laporan_geologi_fisik
-
Upload
devi-lusiana -
Category
Documents
-
view
7 -
download
0
description
Transcript of laporan_geologi_fisik
1
LAPORAN AKHIR
PRAKTIKUM GEOLOGI FISIK
DISUSUN OLEH :
NAMA : DEVI LUSIANA
NIM : DBD 113 142
LABORATORIUM GEOLOGI
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2014
2
DAFTAR ISI
BAB I PETA TOPOGRAFI......................................................................
1.1 Latar Belakang...........................................................................
1.2 Tujuan.......................................................................................
1.3 Alat dan Pelaksanaan Kegiatan.................................................
1.4 Elemen Peta Topografi..............................................................
1.5 Kelengkapan Peta Topografi.....................................................
1.6 Peta Topografi dan Garis Kontur..............................................
1.7 Penentuan Interval Kontur........................................................
1.8 Sifat-sifat Garis Kontur.............................................................
1.9 Kegunaan Garis Kontur.............................................................
1.10 Penentuan Ketinggian dan Jarak..............................................
1.11 Sistem Quadrangel...................................................................
1.12 Profil Topografi........................................................................
1.13 Penentuan Besar Kelerengan dan Beda Tinggi........................
1.14 Hasil Praktikum1......................................................................
1.15 Hasil Praktikum 2.....................................................................
BAB II BATUAN BEKU.............................................................................
2.1 Genesa Batuan Beku.................................................................
2.2 Struktur Batuan Beku...............................................................
2.3 Tekstur Batuan Beku.................................................................
2.4 Komposisi Mineral....................................................................
2.5 Hasil Praktikum.........................................................................
BAB III BATUAN SEDIMEN......................................................................
3.1 Genesa Batuan Sedimen............................................................
3.2 Batuan Sedimen Klastik............................................................
3.3 Batuan Sedimen Non-Klastik....................................................
3.4 Hasil Praktikum.........................................................................
BAB IV BATUAN METAMORF................................................................
4.1 Genesa Batuan Metamorf..........................................................
3
4.2 Tipe-tipe Metamorfose..............................................................
4.3 Tekstur Batuan Metamorf.........................................................
4.4 Struktur Batuan Metamorf........................................................
4.5 Klasifikasi Batuan Metamorf Berdasarkan Komposisi Kimia
Batuan asal................................................................................
4.6 Hasil Praktikum.........................................................................
BAB V STRATIGRAFI..............................................................................
5.1 Pengertian Stratigrafi................................................................
5.2 Hukum Dasar Stratigrafi...........................................................
5.3 Pemanfaatan Dasar Stratigrafi...................................................
5.4 Keselarasan dan Ketidakselarasan............................................
5.5 Korelasi Batuan.........................................................................
5.6 Hasil Praktikum.........................................................................
BAB VI PENUTUP........................................................................................
6.1 Kesimpulan...............................................................................
6.2 Saran..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
4
BAB I
PETA TOPOGRAFI
1.1 Pengertian Peta
Pengertian peta secara umum adalah gambaran dari permukaan bumi
yang digambar pada bidang datar, yang diperkecil dengan skala tertentu dan
dilengkapi simbol sebagai penjelas. Beberapa ahli mendefinisikan peta
dengan berbagai pengertian, namun pada hakikatnya semua mempunyai inti
dan maksud yang sama. Berikut beberapa pengertian peta dari para ahli.
a. Menurut ICA (International Cartographic Association)
Peta adalah gambaran atau representasi unsur-unsur ketampakan abstrak
yang dipilih dari permukaan bumi yang ada kaitannya dengan permukaan
bumi atau benda-benda angkasa, yang pada umumnya digambarkan pada
suatu bidang datar dan diperkecil/diskalakan.
b. Menurut Aryono Prihandito (1988)
Peta merupakan gambaran permukaan bumi dengan skala tertentu,
digambar pada bidang datar melalui sistem proyeksi tertentu.
c. Menurut Erwin Raisz (1948)
Peta adalah gambaran konvensional dari ketampakan muka bumi yang
diperkecil seperti ketampakannya kalau dilihat vertikal dari atas, dibuat
pada bidang datar dan ditambah tulisan-tulisan sebagai penjelas.
d. Menurut Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal
2005)
Peta merupakan wahana bagi penyimpanan dan penyajian data kondisi
lingkungan, merupakan sumber informasi bagi para perencana dan
pengambilan keputusan pada tahapan dan tingkatan pembangunan.
Dengan menggunakan peta, kita dapat mengetahui segala hal yang
berada di permukaan bumi, seperti letak suatu wilayah, jarak antarkota,
lokasi pegunungan, sungai, danau, lahan persawahan, jalan raya, bandara,
5
dan sebagainya. Ketampakan yang digambar pada peta dapat dibagi
menjadi dua yaitu ketampakan alami dan ketampakan buatan manusia
(budaya).
1.2 Jenis-jenis Peta
Peta dikelompokan menjadi 5 bagian, yaitu:
a. Berdasarkan Isi Data yang Disajikan
1. Peta umum, yakni peta yang menggambarkan kenampakan bumi, baik
fenomena alam atau budaya. Peta umum dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
2. Peta topografi yaitu peta yang menggambarkan permukaan bumi
lengkap dengan reliefnya. Penggambaran relief permukaan bumi ke
dalam peta digambar dalam bentuk garis kontur. Garis kontur adalah
garis pada peta yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai
ketinggian yang sama.
3. Peta chorografi yaitu peta yang menggambarkan seluruh atau sebagian
permukaan bumi yang bersifat umum, dan biasanya berskala sedang.
Contoh peta chorografi adalah atlas
4. Peta dunia yaitu peta umum yang berskala sangat kecil dengan
cakupan wilayah yang sangat luas.
5. Peta khusus (Peta tematik) yaitu peta yang menggambarkan informasi
dengan tema tertentu / khusus. Misal peta politik, peta geologi, peta
penggunaan lahan, peta persebaran objek wisata, peta kepadatan
penduduk, dan sebagainya.
a. Peta Berdasarkan Sumber Datanya
Peta Turunan (Derived Map)yaitu peta yang dibuat berdasarkan pada
acuan peta yang sudah ada, sehingga tidak memerlukan survei langsung
ke lapangan.
Peta induk yaitu peta yang dihasilkan dari survei langsung di lapangan.
6
b. Peta berdasarkan skala
1. Peta kadaster (sangat besar) adalah peta yang berskala > 1: 100
sampai > 1: 5000. Contoh: Peta pertanahan, Peta Pertambangan
2. Peta besar adalah peta yang berskala > 1: 5000 sampai > 1: 250.000.
Contoh: peta kecamatan/kabupaten
3. Peta sedang adalah peta yang berskala > 1: 250.000 sampai > 1:
500.000. Contoh: peta provinsi
4. Peta kecil adalah peta yang berskala > 1: 500.000 sampai > 1:
1.000.000. Contoh: peta negara
5. Peta geografis (sangat kecil) adalah peta yang berskala > 1:
1.000.000 ke bawah. Contoh: Peta benua/dunia
c. Peta berdasarkan bentuk
1. Peta datar, atau peta dua dimensi, atau peta biasa, atau peta
planimetri
2. Peta timbul atau peta steereometri
3. Peta digital, merupakan peta hasil pengolahan data digital yang
tersimpan dalam komputer. Peta ini dapat disimpan dalam disket
atau CD Rom. Contoh Citra satelit, foto udara
4. Peta garis, yaitu peta yang menyajikan data alam dan kenampakan
buatan manusia dalam bentuk titik, garis, dan luasan.
5. Peta foto, yaitu peta yang dihasilkan dari mozaik foto udara yang
dilengkapi dengan garis kontur, nama, dan legenda
d. Peta berdasarkan tingkat kedetailan
1. Peta detail, peta yang skalanya > 1:25.000
2. Peta semi detail, peta yang skalanya > 1:50.000
3. Peta tinjau, peta yang skalanya > 1:250.000
7
1.3 Pengenalan Peta Topografi
Hakekat daripada peta topografi adalah peta yang menggambarkan
keadaan suatu daerah yang dilihat dari atas yang kurang lebih sesuai dengan
keadaan sebenarnya. Ada beberapa cara penggambaran peta topografi yaitu :
Garis Kontur, adalah garis yang menghubungkan titik- titik ketinggian
yang sama pada suatu permukaan bumi
Garis hachures, yaitu garis lurus yang ditarik dari titik - titik
ketinggian tertinggi ke titik- titik yang lebih rendah disekitarnya (lereng
curam garisnya makin merapat )
Pewarnaan (Tinting),daerah yang mempunyai relief tinggi warnanya
makin gelap sebaliknya relief rendah warnanya makin cerah contohnya
atlas.
Bayangan (shading), topografi curam diberi bayangan yang tebal,rapat
serta pendek, sebaliknya daerah landai diberi garis bayangan tipis, panjang
dan renggang.
Kombinasi, dengan cara menggabungkan antara kontur dengan warna
dan lain-lainnya.
1.4 Elemen Peta Topografi
Unsur-unsur penting dalam peta topografi meliputi :
1. Relief, menggambarkan beda tinggi suatu tempat ke tempat lain di suatu
daerah misal bukit, dataran, pegunungan, lembah, lereng dan lain
sebagainya. Biasanya untuk peta topografi berwarna digunakan warna
coklat untuk dataran dan biru untuk lautan, dengan variasi warna
disesuaikan dengan keadaan relief, daerah berelief tinggi warna semakin
tua dan gelap. Relief terjadi karena adanya resistensi antara batuan
terhadap proses erosi dan pelapukan juga dipengaruhi gejala-gejala asal
dalam seperti perlipatan, patahan dan lain sebagainya.
8
2. Pola Aliran, Dalam interpretasi pola aliran dapat mudah dilakukan
dengan pemanfaatan data penginderaan jauh baik citra foto ataupun non
foto sangat terlebih lagi apabila data penginderaan jauh yang
stereoskopis (foto udara) dengan menampakkan 3 dimensional, sehingga
hasil yang didapatkan akan maksimal. Citra satelit yang paling baik
digunakan untuk mengetahui pola aliran adalah citra radar (ifsar) yang
menghasilkan kenampakan tiga dimensi yang paling baik. Pola aliran
mempunyai berbagai jenis pola, diantaranya ialah dendritic, paralel,
radial, trelis, rectangular, centripetal, angular dan multibasinal.
1. Dendritik: seperti percabangan pohon, percabangan tidak teratur
dengan arah dan sudut yang beragam. Berkembang di batuan yang
homogen dan tidak terkontrol oleh struktur, umunya pada batuan
sedimen dengan perlapisan horisontal, atau pada batuan beku dan
batuan kristalin yang homogen.
2. Rectangular : Aliran rectangular merupakan pola aliran dari
pertemuan antara alirannya membentuk sudut siku-siku atau hampir
siku-siku. Pola aliran ini berkembang pada daerah rekahan dan
patahan.
3. Paralel: anak sungai utama saling sejajar atau hampir sejajar,
bermuara pada sungai-sungai utama dengan sudut lancip atau
langsung bermuara ke laut. Berkembang di lereng yang terkontrol
oleh struktur (lipatan monoklinal, isoklinal, sesar yang saling sejajar
dengan spasi yang pendek) atau dekat pantai.
4. Trellis: percabangan anak sungai dan sungai utama hampir tegak
lurus, sungai-sungai utama sejajar atau hampir sejajar. Berkembang
di batuan sedimen terlipat atau terungkit dengan litologi yang
berselang-seling antara yang lunak dan resisten.
5. Deranged : pola aliran yang tidak teratur dengan sungai dengan
sungai pendek yang arahnya tidak menentu, payau dan pada daerah
basah mencirikan daerah glacial bagian bawah.
9
6. Radial Sentrifugal: sungai yang mengalir ke segala arah dari satu
titik. Berkembang pada vulkan atau dome.
7. Radial Centripetal: sungai yang mengalir memusat dari berbagai
arah. Berkembang di kaldera, karater, atau cekungan tertutup
lainnya.
8. Annular: sungai utama melingkar dengan anak sungai yang
membentuk sudut hampir tegak lurus. Berkembang di dome dengan
batuan yang berseling antara lunak dan keras.
9. Pinnate : Pola Pinnate adalah aliran sungai yang mana muara anak
sungai membentuk sudut lancip dengan sungai induk. Sungai ini
biasanya terdapat pada bukit yang lerengnya terjal.
10. Memusat/Multibasinal: percabangan sungai tidak bermuara pada
sungai utama, melainkan hilang ke bawah permukaan. Berkembang
pada topografi karst. Tabel 1. merupakan pola pengaliran dengan
karaktersitiknya.
Morisawa (1985) menyebutkan pengaruh geologi terhadap bentuk
sungai dan jaringannya adalah dinamika struktur geologi, yaitu tektonik
aktif dan pasif serta lithologi (batuan). Kontrol dinamika struktur
diantaranya pensesaran, pengangkatan (perlipatan) dan kegiatan vulkanik
yang dapat menyebabkan erosi sungai. Kontrol struktur pasif mempengaruhi
arah dari sistem sungai karena kegiatan tektonik aktif. Sedangkan batuan
dapat mempengaruhi morfologi sungai dan jaringan topologi yang
memudahkan terjadinya pelapukan dan ketahanan batuan terhadap erosi.
Tabel 1.1. merupakan tabel kontrol struktur terhadap bentuk sungai.
10
Tabel 1.1. Pola pengaliran dan karakteristiknya (van Zuidam, 1985)
POLA PENGALIRAN
DASAR KARAKTERISTIK
DENDRITIK
Perlapisan batuan sedimen relatif datar atau paket batuan kristalin yang tidak seragam dan memiliki ketahanan terhadap pelapukan. Secara regional daerah aliran memiliki kemiringan landai, jenis pola pengaliran membentuk percabangan menyebar seperti pohon rindang.
PARALEL
Pada umumnya menunjukkan daerah yang berlereng sedang sampai agak curam dan dapat ditemukan pula pada daerah bentuklahan perbukitan yang memanjang. Sering terjadi pola peralihan antara pola dendritik dengan pola paralel atau tralis. Bentuklahan perbukitan yang memanjang dengan pola pengaliran paralel mencerminkan perbukitan tersebut dipengaruhi oleh perlipatan.
TRALLIS
Baruan sedimen yang memiliki kemiringan perlapisan (dip) atau terlipat, batuan vulkanik atau batuan metasedimen derajat rendah dengan perbedaan pelapukan yang jelas. Jenis pola pengaliran biasanya berhadapan pada sisi sepanjang aliran subsekuen.
REKTANGULAR
Kekar dan / atau sesar yang memiliki sudut kemiringan, tidak memiliki perulangan lapisan batuan dan sering memperlihatkan pola pengaliran yang tidak menerus.
11
RADIAL
Daerah vulkanik, kerucut (kubah) intrusi dan sisa - sisa erosi. Pola pengaliran radial pada daerah vulkanik disebut sebagai pola pengaliran multi radial.
Catatan : pola pengaliran radial memiliki dua sistem yaitu sistem sentrifugal (menyebar ke luar dari titik pusat), berarti bahwa daerah tersebut berbentuk kubah atau kerucut, sedangkan sistem sentripetal (menyebar kearah titik pusat) memiliki arti bahwa daerah tersebut berbentuk cekungan.
ANNULARStruktur kubah / kerucut, cekungan dan kemungkinan retas (stocks)
MULTIBASINAL
Endapan berupa gumuk hasil longsoran dengan perbedaan penggerusan atau perataan batuan dasar, merupakan daerah gerakan tanah, vulkanisme, pelarutan gamping dan lelehan salju (permafrost)
12
Tabel 1.2. Pola pengaliran modifikasi
SUB DENDRITIK Umumnya struktural
PINNATE Tekstur batuan halus dan mudah tererosi
ANASTOMATIK Dataran banjir, delta atau rawa
MENGANYAM
(DIKHOTOMIK)Kipas aluvium dan delta
SUB PARALELLereng memanjang atau dikontrol oleh bentuklahan perbukitan memanjang.
KOLINIERKelurusan bentuklahan bermaterial halus dan beting pasir.
SUB TRALLIS Bentuklahan memanjang dan sejajar
DIREKSIONAL TRALLIS
Homoklin landai seperti beting gisik
TRALLIS BERBELOK Perlipatan memanjang.
TRALLIS SESARPercabangan menyatu atau berpencar , sesar paralel
ANGULATE Kekar dan / atau sesar pada daerah miring
KARST Batugamping
13
Gambar 1.1 Pola Pengaliran Umum
14
Gambar 1.2. Modifikasi pola pengaliran, dalam skala yang luas
15
Gambar 1.3. Modifikasi pola pengaliran-pengaliran
16
1. Kebudayaan (culture), yaitu segala bentuk hasil budidaya
manusia, misalnya perkampungan, jalan, persawahan, dan sebagainya.
Culture sangat membantu geologi dalam penentuan lokasi. Pada
umumnya pada peta topografi relief akan digambarkan dengan warna
coklat, drainage dengan warna biru dan culture dengan warna hitam. Hal
ini sangat membantu dalam hal penentuan lokasi.
1.5 Kelengkapan Peta Topograf
Pada peta topografi yan baik harus terdapat unsure atau keterangan
yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan penelitian atau
kemiliteran yakni:
a. Skala
Merupakan perbandingan jarak horizontal yang sebenarnya dengan
jarak peta. Perlu diketahui bahwa jarak yang diukur pada peta adalah
jarak horizontal. Ada 3 macam skala yang biasa dipakai pada peta
topografi.
1. Representative Feaction Scale (Scala R. F.)
Ditunjukan dengan pecahan contoh 1:10000. Artinya 1 cm di peta
sama dengan 10000 cm di lapangan atau sama dengan 100 m di
lapangan.Kelemahan penggunaan skala ini yaitu jika peta mengalami
pemuaian maka skala tidak akan berlaku lagi.
2. Grafik Scale ( Skala Grafik)
Yaitu perbandingan jarak horizontal sesungguhnya dengan jarak
pada peta yang ditunjukan dengan sepotong garis. Skala ini adalah
paling baik karena tidak terpengaruh oleh pemuaian maupan
penciutan dari peta.
3. Verbal Scale (Skala Verbal)
Dinyatakan dalam ukuran panjang, contah 1 cm = 10 km. Skala ini
hampir sama dengan skala R. F.
17
2. Arah Utara Peta
Salah satu perlengkapan peta yang tidak kalah pentingnya adalah arah
utara, karena tiap peta dapat digunakan dengan baik haruslah diketahui
arah urtaranya. Arah utara ini berguna untuk penyesuaian dengan antara
utara peta dngan arah utara jarum kompas. Ada 3 macam arah utara
jarum kompas yaitu:
b. Arah utara magnetik
c. Grid North
d. True North
4. Legenda
Peta topografi banyak digunakan tanda untuk mewakili bermacam-
macam keadan yang ada di lapangan dan biasanya terletak di bagian
bawah peta.
5. Judul Peta
Judul peta meruapakan nama daerah yang tercakup didalam peta dan
berguna unuk pencairanpeta bila suatu waktu diperlukan. Sumber
pembagian nomor lembar peta tersebut disebut Quadrangle.
6. Converage Diagram
Maksudnya peta tersebut dibuat dengan cara atau metode yang
bagaimana, hal ini untuk dapat memperkirakan sampai sejauh mana
kebaikan atau ketelitian peta. Misalnya dibuat berdasarkan foto udara
atau dibuat berdasarkan pengukuran di lapangan.
7. Indeks Administrasi
Pembagian Daerah berdasarkan hokum administrasi, hal mini penting
untuk memudahkan pengurusan surat izin untuk melakukan atau
mengadakan penelitian pemetaan.
8. Indeks Adjoing Sheet
Menunjukan kedudukan peta yang bersangkutan terhadap lembar-
lembar peta di sekitarnya.
18
9. Edisi Peta
Edisi peta dapat dipakai untuk mengetahui mutu dari pada peta atau
mengetahui kapan peta tersebut dicetak atau dibuat.
1.6 Peta Topografi dan Garis Kontur
1. Pengertian Garis Kontur
Garis kontur adalah garis khayal dilapangan yang menghubungkan titik
dengan ketinggian yang sama atau garis kontur adalah garis kontinyu
diatas peta yang memperlihatkan titik-titik diatas peta
dengan ketinggian yang sama. Nama lain garis kontur adalah garis
tranches, garis tinggi dan garis tinggi horizontal. Garis kontur + 25 m,
artinya garis kontur ini menghubungkan titik-titik yang mempunyai
ketinggian sama + 25 m terhadap tinggi tertentu. Garis kontur disajikan
di atas peta untuk memperlihatkan naik turunnya keadaan permukaan
tanah. Aplikasi lebih lanjut dari garis kontur adalah untuk memberikan
informasi slope (kemiringan tanah rata-rata), irisan profil memanjang
atau melintang permukaan tanah terhadap jalur proyek (bangunan)
dan perhitungan galian serta timbunan (cut and fill) permukaan tanah
asli terhadap ketinggian vertikal garis atau bangunan. Garis kontur
dapat dibentuk dengan membuat proyeksi tegak garis-garis perpotongan
bidang mendatar dengan permukaan bumi ke bidang mendatar
peta. Karena peta umumnya dibuat dengan skala tertentu, maka untuk
garis kontur ini juga akan mengalami pengecilan sesuai skala peta.
2. Interval Kontur
Interval kontur adalah jarak tegak antara dua garis kontur yang
berdekatan dan merupakan jarak antara dua bidang mendatar yang
berdekatan. Pada suatu peta tofografi interval kontur dibuat
sama, berbanding terbalik dengan skala peta. Semakin besar skala peta,
jadi semakin banyak informasi yang tersajikan, interval kontur semakin
19
kecil. Indeks kontur adalah garis kontur yang penyajiannya
ditonjolkan setiap kelipatan interval kontur tertentu.
3. Kontur Setengah
Garis kontur yang harga ketinggiannya adalah setengah dari interval
kontur. Biasanya digambar dengan garis putus-putus.
1.7 Penentuan Interval Kontur
Untuk hal-hal yang umum dapat menggunakan rumus:
IK = x N
Di mana:
IK = interval kontur
N = skala peta
Misal peta dengan skala 1 : 50.000, sehingga interval konturnya adalah 25
m. Tetapi penentua interval kontur dengan rumus seperti di atas tidaklah
mutlak tergantung daripada kebutahan atau tujuan pembuatan peta tersebut.
Misal peta untuk daerah petambangan dengan luasan yang kecil tentunya
menggunakan interval kontur yang lebih kecil sehingga relief daerah dapat
dilihat dengan jelas.
1.8 Sifat-sifat garis Kontur
Garis-garis kontur merupakan cara yang banyak dilakukan untuk
melukiskan bentuk permukaan tanah dan ketinggian pada peta, karena
memberikan ketelitian yang lebih baik. Cara lain untuk melukiskan
bentuk permukaan tanah yaitu dengan cara hachures dan shading.
Bentuk garis kontur dalam 3 dimensi Gambar 344. Penggambaran
kontur Garis kontur memiliki sifat sebagai berikut :
1. Berbentuk kurva tertutup.
2. Tidak bercabang.
3. Tidak berpotongan.
4. Menjorok ke arah hulu jika melewati sungai.
5. Menjorok ke arah jalan menurun jika melewati permukaan jalan.
20
6. Tidak tergambar jika melewati bangunan.
7. Garis kontur yang rapat menunjukan keadaan permukaan tanah yang
terjal.
8. Garis kontur yang jarang menunjukan keadaan permukaan yang landai
9. Penyajian interval garis kontur tergantung pada skala peta
yang disajikan, jika datar maka interval garis kontur tergantung pada
skala peta yang disajikan, jika datar maka interval garis kontur adalah
1/1000 dikalikan dengan nilai skala peta , jika berbukit maka interval
garis kontur adalah 1/500 dikalikan dengan nilai skala peta dan jika
bergunung maka interval garis kontur adalah 1/200 dikalikan
dengan nilai skala peta.
10. Penyajian indeks garis kontur pada daerah datar adalah setiap selisih
3 garis kontur, pada daerah berbukit setiap selisih 4 garis kontur
sedangkan pada daerah bergunung setiap selisih 5 garis kontur.
11. Satu garis kontur mewakili satu ketinggian tertentu..
12. Garis kontur berharga lebih rendah mengelilingi garis kontur yang
lebih tinggi.
13. Rangkaian garis kontur yang berbentuk huruf "U" menandakan
punggungan gunung.
14. Rangkaian garis kontur yang berbentuk huruf "V" menandakan
suatu lembah/jurang
1.9 Kegunaan Garis Kontur
1. Menunjukan bentuk ketinggian permukaan tanah.
2. Menentukan profil tanah (profil memanjang, longitudinal
sections) antara dua tempat.
3. Menghitung luas daerah genangan dan volume suatu bendungan
4. Menentukan route/trace suatu jalan atau saluran yang mempunyai
kemiringan tertentu.
5. Menentukan kemungkinan dua titik di lahan sama tinggi dan
saling terlihat
21
1.10 Penentuan Ketinggian dan Jarak
Ada beberapa cara untuk menentukan titik ketinggian dan jarak yakni:
1. Pada indeks kontur langsung dapat diketahui.
2. Pada intermediate kontur dihitung dari indeks kontur
dengan memperhatikan interval kontur.
3. Pada intermediate kontur cara interpolasi.
4. Titik triagulasi.
1.11 Sistem Quadrangle
Sistem Quadrangle adalah suatu cara dalam penataan pembuatan registrasi
pada peta topografi. Sistem Quadrangle di Indonesia ada 2 macam yaitu
system lama dan system baru. Perbedaan keduanya terletak pada
perbandingan luas peta , notasi, dan pembagian derajat busurnya.
a) Sistem Quadrangle Lama
Adalah sisa peninggalan jaman pendudukan Belanda. Ketentuan-
ketentuan yang ada dam sisitem ini adalah:
1. Pembagian kotak dengan luas 20’ x 20’ berskala 1 : 100.000
2. Titik 0o bujur ada di Jakarta dan titik 00 lintang ada di equatorial.
3. Penomoran garis lintang dengan angka Romawi sedang penomoran
garis bujur dengan angka akrab.
4. Notasi lembar peta dan skala ditulis, missal L
5. Peta no.40/XX, skala 1 :100.000
6. Peta no.40/XX-A, skala 1 : 50.000
7. Peta no.40XX-a, skala 1 : 25.000
40 A B C D
E F G H
I J K L
M N O P
22
b) Sistem Quadrangle Baru
Notasinya semua ditulis dengan angka Arab. Pembagian kotak-
kotaknya mempunyai luas 30’ x 20’ dengan 0 derajat dihitung dari
Greenwich. Cara penulisanya adalah missal 5018 angka 50 merupakan
angka perubahan secara horizontal dan angka 18 merupakan perubahan
secara vertical.
Peta no.5019 berskala 1 : 100.000
sedangkan peta no.5019-IV berskala 1 : 50.000
1.12 Profil Topografi
Untuk mengetahui kenampakan morfologi dan kenampakan
struktur geologi padasuatu daerah, maka diperlukan
suatu penampang tegak atau profil (section). Penampangtegak atau sayatan
tegak adalah gambaran yang memperlihatkan profil atau bentuk
dari permukaan bumi. Profil ini diperoleh dari line of section yang telah
ditentukan lebih dulu pada peta topografi, misalnya A – A’ atau B – B’.
Skala pada profil :
1. Skala normal (nature scale) : yaitu skala vertikal diperbesar sama deng
an skalahorisontal.
IV I
II II 5019
XX
23
2. Skala perbesaran (exaggerated) : yaitu skala vertikal diperbesar lebih
besar dari skalahorisonta
3. Persyaratan pembuatan profil :
4. Profil line/topographic line yaitu garis potong antara permukaan bumi
dengan bidang vertikal.
5. Base line letaknya mendatar dipilih pada jarak tertentu di daerah
profilline, dimana tinggi base line tergantung kebutuhan. Seringkali
dipilih 0 meter sesuai ketinggian permukaan air laut. Pada base line
terletak jarak mendatar sesuai dengan jarak horisontal.
6. End line/garis samping dikiri dan kanan tegak lurus base line.
Disinitertera angka ketinggian sesuai interval kontur.
Gambar 1.4. Topografi dan kontur
24
Gambar 1.5. Profil topografi suatu daerah
1.13 Penentuan Besar Kelerengan dan Beda Tinggi
Peta Topografi merupakan peta yang menggambarkan keadaan
relief suatu daerah, dimana kontur renggang menggambarkan daerah yang
relative datar, sedangkan kontur yang rapat menggambarkan daerah yang
terjal atau curam, di dalam peta topografi kadangkala kita banyak
diperhadapkan degan pertanyaan di antaranya berapa besar kelerngan
suatu tempat? Atau berapa beda tinggi daerah x? Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, di dalam acara praktikum ini akan kita bahas cara-
cara mengetahui nilai suatu kelerengan dan beda tinggi suatu daerah.
Rumus mencari besar kelerengan dan beda tunggi:
d(m) = panjang sayatan x skala peta
h(m) = (n kontur – 1) x IK
hr =
25
kr =
Keterangan:
d = jarak datar (m)
h = ketinggian (m)
hr = beda tinggi (m)
kr = kelerengan (%)
26
1.14 Hasil Praktikum 1
1. Jenis P raktikum
Peta Topografi
2. Tujuan Praktikum
- Mampu membuat sayatan pada peta topografi suatu daerah.
- Mampu menghitung panjang sayatan, jarak datar, interval kontur,
jumlah kontur, beda tinggi dan kelerengan pada peta topografi.
3. Alat dan bahan yang digunakan
- Pensil
- Drawing pen
- Penggaris
- Peta topografi suatu daerah
- Kalkulator
4. Kesimpulan
Dalam praktikum ini, praktikan dapat membuat sayatan pada
peta topografi. Dengan data panjang sayatan, sayatan praktikan dapat
mengetahui jarak datar, interval kontur, beda tinggi dan kelerengan
pada peta topografi disuatu daerah. Pada praktikum didapatkan 255
sayatan. Sebagai contoh jika panjang sayatan 0,4 cm, jumlah kontur (n
= 3 -1) = 2, skala pada peta 1 : 25000 dan diketahui interval kontur
12,5 sehingga untuk jarak datar (d = panjang sayatan x skala peta) =
100 m, beda tinggi (h = (n-1) x ik) = 25 dan kelerengan (k = h/d x 100
%) = 25 %.
27
1.15 Hasil Praktikum 2
1. Jenis P raktikum
Peta Topografi
2. Tujuan Praktikum
- Mampu membuat profil topografi dari peta topografi suatu daerah.
3. Alat dan bahan yang digunakan
- Pensil
- Drawing pen
- Penggaris
- Peta topografi suatu daerah
- Kalkulator
- Ketas kalkit
- Milimeter blok
4. Kesimpulan
Dalam praktikum ini, prtaktikan dapat menggambar profil peta
topografi suatu daerah berdasarkan pada peta topografi yang telah
diberikan. Untuk membuat profil peta topografi ini sebelumnya harus
ditentukan daerah mana yang akan digambarkan pada penampang
dengan cara meenarik garis lurus memotong kontur. Untuk ketinggian,
menggunakan ketinggian yang telah ada didalam peta, untuk panjang
menggunakan rumus Ik = sehingga didapatkan panjang
indeksnya.
28
BAB II
BATUAN BEKU
2.1 Genesa Batuan Beku
Batuan beku adalah batuan yang terjadi dari pembekuan magma.
Magma adalah silika alam yang bersifat cair, panas dan pijar yang penuh
dengan gas-gas volatil (gas-gas yang sangat mudah menguap). Berdasar
kandungan silika (SiO2) batuan beku dibagi menjadi :
Tabel 2.1. Pembagian batuan beku berdasarkan kandungan silika (SiO2)
Nama Batuan Kandungan Silika (SiO2)
Batuan beku asam
Batuan beku intermediet
Batuan beku basa
Batuan beku ultra basa
lebih dari 66%
52% - 66%
45% - 52%
Kurang dari 45%
Pembagian ganesa batuan beku atau tempat terjadinya batuan beku adalah
sebagai berikut.
a) Batuan Beku Luar
Kelompok batuan ekstrusi terdiri dari semua material yang
dikeluarkan ke permukaan bumi baik di daratan ataupun di bawah
permukaan laut. Meterial ini mendingin dengan cepat, ada yang
berbentuk padat, debu, atau suatu larutan yang kental dan panas cairan
ini biasa disebut lava.
Ada dua tipe magma ekstrusi, yang pertama memiliki kandungan silika
yang rendah dan viskositas relatif rendah. Sebagai contoh adalah lava
basaltik yang sampai kepermukaan melalui celah dan setelah
dipermukaan mengalami pendinginan yang cepat. Biasanya lava
basaltik memiliki sifat sangat cair, sehingga bila sampai kepermukaan
akan menyebar dengan daerah yang sangat luas.
29
Tipe yang ke dua dari lava ini adalah bersifat asam, yang memiliki
kandungan silika yang tinggidan vikositas relatif tinggi. Akibat dari
vikositas ini bila sampai kepermukaan akan menjadi suatu aliran
sepanjang lembah.
b) Batuan Beku Dalam
Magma yang membeku di bawah permukaan bumi,
pendinginannya sangat lambat (dapat mencapai jutaan tahun),
memungkinkan tumbuhnya kristal-kristal yang besar dan sempurna
bentuknya, menjadi tubuh batuan beku intrusive. Tubuh batuan beku
dalam mempunyai bentuk dan ukuran yang beragam, tergantung pada
kondisi magma dan batuan di sekitarnya. Magma dapat menyusup pada
batuan di sekitarnya atau menerobos melalui rekahan-rekahan pada
batuan di sekelilingnya. Bentuk-bentuk batuan beku yang memotong
struktur batuan di sekitarnya disebut diskordan, termasuk di dalamnya
adalah batholit, stok, dyke, dan jenjang volkanik.
1. Batholit, merupakan tubuh batuan beku dalam yang paling besar
dimensinya. Bentuknya tidak beraturan, memotong lapisan-lapisan
batuan yang diterobosnya. Kebanyakan batolit merupakan kumpulan
massa dari sejumlah tubuh-tubuh intrusi yang berkomposisi agak
berbeda. Perbedaan ini mencerminkan bervariasinya magma
pembentuk batholit. Beberapa batholit mencapai lebih dari 1000 km
panjangnya dan 250 km lebarnya. Dari penelitian geofisika dan
penelitian singkapan di lapangan didapatkan bahwa tebal batholit
antara 20-30 km. Batholite tidak terbentuk oleh magma yang
menyusup dalam rekahan, karena tidak ada rekahan yang sebesar
dimensi batolit. Karena besarnya, batholit dapat mendorong batuan
yang di1atasnya. Meskipun batuan yang diterobos dapat tertekan ke
atas oleh magma yang bergerak ke atas secara perlahan, tentunya ada
proses lain yang bekerja. Magma yang naik melepaskan fragmen-
fragmen batuan yang menutupinya. Proses ini dinamakan stopping.
30
Blok-blok hasil stopping lebih padat dibandingkna magma yang
naik, sehingga mengendap. Saat mengendap fragmen-fragmen ini
bereaksi dan sebagian terlarut dalam magma. Tidak semua magma
terlarut dan mengendap di dasar dapur magma. Setiap frgamen
batuan yang berada dalam tubuh magma yang sudah membeku
dinamakan Xenolith.
2. Stock, seperti batolit, bentuknya tidak beraturan dan dimensinya
lebih kecil dibandingkan dengan batholit, tidak lebih dari 10 km.
Stock merupakan penyerta suatu tubuh batholit atau bagian atas
batholit.
3. Dyke, disebut juga gang, merupakan salah satu badan intrusi yang
dibandingkan dengan batholit, berdimensi kecil. Bentuknya tabular,
sebagai lembaran yang kedua sisinya sejajar, memotong struktur
(perlapisan) batuan yang diterobosnya.
4. Jenjang Volkanik, adalah pipa gunung api di bawah kawah yang
mengalirkan magma ke kepundan. Kemudian setelah batuan yang
menutupi di sekitarnya tererosi, maka batuan beku yang bentuknya
kurang lebih silindris dan menonjol dari topografi disekitarnya.
Bentuk-bentuk yang sejajar dengan struktur batuan di sekitarnya
disebut konkordan diantaranya adalah sill, lakolit dan lopolit.
1. Sill, adalah intrusi batuan beku yang konkordan atau sejajar
terhadap perlapisan batuan yang diterobosnya. Berbentuk tabular
dan sisi-sisinya sejajar.
2. Lakolit, sejenis dengan sill. Yang membedakan adalah bentuk
bagian atasnya, batuan yang diterobosnya melengkung atau
cembung ke atas, membentuk kubah landai. Sedangkan, bagian
bawahnya mirip dengan Sill. Akibat proses-proses geologi, baik
oleh gaya endogen, maupun gaya eksogen, batuan beku dapt
tersingka di permukaan.
3. Lopolit, bentuknya mirip dengan lakolit hanya saja bagian atas
dan bawahnya cekung ke atas.
31
Batuan beku dalam selain mempunyai berbagai bentuk tubuh
intrusi, juga terdapat jenis batuan berbeda, berdasarkan pada komposisi
mineral pembentuknya. Batuan-batuan beku luar secara tekstur
digolongkan ke dalam kelompok batuan beku fanerik.
2.2 Struktur Batuan Beku
Berdasarkan tempat pembekuannya batuan beku dibedakan
menjadi batuan beku ekstrusif dan intrusif. Hal ini pada nantinya akan
menyebabkan perbedaan pada tekstur masing masing batuan tersebut.
Kenampakan dari batuan beku yang tersingkap merupakan hal pertama
yang harus kita perhatikan. Kenampakan inilah yang disebut sebagai
struktur batuan beku.
1. Struktur Batuan Beku Ekstrusif
Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses
pembekuannya berlangsung dipermukaan bumi. Batuan beku ekstrusif
ini yaitu lava yang memiliki berbagia struktur yang memberi petunjuk
mengenai proses yang terjadi pada saat pembekuan lava tersebut.
Struktur ini diantaranya:
a. Masif, yaitu struktur yang memperlihatkan suatu masa batuan yang
terlihat seragam.
b. Sheeting joint, yaitu struktur batuan beku yang terlihat sebagai
lapisan
c. Columnar joint, yaitu struktur yang memperlihatkan batuan terpisah
poligonal seperti batang pensil.Pillow lava, yaitu struktur yang
menyerupai bantal yang bergumpal-gumpal. Hal ini diakibatkan
proses pembekuan terjadi pada lingkungan air.
d. Vesikular, yaitu struktur yang memperlihatkan lubang-lubang pada
batuan beku. Lubang ini terbentuk akibat pelepasan gas pada saat
pembekuan.
32
e. Amigdaloidal, yaitu struktur vesikular yang kemudian terisi oleh
mineral lain seperti kalsit, kuarsa atau zeolit
f. Struktur aliran, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya
kesejajaran mineral pada arah tertentu akibat aliran
2. Struktur Batuan Beku Intrusif
Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses
pembekuannya berlangsung dibawah permukaan bumi. berdasarkan
kedudukannya terhadap perlapisan batuan yang diterobosnya
struktur tubuh batuan beku intrusif terbagi menjadi dua yaitu
konkordan dan diskordan.
a) Konkordan
Tubuh batuan beku intrusif yang sejajar dengan perlapisan
disekitarnya, jenis jenis dari tubuh batuan ini yaitu :
1. Sill, tubuh batuan yang berupa lembaran dan sejajar dengan
perlapisan batuan disekitarnya.
2. Laccolith, tubuh batuan beku yang berbentuk kubah (dome),
dimana perlapisan batuan yang asalnya datar menjadi
melengkung akibat penerobosan tubuh batuan ini, sedangkan
bagian dasarnya tetap datar. Diameter laccolith berkisar dari 2
sampai 4 mil dengan kedalaman ribuan meter.
3. Lopolith, bentuk tubuh batuan yang merupakan kebalikan dari
laccolith, yaitu bentuk tubuh batuan yang cembung ke bawah.
Lopolith memiliki diameter yang lebih besar dari laccolith, yaitu
puluhan sampai ratusan kilometer dengan kedalaman ribuan
meter.
4. Paccolith, tubuh batuan beku yang menempati sinklin atau
antiklin yang telah terbentuk sebelumnya. Ketebalan paccolith
berkisar antara ratusan sampai ribuan kilometer.
b) Diskordan
Tubuh batuan beku intrusif yang memotong perlapisan batuan
disekitarnya. Jenis-jenis tubuh batuan ini yaitu:
33
1. Dike, yaitu tubuh batuan yang memotong perlapisan
disekitarnya dan memiliki bentuk tabular atau memanjang.
Ketebalannya dari beberapa sentimeter sampai puluhan
kilometer dengan panjang ratusan meter.
2. Batolith, yaitu tubuh batuan yang memiliki ukuran yang sangat
besar yaitu > 100 km2 dan membeku pada kedalaman yang
besar.
a. Stock, yaitu tubuh batuan yang mirip dengan Batolith tetapi
ukurannya lebih kecil.
2.3 Tekstur Batuan Beku
Tekstur didefinisikan sebagai keadaan atau hubungan yang erat antar
mineral-mineral sebagai bagian dari batuan dan antara mineral-mineral
dengan massa gelas yang membentuk massa dasar dari batuan.
Tekstur pada batuan beku umumnya ditentukan oleh tiga hal yang
penting, yaitu:
A. Kristalinitas
Kristalinitas adalah derajat kristalisasi dari suatu batuan beku
pada waktu terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya
digunakan untuk menunjukkan berapa banyak yang berbentuk kristal
dan yang tidak berbentuk kristal, selain itu juga dapat mencerminkan
kecepatan pembekuan magma. Apabila magma dalam pembekuannya
berlangsung lambat maka kristalnya kasar. Sedangkan jika
pembekuannya berlangsung cepat maka kristalnya akan halus, akan
tetapi jika pendinginannya berlangsung dengan cepat sekali maka
kristalnya berbentuk amorf.
Dalam pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu:
1. Holokristalin, yaitu batuan beku dimana semuanya tersusun oleh
kristal. Tekstur holokristalin adalah karakteristik batuan plutonik,
yaitu mikrokristalin yang telah membeku di dekat permukaan.
34
2. Hipokristalin, yaitu apabila sebagian batuan terdiri dari massa gelas
dan sebagian lagi terdiri dari massa kristal.
3. Holohialin, yaitu batuan beku yang semuanya tersusun dari massa
gelas. Tekstur holohialin banyak terbentuk sebagai lava (obsidian),
dike dan sill, atau sebagai fasies yang lebih kecil dari tubuh batuan.
B. Granularitas
Granularitas didefinisikan sebagai besar butir (ukuran) pada
batuan beku. Pada umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran
butir, yaitu:
a. Fanerik/fanerokristalin, Besar kristal-kristal dari golongan ini dapat
dibedakan satu sama lain secara megaskopis dengan mata biasa.
Kristal-kristal jenis fanerik ini dapat dibedakan menjadi:
a) Halus (fine), apabila ukuran diameter butir kurang dari 1 mm.
b) Sedang (medium), apabila ukuran diameter butir antara 1 – 5
mm.
c) Kasar (coarse), apabila ukuran diameter butir antara 5 – 30 mm.
d) Sangat kasar (very coarse), apabila ukuran diameter butir lebih
dari 30 mm.
b. Afanitik, Besar kristal-kristal dari golongan ini tidak dapat
dibedakan dengan mata biasa sehingga diperlukan bantuan
mikroskop. Batuan dengan tekstur afanitik dapat tersusun oleh
kristal, gelas atau keduanya. Dalam analisis mikroskopis dapat
dibedakan:
a) Mikrokristalin, apabila mineral-mineral pada batuan beku bisa
diamati dengan bantuan mikroskop dengan ukuran butiran
sekitar 0,1 – 0,01 mm.
b) Kriptokristalin, apabila mineral-mineral dalam batuan beku
terlalu kecil untuk diamati meskipun dengan bantuan
mikroskop. Ukuran butiran berkisar antara 0,01 – 0,002 mm.
c) Amorf/glassy/hyaline, apabila batuan beku tersusun oleh gelas.
35
C. Bentuk Kristal
Bentuk kristal adalah sifat dari suatu kristal dalam batuan, jadi
bukan sifat batuan secara keseluruhan.
1. Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal tiga bentuk kristal,
yaitu:
a) Euhedral, apabila batas dari mineral adalah bentuk asli dari
bidang kristal.
b) Subhedral, apabila sebagian dari batas kristalnya sudah tidak
terlihat lagi.
c) Anhedral, apabila mineral sudah tidak mempunyai bidang
kristal asli.
2. Ditinjau dari pandangan tiga dimensi, dikenal empat bentuk kristal,
yaitu:
a) Equidimensional, apabila bentuk kristal ketiga dimensinya
sama panjang.
b) Tabular, apabila bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari
satu dimensi yang lain.
c) Prismitik, apabila bentuk kristal satu dimensi lebih panjang
dari dua dimensi yang lain.
d) Irregular, apabila bentuk kristal tidak teratur.
D. Hubungan Antar Kristal
Hubungan antar kristal atau disebut juga relasi didefinisikan
sebagai hubungan antara kristal/mineral yang satu dengan yang lain
dalam suatu batuan. Secara garis besar, relasi dapat dibagi menjadi
dua, yaitu:
a) Equigranular, yaitu apabila secara relatif ukuran kristalnya yang
membentuk batuan berukuran sama besar. Berdasarkan keidealan
kristal-kristalnya, maka equigranular dibagi menjadi tiga, yaitu:
36
b) Panidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-
mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang euhedral.
c) Hipidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-
mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang subhedral.
d) Allotriomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-
mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang anhedral.
e) Inequigranular, yaitu apabila ukuran butir kristalnya sebagai
pembentuk batuan tidak sama besar. Mineral yang besar disebut
fenokris dan yang lain disebut massa dasar atau matrik yang bisa
berupa mineral atau gelas.
2.4 Komposisi Mineral
Untuk menentukan komposisi mineral pada batuan beku kita cukup
mempergunakan indeks warna dari bentuk kristal, sebagai dasar penentuan
mineral penyusun batuan. Atas dasar warna mineral sebagai penyusun
batuan beku dapat dikelompokan menjadi dua yaitu:
1. Mineral Felsik, yaitu mineral yang berwarna terang, terutama
dari mineral kuarsa, feldspar, feldspartoid, dan muskovit.
2. Mineral mafik, yaitu mineral-mineral yang berwarna gelap,
terutama biotit, amphibol, dan olivin.
37
Gambar 2.1. Basalt
Gambar 2.2. Granodiorit
Gambar 2.3. Andesit
38
2.5 Hasil Praktikum
1) Jenis Praktikum
Deskripsi batuan beku
2) Tujuan Praktikum
Mampu mendiskripsikan batuan beku
3) Alat dan bahan yang digunakan
- Lembar dekripsi
- Pensil
- Batuan beku
- Pensil warna
- Drawing pen
4) Kesimpulan
Berdasarkan sifat tekstur, struktur, dan komposisi batuan beku,
kita dapat mendeskripskan batuan tersebut kedalam golongan yang
telah dijelaskan, sehingga praktikan dapat mengetahui baik tekstur,
struktur, komposisi maupun nama batuan yang telah disediakan dalam
praktikum. Dalam mendeskripsian batuan beku, agar memudahkan
dalam pendeskripsian, maka harus bertahap yakni meliputi warna,
tekstur, struktur, komposisi, jenis batuan dan terakhir dapat
menyebutkan nama batuan tersebut.
Salah satu batu yang dideskripisikan pada saat praktikum yakni
Andesit dengan warna abu-abu kehitaman, tekstur derajat kristalisasi
holohialin, granularitas afanitik, struktur masif, komposisi mineral
pertengahan (plagioklas, piroksen, K-Feldspar), jenis batuan batuan
beku intermediet.
39
BAB III
BATUAN SEDIMEN
3.1 Genesa Batuan Sedimen
Batuan sedimen adalah batuan yang terjadi akibat proses litifikasi
dari hancuran batuan lain. Litifikasi batuan adalah proses yang meliputi
kompaksi, autigenik, diagnesa yaitu prises terubahnya material pembentuk
batuan yang bersifat lepas menjadi batuan yang kompak. Batuan ini juga
dibentuk oleh proses-proses yang terjadi di permukaan bumi, oleh
Koesoemadinata (1979) telah membedakan batuan sedimen menjadi lioma
golongan.
Sedimen-sedimen yang ada terangkut sampai di suatu tempat yang
disebut cekungan. Di tempat tersebut sedimen sangat besar kemungkinan
terendapkan karena daerah tersebut relatif lebih rendah dari daerah
sekitarnya dan karena bentuknya yang cekung ditambah akibat gaya
grafitasi dari sedimen tersebut maka susah sekali sedimen tersebut akan
bergerak melewati cekungan tersebut. Dengan semakin banyaknya sedimen
yang diendapkan, maka cekungan akan mengalami penurunan dan membuat
cekungan tersebut semakin dalam sehingga semakin banyak sedimen yang
terendapkan. Penurunan cekungan sendiri banyak disebabkan oleh
penambahan berat dari sedimen yang ada dan kadang dipengaruhi juga
struktur yang terjadi di sekitar cekungan seperti adanya patahan.
Sedimen dapat diangkut dengan tiga cara, yaitu :
1) Suspension: ini umumnya terjadi pada sedimen-sedimen yang sangat
kecil ukurannya (seperti lempung) sehingga mampu diangkut oleh
aliran air atau angin yang ada.
2) Bed load: ini terjadi pada sedimen yang relatif lebih besar (seperti
pasir, kerikil, kerakal, bongkah) sehingga gaya yang ada pada aliran
yang bergerak dapat berfungsi memindahkan pertikel-partikel yang
40
besar di dasar. Pergerakan dari butiran pasir dimulai pada saat
kekuatan gaya aliran melebihi kekuatan inertia butiran pasir tersebut
pada saat diam. Gerakan-gerakan sedimen tersebut bisa
menggelundung, menggeser, atau bahkan bisa mendorong sedimen
yang satu dengan lainnya.
3) Saltation yang dalam bahasa latin artinya meloncat umumnya terjadi
pada sedimen berukuran pasir dimana aliran fluida yang ada mampu
menghisap dan mengangkut sedimen pasir sampai akhirnya karena
gaya grafitasi yang ada mampu mengembalikan sedimen pasir tersebut
ke dasar.
Pada saat kekuatan untuk mengangkut sedimen tidak cukup besar
dalam membawa sedimen-sedimen yang ada maka sedimen tersebut
akan jatuh atau mungkin tertahan akibat gaya gravitasi yang ada.
Setelah itu proses sedimentasi dapat berlangsung sehingga mampu
mengubah sedimen-sedimen tersebut menjadi suatu batuan sedimen.
Material yang menyusun batuan sedimen adalah lumpur, pasir, kelikir,
kerakal, dan sebagainya. Sedimen ini akan menjadi batuan sedimen
apabila mengalami proses pengerasan.
Sedimen akan menjadi batuan sedimen melalui proses pengerasan atau
pembatuan (lithifikasi) yang melibatkan proses pemadatan (compaction),
sementasi (cementation) dan diagenesa dan lithifikasi. Ciri-ciri batuan
sedimen adalah: (1). Berlapis (stratification), (2) Mengandung fosil, (3)
Memiliki struktur sedimen, dan (4). Tersusun dari fragmen butiran hasil
transportasi.
Secara umumnya, sedimen atau batuan sedimen terbentuk dengan dua
cara, yaitu:
1. Batuan sedimen yang terbentuk dalam cekungan pengendapan atau
dengan kata lain tidak mengalami proses pengangkutan. Sedimen ini
dikenal sebagai sedimen autochthonous. Yang termasuk dalam kelompok
batuan autochhonous antara lain adalah batuan evaporit (halit) dan
batugamping.
41
2. Batuan sedimen yang mengalami proses transportasi, atau dengan kata
lain, sedimen yang berasal dari luar cekungan yang ditransport dan
diendapkan di dalam cekungan. Sedimen ini dikenal dengan sedimen
allochthonous. Yang termasuk dalam kelompok sedimen ini adalah
Batupasir, Konglomerat, Breksi, Batuan Epiklastik.
Selain kedua jenis batuan tersebut diatas, batuan sedimen dapat
dikelompokkan pada beberapa jenis, berdasarkan cara dan proses
pembentukkannya, yaitu :
1. Terrigenous (detrital atau klastik). Batuan sedimen klastik
merupakan batuan yang berasal dari suatu tempat yang kemudian
tertransportasi dan diendapkan pada suatu cekungan. Contoh: a).
Konglomerat atau Breksi; b). Batupasir; c). Batulanau; d).
Lempung
2. Sedimen kimiawi/biokimia (Chemical/biochemical). Batuan
sedimen kimiawi / biokimia adalah batuan hasil pengendapan dari
proses kimiawi suatu larutan, atau organisme bercangkang atau
yang mengandung mineral silika atau fosfat. Batuan yang termasuk
dalam kumpulan ini adalah: a). Evaporit ; b). Batuan sedimen
karbonat (batugamping dan dolomit) ; c). Batuan sedimen bersilika
(rijang) ; d). Endapan organik (batubara)
3. Batuan volkanoklastik (Volcanoclastic rocks). Batuan
volkanoklastik yang berasal daripada aktivitas gunungapi. Debu
dari aktivitas gunungapi ini akan terendapkan seperti sedimen yang
lain. Adapun kelompok batuan volkanoklastik adalah: Batupasir
tufa dan Aglomerat
Secara garis besar, genesa batuan sedimen dapat dibagi menjadi
dua, yaitu: Batuan Sedimen Klastik dan Batuan Sedimen Non-klastik.
Batuan sedimen klastik
Batuan yang terbentuk dari hasil rombakan batuan yang sudah ada
(batuan beku, metamorf, atau sedimen) yang kemudian diangkut oleh media
(air, angin, gletser) dan diendapkan disuatu cekungan. Proses pengendapan
42
sedimen terjadi terus menerus sesuai dengan berjalannya waktu sehingga
endapan sedimen semakin lama semakin bertambah tebal. Beban sedimen
yang semakin tebal mengakibatkan endapan sedimen mengalami kompaksi.
Sedimen yang terkompaksi kemudian mengalami proses diagenesa,
sementasi dan akhirnya mengalami lithifikasi (pembatuan) menjadi batuan
sedimen.
Batuan sedimen Non-klastik
Batuan sedimen yang genesanya (pembentukannya) dapat berasal
dari proses kimiawi, atau sedimen yang berasal dari sisa-sisa organisme
yang telah mati.
1.2 Batuan Sedimen Klastik
Didalam pemerian batuan sedimen klastik yang mempunyai ukuran
butir yang relatif kasardibedakan atas tiga bagian yakni:
1. Komposisi
Pada batuan sedimen klastik ini, pemerian komposisi mineralnya
didasarkan atas:
a. Fragmen
b. Yakni butiran pembentuk batuan yang berukuran paling besar,
fragmen dapat berupa butiran mineral, batuan, atau fosil.
c. Matrik
d. Yakni bagian dari butiran pembentuk batuan yang berukuran lebih
kecil dari fragmen, biasanya mempunyai komposisi yang sama dengan
fragmen.
e. Semen
f. Yakni bahan pengikat antara matrik dan semen.
43
2. Tekstur
Ada tiga hal yang menjadi perhatian dalam pengamatan tekstur dalam
batuan sedimen:
a. Ukuran Besar Butir (Grain Size)
Dalam pemerian ukuran besar butir digunakan pedoman ukuran
berdasarkan skala Wentworth, yaitu:
Table 3.1. Skala Wentworth untuk mentukan besarnya ukuran butir
Nama Butir Besar Butir (mm)
Bongkah Boulder 256
Brangkal Couble 256-64
Kerakal Pebble 64-4
Kerikil Granule 4-2
Pasir Sangat Kasar Very Coarse Sand 2-1
Pasir Sedang Medium Sand ½ -1/4
Pasir Halus Fine Sand ¼ -1/8
Pasir Sangat Halus Very Fine Sand 1/8-1/16
Lanau Silt 1/16-1/256
Lempung Clay 1/256
3. Derajat Pemilahan/ Sortasi
Yang dimaksud dengan derajat pemilahan atau sortasi adalah
tingkat keseragaman dari butiran pembentuk batuan sedimen. Derajat
pemilahan ini pun hanya dapat diamati secara megaskopis pada batuan
yang bertekstur kasar, tingkat derajat pemilahan terdiri dari pemilahan
baik (well sorted), pemilahan sedang (moderately sorted), dan
pemilahan buruk (poorly sorted).
44
Gambar 3.1. derajat pemilahan
A. Pemilahan baik, bila ukuran butir di dalam batuan sedimen tersebut
seragam. Hal ini biasanya terjadi pada batuan sedimen dengan kemas
tertutup.
B. Pemilahan sedang, bila ukuran butir di dalam batuan sedimen
terdapat yang seragam maupun yang tidak seragam.
C. Pemilahan buruk, bila ukuran butir di dalam batuan sedimen sangat
beragam, dari halus hingga kasar. Hal ini biasanya terdapat pada
batuan sedimen dengan kemas terbuka.
4. Derajat Pembundaran (Roundness)
Yang dimaksud dengan derajat pembundaran atau roundness
adalah nilai membulat/meruncingnya fragmen pembentuk batuan
sedimen, yang dapat dikategorikan kedalam menyudut (angular),
menyudut tanggung (subangular), membulat (rounded) membulat
tanggung (subrounded), dan membulat baik (well rounded).
Berdasarkan kebundaran atau keruncingan butir sedimen maka
Pettijohn, dkk., (1987) membagi kategori kebundaran menjadi enam
tingkatan ditunjukkan dengan pembulatan rendah dan tinggi (Gambar
3.2).
45
Keenam kategori kebundaran tersebut yaitu:
1. Sangat meruncing (sangat menyudut) (very angular)
2. Meruncing (menyudut) (angular)
3. Meruncing (menyudut) tanggung (subangular)
4. Membundar (membulat) tanggung (subrounded)
5. Membundar (membulat (rounded), dan
6. Sangat membundar (membulat) (well-rounded).
Gambar 3.2 Derajat pembundaran
5. Struktur
Struktur batuan sedimen tidak banyak dilihat dari contoh-contoh
batuan di laboratorium. Macam-macam astruktur batuan sedimen yang
penting antara lain Struktur Perlapisan, dimana struktur ini merupakan
sifat utama dari batuan sedimen klastik yang menghasilkan bidang-
bidang sejajar sebagai hasil proses pengendapan.
3.3 Batuan Sedimen Non-klastik
1. Batuan Sedimen Organik
Batuan sedimen organik adalah yang dihasilkan olek aktifitas organisme
yang terdapat sebagai sisa organisme yang biasanya tetap tinggal di
tempatnya. Contohnya dari batuan sedimen semacam ini adalah batu
gamping koral, diatomea, dll. Pada batuan sedimen organik selalu terlihat
46
struktur-struktur organismenya dengan jelas walaupun seringkali terdapat
rekristalisasi.
2. Batuan Sedimen Kimia
Sebagian dari sedimen semacam ini dihasilkan oleh proses penguapan.
Contohnya adalah endapan gypsum, garam, dan lain-lain. Batuan
sedimen kimiawi biasanya hanya terdiri dari satu macam mineral saja
yang jelas walaupan bersifat berhablur tetapi kilapnya adalah non-
metalik.
1. Struktur Batuan Sedimen
Struktur batuan sedimen non klastik terbentuk dariproses reaksi
kimia ataupun kegiatan organik.Macamnya antara lain yang penting :
a. Fosilliforous
Struktur yang ditunjukan oleh adanya fosil ataukomposisi terdiri
dari fosil (sedimen organik)
b. Oolitik
Struktur dimana suatu fragmen klastik diselubungi olehmineral
non klastik, bersifat konsentrisdengan diameter berukuran lebih
kecil 2 mm (0,25–2mm) kristal–
kristal berbentuk bulat atauelipsoid, seperti telur ikan. Contoh :
batugamping oolit.
c. Pisolitik
Sama dengan oolitik tetapi ukuran diameternya lebihbesar dari 2
mm. contoh : batugampingpisolitik.
d. Konkresi
Kenampakan struktur ini sama dengan struktur oolitiktetapi
tidak menunjukan adanya sifatkonsentris.
e. Cone in cone
Struktur pada batugamping kristalin yang menunjukan
pertumbuhan kerucut perkerucut.
f. Bioherm
Tersusun oleh organisme murni dan bersifat insitu
47
g. Blostrome
Seperti bioherm tetapi bersifat klastik. Bioherm danbiostrome
merupakan struktur luar yanghanya tampak dilapangan.
h. Septaria
Sejenis konkresi tetapi mempunyai komposisi lempung .ciri
khasnya adanya rekahan–rekahan yang tidak teratur akibat
penyusutan bahan–bahanlempungan tersebut karena proses
dehidrasi yang kemudian celah–celah yang terbentuk terisi
olehkristal–kristal karbonat yang kasar.
i. Geode
Banyak dijumpai pada batuan gamping, berupa rongga-rongga
yang terisi oleh kristal-kristal yang tumbuh ke arah pusat rongga
tersebut. Kristalbisa kalsit ataupun kuarsa.
j. Styolit
Styolit ini merupakan hubungan antar butir yang bergerigi.
2. Komposisi batuan sedimen
Komposisi mineral batuan sedimen non klastik cukup penting dalam
menentukan penamaanbatuan. Pada batuan sedimen jenis non klastik
biasanyakomposisi mineralnya sederhana yaitu apabila terdiri dari
satu atau dua macam mineral. Sebagaiberikut :
Batugamping : Kalsit dolomit
Chert : Kalsedon
Gypsum : Mineral gypsum
Anhidrit : Mineral anhidrit
48
Gambar 3.3. Batubara
Gambar 3.4. Batugamping terumbu
Gambar 3.5. Batulempung
49
3.4 Hasil Praktikum
1. Jenis Praktikum
Deskripsi batuan sedimen
2. Tujuan Praktikum
Mampu mendiskripsikan batuan sedimen
3. Alat dan bahan yang digunakan
- Lembar dekripsi batuan sedimen
- Pensil
- Batuan sedimen
- Pensil warna
- Drawing pen
4. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, untuk
mendeskripsikan nama batuan sedimen, harus mengetahui struktur,
tekstur dan komposisi dari batuan sedimen tersebut. Untuk
memudahkan praktikan dalam mendeskripsikan batuan sedimen,
haruslah sesuai dengan urutan yakni meliputi warna, tekstur, struktur,
komposisi, jenis batuan, dan yang terakhir praktikan dapat mengetahui
nama dari batuan tersebut. Sebagai contoh batuan yang dipraktikumkan
adalah batulempung. Berikut pendeskripsian batu lempung. warna abu-
abu Kehijauan, tektur klastik, ukuran butir lempung (< 1/125), daerajat
pemilahan baik, derajat pembundaran membundar, struktur masif
komposisi feldspar, jenis batuan batu sedimen klastik.
50
BAB IV
BATUAN METAMORF
4.1 Genesa Batuan Metamorf
Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk oleh proses
metamorfose pada batuan yang.telah ada sebelumnya. Proses metamorfose
sendiri adalah proses perubahan mineral, tekstur atau struktur batuan dalam
keadaan padat akibat perubahan tekanan (P) dan suhu yang tinggi /
temperature (T) dalam kerak bumi tanpa perubahan pada komposisi kimia.
Metamorforsa terjadi dalam suatu lingkungan yang sangat berbeda
dengan lingkungan dimana batuan asalnya terbentuk. Banyak mineral-
mineral hanya stabil dalam batas-batas tertentu dalam temperatur, tekanan
dan kimiawi. Jika batuan tersebut dikenakan temperatur dan tekanan yang
lebih tinggi daripada dekat permukaan, batas kestabilan mineral dapat
dilampaui, penyesuaian mekanis dan kimia dapat terjadi dalam batuan
membentuk mineral-mineral baru yang stabil dalam kondisi baru.
4.2 Tipe-tipe Metamorfose
1) Metamorfose sentuh / termal / kontak
Metamorfose yang terjadi akibat intrusi magma atau ekstrusi lava.
Perubahan yang terjadi akibat temparatur (T) yang tinggi.
2) Metamorfose dinamik
Metamorfose yang terjadi pada daerah yang mengalami dislokasi
intensif. Biasanya didapatkan di daerah sempit, misal akibat patahan.
Metamorfose yang terjadi diakibatkan oleh kenaikan tekanan (P).
3) Metamorfose regional
Metamorfose yang terjadi pada daerah yang luas akibat pembentukan
pegunungan atau orogenesa. Batuan yang termetamorfose diakibatkan
terutama oleh kenaikan tekanan (P) dan temperatur (T) secara bersama-
51
sama. Biasanya didapatkan di daerah geosinklin yang dasarnya
mengalami penurunan.
Fasies metamorfosis dicirikan oleh mineral atau himpunan
mineral yang mencirikan sebaran T dan P tertentu. Mineral-mineral itu
disebut sebagai mineral index. Beberapa contoh mineral index antara
lain:
1. Staurolite : intermediate high-grade metamorphism
2. Actinolite : low intermediate metamorphism
3. Kyanite : intermediate high-grade
4. Silimanite : high grade metamorphism
5. Zeolite : low grade metamorphism
6. Epidote : contact metamorphism
4.3 Tekstur Batuan Metamorf
Tekstur dalam batuan metamorf menyangkut mengenai rekristalisasi
dari mineral yang sangat dipengaruhi oleh temperatur yang terjadi saat
metamorfose. Tekstur dalam batuan metamorf akan dicerminkan oleh
ukuran dan bentuk butir penyusun.
Tekstur dalam batuan metamorf dibedakan atas dua macam yaitu
Kristaloblastik dan Palimpsest.
1. Kristaloblastik
Yaitu mineral-mireral batuan asal sudah mengalami kristalisasi
kembali seluruhnya pada waktu terjadi metamorfose. Terjadi pada saat
tumbuhnya mineral dalam suasana padat (tekstur batuan asalnya tidak
tampak lagi), dalam pembentukan batuan beku mineral tumbuh pada
suasana cair. Penamaannya biasanya diakhiri dengan kata blastik.
a. Lepidoblastik
Terdiri dari mineral-mineral tabular/pipih, misalnya mineral mika
(muskovit, biotit).
52
b. Nematoblastik
Terdiri dari mineral-mineral prismatik, misalnya mineral
plagioklas, k-felspar, piroksen.
c. Granoblastik
Terdiri dari mineral-mineral granular (equidimensional), dengan
batas-batas sutura (tidak teratur), dengan bentuk mineral anhedral,
misalnya kuarsa.
d. Porfiroblastik
Tekstur pada batuan metamorf dimana suatau kristal besar
(fenokris) tertanam pada massa dasar yang relatif halus.
e. Idioblastik
Tekstur pada batuan metamorf di mana bentuk mineral-mineral
penyusunnya berbentuk euhedral.
f. Xenoblastik
Tekstur pada batuan metamorf dimana bentuk mineral-mineral
penyusunnya berbentuk anhedral.
2. Relict texture (tekstur sisa) atau Palimpsest
Yaitu tekstur batuan metamorf yang masih menunjukkan tekstur batuan
asalnya. Penamaanya biasanya diawali dengan kata blasto.
a. Blastoporfiritik
Suatu tekstur sisa dari batuan asal yang bertekstur porfiritik.
b. Blastoopitik
Suatu tekstur sisa dari batuan asal yang bertekstur apitik.
53
Gambar 4.1. Tekstur Batuan Metamorf
Beberapa tekstur batuan metamorfik, A. Granoblastic dengan tekstur
mosaic, B. Granoblastic (butir tak teratur), C. Schistose dengan porfiroblast
euhedral, D. Schistose dengan granoblastik lentikuler, E. Metasandstone
dengan Semischistose, F. Semischistose dalam batuan blastoporphyritic
metabasalt, G. Mylonite granite ke arah bawah menjadi Protomylonite, H.
Orthomylonite ke arah bawah menjadi Ultramylonite, I. Granoblastic di
dalam blastomylonite.
4.4 Struktur Batuan Metamorf
Struktur batuan metamorf adalah kenampakan batuan yang
berdasarkan ukuran, bentuk atau orientasi unit poligranular batuan tersebut
(Jackson, 1970). Pembahasan mengenai struktur juga meliputi susunan
bagian masa batuan termasuk hubungan geometrik antar bagian serta bentuk
dan kenampakan internal bagian-bagian tersebut (Bucher & Frey, 1994).
Secara umum struktur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
struktur foliasi dan struktur non foliasi.
54
1. Struktur Foliasi
Struktur foliasi adalah struktur paralel yang dibentuk oleh
mineral pipih/ mineral prismatik, seringkali terjadi pada
metamorfosa regional dan metamorfosa kataklastik.
Beberapa struktur foliasi yang umum ditemukan :
1) Slaty cleavage : struktur foliasi planar yang dijumpai pada bidang
belah batu sabak/slate, mineral mika mulai hadir, batuannya
disebut slate (batusabak).
2) Phylitic : rekristalisasi lebih kasar daripada slaty cleavage, batuan
lebih mengkilap daripada batusabak (mulai banyak mineral mika),
mulai terjadi pemisahan mineral pipih dan mineral granular
meskipun belum begitu jelas/belum sempurna, batuannya disebut
phyllite (filit).
3) Schistose : struktur perulangan dari mineral pipih dan mineral
granular, mineral pipih orientasinya menerus/tidak terputus,
sering disebut dengan close schistosity, batuannya disebut schist
(sekis).
4) Gneisose : struktur perulangan dari mineral pipih dan mineral
granular, mineral pipih orientasinya tidak menerus/terputus,
sering disebut dengan open schistosity, batuannya disebut gneis.
2. Struktur Non Foliasi
Struktur non foliasi adalah struktur yang dibentuk oleh mineral-
mineral yang equidimensional dan umumnya terdiri dari butiran-
butiran granular, seringkali terjadi pada metamorfosa termal.
Beberapa struktur non foliasi yang umum ditemukan :
1) Granulose : struktur non foliasi yang terdiri dari mineral-mineral
granular
2) Hornfelsik : struktur non foliasi yang dibentuk oleh mineral-
mineral equidimensional dan equigranular, tidak terorientasi,
khusus akibat metamorfosa termal, batuannya disebut hornfels.
55
3) Cataclastic : struktur non foliasi yang dibentuk oleh
pecahan/fragmen batuan atau mineral berukuran kasar dan
umumnya membentuk kenampakan breksiasi, terjadi akibat
metamorfosa kataklastik, batuannya disebut cataclasite
(kataklasit).
4) Mylonitic : struktur non foliasi yang dibentuk oleh adanya
penggerusan mekanik pada metamorfosa kataklastik, menunjukan
goresan-goresan akibat penggerusan yang kuat dan belum terjadi
rekristalisasi mineral-mineral primer, batuannya disebut mylonite
(milonit).
5) Phyllonitic : gejala dan kenampakan sama dengan milonitik tetapi
butirannya halus, sudah terjadi rekristalisasi, menunjukan kilap
silky, batuannya disebut phyllonite (filonit).
4.5 Klasifikasi batuan metamorf berdasarkan komposisi kimia batuan asal
1) Batuan metamorf pelitik, berasal dari batuan lempungan (batulempung,
serpih, batulumpur); komposisinya banyak mengandung Al2O3, K2O,
dan SiO2; batuannya kebanyakan bertekstur skistosa contohnya sekis,
batusabak, dll.; mineralogi : muskovit, biotit, kianit, silimanit, kordierit,
garnet, stauroeit; secara umum batuan pelitik akan berubah menjadi
batuan metamorfosis dengan meningkatnya T, akan terbentuk berturut-
turut : batu sabak - filit – sekis – genes.
2) Batuan metamorf kuarsa-felspatik, berasal dari batupasir atau batuan
beku felsik (misalnya granit, riolit), dicirikan kandungan SiO2 tinggi dan
MgO serta FeO rendah, hasilnya batuannya bertekstur bukan skistosa.
3) Batuan metamorf karbonatan, berasal dari batuan yang berkomposisi
CaCO3 (batugamping, dolomit), hasil metamorfosa berupa marmer, bila
batuan asal (batugamping) mengandung MgO dan SiO2 diharapkan
terbentuk mineral tremolit, diopsid, wolastonit dan mineral karbonatan
yang lain, bila batuan asal mengandung cukup Al2O3 diharapkan
56
terbentuk mineral plagioklas, epidot, hornblenda yang hampir mirip
dengan mineralogi batuan metamorf yang berasal dari batuan beku basa.
4) Batuan metamorf basa, berasal dari batuan beku basa (SiO2 sekitar 50%),
batuan metamorfnya disebut metabasite, batuan asal banyak mengandung
MgO, FeO, CaO dan Al2O3 maka mineral metamorfosanya berupa
klorit, aktinolit, epidot (fasies sekis hijau) dan hornblenda (fasies
amfibolit), untuk T lebih tinggi akan muncul klino dan ortopiroksen dan
plagioklas.
5) Batuan metamorf ultra basa, berasal dari batuan beku ultra basa, batuan
hasil metamorfosa berupa serpentinit, sering dijumpai pada daerah
metamorf yang mengandung glaukofan.
57
Gambar 4.2 Marmer
Gambar 4.3. Kuarsit
Gambar 4.4. Batu Sabak
58
4.6 Hasil Praktikum
1) Jenis Praktikum
Deskripsi batuan metamorf
2) Tujuan Praktikum
Mampu mendiskripsikan batuan metamorf
3) Alat dan bahan yang digunakan
- Lembar deskripsi batuan metamorf
- Pensil
- Batuan metamorf
- Pensil warna
- Drawing pen
4) Kesimpulan
Batuan metamorf merupakan batuan yang terbentuk oleh proses
metamorfose pada batuan yang telah ada.
Untuk mendiskripsikan batuan metamorf harus mengetahui tipe-
tipe dari batuan metamorf, tekstur, struktur, dan komposisi. Untuk itu,
untuk memudahkan praktikan dalam mendiskripsian batuan metamorf,
harus mengikuti langkah yakni, menentukan warna, tekstur, struktur,
komposisi, jenis batuan, dan terakhir praktikan dapat menentukan
nama batuan tersebut. Berdasarkan praktikum, berikut pendeskripsian
kuarsit. Warna putih kekuningan, tekstur, kristaloblastik
(Granoblastik), struktur non-foliasi (Kataklastik), komposisi Kuarsi
(SiO2), jenis batuan batuan metamorf non-foliasi
59
BAB V
STRATIGRAFI
1.1. Pengertian Stratigrafi
Stratigrafi adalah studi mengenai sejarah, komposisi dan umur relatif
serta distribusi perlapisan tanah dan interpretasi lapisan lapisan batuan untuk
menjelaskan sejarah Bumi. Dari hasil perbandingan atau korelasi
antarlapisan yang berbeda dapat dikembangkan lebih lanjut studi
mengenai litologi (litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi), dan umur
relatif maupun absolutnya (kronostratigrafi). stratigrafi kita pelajari untuk
mengetahui luas penyebaran lapisan batuan.
1.2. Hukum Dasar Stratigrafi
1. Uniformitarianisme
“The Present is the key to the past.” (James Hutton, 1785) Maksudnya
adalah bahwa proses-proses geologi alam yang terlihat sekarang ini
dipergunakan sebagai dasar pembahasan proses geologi masa lampau.
Uniformitarianisme adalah peristiwa yang terjadi pada masa geologi
lampau dikontrol oleh hukum-hukum alam yang mengendalikan
peristiwa pada masa kini.
Contoh : pembentukan endapan sedimen di muara sungai yang
membentuk delta, akan menghasilkan 3 bagian yang berbeda
kemiringan lapisan batuan, maka bila dijumpai tipe endapan yang
terdiri dari top set, bottom set, dan fore set, menunjukkan adanya
proses pengendapan di muara sungai. Jadi penentuan paleogeografi bisa
ditentukan berdasar pembacaan data yang terekam pada batuan. Dengan
mudah kita dapat menentukan kedalaman lingkungan sediment laut
berdasar keberadaan fosil organisme,terumbu karang, yang menunjukan
laut dangkal, dan endapan diatome untuk laut dalam.
60
2. Original Horizontality
Sedimen yang baru terbentuk cenderung mengikuti bentuk dasarnya
dan cenderung untuk menghorizontal, kecuali cross bedding. Hal ini
karena pengaruh sedimen dikontrol oleh hukum gravitasi dan hidrolika
cairan.
3. Superposisi
Dalam keadaan yang tidak terganggu, lapisan paling tua akan berada
dibawah lapisan yang lebih muda. Hal ini secara logis dapat dijelaskan
bahwa proses pengendapan mulai dari terbebtuknya lapisan awal yang
terletak di dasar cekungan, selanjutnya ditutup oleh lapisan yang
terendapkan kemudian, yang tentu lebih muda dari ditutupinya.
4. Cross Cutting Relationship
Hukum ini menyatakan bahwa “Batuan yang terpotong mempunyai
umur geologi yang lebih tua daripada yang memotong.”
Prinsip-prinsip Cross-cutting Relationship :
a. Cross-cutting Relationship Struktural, dimana suatu retakan yang
memotong batuan yang lebih tua
b. Cross-cutting Relationship Stratigrafi, terjadi jika erosi permukaan
atau ketidakseragaman memotong batuan yang lebih tua, struktur
geologi atau bentuk-bentuk geologi yang lain.
c. Cross-cutting Relationship Sedimentasi, terjadi jika suatu aliran telah
mengerosi endapan yang lebih tua pada suatu tempat. Sebagai
contoh suatu terusan atau saluran yang terisi oleh pasir.
d. Cross-cutting Relationship Paleontologi, terjadi jika adanya aktivitas
hewan dan tumbuhan yang tumbuh. Sebagai contoh ketika jejak
hewan yang terbentuk atau terendapkan pada endapan berlebih.
e. Cross-cutting Relationship Geomorfologi, terjadi pada daerah yang
berliku atau bergelombang (sungai, dan aliran di sepanjang lembah).
61
5. Faunal Succesion
Fosil (fauna) akan berbeda pada setiap perbedaan umur geologi, fosil
yang berada pada lapisan bawah akan berbeda dengan fosil di lapisan
atasnya.
Fosil-fosil yang dijumpai pada perlapisan batuan secara perlahan
mengalami perubahan kenampakan fisiknya (ekibat evolusi) dalam cara
yang teratur mengikuti waktu geologi. Demikian pula suatu kelompok
organism secara perlahan digantikan oleh kelompok organism lain.
Suatu perlapisan tertentu dicirikan oleh kandungan fosil tertentu. Suatu
perlapisan batuan yang mengandung fosil tertentu dapat digunakan
untuk koreksi antara suatu lokasi dengan lokasi yang lain.
6. Lateral Continuity
Pengendapan lapisan batuan sedimen akan menyebar secara mendatar,
sampai menipis atau menghilang pada batas cekungan dimana ia
diendapkan. Lapisan yang diendapakna oleh air terbentuk terus-
menerus secara lateral dan hanya membaji pada tepian pengendapan
pada masa cekungan itu terbentuk.
7. Law of Inclusion
Suatu tubuh batuan yang mengandung fragmen dari batuan yang lain
selalu lebih muda dari tubuh batuan yang menghasilkan fragmen
tersebut.
8. Komplelsitas
Kondisi tektonik yang lebih kompleks menunjukkan bahwa telah terjadi
gangguan tektonik lebih dari satu kali pada daerah tersebut.
Hal ini menunjukkan daerah tersebut berumur leih tua disbanding
lapisan batuan yang berstruktur lebih sederhana.
9. Hukum “V”
Pola penyebaran singkapan batuan dipengaruhi oleh kemiringan lapisan
batuan dan topografi.
62
Hubungan antara kemiringan lapisan batuan dan topografi daerah
dirumuskan dengan Hukum “V”
10. Sostasi
Yaitu diferensiasi berdasarkan kerapatan jenis. Massa jenis yang lebih
berat berada di bagian bawah, sedangkan yang lebih ringan berada di
bagian atas.
1.3. Pemanfaatan Dasar Stratigrafi
2. Kepentingan Ilmiah
Mempelajari bagaimana keadaan lapisan batuan misalkan, tebal lapisan
batuan atau kemiringan lapisan batuan, dan lain-lain sebagainya.
3. Kepentingan Teknik
Dalam mempelajari stratigrafi biasanya kita akan membuat sesuatu
penampang stratigrafi, kegunaan daripada kolom stratigrafi tersebut
antara lain mempelajari secara keseluruhan urutan-urutan vertikal dari
suatu perlapisan, mempelajari secara detail litologi batuan, mengetahui
tebal lapisan, mengetahui hubungan antar lapisan, megetahui sejarah
geologinya dan lin sebagainya.
1.4. Keselarasan dan Ketidakselarasan
1. Keselarasan
Merupakan pengendapan yang berlangsung secara terus menerus tanpa
ada selang waktu dari suatu lapisan yang lain di bawah lapisan yang
berada di atasnya.
2. Ketidak Keselarasan
Merupakan tidak menerusnya proses pengendapan atau sedimentasi
disebabkan adanya proses erosi. Ketidakselarasan ini di bagi tiga, yaitu:
63
1. Ketidakselarasan menyudut (Angular Unconformity)
Gambar 5.1. Angular Unconformity
Yaitu kelompok batuan yang berada di bawah ketidakselarasan
membentuk sudut dengan kelompok batuan lain yang berada di
atasnya
2. Ketidakselarasan sejajar (Disconformity)
Gambar 5.2. Disconformity
64
Lapisan batuan yang berada di atas dan di bawah dibang
ketidakselarasan saling sejajarsatu sama lainnya tetapi jelas nampak
suatu bidang erosi.
3. Nonconformity
Gambar 5.3. Nonconformity
Merupakan bidang erosi antara batuan sedimen yang berada di
atas batuan kristalin di bawahnya.
4. Paraconformity
Ga
mbar 5.4. Paraconformity
Yakni ketidakselarasan antara batuan-batuan yang sama
yang tidak menimbulkan perbedaan yang mencolok.
65
4.1. Korelasi Batuan
Dalam pengembangan ilmu geologi terutama untuk mengetahui
bagaimana penyebaran statigrafi batuan dalam skala yang cukup besar,
perlu dilakukan korelasi antar batuan , dimana korelasi tersebut bertujuan
menujukan bahwa horizon tertentu dalam suatu bagian geologi mewakili
lithologi ang sama dengan horizon lain pada beberapa bagian lain. Dalam
melakukan korelasi batuan tersebut ada hal-hal yang harus diperhatikan,
yaitu:
1) Harus menghubungkan batuan ng mempunya lithologi yang sama.
2) Dapat menggunakan tampilan dua dimensi.
3) Dapat melakukan korelasi 3 dimensi.
4) Menggunakan key bed (batuan yang mempunyai ketebalan tipis tapi
pelamparan horizontal cukup luas).
66
4.2. Hasil Praktikum
1. Jenis Praktikum
Stratigrafi
2. Tujuan Praktikum
Dapat Mengenal Stratigrafi dan Penerapannya
3. Alat dan bahan yang digunakan
- Lembar korelasi batuan
- Pensil warna
- Drawing pen
- Pensil
- Penggaris
4. Kesimpulan
Stratigrafi merupakan ilmu yang mempelajari pemerian lapisan
batuan dalam kulit bumi. Dalam praktikum, praktikan dapat
menjelasankan gambar litologi dari batuan serta dapat mengetahui
simbol-simbol batuan dan simbol litologi yang digunakan dalam
pemerian batuan berdasarkan gambar resistensi batuan yang telah ada.
Sehingga praktikan juga dapat menjelaskan proses terjadinya atau
pembentukan batuan yang terdapat pada lembar gambar yang telah
diberikan.
Dalam praktikum yang telah praktikan laksanakan bahwa dalam
gambar dapat dianalisis proses yang terjadi pada gambar yang telah
diberikan yakni, terdapat ketidak selarasan Angular Unconformity antara
batu granit dan gabro, dan juga batuan mengalami intrusi yakni batu
granit dan gabro. Pada gambar terdapat batuan yang tua yakni breksi atas
dasar hukum superposisi.
67
BAB VI
PENUTUP
6.1 KESIMPULAN
Peta topografi yaitu peta yang menggambarkan permukaan bumi lengkap
dengan reliefnya. Penggambaran relief permukaan bumi ke dalam peta
digambar dalam bentuk garis kontur. Garis kontur adalah garis pada peta
yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai ketinggian yang
sama.
Penggambaran peta topografi meliputi: garis kontur, garis hachures,
pewarnaan, kombinasi dan bayangan.
Batuan baku adalah batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin
dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah
permukaan sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun di atas permukaan
sebagai batuan ekstrusif (vulkanik). Magma ini dapat berasal dari batuan
setengah cair ataupun batuan yang sudah ada, baik di mantel ataupun
kerak bumi. yang terbentuk karena pendinginan dan pembekuan magma.
batuan sedimen adalah salah satu dari tiga kelompok
utama batuan (bersama dengan batuan beku dan batuan metamorfosis)
yang terbentuk melalui tiga cara utama: pelapukan batuan lain
(clastic); pengendapan (deposition) karena aktivitas biogenik; dan
pengendapan (precipitation) dari larutan. Jenis batuan umum seperti batu
kapur, batu pasir, dan lempung, termasuk dalam batuan endapan. Batuan
endapan meliputi 75% dari permukaan bumi.
Metamorforsa terjadi dalam suatu lingkungan yang sangat berbeda
dengan lingkungan dimana batuan asalnya terbentuk. Tipe-tipe
metamorfose meliputi, metamorfose kontak, dinamik, dan regional.
68
Untuk tekstur yakni kristaloblastik dan palimsest, dan untuk Struktur
batuan metamorf adalah foliasi dan non-foliasi.
Stratigrafi adalah studi mengenai sejarah, komposisi dan umur relatif
serta distribusi perlapisan tanah dan interpretasi lapisan-
lapisan batuan untuk menjelaskan sejarah Bumi. Dari hasil perbandingan
atau korelasi antarlapisan yang berbeda dapat dikembangkan lebih lanjut
studi mengenai litologi (litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi),
dan umur relatif maupun absolutnya (kronostratigrafi). stratigrafi kita
pelajari untuk mengetahui luas penyebaran lapisan batuan.
6.2 SARAN
1. Diharapkan kedepannya asisten pembimbing dapat lebih menjelaskan
secara rinci mengenai batuan yang akan didiskripsikan, agar praktikan
tidak mengalami kesulitan pada saat praktikum pendiskripsian batuan.
Caranya seperti mengambil sampel salah satu batuan dan menjelaskan
kepada praktikan mengenai warna, struktur, tekstur, komposisi jenis dan
nama.
2. Diharapkan kedepannya untuk praktikum, sebelum dilaksanakan
praktikum diharapkan dilaksanakan matrikulasi lebih mendalami dengan
harapan memudahkan
69
DAFTAR PUSTAKA
____. 2010. Ketidakselarasan http://www.toiki.or.id/2010/07/ketidakselarasan-
unconformity.html. diakses pada 13 Mei 2012.
Graha, Setia Doddy Ir. 1987. Batuan dan Mineral. Bandung : Nova
Iskandar. GarisKontur.
http://www.crayonpedia.org/mw/Garis_Kontur,_Sifat_dan_Interpolasiny
a. diakses pada 13 Mei 2012.
Noor, Jauhari. 2012. Struktur Batuan Beku.
http://www.scribd.com/doc/57623968/6/Struktur-Batuan-Beku. diakses
pada 13 Mei 2012.
Suhardi, M.S. 1984. Geologi Teknik, Untuk Teknik Sipil. Yogyakarta : Biro
Penerbit UGM.
Tim penyusun. 2012. Buku Panduan Geologi Fisik. Palangka Raya.
70