Laporan+Eg+1
-
Upload
erwin-isna-megawati -
Category
Documents
-
view
418 -
download
4
Transcript of Laporan+Eg+1
LAPORAN
PRAKTIKUM EKSPERIMEN FISIKA III
(MFS 3581)
PENGUKURAN LEBAR CELAH TENAGA DENGAN DIODA
(FZP-1)
Disusun Oleh:
Nama/ No Mhs : Erwin Isna Megawati / 11978
Kelompok : Senin -IV
Hari/ Tanggal Praktikum : Senin / 2 Mei 2011
Rekan Kerja : Aji Wijayanto
Asisten : Vistarani Timow
Dosen Pembimbing : Kuwat Triyana, Ph.D
LABORATORIUM FISIKA ZAT PADAT
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semikonduktor adalah sebuah bahan dengan konduktivitas listrik yang
berada di antara insulator dan konduktor. Sebuah semikonduktor bersifat
sebagai insulator pada temperature yang sangat rendah, namun pada
temperature ruangan bersifatsebagai konduktor. Bahan semikonduktor yang
sering digunakan adalah silicon, germanium, gallium arsenide. Germanium
dahulu adalah bahan satu-satunya yang dikenal untuk membuat komponen
semikonduktor. Namun belakangan, silikon menjadi popular setelah ditemukan
cara mengekstrak bahan ini dari alam. Silikon merupakan bahan terbanyak
kedua yang ada di bumi setelah oksigen.Pasir, kaca dan batu-batuan lain adalah
bahan alam yang banyak mengandung unsur silikon.
Bahan semikonduktor dapat dibedakan dari jenis muatan pembawanya,
yaitu semikonduktor intrinsik dan semikonduktor ekstrinsik. Semikonduktor
intrinsik merupakan semikonduktor murni yang belum diberikan atom
pengotor (impuritas). Apabila semikonduktor intrinsik ini dipanaskan maka
akan terbentuk pasangan elektron-hole dimana elektron bermuatan negative
dan hole dapat dianggap sebagai muatan positif. Konsentrasi elektron pada
semikonduktor intrinsik sama dengan konsentrasi hole-nya Sedangkan pada
semikonduktor ekstrinsik konsentrasi elektron dan konsentrasi hole-nya tidak
sama hal ini disebabkan oleh adanya penambahan muatan pembawa akibat
adanya atom pengotor. Sebagai contoh pemberian atom pengotor fosfor yang
memiliki elektron valensi 5 pada semikonduktor silikon yang bervalensi 4akan
menyebabkan adanya satu elektron yang tidak terpasangkan untuk membentuk
ikatan kovalen akibatnya elektron ekstra ini dapat menyumbangkan pada
konsentrasi elektron keseluruhan. Semikonduktor jenis ini dinamakan
semikonduktor tipe-n (negatif) karena didominasi oleh muatan pembawa
elektron .Apabila kristal Silikon diberi atom pengotor Boron yang memiliki
elektron valensi 3 maka akan terbentuk ikatan kovalen yang tidak sempurna
karena terdapat satu kekosongan (hole) yang tidak terisi elektron. Sehingga
dengan demikian muatan pembawa pada kristal silikon yang telah diberi
pengotor Boron akan didominasi oleh muatan positif (hole) sehingga kristal
silikon akan bertipe-p (positif) . Keberadaan elektron dan hole pada
semikonduktor akan mempengaruhi karakteristik listrik pada bahan tersebut.
Ada dua jenis arus listrik yang terjadi pada semikonduktor yaitu arus hanyut
(drift) dan arus difusi.
B. Tujuan
1. Mempelajari gejala hantaran listrik dalam semikonduktor.
2. Mempelajari pengruh suhu pada konduktivitas bahan semikonduktor.
3. Menentukan lebar celah tenaga semikonduktor dengan cara mengukur
konduktivitas listriknya.
BAB II
DASAR TEORI
Pembawa – pembawa muatan mayoritas didalam semikonduktor tipe-p dn
tipe-n masing- masing adalah lubang (hole) dan elektron. Sesungguhnya
pembawa – pembawa muatan di dalam semikonduktor tipe-p bukan hanya lubang
saja tetapi juga sejumlah kecil electron dan sebaliknya di dalam semikonduktor
tipe-n terdapat juga sejumlah kecil lubang sebagai pembawa- pembawa muatan
minoritas. Kadang-kadang tidak dapat dibedakan antara pembawa-pembawa
muatan minoritas karena konsentrasi lubang dan electron sama besar.
Semikonduktor yang demikian ini dinamakan semikonduktor intrinsik.
Untuk selanjutnya hanya akan dipelajari gejala hantaran (konduksi) listrik
didalam semikonduktor intrinsik yang berasal dari elektron – elektron pada pita
konduksi dan lubang – lubang pada pita valensi. Didalam semikonduktor intrinsic
konsentrasi elektron pada pita tenaga konduksi (n) sama dengan konsentrasi
lubang pada pita tenaga valensi ( p) sehingga ( Kittel, 1986 ).
ńί = ρί = 2 [ 2𝜋𝑘𝛽𝜏
ħ2 ]
2 [ me* mh* ]
3/4 exp [
−𝐸𝑔
2𝑘𝛽𝑇 ]
Dengan indeks I menyatakan “intrinsik” , h adalah tetapan Planck, me* dan
mh* berturut-turut adalah massa efektif elektron dan lubang serta Eg adalah celah
tenaga.
Konduktivitas listrik (σ) semikonduktor intrinsik dikaitkan dengan mobilitas
electron (μe) dan mobilitas lubang ( μe ) menurut ungkapan
σ = e ( μe + ρμh ) = e nί ( μe + μh )
Yang memperlihatkan bahwa konduktivitas bergantung pada konsentrasi
pembawa – pembawa muatan intrinsic. Selanjutnya karena konsentrasi intrinsik
dipengaruhi oleh suhu maka σ dinyatakan dengan persamaan
σ = 2e ( μe + μh ) [ 2𝜇𝑘𝛽𝑇
ℎ2 ]
3/2 ( μe*μh* )
3/4 exp [
−𝐸𝑔
2𝑘𝛽𝑇 ]
Walaupun mobilitas – mobilitas lubang dan electron sendiri bergantung
pada suhu tetapi ketergantungan konduktivitas pada suhu didomonisasi oleh
faktor eksponensial exp ( -Eg 2kβT ) sehingga ( Kittel,1986)
σ = σ0 exp [ −𝐸𝑔
2𝑘𝛽𝑇 ]
Dengan σo adalah suatu tetapan kesebandingan. Pengambilan nilai
logaritma alamiah kedua ruas persamaan ( 4 ) di atas memberikan
lnσ=lnσo – [ 𝐸𝑔
2𝑘𝛽 ]
1
𝑇
Yang berarti bahwa pengukuran konduktivitas pada berbagai suhu akan
menghasilkan grafik ln σ vs 1/T, lebar celah tenaga Eg dapat ditentukan dari slope
grafik tersebut. Konduktifitas semikonduktor dapat ditentukan pada setiap suhu T
dengan cara mengukur besarnya hambatan R dari cuplikan menurut rangkaian
yang ada pada skema. Bila I adalah arus yang mengalir melalui batang
semikonduktor dengan luas penampang A dan panjang L yang terpasang pada
tegangan V maka R = V/I sehingga
σ = 𝐿
𝑅𝐴 =
𝐼𝐿
𝑉𝐴
Di dalam eksperimen ini digunakan arus AC untuk memperkecil pengaruh
rectifying contact.
BAB III
METODE EKSPERIMEN
A. Alat dan Bahan
1. Cuplikan semikonduktor (p = 6,7 cm & l = 5,8 cm)
2. Sumber arus AC
3. Multimeter
4. Thermometer
5. Tabung tempat pendinginan dan pemanasan cuplikan
6. Hairdryer (sebagai pemanas)
B. Skema Percobaan
C. Tata Laksana Percobaan
1. Cuplikan, sumber arus AC, voltmeter dan ammeter dirangkai menurut
gambar 1 dan gambar 2.
2. Suhu dalam tabung yang berisi cuplikan diturunkan dengan memasukkan es
dalam termos, lalu diukur arus (I) setiap penurunan suhu 2oC.
3. Suhu dinaikkan dengan cara mengangkat dari bejana pendingin dan bila
telah mencapai suhu kamar, digunakan alat pemanas untuk menaikkan
suhunya.
4. Dibandingkan hasil lebar celah Eg yang diperoleh dari eksperimen ini
dengan hasil literature.
D. Analisa Data
ńί = ρί = 2 [ 2𝜋𝑘𝛽𝜏
ħ2 ]
2 [ me* mh* ]
3/4 exp [
−𝐸𝑔
2𝑘𝛽𝑇 ]
Konduktivitas listrik ( σ )
σ = e ( μe + ρμh ) = e nί ( μe + μh )
σ = 2e ( μe + μh ) [ 2μkβT
h2 ]3/2 ( μe*μh* )3/4 exp [
−Eg
2kβT ]
σ = exp [ −Eg
2kβT ]
σ = exp [ Eg
2kB ]
1
T
lnσ = lnσo – [ Eg
2kB ]
1
T
↓ ↓ ↓ ↓
y c m x
R = ρL
A
ln (IL
VA ) = ln σ0 – [
Eg
2kB ]
1
T
ln I + ln ( L
VA ) = ln σ0 – [
Eg
2kB ]
1
T
ln I = ln σ0 – ln ( L
VA ) - [
Eg
2kB ]
1
T
↓ ↓ ↓ ↓
y c m x
σ = =
Dan akan menghasilkan 3 grafik yaitu grafik σ Vs T , ln σ Vs 1
𝑇 dan grafik
ln IVs 1
𝑇.
𝐸𝑔 = 𝑚. 2𝑘𝐵 = …
∆𝐸𝑔 = ∆𝑚. 2𝑘𝐵 = …
Jadi, (Eg ± ΔEg) = ( … ± … )
ln I σ ln σ
1/T 1/T T
BAB IV
HASIL EKSPERIMEN
A. DATA
L = 0,58 cm = 5,8x10-3
m
A = 2,67 x 10-5
cm2
1. Pada tegangan 50 volt
a. Pada saat penurunan suhu
T 1/T I (10-6
A) Ln I σx10-6
Ln σ
23
21
19
17
15
13
0,043
0,047
0,052
0,059
0,067
0,077
0,32
0,31
0,21
0,18
0,17
0,16
-14,95
-14,99
-15,38
-15,53
-15,59
-15,69
1,38
1,34
0,90
0,78
0,74
0,69
-13,49
-13,52
-13,92
-14,06
-14,12
-14,19
b. Pada saat kenaikan suhu
T 1/T I (10-6
A) Ln I σx10-6
Ln σ
13
15
17
19
21
23
25
27
29
31
33
35
37
39
41
0,076
0,067
0,059
0,052
0,048
0,043
0,040
0,037
0,034
0,032
0,030
0,028
0,027
0,026
0,024
0,31
0,32
0,33
0,34
0,34
0,34
0,35
0,35
0,36
0,36
0,37
0,38
0,39
0,40
0,38
-14,98
-14,95
-14,92
-14,89
-14,89
-14,89
-14,86
-14,86
-14,83
-14,83
-14,80
-14,78
-14,75
-14,73
-14,78
1,34
1,38
1,42
1,47
1,47
1,47
1,51
1,51
1,55
1,55
1,60
1,64
1,69
1,73
1,64
-13,52
-13,49
-13,49
-13,43
-13,43
-13,43
-13,40
-13,40
-13,37
-13,37
-13,34
-13,32
-13,29
-13,26
-13,32
2. Pada tegangan 60 volt
a. Pada saat penurunan suhu
T 1/T I (10-6
A) Ln I σx10-6
Ln σ
40
38
36
34
32
30
28
26
24
22
20
18
16
14
12
10
0,025
0,026
0,028
0,029
0,031
0,033
0,036
0,038
0,042
0,045
0,050
0,055
0,062
0,071
0,082
0,100
0,24
0,22
0,21
0,18
0,16
0,15
0,14
0,15
0,16
0,16
0,15
0,15
0,15
0,14
0,14
0,14
-15,24
-15,33
-15,38
-15,53
-15,65
-15,71
-15,78
-15,71
-15,65
-15,65
-15,71
-15,71
-15,71
-15,78
-15,78
-15,78
0,87
0,80
0,79
0,65
0,58
0,54
0,51
0,54
0,58
0,58
0,54
0,54
0,54
0,51
0,51
0,51
-13,95
-14,04
-14,05
-14,24
-14,36
-14,42
-14,49
-14,42
-14,36
-14,36
-14,42
-14,42
-14,42
-14,49
-14,49
-14,49
b. Pada saat kenaikan suhu
T 1/T I (10-6
A) Ln I σx10-6
Ln σ
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
32
34
36
38
40
0,100
0,082
0,071
0,062
0,055
0,050
0,045
0,042
0,038
0,036
0,033
0,031
0,029
0,028
0,026
0,025
0,31
0,30
0,28
0,30
0,31
0,31
0,31
0,32
0,33
0,33
0,33
0,36
0,38
0,39
0,40
0,42
-14,99
-15,02
-15,09
-15,02
-14,99
-14,99
-14,99
-14,95
-14,92
-14,92
-14,92
-14,83
-14,78
-14,75
-14,73
-14,68
1,12
1,09
1,02
1,09
1,12
1,12
1,12
1,16
1,19
1,19
1,19
1,30
1,34
1,41
1,45
1,52
-13,69
-13,73
-13,80
-13,73
-13,69
-13,69
-13,69
-13,67
-13,64
-13,64
-13,64
-13,55
-13,52
-13,47
-13,44
-13,39
B. GRAFIK
1. Pada tegangan 50 volt
a. Pada saat penurunan suhu
b. Pada saat kenaikan suhu
2. Pada tegangan 60 volt
a. Pada saat penurunan suhu
b. Pada saat kenaikan suhu
C. HASIL PERHITUNGAN
1. Pada tegangan 50 volt
a. Pada penurunan suhu
Eg ± ΔEg = (5,96±1,39) x 10-22
J = (3,7±0,86) x 10-3
eV
b. Pada kenaikan suhu
Eg ± ΔEg = (1,25±0,12) x 10-22
J = (0,80±0,07) x 10-3
eV
2. Pada tegangan 60 volt
a. Pada penurunan suhu
Eg ± ΔEg = (1,42±0,45) x 10-22
J = (0,89±0,28) x 10-3
eV
b. Pada kenaikan suhu
Eg ± ΔEg = (1,06±0,27) x 10-22
J = (0,67±0,17) x 10-3
eV
BAB V
PEMBAHASAN
Setiap atom penyusun semikonduktor memiliki sejumlah elektron valensi
pada kulit terluarnya yang menempati keadaan valensi, keadaan elektron valensi
ini memiliki tingkat energi yang besarnya EV. Elektron valensi ini berkontribusi
pada pembentukan ikatan kovalen antara atom-atom penyusun semikonduktor.
Sedangkan keadaan dimana elektron sudah terbebas dari ikatan kovalen disebut
keadaan konduksi dengan tingkat Energi EC. Apabila semikonduktor tersebut
temperaturnya dinaikan maka akan ada penambahan energi termal yang
menyebabkan terputusnya ikatan kovalen yang terbentuk. Pemutusan ikatan
kovalen ini akan menghasilkan elektron bebas yang sudah dalam keadaan
konduksi dengan tingkat energi EC. Pada keadaan elektron konduksi dimana
setelah terjadinya pemutusan ikatan kovalen, elektron valensi pada tingkat energy
EV akan berpindah kekeadaan konduksi dengan tingkat Energi EC. Selisih antara
tingkat energi konduksi dengan tingkat energi valensi ini dinamakan energi celah
pita (energy gap) dimana energi gap tersebut merupakan energi minimal yang
dibutuhkan untuk memutuskan ikatan kovalen pada kristal semikondukor.
Material semikonduktor adalah suatu material yang memiliki karakteristik
diantara konduktor dan isolator. Hal ini dapat dipahami dari karakter energi gap
semikonduktor yang berada diantara konduktor dan isolator. Tentunya untuk
masing-masing atom atau senyawa yang memiliki besar energi yang berbeda.
Semikonduktor sangat bergantung dari temperatur. Pada temperatur tertentu,
semikonduktor dapat menghantarkan listrik atau bertindak sebagai konduktor,
namun daya hantar listrik atau kanduktivitasnya lebih rendah dibandingkan
dengan konduktor. Pada temperatur yang sangat rendah, materil semikonduktor
akan memiliki karakter seperti isolator. Penambahan jumlah impuritas pada
semikonduktor juga dapat menambah sifat konduktivitas listriknya.
Sifat konduktivitas listrik dari material semikonduktor dapat bertambah
selain karena impuritas juga disebabkan karena efek dari temperatur dan cahaya.
Konduktivitas bertambah akibat dari penambahan jumlah elektron valensi di
dalam material semikonduktor tersebut. Elektron valensi atau biasa disebut
sebagai elektron yang berda di kulit terluar merupakan pembawa arus listrik. Pada
material silikon yang memiliki 4 elektron valensi, elektron-elektron berpasangan
dan membentuk ikatan kovalen dengan elektron dari atom lainnya. Dalam
keadaan ini elektron-elektron valensi tidak dapat bergerak bebas seperti elektron
bebas yang menghasilkan arus listrik. Bila diberikan temperatur tertentu, akan
menyebabkan elektron tereksitasi keluar dari ikatan tersebut. Sebagai akibatnya,
elektron akan lebih bebas bergerak dan menghasilkan arus listrik. Ketika elektron
tadi tereksitasi, elektron akan meninggalkan kekosongan posisi yang disebut
dengan hole. Hole juga dapat bergerak dilokasi tersebut dan memberikan
kontribusi adanya aliran listrik. Elektron dapat tereksitasi tentunya temperatur
mempunyai energi yang lebih besar dari energi ikatan elektron di dalam struktur
kristal Si. Energi tersebut biasa disebut energi gap. Gejala penghantaran listrik
umumnya secara fisis adalah arus listrik yang dapat diukur dengan ampermeter.
Pada bahan semikonduktor, yang berperan dalam penghantaran listrik adalah
elektron di pita konduksi dan hole di pita valensi.
Eksperimen kali ini adalah pengukuran celah tenaga (energi Gap) dengan
diode. Tujuannya untuk mempelajari gejala hantaran listrik dalam semikonduktor,
mempelajari pengaruh suhu pada konduktivitas bahan semikonduktor dan
menentukan lebar celah tenaga semikonduktor dengan cara mengukur
konduktivitas listriknya. Eksperimen dilakukan dengan menyusun alat dan bahan
seperti skema, lalu diukur panjang dan lebar cuplikan semikonduktor. Bahan
semikonduktor yang dipakai dalam eksperimen ini adalah silikon (Si). Tegangan
divariasikan, untuk mengetahui besarnya arus yang mengalir dalam setiap
perubahan suhu.
Pada eksperimen atau praktikum pengukuran celah tenaga (energi Gap)
dengan diode menggunakan metode perhitungan atau rumus dan menggunakan
grafik. Metode grafik yang digunakan yaitu menggunakan program KaleidaGraph.
Dengan metode grafik ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihanya
antara lain adalah: lebih mudah untuk dipahami, lebih cepat menentukan nilai
gradien relative lebih sederhana dari pada metode lain, praktikan juga dapat
mempunyai gambaran dari data yang telah didapatkan, sedangkan kelemahanya
yaitu: hanya mencakup baberapa data, kekurang akuratan dalam menentukan nilai
karena keterbatasan skala.
Eksperinen kali ini dilakuakan dengan variasi tegangan pada sumber arus,
yaitu menggunakan tegangan 50 volt dan 60 volt. Kemudian praktikan dalam
menentukan konduktivitas dengan mengamati variasi pada penurunan suhu (jauh
di bawah suhu kamar) dan kenaikan suhu (di atas suhu kamar, yaitu sampai 41oC).
Pada percobaan pertama dengan tegangan 60 volt, mengamati penurunan suhu
hanya diperoleh data sedikit karena es yang digunakan besar-besar sehingga
ketika memasukkan cuplikan semikonduktor suhu turun drastis sebelum
pengamatan dimulai, selain itu juga disebabkan karena termometer tida bisa stabil
di keadaan semula. Kemudian untuk kenaikan suhu di mulai dari 13 oC karena
suhu sudah konstan (tidak turun lagi). Selanjutnya pada variasi tegangan 60 volt
pada sumber arus, praktikan tidak lagi menggunakan es-es besar akan tetapi
menggunakan air es, kemudian baru ditambah es sedikit. Dan hasilnya pun, suhu
tidak turun drastis ketika termometer dan cuplikan dimasukkan. Namun, data yang
diperoleh pada variasi ini banyak data yang konstan.
Dari hasil data yang diperoleh, dibuat 3 grafik untuk masing-masing data,
yaitu grafik σ vs T, grafik ln σ vs 1/T dan grafik ln I vs 1/T. Pada penurunan suhu
dan kenaikan suhu, dengan tegangan 50 volt, grafik σ vs T menunjukkan garis
yang bersifat linear yang mengarah ke kanan atas, sehingga telihat bahwa
konduktivitas berbanding lurus dengan suhu yaitu semakin besar nilai suhu, maka
nilai konduktivitas juga semakin besar. Sedangkan grafik ln σ vs 1/T,
menunjukkan garis linear yang mengarah ke kiri bawah, sehingga gradien
negative. Jadi terlihat bahwa nilai ln konduktivitas berbanding terbalik dengan
nilai 1/T. Dan pada grafik Ln I vs 1/T menunjukkan garis lurus yang mengarah ke
kiri bawah dengan gradien negative, jadi nilai ln I berbanding terbalik denagn 1/T.
Dari hasil diatas terlihat bahwa nilai gradien untuk grafik ln σ vs 1/T . Dengan
gradien, dapat dihitung besanya energi gap bahan tersebut, yaitu Eg ± ΔEg pada
penurunan suhu = (5.96 ±1.39) x 10-22
J= (3,7±0,86) x 10-3
eV dan nilai Eg ± Δeg
pada kenaikan suhu = (1,25±0,12) x 10-22
J= (0,80±0,07) x 10-3
eV.
Dan pada tegangan 60 volt pada sumber arus, pada penurunan suhu
diperoleh grafik-grafik sama seperti pada tegangan 50 volt. Namun pada kenaikan
suhu, grafik pertama mengarah dari kanan atas menuju kiri bawah. Atau dengan
kata lain berbanding terbalik, sama seperti grafik kedua dan ketiga. Nilai energi
Gap, untuk penurunan suhu Eg ± ΔEg = (1,42±0,45) x 10-22
J = (0,89±0,28) x 10-
3eV dan untuk kenaikan suhu Eg ± ΔEg = (1,06±0,27) x 10
-22 J = (0,67±0,17) x
10-3
eV.
Dari grafik dan perhitungan, dapat disimpulkan bahwa nilai Eg untuk
setiap penurunan dan kenaikan suhu berbeda. Seharusnya niali Eg tetap sama, jika
berada pada suhu, arus, tegangan yang sama. Nilai Eg yang diperoleh juga
berbeda jauh dengan nilai Eg pada referensi. Nilai yang diperoleh lebih kecil dari
nilai referensi yaitu untuk silikon pada suhu kamar yaitu 1,86 x 10-19
= 1,11eV.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kondisi alat yang kurang baik
(thermometer yang mudah bergeser), kesalahan praktikan dalam pengamatan
(kurang teliti dalam mengamati perubahan suhu dan arus). Sehingga hasil yang
diperoleh tidak sesuai dengan teori pada referensi.
BAB VI
APLIKASI DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI KE DEPAN
Penerapan dari semikonduktor terutamayang berbahan silkon diantaranya
adalah teknologi berbasis silikon. Seperti diketahui, ditinjau dari struktur
elektronikanya, material semikonduktor dibedakan menjadi 2 jenis yaitu yang
memiliki celah pita energi langsung (direct bandgap) dan celah pita energi tidak
langsung (indirect bandgap). Silikon adalah material dengan celah nergi tidak
langsung, dimana nilai minimum dari pita konduksi dan maksimum dari pita
valensi tidak bertemu pada satu harga momentum yang sama.ini berarti agar
terjadi eksitasi dan rekombinasi dari membawa muatan diperlukan adanya
perubahan yang besar pada nilai momentumnya.
Dengan kata lain, silikon sulit memancarkan cahaya. Sifat ini
menyebabkan silikon tidak layak digunakan sebagai piranti
fotonik/optoelektronik, sehingga tertutup kemungkinan misalnya membuat
ICyang didalamnya terkandung detektor optoektronik atau sumber pemancar
cahaya dengan hanyamenggunakan material silikon saja. Beberapa usaha telah
dilakukan untuk mengatasi hal ini antara lain dengan mengembangkan bandgap
engineering. Salah satu contohnya adalah menumbuhkan struktur material SiGe.
Parameter mekanik strain yang timbul karena perbedaan konstanta kisi Kristal
antara lapisan SiGe dan Si tersebut akan mempengaruhi struktur elektronik
material di atas sehingga muncul efek brillioun-zone folding yang mengubah
struktur pitanya menyerupai material dengan celah energi langsung. Kombinasi
dari kedua material memungkinkan terjadinya pemancaran dan penyerapan
cahaya. Kemajuan diatas membuka era baru bagi material silikon dan paduannya
untuk diaplikasikan pada divais optoelektronik.
OPTOELEKTRONI
Optoelektronik adalah suatu aplikasi perangkat elektronik yang berfungsi
mendeteksi dan mengontrol sumber cahaya atau dapat juga dikatakan sebagai
peralatan pengubah dari tenaga listrik ke optik atau sebaliknya. Sumber cahaya
yang digunakan dalam aplikasi ini dihasilkan diantaranya dari fotodioda injeksi
dioda, LED, dan laser. Beberapa sumber ini telah banyak digunakan pada
beberapa perangkat optoelektronik yang biasa digunakan dalam bidang
telekomunikasi serat optik.
Optoelektronik dapat juga dikatakan sebagai cabang ilmu yang mengkaji
peralatan elektronik yang berhubungan dengan cahaya dan dianggap juga
sebagai sub-bidang dari fotonik. Dalam konteks ini, cahaya yang dikaji juga
merangkumi semua spektrum cahaya dalam gelombang elektromagnetik
(spektrum elektromagnetik) seperti sinar gamma, sinar-X, ultraviolet dan
inframerah, yang merupakan bentuk cahaya radiasi yang tak terlihat selain
cahaya yang tampak oleh mata manusia normal (spektrum tampak).
Dalam cabang ilmu ini, kelebihan-kelebihan yang didapati daripada
pengabungan dari bidang optik dan elektronik ini, adalah untuk dapat
menghasilkan satu peralatan yang jauh lebih baik dan bermanfaat terutama
yang berkaitan dengan teknologi telekomunikasi serat optik itu sendiri. Aspek
penting dalam bidang ini adalah bagaimana memanfaatkan sumber foton
sebagai media penghantaran bit informasi.
Ada beberapa macam divais optoelektronik diantaranya divais
optoelektronik saja, yaitu sel surya dan fotodetektor. Hal yang menjadi
pertimbangan adalah penggunaan kedua jenis divais optoelektronik ini
frekuensinya cukup tinggi dibanding yang lainnya. Prinsip fisis dari sel surya
dan fotodetektor sebenarnya hampir mirip, yaitu terjadinya pembangkitan
pasangan elektron-hole melalui proses eksitasi ketika foton menumbuk
permukaan divais. Perbedaannya adalah dari panjang gelombang foton yang
dapat diserap dan berkontribusi pada proses pembangkitan ini. Sel surya dapat
menyerap spektrum energi foton dalam rentang yang cukup lebar yaitu foton
yang memiliki energi sama atau lebih besar dari celah pita energi material
pembuat sel surya. Sedangkan fotodetektor hanya akan menyerap energi foton
yang energinya di sekitar celah pita energi material pembuatnya. Berdasarkan
kajian dari berbagai literatur, berikut ini akan dipaparkan hubungan fungsional
dari karakteristik utama divais sel surya dan fotodetektor dengan parameter-
parameter fisis bahan pembuat, struktur divais serta karakteristik setiap lapisan.
Fotodetektor
Photo Detector adalah alat untuk mengukur intensitas cahaya . Photo
detektor dapat dibagi menjadi tiga kategori yang berbeda sesuai dengan
fungsinya sebagai: photodetectors berbasis semikonduktor, tabung
photomultiplier, dan bolometers. photodetectors Semiconductor sejauh ini
yang paling umum digunakan sehari-hari. Contohnya adalah foto dioda yang
duduk dalam sel foto untuk memantau atau Power Button dan sensor gambar
dan video yang digunakan dalam kamera digital (biasanya dari CCD - atau
CMOS -tipe).
Karakteristik utama dari fotodetektor antara laian adalah tingkat
responsivitas, tingkat sensitivitas, dan efisiensi kuantum (Bart J. Van
Zeghbroeck, 1996). Responsivitas fotodetektor didefinisikan sebagai rasio dari
arus pada fotodetektor terhadap daya optik yang masuk pada divais.
Sensitivitas didefinisikan sebagai daya masukan minimum yang masih dapat
terdeteksi oleh divais. Dan efisiensi kuantum didefinisikan sebagai rasio dari
jumlah pasangan elektron-hole yang menghasilkan arus listrik terhadap jumlah
foton yang menumbuk divais. Seperti halnya sel surya, fotodeterktor pun
terdiri dari berbagai struktur, seperti persambungan p-n, persambungan p-i-n,
serta persambungan M-S.
BAB VII
KESIMPULAN
Dari hasil percobaan didapatkan:
1. Pada tegangan 50 volt
a. Pada penurunan suhu
Eg ± ΔEg = (5,96±1,39) x 10-22
J = (3,7±0,86) x 10-3
eV
b. Pada kenaikan suhu
Eg ± ΔEg = (1,25±0,12) x 10-22
J = (0,80±0,07) x 10-3
eV
2. Pada tegangan 60 volt
a. Pada penurunan suhu
Eg ± ΔEg = (1,42±0,45) x 10-22
J = (0,89±0,28) x 10-3
eV
b. Pada kenaikan suhu
Eg ± ΔEg = (1,06±0,27) x 10-22
J = (0,67±0,17) x 10-3
eV
Suhu berpengaruh pada konduktivitas bahan semikonduktor. Semakin besar
suhu maka nilai arus juga semakin besar.
Semakin besar nilai suhu maka konduktvitas listrik juga semakin besar
Nilai Ln konduktivitas semakin kecil maka nilai 1/T juga akan semakin kecil
Nilai ln I semakin kecil maka nilai 1/T akan semakin kecil juga
DAFTAR PUSTAKA
Staf Laboratorium Fisika Zat Padat. 2011. Buku Penuntun Praktikum Eksperimen
Fisika III. Laboratorium Fisika Zat Padat. Yogyakarta: Fakultas MIPA
UGM.
Kittel, C., 1986, Imtroduction to Solid Physics, edisi 6, Jhon Wiley & Sons, New
York
http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/baijournal/Harmen_Ranc
ang%20Bangun.pdf
http://www.batan.go.id/ptrkn/file/vol_12_02/4.Edit_teguh.pdf
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/16294
http://ikhwanpcr.blogspot.com
LAMPIRAN
1. Pada tegangan 50 volt
a. Pada penurunan suhu
Menghitung konduktivitas (σ)
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.32.10−6 𝑋 5.80.10−3
50 𝑋 2,67.10−5 = 1.38 x 10-6
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.31.10−6 𝑋 5.80.10−3
50 𝑋 2,67.10−5 = 1.34 x 10-6
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.21.10−6 𝑋 5.80.10−3
50 𝑋 2,67.10−5 = 0.90 x 10-6
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.18.10−6 𝑋 5.80.10−3
50 𝑋 2,67.10−5 = 0.78 x 10-6
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.17.10−6 𝑋 5.80.10−3
50 𝑋 2,67.10−5 = 0.74 x 10-6
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.16.10−6 𝑋 5.80.10−3
50 𝑋 2,67.10−5 = 0.69 x 10-6
Menghitung energi Gap dan ketidakpastiannya
𝐸𝑔 = 𝑚. 2𝑘𝐵
= −21,63 × 2 × 1,38 × 10−23 = −5,96 × 10−22𝐽
∆𝐸𝑔 = ∆𝑚. 2𝑘𝐵
= 5,05 × 2 × 1,38 × 10−23 = 1,39 × 10−22𝐽
Jadi, Eg ± ΔEg = (5,96±1,39) x 10-22
J = (3,7±0,86) x 10-3
eV
b. Pada kenaikan suhu
Menghitung konduktivitas (σ)
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.31.10−6 𝑋 5.80.10−3
50 𝑋 2,67.10−5 = 1.34 x 10-6
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.32.10−6 𝑋 5.80.10−3
50 𝑋 2,67.10−5 = 1.38 x 10-6
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.33.10−6 𝑋 5.80.10−3
50 𝑋 2,67.10−5 = 1.42 x 10-6
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.34.10−6 𝑋 5.80.10−3
50 𝑋 2,67.10−5 = 1.47 x 10-6
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.35.10−6 𝑋 5.80.10−3
50 𝑋 2,67.10−5 = 1.51 x 10-6
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.36.10−6 𝑋 5.80.10−3
50 𝑋 2,67.10−5 = 1.55 x 10-6
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.37.10−6 𝑋 5.80.10−3
50 𝑋 2,67.10−5 = 1.60 x 10-6
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.38.10−6 𝑋 5.80.10−3
50 𝑋 2,67.10−5 = 1.64 x 10-6
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.39.10−6 𝑋 5.80.10−3
50 𝑋 2,67.10−5 = 1.69 x 10-6
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.40.10−6 𝑋 5.80.10−3
50 𝑋 2,67.10−5 = 1.73 x 10-6
Menghitung energi Gap dan ketidakpastiannya
𝐸𝑔 = 𝑚. 2𝑘𝐵
= −4,52 × 2 × 1,38 × 10−23 = 1,25 × 10−22𝐽
∆𝐸𝑔 = ∆𝑚. 2𝑘𝐵
= 0,45 × 2 × 1,38 × 10−23 = 0,12 × 10−22𝐽
Jadi, Eg ± ΔEg = (1,25±0,12) x 10-22
J = (0,80±0,07) x 10-3
eV
1. Pada tegangan 60 volt
a. Pada penurunan suhu
Menghitung konduktivitas (σ)
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.24.10−6 𝑋 5.80.10−3
60 𝑋 2,67.10−5 = 0.87 x 10-6
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.22.10−6 𝑋 5.80.10−3
60 𝑋 2,67.10−5 = 0.80 x 10-6
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.21.10−6 𝑋 5.80.10−3
60 𝑋 2,67.10−5 = 0.79 x 10-6
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.18.10−6 𝑋 5.80.10−3
60 𝑋 2,67.10−5 = 0.65 x 10-6
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.16.10−6 𝑋 5.80.10−3
60 𝑋 2,67.10−5 = 0.58 x 10-6
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.15.10−6 𝑋 5.80.10−3
60 𝑋 2,67.10−5 = 0.54 x 10-6
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.14.10−6 𝑋 5.80.10−3
60 𝑋 2,67.10−5 = 0.51 x 10-6
Menghitung energi Gap dan ketidakpastiannya
𝐸𝑔 = 𝑚. 2𝑘𝐵
= −5,15 × 2 × 1,38 × 10−23 = 1,42 × 10−22𝐽
∆𝐸𝑔 = ∆𝑚. 2𝑘𝐵
= 1,63 × 2 × 1,38 × 10−23 = 0,45 × 10−22𝐽
Jadi, Eg ± ΔEg = (1,42±0,45) x 10-22
J =(0,89±0,28) x 10-3
eV
b. Pada kenaikan suhu
Menghitung konduktivitas (σ)
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.31.10−6 𝑋 5.80.10−3
60 𝑋 2,67.10−5 = 1.21 x 10-6
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.28.10−6 𝑋 5.80.10−3
60 𝑋 2,67.10−5 = 1.02 x 10-6
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.30.10−6 𝑋 5.80.10−3
60 𝑋 2,67.10−5 = 1.09 x 10-6
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.33.10−6 𝑋 5.80.10−3
60 𝑋 2,67.10−5 = 1.19 x 10-6
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.36.10−6 𝑋 5.80.10−3
60 𝑋 2,67.10−5 = 1.30 x 10-6
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.38.10−6 𝑋 5.80.10−3
60 𝑋 2,67.10−5 = 1.34 x 10-6
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.40.10−6 𝑋 5.80.10−3
60 𝑋 2,67.10−5 = 1.45 x 10-6
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.42.10−6 𝑋 5.80.10−3
60 𝑋 2,67.10−5 = 1.52 x 10-6
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.32.10−6 𝑋 5.80.10−3
60 𝑋 2,67.10−5 = 1.16 x 10-6
σ = 𝐼𝐿
𝑉𝐴 =
0.39.10−6 𝑋 5.80.10−3
60 𝑋 2,67.10−5 = 1.41 x 10-6
Menghitung energi Gap dan ketidakpastiannya
𝐸𝑔 = 𝑚. 2𝑘𝐵
= −3,85 × 2 × 1,38 × 10−23 = 1,06 × 10−22𝐽
∆𝐸𝑔 = ∆𝑚. 2𝑘𝐵
= 0,97 × 2 × 1,38 × 10−23 = 0.27 × 10−22𝐽
Jadi, Eg ± ΔEg = (1,06±0,27) x 10-22
J = (0,67±0,17) x 10-3
eV