lapran kontraksi otot

7
Respon Otot Gastroknemius Katak Terhadap Rangsang Listrik Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Nama : Setyo Budi Prakoso NIM : 412010013 Fakultas Biologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2012

Transcript of lapran kontraksi otot

Page 1: lapran kontraksi otot

Respon Otot Gastroknemius Katak Terhadap Rangsang Listrik

Laporan Praktikum Fisiologi Hewan

Nama : Setyo Budi Prakoso

NIM : 412010013

Fakultas Biologi

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

2012

Page 2: lapran kontraksi otot

A. Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui respons otot gastroknemius katak terhadap

rangsang tunggal, rangsang ganda, dan rangsang yang lama.

B. Dasar Teori

Otot rangka diberi nama demikian karena otot ini menempel pada sistem rangka. Otot

rangka tersusun atas gelendong-gelendong sel otot. Setiap gelendong terdapat di dalam

lembaran jaringan ikat yang membawa pembuluh darah dan saraf yang mensuplai kebutuhan

bagi otot tersebut. Di setiap ujung dari otot, lapisan luar dan dalam dari jaringan ikat bersatu

menjadi tendon yang menempel pada tulang. Otot rangka memiliki beberapa karakteristik, yaitu

kontraktilitas (kemampuan untuk memendek karena adanya rangsangan), eksitabilitas (kapasitas

otot untuk merespons sebuah rangsang), ekstesibilitas (kemampuan otot untuk memanjang),

dan elastilitas (kemampuan otot untuk kemabali pada ukuran semula).

Potensial aksi merupakan depolarisasi dan repolarisaso membran sel yang terjadi secara

cepat. Potensial aksi dapat menyebabkan otot-otot berkontraksi. Sebuah potensial aksi tunggal

akan dapat menghasilkan peningkatan tegangan otot yang berlangsung sekitat 100 milidetik

atau kurang dan hal ini biasa disebut kontraksi tunggal. Kemudian, bila potensial aksi kedua

muncul sebelum respon terhadap potensial aksi pertama selesai, tegangan tersebut akan

menjumlahkan dan menghasilkan respon yang lebih besar. Bila otot menerima rentetan

potensial aksi yang saling tumpang tindihm maka otot akan mengalami sumasi yang lebih besar

lagi dengan tingkat tegangan yang bergantung pada laju perangsangan. Bila jalannya dari kaju

perangsangan cukup cepat, maka sentakan tersebut akan lepas menjadi kontraksi halus dan

bertahan lama yang disebut tetani (Campbell 2004).

Waktu antara datangnya rangsan ke neuron motoris dengan awal terjadinya kontraksi

deisbut fase laten, waktu terjadinya kontraksi disebut fase kontraksi , dan waktu untuk otot

berelaksasi disebut fase relaksasi. Kontraksi pada otot dapat dibagi menjadi kontraksi isometrik

dan kontraksi isotonik. Pada kontraksi isometrik, terjadi besarnya tekanan meningkat saat proses

kontraksi, tetapi panjang otot tidak berubah. Sedangkan kontraksi isotonikm besarnya tekanan

yang dihasilkan dari otot adalah tetap saat kontraksi, tetapi panjang otot memendek.

Page 3: lapran kontraksi otot

C. Metode

Katak dirusak otaknya terlebih dahulu dengan menusuk otak katak dengan jarum

sonde agar tubuh katak menjadi lemas. Jika tubuh katak sudah lemas, maka isolasi otot

gastroknemius dapat dilakukan. Untuk pengisolasian otot gastroknemius, kulit bagian paha

dan betis dibuka terlebih dahulu dengan menggunakan gunting. Setelah kulit terbuka, otot

gastroknemius yang terletak hinggga tendon achilles bersama pangkal femur dipisahkan dari

bagian kaki katak lainnya. Setelah selesai proses pengisolasian, otot gastroknemius diikat

pada kimograf dengan menggunakan benag dan dihubungkan dengan alat pengungkit otot.

Diusahakan otot dalam keadaan tegang dan respon yang terjadi pada otot dapat dicatat oleh

kimograf. Setelah itu, otot tersebut diberi perlakuan dengan diberi rangsang tunggal,

rangsang ganda, dan rangsang berturut turut.

D. Hasil dan Pembahasan

1. Hasil

Page 4: lapran kontraksi otot

2. Pembahasan

Pada praktikum kali ini, otot gastroknemius diberi 3 perlakuan. Perlakuan tersebut

antara lain adalah untuk melihat respon otot gastroknemius terhadap pemberian rangsang

tunggal, rangsang ganda, dan rangsang berturut-turut. Pada perlakuan pemberian rangsang

tunggal pada otot gastroknemius, didapatkan hasil yang dicatatkan oleh kimograf berupa

amplitudo yang tunggal. Munculnya amplitudo ini disebabkan karena adanya potensial aksi

yang mengalir pada otot tersebut. Potensial aksi ini disebabkan karena adanya arus listrik.

Pencatatan kimograf menghasilkan satu sekuens rangsang-kontraksi-relaksasi yang terbagi

atas periode laten, periode kontraksi, dan periode relaksasi.

Pada perlakuan selanjutnya, otot gastroknemius diberi perlakuan dengan diberi

rangsangan dua kali. Perlakuan ini menyebabkan otot berkontraksi. Hal yang terjadi pada

perlakuan ini adalah, saat pemberian rangsang kedua diberikan pada saat respon terhadap

rangsangan pertama telah selesai, respon kedua yang dihasilkan akan memiliki besar yang

sama dengan respon pertama karena disebabkan otot telah menyelesaikan sekuens

rangsang kontraksi relaksasi pertama, kemudian saat diberi rangsang kedua akan terjadi

perulangan seperti saat pemberian rangsang pertama. Perlakuan seperti ini menimbulkan

keadaan yang disebbut “summation of effect” dimana pemberian rangsang kedua

menghasilkan kontraksi yang lebih kuat daripada kontraksi yang disebabkan oleh rangsang

pertama (Seeley 2003).

Pada perlakuan ketiga, otot gastroknemius diberi perlakuan rangsang berturut-turut.

Hal ini dicatat oleh kimograf berupa amplitudo berjumlah tiga yang saling berurutan.

Kejadian ini disebut dengan tetani. Tetani merupakan keadaan yang terjadi saat frekuensi

stimulasi menjadi demikian cepat sehingga tidaka ada peningkatan frekuensi lebih jauh lagi

yang akan meningkatkan tegangan kontraksi, tenaga terbesar yang dapat dicapai oleh otot

telah tercapai. Pada perlakuan ini kondisi relaksasi tidak terjadi karena rangsangan muncul

berturut-turut.

Pada dasarnya, dalam mekanisme kontraksi otot memerlukan ATP dan kreatinfosfat

sebagai sumber energi. Namun, untuk membuat troponim C lancar mengatur tropomiosin,

diperlukan ion Ca2+ yang didistribusikan oleh saluran yang menghubungkan reticulum

sarkoplasma dengan toponim C. Bila otot terus menerus mendapatkan rangsang, maka

kepala miosin menempel pada kepala katin secara terus menerus yang menyebabkan kejang

otot. Keadaan otot pada saat itu otot dalam keadaan tegang dan kaku (Tobin 2005).

Page 5: lapran kontraksi otot

E. Kesimpulan

Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa otot dapat

berkontraksi karena adanya rangsang. Rangsang tersebut dapat berupa arus listrik. Rangsang

yang diberikan dapat memberikan respon yang berbeda-beda yang dapat dilihat dari

amplitudo yang dibentuk dari kimograf. Pada perlakuan rangsang tunggal, dibentuk satu

sekuens yaitu fase laten – kontraksi – relaksasi. Pada perlakuan rangsang ganda, dibentuk

dua sekuens, di mana sekuens kedua merupakan perulangan dari sekuens pertama. Pada

perlakuan rangsang berturut, tidak terjadi fase relaksasi.

Daftar Pustaka

Campbell, N.A., J.B. Reece, L.G. Mitchell. 2004. Biologi edisi kelima jilid 3. Erlangga, Jakarta

Seeley, R.R., T.D. Stephens, P. Tate. 2003. Essentials of Anatomy and Physiology fourth edition. McGraw-Hill Companies

Tobin, A.J. 2005. Asking About Life. Thomson Brooks/Cole, Canada