Laporan Wawancara Mendalam Realita Sosial

27
LAPORAN WAWANCARA MENDALAM FOTO KEMANUSIAAN PRT DAN URBANISASI Oleh : Nama : Syarief Muhammad Hannifan NIM : 08711158 Kelompok : 20 Tutor : dr. Sunarto

description

Zaman ini, adalah zaman yang sudah sangat memprihatinkan sekali, dimana segalanya mulai dinilai dengan uang, tetapi hal-hal yang mendasar dan penting malah dilupakan. Kemanusiaan menjadi seperti tak ada nilainya lagi, uang lah yang berkuasa diatas segalanya. Sehingga kemiskinan jadi tak terbantahkn lagi. Hal inilah yang mendorong manusia menjadi lebih giat dalm berusaha dan bekerja, mereka kadaknjuga bekerja itu juga mulai melupakan sisi kemanusiaan atau sisi positif lainnya, dengan alasan untuk mencapai sesuatu yang diinginkannya, maka segala cara pun ditempuh. Tidak peduli apakah yang dipilih itu adalah cara yang paling baik atau malah cara yang mendobrak semua norma yang ada, dan menghalalkan segala cara untuk mencukupinya.

Transcript of Laporan Wawancara Mendalam Realita Sosial

Page 1: Laporan Wawancara Mendalam Realita Sosial

LAPORAN WAWANCARA MENDALAM

FOTO KEMANUSIAAN

PRT DAN URBANISASI

Oleh :

Nama : Syarief Muhammad Hannifan

NIM : 08711158

Kelompok : 20

Tutor : dr. Sunarto

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2008 / 2009

Page 2: Laporan Wawancara Mendalam Realita Sosial

Transkrip Wawancara

Tempat wawancara : Rumah dimana tempat responden bekerja sebagai

pembantu rumah tangga

Waktu wawancara : Minggu, 4 Januari 2009 sekitar pukul 15.00 WIB, di

Sukoharjo, Jawa Tengah

Sebelum mewawancarai responden, penulis sebelumnya sudah meminta

izin kepada responden untuk diwawancarai, selain itu penulis juga sudah meminta

izin kepada pemilik rumah, atau lebih tepatnya kepada orang yang menggunakan

jasa responden sebagai pembantu rumah tangga. Setelah proses perizinan selesai

semua, penulis mendapatkan waktu untuk melakukan wawancara pada hari

Minggu, 4 Januari 2009, sekitar pukul 15.00 WIB.

Penulis mendatangi responden pada waktu dan tempat yang telah

disepakati sebelumnya. Responden baru saja memandikan anaknya dan pemilik

rumah mempersilakan saya masuk. Tak lama kemudian pemilik rumah pergi

keluar, dan responden saya pun sudah siap untuk melakukan wawancara. Dan

akhirnya wawancara dengan responden pun dimulai.

Pewawancara : Assalamualaikum, Bu

Responden : Walaikumsalam, Mas…maaf tadi jadi nunggu agak lama, baru

aja mandiin anak saya

Pewawancara : Ya…gak apa-apa kok, Bu. Tapi sebelumnya maaf ya, saya

enaknya manggilnya Bu ato Mbak? (senyum)

Responden : Terserah saja Mas, tapi Mbak juga gak apa-apa, biar gak

terlalu serius (tertawa). O…ya ini mau wawancara kan Mas?

Pewawancara : Iya Mbak, ini saya memang mau wawancara, seperti yang

sudah saya katakan sebelumnya, saya akan melakukan

wawancara mengenai kehidupan Mbak. Tidak apa-apa kan

Mbak?

Responden : Iya gak masalah kok Mas, memangnya ini juga tugas dari

kampus ya Mas?

2

Page 3: Laporan Wawancara Mendalam Realita Sosial

Pewawancara : Iya Mbak, ini merupakan salah satu tugas untuk mengetahui

tentang realitas sosial yang ada. Mbak gak keberatan kan?

Responden : Saya gak keberatan kok Mas, tapi kan Mas nya dari kedokteran

kan? Kok ada tugas wawancara juga? (agak bingung)

Pewawancara : Iya…memang saya dari fakultas kedokteran Mbak, lagian

wawancara kan juga penting buat seorang dokter, dikemudian

hari tentunya Mbak (tertawa)

Responden : Ow…iya juga ya Mas (tersenyum)

Pewawancara : Maaf Mbak, dari tadi sudah banyak mengobrol tapi saya malah

belum memperkenalkan diri (agak malu). Nama saya Syarief

Muhammad Hannifan, biasa dipanggil Ivan. Saya dari fakultas

kedokteran Universitas Islam Indonesia. Seperti yang sudah

saya katakan sebelumnya, saya melakukan wawancara untuk

mengetahui tentang realita sosial yang ada

Responden : Iya Mas…

Pewawancara : Mmmm…nama Mbak sendiri siapa?

Responden : Nama saya? Umi…

Pewawancara : Maaf Mbak Umi…hanya Umi saja? Atau…

Responden : Ya…lengkapnya Umi Masrifah

Pewawancara : Mbak Umi Masrifah ya? Mmmm…umurnya berapa Mbak?

Responden : Saya 28 tahun Mas

Pewawancara : O…kalau boleh tau tempat dan tanggal lahirnya Mbak?

Responden : Saya lahir di Ngawi, tanggal 25 Februari tahun 1980

Pewawancara : Dari Ngawi ya Mbak? Sebelumnya, tadi yang saya lihat itu

anaknya ya Mbak?

Responden : Iya Mas

Pewawancara : Maaf sebelumnya Mbak…sudah menikah kan Mbak? Dan

suaminya?

Responden : Iya saya sudah menikah kok Mas…suami saya bekerja di

Jakarta Mas

Pewawancara : O…nama suaminya siapa Mbak?

3

Page 4: Laporan Wawancara Mendalam Realita Sosial

Responden : Suami saya Adi Sarwana

Pewawancara : Umurnya berapa Mbak? (tersenyum)

Responden : Ya…sekitar 33 tahun Mas

Pewawancara : Terus…anak Mbak sendiri namanya siapa?

Responden : Namanya Aghisna Hilya Wulandari, biasa dipanggil Hilya atau

Wulan (sambil memanggil anaknya)

Pewawancara : Wah lucu juga anaknya Mbak…ini laki-laki atau perempuan?

Responden : Perempuan kok Mas…pasti kaget ya? Karena rambutnya

digundul

Pewawancara : Iya Mbak…kaget juga sih…memang Hilya umur berapa

Mbak?

Responden : Umurnya 2 tahun. Lebih tepatnya 2 tahun 2 bulan

Pewawancara : Wah udah gede juga ya Mbak? Ngomong-ngomong Mbak

sendiri Ngawi nya mananya?

Responden : Wah saya dari dusun Mas. Alamat saya itu di Dusun Ngijo RT

04 / RW 04 Desa Macanan, Kec. Jogorogo Kab. Ngawi

Pewawancara : Kalau suami Mbak sendiri?

Responden : Ya…sama Mas, masih tetangga juga kok, cuma beda kampung

gitu Mas. Mas sendiri asalnya dari mana? Kalo dilihat

mukanya, kayaknya bukan orang Solo?

Pewawancara : Wah…masih satu kampung ya ma suaminya. Saya dari Solo

kok Mbak, soalnya akte kelahiran saya Solo Mbak

(tersenyum), tapi orangtua dua-duanya dari Aceh. Mmmm…

dulu bisa menikah dengan Mas Adi itu gimana Mbak?

Responden : Ya…dulu Mas Adi itu masih temennya kakak saya Mas, tapi

dulu saya gak kenal, karena waktu di kampung dulu, Mas Adi

itu sudah kerja di Jakarta

Pewawancara : O…jadi dulu nikahnya kayak dijodohkan gitu ya Mbak?

Responden : Bisa dibilang gitu Mas, tapi ya kemudian sama-sama mau

Pewawancara : Menikah tahun berapa Mbak?

Responden : Sekitar tahun 2005 lah Mas

4

Page 5: Laporan Wawancara Mendalam Realita Sosial

Pewawancara : Kalo boleh tau Mbak, memang suaminya kerjanya apa?

Responden : Ya…dulu sebelum menikah sampai anak saya belum lahir,

Mas Adi itu kerjaannya jualan Mas

Pewawancara : Jualan? Maksudnya jualan itu jualan apa Mbak?

Responden : Ya…dulu jualan mie ayam gitu Mas

Pewawancara : O…jualannya di daerah mana itu Mbak?

Responden : Sebelumnya itu mangkal Mas, di daerah Pasar Doyong deket

pabrik garment gitu Mas, ya sekitaran Tangerang lah Mas

Pewawancara : Begitu ya Mbak…mmmm tadi kan dibilang sebelumnya?

Memang setelah itu kenapa Mbak?

Responden : Ya…biasa Mas namanya juga di kota besar, Mas Adi itu

terkena gusuran itu lho Mas. Jadinya setelah itu ya jualannya

cuma keliling sekitar kompleks aja Mas

Pewawancara : Mmmm…memangnya dulu penghasilannya Mas Adi berapa

Mbak?

Responden : Ya…dulu kira-kira, kalo masih mangkal lho, sekitar Rp.

50.000 an Mas

Pewawancara : Itu dalam sehari kan Mbak? Dan itu udah bersih atau masih

sama yang lain-lainnya?

Responden : Rp. 50.000 itu udah bersih, dalam sehari Mas

Pewawancara : Wah…berarti dulu juga sudah lumayan dong Mbak?

Responden : Iya Mas, dulu sudah dibilang cukup lah Mas, tapi sejak terkena

gusuran itu, ya mulai ada penurunan Mas. Karena

penghasilannya itu kan di dapat dari sejauh mana Mas Adi itu

keliling Mas.

Pewawancara : Tapi…dulu itu kalau buat hidup sehari-hari itu cukup Mbak?

Responden : Ya…cukup Mas, kalo Cuma berdua sih, tapi sejak ada Hilya

jadinya mepet banget Mas (tersenyum)

Pewawancara : Mmmm…sebentar Mbak, Mbak sendiri awal mulanya sebelum

kerja disini, mungkin pernah kerja dimana saja? Tapi

sebelumnya, Mbak Umi ini pendidikan terakhirnya apa?

5

Page 6: Laporan Wawancara Mendalam Realita Sosial

Responden : Saya pendidikan terakhirnya SMP Mas, lebih tepatnya di MTs

Gentong di Ngawi sana. Pekerjaan? Yang pertama itu di

kampung, jadi petani Mas. Terus pergi ke Solo jadi PRT,

kemudian ke Jakarta, masih jadi PRT juga. Terus saya

menikah, kemudian kerja di Pabrik Talenta Pratama Anugrah

(Pabrik Furniture), setelah itu kan saya melahirkan, jadi pulang

lagi ke kampung, kemudian sekarang saya jadi PRT lagi di

Solo Mas (tersenyum, sambil menggendong anaknya)

Pewawancara : Ow…begitu ya Mbak, terus kenapa kok setelah kerja di pabrik,

pulang ke kampung lagi Mbak?

Responden : Kan saya kerja di pabrik itu dua kali Mas…

Pewawancara : Maksudnya gimana itu Mbak?

Responden : Jadi, saya setelah menikah, itu langsung kerja di pabrik

tersebut, kemudian kan hamil Mas, jadinya saya cuti dulu

sampai melahirkan, setelah melahirkan saya kembali lagi

bekerja di pabrik tersebut…

Pewawancara : Nah…alasan kembali ke kampung lagi apa Mbak?

Responden : Ya…karena anak saya gak ada yang momong

Pewawancara : Waktu di kampung itu kerjanya ngapain Mbak? Apa balik lagi

jadi petani? Ato…

Responden : Ya…pokoknya di kampung lah Mas, ya jadi petani, tapi

kebanyakan malah momong Wulan ini Mas

Pewawancara : Dulu waktu jadi petani itu penghasilannya berapa Mbak?

Responden : Penghasilannya ya gak mesti Mas

Pewawancara : Bisa dijelaskan lagi Mbak…

Responden : Ya tidak pasti aja Mas, yang pasti itu nunggu panenan, kalo

sakdurunge panen iku, yo opo enege sing ning kebon kae Mas

Pewawancara : Berarti mbiyen niku penghasilanne saking panen mawon

Mbak?

Responden : Iya Mas, ngenteni hasil panen

Pewawancara : Kira-kira kalo panen itu hasilnya seberapa Mbak?

6

Page 7: Laporan Wawancara Mendalam Realita Sosial

Responden : Sebenere nggih akeh Mas

Pewawancara : Ya…kira-kira kalo di dalam rupiah kira-kira berapa Mbak?

Responden : Wah…saya juga gak tau Mas, soalnya sawah itu kan punya

orang tua saya, jadi saya itu istilahe mung mbantu-mbantu ae

Mas

Pewawancara : Ow…punya orang tuanya Mbak?

Responden : Iya Mas, sing penting niku teko ngomah nggih enten sing

kangge di pangan lan kangge di belanjakke Mas

Pewawancara : Lha…kalo penghasilannya di Solo dulu berapa Mbak?

Responden : Ya…kalo gak salah jaman mbiyen niku isih Rp. 200.000 mben

sasi

Pewawancara : O…ngeten niku nggih Mbak, pas teng Jakarta niku pinten

Mbak penghasilanne?

Responden : Ning Jakarta kae, mundak Mas, dados Rp. 300.000 mben sasi

Pewawancara : Pas di pabrik dulu, penghasilannya berapa Mbak?

Responden : Mbiyen, UMR niku nggih kurang luwih Rp. 800.000

Pewawancara : Kurang lebih segitu ya Mbak…

Responden : Tapi di pabrik dulu itu, ngontrake yo larang sih

Pewawancara : Nah sekarang balik ke Solo lagi, gajinya berapa Mbak?

Responden : Ya…balik ke Rp. 300.000 lagi Mas

Pewawancara : Lho…kan penghasilannya malah menurun Mbak?

Responden : Yo…piye meneh Mas, meh kerjo ning pabrik, anake gak eneng

sing momong. Mak ku kan ning ndeso isih dadi petani, dadine

ra sempet momong si Wulan Mas

Pewawancara : Terus dulu kesulitannya waktu jadi petani di kampung itu apa

Mbak?

Responden : Kesulitanne pas dadi petani, nek wayahe ngrabuk, rabuke

malah ngilang

Pewawancara : O…pupuknya susah nyarinya ya Mbak?

Responden : Iya Mas, terus kalo beli pupuk itu mesti bawa KTP, setelah itu

di data per KK itu cuma berapa kwintal gitu Mas. Sedangkan

7

Page 8: Laporan Wawancara Mendalam Realita Sosial

kalo tanahnya luas kan gak cukup. Jadi gimana lagi, kadang

nek golek ning kecamatan liyane, mboten entuk mbiyene

Pewawancara : Jadi, kalo misalnya kita di kecamatan A terus beli di

kecamatan B gitu gak boleh ya Mbak?

Responden : Iyo…ra oleh Mas

Pewawancara : Kok bisa gak boleh itu kenapa Mbak?

Responden : Wah saya sendiri juga gak tau Mas

Pewawancara : Berarti itu memang dah dari orang-orang kecamatannya ya

Mbak?

Responden : Iya Mas…tapi dulu itu ada kayak orang yang kaya gitu Mas,

dia itu yang beli pupuknya, ntar para warga belinya sama dia,

tapi bayar nya pas panen gitu Mas. Istilahe yo di utangke

ngono lah Mas

Pewawancara : Pas diutangke niku nggih mbayare luwih larang nopo mboten

Mbak?

Responden : Nggih luwih larang Mas

Pewawancara : Dadose sami mawon no Mbak?

Responden : Yo nggih Mas, nunggu panen niku 3 bulan, mbayare pas

panen, padahal rego hasil panene murah, ning rabuke malah

larang Mas

Pewawancara : Lha niku cara adole pas panen niku pripun Mbak? Napa adol

piyambak, ato nembe dipendhet saking wong liya?

Responden : Jaman mbiyen niku nembe diborongke mawon Mas

Pewawancara : Terus kalo suka-dukanya jadi petani dulu itu apa mbak?

Responden : Ya…biasane sesasi sak durunge panen niku rega hasil panen

niku malah murah Mas, sok pas adol niku sing mborongke

mboten gadah artha, dadose malah diutang niku Mas

Pewawancara : Resiko ne dados petani niku napa Mbak?

Responden : Jenenge ning sawah Mas, yo dicokot ulo, utawa liyane lah,

dicokot kewan-kewan liya, tapi sing paling kerep yo ulo niku

Mas

8

Page 9: Laporan Wawancara Mendalam Realita Sosial

Pewawancara : Lha senenge dados petani niku napa Mbak?

Responden : Nek pas tandure apik, panene berhasil, yo seneng Mas

Pewawancara : Itu kan di desa Mbak, kerjanya jadi petani, nandure nggih pari

napa jagung. Lha terus kok saget kerjo teng pabrik ning

Jakarta niku pripun Mbak?

Responden : Dulu itu ya ada yang bawa ke sana Mas, tapi sampai di Jakarta

itu gak langsung kerja, nganggur dulu 2 bulan. Tapi saya udah

ngontrak, ya ini bantu bapaknya Wulan, mbikin mie ayam.

Terus lama-lama kan kenal ma tetangga kontrakan kan Mas,

nah cerita-cerita gini gitu, lama-lama saya kan juga pengen

ikut kerja di pabrik. Kemudian tetangga saya itu bisa masukin

saya, jadinya ya saya terus kerja di pabrik itu.

Pewawancara : O…gitu, terus bisa kerja disana, nah itu sistem pabriknya

gimana? Kontrak? Ato…

Responden : Saya dulu itu harian lepas gitu

Pewawancara : Harian lepas ya? Maksudnya itu gimana Mbak? Apa per hari

dibayar? Ato…

Responden : Bukan Mas, itu jadinya saya dibayar 2 minggu sekali, terus

kerjanya itu kan dari jam 07.00 jam 16.00 terus jaman dulu kan

gaji masih Rp. 22.500 Mas

Pewawancara : Rp. 22.500 itu per jam ato per hari?

Responden : Ya…itu per hari Mas

Pewawancara : Per hari Mbak? (kaget juga)

Responden : Iya Mas per hari

Pewawancara : Itu dari jam 07.00 – 16.00? Kerjanya memang ngapain Mbak?

Responden : Kerjanya, ngelem-ngelem kayu yang bolong, terus ngepak-

ngepak gitu Mas

Pewawancara : Lah terus dulu pas Mbak kerja di pabrik suami Mbak kerjanya

dimana?

Responden : Ya…yang tadi itu Mas julan mie ayam itu, dulunya mangkal di

depan pabrik Panca, pabrik garment, terus ya seperti yang saya

9

Page 10: Laporan Wawancara Mendalam Realita Sosial

ceritakan tadi, jualan mie ayam keliling gitu Mas. Mas Adi itu

sudah jualan mie ayam selama 6 tahun

Pewawancara : Berarti dulu Mas Adi itu sebelum nikah sudah jualan mie ayam

dong?

Responden : Iya Mas, dulu waktu masih bujangan itu, jualan di Jakarta itu

jualan mie ayam, tapi sebelumnya pernah jualan sarung, ya

jualan pakaian lah Mas, tapi gak ada untung, jadinya jualan

mie ayam itu. Saya sebenarnya lebih suka jualan gitu Mas, tapi

Mas Adi nya gak mau, karena kalo keliling itu capek, tapi kalo

mangkal Mas Adi nya mau, dan sekarang Mas Adi juga sudah

kerja di pabrik juga Mas

Pewawancara : Ow…

Responden : Kalo kerja di pabrik itu malah gak enak Mas, lebih enak

jualan, karena kalo jualan kan paling gak tiap hari itu bisa

pegang duit. Tapi kalo di pabrik, sekali gajian itu langsung

dipakai buat bayar inilah, bayar itulah, jadinya paling cuma

sisa beberapa aja

Pewawancara : Kira-kira dulu kalo pas kerja di pabrik itu dapet uang segitu itu

cukup gak Mbak?

Responden : Ya…dulu pas Bapaknya Wulan kerja sendiri itu ya pas-pasan

Mas, gajian 2 minggu buat makan, 2 minggu berikutnya buat

bayar listrik, kontrakan, paling sisa sedikit, bisa dibilang malah

pas Mas

Pewawancara : Lha terus kok dulu bisa kerja ikut orang itu gimana?

Maksudnya jadi pembantu rumah tangga…

Responden : Ya…dulu kan saya itu cuma petani aja, nah sama tetangga

saya itu, dibilangin masih muda kok cuma di kampung saja,

kenapa gak kerja ke kota gitu. Dulu saya mau diajak ke Jakarta

gitu Mas, tapi sama orangtua itu belom boleh, takutnya

kenapa-kenapa gitu Mas. Jadinya, saya ikut kakak saya yang

kerja di Solo itu, kemudian jadi juga kerja menjadi PRT

10

Page 11: Laporan Wawancara Mendalam Realita Sosial

Pewawancara : Resikonya waktu menjadi PRT ini apa Mbak? Menurut Mbak

Umi sendiri aja…

Responden : Ya…saya takut aja Mas, kalo disuruh jaga rumah sendiri,

takutnya ntar kalo ada orang-orang yang gak di kenal ato

gimana gitu Mas. Tapi, selama ini gak pernah ada masalah kok

Mas

Pewawancara : Kalo suka-dukanya apa aja Mbak?

Responden : Biasa aja Mas, kalo pulang kampung pas lebaran ya seneng aja

lah

Pewawancara : Kemudian ada gak pikiran Mbak, kok kerjanya cuma gini-gini

aja, pengin kerja yang lain gitu lah Mbak?

Responden : Ya…ada Mas, masak cuma gini aja terus, penginnya itu ya

Mas, kerja sendiri kecil-kecilan juga gak apa-apa, terus setiap

hari itu yan megang duit, walau sedikit tapi adalah Mas. Saya

itu juga mau jadi petani lagi, tapi kalo jadi petani aja di

kampung, saya gak mau, paling gak ya sama julan gitu Mas

Pewawancara : Begitu ya Mbak…ini hari sudah semakin sore, rasanya gak

enak juga jadi ngrepotin Mbak Umi

Responden : Gak apa-apa kok Mas, tenang aja, lagian saya juga lagi gak ada

kerjaan (tersenyum)

Pewawancara : Terima kasih ya Mbak atas kesediannya untuk diwawancarai

dan atas bantuannya juga. Ya sudah Mbak, saya pamit dulu

nih, tapi sebelumnya boleh saya minta fotonya Mbak?

Responden : Boleh kok Mas, didalam saja ya Mas (sambil memanggil

Wulan)

Pewawancara : Ya sudah Mbak, foto juga sudah selesai, sekali lagi terima

kasih ya Mbak, Assalamu’alaikum…

Responden : Wassalamu’alikum, hati-hati ya Mas…

11

Page 12: Laporan Wawancara Mendalam Realita Sosial

ESAI

Zaman ini, adalah zaman yang sudah sangat memprihatinkan sekali,

dimana segalanya mulai dinilai dengan uang, tetapi hal-hal yang mendasar dan

penting malah dilupakan. Kemanusiaan menjadi seperti tak ada nilainya lagi, uang

lah yang berkuasa diatas segalanya. Sehingga kemiskinan jadi tak terbantahkn

lagi.

Hal inilah yang mendorong manusia menjadi lebih giat dalm berusaha dan

bekerja, mereka kadaknjuga bekerja itu juga mulai melupakan sisi kemanusiaan

12

Page 13: Laporan Wawancara Mendalam Realita Sosial

atau sisi positif lainnya, dengan alasan untuk mencapai sesuatu yang

diinginkannya, maka segala cara pun ditempuh. Tidak peduli apakah yang dipilih

itu adalah cara yang paling baik atau malah cara yang mendobrak semua norma

yang ada, dan menghalalkan segala cara untuk mencukupinya.

Dari wawancara yang saya lakukan, penulis menyadari realita sosial yang

ada, disini sangat menjelaskan salah satu realita sosial yang ada di negeri kita,

Indonesia. Masalah sosialnya adalah tentang terjadinya Urbanisasi. Dari

wawancara yang penulis lakukan. Urbanisasi ini sendiri terjadi karena adanya

pemikiran yang sudah menjadi paradigm di masyarakat kita, yaitu pemikiran

tentang kehidupan yang lebih terjamin di kota besar.

Hal itu tidak sepenuhnya salah, dan juga tidak sepenuhnya benar, di desa

banyak juga orang yang sudah pergi ke kota, kemudian taraf hidup mereka

menjadi lebih baik, tapi tidak sedikit juga yang malah menjadi beban bagi suatu

kota atau daerah, dimana para penduduk yang melakukan urbanisasi, tidak

seberuntung orang-orang yang lainnya.

Sebenarnya kita juga jangan menyalahkan para penduduk yang melakukan

urbanisasi, tapi harus dilihat, apa yang mendorong mereka melakukan urbanisasi

tersebut. Seperti yang telah dijelaskan dalam wawancara dengan responden

tersebut. Mereka, dalam artian petani di desa, tidak dapat melakukan kegiatan

bertani mereka sebagaimana mestinya, yang biasa mereka lakukan. Misalnya saja,

saat petani akan melakukan masa menanam, mereka malah kesulitan mendapatkan

pupuk. Kalau ada pun, bukannya menjadi lebih mudah bagi mereka, tapi malah

mamperselutit mereka. Karena dengan dibaginya pupuk, niatnya juga baik, biar

terjadi pemerataan. Tetapi ada kesalahannya disini, dimana luas tanah yang ada itu

berbeda-beda. Sehingga pupuk yang ada pun tak akan mencukupi.

Ini baru masalah pupuk yang sudah menyengsarakan mereka, belum lagi

pada saat panen tiba, disini para petani juga merasa was-was, karena belum tentu

juga hasil panen mereka lancar-lancar saja. Bisa saja sebelum masanya tiba, petani

sudah mengalami gagal panen terlebih dahulu. Selain itu ada juga masalah

lainnya, yaitu tentang harga jual hasil panen mereka. Harga jual yang rendah,

mengakibatkan petani menjadi semakin tercekik saja lehernya, sudah membeli

13

Page 14: Laporan Wawancara Mendalam Realita Sosial

pupuknya susah dan mahal, kadang perawatannya juga membutuhkan tenaga yang

lebih, tetapi pada saat panen malah sia-sia. Hasil panen nya dihargai dengan

murah.

Hal ini tentunya mendorong seseorang untuk melakukan perubahan dalam

hidup mereka. Seperti contoh nyatanya, yaitu responden yang saya wawancarai

ini. Dari semula menjadi petani, dengan penghasilan yang segitu-gitu saja, ia

kemudian pergi ke kota untuk bekerja, agar mendapat penghasilan yang lebih

relevan.

Walau pertama hanya bekerja sebagai PRT, setelah dari desa, tetapi hal ini

seperti sudah membuka jalan bagi mereka, karena dengan menjadi PRT ini

setidaknya adalah secerceh harapan untuk mendapat penghasilan yang lebih layak

lagi. Selain itu responden saya juga sempat bekerja sebagai buruh pabrik.

Disinilah makna urbanisasi semakin kentara, dimana mereka bekerja jauh dari

kampong halaman menuju kota metropolitan dan mengadu nasib mereka sendiri

disana.

Seperti yang responden saya lakukan, ia berangkat ke Jakarta itu hanya

berbekal cerita orang-orang kalau bekerja di kota itu lebih enak, lebih

menghasilkan. Akan tetapi, tidak semuanya demikian, dapat kita pahami disini,

semenjak pindah ke Jakarta, responden saya tidak langsung bekerja, alias

nganggur dahulu, ini jelas pertanda bahwa tanpa usaha maka mereka pun tidak

akan mendapatkan taraf hidup yang layak.

Selain itu setelah bekerja di salah satu pabrik pun, tidak seperti yang

mereka bayangkan sebelumnya, pekerjaan yang dilakukan masih terlalu lama

durasinya, dimana gaji mereka hanya disesuaikan dengan UMR saja. Tanpa

adanya tunjangan-tunjangan lainnya. Bahkan responden saya mengatakan bahwa

daripada kerja di pabrik seperti itu, lebih baik bekerja menjadi PRT atau berjualan

atau malah menjadi petani lagi. Itu karena apa, mereka mulai merasakan

bagaimana kerasnya dunia, terutama di daerah kota besar, dimana mereka sendiri

tidak dibekali dengan kemapuan dan skill yang memadai.

Hal ini sebenarnya perlu kita telaah lebih lanjut, untuk apa mereka

melakukan semua itu. Tidak lain dan tidak bukan adalah untuk meningkatkan

14

Page 15: Laporan Wawancara Mendalam Realita Sosial

taraf hidup mereka, membesarkan anak-anak mereka dan juga untuk biaya-biaya

lainnya yang saat ini semakin meninggi saja.

DOKUMENTASI

15

Page 16: Laporan Wawancara Mendalam Realita Sosial

Lokasi : Ruang Keluarga Pemilik Rumah

Tanggal Pengambilan : 4 Januari 2009

Jarak : ± 1 meter

Kamera yang Digunakan : Brica DigiArt Z810 8 megapixel

Tema Foto : Memberi Makan Anaknya

16

Page 17: Laporan Wawancara Mendalam Realita Sosial

Lokasi : Kamar Tidur Pembantu

Tanggal Penggambilan : 4 Januari 2009

Jarak : ± 1 meter

Kamera yang Digunakan : Brica DigiArt Z810 8 megapixel

Tema Foto : Bercanda Dengan sang Buah Hati

17

Page 18: Laporan Wawancara Mendalam Realita Sosial

Lokasi : Kamar Tidur Pembantu

Tanggal Pengambilan : 4 Januari 2009

Jarak : ± 1 meter

Kamera yang Digunakan : Brica DigiArt Z810 8 megapixel

Tema Foto : Sang Buah Hati

18