jarang Olahraga

Riwayat Merokok dan Alkohol: DisangkalRiwayat Pekerjaan : Tidak bekerjaI.2.2. PEMERIKSAAN FISIK (Obyektif)

Tanggal 13 Oktober 2014Keadaan umum: tampak sakit sedangKesadaran: Compos mentis Tanda vital: TD : 170/90 mmHg, Nadi: 80X/menit, reguler

Suhu: 360C 0C, RR: 18x/menit

Kulit

: Sawo matang, ikterik (-)

Kepala

: Normocephal, rambut putih, distribusi merata

Wajah

: Simetris, ekspresi gelisahMata

: Edema palpebra -/-, conjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-Telinga : Bentuk normal, simetris, lubang lapang, serumen -/-Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, sekret -/-Mulut : Mukosa bibir basah, faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1Leher : Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada devias trakhea, tidak teraba pembesaran KGB, Tiroid DBNThorak : retraksi suprasternal dan interkostal (-)

Pulmo I : Normochest, dinding dada simetris

P : ekspansi dada simetris

P : Sonor di kedua lapang paruA : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Cor

I : Tidak tampak ictus cordis

P : Iktus cordis teraba, thrill tidak teraba

P : Batas Kiri atas ICS II linea parasternal sinistra

Batas Kanan atas ICS II linea parasternal dextra Batas kiri bawah ICS IV linea midclavicula

Batas kanan bawah ICS V linea parastemalis dextra

A : BJ I dan II reguler, Gallop -/-, Murmur -/-

Abdomen: I : Perut agak cembung

A : Bising usus (+) normal

P : Dinding perut supel, turgor kulit baik, hepatomegali (-), spleenomegali (-), nyeri tekan (-) , distensi vesica urinaria (-), Balotement ginjal (-/-)

P : Timpani +, Nyeri Ketok CVA (-/+)

Pemeriksaan RT :

TSA : Baik

Refleks bulbocavernosus : + Mukosa rektum : licin

Massa : (-)

Nyeri Tekan : (-)

Prostat : Konsistensi kenyal, Simetris, Nodul (-),

Sulcus medianus tidak teraba. Ekstremitas: Akral hangat, edema tungkai (-), sianosis (-),capilary refill 4 mg / kg/ hari atau lebih dari 7 mmol/hari pada pria dan > 6 mmol / hari pada wanita. Hal-hal yang dapat memicu keadaan hiperkalsiuria adalah kelainan pada reabsorpsi kalsium pada ginjal, hiperparatiroid, penyakit sarcoid dan granulomatous, keganasan, dan glukokortikoid-induced hypercalcemia.Hiperokxaluria juga mempengaruhi dari proses pembentukan kalsium oksalat. Keadaan ini terjadi apabila terdapat oxalat di dalam urin > 40 mg/hari. Penyebab dari keadaan ini adalah gangguan biosintesis, malabsorbsi yang berhubungan dengan penyakit usus, celiac sprue, enteric hyperoxaluria, dan diet tinggi vitamin C.

Lebih dari 10 % kasus batu kalsium memiliki keadaan hyperuricosuria dimana asam urat di dalam urin bernilai > 600 mg/ hari. Hyperuricosuria dapat meningkatkan level monosodium urate, dimana dapat menjadikan pH urin kurang dari 5.5 yang menyebabkan pembentukan batu. Asam urat juga dapat mencegah kerja dari glikosaminoglikan seperti heparin yang menghambat kristalisasi kalsium oksalat. Penyebab utama dari keadaan ini adalah konsumsi purin.

Hypocitraturia adalah kelainan yang ditandai dengan level sitrat di dalam urin berkisar < 320 mg/hari.yang berpengaruh terhadap pembentukan batu. Sitrat berfungsi untuk mencegah pembentukan batu dengan cara berikatan dengan kalsium, mencegah nukleasi kalsium oksalat, mencegah pengendapatn kristal kalsium oksalat dan kalsium fosfat, dan mencegah efek dari glikoprotein Tamm Horsfall . Gangguan sitrat dapat terjadi pada peningkatan penyerapat sitrat pada ginjal dan penurunan sintesis sitrat pada sel peritubuler. Defisiensi sitrat dapat menyebabkan pH urin menjadi lebih rendah.II.6.2Batu Asam Urat

Manusia tidak memiliki enzim uricase yang mengkatalisis perubahan asam urat menjadi allantonin yang larut dalam air. Perlu diperhatikan pH yang asam ( < 6 ) dan kondis level asam urat > 500 -600 mg/L pada urin dapat meningkatkan risiko terbentuknya batu asam urat. Terdapat 3 jalur utama dalam pembentukan batu asam urat yaitu pH yang rendah, volume urin yang sedikit, dan hiperuricosuria.

II.6.3Batu Akibat Infeksi Saluran Kemih

Batu akibat infeksi terjadi akibat urin berubah menjadi terlalu basa dengan pH 7.2 8. Hal ini terjadi akibat terdapatnya mikroorganisme penghasil urease sehingga batu struvit dapat terbentuk. Bakteri penghasil urease serta patogenesis terjadinya batu struvit terdapat dalam tabel dan bagan berikut.II.7Gejala Klinis

Gejala klinis pada penyakit batu saluran kemih terdapat beberapa macam. Gejala pertama adalah rasa nyeri yang dapat berupa nyeri kolik dan non-kolik. Nyeri kolik pada umumnya terjadi akibat terjadinya tegangan dan regangan pada collecting system atau ureter sedangkan nyeri non kolik terjadi akibat kapsul ginjal yang teregang. Lokasi nyeri juga dapat menentukan letak sumbatan batu apakah terdapat pada kaliks ginjal, pelvis renalis, ureter proksimal, ureter medial, atau ureter distal. Hematuria merupakan gejala yang sering muncul pada pasien dengan sumbatan batu saluran kemih dimana pasien akan mengakui terdapat perubahan warna urin seperti the. Hanya sekitar 10 15% kasus obstruksi ureter total yang tidak mengalami microhematuria. Infeksi juga dapat terjadi baik secara sekunder akibat stasis aliran urin karena sumbatan atau justru sebagai penyebab primer terbentuknya batu saluran kemih dimana pada kasus ini pH urin > 6.6 . Pasien juga dapat mengalami muntah dan mual. Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara baik dan holistic. Pada pasien dengan batu saluran kemih umumnya suka mencari posisi yang aneh untuk mengurangi rasa nyeri yang dialaminya dan hal ini berbeda pada kasus peritonitis dimana pasien tidak dapat bergerak atau takut untuk bergerak karena rasa nyeri yang hebat dan menyeluruh. Hal yang perlu diperhatikan adalah nyeri pada sudut kostofrenikus tidak selalu ada. Perlu diwaspadai keadaan demam, hipotensi, dan vasodilatasi pembuluh darah kulit dapat terjadi pada pasien urosepsis dan perlu penanganan khusus (ICU) serta pemberian antibiotik, resusitasi cairan, dan antibiotic intravena.II.8 Diagnosis BandingDiagnosis banding dari batu saluran kemih dapat berupa gangguan dari organ retroperitoneal maupun intraperitoneal. Beberapa diagnosis banding tersebut adalah appendisitis akut, kehamilan ektopik terganggu, kista ovarium, emboli arteri renalis, dan aneurisma aorta abdominalis.II.9Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan CT Scan pada umumnya menjadi pilihan utama dalam memeriksa pasien dengan nyeri kolik renal akut dan juga lebih murah dari BNO IVP. Pada pemeriksaan BNO IVP, nefrolitiasis dapat segera terlihat dengan pemeriksaan ini serta dapat membedakan batu empedu pada posisi oblique. Pemeriksaan lainnya adalah tomografi ginjal. Pada pemeriksaan ini, ginjal dapat tervisualisasi pada potongan koronal. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi batu saluran kemih dengan opasitas yang rendah, terutama pada pasien gemuk atau dengan gas yang banyak. Ultrasonografi juga menjadi salah satu alat yang unggul untuk melihat batu saluran kemih dimana dapat terlihat accoustic shadow pada pemeriksaan ini. Pemeriksaan yang tidak dianjurkan pada batu saluran kemih adalah MRI.II.10Penatalaksanaan

Penatalaksanaan batu saluran kemih dapat dilakukan secara non medikamentosa maupun medikamentosa sebagai tatalaksana lanjutan.II.10.1Nonmedikamentosa

II.10.1.1Konservatif

Umumnya, batu ureter tidak memerlukan intervensi karena batu dapat melewati ureter secara spontan tetapi tergantung dengan ukuran batu, bentuk, lokasi, dan edema ureter yang berhubungan dengan stasisnya batu pada lokasi tersebut. Berdasarkan persentasi, batu berukuran 4 5 mm dapat melewati ureter dengan probabilitas 40 50 % dan batu dengan ukuran > 6 mm dapat melewati ureter dengan probabilitas < 5 %. Batu ureter pada ureter distal umumnya dapat melewati urterovesiko junction sekitar 50%. Terapi konservatif seperti ini memiliki batas waktu 6 minggu sejak munculnya gejala.

II.10.1.2Ureteroskopi

Ureteroskopi memiliki panjang 54 70 cm. Alat ini digunakan dengan masuk kedalam saluran ureter secara retrograde dimana di era modern alat ini memiliki saluran untuk bekerja dan saluran irigasi yang berfungsi untuk mendilatasikan ureter dan menjaga visualisasi agar tetap jelas. Tindakan ini memiliki tingkat efektifitas yang tinggi pada kasus batu ureter distal. II.10.1.3Perkutaneus Nefro Litotomi (PNL)

Tindakan ini diprioritaskan untuk mengatasi batu pada ginjal ataupun ureter proksimal dimana ukuran batu > 2.5 cm, acute infundibulo-pelvic angle, resisten terhadap ESWL, dan adanya bukti obstruksi. II.10.1.4Oprasi Terbuka

Tindakan ini merupakan tindakan klasik untuk mengambil batu tetapi tindakan ini sudah jarang dilakukan dengan perkembangan instrumen dan pengalaman ahli beah.

II.10.1.5Phyelolitotomi

Pyelolitotomi sangat efektif terutama dengan variasi anatomi dimana pyelum terletak secara ekstrarenal.

II.10.1.6ESWL

Extracorporeal Shock Wave Litrhotrisy merupakan tindakan menghancurkan batu dengan memberikan gelombang kejut yang dihasilkan mesin dari luar tubuh. Gelombang ini difokuskan ke arah batu dengan berbagai cara. Sesampainya di batu, gelombang tersebutakan memecah energinya. Batu akan dipecah menjadi ukuran yang sangat kecil sehingga tidak menimbulkan rasa sakit. ESWL sudah dilengkapi dengan fluoroskopi sehingga memudahkan dalam pengaturan target/posisi tembak untuk batu ureter. Perlu diperhatikan, jenis batu akan mempengaruhi efektifitas ESWL seperti batuk kalsium oksalat monohidrat memerlukan tindakan beberapa kali karena batunya keras dan pada orang gemuka karena ketebalan dari kulit pasien.II.10.2MedikamentosaAgen Alkalisator seperti potasium sitrat dibutuhkan untuk meningkatkan pH urin sebanyak 0.7 0.8 pH unit dengan dosis 60 mEq yang terbagi dalam 3 4 dosis dengan sediaan 10 mEq/tablet. Potasium sitrat diindikasikan terhadap pasien dengan batu kalsium oksalat akibat hipositraturia ( 2.5 mg/dL. Dosis obat ini adalah 250 mg sebanyak 3 4 x / hari dengan dosis maksimal 10 15 mg/kg/hari.II.11Chronic Kidney Disease

II.11.1 Definisi

Berdasarkan National Kidney Foundation, Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI), Chronic Kidney Disease (CKD) didefinisikan sebagai cedera ginjal yang menetap lebih dari 3 bulan dengan Laju Filtrasi Glomerolus (GFR) kurang dari 60 mL/min/1.73 m2. Perlu dipahami bahwa perubahan kecil dari level serum creatinin dalam darah berhubungan secara signifikan dengan laju filtrasi glomerolus. Gambar dibawah ini menjelaskan hubungan yang terjadi antara serum kreatinin dan laju filtrasi glomerolus.Laju filtrasi glomerolus dapat dihitung dengan rumus Cockcroft Gault, yaitu:

(140 usia) x BB x (0.85 pada wanita)

72 x kreatinin plasma

II.11.2 Klasifikasi

Klasfikasi dan penatalaksaan CKD dibuat berdasarkan GFR dan penemuan albumin di dalam urin. Tabel dibawah ini mencakup dari stadium penatalaksaan yang harus dilakukan.StadiumGFR (mL/min/1.73m2)Penatalaksanaan

I>90Diagnosis dan penatalaksanaan dini dan mengurangi risiko kelainan jantung

II60 - 89Memperkirakan perkembangan penyakit

III30 59Evaluasi dan mengatasi komplikasi

IV15 29Evaluasi dan mengatasi komplikasi

V< 15Replacement Renal Therapy (jika uremia muncul)

II.11.3 Etiologi

Terdapat berbagai macam penyebab dari CKD yang dikelompokan menjadi penyebab primer atau sekunder. Sebagai contoh, penyebab primer CKD adalah glomerulonefritis, pyelonefritis, dan congenital hypoplasia. Sedangkan contoh penyebab sekunder dari CKD adalah Diabetes Mellitus tipe 2 dan Systemic Lupus Eritomatosus. II.11.4 Gejala Klinis

Penurunan fungsi ginjal yang ditandai dengan penurunan GFR dibawah 20% dari normal, anorexia disertai mual, retensi garam, asidosis, insomnia, anemia, lemah otot, dan perburukan tekanan darah dapat muncul. Berdasarkan penelitian Chertow dkk pada tahun 1996, meyatakan bahwa terdapat defisiensi jumlah nefron pada penyakit ginjal dan hipertensi. Gejala klinis lainnya yang dapat muncul adalah pruritus, malaise generalis, apatis, kehilangan libido, dan mudah lelah dapat muncul. Mayoritas pasien dengan CKD memiliki peningkatan tekanan darah yang disebabkan oleh volume overload atau akibat hiperreninemia. Tekanan darah juga dapat menurun pada pasien dengan penyakit medullary cystic disease dimana pasien kecenderungan dapat kehilangan garam. Pasien juga dapat mengalami peningkatan frekuensi nafas dan nadi sebagai kompensasi dari anemia dan metabolik asidosis. Pada CKD stadium V dapat ditemukan aroma uremik, perikarditis, asterixis, perubahan status mental, dan neuropati periferal. Pada pemeriksaan ginjal, apabila teraba dapat menandakan adanya penyakit polikistik. Pemeriksaan optalmologi dapat memeberikan hasil retinopati hipertensi atau retinopati diabetikum. II.11.5 Patogenesis

Apoptosis yang dipicu oleh iskemia, toksin, serta mediator endogen perusak dapat menjadi awal penyebab kerusakan ginjal. Perubahan ini terjadi keetika munculnya lethal factor seperti TNF dan Fas-Ligand atau hilangnya survival factor seperti EGF, IGF-1, IGF-2, dan bFGF. Lethal factor dapat mengaktifkan reseptor sel untuk memicu apoptosis atau bekerja langsung terhadap sel tanpa melalui reseptor. Penurunan jumlah nefron mengikuti dari proses kematian sel yang berlangsung. Proses ini berhubungan dengan aktivasi saraf simpatis, proses remodeling ginjal, perubahan ekspresi gen, dan mekanisme regulasi tambahan. Faktor hemodinamik dan nonhemodinamik ikut terlibat dalam kerusakan ginjal yang terus-menerus setelah fase awal. Proses hemodinamik dapat meningkatkan SNGFR termasuk peningkatan tekanan hidrostatik glomerolus. Peningkatan tekanan hidrostatik merupakan faktor utama dalam proses kerusakan ginjal setelah penurunan massa ginjal. Akan tetapi hiperfiltrasi sendiri tidak dapat menyebabkan glomerulosklerosis dan fibrosis interstitial. Faktor neurogenik dan hipertensi juga berperan dalam proses ini. Peningkatan angiotensin II dan nitrit oksida mengaktifkan sistem saraf simpatis yang menjadi pemeran penting dalam hipertensi pada pasien CKD.

Pada mekanisme nonhemodinamik, beragam faktor pertumbuhan, remodeling dan sitokin ikut terlibat. Sel busa umumnya terdapat pada glomerolus yang sedang mengalami proses sklerosis dan terdapat pada interstitial ginjal yang rusak. LDL menstimulasi inflamasi dan produksi sitokin fibrogenik serta dapat menyebabkan peningkatan apoptosis sel dan produksi endhotelin serta tromboxan. LDL juga menyebabkan peningkatan pelepasan renin dari sel juxtaglomerolus yang menyebabkan vasokonstriksi. II.11.6 Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukannya volume urin yang sedikit, proteinuria, dan leukositouria. Pada pemeriksaan darah ditemukan adanya anemia dengan pemanjangan waktu pembekuan darah. Penurunan serum bikarbonat dan hiperkalemia dapat muncul bila GFR < 5 ml/Menit. Peningkatan asam urat juga dapat terjadi pada pasien CKD.

Pada pemeriksaan renal sonografi, ukuran ginjal dapat ditentukan. Umumnya ginjal berukuran kecil dengan ketebalan yang berkurang. Pada pemeriksaan x-ray tulang dapat terlihat penurunan pertumbuhan, osteomalasia, dan oteitis fibrosa. Pada foto polos abdomen juga dapat terlihat kalsifikasi jaringan lunak atau kalsifikasi pembuluh darah. Pasien dengan penyakit polikistik, ukuran ginjal dapat terlihat membesar pada pemeriksaan CT-Scan non kontras. Biopsi ginjal tidak akan terlal banyak membantuk kecuali untuk melihat fibrosis interstitial dan glomerulosklerosis. Biopsi perkutaneus atau biopsi terbuka pada ginjal yang telah menyusut pada stadium akhir justru berhubungan dengan angka mrobiditas yang tinggi akibat perdarahan.

II.11.7 Penatalaksanaan

Penelitian terbaru menunjukkan penggunaan obat-obatan seperti ace- inhibitor, angiotensin reseptor blocker, agen penurun lemak, dan antagonis aldosteron dapat menghambat progresifitas dari CKD. Pembatasan asupan protein (0.5 g/kg/hari), kalium, dan fosfat direkomendasikan. Hal ini harus dilakukan dengan pengukuran yang akurat dan rutin dari berat badan. Penggunaan bikarbonat oral dapat membantu pada keadaan acidemia. Pemantauan keseimbangan kalsium dan fosfat perlu dilakukan untuk memantau pencegahan uremic osteodystrophy atau hiperparatiroid sekunder. Penggunaan Cinacalet dapat mengurangi sekresi hormon paratiroid. Jika muncul hiperparatiroid sekunder yang berat, subtotal paratiroidektomi dapat dilakukan.

Peritoneal dialisis dapat digunakan secara elektif pada pasien dengan keadaan tidak ada akses vaskular. Sekitar 10 % dialisis dilakukan dengan cara ini. Prosedur ini membersihkan creatinin dan urea didalam darah tidak seefektif hemodialisis. Pasien yang melakukan peritoneal dialisis melakukan pertukaran 3 5 kali sehari menggunakan 1 -2 L dialysate pada setiap pertukaran. Dialysate merupakan glukosa konsentrasi tinggi dan permukaan peritoneal berfungsi sebagai membran semipermiabel.

Hemodialisis merupakan penatalaksaan yang paling populer untuk CKD. Hemodialisis dilakukan selama 3 kali dalam seminggu dengan durasi 3 5 jam pada setiap prosesnya. Masalah yang umumnya timbul pada hemodialisis adalah infeksi, gejala tulang, anemia menetap, dan gangguan fisiologis. Aterosklerosis juga dikatakan berhubungan dengan perawatan jangka lama. Bilateral nefrektomi harus dihindari karena hanya akan meningkatkan kebutuhan tranfusi pada pasien dialisis. Nefroktomi dilakukan pada pasien dengan kasus hipertensi yang sulit disembuhkan, refluks dengan infeksi, dan penyakit kista dengan perdarahan dan nyeri berulang. Jika dilihat dari segi biaya, hemodialisis menghabiskan dana sebesar $50.000 - $75.000 setiap tahunnya. Pada pasien dengan tidak adanya penyakit penyerta, angka kematian berkisar 8 10 % dari kasus.

Bellomo R dan Ronco C menyatakan terdapat beberapa indikasi untuk dilakukannya transplantasi ginjal yaitu oligouria dengan UO < 20 ml/12 jam, anuria atau oliguria ekstrim dengan UO < 50 ml/ 12 jam, Hiperkalemia dengan K+ > 6.5 mmol/L, asidemia berat dengan pH < 7.1, Azotemia dengan urea > 30 mmol/L, gangguan klinis pada organ lain terutama edema paru, ensefalopati uremikum, perikarditis uremikum, neuropati / miopati uremikum, disnatremia berat dengan Na > 160 mmol atau < 115 mmol/L, dan overdosis obat dengan toksin dialsis.BAB IIIANALISA KASUSANAMNESISPasien laki-laki usia 72 tahun datang dengan keluhan nyeri pada pinggang kiri 3 minggu SMRS. Keluhan nyeri muncul saat pasien ingin berkemih. Keluhan nyeri disertai dengan nyeri kepala, mual, nafsu makan menurun dan mudah lelah saat menjalani aktivitas

Pria lebih banyak menderita obstruksi saluran kemih akibat batu daripada wanita dikarenakan pria tidak memiliki hormon esterogen yang dapat meningkatkan eksresi sitrat. Usia 72 tahun juga perlu dipertimbangkan pada pasien ini dikarenakan kemungkinan penyakit degeneratif yang dapat diderita.

Nyeri pinggang saat berkemih dan bersifat hilang timbul merupakan nyeri yang bersifat kolik dan biasanya menandakan adanya obstruksi pada saluran kemih teruatama ureter. Nyeri dapat menjalar ke punggung bagian belakang diakibatkan nyeri dipersepsikan menuju nosiseptor pada L2 menuju T8. Lokasi nyeri umumnya dapat menandakan letak lokasi atau level sumbatan. Pada pasien ini dikarenakan nyeri dirasakan pada pinggang dan punggung bagian kiri maka kemungkinan letak sumbatan terdapat pada ginjal atau ureter bagian proksimal sinistra. Riwayat kencing menetes tidak ada ( Riwayat kencing menetes membantu pemeriksa untuk menyingkirkan kemungkinan sumbatan berada pada saluran kemih bagian bawah atau pada bagian distal. Umumnya pada pasien-pasien yang memiliki prostat akan menyatakan pancaran kencing menetes dan melemah

Volume air kencing yang berkurang ( Volume air kencing yang berkurang menandakan terdapat kelainan pada proses pembentukan urin atau pada saat proses pengeluaran. Perlu diperhatikan bahwa kemungkinan kelainan pre-renal, renal, ataupun post renal harus dievaluasiO (Objektif)

Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 170 / 90.

Berdasarkan JNC VII, pasien ini masuk ke dalam katagori hipertensi grade II. Perlu diperhatikan apakah pasien mengalami hipertensi esensial atau hipertensi sekunder. Pada pemeriksaan mata ditemukan keadaan konjungtiva anemis Konjungtiva anemis menandakan pada pasien ini terjadi keadaan anemia. Perlu diperhatikan, anemia dapat disebabkan oleh infeksi kronis, perdarahan, keganasan, atau penyakit kronis. Pada pasien ini, keadaan anemia dapat disebabkan oleh karena intake makanan yang sedikit atau karena pada pasien ini mengalami kelainan ginjal sehingga mengganggu proses eritropoesis.Pada pemeriksaan abdomen ditemukan adanya nyeri ketok CVA pada pinggang kiri.

Nyeri dapat muncul akibat distensi dari ureter proksimal. Umumnya keadaan ini terjadi akibat ada obstruksi dari saluran kemih atau adanya infeksi saluran kemih bagian atas.Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan nilai ureum 107 dan kreatinin 11.3

Peningkatan nilai ureum dan kreatinin di dalam darah menandakan terdapat sebuah kelainan pada kemampuan filtrasi ginjal. Jika dihitung berdasarkan rumus Cockcroft Gault, GFR pasien ini adalah 19.54 ml/min/m2 dimana masuk ke dalam CKD grade IV.CT-scan Abd : Terdapat masa radio opak pada ureter proksimal renal sinistra Hal ini memperkuat keluhan nyeri pada pinggang kiri pasien disebabkan adanya obstruksi oleh batu pada ureter proksimalA (Assesment)

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

Batu Ureter Proksimal ( Didapatkan dari keluhan nyeri pada pinggang kiri saat akan berkemih yang disertai dengan ditemukannya nyeri ketok CVA (+) pada pinggang kiri dan lesi hiperdens pada ureter proksimal sinistra pada pemeriksaan CT-Scan Hipertensi grade II ( Didapatkan pada pemeriksaan tekanan darah yang memberikan nilai 170 / 90 mmHg.

CKD ( Didapatkan dari keluhan volume air kencing yang berkurang serta peningkatan level ureum dan kreatinin di dalam darah. Pada perhitungan rumus Cockcroft Gault, GFR pasien ini adalah 19.54 ml/min/m2 yang mengkatagorikan CKD grade IVP (Planning)

Cefoperazon 2 x 1 gram iv

Cefoperazone merupakan antibiotic golongan sefalosporin generasi ke-3. Obat ini dieksresikan melalui empedu. Pada dasarnya obat ini diberikan pada pasien sebagai profilaksis sebelum melakukan URS dan juga dikarenakan obat ini cukup aman digunakan karena eksresi tidak melalui ginjal.

PCT drip 3 x 300 mg IV

Paracetamol merupakan obat analgetik dan antipiretik. Pada pasien ini paracetamol diberikan untuk memberikan efek analgetiknya karena pasien mengalami nyeri pada pinggangnya. Ranitidin 2 x 1 ampul IV

Rantidin merupakan obat H2 reseptor blocker. Bekerja dalam mencegah pembentukan asam lambung yang berlebih. Pada pasien diberikan dikarenakan pasien memiliki masalah asupan makan serta sering merasa mual.

Clonidin 2 x 0.15 mg Clonidin merupakan alfa 2 agonis yang bekerja pada reseptor di batang otak yang menyebabkan penurunan aktivitas dari saraf simpatis sehingga menurunkan tekanan darah dan denyut nadi. Umumnya dalam penatalaksanaan hipertensi pada pasien CKD, clonidine perlu dikombinasi dengan obat lini pertama yaitu ACE inhibitor atau ARB sehingga target tekanan darah dapat tercapai. Ureteroskopi Umumnya, ureteroskopi merupakan pilihan kedua pada kasus batu ureter proksimal dimana pilihan utama pada kasus batu ureter proksimal adalah ESWL. Ureteroskopi dijadikan pilihan pertama pada batu ureter distal. DAFTAR PUSTAKA1. Standring S. 2008. Grays Anatomy The Anatomical Basis of Clinical Practice: Elsevier Saunders.2. Tanagho EA & McAninch. 2008. Smiths General Urology. 17th ed. USA: McGraw Hill3. Wein, Kavoussi, Novick, Partin, & Peters. 2012. Campbell Walsh Urology. 10thed. Philadelphia: Elsevier - SaundersGambar.1 .Anatomi Ginjal

Gambar.2 A. Regio perdarahan arteri ginjal; B. Jalur arteri intra renal; C. Jalur Vena

A

B

C

Gambar.3 A. Jalur Ureter; B. Ureteropelvico junction, Persilangan ureter dan pembuluh iliaka dan Uretervesiko junction;

C. pembagian ureter

A

B

C

28