Mewabahnya Flu Burung Di Indonesia Yang Diidentifikasi Sebagai
LAPORAN PENELITIANpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/08/Hubungan... · Web view1.2....
Transcript of LAPORAN PENELITIANpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/08/Hubungan... · Web view1.2....
LAPORAN PENELITIANPENELITIAN PENELITI MUDA (LITMUD) UNPAD
HUBUNGAN ANTARA PEMAHAMAN TERHADAP KRITERIA SANKSI ORGANISASI DENGAN PERILAKU
PRODUKTIF PETERNAK SAPI PERAH DI KOPERASI UNIT DESA MANDIRI
KECAMATAN BAYOMBONG KABUPATEN GARUT (Kasus pada Koperasi Persusuan)
Oleh :Ketua : Mochamad Ali Mauludin, S.Pt
Anggota I : Ir. Lils Nurlina, M.SiAnggota II : Syahirul Alim, S.Pt
Dibiayai oleh Dana DIPA Universitas PadjadjaranTahun Anggaran 2007
Berdasarkan SPK No. 265/ J06.14/LP/PL/2007Tanggal 3 April 2007
LEMBAGA PENELITIANUNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS PADJADJARAN
NOVEMBER 2007
HUBUNGAN ANTARA PEMAHAMAN TERHADAP KRITERIA SANKSI ORGANISASI DENGAN PERILAKU PRODUKTIF
PETERNAK SAPI PERAH DI KOPERASI UNIT DESA MANDIRI
KECAMATAN BAYOMBONG KABUPATEN GARUT (Kasus pada Koperasi Persusuan)
(M. Ali Mauludin, Lilis Nurlina, Syahirul Alim)
ABSTRAK
Penelitian ini telah dilaksanakan di Koperasi Unit Desa Mandiri Bayombong, Kecamatan Bayombong, Kabupaten Garut. Tujuan penelitian ini adalah untuk megetahui pemahaman peternak terhadap kriteria sanksi organisasi, perilaku produktif peternak, dan hubungan antara pemahaman terhadap kriteria sanksi organisasi dengan perilaku produktif peternak sapi perah.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metoda survai. Sampel (responden) dipilih secara bertingkat terhadap sapi perah anggota KUD mandiri bayombong, sebanyak 30 orang. Hasil penelitian menunjukan, bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pemahaman terhadap kriteria sanksi termasuk kategori cukup paham ( persen). Kategori cukup ideal ( persen). Berdasarkan analisis statistika korelasi rank spearman diketahui bahwa antara pemahaman terhadap kriteria sanksi organisasi dengan perilaku produktif peternak sapi perah, menunjukan adanya hubungan (rs = )
Kata kunci : Pemahaman terhadap kriteria sanksi organisasi, perilaku produktif
ABSTRACT
THE RELATIONSHHIP UNDERSTANDING OF ORGANIZATIONAL SANCION CRITERIA WITH PRODUKTIVE BEHAVIOR OF DAIRY
CATTLE FARMER ( The case in milk cooperative)
(M. Ali Mauludin, Lilis Nurlina, Syahirul Alim)
The research was conducted at cooperative (KUD Bayombong), subdistrict Bayombong, Garut district. This research was aimed to know the relationship understanding of organizational sancion criteria with produktif behavior of dairy cattle farmer.
This research used the survay method 30 respondents were selected based on stratified random sampling. The result of the research showed that most of respondents have understanding of organizational sancion criteria is included category enough understand ( percent). Produktive behavior category is included ideal category enough ( percent). Pursuan to correlation statistic analysis of Rank Spearman known that there are the relationship (rs = )
Key words : Understanding of organizational sanction criteria, productive behavior.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat, rahmat dan
karunianya sehingga laporan hasil penelitian ini dapat diselesaikan dengan judul
“Hubungan Antara Pemahaman Terhadap Kriteria Sanksi Organisasi dengan Perilaku
Produktif Peternak Sapi Perah di Koperasi Unit Desa Mandiri Kecamatan
Bayombong Kabupaten Garut“.
Pada penyususunan laporan ini tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang
dihadapi namun dengan izin Allah SWT pula. Kami dapat menyelesaikan laporan ini
karena dengan dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini kami menyampaikan terimakasih kepada:
1. Ketua Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran.
2. Dekan Fakultas Peternakan
3. Instansi Terkait
4. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya laporan penelitian ini.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam membuat laopran ini
namun segala kemampuan hanya milikNya, karenanya penulis mohon ampun atas
semua kekhilafan dan kelalaian. Akhirnya penulis berharap laporan ini bermanfaat
dari berbagai pihak yang memerlukan.
Bandung, 14 November 2007
Penulis,
Tim Pelaksana
DAFTAR ISI
BAB HALAMAN
Abstrak ............................................................................................................. i
Abstract ............................................................................................................ ii
Kata Pengantar ................................................................................................. iii
Daftar Isi .......................................................................................................... iv
Daftar Ilustrasi ................................................................................................. vi
Daftar Lampiran …………………………………………………………….. vii
I PENDAHULUAN …………………………………………………...
1.1. Latar Belakang ………………………………………………….
1.2. Perumusan Masalah …………………………………………….
II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………….
2.1. Pengertian Koperasi…………………………………………….
2.2. ……………………………………
III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ……………………….
3.1. Tujuan Penelitian ………………………………………………
3.2. Manfaat Penelitian ……………………………………………..
IV METODE PENELITIAN …………………………………………..
4.1. Unit Analisis …………………………………………………...
4.2. Penentuan Informan ……………………………………………
4.3. Teknik dan Pengumpulan Data ………………………………...
4.4. Pola Sosial (Variabel Penelitian) ………………………………
4.5. Teknik Analisis Data …………………………………………..
V HASIL PEMBAHASAN …………………………………………..
5.1. Keadaan Umum daerah Penelitian ……………………………
5.1.1. Keadaan Fisik ……………………………………….
5.1.2. Keadaan Sosial Ekonomi ……………………………
5.1.3. Keadaan Koperasi …………………………………..
5.2. Partisipasi Anggota …………………………………………...
5.3. Pola Kehidupan Kelembagaan Koperasi ……………………...
5.4. Perkembangan Kedinamisan Lembaga Koperasi ……………..
VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ………………………….
6.1. Kesimpulan ……………………………………………………
6.2. Saran ………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1.
IPENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Krisis moneter yang dialami bangsa Indonesia memberikan dampak
perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk sendi-sendi
kehidupan sektor ekonomi. Salah satu program pemerintah dalam menanggulangi
dampak krisis ekonomi dan kebijakan ekonomi dimasa yang akan datang yaitu
ditekankan kepada pemberdayaan ekonomi rakyat. Program ini bertujuan untuk
mengoptimalkan kekuatan serta potensi ekonomi yang ada dimasyarakat.
Dalam orde reformasi, pembangunan ekonomi tidak bisa mengandalkan pada
strategi pertumbuhan semata, karena kebijakan tersebut selain justru makin
memperlebar kesenjangan dalam masyarakat, karena tidak membangun lingkungan
bisnis yang bersahabat. Oleh karenanya kebijaksanaan pembngaunan ekonomi harus
dirubah, yaitu dengan mengembangkan ekonomi kerakyatan.
Salah satu komponen ekonomi kerakyatan yang strategis dalam ikut
membangun lingkungan bisnis yang bersahabat tersebut diantaranya adalah koperasi.
Kelembagaan Koperasi dirasakan merupakan salah satu sarana yang tepat untuk
mendukung program tersebut, oleh karena itu koperasi yang merupakan lembaga
ekonomi rakyat yang berwatak sosial harus makin berkembang dan diperkuat dalam
rangka menumbuhkan demokrasi ekonomi sebagai salah satu landasan terciptanya
masyarkat yang berkeadilan sosial.
Koperasi Unit Desa Mandiri Kecamatan Bayombong Kabupaten Garut
bergerak dalam bidang sapi perah (persusuan).mempunyai tujuan untuk
memasarkan dan memberikan jaminan pasar pada produksi susu anggota,
menyediakan sarana produksi peternakan, menyediakan sarana produksi
peternakan, menyediakan kebutuhan anggota dan memberikan dampak positif
terhadap perekonomian mayarakat pada umumnya.
Unit usaha produksi, pengolahan, dan pemasaran susu memiliki peranan yang
sangat penting. Karena mempunyai tanggung jawab untuk menjaga, memonitor
dan mengontrol kualitas susu agar dapat dipertahankan sesuai dengan kualitas susu
yang distandarkan. Baik buruknya kualitas susu merupakan indikator dan
pengetahuan, keterampilan, dan kejujuran peternak dalam mengelola usaha
ternaknya.
Perilaku tidak jujur yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dengan
cara yang mudah harus segera dicegah. Pencegahan dapat dilakukan melalui
penerapan peraturan berupa sanksi. Sanksi ini dapat bersifat positif, yaiti berupa
bonus (reward) yang diberikan kepada peternak yang dapat meningkatkan kualitas
susunya terutama dari segi fat (lemak) dan SNF (bahan kering tanpa lemak) atau
bersifat (Punishment) yang diberikan kepada peternak yang tidak dapat
meningkatkan kualitas susunya atau yang terbukti melakukan pelanggaran-
pelanggaran, seperti melakukan pemalsuaan susu.
Perilaku produktif peternak sangat diperlukan bagi keberhasilan usaha
koperasi maupun usaha peternak pribadi, karena pengetahuan dan keterampilan
dari perternak saja tidak cukup untuk memperoleh keberhasilan, namun perlu
adanya kesadaran yang mengarah pada perilaku produktif. Perilaku produktif
merupakan lagkah nyata dalam melaksanakan usahanya. Berhasil tidaknya usaha
ternaknya, akan bergantung pada perilaku peternak. Keberhasilan usaha peternak
merupakan keberhasilan koperasi juga. Dengan demikian, perilaku produktif
peternak sangat diperlukan demi tercapainya tujuan baik tujuan pribadi peternak
maupun koperasi.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat diidentifikasi permasalahan
sebagai berikut :
1. Sampai sejauh mana pemahaman peternak terhadap kriteria sanksi
organisasi
2. Sampai sejauh mana Perilaku produktif peternak sapi perah anggota KUD
Mandiri Kec. Bayombong Kab. Garut
3. Bagaimana hubungan antara pemahaman terhadap kriteria sanksi
organisasi dengan perilaku produktif peternak sapi perah anggota KUD
Mandiri Kec. Bayombong Kab. Garut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Koperasi
Menurut undang-undang Nomor 25 tahun 1992, dirumuskan bahwa koperasi
adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hokum koperasi
dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai
gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Sedangkan
menurut A. Chaniago (1984), Koperasi adalah suatu perkumpuan yang beranggotakan
orang-orang atau badan-badan yang memberikan kebebasan masuk dan keluar
sebagai anggota, dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha, untuk
mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya.
Dacttcher sebagaimana yang dikutip oleh Imam Sudirman (1996) dalam
Muhardi (1997) memberikan pengertian bahwa, koperasi adalah organisasi yang
terdiri dari kelompok orang yang berusaha bersama-sama didalam bekerja terdapat
pembagian tugas individu maupun kelompok yang saling memotivasi. Menurut
Yuyun Wirasasmita (1995) yang dikutup oleh Muhardi (1997), makna koperasi dari
segi keberadaan dan operasionalny mengandung hakekat sebagai berikut :
1. Adanya kelompok orang-orang yang mengelola perusahaan atau rumah tangga
yang dipersatukan oleh paling sedikit satu atau beberapa kesamaan kebutuhan.
2. Kelompok itu mempunyai kesadaran bahwa pemecahan masalah yang
dihadapi masing-masing dapat dipecahkan dan dipenuhi dengan baik melalui
tindakan bersama.
3. Bahwa untuk memenuhi kebutuhan itu harus ada perusahaan/ unit usaha yang
didirikan secara permanen.
4. Bahwa hubungan antara koperasi dengan anggota bersifat promosional, yaitu
memajukan kesejahteraan aggota.
Melihat definisi tersebut, maka koperasi bukan merupakan perkumpulan
modal, akan tetapi persekutuan sosial, sukarela untuk menjadi anggota, netral
terhadap aliran dan agama dan tujuannya mempertinggi kesejahteraan jasmaniah
anggota-anggotanya dengan kerja sama secara kekeluargaan. Dengan demikian, maka
ukuran keberhasilan koperasi tidak semata-mata dengan ukuran efisiensi koperasi
sebagai perusahaan, akan tetapi dengan ukuran efisiensi dalam rangka peningkatan
kesejahteraan anggota (Balitbang Koperasi, 1986). Berkaitan dengan itu, maka dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan anggota, koperasi dapat menerapkan sanksi
organisasi yang penjelasannya dapat dilihat pada uraian selanjutnya.
2.2 Pengertian Sanksi Organisasi
Menurut James Drever (1988), sanksi adalah dasar-dasar tindakan seseorang
individu; yang secara sosial merupakan alat yang dipakai untuk memaksa seseorang
individu melakukan tindakan sesuai dengan standar-standar sosial. A. Budihardjo
(1991) memberikan pengertian sanksi sebagai suatu tanggapan positif atau negatif
dari anggota kelompok sosial terhadap aktifitas atau perilaku pada bagian satu atau
lebih dari anggotanya. Pengertian tersebut dipertegas oleh Amin Widjaja Tunggal
(1997) dan Combie, dkk. (1984), bahwa sanksi positif (reward) dan sanksi negatif
(punishment) digunakan oleh kelompok untuk mendorong orang-orang agar
menyesuaikan diri dengan normanya, yang masing-masing untuk perilaku yang
menguntungkan yang sesuai dengan norma sosial dan untuk mengendalikan perilaku
yang menyimpang. Combie, dkk. (1984) lebih menjelaskan lagi, bahwa pelaksanaan
sanksi bukan hanya sebagai petunjuk pada penyesuaian tetang nilai tetapi pada
pengendalian sosial.
Pendapat Combie, dkk. (1984) sejalan dengan Roucek (1987, yang
menyatakan bahwa sanksi sebagai alat pengendalian sosial yang dapat memberi
petunjuk kepada seseorang apabila seseorang yang bertindak secara pribadi hampir-
hampir tidak berdaya dalam menghadapi masalah sosial. Artinya, bahwa dengan
sanksi seseorang akan selalu mengendalikan perilakunya sesuai dengan norma-norma
yang berlaku dan selain itu, seseorang akan terstimulus dengan adanya pemberian
sanksi berupa sanksi positif (reward) dan sanksi negatif (punishment).
2.2.1 Reward
Reward diartikan Kartini Kartono (1994), sebagai sarana obyektif yang
mampu memberikan kepuasan terhadap kebutuhan, dorongan atau keinginan
seseorang. Reward sebagai sanksi positif adalah hal-hal yang baik yang
menyenangkan yang diterima oleh seorang individu, atau terjadi pada dirinya sebagai
akibat dari kerjanya (Susan, 2002). Reward menurut Sawoto (1981) merupakan
intensif materiil yang berbentuk uang yang dapat dibayarkan sebagai balas jasa atas
hasil pekerjaan yang telah dilaksanakan; diberikan secara selektif dan khusus kepada
pekerja yang berhak menerimanya. Sedangkan menurut Amin Widjaja Tunggal
(1997), reward merupakan seluruh bagian organisasi yang terlibat dalam alokasi
kompensasi dan manfaat kepada seorang individu sebagai pertukaran untuk
kontribusi mereka terhadap organisasi. Miftah Thoha (1998), mengungkapkan bahwa
pelaksanaan pemberian dan administrasi dari reward dapat dinamakan penguatan
positif yang bertujuan untuk mempertahankan atau memperkuat suatu respons.
Pengertian tersebut sejalan dengan Najati (2000) yang menyatakan bahwa
reward memiliki posisi penting untuk memotivasi seseorang dalam melakukan
respons yang positif, selain itu, bisa membentuk etos kerja yang tinggi pada
kesempatan yang lain dan membuat dia senantiasa mengoreksi prokduktifitas
kerjanya. Dengan demikian, reward yang diberikan secara langsung bisa
memunculkan efek positif dalam menggugah seseorang untuk melakukan perilaku
yang lebih baik dari sebelumnya. Namun sebaliknya, apabila reward tidak diberikan
secara langsung, maka pengaruhnya untuk menggugah seseorang untuk melakukan
perilaku yang lebih baik semakin melemah. Akan tetapi tidak selamanya demikian,
reward yang diberikan beberapa waktu kemudian juga tetap saja berkesan dalam diri
penerimanya, sehingga tetap dapat merangsang seseorang agar tetap berperilaku lebih
baik.
Menurut Steers dan Porter (1987), reward terdiri dari dua jenis, yaitu yang
pertama intrinsic reward dalah bahwa individu mempersiapkan dirinya (seperti
perasaan untuk memperoleh prestasi) sebagai hasil dari melakukan beberapa
pekerjaan dan yang kedua extrinsic reward adalah reward yang diberikan kepada
seorang individu dari orang lain. Menurut Soetisna (2000), extrinsic reward dapat
memiliki pengaruh kuat dan cepat, akan tetapi tidak berlangsung lama. Sebaliknya,
intrinsic reward, yang sangat memperdulikan mutu kerja akan memiliki pengaruh
yang lama dan mendalam karena ia berasal dari dalam diri setiap individu dan tidak
dipaksakan dari pihak luar.
2.2.2 Punishment
Punishment atau sanksi negatif cenderung memperlemah tanggapan yang
segera mengikutinya, yaitu punishment dapat mencegah berulangnya perilaku.
Punishment merupakan stimulus yang akan ditolak orang-orang apabila ada pilihan
antara punishment dengan tidak ada stimulus sama sekali (Solomon, 1964). Artinya
bahwa, seseorang akan menolak diberikannya punishment, karena tidak ada
rangsangan lain seperti reward, sehingga orang akan cenderung mengulang perilaku
buruknya pada waktu berikutnya. t Punishment menurut Amin Widjaja Tunggal
(1997), adalah suatu konsekuensi yang tidak menyenangkan bagi tanggapan perilaku
tertentu atau pengadaan konsekuensi yang tidak menyenangkan atas perilaku tertentu
karena melakukan perbuatan tertentu. Sedangkan menurut Widiyanti dan Anorogo
(1993) punishment merupakan intensif negatif sifatnya, jika intersif positif (reward)
sifatnya mendorong seseorang untuk menempuh arah yang diinginkan, maka intensif
negatif (punishment) diharapkan dapat mencegah seseorang menempuh jalan sesat.
Menurut Kazdin (1975) dalam Gibson, dkk (1994) punishment adalah
pemberian suatu kejadian (tindakan) yang tidak disukai atau penghapusan suatu
kejadian yang positif setelah adanya tanggapan yang mengurangi frekuensi tanggapan
sebelumnya. Thorndike (1983) dalam Gibson, dkk (1994) menyatakan bahwa
punishment memaksakan dampaknya atas perilaku dengan melemahkan hubungan
antara stimulus dan tanggapan (respons) serta punishment akan mengurangi
kecenderungan untuk mengulangi perilaku berikutnya, yaitu perilaku yang tidak
diinginkan organisasi.
Punishment menurut Arvey dan Ivancevich dalam Steers dan Porter (1987),
dalam suatu organisasi harus diterapkan secara layak dan lebih efektif dengan
memperhatikan masalah penentuan waktu (timing), intensitas (intensity), penjadwalan
(scheduling), kejelasan alasan (clarifying the reason), dan tidak bersifat pribadi
(impersonal). Dengan demikian, untuk mengefektifkan pelaksanaan punishment,
maka diperlukan suatu penyampaian yang efektif tentunya dengan komunikasi yang
efektif juga.
Tidak hanya punishment, pelaksanaan reward juga harus dilaksanakan
berdasarkan syarat-syarat tersebut diatas. Keberhasilan pelaksanaan reward dan
punishment tergantung kepada cara-cara penyampaiannya, yaitu melalui komunikasi.
Sejalan dengan Roucek (1987) yang menyatakan bahwa komunikasi merupakan salah
stu cara untuk dapat merubah suatu keadaan, karena komunikasi merupakan transmisi
stimulasi yang dapat memahami keadaan seseorang dan memberikan tekik atau
pengalaman yang sama serta dapat mengembangkan pemahaman. Dengan demikian,
pelaksanaan sanksi (reward dan punishment) sebagai stimulus dapat berhasil, jika
cara penayampaian kepada anggota dilakukan dengan baik, sehingga mendapat
respons setelah melalui proses persepsi (kognisi), motivasi (afeksi) yang merupakan
pengejawatahan dari pemahaman, dan akhirnya akan memberikan perubahan perilaku
(respons) yang diharapkan, yaitu perilaku produktif (psikhomotorik).
2.3 Pengertian Pemahaman
Pengertian pemahaman menurut psikologi umum yang disitir Evana (1997)
merupakan suatu proses pengertian logis dengan aktifitas fikir dalam menerima
informasi yang dilakukan secara sadar, sengaja dan teliti melalui indera, setelah
terjadi pengubahan informasi menjadi simbol informasi atau gelombang listrik dalam
otak selanjutnya simbol tersebut akan disimpan di dalam memori (sistem pengolahan
informasi dalam otak) dalam jangka yang panjang atau permanen sewaktu-waktu siap
untuk dipanggil kembali. Pemahaman menurut Nana Sudjana (1995), merupakan
kemampuan menangkap makna atau arti dari suatu konsep, dimana diperlukan adanya
hubungan atau pertautan antara konsep dengan makna yang terkandung dalam konsep
tersebut, pemahaman seseorang terhadap orang lain, situasi atau objek lain atau hasil
dari proses pembelajaran (learning proses).
2.3.1 Aspek Kognitif
Aspek kognitif merupakan respon perseptual dan pernyataan mengenai apa
yang diyakini. Persepsi menurut Miftah Thoha (1998) pada hakikatnya adalah proses
kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang
lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan
penciuman sedangkan menurut Siagian (1995) yang diamaksud dengan persepsi
adalah berupa apa yang ingin dilihat seseorang belum tentu sama dengan faktor yang
sebenarnya. Keinginan seseorang itulah yang menyebabkan mengapa dua orang yang
melihat atau mengalami hal yang sama memberikan interpretasi yang berbeda tentang
apa yang dilihat atau dialaminya.
Menurut Shaleh dan Whab (2004) persepsi didefinsikan sebagai proses yang
menggabungkan dan mengorgansasikan data-data indera kita (penginderaan) untuk
dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita,
termasuk sadar akan diri kita sendiri. Definisi lain menyebutkan bahwa persepsi
adalah kemampuan membeda-bedakan, mengelompokkan, memfokuskan perhatian
terhadap satu obyek rangsang. Dalam proses pengelompokkan dan membedakan ini
persepsi melibatkan proses interpretasi berdasarkan pengalaman terhadap satu
peristiwa atau obyek.
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, yaitu diri orang
yang bersangkutan (sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman dan harapannya),
sasaran persepsi tersebut mungkn berupa orang, benda atau peristiwa, dan faktor
situasi. Sedangkan menurut Ibid dalam Miftah Thoha (1998)nfaktor-faktor yang
mempengaruhi pengembangan persepsi seseorang, yaitu keadaan psikologi, famili,
dan kebudayaan.
2.3.2 Aspek Afeksi
Aspek afeksi merupakan respon syaraf simpatetik dan pernyataan afeksi
yang dapat menimbulkan motivasi. Najati (1997), mendefinisikan motivasi sebagai
kekuatan penggerak yang membangkitkan aktivitas pada makhluk hidup, dan
menimbulkan tingkah laku serta mengarahkannya menuju tujuan tertentu. Motivasi
dapat terjadi melalui proses kognitif maupun proses afeksi (Newcomb, dkk., 1981).
Sedangkan menurut Berelson dan Steiner dalam Moekijat (1984), motivasi adalah
suatu istilah umum yang dipergunakan untuk keseluruhan golongan dorongan,
keinginan, kebutuhan, harapan dan kekuatan-kekuatan yang serupa. Menurut Siagian
(1995), motivasi adalah daya dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi
yang sebesar mungkin demi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya,
dalam artian bahwa tercapainya tujuan organisasi berarti tercapai pula tujuan pribadi
para anggota organisasi yang bersangkutan.
Pada proses afektif, seseorang akan menilai bagaimana menyikapi stimulus.
Proses afektif dapat memberikan konsekuensi berupa sikap atau perasaan. Sikap atau
perasaan antara lain meliputi perasaan senang atau tidak senang, baik atau buruk,
benci atau cinta.
2.4 Aspek Psikhomotorik
Aspek psikhomotorik merupak respon berupa tindakan dan pernyataan
mengenai perilaku. Perilaku merupakan salah satu aspek dari sikap seseorang yang
berkaitan dengan proses interaksi sosial antara dirinya dengan sesamanya, sehingga
perilaku tersebut cenderung mengarah dan berhubungan dengan individu lainnya.
Perilaku menurut Lewin (1951) dalam Saifuddin Azwar (2002), adalah sebagai fungsi
dari interaksi antara person atau individu dengan lingkungannya.
Individu membawa ke dalam tatanan organisasi dengan kemampuannya,
kepercayaan pribadi pengharapan kebutuhan, dan pengalaman masa lalunya. Ini
semuanya adalah karakteristik yang dipunyai individu, dan karakteristik ini akan
dibawa olehnya manakala ia akan memasuki sesuatu lingkungan baru, yakni
organisasi atau lainnya yang mempunyai karakteristik pula yang diwujudkan dalam
susunan hirarki, pekerjaan-pekerjaan, tugas-tugas, wewenang dan tangggung jawab,
sistem reward, sistem pengendalian, dan lain sebagainya. Jikalau karakteristik
individu berinteraksi dengan karakteristik organisasi, maka akan terbentuk perilaku
individu dalam organisasi (Miftah Thoha, 1998).
Berkaitan dengan perilaku berorganisasi, Siagian (1993), menyatakan bahwa
perilaku dibentuk oleh watak, temperamen, ciri-ciri, pembawaan, keinginan, dan
harapan seorang anggota yang arahannya ke dalam organisasi. Perilaku tersebut pada
mulanya berorientasi pada diri sendiri, akan tetapi orientasi demikian akan tumbuh
dan berkembang secara terkendalian, artinya diarahkan pada orientasi kelompok.
Perilaku adalah sesuatu yang dilakukan seseorang seperti berbicara, berfikir
dan sebagainya. Menurut Gibson, dkk. (1994) perilaku itu tidak hanya terdiri dari
tindakan-tindakan yang terbuka saja, melainkan juga termasuk faktor internal, seperti
berfikir, emosi, persepsi, dan kebutuhan.
Koentrajaningrat (1994), menyatakan bahwa suatu bangsa yang hendak
megintensifkan usaha untuk pembangunan harus berusaha agar banyak dari warganya
lebih menilai tinggi orientasi ke masa depan, dan bersikap hemat untuk bisa lebih
teliti memperhitungkan hidupnya di masa depan, lebih menilai tinggi hasrat
eksplorasi untuk mempertinggi kapasitas berinovasi, lebih menilai tinggi orientasi ke
arah achievement dari karya, dan akhirnya menilai tinggi mentalitas berusaha agar
kemampuan sendiri, percaya kepada diri sendiri, berdisiplin murni dan berani
bertanggung jawab sendiri. Menurut Mosher (1966) ada tiga kebiasaan yang sangat
penting bagi pembangunan pertanian, pertama kebiasaan melakukan pengukuran,
kedua selalu bertanya mengapa dan ketiga kebiasaan untuk terus mencari alternatif-
alternatif lain.
Beberapa perilaku produktif yang diperlukan agar dapat mencapai
keberhasilan adalah (1) perilaku menilai tinggi mutu yang selanjutnya dapat
mencegah timbulnya perilaku suka menerabas; (2) perilaku inovatif; (3) percaya pada
kemampuan sendiri; (4) disiplin dan tanggung jawab (disarikan dari Koentjaraningrat,
1994).
III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
(1) Mengetahui tingkat pemahaman peternak terhadap kriteria sanksi
organisasi
(2) Mengetahui tingkat Perilaku produktif peternak sapi perah anggota KUD
Mandiri Kec. Bayombong Kab. Garut
(3) Ada tidaknya hubungan antara kriteria sanksi organisasi dengan perilaku
produktif peternak sapi perah anggota KUD Mandiri Kec. Bayombong Kab.
Garut
3.2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat :
(1) menjadi suatu bahan pertimbangan bagi pengurus koperasi dalam memutuskan
suatu kebijakan khususnya dalam menerapkan sanksi organisasi.
(2) Dari segi praktis memberi masukan bagi instansi-instansi pemerintah yang
terkait dengan pengembangan koperasi.
(3) Memberi masukan kepada kelembagaan terkait guna berperan dalam kegiatan
pembangunan pertanian/ peternakan
IVMETODE PENELITIAN
4.1. Metode penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
survai yang bersifat deskriptif.
4.2. Unit Analisis dan sampel responden
Unit analisis atau objek dari penelitian ini adalah koperasi yang bergerak di
bidang persusuan, yang ditentukan secara purposif. Koperasi yang dipilih adalah
Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Kecamatan Bayombong Kabupaten Garut.
Dipilhnya KUD tersebut, karena lokasi relatif mudah dijangkau, dan perkembangan
organisasinya cukup baik.
Penentuan responden dilakukan dengan teknik stratifikasi random sampling
sebanyak 30 orang dari 150 peternak anggota yang aktif. Siegel (1994) berpendapat
mengemukakan bahwa uji korelasi rank Spearman, maka jumlah sampel yang diambil
boleh 4 sampai 30 atau lebih.
4.3. Operasionalisasi Variabel
Variabel yang ditelaah meliputi pemahaman terhadap kriteria sanksi organisasi
dan perilaku produktif.
Variabel pemahaman terhadap kriteria sanksi organisasi dapat diukur berdaskan
aspek kognitif dan aspek afektif terhadap kriteria sanksi (reward dan punisment).
1. Apek kognitif terhadap indikator kriteria sanksi
organisasi (reward dan punisment). A. Reward diartikan sebagai sarana obyektif
yang mampu memberikan kepuasan terhadap kebutuhan, dorongan atau keinginan
seseorang. B. Punishment adalah pemberian suatu kejadian negatif (tindakan)
yang tidak disukai atau penghapusan suatu kejadian negatif secara adanya
tanggapan yang mengeurangi frekuensi tanggapan sebelumnya.
2. Aspek Afektif terhadap kriteria sanksi Organisasi.
Aspek afektif merupakan aspek sikap yang menyatakan setuju, cukup setuju, atau
kurang setuju terhadap suatu pernyataan. Yang menjadi indikatir dalam
pengukuran aspek afektif adalah responn sikap responden.
Variabel perilaku produktif dapat diukur dengan :
1. Menilai tinggi mutu/ kulalitas
dan tidak suka menerabas
2. Perilaku inovatif (Langkah
mendapatkan informasi, Frekuensi mendapatkan informasi, Menerapkan
informasi)
3. Percaya kepada kemampuan
sendiri diukur pada kemampuan peternak dalam menghadapi masal.
4. Disiplin dan tangung jawab
4.4. Cara Pengukuran dan Model Analisis
Cara pengukuran untuk masing-masing indikator variabel dilakukan dengan skala
ordinal. Model analisis yang digunakan untuk mengukr keeratan hubungan variabel
adalah analisis korelasi peringkat Spearman, dengan rumus :
Keterangan :
rs = koefisien korelasi peringkat spearman
di = perbandingan peringkat
N = banyaknya subjek
Interpretasi derajat hubungan selain diuji oleh taraf signifikansi, juga oleh
interpretasi Guilford (1926) yang diikuti oleh Rahmat (1986), yaitu bila :
rs = kurang dari 0,20 : hubungan rendah sekali
rs = 0,20 – 0,40 : hubungan rendah tapi pasti
rs = 0,40 – 0,70 : hubungan cukup kuat
rs = 0,70 – 0,90 : hubungan kuat
rs = lebih dari 0,90 : hubungan sangat kuat
VHASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Keadaaan Umum Daerah Penelitian
5.1.1. Keadaan Fisik
Batas-batas wilayah kerja KUD Mandiri Bayongbong meliputi dua
Kecamatan, yaitu kecamatan Bayongbongg dan Cigedug. Bayongbong ini terletak ±
13 km dari kota Garut dengan luas areal 3.445,25 hektar dengan bentuk wilayah
berbukit-bukit dan pegunungan. Daerah bayongbong ini terletak pada ketinggian 700
sampai dengan 1200 m dari permukaa laut dengan temperatur rata-rata per harinya
25-30 °C serta dengan curah hujan rata-rata 1.250 mm/hari.
Kecamatan Bayongbong mencakaup 17 desa yaitu; Desa Bayongbong, Ciela,
Mulyasari, Panembong, Mekarjaya, Sukarame, Hegarmanah, Simagalih, Salakuray,
Banjarsari, Cinisti, Pamalayan, Ciburuy, Cikedokan, Sukasenang, Karyajaya dan
Mekarsari. Sedangkan di kecamatan Cigedug mencakup 5 desa terdiri dari : Desa
Sindangsari, Cintanagara, Cigedug, Sukahurip dan Barusuda.
Kecamatan Cigedug terletak ± 26 km dari kota garut dengan luas areal
3.455,25 hektar dengan bentuk wilayah berbukit-bukit dan pegunungan. Daerah
Cigedug ini terletak pada ketinggian 700 sampai dengan 1200 m dari permukaan laut
dengan temperatur rata-rata perharinya 25-30°C serta dengan curah hujan rata-rata
1.250 mm/ hari. Keadaan tanah yang subur, cuaca yang sejuk dan curah hujan yang
cukup tinggi merupakan faktor utama yang menunjang keberhasilan daerah
Bayongbong dan Cigedug ini disektor pertanian, dimana daerah ini cocok sekali
untuk Unit Usaha Peternakan Sapi Perah. Hal ini dibuktikan dengan adanya
peningkatan terhadap jumlah peternak sapi perah, jumlah populasi sapi perah serta
produksi susu dari tahun ke tahun.
5.1.2. Keadaan Sosial Ekonomi
Kecamatan Bayombong merupakan daerah agraris dengan pola tanaman
terdiri dari pertanian sawah hujan dan perkebunan palawija. Kondisi ini tampak pula
dalam jenis mata pencaharian penduduk yang umumnya bekerja di bidang pertanian
dengan komposisi : petani pemilik tanah 2254 Orang (15.5 %), petani penggarap
tanah 1237 orang ( 8.5 % ), buruh tani 9335 Orang (64.2 %), pengusaha sedang /
besar 97 orang (0.67 %), pengrajin / indrustri kecil 895 orang (6.15 %), buruh
Indrustri 732 orang (5.03 %) sisanya adalah sebagai buruh diluar tani, PNS/ TNI,
pensiunan dan pegawai swasta.
Adapun tataguna lahan di Kecamatan Bayombong digambarkan pada tabel berikut.
No Penggunaan Lahan Luas (ha) Luas (%)1 Tanah Sawah 11276 73.332 Tadah hujan / sawah rendengan 30 0.203 Tanah Kering 2004 13.034 Pekarangan / bangunan 366 2.385 Tegal / Kebun 639 4.166 Balong / empang 40 0.267 Tanah Hutan 1022 6.65
15377 100Tabel 1. Tataguna lahan di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang.
Sumber : Monografi Kecamatan Bayombong
Kondisi basis ekologi yang terdiri dari sawah, lahan kering, hutan dan
perkebunan mempunyai implikasi terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakatnya,
sehingga kehidupan sosial ekonomi masyarakat lebih banyak mengandalkan pada
potensi lingkungan alamiahnya. Pola kehidupan sosial masyarakat bercorak
kehidupan pedesaan dengan nilai-nilai sosial yang bercorak tradisional agamis dan
kehidupan ekonomi yang bercorak ekonomi produksi pertanian. Oleh karena itu salah
satu ekonomi yang bercorak yang berkembang disana adalah hasil produksi
peternakan sapi perah.
Kegiatan ekonomi pedesaan yang berbasis pada produksi sapi perah ditunjang
oleh kelembagaan ekonomi yang memperkuat kegiatan usaha masyarakat peternak
dengan KUD yang mengfasilitasi dan mengembangkan usaha ternak sapi perah untuk
seluruh Kecamatan wilayah Bayombong. Potensi peternakan di wilayah Bayombong
cukup besar, hal tersebut tampak pada populasi dan jenis ternak yang berkembang
terdiri dari sapi perah (2752 ekor), domba (7335 ekor), kambing (513 Ekor), kerbau
(67 ekor), ayam (3652 ekor), dan itik (7451 ekor) serta ternak lainnya. Khusus untuk
peternak sapi perah, kegiatan ekonomi serta kebutuhan hidup terangkat oleh koperasi
sapi perah.
Dinamika ekonomi pedesaan masyarakat Tanjungsari berkembang positif,
indikasi nampaknya pada tingkat pendidikan penduduk yang sudah mencapai tingkat
SLTA (6.4 %), SLTP (15.3 %) dan SD (78.3 %). Namun masih banyak penduduk
yang tidak dapat melanjutkan pendidikan.
5.2. Keadaan Umum KUD Mandiri Bayongbong
1. Nama koperasi : KUD Mandiri Bayongyong
2. Alamat : Jalan Raya Timur Bayongyong Km. 11
3. Badan hokum : No. 5948 A / BH/ KWK-10/ 14
4. SPKM : No. 343/ DK/ KPTS/ A-VIII/ 80/ I
5. SIUP : No. 026/ 026/ E/ PK 10-2/ NAS
6. Tanggal Pendirian : 24 Desember 1973
KUD Mandiri Bayongbong didirikan pada tanggal 24 Desember 1973 dengan
modal sendiri sebesar Rp. 38.0000,00 (Profil KUD Mandiri Bayongbong) dimana
pada awal pendiriannya terdiri dari 38 orang anggota. Pada tanggal 14 April 1974
memperoleh Badan Hukum No. 5984/ BH/ PAD/ PWK-10/ IV/ 1996. Pada tahun
1974 KUD Bayongbong mendapatkan suntikan dana dari pemerintah sebesar Rp.
500.000,00. Bidang usaha yang dikelola pada saat itu hanya bergerak disektor
pangan, baru kemudian pada tahun 1975 unit usaha ditambah meliputi unit pupuk dan
Kredit Candak Kulak (KCK). Pada tahun 1977 pihak KUD mengadakan kerja sama
dengan Yayasan Budi Harapan untuk mendapatkan Rice Milling Unit (RMU). Pada
tahun 1979 diadakan lagi penambahan unit usaha meliputi sektor pangan, pupuk,
KCK, simpan pinjam dan RMU.
Pada tahun 1981 Sapi Perah gelombang pertama datang sebanyak 950 ekor
untuk dikreditkan kepada anggota. Tahun 1981-1984 hasil produksi susu belum bisa
ditampung dan dipasrkan oleh KUD Bayongbong, masing-masing anggota
menyetorkan hasil produksinya ke KUD Cikajang. Pada tahun 1989 KUD
Bayongbong tercatat sebagai KUD mandiri pertama di Jawa Barat.
Periode 1973 sampai dengan 1984 merupakan kondisi yang masih labil bagi
KUD Bayongbong dimana untuk mencari karyawan sangat sulit apalagi yang mau
menjadi pengurus, sehingga pengurus mengadakan rapat khusus dengan hasil
keputusan bahwa masibg-masing pengurus minimal satu anak atau keluarganya
masuk menjadi karyawan KUD.
Ditambah lagi dengan banyaknya masalah-masalah yang hampir
menghancurkan KUD Bayongbong antar lain adanya kredit macet yang sulit untuk
ditagih kembali, sebagian tokoh masyarakat ada yang tidak senang dengan
kedatangan sapi untuk anggota KUD Bayongbong (alasannya dulu pemerintah pada
tahun 1961 pernah membantu masyarakat dengan mendatangkan sapi perah denagn
sistem pulang) serta adanya tantangan dan rongrongan dari pihak ketiga yang tidak
senang dengan kemajuan KUD Bayongbong.
Berkat kerjasama dan keyakinan yang kuat dari para pengurus, pengelola, dan
anggota, KUD Bayongbong telah mampu menjelmamenjadi KUD yang tangguh,
terbukti dengan predikat yang disandangnya dari pemerintah sebagai KUD Terbaik
Tingkat Kabupaten-Priangan Jawa Barat dan sebagai KUD Teladan Utama Tingkat
Nasional yang kelima kalinya berturut-turut, serta dibalik itu semua yang paling
utama adalah mensejahterakan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Secara keorganisasian KUD Mandiri Bayombong terdiri atas pengurus,
Badang Pemeriksa, dan Manajer. Pengurus terdiri atas seorang ketua, sekretaris, dan
seorang bendahara. Unit usaha yang ada si Kud Mandiri Bayombong terdiri atas :
1. Unit Usaha Sapi Perah
Unit usaha ini merupakan primadona dalam kegiatan koperasi, sehingga
memerlukan penanganan yang serius untuk memperoleh hasil yang maksimal. Unit
ini memberikan pelayanan kepada peternak anggota KUD antara lain pelayanan
kredit sapi perah, penampungan dan pemasaran susu menyalurkan bahan makanan
ternak berupa konsentrat, penyediaan sapronak, serta memberikan pelayanan
kesehatan ternak dan inseminasi buatan (IB).
2. Unit Usaha Simpan Pinjam
Unit usaha ini bergerak dalam bidang simpan pinjam bagi KUD Mandiri
Bayombong Kabupaten Garut.
3. Unit Usaha Pelayanan Listrik
Unit ini adalah salah satu program pemerintah yang bekerjasama dengan PLN,
dalam kerjasama ini meliputi kegiatan pencatatan meter, penerimaan pembayaran
listrik, pemeliharaan jaringan dan gardu serta mengatasi gangguan kecil.
4. Unit Usaha Makanan ternak
Unit usaha ini bergerak dalam pemenuhan makanan ternak bagi anggota
peternak KUD Mandiri Bayombong, penyaluran makanan ternak kepada anggota
berdasarkan permintaan kebutuhan dari masing-masing kelompok. Pembayaran
dilakukan secara kredit, dengan memotong langsung dari setoran susu tiap harinya.
5. Unit Usaha Kiostel
Unit usaha ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan anggota dan masyarakat
akan komunikasi melalui telepon. Jumlah telepon yang tersedia baru satu itu
dipergunakan untuk interlokal.
6. Unit Usaha Waserda
Unit usaha ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan para anggota dan
masyarakat lainnya, terutama pangan dan kebutuhan pokok yang lain. Sistem
pembelian untuk anggota dapat dilakukan dengan kredit, tapi ini tidak berlaku
untukyang bukan anggota.
5.3. Identitas Responden
5.3.1. Umur Respoden
Keadaan umur responden peternak sapi perah anggota KUD Mandiri
Bayombong berkisar antara 19 tahun sampai dengan 58 tahun. Keadaan umur
responden dapat dilihat pada tabel berikut :
No Golongan Umur Jumlah Responden(tahun) …Orang… …%...
1 19 – 25 2 6.672 25 – 40 11 36.673 40 – 45 5 16.674 46 – 50 9 30.005 Lebih dari 50 3 10.00
Jumlah 30 100.00Tabel 2. Keadaan Umur Responden Peternak Sapi Perah KUD Mandiri Bayombong.
Berdasarkan tabel 2. sebagian besar responden berada pada golongan umur 19
-50 tahun, hal ini menunjukan bahwa golongan umur tersebut merupakan golongan
umur yang mudah menerima segala imformasi baru yang menunjang keberhasilan
usahanya, sehingga diharapkan tingkat kinerja peternak dalam menjalankan usahanya
berjalan dengan baik, meskipun demikian, tidak semua golongan umur tersebut dapat
dengan mudah menerima informasi, karena golongan umur tersebut dapat
digolongkan menjadi : golongan pelopor (usia kurang dari 25 tahun) golongan ini
yang paling pertama dan berani untuk mencoba inovasi tanpa mempertimbangkan
kerugian-kerugiannya, golongan pengeterap dini (usia antara 24 – 40 tahun) golongan
ini adalah golongan muda yang masih mempertimbangkan untung rugi dari suatu
inovasi, golongan pengeterap awal (usia antara 41 – 45 tahun) golongan ini lebih
moderat dalam penerimaan inovasi, sangat hati-hati dan waspada, dan yang terakhir
golongan pengeterap akhir (usia antara 46 – 50 tahun) golongan ini merupakan
golongan penerima inovasi lambat, bersikap skeptis dan lambat mengadoptir,
meskipun mempunyai kemampuan dikutif dari Wiriaatmadja (1978).
5.3.2. Pendidikan Responden
Tingkat pendidikan responden bervariasi dari Sekolah Dasar (SD) sampai
lulusan SLTA, keadaan tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada tabel berikut.
No Tingkat Pendidikan Jumlah Responden…Orang… …%...
1 SD (Tidak Tamat) 0 0.002 SD (Tamat) 18 60.003 SLTP (Tidak Tamat) 2 6.674 SLTP (Tamat) 5 16.675 SLTA (Tidak Tamat) 1 3.336 SLTA (Tamat) 4 13.33
Jumlah 30 100.00Tabel 3. Keadaan Tingkat Pendidikan Responden Peternak Sapi Perah KUD Mandiri
Bayombong.
Berdasarkan data pada tabel 3 kondisi pendidikan anggota peternak sapi perah
tergolong kurang ini terlihat jumlah persentase tertinggi yaitu 60 % pada lulusan SD,
keadaan tersebut terjadi karena kondisi sosial budaya masyarakat setempat yang
kurang mementingkan masalah pendidikan formal mereka memilih menjadi peternak
untuk melanjutkan usaha orang tuanya, sehingga kualitas sumber daya manusianya
masih tergolong rendah. Hal tersebut sejalan dengan Siagian (1993), yang
menyatakan pendidikan dapat membentuk watak dan kepribadian seseorang yang
antara lain dalam hal mengembangkan kemampuan berfikir secara rasional,
mengembangkan kepekaan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di
masyarakat, menumbuhkan dan menegmbangkan nilai-nilai etika, dan mewujudkan
kemampuan untuk mampu ”mandiri”.
5.3.3. Pengalaman Beternak dan Jumlah Pemilikan Ternak
Pengalaman beternak merupakan faktor penentu berhasilnya usaha, karena
dengan pengalaman seseorang akan belajar dari semua peristiwa-peristiwa yang
dilaluinya dalam perjalan hidupnya. Pengalaman responden dalam beternak dilihat
pada tabel berikut :
No Pengalaman Beternak Jumlah Responden(tahun) …Orang… …%...
1 Kurang dari 10 5 16.672 10 sampai dengan 25 19 63.333 Lebih dari 25 6 20.00
Jumlah 30 100.00Tabel 4. Pengalaman Beternak Responden Peternak Sapi Perah KUD Mandiri
Bayombong.
Pengalaman dan pendidikan (formal dan non formal) sama-sama memberikan
pengaruh dalam pembentukan perilaku peternak. Akan tetapi, pengalaman dan
penddikan tidak diijadikan indikasi utama di dalam kebrhasilan usaha ternak
walaupun dalam hal tertentu pengalaman menjadi bekal peternak mengatasi kesulitan
yang biasa terjadi dalam usaha ternaknya. Pada tabel 4 terlihat sebagian besar
rersponden berpengalaman beternak sekitar 10 sampai dengan 25 tahun, namun
lamanya usaha ternak tidak berjalan selaras dengan meningkatnya skala usaha.
Kendala yang dihadapi oleh responden, yaitu menurunnya kemampuan fisik,
kurannya motivasi dalam mengembangkan usahanya, kurang minatnya mengikuti
penyuluhan-penyuluhan serta jumlah modal yang tidak memadai untuk
mengembankan usaha ternaknya.
Populasi ternak dapat mempengaruhi besarnya penghasilan dan kelangsungan
usaha ternak. Rata-rata pemilikan ternak dapat dilihat pada tabel berikut :
No Jumlah Pemilikan Sapi Produktif Jumlah Responden(Ekor) …Orang… …%...
1 1 sampai dengan 3 17 56.672 4 sampai dengan 7 9 30.003 Lebih dari 7 4 13.33
Jumlah 30 100.00Berdasarkan tabel 4. jumlah pemilikan sapi produktif sebagian besar 56.67 %
responden tergolong skala kecil, yaitu berkisar 1 sampai dengan 3 ekor sapi perah
produktif. Penggolongan skala usaha tersebut didasarkan pada pendapat Tim Peneliti
Fakultas Peternakan Unpad (1983), bahwa skala usaha kecil, apabila jumlah
pemilikan ternak 1 – 3 ekor, skala usaha sedang, apabila jumlah pemilikan ternak 4 –
7 ekor, dan skala usaha besar, apabila jumlah pemilikan ternak lebih dari 7 ekor.
Sedikit atau banyak jumlah kepemilikan ternak sapi perah akan tidak menguntungkan
apabila tidak ditunjang oleh kemampuan peternak baik keahlian dalam menerapkan
prinsip-prinsip beternak maupun modal.
5.4. Kriteria Sanksi Organisasi
Kriteria sanksi organisasi yang diterapkan oleh KUD Mandiri berupa sanksi
positif (reward) dan sanksi negatif (punishment). Sanksi tersebut diterpakan untuk
mengendalikan perilaku produktif anggota koperasi, supaya dapat mempertahankan
dan meningkatkan kualitas susu dari sapi yang dipeliharanya sesuai yang
distandarkan oleh koperasi, tanpa harus melakukan kecurangan-kecurangan seperti
penambahan bahan-bahan lain maupun penggodokan. Reward diberikan kepada
anggota yang dapat meningkatkan kualitas susu terutama dari segi fat dan SNF,
sedangkan punishment diberikan kepada anggota yang tidak dapat menigkatkan
kualitas susu dari yang telah distandarkan berupa pemotongan harga.
Anggota kelompok yang melakukan pelanggaran, seperti melakaukan
kecurangan di dalam meningkatkan kulaitas susu, baik melalui penambahan kuantitas
susu atau penambahan bahan-bahan lain maupun melalui penggodokan diberikan
punishment berupa teguran, dan jika anggota masih berbuat demikian maka diberikan
surat peringatan yang ditoleransi sebanyak 3 kali, jika dalam jangka waktu tersebut
masih melakukan pelanggaran-pelanggaran, maka anggota akan dikenakan
punishment yang lebih berat, yaitu dikeluarkan keanggotaan sebagai anggota
kelompok Koperasi Unit Desa Mandiri Bayombong.
5.5. Pemahaman Responden terhadap Kriteria Sanksi Organisasi
Pemahaman responden terhadap kriteria sanksi organisasi dinilai berdasarkan
2 (dua) aspek, yaitu aspek kognitif dan aspek afektif. Pada aspek kognitif meliputi
aspek persepsi mereka terhadap kriteria sanksi organisasi, yaitu persepsi responden
terhadap kriteria reward dan punishment, sedangkan pada aspek afektif adalah
menunjukan rasa setuju, ragu-ragu, dan kurang setuju terhadap kriteria sanksi
organisasi. Gambaran pemahaman responden terhadap kriteria sanksi organisasi dapat
dilihat pada tabel berikut :
No Kategori Jumlah …Orang… …%...
1 Paham 7 23.332 Cukup Paham 18 60.003 Kurang Paham 5 16.67
Jumlah 30 100.00
Tabel 5. Tingkat Pemahaman Responden terhadap Sanksi Organisasi
NO INDIKATOR KRITERIA PEMAHAMAN PAHAM CUKUP PAHAM KURANG PAHAM
…orang… …orang… …orang…1 Umur (tahun)
a. kurang dari 25 1 2 2b. 25 - 40 0 9 3c. 41 - 45 1 2 0d. 46 - 50 3 2 0e. lebih dari 50 2 3 0
Jumlah 7 18 52 Tingkat Pendidikan
a. T.T SD 0 0 0b. SD 2 12 4c. T.T. SLTP 0 1 1d. SLTP 2 3 0e. T.T. SLTA 0 1 0f. SLTA 3 1 0
Jumlah 7 18 53 Pengalaman (tahun)
a. < 10 2 2 1b. 10 - 25 3 13 3c. > 25 2 3 1
Jumlah 7 18 54 Kepemilikan ternak (ekor)
a. 1 - 3 1 13 3b. 4 – 6 4 3 2c. > 6 2 2 0
Jumlah 7 18 5
VIKESIMPULAN DAN REKOMENDASI
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Tingkat pemahaman responden terhadap criteria sanksi organisasi tergolong
cukup paham terdapat persen responden, tergolong cukup paham persen,
dan tergolong kurang paham persen.
2. Kategori perilaku produktif yang tergolong ideal terdapat pada persen
responden, tergolong cukup ideal persen, dan tergolong kurang ideal
persen.
3. Hubungan antara pemahaman terhadap kriteria sanksi organisasi dengan
perilaku produktif peternak sapi perah menunjukan hubungan yang cukup
signifikan dengan koefisien korelasi yang apabila diinterpretasikan ke dalam
aturan guilford (1956) termasuk moderat atau longgar.
6.2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah :
Dalam hal penerapan aturan dan sangsi yang masih tergolong rendah, maka
koperasi perlu untuk meningkatkan lagi, khusunya penerapan pada sangsi positif
maupun negatif, sosialisasi mengenai syarat, mekanisme maupun pelaksanaan sanksi
agar lebih diefektifkan, supaya anggota lebih memahami dasar dan pelaksanaan
sanksi, dan perlu adanya revitaslisasi kelompok, serta untuk mengetahui lebih
mendalam mengenai pelaksanaan sanksi organisasi dan hubungannya, maka
diperlukan penelitian lanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Arnold, 1972, Encyclopedia of Psychology. Holt. Innc. Newyork
Azwar, S. 1997. Sikap Manusia; Teori dan Pengukurannya. Ed. Ke-2 cet. Ke-2.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Bryant dan White, 1987, Manajemen Pembangunan, LP3 ES
Combie, N. A. , Stephend H. and B. S. Turner. 1984. The Penguin Dictionary of
Sociology. Penguin Reference Penguin Books. Great Britain by Richard Clay
(The Chaucher Press) Ltd. Bujay, Suffolk.
Irawan Soehartono. 2002. Metode Penelitian Sosial. Cet. Ke-5. remaja Rosdakarya.
Bandung.
Kartono, K. 1994. Psikologi Sosial Untuk Manajemen Perusahaan dan Indrustri.
Rjagrafindo Persada. Jakarta.
Korten, David, 1984. Pembangunan Yang Memihak Rakyat. LSP Jakarta
Mohamad Hatta, 1954, Kumpulan Karangan. Penerbit Balai Buku Indonesia, Jakarta.
Mubyarto, 1984, Strategi Pembangunan Pedesaan LP3 ES
Newcomb, T. M. 1981 Psikologi Sosial, diterjemahkan oleh Tim Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia, cetakan kedua. CV. Diponegoro Bandung.
Rahmat Jalaludin 1985, Metode Penelitian Komunikasi, Remadja Karya. Bandung.
Siagian, S. P. 1995. Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi. Cet. Ke-
10. haji Masagung. Jakarta.
Siegel, S. 1994. Statistik Non Parametrik untuk ilmu-ilmu Sosial, Cetakan ke-6
Gramedia, Jakarta. 249 – 624.
Thoha, M. 1998. Perilaku Organisasi; Konsep Dasar dan Aplikasinya. Rajagrafindo
Persada. Jakarta.
Arnold, 1972, Encyclopedia of Psychology. Holt. Innc. Newyork
Azis, M. Amin. 1982. Partisipasi Anggota dan Pengembangan Koperasi dalam Sri
Edi Swarsono koperasi Didalam Orde Ekonomi Indonesia.Universitas
Indonesia. Press. Jakarta.
Bryant dan White, 1987, Manajemen Pembangunan, LP3 ES
Korten, David, 1984. Pembangunan Yang Memihak Rakyat. LSP Jakarta
Mohamad hatta, 1954., Kumpulan Karangan, Penerbit Balai Buku Indonesia, Jakarta
Mubyarto, 1984, Strategi Pembangunan Pedesaan LP3 ES
Newcomb, T. M. 1981 Psikologi Sosial, diterjemahkan oleh Tim Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia, cetakan kedua. CV. Diponegoro Bandung
Sastropoetro, R.A. Santoso. 1986. Partispasi, Komunikasi Persuasi dan Disiplin
dalam Pembangunan Nasional. Alumni. Bandung.
Soewardi H. 1985 Menuju ke arah pola Partisipasi yang Ideal dalam Koperasi dalam
ke arah pemahaman bangun koperasi penyunting Djamhari, Balitbang Depkop.
Jakarta
Uphoff dan Cohen, 1977, Rural Development Participations, RDC, Cornell Univ.