LAPORAN_PRAKTIKUM_TPT
description
Transcript of LAPORAN_PRAKTIKUM_TPT
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN
KOMODITAS TEBU (Saccharum officinarum L.)
Oleh:
Miftah Nur Rokhmat (125040201111040)
Mochammad Rizqi Firdaus
(125040201111042)
Mega Kusuma Dewi (125040201111087)
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
LEMBAR PERSETUJUAN
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN
KOMODITAS TEBU (Saccharum officinarum L.)
Bab 1 – Bab 3
Disetujui Oleh:
Asisten Lapang, Asisten Kelas,
(Akbar Saitama) (Amirul Ghoffar)
2
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanaman Tebu (Saccharum Officanarum L) merupakan tanaman
perkebunan semusim,yang mempunyai sifat tersendiri,sebab didalam batangnya
terdapat zat gula. Tebu termasuk keluarga rumput-rumputan (graminae). Tanaman
Tebu merupakan tanaman yang saat ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
Karena tanaman tebu digunakan sebagai bahan baku pembuatan gula.
Tanaman tebu dapat tumbuh hingga 3 meter di kawasan yang mendukung
dan ketika dewasa hampir seluruh daun-daunnya mengering, namun masih
mempunyai beberapa daun hijau. Sebelum panen, jika memungkinkan, seluruh
tanaman tebu dibakar untuk menghilangkan daun-daun yang telah kering dan
lapisan lilin. Api membakar pada suhu yang cukup tinggi dan berlangsung sangat
cepat sehingga tebu dan kandungan gulanya tidak ikut rusak.
Kondisi pergulaan Indonesia sempat terpuruk pada kurun waktu 1994-
1998 sehingga produksi gula turun sekitar 40%, dari sekitar 2.454 Juta ton
menjadi hanya sekitar 1.392 juta ton. Sementara itu dalam kurun waktu yang sama
kebutuhan gula dalam negeri meningkat sekitar 6%, dari sekitar 2.94 juta ton
menjadi sekitar 3.13 juta ton. Akibatnya untu memenuhi kebutuhan gula yang
terus meningkat dan tidak diimbangi oleh peningatan produksi, Indonesia
meningkatkan impor gula secara sangat mencolok, dari sekitar 130 ribu ton
menjadi sekitar 1.8 juta ton.
1.2. Tujuan
1.2.1. Mengetahui klasifikasi, morfologi, syarat tumbuh, fase
pertumbuhan dan teknik budidaya tanaman tebu,
1.2.2. Mengetahui sifat pertumbuhan tanaman tebu asal bibit bagal.
1.3. Manfaat
Mahasiswa memahami fisiologi tanaman tebu dan teknik budidaya tebu
menggunakan bibit bagal.
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi dan Morfologi
2.1.1. Klasifikasi
Tanaman tebu tergolong tanaman perdu dengan nama latin Saccharum
officinarum. Di daerah Jawa Barat disebut Tiwu, di daerah Jawa Tengah dan Jawa
Timur disebut Tebu atau Rosan. Sistematika tanaman tebu yakni Kingdom
Plantae, Divisi Spermatophyta, Kelas Monocotyledone, Ordo Graminales, Famili
Graminae, Genus Saccharum, Species Saccarum officinarum L. (Sutardjo. 1999).
2.1.2. Morfologi dan Biologi
Menurut Sitompul dan Guritno (1995) Morfologi tanaman tebu yakni:
2.1.2.1. Batang
Batang tanaman tebu berdiri lurus dan beruas-ruas yang dibatasi
dengan buku-buku. Pada setiap buku terdapat mata tunas. Batang tanaman
tebu berasal dari mata tunas yang berada dibawah tanah yang tumbuh
keluar dan berkembang membentuk rumpun. Diameter batang antara 3-5
cm dengan tinggi batang antara 2-5 meter dan tidak bercabang.
2.1.2.2. Akar
Akar tanaman tebu termasuk akar serabut tidak panjang yang
tumbuh dari cincin tunas anakan. Pada fase pertumbuhan batang, terbentuk
pula akar dibagian yang lebih atas akibat pemberian tanah sebagai tempat
tumbuh.
2.1.2.3. Daun
Daun tebu berbentuk busur panah seperti pita, berseling kanan
dan kiri, berpelepah seperti daun jagung dan tak bertangkai. Tulang daun
sejajar, ditengah berlekuk. Tepi daun kadang-kadang bergelombang serta
berbulu keras.
4
2.1.2.4. Bunga
Bunga tebu berupa malai dengan panjang antara 50-80 cm.
Cabang bunga pada tahap pertama berupa karangan bunga dan pada tahap
selanjutnya berupa tandan dengan dua bulir panjang 3-4 mm. Terdapat
pula benangsari, putik dengan dua kepala putik dan bakal biji.
2.1.2.5. Buah
Buah tebu seperti padi, memiliki satu biji dengan besar lembaga
1/3 panjang biji. Biji tebu dapat ditanam di kebun percobaan untuk
mendapatkan jenis baru hasil persilangan yang lebih unggul.
2.2. Syarat Tumbuh
Menurut Indrawanto (2010) Tanaman tebu tumbuh didaerah tropika dan
subtropika sampai batas garis isoterm 20 0C yaitu antara 190 LU– 350 LS.
Kondisi tanah yang baik bagi tanaman tebu adalah yang tidak terlalu kering dan
tidak terlalu basah, selain itu akar tanaman tebu sangat sensitif terhadap
kekurangan udara dalam tanah sehingga pengairan dan drainase harus sangat
diperhatikan. Drainase yang baik dengan kedalaman sekitar 1 meter memberikan
peluang akar tanaman menyerap air dan unsur hara pada lapisan yang lebih dalam
sehingga pertumbuhan tanaman pada musim kemarau tidak terganggu. Drainase
yang baik dan dalam juga dapat manyalurkan kelebihan air dimusim penghujan
sehingga tidak terjadi genangan air yang dapat menghambat pertumbuhan
tanaman karena berkurangnya oksigen dalam tanah.
Dilihat dari jenis tanah, tanaman tebu dapat tumbuh baik pada berbagai
jenis tanah seperti tanah alluvial, grumosol, latosol dan regusol dengan ketinggian
antara 0–1400 m diatas permukaan laut. Akan tetapi lahan yang paling sesuai
adalah kurang dari 500 m diatas permukaan laut. Sedangkan pada ketinggian >
1200 m diatas permukaan laut pertumbuhan tanaman relative lambat. Kemiringan
lahan sebaiknya kurang dari 8%, meskipun pada kemiringan sampai 10% dapat
juga digunakan untuk areal yang dilokalisir. Kondisi lahan terbaik untuk tebu
adalah berlereng panjang, rata dan melandai sampai 2% apabila tanahnya ringan
5
dan sampai 5 % apabila tanahnya lebih berat (Direktoran Jendral Perkebunan
Departemen Pertanian Jakarta. 1975).
2.2.1. Tanah
2.2.1.1. Sifat fisik tanah
Struktur tanah yang baik untuk pertanaman tebu adalah tanah
yang gembur sehingga aerasi udara dan perakaran berkembang sempurna,
oleh karena itu upaya pemecahan bongkahan tanah atau agregat tanah
menjadi partikel-partikel kecil akan memudahkan akar menerobos.
Sedangkan tekstur tanah, yaitu perbandingan partikelpartikel tanah berupa
lempung, debu dan liat, yang ideal bagi pertumbuhan tanaman tebu adalah
tekstur tanah ringan sampai agak berat dengan kemampuan menahan air
cukup dan porositas 30 %.
Tanaman tebu menghendaki solum tanah minimal 50 cm dengan
tidak ada lapisan kedap air dan permukaan air 40 cm. Sehingga pada lahan
kering, apabila lapisan tanah atasnya tipis maka pengolahan tanah harus
dalam. Demikian pula apabila ditemukan lapisan kedap air, lapisan ini
harus dipecah agar sistem aerasi, air tanah dan perakaran tanaman
berkembang dengan baik.
2.2.1.2. Sifat kimia tanah
Tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang
memiliki pH 6 ‐ 7,5, akan tetapi masih toleran pada pH tidak lebih tinggi
dari 8,5 atau tidak lebih rendah dari 4,5. Pada pH yang tinggi ketersediaan
unsur hara menjadi terbatas. Sedangkan pada pH kurang dari 5 akan
menyebabkan keracunan Fe dan Al pada tanaman, oleh karena itu perlu
dilakukan pemberian kapur (CaCo3) agar unsur Fe dan Al dapat dikurangi
(Sitompul dan Guritno. 1995).
Bahan racun utama lainnya dalam tanah adalah klor (Cl), kadar Cl
dalam tanah sekitar 0,06 – 0,1 % telah bersifat racun bagi akar tanaman.
6
Pada tanah ditepi pantai karena rembesan air laut, kadar Cl nya cukup
tinggi sehingga bersifat racun.
2.2.2. Iklim
Pengaruh iklim terhadap pertumbuhan tebu dan rendemen gula sangat
besar. Dalam masa pertumbuhan tanaman tebu membutuhkan banyak air,
sedangkan saat masak tanaman tebu membutuhkan keadaan kering agar
pertumbuhan terhenti. Apabila hujan tetap tinggi maka pertumbuhan akan terus
terjadi dan tidak ada kesempatan untuk menjadi masak sehingga rendemen
menjadi rendah (Anonimous a. 2013).
2.2.3. Curah hujan
Tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik didaerah dengan curah hujan
berkisar antara 1.000 – 1.300 mm per tahun dengan sekurang-kurangnya 3 bulan
kering. Distribusi curah hujan yang ideal untuk pertanaman tebu adalah: pada
periode pertumbuhan vegetatif diperlukan curah hujan yang tinggi (200 mm per
bulan) selama 5-6 bulan. Periode selanjutnya selama 2 bulan dengan curah hujan
125 mm dan 4 – 5 bulan dengan curah hujan kurang dari 75 mm/bulan yang
merupakan periode kering. Periode ini merupakan periode pertumbuhan
generative dan pemasakan tebu. Ditinjau dari kondisi iklim yang diperlukan, maka
wilayah yang dapat ideal diusahakan untuk tebu lahan kering/tegalan berdasarkan
Oldemen dan Syarifudin adalah tipe B2, C2, D2 dan E2. Sedangkan untuk tipe
iklim B1C1D1dan E1 dengan 2 bulan musim kering, dapat diusahakan untuk tebu
dengan syarat tanahnya ringan dan berdrainase bagus. Untuk tipe iklim D3, E3
dan D4 dengan 4 bulan kering, dapat pula diusahakan dengan syarat adanya
ketersediaan air irigasi (Barnes. 1974).
2.2.4. Suhu
Pengaruh suhu pada pertumbuhan dan pembentukan sukrisa pada tebu
cukup tinggi. Suhu ideal bagi tanaman tebu berkisar antara 240C–340C dengan
perbedaan suhu antara siang dan malam tidak lebih dari 10 0C.
7
Pembentukan sukrosa terjadi pada siang hari dan akan berjalan lebih
optimal pada suhu 30 0C. Sukrosa yang terbentuk akan ditimbun/disimpan pada
batang dimulai dari ruas paling bawah pada malam hari. Proses penyimpanan
sukrosa ini paling efektif dan optimal pada suhu 15 0C.
2.2.5. Sinar Matahari
Tanaman tebu membutuhkan penyinaran 12-14 jam setiap harinya. Proses
asimilasi akan terjadi secara optimal, apabila daun tanaman memperoleh radiasi
penyinaran matahari secara penuh sehingga cuaca yang berawan pada siang hari
akan mempengaruhi intensitas penyinaran dan berakibat pada menurunnya proses
fotosintesa sehingga pertumbuhan terhambat.
2.2.6. Angin
Kecepatan angin sangat berperan dalam mengatur keseimbangan
kelembaban udara dan kadar CO2 disekitar tajuk yang mempengaruhi proses
fotosintesa. Angin dengan kecepatan kurang dari 10 km/jam disiang hari
berdampak positif bagi pertumbuhan tebu, sedangkan angin dengan kecepatan
melebihi 10 km/jam akan mengganggu pertumbuhan tanaman tebu bahkan
tanaman tebu dapat patah dan roboh.
2.3. Fase Pertumbuhan Tebu
Menurut Kuntohartono (1999) Tanaman tebu merupakan salah satu
komoditas perkebunan yang penting dan berpengaruh terhadap hajat hidup orang
banyak. tanaman tebu adalah bahan baku utama yang dibutuhkan dalam
memproduksi gula. Dalam pertumbuhannya hingga siap dijadikan bahan baku
produksi gula, tanaman tebu melewati 4 fase pertumbuhan yang antara lain:
2.3.1. Fase Perkecambahan (0 – 1 Bulan)
Fase perkecambahan pada tanaman tebu dimulai saat terjadinya
pertumbuhan mata tunas tebu yang awalnya dorman menjadi tunas muda yang
dilengkapi dengan daun, batang, dan akar. Fase perkecambahan sangat ditentukan
faktor internal pada bibit seperti varietas, umur bibit, jumlah mata, panjang stek,
8
cara meletakan bibit, jumlah mata, bibit terinfeksi hama penyakit, dan kebutuhan
hara bibit. Selain itu, faktor eksternal seperti kualitas dan perlakuan bibit sebelum
tanam, aerasi dan kelengasan tanah, kedalaman peletakan bibit (ketebalan cover),
dan kualitas pengolahan tanah juga sedikit berpengaruh pada fase perkecambahan
ini.
2.3.2. Fase Pertunasan atau Fase Pertumbuhan Cepat (1 – 3 bulan)
Pertumbuhan anakan adalah perkecambahan dan tumbuhnya mata-mata
pada batang tebu di bawah tanah menjadi tanaman tebu baru. Fase pertunasan
penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tebu, karena dapat merefleksikan
produktivitas tanaman tebu. Pada fase ini, tanaman membutuhkan kondisi air yang
terjamin kecukupannya, oksigen dan hara makanan khususnya N, P dan K serta
penyinaran matahari yang cukup.
Dikatakan fase pertunasan karena umur tersebut secara agresif tanaman
tebu mengalami pertumbuhan secara horizontal dengan terbentuknya tunas-tunas
baru secara bertahap, mulai dari tunas primer sampai tunas tertier. Pada umur
tanaman ini, pertumbuhan kesamping terus terjadi hingga mencapai pertumbuhan
jumlah tunas maksimum pada umur tebu sekitar 3 bulan. Proses pertunasan
meskipun dominan terjadi munculnya anakan, namun pola petumbuhannya berupa
fisik dicerminkan dengan pembentukan daun, akar, dan batang.
Pertunasan sebagai bagian dari proses pertumbuhan vegetatif, akan sangat
dipengaruhi oleh berbagai kondisi didalam tubuh tebu (intrinsik) yang meliputi
sifat-sifat genetis dan hormon yang terdapat didalam tubuh tebu. Selain itu kondisi
lain yang mempengaruhi pertunasan adalah kondisi lingkungan (ekstrinsik) yang
meliputi intensitas penyinaran matahari, air, unsur hara, dan temperatur.
2.3.3. Fase Pemanjangan Batang (3 – 9 bulan)
Proses pemanjangan batang pada dasarnya merupakan pertumbuhan yang
didukung dengan perkembangan beberapa bagian tanaman yaitu perkembangan
tajuk daun, perkembangan akar dan pemanjangan batang. Fase ini terjadi setelah
fase pertumbuhan tunas mulai melambat dan terhenti. Pemanjangan batang
9
merupakan proses paling dominan pada fase ini, sehingga stadia pertumbuhan
pada periode umur tanaman 3 – 9 bulan ini dikatakan sebagai stadia perpanjangan
batang.
Ada dua unsur dominan yang berpengaruh dalam fase pemanjangan
batang. Unsur tersebut adalah diferensiasi dan perpanjangan ruas-ruas tebu yang
sangat dipengaruhi oleh lingkungan terutama sinar matahari, kelembaban tanah,
aerasi, hara N, dan faktor inheren tebu.
2.3.4. Fase Kemasakan/Fase Generatif Maksimal (10-12 bulan)
Fase kemasakan diawali dengan semakin melambat bahkan terhentinya
pertumbuhan vegetatif. Tebu yang memasuki fase kemasakan secara visual
ditandai dengan pertumbuhan tajuk daun berwarna hijau kekuningan, pada helaian
daun acapkali dijumpai bercak berwarna coklat. Pada kondisi tebu tertentu sering
ditandai dengan keluarnya bunga. Selain sifat inheren tebu (varietas), faktor
lingkungan yang berpengaruh cukup dominan untuk memacu kemasakan tebu
antara lain kelembaban tanah, panjang hari dan status hara tertentu seperti hara
nitrogen (Teguh. 2013).
a. Teknik Budidaya Secara Umum
Menurut Sutardjo (1999), teknik budidaya tebu secara umum meliputi:
2.a.1. Persiapan Bibit
Bibit yang akan ditanam terdiri dari beberapa jenis, diantaranya bibit
pucuk, bibit batang muda, bibit rayungan dan bibit siwilan.a. Bibit pucuk Bibit
diambil dari bagian pucuk tebu yang akan digiling berumur 12 bulan. Jumlah
mata (bakal tunas baru) yang diambil 2-3 sepanjang 20 cm. Daun kering yang
membungkus batang tidak dibuang agar melindungi mata tebu. Biaya bibit lebih
murah karena tidak memerlukan pembibitan, bibit mudah diangkut karena tidak
mudah rusak, pertumbuhan bibit pucuk tidak memerlukan banyak air. Penggunaan
bibit pucuk hanya dapat dilakukan jika kebun telah berporduksi.
Bibit batang muda Dikenal pula dengan nama bibit mentah / bibit
krecekan. Berasal dari tanaman berumur 5-7 bulan. Seluruh batang tebu dapat
10
diambil dan dijadikan 3 stek. Setiap stek terdiri atas 2-3 mata tunas. Untuk
mendapatkan bibit, tanaman dipotong, daun pembungkus batang tidak dibuang.
Setiap hektar tanaman kebun bibit bagal dapat menghasilkan bibit untuk
keperluan 10 hektar.
Bibit rayungan (1 atau 2 tunas). Bibit diambil dari tanaman tebu khusus
untuk pembibitan berupa stek yang tumbuh tunasnya tetapi akar belum keluar.
Bibit ini dibuat dengan cara:
a. Melepas daun-daun agar pertumbuhan mata tunas tidak terhambat.
b. Batang tanaman tebu dipangkas 1 bulan sebelum bibit rayungan
dipakai.
c. Tanaman tebu dipupuk sebanyak 50 kg/ha Bibit ini memerlukan banyak
air dan pertumbuhannya lebih cepat daripada bibit bagal. 1 hektar
tanaman kebun bibit rayungan dapat menghasilkan bibit untuk 10
hektar areal tebu. Kelemahan bibit rayungan adalah tunas sering rusak
pada waktu pengangkutan dan tidak dapat disimpan lama seperti halnya
bibit bagal.
d. Bibit siwilan. Bibit ini diambil dari tunas-tunas baru dari tanaman yang
pucuknya sudah mati. Perawatan bibit siwilan sama dengan bibit
rayungan.
e. Penentuan Komposisi Bibit secara Umum dikaitkan dengan Tingkat
Kemasakannya, Masa Tanam, Iklim, Kondisi Lahan serta Lamanya
Musim Giling. Bibit-bibit yang ditanam diharapkan mempunyai
kriteria:
1) Mempunyai Potensi Kwintal Tebu dan Rendemen tinggi.
2) Mempunyai Tingkat Kemurnian tinggi ( > 90 % ).
3) Bebas dari Hama dan Penyakit.
4) Mempunyai Daya Kecambah tinggi.
5) Tahan terhadap kekeringan dan tidak mudah roboh.
Pada kondisi fisik lingkungan yang ada, yaitu pada areal lahan kering atau
tegalan, maka agar dapat dicapai produksi yang tinggi diperlukan bibit tebu
11
dengan varietas tebu yang sesuai dengan kondisi lahan kering. Varietas untuk
lahan kering harus memiliki sifat-sifat tertentu, antara lain:
a. Mempunyai daya tahan kekeringan
b. Mudah berkecambah, cepat beranak dan bertunas banyak.
c. Mempunyai daya tahan kepras yang baik.
d. Rendementinggi
e. Mudah diklentek
f. Tahan roboh
Adapun varietas-varietas unggul untuk tebu lahan kering atau tegalan
berdasarkan hasil penelitian yang dikeluarkan oleh P3GI (1990) diantaranya,
adalah (PS 77-1381, PS 77-1553, PS 78-561, PS 79-1497, PS 80-1070). Untuk
mengetahui varietas yang paling cocok untuk dikembangkan di suatu daerah,
dapat dilakukan dengan mengadakan percobaan adaptasi tanaman terlebih dahulu.
Sedangkan untuk pengadaan bibit tebu dilakukan melalui tahapan
penjenjangan kebun pembibitan, mulai dari Kebun Bibit Pokok (KBP), Kebun
Bibit Nenek (KBN), Kebun Bibit Induk (KBI) hingga Kebun Bibit Datar (KBD)
sebagai sumber bibit bagi pertanaman atau Kebun Tebu Giling (KTG).
2.a.2. Persiapan Lahan
Persiapan lahan merupakan kegiatan untuk mempersiapkan tanah tempat
tumbuh tanaman tebu sehingga kondisi fisik dan kimia tanah sesuai dengan media
perkembangan perakaran tanaman tebu. Kegiatan tersebut terdiri atas beberapa
jenis yang dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kronologis.
Pada prinsipnya, persiapan lahan untuk tanaman baru (PC) dan tanaman
bongkaran baru (RPC) adalah sama tetapi untuk PC kegiatan persiapan lahan
tidak dapat dilaksanakan secara intensif. Hal tersebut disebabkan oleh tata letak
petak kebun, topografi maupun struktur tanah pada areal yang baru dibuka masih
belum sempurna, sehingga kegiatan mesin/peralatan di lapang sering terganggu.
Pada areal tersebut masih terdapat sisa-sisa batang/perakaran yang dapat
12
mengganggu operasional mesin di lapang. Petak dibuat dengan ukuran 200 m x
500 m (10 ha) yang dibatasi oleh jalan produksi dan jalan kebun.
Lahan yang bisa dikembangkan menjadi perkebunan tebu lahan kering
berupa hutan primer dan sekunder, padang rumput atau padang alang-alang,
semak belukar, lahan tegalan, sawah tadah hujan dan bekas perkebunan. Teknik
pembukaan lahan maupun perlatan yang digunakan disesuaikan untuk masing-
masing jenis lahan. Pada prinsipnya lapisan tanah bagian atas yang merupakan
bagian tersubur harus dijaga agar jangan hilang tergusur atau terkikis oleh air
hujan.
Karena kelangkaan tenaga kerja, sementara waktu tanam optimal
pertanaman tebu di lahan kering adalah sempit, maka tenaga penarik untuk
pengolahan tanah yang murah dan efektif adalah dengan menggunakan traktor.
Tahap pertama pengolahan tanah menggunakan bajak untuk memotong dan
membalik tanah, dan kemudian dilanjutkan dengan garu untuk menggemburkan
tanah. Setelah tanah selesai diolah kemudian dibuat kairan (alur tanaman). Untuk
mendapatkan hasil olahan tanah yang baik yaitu cukup dalam dan gembur, tanah
harus dalam keadaan cukup air (tidak basah dan tidak terlalu kering). Berdasarkan
hal ini maka saat yang tepat untuk mengolah tanah adalah segera setelah musim
hujan selesai atau awal musim kemarau. Adapun tahapan kegiatan pengolahan
tanah secara umum adalah sebagai berikut :
a) Pembajakan
Pembajakan atau pengolahan tanah dilaksanakan dengan 2 (dua)
tahap kegiatan, yaitu:
Pembajakan I
Bertujuan untuk membalik tanah serta memotong sisa – sisa
kayu dan vegetasi awal yang masih tertinggal. Peralatan yang
digunakan adalah Rome Harrow 20 disc dengan diameter 31 inci
yang ditarik dengan Bulldozer 155 HP. Awal kegiatan pembajakan
dimulai dari sisi petak paling kiri, kedalaman olah mencapai 25 –
13
30 cm dan kapasitas kerja mencapai 0,8 jam/ha sehingga untuk
satu petak kebun (±10ha) dibutuhkan waktu 8 jam kerja (mesin
operasi). Pembajakan dilakukan merata di seluruh areal dengan
kedalaman diusahakan lebih dari 30 cm dan arah bajakan
menyilang terhadap barisan tanaman tebu.
Pembajakan II
Dilaksanakan sekitar tiga minggu setelah pembajakan I
dengan arah memotong tegak lurus hasil pembajakan I dan
kedalaman olah minimal 25 cm. Peralatan yang digunakan adalah
Disc Plow 3 – 4 disc diameter 28 inchi dan traktor 80 – 90 HP.
Pada tahap pembajakan, juga dilakukan penggaruan dan
pengumpulan akar. Penggaruan bertujuan untuk menghancurkan
bongkahan – bongkahan tanah dan meratakan permukaan tanah.
Penggaruan dilaksanakan merata pada seluruh areal dengan menggunakan
alat Baldan Harrow yang ditarik oleh traktor 140 HP.
Pada areal RPC, tujuan penggaruan adalah untuk menghancurkan
bongkahan – bongkahan tanah hasil pembajakan, mencacah dan
mematikan tunggul maupun tunas tanaman tebu. Penggaruan dilakukan
pada seluruh areal bajakan dan menyilang dengan arah bajakan. Traktor
yang digunakan adalah traktor 120 HP dan alat Baldan Harrow dengan
kapasitas kerja 1,15 Ha/jam.
Pengumpulan akar merupakan kegiatan pengumpulan sisa – sisa
kayu yang terangkat akibat pembajakan I, II dan pembuatan alur tanam,
dilaksanakan secara manual oleh tenaga kerja borongan. Akar maupun sisa
– sisa kayu dikumpulkan dan ditumpuk dengan jarak 10 – 15 meter
kemudian dibersihkan dari areal tersebut.
b) Pembuatan Alur Tanam
Pembuatan alur tanam merupakan kegiatan untuk mempersiapkan
tempat bibit tanaman tebu. Alur tanam dibuat menggunakan Wing Ridger
14
dengan kedalaman lebih dari 30 cm dan jarak dari pusat ke pusat adalah
1,30 meter.
Pembuatan alur tanam dilaksanakan setelah pemancangan ajir.
Traktor berjalan mengikuti arah ajir sehingga alur tanam dapat lurus atau
melengkung mengikuti arah kontur. Arah kairan harus sedikit menyilang
dengan kemiringan tanah, memudahkan drainase petak dan memudahkan
pada pelaksanaan transportasi tebu. Pada daerah miring, arah kairan
ditentukan sesuai dengan arah kemiringan petak (kemiringan 2%),
sedangkan pada lahan dengan kemiringan lebih dari 5% dibuat teras
bangku (Contour Bank). Kapasitas kerja adalah sekitar 1 ha/jam.
2.a.3. Penanaman
Pada saat penanaman tebu, kondisi tanah yang dikehendaki lembab tapi
tidak terlalu basah dan cuaca cerah. Untuk saat ini tanam tebu lahan kering yang
paling tepat adalah masa pancaroba yakni akhir musim kemarau sampai awal
musim hujan atau sebaliknya. Menurut Tonny Kuntohartono dkk. (1976). Untuk
daerah kering (tipe iklim C dan D Schimdt-Fergusson) saat tanam adalah antara
pertengahan Oktober-Desember, sedang pada daerah basah (tipe iklim B) adalah
awal musim kemarau.
Pada daerah dengan musim kemarau panjang (daerah kering) tebu ditanam
sebagai bibit stek mata tiga dengan jumlah 8-9 mata tunas per meter juringan
(15.000-20.000 stek per hektar) atau pada prinsipnya mengarah pada jumlah mata
tumbuh 40.000-45.000 per hektar. Stek tebu diletakkan pada dasar juringan
dengan jarak tanam 1,25-1,35 m. Pada daerah dengan musim kemarau pendek,
digunakan stek 3 mata ditanam, bersentuh ujung (end to end) atau tumpang tindih
(overlapped 20 percent) pada dasar juringan yang dangkal. Pada keadaan yang
mendesak dan kekurangan tenaga dapat dipakai tebu lonjoran dengan 5-6 mata,
dipotong menjadi dua.
Untuk menghindari penyulaman yang membutuhkan biaya besar,
kebutuhan bibit yang akan ditanam adalah 11 mata tumbuh per meter juringan.
Bibit ditanam dengan posisi mata disamping dan disusun secara end to end
15
(nguntu walang). Cara penanaman ini bervariasi menurut kondisi lahan dan
ketersediaan bibit, perlu diketahui, pada umumnya kebutuhan air pada lahan
kering tergantung pada turunnya hujan sehingga kemungkinan tunas mati akan
besar. Oleh karena itu, dengan over lapping atau double row, tunas yang hidup
disebelahnya diharapkan dapat menggantikannya.
Pada prinsipnya persiapan bibit yang ditanam di areal lahan kering sama
dengan yang ditanam di sawah. Namun karena kondisi yang terlalu kering kadang
dipakai pula bagal mata empat. Waktu tanam tebu di lahan kering terdiri dari dua
periode, yaitu :
Periode I
Menjelang musim kemarau (Mei – Agustus) pada daerah – daerah
basah dengan 7 bulan basah dan daerah sedang yaitu 5 – 6 bulan basah,
atau pada daerah yang memiliki tanah lembab. Namun dapat juga
diberikan tambahan air untuk periode ini.
Periode II
Menjelang musim hujan (Oktober – November) pada daerah
sedang dan kering yaitu 3 – 4 bulan basah.
Cara penanaman tebu bisa dilakukan dengan cara bibit yang telah diangkut
menggunakan keranjang diecer pada guludan agar mudah dalam mengambilnya,
kemudian bibit ditanam merata pada juringan/kairan dan ditutup dengan tanah
setebal bibit itu sendiri, untuk tanaman pertama pada lahan kering biasanya
cenderung anakannya sedikit berkurang dibandingkan tanah sawah (reynoso),
sehingga jumlah bibit tiap juringan diusahakan lebih apabila dibandingkan dengan
lahan sawah (± 80 ku), dan apabila pada saat tanam curah hujan terlalu tinggi,
diusahakan tanam dengan cara glatimong up.
2.a.4. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman tebu dilahan kering hampir sama macamnya
dengan tebu lahan sawah yaitu terdiri dari penyulaman, pemberian tanah, klentek,
16
pemupukan, pemeliharaan saluran drainase dan penyiangan gulma. Pemeliharaan
saluran drainase terutama perlu dilakukan selama musim hujan untuk menjaga
kelancaran pengeluaran air yang berlebih.
a) Penyulaman
Penyulaman merupakan kegiatan penanaman untuk menggantikan
bibit tebu yang tidak tumbuh, baik pada tanaman baru ataupun tanaman
keprasan agar diperoleh populasi tebu yang optimal. Pelaksanaan
penyulaman untuk bibit bagal dilakukan 2 minggu dan 4 minggu setelah
tanam, sedangkan untuk bibit rayungan dilakukan 2 minggu setelah tanam.
Penyulaman dilaksanakan pada baris bagal 2 – 3 mata sebanyak dua
potong dan diletakkan pada baris tanaman yang telah dilubangi
sebelumnya. Apabila penyulaman tersebut gagal, penyulaman ulang harus
segera dilaksanakan.
b) Pengendalian Gulma
Pada lahan kering gulma lebih beragam dan lebih berbahaya. Gulma–
gulma dominan yang menjadi pesaing kuat yang berakibat merugikan
terdiri atas gulma daun lebar dan merambat, gulma daun sempit dan teki-
tekian. Gulma daun lebar dan merambat terdiri atas Cleome ginandra,
Emilia sonchifolia, Boreria alata, Amaranthus dubius, Spigelia anthelmia,
Commelina elegans, Mikania micrantha dan Momordica charantia. Gulma
daun sempit tediri atas Digitaria ciliaris, Echinochloa colonum, Eleusine
indica, Dactylocta aegyptium dan Brachiaria distachya sedangkan gulma
golongan teki adalah Cyperus rotundus.
Dalam pelaksanaannya, pengendalian gulma dibagi menjadi
pengendalian secara kimia, mekanis dan manual. Untuk sistem reynoso,
pengendalian lebih dominan dilakukan secara manual. Sementara itu di
lahan kering lebih umum pengendalian gulma secara kimia yang
dibedakan menjadi tiga yaitu pre emergence (pra tumbuh), late pre
17
emergence (awal tumbuh) dan post emergence (setelah tumbuh). Adapun
jenis herbisida dan dosis yang digunakan untuk penegendalian gulma
Pengendalian gulma pra tumbuh (pre emergence) adalah
pengendalian gulma yang dilakukan pada saat gulma dan tanaman tebu
belum tumbuh. Dilaksanakan pada 3 – 5 hari setelah tanam. Aplikasi
herbisida dilaksanakan dengan menggunakan Boom Sprayer yang
mempunyai lebar kerja 12 meter (8 baris) yang ditarik oleh traktor kecil 80
HP. Kecepatan kerja sekitar 1,52 km/jam.
Late pre emergence adalah pengendalian gulma yang dilakukan pada
saat gulma sudah tumbuh dengan 2 – 3 daun dan tanaman tebu sudah
berkecambah. Late pre emergence dilaksanakan karena terjadi
keterlambatan aplikasi pre emergence, sedangkan post emergence
dilaksanakan pada saat gulma sudah tumbuh dan biasanya dilaksanakan 1
– 2 kali. Post emergence diaplikasikan secara manual dengan hand
sprayer/knapsack sprayer.
Pengendalian gulma secara mekanis dilakukan dengan menggunakan
Tyne Cultivator dan Terra Tyne. Dilaksanakan pada saat pengemburan
tanah. Pengendalian tersebut dilaksanakan pada saat tanaman berumur 45
hari setelah tanam.
Pengendalian gulma secara manual dilaksanakan oleh tenaga kerja
dengan mempergunakan peralatan sederhana, dilaksanakan pada saat
kondisi tanaman tebu masih dalam stadia peka terhadap herbisida, gulma
didominasi oleh gulma merambat, populasi gulma hanya spot – spot,
ketersediaan tenaga kerja yang cukup dan herbisida yang tidak tersedia di
pasaran. Kapasitas kerja pengendalian gulma berbeda tergantung pada
pengendalian gulma yang dilakukan.
Penyiangan gulma dikerjakan secara manual tiga kali yakni pada
umur 1,2 dan 3 bulan setelah tebu ditanam. Penggunaan herbisida sebagai
pengganti tenaga penyiang yang mulai sulit diperoleh, adalah dengan
18
penyemprotan campuran-campuran herbisida emetryne + 2,4 D ; diuron +
2,4 D atau atrazine + 2,4 D.
c) Pembumbunan dan penggemburan
Pembumbunan bertujuan untuk menutup tanaman dan menguatkan
batang sehingga pertumbuhan anakan dan pertumbuhan batang lebih
kokoh. Di lahan sawah pembumbunan dilakukan tiga kali selama umur
tanaman. Pelaksanaan pembumbunan dilakukan secara manual atau
dengan semi mekanis.
Di lahan kering pembumbunan sekaligus dilakukan dengan
penggemburan yang merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
mengendalikan gulma, menggemburkan dan meratakan tanah,
memutuskan perakaran tebu khususnya tanaman tebu ratoon dan
membantu aerasi pada daerah perakaran. Apabila drainase tanahnya jelek
pemberian tanah untuk tebu lahan kering hanya dilakukan dua kali yaitu
sebelum pemupukan kedua pada umur 1-1,5 bulan dan pada umur 2,5-3
bulan, atau dapat dilakukan sekali pada umur 2-3 bulan.
Penggemburan pada tanaman diperlukan peralatan terutama untuk
mengendalikan gulma. Alat yang digunakan adalah Tyne Cultivator.
Penggemburan dilaksanakan pada tanaman berumur 45 hari setelah tanam
(sebelum pemupukan II) dengan kedalaman 20 cm dan hanya dilakukan
satu kali dalam satu musim tanam.
Untuk tanaman ratoon diperlukan alat yang bisa membantu
menggemburkan tanah dan mengendalikan gulma. Aplikasi dilaksanakan
dua kali dalam satu musim tanam. Alat yang digunakan untuk aplikasi
pertama adalah Terra Tyne dan yang kedua adalah Sub Tiller yang
dilaksanakan setelah pemupukan II. Dengan Terra Tyne, kedalaman olah
minimal 20 cm sedangkan dengan Sub Tiller kedalaman minimal 40 cm.
19
d) Klentek
Klentek adalah suatu kegiatan membuang daun tua pada tanaman
tebu yangdilakukan secara manual. Tujuan klentek adalah untuk
merangsang pertumbuhan batang, memperkeras kulit batang, mencegah
tebu roboh, dan mencegah kebakaran. Kegiatan ini umum dilakukan pada
sistem reynoso di Jawa. Untuk tebu lahan kering tidak dilakukan klentek.
Untuk itu dalam salah satu seleksi varietas dicari yang daun keringnya
lepas jika terkena angin. Sebagai konsekuensinya tebu lahan kering harus
dibakar jika akan ditebang. Hal ini juga menjadi kriteria varietas tebu
lahan kering, yaitu tahan bakar. Klentek hanya dilakukan satu kali pada
akhir musim hujan atau sekitar (2-3) bulan sebelum tebang.
e) Pengendalian hama dan penyakit
Pengendalian hama dan penyakit pada budidaya tanaman tebu
bertujuan untuk mencegah semakin meluasnya serangan hama /penyakit
pada areal perkebunan tebu. Hal ini sangat berkaitan erat dengan salah satu
upaya peningkatan produktivitas tebu. Beberapa hama yang umum
menyerang antara lain: hama penggerek pucuk tebu (Triporyza vinella F),
penggerek batang tebu (Chilo oirocilius dan Chilo sachariphagus), dan uret
(Lepidieta stigma F).
Hama penggerek pucuk tebu (Triporyza vinella F) gejala; adanya
lorong gerekan pada ibu tulang daun, lorong gerekan yang lurus di bagian
tengah pucuk tanaman sampai ruas muda di bawah titik tumbuh, titik
tumbuh mati, daun muda menggulung dan mati. Setiap batang berisi satu
ekor penggerek. Pencegahan; menggunakan bibit bebas penggerek,
menanam varietas tahan, menjaga kebersihan dari tanaman glagah,
pergiliran tanaman dengan padi/palawija. Pengendalian secara biologis
dilakukan dengan pelepasan Trichogama sp. Dalam bentuk telur yang
disebut pias. Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan pemberian 20
butir granular Furadan 3G/tanaman, aplikasi Furadan 3G pada tanah 25
kg/ha.
20
Penggerek batang tebu (Chilo supresalis dan Chilo sachariphagus)
gejala bercak – bercak putih bekas gerekan pada daun kulit luar tidak
tembus, lorong gerekan pada bagian dalam pelepah, lorong gerekan pada
ruas-ruas, titik tumbuh mati sehingga daun muda layu dan mati. Satu
batang biasanya lebih dari satu penggerek.
Untuk menghindari hama penggerek batang, harus dilakukan upaya-
upaya pencegahan dan pengendalian, dengan cara :
1) Pencegahan
Memilih bibit yang bebas penggerek, menanam varietas
tahan, menjaga kebersihan kebun, dan pergiliran tanaman.
2) Pengendalian
Pelepasan Trichogama sp. Sebanyak 12.000 – 40.000
ekor/ha, pelepasan Diatraephaga strintalis townsend (Lalat
Jatiroto) sebanyak 30 – 60 ekor/ha, penyemprotan Thiodan
35 EC 3 ltr/ha atau Asodrin 15 WSC 5 ltr/ha.
Jenis penggerek batang untuk tanaman tebu, diantarnya adalah :
Uret (Lepidieta stigma f) dengan gejala; tanaman layu, daun kering
kemudian mati, bagian pangkal batang terdapat luka-luka bekas digerek
dan disekitar perakaran terdapat uret. Untuk pencegahan dan
pengendaliannya dengan cara; Pencegahan: pergiliran tanaman tebu
dengan padi, dan palawija. Pengendalian: penangkapan uret dan kepik,
penaburan insektisida Suscon blue 140 G 28 kg/ha.
Hama lain yang umumnya ada yaitu: kutu putih, tikus, ulat grayak,
tetapi serangannya relatif kecil sekali sehingga pengendaliannya cukup
dengan sanitasi kebun. Beberapa wilayah pabrik gula dalam
pengendaliannya masih mengutamakan dengan sanitasi lingkungan,
musuh alami, dan menggunakan varietas tahan terhadap semua hama,
sedangkan penggunaan bahan kimia jarang dilakukan karena tingkat
serangannya rata – rata masih dibawah 5%.
21
Beberapa macam penyakit yang biasa menyerang di wilayah pabrik
gula antara lain penyakit luka api, penyakit pokah bung, penyakit mozaik,
penyakit noda kuning, tetapi yang mendapat perhatian adalah penyakit
Ratoon Stunting Desease (RSD) yang disebabkan oleh virus. Gejalanya
adalah batang tebu menjadi sedikit lebih pendek dan lebih kecil
dibandingkan dengan tanaman yang sehat, bila tanaman tebu dibelah
terlihat berwarna jingga atau merah muda pada bagian bawah buku.
Pengendaliannya dapat menggunakan varietas tahan, alat pemotong
dengan deinfektan Lisol 10% atau dengan perlakuan air panas pada bibit
dengan suhu air 500 C selama 2 – 3 jam. Serangan penyakit yang selama
ini menyerang ternyata masih dibawah 5%, sehingga tindakan yang
banyak dilakukan adalah dengan sanitasi kebun dan menggunakan varietas
tahan.
f) Pemupukan
Sebagaimana pada lahan sawah, pemupukan bagi tanaman tebu di
lahan kering tidak diberikan sekaligus tetapi bertahap disesuaikan dengan
kebutuhan tanaman dan untuk mencegah kehilangan pupuk. Dosis umum
disesuaikan dengan kondisi tanah setempat. Pedoman umum dari P3GI
(1988): untuk tanaman pertama, pupuk pertama yang terdiri dari ZA dan
TSP (untuk daerah dengan musim kemarau panjang) atau ZA+TSP+KCl
(untuk daerah dengan musim kemarau pendek), diberikan sesaat sebelum
tanam, ditaburkan pada dasar juringan. Sedangkan pupuk yang kedua
terdiri dari ZA dan KCl diberikan pada umur 1,5-2 bulan dengan cara
ditaburkan dalam larikan kemudian ditutup dengan pemberian tanah
pertama. Pada tanaman keprasan, pupuk pertama dan kedua diberikan
dalam paliran yang letaknya saling berlawanan, sedalam 5-10 cm dan
berjarak ± 10 cm dari barisan tanaman yang kemudian ditutup dengan
tanah.
Dosis pupuk yang dianjurkan untuk tebu lahan kering tanaman
pertama (TRIT I) adalah 8 ku ZA, 2 ku SP36 dan 3 ku KCl tiap hektar
dengan aplikasi 2 kali. Pemupukan pertama dilakukan pada saat tanam
22
sebagai pupuk dasar dengan 1/3 dosis ZA dan seluruh SP 36 dan KCl.
Pemupukan 2 dilakukan pada saat tanaman berumur sekitar 1,5 bulan yaitu
pada awal musim hujan dengan 2/3 dosis ZA.
Untuk tebu keprasan, disamping pemeliharaan sebagaimana pada
tanaman pertama, dilakukan pola pengaturan klaras dan sub-soiling.
Pengaturan klaras (off baring) di antara barisan tanaman tebu dilakukan
untuk mencegah melebarnya rumpun tebu keprasan agar penebangan
dengan mesin tebang tidak mengalami kesulitan. Sedangkan sub-soiling
ditujukan untuk menggemburkan tanah diantara barisan tanaman tebu
yang biasanya mengalami pemadatan oleh roda traktor dan trailer yang
digunakan pada penebangan dan pengangkutan. Di daerah-daerah tebu
tegalan di Jawa, kedua pekerjaan tersebut tidak dilakukan.
Aplikasi pupuk dilakukan dengan mengalurkan ditepi tanaman
kemudian ditutup dengan tanah. Pengaplikasian pupuk dengan bantuan
traktor tangan sudah dikembangkan terutama untuk pembukaan dan
penutupan alur sekaligus pembumbunan. Alat yang dipakai adalah chissel
plow ditarik dengan traktor tangan.
2.a.5. Pemanenan
Pelaksanaan panen pada tanaman tebu meliputi beberapa kegiatan utama,
yaitu taksasi hasil perencanaan tebang berdasarkan analisis pendahuluan
kemasakan tebu dan tebang angkut.
a. Taksasi Hasil
Taksasi hasil dilakukan untuk menaksir hasil tebu yang akan
diperoleh nantainya, sehingga dapat direncanakan berapa lama hari giling,
berapa tenaga kerja yang harus disiapkan dan berapa banyak bahan
pembantu di pabrik yang harus disediakan. Umumnya taksasi dilakukan 2
kali yaitu pada bulan Desember dan Februari.
Panen dilaksanakan pada musim kering yaitu sekitar bulan April
sampai Oktober. Hal tersebut berkaitan dengan masalah kemudahan
23
transportasi tebu dari areal ke pabrik serta tingkat kemasakan tebu akan
mencapai optimum pada musim kering.
Kegiatan pemanenan diawali dengan tahap persiapan yang
dilaksanakan sekurang-kurangnya tiga bulan sebelum panen dimulai.
Tahap persiapan meliputi kegiatan estimasi produksi tebu, pembuatan
program tebang, penentuan kemasakan tebu, rekrutmen kontraktor dan
tenaga tebang, persiapan peralatan tebang dan pengangkutan, serta
persiapan sarana dan prasarana tebang.
Untuk menentukan periode kemasakan optimal tebu dan sekaligus
untuk memperkirakan waktu yang tepat penebangan tebu, dilaksanakan
analisis kemasakan tebu (Maturity Test). Analisis kemasakan tebu
dilaksanakan tiga kali dengan interval 2 minggu (satu ronde), pada saat
tanaman menginjak umur delapan bulan. Kegiatan tersebut dimulai dengan
pengambilan tanaman contoh yang diawali, batang contoh ditentukan
minimal 15 meter dari tepi dan 30 baris dari barisan pinggir. Tanaman
contoh diberi tanda untuk mempermudah pengambilan contoh berikutnya.
Setiap kali analisis dibutuhkan 15 – 20 batang atau sebanyak dua rumpun
tebu, kemudian dilakukan penghitungan jumlah dan pengukuran tinggi
batang, serta penggilingan untuk memperoleh nira tebu. Selanjutnya
dilakukan pengukuran persen brix, pol dan purity dari setiap contoh. Data
pol yang diperoleh dipetakan pada peta kemasakan tebu yang akan
digunakan sebagai informasi untuk lokasi tebu yang sudah layak panen.
Prioritas penebangan dilakukan dengan memperhatikan faktor lain
selain kemasakan, yaitu jarak kebun dari pabrik, kemudahan transportasi,
keamanan tebu, kesehatan tanaman, dan faktor tenaga kerja.
b. Pelaksanaan Tebang
Digunakan dua metode penebangan yaitu tebu hijau (Green Cane)
dan tebu bakar (Burn Cane). Metode tebu hijau adalah menebang tebu
dalam kondisi tanpa ada perlakuan pendahuluan, sedangkan tebu bakar
adalah dilakukan pembakaran sebelum tebang untuk memudahkan
24
penebangan dan mengurangi sampah yang tidak perlu. Tebu di Jawa
dilakukan tanpa bakar, sedangkan di luar Jawa khususnya Lampung ± 90%
dilakukan dengan bakar.
Tebang dilakukan dalam tiga sistem tebangan yaitu Bundled Cane
(tebu ikat), Loose Cane (tebu urai) dan Chopped Cane (tebu cacah).
Pelaksanaan di lapangan tebang masih dimominasi dengan manual, sebab
dari segi kualitas tetap lebih baik dibandingkan dengan mesin tebang.
2.5. Penanaman Tebu dengan Bibit Stek Batang (Bagal)
Bibit bagal dikenal pula dengan nama bibit stek batang. Berasal dari
tanaman berumur 4-7 bulan. Seluruh batang tebu dapat diambil dan dijadikan 3
stek. Setiap stek terdiri atas 2-3 mata tunas. Untuk mendapatkan bibit, tanaman
dipotong, daun pembungkus batang tidak dibuang. 1 hektar tanaman kebun bibit
bagal dapat menghasilkan bibit untuk keperluan 10 hektar.
Perkecambahan merupakan fase kritis bagi kehidupan tanaman tebu,
perkecambahan yang baik adalah modal dasar yang baik bagi keberhasilan kebun
(safe crop). Pada fase ini banyak dipengaruhi oleh kelembaban dan temperature,
dimana ketika temperature dan kelembaban pada kondisi optimal maka tanda
pertama dari perkecambahan adalah adanya perubahan warna akan mulai nampak
setelah 24 jam. Sehari setelahnya Akar primer akan tumbuh dan diikuti
selanjutnya dengan daun pertama. Substansi keteraturan tumbuh ini
disebutdominasi pucuk (Top Dominance). Di dalam teori kultur jaringan dominasi
pucuk banyak dipengaruhi oleh penambahan zpt auksin.
Perkecambahan yang baik akan menghasilkan tanaman yang baik pula,
pertunasan merupakan fase berikutnya setelah fase perkecambahan. Pada fase ini
akan ditentukan berapa jumlah tunas/anakan yang dibutuhkan supaya mendapat
hasil yang baik.
Perkecambahan yang paling baik ditemukan pada bagian tiga ruas dari
pucuk, dimana mata tunas yang terletak pada ruas batang bagian pucuk (± 3 ruas
dari pucuk) berkecambah lebih cepat dan lebih baik. Makin ke atas atau makin ke
25
bawah akan makin lama perkecambahannya, karena makin ke atas tebu terlalu
muda dan lembek sedangkan makin ke bawah makin tua yang kemungkinannya
sudah rusak.
Batang bagian pucuk memiliki kelembaban, glucose, dan nitrogen lebih
tinggi daripada batang bawah tapi sebaliknya rendah kandungan sukrosenya. Mata
tunas yang masih terlindungi oleh pelepah daun akan mudah bekecambah
daripada mata tunas yang tidak terlindungi. Stek dari batang bawah perlu
direndam air selama 12-24 jam sebelum ditanam untuk mempercepat penguraian
sucrose menjadi gula sederhana. Posisi mata tunas di atas lebih cepat
berkecambah daripada posisi mata tunas di samping atau di bawah.
Fase pertunasan merupakan proses keluarnya tunas-tunas anakan baru dari
pangkal tebu muda. Proses ini biasanya berlangsung mulai tebu berumur 5
minggu sampai umur 3-4 bulan bergantung pada varietasnya
(Kuntohartono.1999).
26
3. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum dilaksanakan mulai tanggal 1 Oktober 2013 sampai 26
November 2013 setiap hari Selasa pukul 14.00-16.30. Praktikum dilaksanakan di
Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang di Desa
Kepuharjo, Kecamatan Karang Ploso, Kabupaten Malang.
3.2. Alat, Bahan, dan Fungsi
Alat:
a. Cetok : Untuk membalik tanah,
b. Penggaris : Untuk megukur tinggi tanam,
c. Bambu : Untuk penanda sampel,
d. Timbangan : Untuk menimbang kebutuhan pupuk,
e. Ember : Untuk menyiram tebu,
f. Cangkul : Untuk membumbun tebu,
Bahan :
a. Bibit tebu (Bagal) : Sebagai bahan yang akan ditanam,
b. Pupuk Urea : Sebagai penyedia unsur hara,
c. Pupuk KCl : Sebagai penyedia unsur hara,
d. Pupuk SP36 : Sebagai penyedia unsur hara,
e. Air : Untuk menyriram tanaman,
27
3.3. Cara Kerja dan Diagram Alir
3.3.1. Persiapan hingga penanaman
3.3.2. Perawatan
28
Perawatan (pembumbunan dan penyiraman)
Persiapan lahan serta dilakukan pengolahan tanah dan pembuatan parit
Penanaman bibit tebu dengan jarak ujung ke ujung 30 cm dan jarak antar parit 50 cm
Pemupukan ( pupuk urea, pupuk kcl, dan sp36)
Dilakukan penyulaman pada tanaman bibit yang tidak dapat tumbuh dan menggantinya dengan bibit yang
baru
3.3.3. Pengamatan
3.4. Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan yang diamati pada tanaman tebu ini meliputi:
3.4.1. Pengamatan Vegetatif
a) Tinggi tanaman (cm)
Mengukur tinggi tanaman dari pangkal batang hingga titik tumbuh.
Pengamatan tinggi tanaman dilakukan 1 minggu sekali setelah
benih berumur 1 MST sampai tanaman berumur 6 MST
b) Jumlah daun
Jumlah daun diukur pada tiap-tiap tanaman dan diamati setiap 1
minggu sekali, setelah tanam sampai umur 6 MST.
c) Jumlah anakan
Jumlah anakan diukur pada tanaman yang sudah memunculkan
tunasnya. Diamati sampai umur 6 MST.
d) Serangan OPT
Mengamati adanya serangan OPT (hama dan penyakit) pada
tanaman dengan menghitung intensitas serangan dengan metode
skoring.
29
Amati Tinggi tanaman, Jumlah daun, jumlah anakan.
Persiapan pengamatan dengan alat penggaris atau meteran
Catat hasil pengamatan
4. PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1 Data PengamatanTinggiTanamandan Bud Chip
Tabel 1.TinggiTanaman
Data HasilPengamatanTinggiTanaman (Cm) Mata Bud Chip
Kelompok J (Bagal) / Selasa, Amirul
TanamanSampel
PengamatanPert
ama(21 hst)
PengamatanKedua (28
hst)
PengamatanKeti
ga(35 hst)
PengamatanKee
mpat(42 hst)
PengamatanKeli
ma(49 hst)
PengamatanKee
nam(56 hst)
Ket.
1 21 34 53 78 111 129 132 18 27 48 63 97 122 103 18 29.5 48 61 79 116 144 19 28 51 62.5 86 105 115 0 0 0 0 6 21 -6 13 24 38 56 83 118 -7 0 0 0 0 7 25 -8 0 0 0 0 7 19 -9 17 25.5 57 72 97 114 -10 20 26 44 57 86 110 -
Rata-rata
12.6 19.4 33.9 44.95 65.9 87.9 12
Data HasilPengamatanTinggiTanaman (Cm) Mata Bud Chip
Kelompok K (Bagal) / Selasa, Akbar Saitama
TanamanSampel
PengamatanPert
ama(21 hst)
PengamatanKedua (28
hst)
PengamatanKeti
ga(35 hst)
PengamatanKee
mpat(42 hst)
PengamatanKeli
ma(49 hst)
PengamatanKee
nam(56 hst)
Ket.
1 96 136 138.6 154 162 167 142 83 94 104 112 115 117 223 75 90 104 109 112.5 115 144 60 92 105 111 115 118 125 19 63 70.5 77.5 82 90 -6 62 88 93.5 110.5 112.5 115 -7 51 86 98 102 107 115 -8 12 47 55 57.5 58 61 -9 15 50 59 63 69 77 -10 59 85 98.5 102 110 113 -
Rata-rata
53.2 83.1 92.61 99.85 104.3 108.8 16
30
Data HasilPengamatanTinggiTanaman (Cm) Mata Bud Chip
Kelompok L (Bud Chip) / Selasa,
TanamanSampel
PengamatanPert
ama(21 hst)
PengamatanKedua (28
hst)
PengamatanKeti
ga(35 hst)
PengamatanKee
mpat(42 hst)
PengamatanKeli
ma(49 hst)
PengamatanKee
nam(56 hst)
Ket.
1 31 47 67 67 95 98 982 34 44 67 67 80 103 323 29 32 37 40 72 72 304 29 43 65 65 74 105 27.55 40 40 50 50 79 90 -6 35 36 50 50 77 85 -7 27 31 51 51 54 68 -8 28 33 49 70 76 81 -9 44 44 49 50 66 83 -10 42 43 58 60 82 91 -
Rata-rata
33.9 39.2 54.3 57 75.5 87.6
Data HasilPengamatanTinggiTanaman (Cm) Mata Bud Chip
Kelompok M (Bagal)/ Selasa, Dasa
TanamanSampe
l
PengamatanPerta
ma(21 hst)
PengamatanKedua (28
hst)
PengamatanKeti
ga(35 hst)
PengamatanKee
mpat(42 hst)
PengamatanKeli
ma(49 hst)
PengamatanKee
nam(56 hst)
Ket.
1 13.5 14 66 77 99 112 92 14 16 78 96 104 114 73 5 6.5 20 29 48 78 24 2 6 9 58 97 117 35 9 12 58 71 124 142 -6 7 12 51 76 130 146 -7 6 10 56 92 115 124 -8 5 6.5 21 52 60 69 -9 11 13 6 96 118 140 -10 - - - 32 60 75 -
Rata-rata
7.25 9.5 36.5 67.9 95.5 111.7 5.25
31
Data HasilPengamatanTinggiTanaman (Cm) Mata Bud Chip
Kelompok N (Bagal) / Selasa,
TanamanSampe
l
PengamatanPerta
ma(21 hst)
PengamatanKedua (28
hst)
PengamatanKeti
ga(35 hst)
PengamatanKee
mpat(42 hst)
PengamatanKeli
ma(49 hst)
PengamatanKee
nam(56 hst)
Ket.
1 0 0 0 0 0 0 02 0 0 3 2.5 34 42 03 0 0 0 0 5 22 34 27 47 69 82 87 102 55 0 0 0 0 0 26 -6 35.6 59 69.5 8.5 88 100 -7 12 37 62 76 86 105 -8 0 0 1.5 8 28 40 -9 0 0 0 0 0 0 -10 40 84 99 101 120 138 -
Rata-rata
11.46 22.7 30.4 27.8 44.8 57.5 2
Data HasilPengamatanTinggiTanaman (Cm) Mata Bud Chip
Kelompok O (Bagal) / Selasa,
TanamanSampel
PengamatanPert
ama(21 hst)
PengamatanKedua (28
hst)
PengamatanKeti
ga(35 hst)
PengamatanKee
mpat(42 hst)
PengamatanKeli
ma(49 hst)
PengamatanKee
nam(56 hst)
Ket.
1 96 100 101 106.5 115 116 02 - - 48 48.5 55 61 03 - - 30 32 33 34 124 86 88.3 89 93 98 105 145 93 95 96 102.5 106 110 -6 - - 55 56.5 58 59 -7 92 94.5 95.5 98 101 104 -8 - 31 33.9 34 37 39 -9 - 41 43 45 52 55 -10 30 32 32.5 34 36 36 -
Rata-rata
39.7 48.18 62.39 65 69.1 71.9 13
32
Data HasilPengamatanTinggiTanaman (Cm) Mata Bud Chip
Kelompok P (Bud Chip) / Selasa, Amirul
TanamanSampel
PengamatanPert
ama(21 hst)
PengamatanKedua (28
hst)
PengamatanKeti
ga(35 hst)
PengamatanKee
mpat(42 hst)
PengamatanKeli
ma(49 hst)
PengamatanKee
nam(56 hst)
Ket.
1 17 22 48 57 98 110 142 21 27 48 58 79 106 103 19 28 46 58 83 100 114 20 25 52 65 90 100 05 22 27 50 71 90 115 -6 21 30 58 68 77 108 -7 21 29 38 49 95 112 -8 20 30 48 66 100 113 -9 19 29 54 62 98 113 -10 20 28 38 60 96 108 -
Rata-rata
20 27.5 48 61.4 90.6 108.5 17.5
Grafik Rata-Rata Panjang Tanaman
21 HST 28 HST 35 HST 42 HST 49 HST 56 HST
PERLAKUAN BAGAL 24.842 36.576 51.16 61.1 76.62 75.2975
PERLAKUAN BUD-CHIP
26.95 33.35 51.15 59.2 83.05 98.05
1030507090
110
GRAFIK PANJANG TANAMAN
TINGG
I TAN
AMAN
33
4.1.2 Tabel Data JumlahDaun
Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun (Cm)Kelompok J (Bagal) / Selasa, Amirul
Tanaman
Sampel
Pengamatan
Pertama
Pengamatan
Kedua (28 hst)
Pengamatan
Ketiga
Pengamatan
Keempat
Pengamatan
Kelima
Pengamatan
Keenam
(21 hst) (35 hst) (42 hst) (49 hst) (56 hst)1 2 4 5 6 6 72 2 4 5 6 6 83 3 4 5 5 6 84 3 3 4 5 6 75 0 0 0 0 1 36 2 4 6 5 6 77 0 0 0 0 0 78 0 0 0 0 0 39 3 5 6 6 6 810 0 3 4 4 5 6
Rata-rata
1.5 2.7 3.5 3.7 4.2 6.4
2 3 4 4 4 6
Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun (Cm)Kelompok K (Bagal) / Selasa, Amirul
Tanaman
Sampel
Pengamatan
Pertama
Pengamatan Kedua (28 hst)
Pengamatan Ketiga
Pengamatan
Keempat
Pengamatan
Kelima
Pengamatan
Keenam(21 hst) (35 hst) (42 hst) (49 hst) (56 hst)
1 4 5 6 8 9 92 2 3 6 7 9 93 2 3 5 6 7 84 2 3 4 5 7 85 1 1 5 6 7 86 2 2 5 5 8 87 3 3 5 5 7 78 2 2 4 4 5 69 1 1 7 7 8 810 2 2 6 6 7 8
Rata-rata
2.1 2.5 5.8 5.9 7.4 7.9
2 3 6 6 7 8
Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun (Cm)
34
Kelompok L (Bud Chip)/ Selasa,
Tanaman
Sampel
Pengamatan
Pertama
Pengamatan
Kedua (28 hst)
Pengamatan
Ketiga
Pengamatan
Keempat
Pengamatan
Kelima
Pengamatan
Keenam(21 hst) (35 hst) (42 hst) (49 hst) (56 hst)
1 4 6 4 5 6 72 4 6 5 6 6 73 2 3 3 6 7 64 5 5 6 6 5 55 4 5 5 5 6 66 4 5 6 5 7 77 1 2 2 4 5 58 3 4 4 6 6 79 2 3 4 5 5 710 5 5 6 5 7 6
Rata-rata
3.4 4.4 4.8 5.3 6 6.3
3 4 5 5 6 6
Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun (Cm)Kelompok M (Bagal) / Selasa,
Tanaman
Sampel
Pengamatan
Pertama
Pengamatan
Kedua (28 hst)
Pengamatan
Ketiga
Pengamatan
Keempat
Pengamatan
Kelima
Pengamatan
Keenam(21 hst) (35 hst) (42 hst) (49 hst) (56 hst)
1 2 3 5 6 5 62 2 3 5 5 7 83 0 2 4 5 5 54 0 2 3 3 5 65 3 3 5 6 6 86 2 4 5 6 6 77 2 3 4 4 5 78 3 5 5 5 6 79 2 2 5 5 7 810 - - - 2 3 5
Rata-rata
1.8 2.7 4.1 4.7 5.5 6.7
2 3 4 5 6 8
Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun (Cm)
35
Kelompok N (Bagal) / Selasa, Isa
Tanaman
Sampel
Pengamatan
Pertama
Pengamatan
Kedua (28 hst)
Pengamatan
Ketiga
Pengamatan
Keempat
Pengamatan
Kelima
Pengamatan
Keenam(21 hst) (35 hst) (42 hst) (49 hst) (56 hst)
1 0 0 0 0 0 -2 0 0 3 2 5 -3 0 0 0 0 5 -4 3 5 5 6 6 -5 0 0 0 0 3 -6 3 4 4 5 7 -7 2 4 4 6 7 -8 0 0 0 2 3 -9 0 0 0 0 0 -10 2 3 4 6 6 -
Rata-rata
1 1.6 2 2.7 3 -
1 2 2 3 3 -
\
Data Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman (Cm)Kelompok O (Bagal) / Selasa, Tommy
Tanaman
Sampel
Pengamatan
Pertama
Pengamatan
Kedua (28 hst)
Pengamatan
Ketiga
Pengamatan
Keempat
Pengamatan
Kelima
Pengamatan
Keenam(21 hst) (35 hst) (42 hst) (49 hst) (56 hst)
1 4 5 6 8 8 82 - - - 3 5 63 - - - 3 3 34 3 4 5 7 9 105 3 4 5 8 8 96 - - - 2 4 57 4 6 7 8 9 118 - - - 3 5 69 - - - 3 5 710 1 2 3 3 5 6
Rata-rata
1.5 2.1 2.6 4.8 6.1 7.1
2 2 3 5 6 7
Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun (Cm)
36
Kelompok P (Buchip) / Selasa,
Tanaman
Sampel
Pengamatan
Pertama
Pengamatan
Kedua (28 hst)
Pengamatan
Ketiga
Pengamatan
Keempat
Pengamatan
Kelima
Pengamatan
Keenam(21 hst) (35 hst) (42 hst) (49 hst) (56 hst)
1 3 4 6 6 7 82 3 4 6 6 8 93 4 5 5 5 6 64 3 4 5 6 5 65 4 4 6 6 6 66 4 5 4 5 6 77 3 4 6 6 8 88 4 5 7 7 8 89 5 5 5 5 7 710 4 5 8 10 10 12
Rata-rata
3.7 4.5 5.8 6.2 7.1 7.7
4 5 6 6 7 8
Grafik Rata-Rata Jumlah Daun Tanaman
21 HST 28 HST 35 HST 42 HST 49 HST 56 HST
PERLAKUAN BAGAL 2 2 4 4 5 6
PERLAKUAN BUDCHIP 4 4 5 6 7 7
2 24 4
5 6
44
5 67 7
GRAFIK JUMLAH DAUN
JUM
LAH
DAUN
4.2. Pembahasan
37
4.2.1. Pembahasan parameter panjang tanaman
Pada parameter panjang tanaman, perlakuan budchip pada 56
HST memiliki rata-rata panjang 98.05 cm. Sedangkan perlakuan bagal
memiliki rata-rata panjang tanaman 75.29 cm.
Penyiapan bibit yang dilakukan dengan metode konvensional
(bagal) sangat berpengaruh terhadap waktu pembibitan karena
membutuhkan waktu 6 bulan untuk satu kali periode tanam. Sedangkan
teknik pembibitan yang dapat menghasilkan bibit yang berkualitas tinggi
serta tidak memerlukan penyiapan bibit melalui kebun berjenjang adalah
dengan teknik pembibitan bud chip. Bud chip adalah teknik pembibitan
tebu secara vegetatif yang menggunakan bibit satu mata. Bibit ini berasal
dari kultur jaringan yang kemudian ditanam di Kebun Bibit Pokok (KBP).
Bibit yang di gunakan berumur 5 - 6 bulan, murni (tidak tercampur dengan
varietas lain), bebas dari hama penyakit dan tidak mengalami kerusakan
fisik (Dezjona et al. 2013). Sehingga pertumbuhan bibit budchip lebih
cepat dibandingkan bibit bagal yang memerlukan waktu perkecambahan
dan pertunasan lebih dahulu.
Perkecambahan tebu tak menghendaki tanah terlampau kering
dan juga tanah terlampau basah, sehingga pemberian dan pembuangan air
menjadi masalah (Soepadirman, 1992). Selain itu, tingginya curah hujan
menyebabkan genangan. Kebun dengan tanah bertekstur berat akan kuat
mengikat air dan menyebabkan masalah drainase di sekitar bibit. Kebun
tebu yang tergenang dapat menghambat perkecambahan dan bibit rentan
mati jika kekurangan oksigen akibat tanah menjadi jenuh air selama
perkecambahan (Marpaung, 1990).
Mata bibit pada posisi lebih muda atau atas lebih mudah
berkecambah dibanding bagian di bawahnya yang lebih tua (Alexander,
1974). Bibit tebu terbaik mengandung dua sampai tiga mata bibit, panjang
bibit maksimum 45 cm, daun kering (sheath) tidak dikupas, berasal dari
tanaman berumur 6-7 bulan (Soepardiman, 1992).
38
Pertumbuhan tebu yang lebih baik ditunjukkan oleh bibit yang
berasal dari batang indukan bagian tengah dan atas, karena kadar haranya
tinggi sedangkan kadar sukrosanya rendah (Insan, 2010).
Bagal dapat diperoleh dengan cara memotong batang induk
menjadi tiga bagian yaitu atas, tengah, dan bawah. Bagal yang berasal dari
batang induk bagian atas disebut topstek. Bagal yang berasal dari batang
induk bagian tegah dan bawah disebut bagal batang tengah atau bagal
batang bawah (PT Perkebunan XIV, 1983; Effendi dan Agustini, 1993).
Unsur N dibutuhkan tanaman dalam merangsang proses pertumbuhan
vegetatif tebu secara keseluruhan (batang, cabang, daun) sehingga
dibutuhkan dalam jumlah besar. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan
unsur nitrogen dalam kompos dimanfaatkan tanaman tebu dalam
mempengaruhi pertambahan tinggi tanaman (Dezjona et al. 2013).
4.2.2. Pembahasan parameter jumlah daun
Parameter pengamatan perlakuan bibit budchip didapatkan hasil
dengan rata-rata jumlah daun 7 helai. Sedangkan pada perlakuan bagal
didapatkan rata-rata jumlah daun 6 helai.
Daun ialah organ utama fotosintesis pada tanaman. Meningkatnya
jumlah daun tidak terlepas dari adanya aktifitas pemanjangan sel yang
merangsang terbentuknya daun sebagai organ fotosintesis terutama pada
tanaman tingkat tinggi (Gardner et al, 1991). Semakin banyak jumlah daun
mengakibatkan tempat fotosintesis bertambah sehingga fotosintat yang
dihasilkan juga semakin meningkat. Fotosintat tersebut didistribusikan ke
organ-organ vegetatif tanaman sehingga memacu pertumbuhan tanaman.
Unsur N dibutuhkan tanaman dalam merangsang proses
pertumbuhan vegetatif tebu secara keseluruhan (batang, cabang, daun)
sehingga dibutuhkan dalam jumlah besar. Hal ini menunjukkan bahwa
ketersediaan unsur nitrogen dalam kompos dimanfaatkan tanaman tebu
dalam mempengaruhi pertambahan tinggi tanaman (Dezjona et al. 2013).
39
Dimana fungsi nitrogen bagi tanaman ialah sebagai pembentuk
zat hijau daun, penyusun protein dan lemak. Adanya unsur nitrogen yang
banyak di dalam tanaman digunakan oleh daun untuk berfotosintesis.
Sehingga menghasilkan jumlah daun yang banyak, luas daun besar dan
memperluas permukaan yang tersedia untuk fotosintesis. Apabila proses
fotosintesis berjalan dengan baik maka fotosintat yang dihasilkan juga
semakin meningkat untuk ditranslokasikan pada bagian tanaman yang lain
(Dezjona et al. 2013).
5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
40
Pada parameter panjang tanaman, perlakuan budchip pada 56 HST memiliki
rata-rata panjang 98.05 cm. Sedangkan perlakuan bagal memiliki rata-rata panjang
tanaman 75.29 cm. Pada parameter pengamatan perlakuan bibit budchip
didapatkan hasil dengan rata-rata jumlah daun 7 helai. Sedangkan pada perlakuan
bagal didapatkan rata-rata jumlah daun 6 helai.
Penyiapan bibit yang dilakukan dengan metode konvensional (bagal) sangat
berpengaruh terhadap waktu pembibitan karena membutuhkan waktu 6 bulan
untuk satu kali periode tanam. Sedangkan teknik pembibitan yang dapat
menghasilkan bibit yang berkualitas tinggi serta tidak memerlukan penyiapan
bibit melalui kebun berjenjang adalah dengan teknik pembibitan bud chip. Bud
chip merupakan bibit yang menggunakan tebu berumur 5 - 6 bulan, murni (tidak
tercampur dengan varietas lain), bebas dari hama penyakit dan tidak mengalami
kerusakan fisik. Sehingga pertumbuhan bibit budchip lebih cepat dibandingkan
bibit bagal yang memerlukan waktu perkecambahan dan pertunasan lebih dahulu.
5.2. Saran
Perlu adanya penjelasan dari semua materi yang lebih jelas dan kompak
atau memiliki inti yang sama dari asisten kelas maupun asisten lapang. Harus
lebih intensif saat tutorial praktikum.
6. DAFTAR PUSTAKA
41
Alexander, A. G. 1973. Sugarcane Physiology. Amsterdam. Elsevier Scientific
Company. 752 p.
Barnes, A.C. 1974. The Sugar Cane. Leonard Hill Books. Aylesbury, Bucks.
Departemen Pertanian. 2013. Budidaya Tebu.
http://epetani.deptan.go.id/berita/budidaya-tebu-7825. 26 September
2013
Dezjona, Sudiarso, Titiek, Islami. Pengaruh Komposisi Media Tanam Pada
Teknik Bud Chip Tiga Varietas Tebu (Saccharum officinarum L.).
Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya
Direktorat Jendral Perkebunan. 1975. Pedoman Bercocok Tanam Tebu.
Departemen Pertanian. Jakarta.
Effendi, H. dan T. Agustini. 1993. Pengaruh senyawa fenol pada perkecambahan
dan pertunasan tebu PS80-1007 dan PS 80-1424. Majalah Berita Pusat
Penelitian Perkebunan Gula Indonesia 8:14-18.
Gardner, P. F., R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman
Budidaya. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta
Indrawanto. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Tebu. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan. ESKA Media. Jakarta
Insan, H. 2010. Perbandingan Pertumbuhan Tanaman Tebu (Saccharum
Officinarum L.) dari Bibit yang Berasal dari Kebun Bibit Datar dengan
Kebun Tebu Giling. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 55 hal.
Kuntohartono, T. 1999. Pertunasan Tanaman Tebu. Gula Indonesia. 24 (3): 11-
15.
Marpaung, T. G. 1990. Penggunaan herbisida sebagai zat pengatur tumbuh pada
lingkungan iklim basah. Majalah Berita Pusat Penelitian Perkebunan
Gula Indonesia 3:27-33.
PT Perkebunan XIV. 1983. Bercocok Tanam Tebu Lahan di Tanah Sawah Sistem
Reynoso dan di Tanah Kering. PT Perkebunan XIV. 21 hal.
Sitompul, B. dan S.M. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. UGM
Press. Yogyakarta.
42
Soepadirman. 1992. Bercocok Tebu Lahan Sawah. Lembaga Pendidikan
Perkebunan Kampus Yogyakarta. Yogyakarta. 127 hal.
Sutardjo, E. 1999. Budidaya Tanaman Tebu. Bumi Aksara. Jakarta.
Teguh. 2013. Fase Pertumbuhan Tebu. http://detiktani.blogspot.
com/2013/06/fase-pertumbuhan-tebu.html. 26 Nopember 2013
43