Makalah Mikrobiologi(Patogenitas Mikroorganisme) Kel 9 Farmasi A
Laporan Uji Patogenitas Beauveria bassianaTerhadap Leptocoriza acuta
-
Upload
rubiati-rahayu -
Category
Documents
-
view
236 -
download
3
description
Transcript of Laporan Uji Patogenitas Beauveria bassianaTerhadap Leptocoriza acuta
1
ABSTRAK
Rubiati Rahayu (09640028)
Penelitian Uji Patogenitas B. bassiana Terhadap Leptocoriza acuta dilakukan selama 10 hari di LPHPT Bantul D.I Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh patogenitas Beauveria bassiana terhadap Leptocoriza acuta dan pengaruh berbagai konsentrasi Beauveria bassiana terhadap presentase kematian Leptocoriza acuta. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap, dengan variasi perlakuan meliputi: B0 ( aquades sebagai kontrol ), B1( konsentrasi B. bassiana 10 gram dalam 100 ml aquades ), B2 ( konsentrasi B. bassiana 15 gr dalam 100 ml aquades) dan B3 (konsentrasi B. bassiana 20 gr dalanm 100 ml aquades ).
Hasil penelitian menunjukan bahwa presentase dan kecepatan mortalitas tertinggi serangga uji adalah pada konsentrasi B3, dan presentase mortalitas Leptocoriza acuta untuk mencapai 100% pada konsentrasi B1, B2,dan B3 membutuhkan waktu selama 144 jam. Pengaruh patogenitas B. bassiana terhadap Leptocorza acuta ditunjukan dengan adanya tanda-tanda; serangga uji tidak merespon pakan disertai gerakan lambat, diam dan akhirnya mati, selanjutnya tubuh serangga menjadi mengeras (mengalami mumifikasi), terlihat warna putih pada permukaan tubuh.
Kata kunci: Beauveria bassiana, mortalitas, patogenitas, Leptocoriza acuta
1
2
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Padi merupakan tanaman pangan yang memiliki nilai penting untuk
kehidupan, merupakan komoditas ekspor yang menjadi salah satu sumber devisa
penting bagi negara.. Adanya gangguan dari organisme pengganggu tanaman
(OPT) seringkali menjadi faktor penghalang produktivitas. Salah satu OPT yang
potensial menurunkan produktivitas padi adalah serangga hama Leptocoriza acuta
atau sering disebut walang sangit. Hama ini tidak hanya dapat menurunkan hasil,
tetapi juga menurunkan kualitas gabah seperti; bintik-bintik coklat pada gabah
akibat isapan cairan dari hama tersebut pada saat padi matang susu, tetapi jika
tanaman yang diserang pada masa berisi cairan seperti susu maka biji padi akan
hampa atau gabug (Pracaya, 2008).
Pengendalian serangga hama dengan insektisida kimia banyak menimbulkan
masalah, antara lain: meningkatnya resistensi hama terhadap insektisida kimia,
terjadinya ledakan populasi serangga hama sekunder, meningkatnya risiko
keracunan pada manusia dan hewan ternak, terkontaminasinya air tanah,
menurunnya biodiversitas, dan bahaya-bahaya lain yang berkaitan dengan
lingkungan.
Timbulnya masalah-masalah tersebut menjadi stimulan yang meningkatkan
minat terhadap upaya pengendalian hama secara terpadu (PHT) yaitu dengan
menggunakan agen hayati berupa jamur entomopatogen. Lebih dari 700 spesies
jamur entomopatogen dilaporkan telah diisolasi dari berbagai spesies serangga
2
3
hama, tetapi baru 10 spesies di antaranya yang berhasil dikembangkan untuk
pengendalian hama (Hajek dan St. Leger, 1994). Jamur ini memiliki kisaran sifat
biologi yang luas yaitu sebagai parasit sejati hingga parasit patogen yang dapat
hidup secara saprofit.
Salah satu jamur entomopatogen yang sangat potensial dalam pengendalian
beberapa spesies serangga hama adalah Beauveria bassiana. Cendawan ini
dilaporkan sebagai agensi hayati yang sangat efektif mengendalikan sejumlah
spesies serangga hama antara lain; rayap, kutu putih, beberapa jenis kumbang, B.
bassiana juga efektif untuk pengendalian serangga hama kelapa sawit (Darna
catenata), penggerek batang lada (Lophobaris piperis), dan ulat pemakan tanaman
teh yaitu Ectropis bhurmitra (Gillespie, 1988).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengaruh patogenitas Beauveria bassiana terhadap
Leptocoriza acuta?
2. Berapakah konsentrasi Beauveria bassiana yang paling efektif untuk
digunakan sebagai pengendali Leptocoriza acuta?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh patogenitas Beauveria bassiana terhadap serangga
Leptocoriza acuta.
2. Mengetahui pengaruh berbagai konsentrasi Beauveria bassiana terhadap
presentase kematian Leptocoriza acuta.
2
4
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
bahwa terdapat adanya agen hayati berupa jamur yang dapat dikembangkan
sebagai pestisida alami dan ramah terhadap lingkungan, sehingga dapat
menekan penggunaan pestisida kimia yang berdampak buruk bagi lingkungan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Padi
Padi merupakan kelompok tumbuhan yang tergolong dalam kelas
Monotyledonae dan family Gramineae. Tanaman ini merupakan komoditas ekspor
yang menjadi salah satu sumber devisa penting bagi negara, merupakan sumber
karbohidrat utama yang dimanfaatkan oleh negara tertentu khususnya di
Indonesia. Faktor penghalang yang sering mengganggu produktifitas tanaman
padi adalah adanya organisme pangganggu tanaman (OPT). Salah satu OPT yang
potensial menurunkan produktifitas padi adalah serangga hama yaitu walang
sangit /Leptocoriza acuta.
Gangguan atau serangan walang sangit biasanya dimulai sejak tanaman
padi memasuki masa malai yang ditandai dengan adanya cairan seperti susu pada
biji tanaman. Cairan padi yang terus menerus dihisap oleh walang sangit apabial
tidak dilakukan pengendalian sejak dini yang akhirnya dapat mengakibatkan
turunya produktifitas tanaman padi dan menurunkan kualitas gabah.
B. Leptocariza acuta
Leptocariza acuta atau yang sering disebut walang sangit merupakan
serangga yang memiliki ciri-ciri yaitu ; tubuh berwarna coklat, berukuran panjang
sekitar 14-17 mm dan lebar 3-4 mm, serta memiliki tungkai dan antena yang
panjang pada saat dewasa. Nimfa pada serangga ini memiliki struktur tubuh lebih
kecil dari dewasa dan tidak bersayap, pada umumnya nimfa berwarna hijau muda
5
6
dan menjadi coklat kekuning-kuningan pada bagian abdomen dan sayap coklat
saat dewasa (Siwi., et al,1981). Berikut ini gambar morfologi Leptocoriza acuta:
Gambar 1. Morfologi Leptocoriza acuta
(Sumber: Foto Langsung)
Klasifikasi Leptocoriza acuta :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Hemiptera
Family : Alydidae
Genus : Lepticoriza
Secies : Lepticoriza acuta (Thunberg, 1783)
Walang sangit merupakan hama atau musuh bagi tanaman padi karena
menyerang pada saat padi memesuki masa bermalai, sehingga apabila cairan padi
terus menerus dihisap akan mengakibatkan turunya produktifitas tanaman padi.
Hama ini tidak hanya dapat menurunkan hasil, tetapi juga menurunkan kualitas
gabah seperti; bintik-bintik coklat pada gabah akibat isapan cairan dari hama
tersebut pada saat padi matang susu, tetapi jika tanaman yang diserang pada masa
5
7
berisi cairan seperti susu maka biji padi akan hampa atau gabug (Pracaya, 2008).
Kerusakan parah disebabkan oleh imago yang menyerang tepat pada masa
berbunga, sedangkan nimfa terlihat merusak secara nyata setelah pada instar
ketiga sampai fase dewasa. Serangan pada fase dewasa merupakan serangan yang
mampu menurunkan hasil atau produktifitas tanaman apabila tidak segera
dilakukan pengendalian (Willis, 2001).
C. Beuveria bassiana
Menurut klasifikasinya, Beuveria bassiana termasuk kelas Hypomycetes,
ordo Hypocreales dari famili Clavicipitaceae (Hughes, 1971). Cendawan
entomopatogen penyebab penyakit pada serangga ini pertama kali ditemukan
oleh Agostino Bassi di Beauce, Perancis (Steinhaus, 1975). Beauveria bassiana
adalah salah satu jamur entomopatogenik yang berpotensi untuk dikembangkan
sebagai agen pengendali hayati, merupakan biopestisida ramah terhadap
lingkungan yang dapat digunakan sebagai pengganti dari penggunaan pestisida
yang berlebih yang berdampak negatif pada hasil panen dan lingkungan,
musnahnya musuh alami, dan timbulnya ketahanan organisme pengganggu
tanaman (Setiawati.,et al, 2004).
Beauveria bassiana merupakan jamur patogen serangga yang memiliki
beberapa keunggulan yaitu; slektif terhadap serangga sasaran sehingga tidak
membahayakan serangga lain yang bukan merupakan sasaranya, seperti; predator,
serangga penyerbuk dan serangga berguna lebah madu (Departemen Pertanian,
2007). Beberapa strain isolat Beuveria bassiana yang diketahui saat ini adalah
berasal dari berbagai spesies serangga hama yang merupakan inang spesifik jamur
8
tersebut. Beuveria bassiana memproduksi toksin yang disebut beauvericin.
Antibiotik ini dapat menyebabkan gangguan pada fungsi hemolimfa dan nukleus
serangga inang, sehingga mengakibatkan pembengkakan yang disertai pengerasan
serangga inang yang terinfeksi. Selain secara kontak, Beuveria bassiana juga
dapat menginfeksi melalui kontaminasi pakan (Kucera dan Samsinakova, 1968).
B. bassiana juga dikenal sebagai penyakit white muscardine karena miselia dan
spora yang dihasilkan berwarna putih. Mekanisme infeksi dimulai dari
melekatnya konidia pada kutikula serangga, kemudian berkecambah dan tumbuh
di dalam tubuh inangnya, serangga hama yang terinfeksi B.bassiana akan efektif
menjadi sumber infeksi bagi serangga hama sehat yang ada di sekitarnya (Soetopo
& Indrayani. 2012).
9
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 10 hari yaitu pada tanggal 03-13 desember
2012 di Laboratorium Pengamatan dan Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman
Pangan Bantul Yogyakarta.
B. Alat dan Bahan
1. Alat yang digunakan pada penelitian yaitu: Kotak atau box inokulasi, bunsen,
plastik ukuran 100gr, dandang, kompor, baskom, Autoclave, polibag ,jaring
rearing serangga, gelas beker, dan timbangan analitik.
2. Bahan yang digunakan pada penelitian meliputi: jamur B. bassiana yang
ditumbuhkan selama 5 hari, jagung dan beras(sebagai media tumbuh jamur),
aquades, tanaman padi, dan serangga uji walang sangit sebanyak 100 ekor.
C. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan variasi perlakuan meliputi:
a. B0 ( aquades sebagai kontrol )
b. B1( konsentrasi B. bassiana 5 gram dalam 100 ml aquades )
c. B2 ( konsentrasi B. bassiana 10 gr dalam 100 ml aquades)dan
d. B3 (konsentrasi B. bassiana 15 gr dalanm 100 ml aquades ).
Dari masing-masing perlakuan dilakukan 3 kali ulangan, jadi 4x3
perlakuan=12 sampel perlakuan dengan rancangan tabulasi sebagai berikut:
9
10
Tabel 1. Rancangan tabulasi penelitian
Ulangan Perlakuan
B0 B1 B2 B3
1
2
3
B0.1
B0.2
B0.3
B1.1
B1.2
B1.3
B2.1
B2.2
B2.3
B3.1
B3.2
B3.3
D. Prosedur Penelitian
Prosedur yang dilakukan pada penelitian ini meliputi:
1. Pembuatan Media Perbanyakan Campuran Beras dan Jagung Giling
B. bassiana yang digunakan sebagai bahan uji terlebih dahulu diperbanyak
dengan media beras dan jagung perbandingan 1:4 dengan cara sebagai berikut.
Campuran beras dan jagung giling yang dicuci bersih dengan perbandingan
berkisar 1:4, kemudian dikukus sampai setengah matang. Setelah dingin media
dikemas dalam kantong plastik yang tahan panas, masing-masing kantong plastik
berisi campuran beras dan jagung kira-kira 100gr, selanjutnya disterilkan pada
suhu autoclave 1200C selama 1 jam. Campuran beras dan jagung yang telah
diautoclave diangkat. Langkah awal perbanyakan yaitu dipersiapkan kotak
inokulasi, bahan yang telah di autoclave dimasukan ke dalam kotak inokulasi,
selanjutnya ditanamkan bibit Beauveria bassiana secara aseptis, kemudian
disimpan pada suhu ruang dan dibiarkan sampai jamur tumbuh.
11
2. Pembuatan Konsentrasi Jamur B. bassiana
Pembuatan konsentrasi B. bassiana dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Menimbang jamur sebanyak 10 gram ditambahkan 50 ml aquades kemudian
diblender, disaring dan ditambahkan air 50 ml sehingga diperoleh volume
konsentrasi 100 ml sebagai B1.
b. Menimbang jamur sebanyak 15 gram ditambahkan 50 ml aquades kemudian
diblender, disaring dan ditambahkan air 50 ml sehingga diperoleh volume
konsentrasi 100 ml sebagai B2.
c. Menimbang jamur sebanyak 20 gram ditambahkan 50 ml aquades kemudian
diblender, disaring dan ditambahkan air 50 ml sehingga diperoleh volume
konsentrasi 100 ml sebagai B3.
Penentuan variasi konsentrasi B. bassiana (10 gram, 15 gram, dan 20 gram)
berdasarkan pada uji yang telah dilaksanakan dalam kegiatan Praktek Kerja
Lapangan dengan menggunakan konsentrasi 2,5 gram dan 5gram dalam 100 ml
aquades, berdasarkan hasil uji diketahui untuk mencapai mortalitas 100%
dibutuhkan waktu selama 360 jam pada konsentrasi 2,5 gram B. bassiana dan 288
jam pada konsentrasi 5 gram B. bassiana.
Prosedur pembuatan konsentrasi B. bassiana dalam 100 ml aquades ditunjukan
pada gambar berikut ini :
12
Gambar 2. Prosedur pembuatan konsentrasi B. bassiana dalam 100 ml aquades
(Sumber: Foto Langsung)
3. Pengambilan Leptocoriza acuta
Leptocoriza acuta yang digunakan untuk penelitian berasal dari area
persawahan uji ketahanan varietas tanaman padi LPHPT Bantul. Hewan uji yang
digunakan adalah serangga dewasa (imago).
4. Aplikasi Jamur B. bassiana Terhadap Leptocoriza acuta
Aplikasi B. bassiana terhadap Leptocoriza acuta akan dilakukan dengan cara
mencelupkan serangga uji yang dibungkus dengan kain kasa ke dalam konsentrasi
selama 10 detik kemudian diletakan pada kertas tissue, sebagai kontrol serangga
uji dicelupkan ke dalam aquadest 100 ml. Serangga yang telah diberi perlakuan
kemudian dipelihara kembali pada jaring rearing yang yang diberi tanaman padi
sebagai pakan.
5. Parameter
Parameter yang diukur pada penelitian meliputi:
a. Presentase mortalitas Leptocoriza acuta
b. Kecepatan mortalitas Leptocoriza acuta
Perbanyakan Jamur B. bassiana
Dibuat Konsentrasi / Larutan
B1, B2, B3
Leptocoriza acuta
Dicelupkan selama 10 detikDiaplikasi
13
Prosedur kerja penelitian diperjelas dengan menggunakan diagram alir, diagram
alir pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 3. Diagram alir penelitian
E. Analisis Data
a. Data hasil penelitian diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Data
b. dari uji patogenitas dianalisis secara deskriptif, adapun tingkat presentase
mortalitas dapat dihitung dengan rumus prevalensi sebagai berikut:
Dipelihara pada jaring rearing yang berisi tanaman padi
Diamati
Dianalisis :
1. Presentase mortalitas2. Kecepatan mortalitas
14
P = J
J+Tx 100% (Suntoro, 1994).
Keterangan :
P: Presentase kematian Leptocoriza acuta
J: Jumlah Leptocoriza acuta yang mati
T: Jumlah Leptocoriza acuta yang masih hidup
c. Patogenitas B. bassiana terhadap Leptocoriza acuta diketahui berdasarkan
kecepatan mortalitas Leptocoriza acuta yang dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut: :
V=T 1 N 1+T 2 N 2+T 3 N 3 ….Tn Nn
n (Suntoro, 1994)
Keterangan :
V: Kecepatan mortalitas Leptocoriza acuta setelah diuji (hari)
T: Waktu pengamatan pada waktu tertentu
N: Jumlah Leptocoriza acuta yang mati pada waktu tertentu
n: Jumlah Leptocoriza acuta dalam pengujian pada masing-masing ulangan.
15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan beberapa konsentrasi B. bassiana terhadap
mortalitas Leptocoriza acuta didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 2. Presentase mortalitas Leptocoriza acuta pada berbagai konsentrasi B.
bassiaana dalam hitungan waktu (jam).
perlakua
n
Ulangan Presentase mortalitas (%)
Leptocoriza acuta Jam ke
Jml(%)
2
4
48 72 96 120 144
B1
1 - - - 50 60 100 100
2 - - - 10 20 100 100
3 - - - 10 60 100 100
Rata-rata 0 0 0 23,33 23,33 53,33 100
B2
1 - - - 50 80 100 100
2 - - - 30 90 100 100
3 - - - 50 90 100 100
Rata-rata 0 0 0 43,33 43,33 13,33 100
B3
1 - - 40 80 - 100 100
2 - - 60 70 100 - 100
3 - - 30 - 90 100 100
Rata-rata 0 0 43,33 16,67 30 10 100
Kontrol
1
2
3
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
16
Grafik1. Grafik presentase jumlah mortalitas Leptocoriza acuta pada berbagai
konsentrasi B. bassiana terhadap waktu (jam)
waktu mortali
tas
24 48 72 96 120 1440
10
20
30
40
50
60
B1B2B3
Rat
a-ra
ta p
rese
ntas
e m
orta
litas
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa konsentrasi B.
bassiana mempengaruhi waktu mortalitas Leptocoriza acuta, semakin tinggi
konsentrasi B. bassiana semakin cepat waktu mortalitas Leptocoriza acuta. Waktu
mortalitas tercepat adalah 72 jam, yaitu pada konsentrasi B. bassiana 20 gram
(B3). Tingkat presentase rata-rata mortalitas terkecil adalah pada konsentrasi B1,
mortalitas Leptocoriza acuta rata-rata mencapai 100% pada 144 jam setelah
perlakuan. Konsentrasi B. bassiana berpengaruh terhadap kecepatan mortalitas
Leptocoriza acuta, tabel data rata-rata kecepatan mortalitas Leptocoriza acuta
setelah aplikasi B. bassiana dalam waktu (jam) adalah sebagai berikut:
15
17
Tabel 3: Rata- rata kecepatan mortalitas Leptocoriza acuta setelah aplikasi B.
bassiana dalam waktu (jam)
Ulangan Waktu (jam) mortalitas serangga pada
konsentrasi B. bassiana
B1 B2 B3
1
2
3
117,6
148,8
127,2
112,8
115,2
110,4
96
88,8
108
Jumlah 393,6 338,4 292,8
Rata-rata 131,2 112,8 97,6
Berdasarkan hasil perhitungan kecepatan mortalitas, diketahui bahwa
setiap konsentrasi Beauveria bassiana memiliki pengaru yang berbeda terhadap
mortalitas Leptocoriza acuta. Konsentrasi B. bassiana 20 gram (B3), merupakan
konsentrasi dengan waktu mortalitas paling cepat. Hal ini dikarenakan pada
konsentrasi tinggi, jumlah spora B. bassiana lebih banyak dibandingkan dengan
konsentrasi rendah, sehingga jumlah spora yang lebih banyak memungkinkan
penetrasi ke dalam tubuh Leptocoriza acuta lebih cepat. Hasil perhitungan rata-
rata kecepatan mortalitas Leptocoriza acuta setelah aplikasi B. bassiana dalam
waktu (jam) diperjelas dengan menggunakan grafik sebagai berikut:
18
Grafik 2. Grafik kecepatan mortalitas Leptocoriza acuta pada berbagai
konsentrasi B. bassiana
Konsentrasi Beauveria bassiana
B1 B2 B30
20
40
60
80
100
120
140131,2
112,8
97,6
R
Berdasarkan Grafik kecepatan mortalitas Leptocoriza acuta pada berbagai
konsentrasi B. bassiana (Grafik 2) diketahui masing-masing konsentrasi B.
bassiana memiliki pengaruh yang berbeda terhadap waktu mortalitas Leptocoriza
acuta. Konsentrasi 1 (10 gr B. bassiana) membutuhkan rata-rata waktu mortalitas
selama 131,2 jam, kosentrasi 2 (15 gr B. bassiana) selama 112,8 dan konsentrasi 3
(20 gr B. bassiana) membutuhkan rata-rata waktu mortalitas selama 97,6 jam.
Berdasarkan hasil rata-rata tersebut dapat diketahui bahwa semakin tinggi
konsentrasi B. bassiana maka semakin tinggi pula kecepatan mortalitas
Leptocoriza acuta. Tingginya suatu konsentrasi B.bassiana memungkinkan
banyaknya spora dalam konsentrasi tersebut, sehingga akan mempercepat infeksi
pada serangga hama, mekanisme infeksi B. bassiana terdiri dari beberapa tahapan
yaitu; kontak langsung antara spora dengan serangga hama, penempelan dan
perkembangan spora pada integumen, tahap invasi, penetrasi, dan destruksi
(Ferron, 1985). Tahapan mekanisme infeksi tersebut menyebabkan serangga hama
Rata-rata waktu
mortalitas
19
tidak lagsung mati, serangga hama yang terinfeksi B. bassiana akan mati setelah
beberapa hari aplikasi. Leptocoriza acuta yang teinfeksi menunjukan tanda-tanda;
tidak merespon pakan, gerakan lambat, kemudian diam dan akhirnya mati,
selanjutnya tubuh serangga menjadi mengeras (mengalami mumifikasi), dan
terlihat warna putih pada permukaan tubuh.
Gambar 4. Leptocoriza acuta yang terinfeksi B. bassiana :
( Sumber: Foto Langsung)
Pada gambar di atas ditunjukan bahwa serangga uji (leptocoriza acuta)
yang terinfeksi B. bassiana mengalami mumifikasi atau pengerasan disertai
dengan adanya warna putih pada permukaan tubuh. Warna putih ini merupakan
spora yang tumbuh di permukaan tubuh serangga (Wiryodipura, 1994). B.
bassiana memproduksi toksin yang disebut beauvericin, antibiotik ini dapat
menyebabkan gangguan pada fungsi hemolimfa serangga, sehingga
mengakibatkan pembengkakan yang disertai pengerasan pada serangga yang
terinfeksi (Kucera dan Samsinakova, 1968). Serangga yang telah terinfeksi B.
bassiana biasanya akan berhenti makan, sehingga menjadi lemah, dan
kematiannya bisa lebih cepat.
20
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pnelitian dapat disimpulkan bahwa pengaruh
patogenitas B. bassiana terhadap Leptocorza acuta menunjukan tanda-tanda;
serangga uji tidak merespon pakan disertai gerakan lambat, diam dan akhirnya
mati, selanjutnya tubuh serangga menjadi mengeras (mengalami mumifikasi),
terlihat warna putih pada permukaan tubuh. Masing-masing konsentrasi B.
bassiana menunjukan perbedaan secara signifikan terhadap kecepatan mortalitas
Leptocoriza acuta. Konsentrasi yang paling berpengaruh paling cepat terhadap
waktu mortalitas Leptocoriza acuta adalah konsentrasi 20 gram B. bassiana.
B. Saran
Perlu diadakanya penelitian lebih lanjut mengenai patogenitas dan toksisitas B.
bassiana terhadap serangga hama, aplikasi yang perlu dilakukan adalah dengan
pengujian trhadap beberapa serangga hama lainya, tidak hanya dampak yang
terjadi pada struktur luar, tetapi perlu pengamatan kembali terhadap anatomi
serangga yang terinfeksi.
20
21
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pertanian, 2007. Pedoman Rekomendasi Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Padi. Jakarta : Direktorat Jendral Produksi Tanaman Pangan.
Ferron, 1985. Microbial Control of Plant and Desaces. England: Van Rostrand Reinhold Co. Ltd Beksire.
Gillespie, A.T, 1988. Use of fungi to control pests of agricultural importance, England: Manchester University Press
Kucera, M. and A. Samsinakova. 1968. Toxins of the entomophagous fungus Beauveria bassiana. J. Invertebrate Pathology 12: 316-320.
Pracaya, 2008. Pengendalian Hama & Penyakit Tanaman Secara Organik. Yogyakarta : Kanisius.
Setiawati, W., et al, 2004. Pemanfaatan Musuh Alami Dalam Pengendalian Hayati Hama Pada Tanaman Sayuran. Bandung: u.p Dewan Redaksi Penerbitan Publikasi Ilmiah.
Siwi, S.S., A. Yassin and Dandi Sukarna. 1981. Slender rice bugs and its ecology and economic threshold. Syiposium on Pest Ecology. Bogor.
Suntoo, 1991. Uji Efektivitas B. bassiana Terhadap Pengendalian Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei), Tesis, Yogyakarta: Fakultas Pasca Sarjana UGM.
Soetopo dan indrayani, 2012. Status Teknologi dan Prospek Beauveria bassiana Untuk Pengendalian Serangga Hama Tanaman Perkebunan Yang Ramah Lingkungan. Malang : Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat
Willis, 2001. Hama dan Penyakit Utama Padi di Lahan Pasang Surut. Banjarbaru : Badan Litbang Pertanian.
Wiryodiputra, S. dan O. Atmawinata., 1996. Pengelolaan hama berwawasan ling-kungan dalam menunjang ekspor komoditas perkebunan. Kajian pada tanaman kopi dan kakao: Majalah Ilmiah Pembangunan.
21
22
LAMPIRAN
Tabel Hasil Pengamatan Jumlah Mortalitas Serangga Uji
KONSENTRAS
I
ULANGAN JUMLAH SERANGGA YANG MATI JAM KE
JML
2
4
48 7
2
96 12
0
144
B1 1
2
3
-
-
-
-
-
-
-
-
-
5
1
1
6
2
6
10
10
10
10
10
10
B2 1
2
3
-
-
-
-
-
-
-
-
-
5
3
5
8
9
9
10
10
10
10
10
10
B3 1
2
3
-
-
-
-
-
-
4
6
3
8
7
-
-
10
9
10
-
10
10
10
10
22