Laporan+Eg+1

32
LAPORAN PRAKTIKUM EKSPERIMEN FISIKA III (MFS 3581) PENGUKURAN LEBAR CELAH TENAGA DENGAN DIODA (FZP-1) Disusun Oleh: Nama/ No Mhs : Erwin Isna Megawati / 11978 Kelompok : Senin -IV Hari/ Tanggal Praktikum : Senin / 2 Mei 2011 Rekan Kerja : Aji Wijayanto Asisten : Vistarani Timow Dosen Pembimbing : Kuwat Triyana, Ph.D LABORATORIUM FISIKA ZAT PADAT FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2011

Transcript of Laporan+Eg+1

Page 1: Laporan+Eg+1

LAPORAN

PRAKTIKUM EKSPERIMEN FISIKA III

(MFS 3581)

PENGUKURAN LEBAR CELAH TENAGA DENGAN DIODA

(FZP-1)

Disusun Oleh:

Nama/ No Mhs : Erwin Isna Megawati / 11978

Kelompok : Senin -IV

Hari/ Tanggal Praktikum : Senin / 2 Mei 2011

Rekan Kerja : Aji Wijayanto

Asisten : Vistarani Timow

Dosen Pembimbing : Kuwat Triyana, Ph.D

LABORATORIUM FISIKA ZAT PADAT

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2011

Page 2: Laporan+Eg+1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semikonduktor adalah sebuah bahan dengan konduktivitas listrik yang

berada di antara insulator dan konduktor. Sebuah semikonduktor bersifat

sebagai insulator pada temperature yang sangat rendah, namun pada

temperature ruangan bersifatsebagai konduktor. Bahan semikonduktor yang

sering digunakan adalah silicon, germanium, gallium arsenide. Germanium

dahulu adalah bahan satu-satunya yang dikenal untuk membuat komponen

semikonduktor. Namun belakangan, silikon menjadi popular setelah ditemukan

cara mengekstrak bahan ini dari alam. Silikon merupakan bahan terbanyak

kedua yang ada di bumi setelah oksigen.Pasir, kaca dan batu-batuan lain adalah

bahan alam yang banyak mengandung unsur silikon.

Bahan semikonduktor dapat dibedakan dari jenis muatan pembawanya,

yaitu semikonduktor intrinsik dan semikonduktor ekstrinsik. Semikonduktor

intrinsik merupakan semikonduktor murni yang belum diberikan atom

pengotor (impuritas). Apabila semikonduktor intrinsik ini dipanaskan maka

akan terbentuk pasangan elektron-hole dimana elektron bermuatan negative

dan hole dapat dianggap sebagai muatan positif. Konsentrasi elektron pada

semikonduktor intrinsik sama dengan konsentrasi hole-nya Sedangkan pada

semikonduktor ekstrinsik konsentrasi elektron dan konsentrasi hole-nya tidak

sama hal ini disebabkan oleh adanya penambahan muatan pembawa akibat

adanya atom pengotor. Sebagai contoh pemberian atom pengotor fosfor yang

memiliki elektron valensi 5 pada semikonduktor silikon yang bervalensi 4akan

menyebabkan adanya satu elektron yang tidak terpasangkan untuk membentuk

ikatan kovalen akibatnya elektron ekstra ini dapat menyumbangkan pada

konsentrasi elektron keseluruhan. Semikonduktor jenis ini dinamakan

semikonduktor tipe-n (negatif) karena didominasi oleh muatan pembawa

elektron .Apabila kristal Silikon diberi atom pengotor Boron yang memiliki

elektron valensi 3 maka akan terbentuk ikatan kovalen yang tidak sempurna

karena terdapat satu kekosongan (hole) yang tidak terisi elektron. Sehingga

Page 3: Laporan+Eg+1

dengan demikian muatan pembawa pada kristal silikon yang telah diberi

pengotor Boron akan didominasi oleh muatan positif (hole) sehingga kristal

silikon akan bertipe-p (positif) . Keberadaan elektron dan hole pada

semikonduktor akan mempengaruhi karakteristik listrik pada bahan tersebut.

Ada dua jenis arus listrik yang terjadi pada semikonduktor yaitu arus hanyut

(drift) dan arus difusi.

B. Tujuan

1. Mempelajari gejala hantaran listrik dalam semikonduktor.

2. Mempelajari pengruh suhu pada konduktivitas bahan semikonduktor.

3. Menentukan lebar celah tenaga semikonduktor dengan cara mengukur

konduktivitas listriknya.

Page 4: Laporan+Eg+1

BAB II

DASAR TEORI

Pembawa – pembawa muatan mayoritas didalam semikonduktor tipe-p dn

tipe-n masing- masing adalah lubang (hole) dan elektron. Sesungguhnya

pembawa – pembawa muatan di dalam semikonduktor tipe-p bukan hanya lubang

saja tetapi juga sejumlah kecil electron dan sebaliknya di dalam semikonduktor

tipe-n terdapat juga sejumlah kecil lubang sebagai pembawa- pembawa muatan

minoritas. Kadang-kadang tidak dapat dibedakan antara pembawa-pembawa

muatan minoritas karena konsentrasi lubang dan electron sama besar.

Semikonduktor yang demikian ini dinamakan semikonduktor intrinsik.

Untuk selanjutnya hanya akan dipelajari gejala hantaran (konduksi) listrik

didalam semikonduktor intrinsik yang berasal dari elektron – elektron pada pita

konduksi dan lubang – lubang pada pita valensi. Didalam semikonduktor intrinsic

konsentrasi elektron pada pita tenaga konduksi (n) sama dengan konsentrasi

lubang pada pita tenaga valensi ( p) sehingga ( Kittel, 1986 ).

ńί = ρί = 2 [ 2𝜋𝑘𝛽𝜏

ħ2 ]

2 [ me* mh* ]

3/4 exp [

−𝐸𝑔

2𝑘𝛽𝑇 ]

Dengan indeks I menyatakan “intrinsik” , h adalah tetapan Planck, me* dan

mh* berturut-turut adalah massa efektif elektron dan lubang serta Eg adalah celah

tenaga.

Konduktivitas listrik (σ) semikonduktor intrinsik dikaitkan dengan mobilitas

electron (μe) dan mobilitas lubang ( μe ) menurut ungkapan

σ = e ( μe + ρμh ) = e nί ( μe + μh )

Yang memperlihatkan bahwa konduktivitas bergantung pada konsentrasi

pembawa – pembawa muatan intrinsic. Selanjutnya karena konsentrasi intrinsik

dipengaruhi oleh suhu maka σ dinyatakan dengan persamaan

σ = 2e ( μe + μh ) [ 2𝜇𝑘𝛽𝑇

ℎ2 ]

3/2 ( μe*μh* )

3/4 exp [

−𝐸𝑔

2𝑘𝛽𝑇 ]

Walaupun mobilitas – mobilitas lubang dan electron sendiri bergantung

pada suhu tetapi ketergantungan konduktivitas pada suhu didomonisasi oleh

faktor eksponensial exp ( -Eg 2kβT ) sehingga ( Kittel,1986)

σ = σ0 exp [ −𝐸𝑔

2𝑘𝛽𝑇 ]

Page 5: Laporan+Eg+1

Dengan σo adalah suatu tetapan kesebandingan. Pengambilan nilai

logaritma alamiah kedua ruas persamaan ( 4 ) di atas memberikan

lnσ=lnσo – [ 𝐸𝑔

2𝑘𝛽 ]

1

𝑇

Yang berarti bahwa pengukuran konduktivitas pada berbagai suhu akan

menghasilkan grafik ln σ vs 1/T, lebar celah tenaga Eg dapat ditentukan dari slope

grafik tersebut. Konduktifitas semikonduktor dapat ditentukan pada setiap suhu T

dengan cara mengukur besarnya hambatan R dari cuplikan menurut rangkaian

yang ada pada skema. Bila I adalah arus yang mengalir melalui batang

semikonduktor dengan luas penampang A dan panjang L yang terpasang pada

tegangan V maka R = V/I sehingga

σ = 𝐿

𝑅𝐴 =

𝐼𝐿

𝑉𝐴

Di dalam eksperimen ini digunakan arus AC untuk memperkecil pengaruh

rectifying contact.

Page 6: Laporan+Eg+1

BAB III

METODE EKSPERIMEN

A. Alat dan Bahan

1. Cuplikan semikonduktor (p = 6,7 cm & l = 5,8 cm)

2. Sumber arus AC

3. Multimeter

4. Thermometer

5. Tabung tempat pendinginan dan pemanasan cuplikan

6. Hairdryer (sebagai pemanas)

B. Skema Percobaan

Page 7: Laporan+Eg+1

C. Tata Laksana Percobaan

1. Cuplikan, sumber arus AC, voltmeter dan ammeter dirangkai menurut

gambar 1 dan gambar 2.

2. Suhu dalam tabung yang berisi cuplikan diturunkan dengan memasukkan es

dalam termos, lalu diukur arus (I) setiap penurunan suhu 2oC.

3. Suhu dinaikkan dengan cara mengangkat dari bejana pendingin dan bila

telah mencapai suhu kamar, digunakan alat pemanas untuk menaikkan

suhunya.

4. Dibandingkan hasil lebar celah Eg yang diperoleh dari eksperimen ini

dengan hasil literature.

Page 8: Laporan+Eg+1

D. Analisa Data

ńί = ρί = 2 [ 2𝜋𝑘𝛽𝜏

ħ2 ]

2 [ me* mh* ]

3/4 exp [

−𝐸𝑔

2𝑘𝛽𝑇 ]

Konduktivitas listrik ( σ )

σ = e ( μe + ρμh ) = e nί ( μe + μh )

σ = 2e ( μe + μh ) [ 2μkβT

h2 ]3/2 ( μe*μh* )3/4 exp [

−Eg

2kβT ]

σ = exp [ −Eg

2kβT ]

σ = exp [ Eg

2kB ]

1

T

lnσ = lnσo – [ Eg

2kB ]

1

T

↓ ↓ ↓ ↓

y c m x

R = ρL

A

ln (IL

VA ) = ln σ0 – [

Eg

2kB ]

1

T

ln I + ln ( L

VA ) = ln σ0 – [

Eg

2kB ]

1

T

ln I = ln σ0 – ln ( L

VA ) - [

Eg

2kB ]

1

T

↓ ↓ ↓ ↓

y c m x

σ = =

Page 9: Laporan+Eg+1

Dan akan menghasilkan 3 grafik yaitu grafik σ Vs T , ln σ Vs 1

𝑇 dan grafik

ln IVs 1

𝑇.

𝐸𝑔 = 𝑚. 2𝑘𝐵 = …

∆𝐸𝑔 = ∆𝑚. 2𝑘𝐵 = …

Jadi, (Eg ± ΔEg) = ( … ± … )

ln I σ ln σ

1/T 1/T T

Page 10: Laporan+Eg+1

BAB IV

HASIL EKSPERIMEN

A. DATA

L = 0,58 cm = 5,8x10-3

m

A = 2,67 x 10-5

cm2

1. Pada tegangan 50 volt

a. Pada saat penurunan suhu

T 1/T I (10-6

A) Ln I σx10-6

Ln σ

23

21

19

17

15

13

0,043

0,047

0,052

0,059

0,067

0,077

0,32

0,31

0,21

0,18

0,17

0,16

-14,95

-14,99

-15,38

-15,53

-15,59

-15,69

1,38

1,34

0,90

0,78

0,74

0,69

-13,49

-13,52

-13,92

-14,06

-14,12

-14,19

Page 11: Laporan+Eg+1

b. Pada saat kenaikan suhu

T 1/T I (10-6

A) Ln I σx10-6

Ln σ

13

15

17

19

21

23

25

27

29

31

33

35

37

39

41

0,076

0,067

0,059

0,052

0,048

0,043

0,040

0,037

0,034

0,032

0,030

0,028

0,027

0,026

0,024

0,31

0,32

0,33

0,34

0,34

0,34

0,35

0,35

0,36

0,36

0,37

0,38

0,39

0,40

0,38

-14,98

-14,95

-14,92

-14,89

-14,89

-14,89

-14,86

-14,86

-14,83

-14,83

-14,80

-14,78

-14,75

-14,73

-14,78

1,34

1,38

1,42

1,47

1,47

1,47

1,51

1,51

1,55

1,55

1,60

1,64

1,69

1,73

1,64

-13,52

-13,49

-13,49

-13,43

-13,43

-13,43

-13,40

-13,40

-13,37

-13,37

-13,34

-13,32

-13,29

-13,26

-13,32

Page 12: Laporan+Eg+1

2. Pada tegangan 60 volt

a. Pada saat penurunan suhu

T 1/T I (10-6

A) Ln I σx10-6

Ln σ

40

38

36

34

32

30

28

26

24

22

20

18

16

14

12

10

0,025

0,026

0,028

0,029

0,031

0,033

0,036

0,038

0,042

0,045

0,050

0,055

0,062

0,071

0,082

0,100

0,24

0,22

0,21

0,18

0,16

0,15

0,14

0,15

0,16

0,16

0,15

0,15

0,15

0,14

0,14

0,14

-15,24

-15,33

-15,38

-15,53

-15,65

-15,71

-15,78

-15,71

-15,65

-15,65

-15,71

-15,71

-15,71

-15,78

-15,78

-15,78

0,87

0,80

0,79

0,65

0,58

0,54

0,51

0,54

0,58

0,58

0,54

0,54

0,54

0,51

0,51

0,51

-13,95

-14,04

-14,05

-14,24

-14,36

-14,42

-14,49

-14,42

-14,36

-14,36

-14,42

-14,42

-14,42

-14,49

-14,49

-14,49

Page 13: Laporan+Eg+1

b. Pada saat kenaikan suhu

T 1/T I (10-6

A) Ln I σx10-6

Ln σ

10

12

14

16

18

20

22

24

26

28

30

32

34

36

38

40

0,100

0,082

0,071

0,062

0,055

0,050

0,045

0,042

0,038

0,036

0,033

0,031

0,029

0,028

0,026

0,025

0,31

0,30

0,28

0,30

0,31

0,31

0,31

0,32

0,33

0,33

0,33

0,36

0,38

0,39

0,40

0,42

-14,99

-15,02

-15,09

-15,02

-14,99

-14,99

-14,99

-14,95

-14,92

-14,92

-14,92

-14,83

-14,78

-14,75

-14,73

-14,68

1,12

1,09

1,02

1,09

1,12

1,12

1,12

1,16

1,19

1,19

1,19

1,30

1,34

1,41

1,45

1,52

-13,69

-13,73

-13,80

-13,73

-13,69

-13,69

-13,69

-13,67

-13,64

-13,64

-13,64

-13,55

-13,52

-13,47

-13,44

-13,39

Page 14: Laporan+Eg+1

B. GRAFIK

1. Pada tegangan 50 volt

a. Pada saat penurunan suhu

Page 15: Laporan+Eg+1

b. Pada saat kenaikan suhu

Page 16: Laporan+Eg+1
Page 17: Laporan+Eg+1

2. Pada tegangan 60 volt

a. Pada saat penurunan suhu

Page 18: Laporan+Eg+1

b. Pada saat kenaikan suhu

Page 19: Laporan+Eg+1

C. HASIL PERHITUNGAN

1. Pada tegangan 50 volt

a. Pada penurunan suhu

Eg ± ΔEg = (5,96±1,39) x 10-22

J = (3,7±0,86) x 10-3

eV

b. Pada kenaikan suhu

Eg ± ΔEg = (1,25±0,12) x 10-22

J = (0,80±0,07) x 10-3

eV

2. Pada tegangan 60 volt

a. Pada penurunan suhu

Eg ± ΔEg = (1,42±0,45) x 10-22

J = (0,89±0,28) x 10-3

eV

b. Pada kenaikan suhu

Eg ± ΔEg = (1,06±0,27) x 10-22

J = (0,67±0,17) x 10-3

eV

Page 20: Laporan+Eg+1

BAB V

PEMBAHASAN

Setiap atom penyusun semikonduktor memiliki sejumlah elektron valensi

pada kulit terluarnya yang menempati keadaan valensi, keadaan elektron valensi

ini memiliki tingkat energi yang besarnya EV. Elektron valensi ini berkontribusi

pada pembentukan ikatan kovalen antara atom-atom penyusun semikonduktor.

Sedangkan keadaan dimana elektron sudah terbebas dari ikatan kovalen disebut

keadaan konduksi dengan tingkat Energi EC. Apabila semikonduktor tersebut

temperaturnya dinaikan maka akan ada penambahan energi termal yang

menyebabkan terputusnya ikatan kovalen yang terbentuk. Pemutusan ikatan

kovalen ini akan menghasilkan elektron bebas yang sudah dalam keadaan

konduksi dengan tingkat energi EC. Pada keadaan elektron konduksi dimana

setelah terjadinya pemutusan ikatan kovalen, elektron valensi pada tingkat energy

EV akan berpindah kekeadaan konduksi dengan tingkat Energi EC. Selisih antara

tingkat energi konduksi dengan tingkat energi valensi ini dinamakan energi celah

pita (energy gap) dimana energi gap tersebut merupakan energi minimal yang

dibutuhkan untuk memutuskan ikatan kovalen pada kristal semikondukor.

Material semikonduktor adalah suatu material yang memiliki karakteristik

diantara konduktor dan isolator. Hal ini dapat dipahami dari karakter energi gap

semikonduktor yang berada diantara konduktor dan isolator. Tentunya untuk

masing-masing atom atau senyawa yang memiliki besar energi yang berbeda.

Semikonduktor sangat bergantung dari temperatur. Pada temperatur tertentu,

semikonduktor dapat menghantarkan listrik atau bertindak sebagai konduktor,

namun daya hantar listrik atau kanduktivitasnya lebih rendah dibandingkan

dengan konduktor. Pada temperatur yang sangat rendah, materil semikonduktor

akan memiliki karakter seperti isolator. Penambahan jumlah impuritas pada

semikonduktor juga dapat menambah sifat konduktivitas listriknya.

Sifat konduktivitas listrik dari material semikonduktor dapat bertambah

selain karena impuritas juga disebabkan karena efek dari temperatur dan cahaya.

Konduktivitas bertambah akibat dari penambahan jumlah elektron valensi di

dalam material semikonduktor tersebut. Elektron valensi atau biasa disebut

Page 21: Laporan+Eg+1

sebagai elektron yang berda di kulit terluar merupakan pembawa arus listrik. Pada

material silikon yang memiliki 4 elektron valensi, elektron-elektron berpasangan

dan membentuk ikatan kovalen dengan elektron dari atom lainnya. Dalam

keadaan ini elektron-elektron valensi tidak dapat bergerak bebas seperti elektron

bebas yang menghasilkan arus listrik. Bila diberikan temperatur tertentu, akan

menyebabkan elektron tereksitasi keluar dari ikatan tersebut. Sebagai akibatnya,

elektron akan lebih bebas bergerak dan menghasilkan arus listrik. Ketika elektron

tadi tereksitasi, elektron akan meninggalkan kekosongan posisi yang disebut

dengan hole. Hole juga dapat bergerak dilokasi tersebut dan memberikan

kontribusi adanya aliran listrik. Elektron dapat tereksitasi tentunya temperatur

mempunyai energi yang lebih besar dari energi ikatan elektron di dalam struktur

kristal Si. Energi tersebut biasa disebut energi gap. Gejala penghantaran listrik

umumnya secara fisis adalah arus listrik yang dapat diukur dengan ampermeter.

Pada bahan semikonduktor, yang berperan dalam penghantaran listrik adalah

elektron di pita konduksi dan hole di pita valensi.

Eksperimen kali ini adalah pengukuran celah tenaga (energi Gap) dengan

diode. Tujuannya untuk mempelajari gejala hantaran listrik dalam semikonduktor,

mempelajari pengaruh suhu pada konduktivitas bahan semikonduktor dan

menentukan lebar celah tenaga semikonduktor dengan cara mengukur

konduktivitas listriknya. Eksperimen dilakukan dengan menyusun alat dan bahan

seperti skema, lalu diukur panjang dan lebar cuplikan semikonduktor. Bahan

semikonduktor yang dipakai dalam eksperimen ini adalah silikon (Si). Tegangan

divariasikan, untuk mengetahui besarnya arus yang mengalir dalam setiap

perubahan suhu.

Pada eksperimen atau praktikum pengukuran celah tenaga (energi Gap)

dengan diode menggunakan metode perhitungan atau rumus dan menggunakan

grafik. Metode grafik yang digunakan yaitu menggunakan program KaleidaGraph.

Dengan metode grafik ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihanya

antara lain adalah: lebih mudah untuk dipahami, lebih cepat menentukan nilai

gradien relative lebih sederhana dari pada metode lain, praktikan juga dapat

mempunyai gambaran dari data yang telah didapatkan, sedangkan kelemahanya

Page 22: Laporan+Eg+1

yaitu: hanya mencakup baberapa data, kekurang akuratan dalam menentukan nilai

karena keterbatasan skala.

Eksperinen kali ini dilakuakan dengan variasi tegangan pada sumber arus,

yaitu menggunakan tegangan 50 volt dan 60 volt. Kemudian praktikan dalam

menentukan konduktivitas dengan mengamati variasi pada penurunan suhu (jauh

di bawah suhu kamar) dan kenaikan suhu (di atas suhu kamar, yaitu sampai 41oC).

Pada percobaan pertama dengan tegangan 60 volt, mengamati penurunan suhu

hanya diperoleh data sedikit karena es yang digunakan besar-besar sehingga

ketika memasukkan cuplikan semikonduktor suhu turun drastis sebelum

pengamatan dimulai, selain itu juga disebabkan karena termometer tida bisa stabil

di keadaan semula. Kemudian untuk kenaikan suhu di mulai dari 13 oC karena

suhu sudah konstan (tidak turun lagi). Selanjutnya pada variasi tegangan 60 volt

pada sumber arus, praktikan tidak lagi menggunakan es-es besar akan tetapi

menggunakan air es, kemudian baru ditambah es sedikit. Dan hasilnya pun, suhu

tidak turun drastis ketika termometer dan cuplikan dimasukkan. Namun, data yang

diperoleh pada variasi ini banyak data yang konstan.

Dari hasil data yang diperoleh, dibuat 3 grafik untuk masing-masing data,

yaitu grafik σ vs T, grafik ln σ vs 1/T dan grafik ln I vs 1/T. Pada penurunan suhu

dan kenaikan suhu, dengan tegangan 50 volt, grafik σ vs T menunjukkan garis

yang bersifat linear yang mengarah ke kanan atas, sehingga telihat bahwa

konduktivitas berbanding lurus dengan suhu yaitu semakin besar nilai suhu, maka

nilai konduktivitas juga semakin besar. Sedangkan grafik ln σ vs 1/T,

menunjukkan garis linear yang mengarah ke kiri bawah, sehingga gradien

negative. Jadi terlihat bahwa nilai ln konduktivitas berbanding terbalik dengan

nilai 1/T. Dan pada grafik Ln I vs 1/T menunjukkan garis lurus yang mengarah ke

kiri bawah dengan gradien negative, jadi nilai ln I berbanding terbalik denagn 1/T.

Dari hasil diatas terlihat bahwa nilai gradien untuk grafik ln σ vs 1/T . Dengan

gradien, dapat dihitung besanya energi gap bahan tersebut, yaitu Eg ± ΔEg pada

penurunan suhu = (5.96 ±1.39) x 10-22

J= (3,7±0,86) x 10-3

eV dan nilai Eg ± Δeg

pada kenaikan suhu = (1,25±0,12) x 10-22

J= (0,80±0,07) x 10-3

eV.

Dan pada tegangan 60 volt pada sumber arus, pada penurunan suhu

diperoleh grafik-grafik sama seperti pada tegangan 50 volt. Namun pada kenaikan

Page 23: Laporan+Eg+1

suhu, grafik pertama mengarah dari kanan atas menuju kiri bawah. Atau dengan

kata lain berbanding terbalik, sama seperti grafik kedua dan ketiga. Nilai energi

Gap, untuk penurunan suhu Eg ± ΔEg = (1,42±0,45) x 10-22

J = (0,89±0,28) x 10-

3eV dan untuk kenaikan suhu Eg ± ΔEg = (1,06±0,27) x 10

-22 J = (0,67±0,17) x

10-3

eV.

Dari grafik dan perhitungan, dapat disimpulkan bahwa nilai Eg untuk

setiap penurunan dan kenaikan suhu berbeda. Seharusnya niali Eg tetap sama, jika

berada pada suhu, arus, tegangan yang sama. Nilai Eg yang diperoleh juga

berbeda jauh dengan nilai Eg pada referensi. Nilai yang diperoleh lebih kecil dari

nilai referensi yaitu untuk silikon pada suhu kamar yaitu 1,86 x 10-19

= 1,11eV.

Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kondisi alat yang kurang baik

(thermometer yang mudah bergeser), kesalahan praktikan dalam pengamatan

(kurang teliti dalam mengamati perubahan suhu dan arus). Sehingga hasil yang

diperoleh tidak sesuai dengan teori pada referensi.

Page 24: Laporan+Eg+1

BAB VI

APLIKASI DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI KE DEPAN

Penerapan dari semikonduktor terutamayang berbahan silkon diantaranya

adalah teknologi berbasis silikon. Seperti diketahui, ditinjau dari struktur

elektronikanya, material semikonduktor dibedakan menjadi 2 jenis yaitu yang

memiliki celah pita energi langsung (direct bandgap) dan celah pita energi tidak

langsung (indirect bandgap). Silikon adalah material dengan celah nergi tidak

langsung, dimana nilai minimum dari pita konduksi dan maksimum dari pita

valensi tidak bertemu pada satu harga momentum yang sama.ini berarti agar

terjadi eksitasi dan rekombinasi dari membawa muatan diperlukan adanya

perubahan yang besar pada nilai momentumnya.

Dengan kata lain, silikon sulit memancarkan cahaya. Sifat ini

menyebabkan silikon tidak layak digunakan sebagai piranti

fotonik/optoelektronik, sehingga tertutup kemungkinan misalnya membuat

ICyang didalamnya terkandung detektor optoektronik atau sumber pemancar

cahaya dengan hanyamenggunakan material silikon saja. Beberapa usaha telah

dilakukan untuk mengatasi hal ini antara lain dengan mengembangkan bandgap

engineering. Salah satu contohnya adalah menumbuhkan struktur material SiGe.

Parameter mekanik strain yang timbul karena perbedaan konstanta kisi Kristal

antara lapisan SiGe dan Si tersebut akan mempengaruhi struktur elektronik

material di atas sehingga muncul efek brillioun-zone folding yang mengubah

struktur pitanya menyerupai material dengan celah energi langsung. Kombinasi

dari kedua material memungkinkan terjadinya pemancaran dan penyerapan

cahaya. Kemajuan diatas membuka era baru bagi material silikon dan paduannya

untuk diaplikasikan pada divais optoelektronik.

OPTOELEKTRONI

Optoelektronik adalah suatu aplikasi perangkat elektronik yang berfungsi

mendeteksi dan mengontrol sumber cahaya atau dapat juga dikatakan sebagai

peralatan pengubah dari tenaga listrik ke optik atau sebaliknya. Sumber cahaya

yang digunakan dalam aplikasi ini dihasilkan diantaranya dari fotodioda injeksi

dioda, LED, dan laser. Beberapa sumber ini telah banyak digunakan pada

Page 25: Laporan+Eg+1

beberapa perangkat optoelektronik yang biasa digunakan dalam bidang

telekomunikasi serat optik.

Optoelektronik dapat juga dikatakan sebagai cabang ilmu yang mengkaji

peralatan elektronik yang berhubungan dengan cahaya dan dianggap juga

sebagai sub-bidang dari fotonik. Dalam konteks ini, cahaya yang dikaji juga

merangkumi semua spektrum cahaya dalam gelombang elektromagnetik

(spektrum elektromagnetik) seperti sinar gamma, sinar-X, ultraviolet dan

inframerah, yang merupakan bentuk cahaya radiasi yang tak terlihat selain

cahaya yang tampak oleh mata manusia normal (spektrum tampak).

Dalam cabang ilmu ini, kelebihan-kelebihan yang didapati daripada

pengabungan dari bidang optik dan elektronik ini, adalah untuk dapat

menghasilkan satu peralatan yang jauh lebih baik dan bermanfaat terutama

yang berkaitan dengan teknologi telekomunikasi serat optik itu sendiri. Aspek

penting dalam bidang ini adalah bagaimana memanfaatkan sumber foton

sebagai media penghantaran bit informasi.

Ada beberapa macam divais optoelektronik diantaranya divais

optoelektronik saja, yaitu sel surya dan fotodetektor. Hal yang menjadi

pertimbangan adalah penggunaan kedua jenis divais optoelektronik ini

frekuensinya cukup tinggi dibanding yang lainnya. Prinsip fisis dari sel surya

dan fotodetektor sebenarnya hampir mirip, yaitu terjadinya pembangkitan

pasangan elektron-hole melalui proses eksitasi ketika foton menumbuk

permukaan divais. Perbedaannya adalah dari panjang gelombang foton yang

dapat diserap dan berkontribusi pada proses pembangkitan ini. Sel surya dapat

menyerap spektrum energi foton dalam rentang yang cukup lebar yaitu foton

yang memiliki energi sama atau lebih besar dari celah pita energi material

pembuat sel surya. Sedangkan fotodetektor hanya akan menyerap energi foton

yang energinya di sekitar celah pita energi material pembuatnya. Berdasarkan

kajian dari berbagai literatur, berikut ini akan dipaparkan hubungan fungsional

dari karakteristik utama divais sel surya dan fotodetektor dengan parameter-

parameter fisis bahan pembuat, struktur divais serta karakteristik setiap lapisan.

Page 26: Laporan+Eg+1

Fotodetektor

Photo Detector adalah alat untuk mengukur intensitas cahaya . Photo

detektor dapat dibagi menjadi tiga kategori yang berbeda sesuai dengan

fungsinya sebagai: photodetectors berbasis semikonduktor, tabung

photomultiplier, dan bolometers. photodetectors Semiconductor sejauh ini

yang paling umum digunakan sehari-hari. Contohnya adalah foto dioda yang

duduk dalam sel foto untuk memantau atau Power Button dan sensor gambar

dan video yang digunakan dalam kamera digital (biasanya dari CCD - atau

CMOS -tipe).

Karakteristik utama dari fotodetektor antara laian adalah tingkat

responsivitas, tingkat sensitivitas, dan efisiensi kuantum (Bart J. Van

Zeghbroeck, 1996). Responsivitas fotodetektor didefinisikan sebagai rasio dari

arus pada fotodetektor terhadap daya optik yang masuk pada divais.

Sensitivitas didefinisikan sebagai daya masukan minimum yang masih dapat

terdeteksi oleh divais. Dan efisiensi kuantum didefinisikan sebagai rasio dari

jumlah pasangan elektron-hole yang menghasilkan arus listrik terhadap jumlah

foton yang menumbuk divais. Seperti halnya sel surya, fotodeterktor pun

terdiri dari berbagai struktur, seperti persambungan p-n, persambungan p-i-n,

serta persambungan M-S.

Page 27: Laporan+Eg+1

BAB VII

KESIMPULAN

Dari hasil percobaan didapatkan:

1. Pada tegangan 50 volt

a. Pada penurunan suhu

Eg ± ΔEg = (5,96±1,39) x 10-22

J = (3,7±0,86) x 10-3

eV

b. Pada kenaikan suhu

Eg ± ΔEg = (1,25±0,12) x 10-22

J = (0,80±0,07) x 10-3

eV

2. Pada tegangan 60 volt

a. Pada penurunan suhu

Eg ± ΔEg = (1,42±0,45) x 10-22

J = (0,89±0,28) x 10-3

eV

b. Pada kenaikan suhu

Eg ± ΔEg = (1,06±0,27) x 10-22

J = (0,67±0,17) x 10-3

eV

Suhu berpengaruh pada konduktivitas bahan semikonduktor. Semakin besar

suhu maka nilai arus juga semakin besar.

Semakin besar nilai suhu maka konduktvitas listrik juga semakin besar

Nilai Ln konduktivitas semakin kecil maka nilai 1/T juga akan semakin kecil

Nilai ln I semakin kecil maka nilai 1/T akan semakin kecil juga

Page 28: Laporan+Eg+1

DAFTAR PUSTAKA

Staf Laboratorium Fisika Zat Padat. 2011. Buku Penuntun Praktikum Eksperimen

Fisika III. Laboratorium Fisika Zat Padat. Yogyakarta: Fakultas MIPA

UGM.

Kittel, C., 1986, Imtroduction to Solid Physics, edisi 6, Jhon Wiley & Sons, New

York

http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/baijournal/Harmen_Ranc

ang%20Bangun.pdf

http://www.batan.go.id/ptrkn/file/vol_12_02/4.Edit_teguh.pdf

http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/16294

http://ikhwanpcr.blogspot.com

Page 29: Laporan+Eg+1

LAMPIRAN

1. Pada tegangan 50 volt

a. Pada penurunan suhu

Menghitung konduktivitas (σ)

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.32.10−6 𝑋 5.80.10−3

50 𝑋 2,67.10−5 = 1.38 x 10-6

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.31.10−6 𝑋 5.80.10−3

50 𝑋 2,67.10−5 = 1.34 x 10-6

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.21.10−6 𝑋 5.80.10−3

50 𝑋 2,67.10−5 = 0.90 x 10-6

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.18.10−6 𝑋 5.80.10−3

50 𝑋 2,67.10−5 = 0.78 x 10-6

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.17.10−6 𝑋 5.80.10−3

50 𝑋 2,67.10−5 = 0.74 x 10-6

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.16.10−6 𝑋 5.80.10−3

50 𝑋 2,67.10−5 = 0.69 x 10-6

Menghitung energi Gap dan ketidakpastiannya

𝐸𝑔 = 𝑚. 2𝑘𝐵

= −21,63 × 2 × 1,38 × 10−23 = −5,96 × 10−22𝐽

∆𝐸𝑔 = ∆𝑚. 2𝑘𝐵

= 5,05 × 2 × 1,38 × 10−23 = 1,39 × 10−22𝐽

Jadi, Eg ± ΔEg = (5,96±1,39) x 10-22

J = (3,7±0,86) x 10-3

eV

b. Pada kenaikan suhu

Menghitung konduktivitas (σ)

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.31.10−6 𝑋 5.80.10−3

50 𝑋 2,67.10−5 = 1.34 x 10-6

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.32.10−6 𝑋 5.80.10−3

50 𝑋 2,67.10−5 = 1.38 x 10-6

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.33.10−6 𝑋 5.80.10−3

50 𝑋 2,67.10−5 = 1.42 x 10-6

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.34.10−6 𝑋 5.80.10−3

50 𝑋 2,67.10−5 = 1.47 x 10-6

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.35.10−6 𝑋 5.80.10−3

50 𝑋 2,67.10−5 = 1.51 x 10-6

Page 30: Laporan+Eg+1

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.36.10−6 𝑋 5.80.10−3

50 𝑋 2,67.10−5 = 1.55 x 10-6

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.37.10−6 𝑋 5.80.10−3

50 𝑋 2,67.10−5 = 1.60 x 10-6

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.38.10−6 𝑋 5.80.10−3

50 𝑋 2,67.10−5 = 1.64 x 10-6

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.39.10−6 𝑋 5.80.10−3

50 𝑋 2,67.10−5 = 1.69 x 10-6

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.40.10−6 𝑋 5.80.10−3

50 𝑋 2,67.10−5 = 1.73 x 10-6

Menghitung energi Gap dan ketidakpastiannya

𝐸𝑔 = 𝑚. 2𝑘𝐵

= −4,52 × 2 × 1,38 × 10−23 = 1,25 × 10−22𝐽

∆𝐸𝑔 = ∆𝑚. 2𝑘𝐵

= 0,45 × 2 × 1,38 × 10−23 = 0,12 × 10−22𝐽

Jadi, Eg ± ΔEg = (1,25±0,12) x 10-22

J = (0,80±0,07) x 10-3

eV

1. Pada tegangan 60 volt

a. Pada penurunan suhu

Menghitung konduktivitas (σ)

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.24.10−6 𝑋 5.80.10−3

60 𝑋 2,67.10−5 = 0.87 x 10-6

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.22.10−6 𝑋 5.80.10−3

60 𝑋 2,67.10−5 = 0.80 x 10-6

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.21.10−6 𝑋 5.80.10−3

60 𝑋 2,67.10−5 = 0.79 x 10-6

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.18.10−6 𝑋 5.80.10−3

60 𝑋 2,67.10−5 = 0.65 x 10-6

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.16.10−6 𝑋 5.80.10−3

60 𝑋 2,67.10−5 = 0.58 x 10-6

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.15.10−6 𝑋 5.80.10−3

60 𝑋 2,67.10−5 = 0.54 x 10-6

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.14.10−6 𝑋 5.80.10−3

60 𝑋 2,67.10−5 = 0.51 x 10-6

Page 31: Laporan+Eg+1

Menghitung energi Gap dan ketidakpastiannya

𝐸𝑔 = 𝑚. 2𝑘𝐵

= −5,15 × 2 × 1,38 × 10−23 = 1,42 × 10−22𝐽

∆𝐸𝑔 = ∆𝑚. 2𝑘𝐵

= 1,63 × 2 × 1,38 × 10−23 = 0,45 × 10−22𝐽

Jadi, Eg ± ΔEg = (1,42±0,45) x 10-22

J =(0,89±0,28) x 10-3

eV

b. Pada kenaikan suhu

Menghitung konduktivitas (σ)

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.31.10−6 𝑋 5.80.10−3

60 𝑋 2,67.10−5 = 1.21 x 10-6

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.28.10−6 𝑋 5.80.10−3

60 𝑋 2,67.10−5 = 1.02 x 10-6

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.30.10−6 𝑋 5.80.10−3

60 𝑋 2,67.10−5 = 1.09 x 10-6

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.33.10−6 𝑋 5.80.10−3

60 𝑋 2,67.10−5 = 1.19 x 10-6

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.36.10−6 𝑋 5.80.10−3

60 𝑋 2,67.10−5 = 1.30 x 10-6

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.38.10−6 𝑋 5.80.10−3

60 𝑋 2,67.10−5 = 1.34 x 10-6

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.40.10−6 𝑋 5.80.10−3

60 𝑋 2,67.10−5 = 1.45 x 10-6

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.42.10−6 𝑋 5.80.10−3

60 𝑋 2,67.10−5 = 1.52 x 10-6

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.32.10−6 𝑋 5.80.10−3

60 𝑋 2,67.10−5 = 1.16 x 10-6

σ = 𝐼𝐿

𝑉𝐴 =

0.39.10−6 𝑋 5.80.10−3

60 𝑋 2,67.10−5 = 1.41 x 10-6

Page 32: Laporan+Eg+1

Menghitung energi Gap dan ketidakpastiannya

𝐸𝑔 = 𝑚. 2𝑘𝐵

= −3,85 × 2 × 1,38 × 10−23 = 1,06 × 10−22𝐽

∆𝐸𝑔 = ∆𝑚. 2𝑘𝐵

= 0,97 × 2 × 1,38 × 10−23 = 0.27 × 10−22𝐽

Jadi, Eg ± ΔEg = (1,06±0,27) x 10-22

J = (0,67±0,17) x 10-3

eV