Laporan Uji Patogenitas Beauveria bassianaTerhadap Leptocoriza acuta

32
ABSTRAK Rubiati Rahayu (09640028) Penelitian Uji Patogenitas B. bassiana Terhadap Leptocoriza acuta dilakukan selama 10 hari di LPHPT Bantul D.I Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh patogenitas Beauveria bassiana terhadap Leptocoriza acuta dan pengaruh berbagai konsentrasi Beauveria bassiana terhadap presentase kematian Leptocoriza acuta. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap, dengan variasi perlakuan meliputi: B0 ( aquades sebagai kontrol ), B1( konsentrasi B. bassiana 10 gram dalam 100 ml aquades ), B2 ( konsentrasi B. bassiana 15 gr dalam 100 ml aquades) dan B3 (konsentrasi B. bassiana 20 gr dalanm 100 ml aquades ). Hasil penelitian menunjukan bahwa presentase dan kecepatan mortalitas tertinggi serangga uji adalah pada konsentrasi B3, dan presentase mortalitas Leptocoriza acuta untuk mencapai 100% pada konsentrasi B1, B2,dan B3 membutuhkan waktu selama 144 jam. Pengaruh patogenitas B. bassiana terhadap Leptocorza acuta ditunjukan dengan adanya tanda-tanda; serangga uji tidak merespon pakan disertai gerakan lambat, diam dan akhirnya mati, selanjutnya tubuh serangga menjadi mengeras (mengalami mumifikasi), terlihat warna putih pada permukaan tubuh. Kata kunci: Beauveria bassiana, mortalitas, patogenitas, Leptocoriza acuta

description

Laporan Uji Patogenitas Beauveria bassianaTerhadap Leptocoriza acuta

Transcript of Laporan Uji Patogenitas Beauveria bassianaTerhadap Leptocoriza acuta

Page 1: Laporan Uji Patogenitas Beauveria bassianaTerhadap Leptocoriza acuta

1

ABSTRAK

Rubiati Rahayu (09640028)

Penelitian Uji Patogenitas B. bassiana Terhadap Leptocoriza acuta dilakukan selama 10 hari di LPHPT Bantul D.I Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh patogenitas Beauveria bassiana terhadap Leptocoriza acuta dan pengaruh berbagai konsentrasi Beauveria bassiana terhadap presentase kematian Leptocoriza acuta. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap, dengan variasi perlakuan meliputi: B0 ( aquades sebagai kontrol ), B1( konsentrasi B. bassiana 10 gram dalam 100 ml aquades ), B2 ( konsentrasi B. bassiana 15 gr dalam 100 ml aquades) dan B3 (konsentrasi B. bassiana 20 gr dalanm 100 ml aquades ).

Hasil penelitian menunjukan bahwa presentase dan kecepatan mortalitas tertinggi serangga uji adalah pada konsentrasi B3, dan presentase mortalitas Leptocoriza acuta untuk mencapai 100% pada konsentrasi B1, B2,dan B3 membutuhkan waktu selama 144 jam. Pengaruh patogenitas B. bassiana terhadap Leptocorza acuta ditunjukan dengan adanya tanda-tanda; serangga uji tidak merespon pakan disertai gerakan lambat, diam dan akhirnya mati, selanjutnya tubuh serangga menjadi mengeras (mengalami mumifikasi), terlihat warna putih pada permukaan tubuh.

Kata kunci: Beauveria bassiana, mortalitas, patogenitas, Leptocoriza acuta

1

Page 2: Laporan Uji Patogenitas Beauveria bassianaTerhadap Leptocoriza acuta

2

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Padi merupakan tanaman pangan yang memiliki nilai penting untuk

kehidupan, merupakan komoditas ekspor yang menjadi salah satu sumber devisa

penting bagi negara.. Adanya gangguan dari organisme pengganggu tanaman

(OPT) seringkali menjadi faktor penghalang produktivitas. Salah satu OPT yang

potensial menurunkan produktivitas padi adalah serangga hama Leptocoriza acuta

atau sering disebut walang sangit. Hama ini tidak hanya dapat menurunkan hasil,

tetapi juga menurunkan kualitas gabah seperti; bintik-bintik coklat pada gabah

akibat isapan cairan dari hama tersebut pada saat padi matang susu, tetapi jika

tanaman yang diserang pada masa berisi cairan seperti susu maka biji padi akan

hampa atau gabug (Pracaya, 2008).

Pengendalian serangga hama dengan insektisida kimia banyak menimbulkan

masalah, antara lain: meningkatnya resistensi hama terhadap insektisida kimia,

terjadinya ledakan populasi serangga hama sekunder, meningkatnya risiko

keracunan pada manusia dan hewan ternak, terkontaminasinya air tanah,

menurunnya biodiversitas, dan bahaya-bahaya lain yang berkaitan dengan

lingkungan.

Timbulnya masalah-masalah tersebut menjadi stimulan yang meningkatkan

minat terhadap upaya pengendalian hama secara terpadu (PHT) yaitu dengan

menggunakan agen hayati berupa jamur entomopatogen. Lebih dari 700 spesies

jamur entomopatogen dilaporkan telah diisolasi dari berbagai spesies serangga

2

Page 3: Laporan Uji Patogenitas Beauveria bassianaTerhadap Leptocoriza acuta

3

hama, tetapi baru 10 spesies di antaranya yang berhasil dikembangkan untuk

pengendalian hama (Hajek dan St. Leger, 1994). Jamur ini memiliki kisaran sifat

biologi yang luas yaitu sebagai parasit sejati hingga parasit patogen yang dapat

hidup secara saprofit.

Salah satu jamur entomopatogen yang sangat potensial dalam pengendalian

beberapa spesies serangga hama adalah Beauveria bassiana. Cendawan ini

dilaporkan sebagai agensi hayati yang sangat efektif mengendalikan sejumlah

spesies serangga hama antara lain; rayap, kutu putih, beberapa jenis kumbang, B.

bassiana juga efektif untuk pengendalian serangga hama kelapa sawit (Darna

catenata), penggerek batang lada (Lophobaris piperis), dan ulat pemakan tanaman

teh yaitu Ectropis bhurmitra (Gillespie, 1988).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pengaruh patogenitas Beauveria bassiana terhadap

Leptocoriza acuta?

2. Berapakah konsentrasi Beauveria bassiana yang paling efektif untuk

digunakan sebagai pengendali Leptocoriza acuta?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh patogenitas Beauveria bassiana terhadap serangga

Leptocoriza acuta.

2. Mengetahui pengaruh berbagai konsentrasi Beauveria bassiana terhadap

presentase kematian Leptocoriza acuta.

2

Page 4: Laporan Uji Patogenitas Beauveria bassianaTerhadap Leptocoriza acuta

4

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat

bahwa terdapat adanya agen hayati berupa jamur yang dapat dikembangkan

sebagai pestisida alami dan ramah terhadap lingkungan, sehingga dapat

menekan penggunaan pestisida kimia yang berdampak buruk bagi lingkungan.

Page 5: Laporan Uji Patogenitas Beauveria bassianaTerhadap Leptocoriza acuta

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Padi

Padi merupakan kelompok tumbuhan yang tergolong dalam kelas

Monotyledonae dan family Gramineae. Tanaman ini merupakan komoditas ekspor

yang menjadi salah satu sumber devisa penting bagi negara, merupakan sumber

karbohidrat utama yang dimanfaatkan oleh negara tertentu khususnya di

Indonesia. Faktor penghalang yang sering mengganggu produktifitas tanaman

padi adalah adanya organisme pangganggu tanaman (OPT). Salah satu OPT yang

potensial menurunkan produktifitas padi adalah serangga hama yaitu walang

sangit /Leptocoriza acuta.

Gangguan atau serangan walang sangit biasanya dimulai sejak tanaman

padi memasuki masa malai yang ditandai dengan adanya cairan seperti susu pada

biji tanaman. Cairan padi yang terus menerus dihisap oleh walang sangit apabial

tidak dilakukan pengendalian sejak dini yang akhirnya dapat mengakibatkan

turunya produktifitas tanaman padi dan menurunkan kualitas gabah.

B. Leptocariza acuta

Leptocariza acuta atau yang sering disebut walang sangit merupakan

serangga yang memiliki ciri-ciri yaitu ; tubuh berwarna coklat, berukuran panjang

sekitar 14-17 mm dan lebar 3-4 mm, serta memiliki tungkai dan antena yang

panjang pada saat dewasa. Nimfa pada serangga ini memiliki struktur tubuh lebih

kecil dari dewasa dan tidak bersayap, pada umumnya nimfa berwarna hijau muda

5

Page 6: Laporan Uji Patogenitas Beauveria bassianaTerhadap Leptocoriza acuta

6

dan menjadi coklat kekuning-kuningan pada bagian abdomen dan sayap coklat

saat dewasa (Siwi., et al,1981). Berikut ini gambar morfologi Leptocoriza acuta:

Gambar 1. Morfologi Leptocoriza acuta

(Sumber: Foto Langsung)

Klasifikasi Leptocoriza acuta :

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Class : Insecta

Ordo : Hemiptera

Family : Alydidae

Genus : Lepticoriza

Secies : Lepticoriza acuta (Thunberg, 1783)

Walang sangit merupakan hama atau musuh bagi tanaman padi karena

menyerang pada saat padi memesuki masa bermalai, sehingga apabila cairan padi

terus menerus dihisap akan mengakibatkan turunya produktifitas tanaman padi.

Hama ini tidak hanya dapat menurunkan hasil, tetapi juga menurunkan kualitas

gabah seperti; bintik-bintik coklat pada gabah akibat isapan cairan dari hama

tersebut pada saat padi matang susu, tetapi jika tanaman yang diserang pada masa

5

Page 7: Laporan Uji Patogenitas Beauveria bassianaTerhadap Leptocoriza acuta

7

berisi cairan seperti susu maka biji padi akan hampa atau gabug (Pracaya, 2008).

Kerusakan parah disebabkan oleh imago yang menyerang tepat pada masa

berbunga, sedangkan nimfa terlihat merusak secara nyata setelah pada instar

ketiga sampai fase dewasa. Serangan pada fase dewasa merupakan serangan yang

mampu menurunkan hasil atau produktifitas tanaman apabila tidak segera

dilakukan pengendalian (Willis, 2001).

C. Beuveria bassiana

Menurut klasifikasinya, Beuveria bassiana termasuk kelas Hypomycetes,

ordo Hypocreales dari famili Clavicipitaceae (Hughes, 1971). Cendawan

entomopatogen penyebab penyakit pada serangga ini pertama kali ditemukan

oleh Agostino Bassi di Beauce, Perancis (Steinhaus, 1975). Beauveria bassiana

adalah salah satu jamur entomopatogenik yang berpotensi untuk dikembangkan

sebagai agen pengendali hayati, merupakan biopestisida ramah terhadap

lingkungan yang dapat digunakan sebagai pengganti dari penggunaan pestisida

yang berlebih yang berdampak negatif pada hasil panen dan lingkungan,

musnahnya musuh alami, dan timbulnya ketahanan organisme pengganggu

tanaman (Setiawati.,et al, 2004).

Beauveria bassiana merupakan jamur patogen serangga yang memiliki

beberapa keunggulan yaitu; slektif terhadap serangga sasaran sehingga tidak

membahayakan serangga lain yang bukan merupakan sasaranya, seperti; predator,

serangga penyerbuk dan serangga berguna lebah madu (Departemen Pertanian,

2007). Beberapa strain isolat Beuveria bassiana yang diketahui saat ini adalah

berasal dari berbagai spesies serangga hama yang merupakan inang spesifik jamur

Page 8: Laporan Uji Patogenitas Beauveria bassianaTerhadap Leptocoriza acuta

8

tersebut. Beuveria bassiana memproduksi toksin yang disebut beauvericin.

Antibiotik ini dapat menyebabkan gangguan pada fungsi hemolimfa dan nukleus

serangga inang, sehingga mengakibatkan pembengkakan yang disertai pengerasan

serangga inang yang terinfeksi. Selain secara kontak, Beuveria bassiana juga

dapat menginfeksi melalui kontaminasi pakan (Kucera dan Samsinakova, 1968).

B. bassiana juga dikenal sebagai penyakit white muscardine karena miselia dan

spora yang dihasilkan berwarna putih. Mekanisme infeksi dimulai dari

melekatnya konidia pada kutikula serangga, kemudian berkecambah dan tumbuh

di dalam tubuh inangnya, serangga hama yang terinfeksi B.bassiana akan efektif

menjadi sumber infeksi bagi serangga hama sehat yang ada di sekitarnya (Soetopo

& Indrayani. 2012).

Page 9: Laporan Uji Patogenitas Beauveria bassianaTerhadap Leptocoriza acuta

9

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 10 hari yaitu pada tanggal 03-13 desember

2012 di Laboratorium Pengamatan dan Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman

Pangan Bantul Yogyakarta.

B. Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan pada penelitian yaitu: Kotak atau box inokulasi, bunsen,

plastik ukuran 100gr, dandang, kompor, baskom, Autoclave, polibag ,jaring

rearing serangga, gelas beker, dan timbangan analitik.

2. Bahan yang digunakan pada penelitian meliputi: jamur B. bassiana yang

ditumbuhkan selama 5 hari, jagung dan beras(sebagai media tumbuh jamur),

aquades, tanaman padi, dan serangga uji walang sangit sebanyak 100 ekor.

C. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)

dengan variasi perlakuan meliputi:

a. B0 ( aquades sebagai kontrol )

b. B1( konsentrasi B. bassiana 5 gram dalam 100 ml aquades )

c. B2 ( konsentrasi B. bassiana 10 gr dalam 100 ml aquades)dan

d. B3 (konsentrasi B. bassiana 15 gr dalanm 100 ml aquades ).

Dari masing-masing perlakuan dilakukan 3 kali ulangan, jadi 4x3

perlakuan=12 sampel perlakuan dengan rancangan tabulasi sebagai berikut:

9

Page 10: Laporan Uji Patogenitas Beauveria bassianaTerhadap Leptocoriza acuta

10

Tabel 1. Rancangan tabulasi penelitian

Ulangan Perlakuan

B0 B1 B2 B3

1

2

3

B0.1

B0.2

B0.3

B1.1

B1.2

B1.3

B2.1

B2.2

B2.3

B3.1

B3.2

B3.3

D. Prosedur Penelitian

Prosedur yang dilakukan pada penelitian ini meliputi:

1. Pembuatan Media Perbanyakan Campuran Beras dan Jagung Giling

B. bassiana yang digunakan sebagai bahan uji terlebih dahulu diperbanyak

dengan media beras dan jagung perbandingan 1:4 dengan cara sebagai berikut.

Campuran beras dan jagung giling yang dicuci bersih dengan perbandingan

berkisar 1:4, kemudian dikukus sampai setengah matang. Setelah dingin media

dikemas dalam kantong plastik yang tahan panas, masing-masing kantong plastik

berisi campuran beras dan jagung kira-kira 100gr, selanjutnya disterilkan pada

suhu autoclave 1200C selama 1 jam. Campuran beras dan jagung yang telah

diautoclave diangkat. Langkah awal perbanyakan yaitu dipersiapkan kotak

inokulasi, bahan yang telah di autoclave dimasukan ke dalam kotak inokulasi,

selanjutnya ditanamkan bibit Beauveria bassiana secara aseptis, kemudian

disimpan pada suhu ruang dan dibiarkan sampai jamur tumbuh.

Page 11: Laporan Uji Patogenitas Beauveria bassianaTerhadap Leptocoriza acuta

11

2. Pembuatan Konsentrasi Jamur B. bassiana

Pembuatan konsentrasi B. bassiana dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Menimbang jamur sebanyak 10 gram ditambahkan 50 ml aquades kemudian

diblender, disaring dan ditambahkan air 50 ml sehingga diperoleh volume

konsentrasi 100 ml sebagai B1.

b. Menimbang jamur sebanyak 15 gram ditambahkan 50 ml aquades kemudian

diblender, disaring dan ditambahkan air 50 ml sehingga diperoleh volume

konsentrasi 100 ml sebagai B2.

c. Menimbang jamur sebanyak 20 gram ditambahkan 50 ml aquades kemudian

diblender, disaring dan ditambahkan air 50 ml sehingga diperoleh volume

konsentrasi 100 ml sebagai B3.

Penentuan variasi konsentrasi B. bassiana (10 gram, 15 gram, dan 20 gram)

berdasarkan pada uji yang telah dilaksanakan dalam kegiatan Praktek Kerja

Lapangan dengan menggunakan konsentrasi 2,5 gram dan 5gram dalam 100 ml

aquades, berdasarkan hasil uji diketahui untuk mencapai mortalitas 100%

dibutuhkan waktu selama 360 jam pada konsentrasi 2,5 gram B. bassiana dan 288

jam pada konsentrasi 5 gram B. bassiana.

Prosedur pembuatan konsentrasi B. bassiana dalam 100 ml aquades ditunjukan

pada gambar berikut ini :

Page 12: Laporan Uji Patogenitas Beauveria bassianaTerhadap Leptocoriza acuta

12

Gambar 2. Prosedur pembuatan konsentrasi B. bassiana dalam 100 ml aquades

(Sumber: Foto Langsung)

3. Pengambilan Leptocoriza acuta

Leptocoriza acuta yang digunakan untuk penelitian berasal dari area

persawahan uji ketahanan varietas tanaman padi LPHPT Bantul. Hewan uji yang

digunakan adalah serangga dewasa (imago).

4. Aplikasi Jamur B. bassiana Terhadap Leptocoriza acuta

Aplikasi B. bassiana terhadap Leptocoriza acuta akan dilakukan dengan cara

mencelupkan serangga uji yang dibungkus dengan kain kasa ke dalam konsentrasi

selama 10 detik kemudian diletakan pada kertas tissue, sebagai kontrol serangga

uji dicelupkan ke dalam aquadest 100 ml. Serangga yang telah diberi perlakuan

kemudian dipelihara kembali pada jaring rearing yang yang diberi tanaman padi

sebagai pakan.

5. Parameter

Parameter yang diukur pada penelitian meliputi:

a. Presentase mortalitas Leptocoriza acuta

b. Kecepatan mortalitas Leptocoriza acuta

Page 13: Laporan Uji Patogenitas Beauveria bassianaTerhadap Leptocoriza acuta

Perbanyakan Jamur B. bassiana

Dibuat Konsentrasi / Larutan

B1, B2, B3

Leptocoriza acuta

Dicelupkan selama 10 detikDiaplikasi

13

Prosedur kerja penelitian diperjelas dengan menggunakan diagram alir, diagram

alir pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 3. Diagram alir penelitian

E. Analisis Data

a. Data hasil penelitian diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Data

b. dari uji patogenitas dianalisis secara deskriptif, adapun tingkat presentase

mortalitas dapat dihitung dengan rumus prevalensi sebagai berikut:

Dipelihara pada jaring rearing yang berisi tanaman padi

Diamati

Dianalisis :

1. Presentase mortalitas2. Kecepatan mortalitas

Page 14: Laporan Uji Patogenitas Beauveria bassianaTerhadap Leptocoriza acuta

14

P = J

J+Tx 100% (Suntoro, 1994).

Keterangan :

P: Presentase kematian Leptocoriza acuta

J: Jumlah Leptocoriza acuta yang mati

T: Jumlah Leptocoriza acuta yang masih hidup

c. Patogenitas B. bassiana terhadap Leptocoriza acuta diketahui berdasarkan

kecepatan mortalitas Leptocoriza acuta yang dihitung dengan menggunakan

rumus sebagai berikut: :

V=T 1 N 1+T 2 N 2+T 3 N 3 ….Tn Nn

n (Suntoro, 1994)

Keterangan :

V: Kecepatan mortalitas Leptocoriza acuta setelah diuji (hari)

T: Waktu pengamatan pada waktu tertentu

N: Jumlah Leptocoriza acuta yang mati pada waktu tertentu

n: Jumlah Leptocoriza acuta dalam pengujian pada masing-masing ulangan.

Page 15: Laporan Uji Patogenitas Beauveria bassianaTerhadap Leptocoriza acuta

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan beberapa konsentrasi B. bassiana terhadap

mortalitas Leptocoriza acuta didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 2. Presentase mortalitas Leptocoriza acuta pada berbagai konsentrasi B.

bassiaana dalam hitungan waktu (jam).

perlakua

n

Ulangan Presentase mortalitas (%)

Leptocoriza acuta Jam ke

Jml(%)

2

4

48 72 96 120 144

B1

1 - - - 50 60 100 100

2 - - - 10 20 100 100

3 - - - 10 60 100 100

Rata-rata 0 0 0 23,33 23,33 53,33 100

B2

1 - - - 50 80 100 100

2 - - - 30 90 100 100

3 - - - 50 90 100 100

Rata-rata 0 0 0 43,33 43,33 13,33 100

B3

1 - - 40 80 - 100 100

2 - - 60 70 100 - 100

3 - - 30 - 90 100 100

Rata-rata 0 0 43,33 16,67 30 10 100

Kontrol

1

2

3

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

Page 16: Laporan Uji Patogenitas Beauveria bassianaTerhadap Leptocoriza acuta

16

Grafik1. Grafik presentase jumlah mortalitas Leptocoriza acuta pada berbagai

konsentrasi B. bassiana terhadap waktu (jam)

waktu mortali

tas

24 48 72 96 120 1440

10

20

30

40

50

60

B1B2B3

Rat

a-ra

ta p

rese

ntas

e m

orta

litas

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa konsentrasi B.

bassiana mempengaruhi waktu mortalitas Leptocoriza acuta, semakin tinggi

konsentrasi B. bassiana semakin cepat waktu mortalitas Leptocoriza acuta. Waktu

mortalitas tercepat adalah 72 jam, yaitu pada konsentrasi B. bassiana 20 gram

(B3). Tingkat presentase rata-rata mortalitas terkecil adalah pada konsentrasi B1,

mortalitas Leptocoriza acuta rata-rata mencapai 100% pada 144 jam setelah

perlakuan. Konsentrasi B. bassiana berpengaruh terhadap kecepatan mortalitas

Leptocoriza acuta, tabel data rata-rata kecepatan mortalitas Leptocoriza acuta

setelah aplikasi B. bassiana dalam waktu (jam) adalah sebagai berikut:

15

Page 17: Laporan Uji Patogenitas Beauveria bassianaTerhadap Leptocoriza acuta

17

Tabel 3: Rata- rata kecepatan mortalitas Leptocoriza acuta setelah aplikasi B.

bassiana dalam waktu (jam)

Ulangan Waktu (jam) mortalitas serangga pada

konsentrasi B. bassiana

B1 B2 B3

1

2

3

117,6

148,8

127,2

112,8

115,2

110,4

96

88,8

108

Jumlah 393,6 338,4 292,8

Rata-rata 131,2 112,8 97,6

Berdasarkan hasil perhitungan kecepatan mortalitas, diketahui bahwa

setiap konsentrasi Beauveria bassiana memiliki pengaru yang berbeda terhadap

mortalitas Leptocoriza acuta. Konsentrasi B. bassiana 20 gram (B3), merupakan

konsentrasi dengan waktu mortalitas paling cepat. Hal ini dikarenakan pada

konsentrasi tinggi, jumlah spora B. bassiana lebih banyak dibandingkan dengan

konsentrasi rendah, sehingga jumlah spora yang lebih banyak memungkinkan

penetrasi ke dalam tubuh Leptocoriza acuta lebih cepat. Hasil perhitungan rata-

rata kecepatan mortalitas Leptocoriza acuta setelah aplikasi B. bassiana dalam

waktu (jam) diperjelas dengan menggunakan grafik sebagai berikut:

Page 18: Laporan Uji Patogenitas Beauveria bassianaTerhadap Leptocoriza acuta

18

Grafik 2. Grafik kecepatan mortalitas Leptocoriza acuta pada berbagai

konsentrasi B. bassiana

Konsentrasi Beauveria bassiana

B1 B2 B30

20

40

60

80

100

120

140131,2

112,8

97,6

R

Berdasarkan Grafik kecepatan mortalitas Leptocoriza acuta pada berbagai

konsentrasi B. bassiana (Grafik 2) diketahui masing-masing konsentrasi B.

bassiana memiliki pengaruh yang berbeda terhadap waktu mortalitas Leptocoriza

acuta. Konsentrasi 1 (10 gr B. bassiana) membutuhkan rata-rata waktu mortalitas

selama 131,2 jam, kosentrasi 2 (15 gr B. bassiana) selama 112,8 dan konsentrasi 3

(20 gr B. bassiana) membutuhkan rata-rata waktu mortalitas selama 97,6 jam.

Berdasarkan hasil rata-rata tersebut dapat diketahui bahwa semakin tinggi

konsentrasi B. bassiana maka semakin tinggi pula kecepatan mortalitas

Leptocoriza acuta. Tingginya suatu konsentrasi B.bassiana memungkinkan

banyaknya spora dalam konsentrasi tersebut, sehingga akan mempercepat infeksi

pada serangga hama, mekanisme infeksi B. bassiana terdiri dari beberapa tahapan

yaitu; kontak langsung antara spora dengan serangga hama, penempelan dan

perkembangan spora pada integumen, tahap invasi, penetrasi, dan destruksi

(Ferron, 1985). Tahapan mekanisme infeksi tersebut menyebabkan serangga hama

Rata-rata waktu

mortalitas

Page 19: Laporan Uji Patogenitas Beauveria bassianaTerhadap Leptocoriza acuta

19

tidak lagsung mati, serangga hama yang terinfeksi B. bassiana akan mati setelah

beberapa hari aplikasi. Leptocoriza acuta yang teinfeksi menunjukan tanda-tanda;

tidak merespon pakan, gerakan lambat, kemudian diam dan akhirnya mati,

selanjutnya tubuh serangga menjadi mengeras (mengalami mumifikasi), dan

terlihat warna putih pada permukaan tubuh.

Gambar 4. Leptocoriza acuta yang terinfeksi B. bassiana :

( Sumber: Foto Langsung)

Pada gambar di atas ditunjukan bahwa serangga uji (leptocoriza acuta)

yang terinfeksi B. bassiana mengalami mumifikasi atau pengerasan disertai

dengan adanya warna putih pada permukaan tubuh. Warna putih ini merupakan

spora yang tumbuh di permukaan tubuh serangga (Wiryodipura, 1994). B.

bassiana memproduksi toksin yang disebut beauvericin, antibiotik ini dapat

menyebabkan gangguan pada fungsi hemolimfa serangga, sehingga

mengakibatkan pembengkakan yang disertai pengerasan pada serangga yang

terinfeksi (Kucera dan Samsinakova, 1968). Serangga yang telah terinfeksi B.

bassiana biasanya akan berhenti makan, sehingga menjadi lemah, dan

kematiannya bisa lebih cepat.

Page 20: Laporan Uji Patogenitas Beauveria bassianaTerhadap Leptocoriza acuta

20

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pnelitian dapat disimpulkan bahwa pengaruh

patogenitas B. bassiana terhadap Leptocorza acuta menunjukan tanda-tanda;

serangga uji tidak merespon pakan disertai gerakan lambat, diam dan akhirnya

mati, selanjutnya tubuh serangga menjadi mengeras (mengalami mumifikasi),

terlihat warna putih pada permukaan tubuh. Masing-masing konsentrasi B.

bassiana menunjukan perbedaan secara signifikan terhadap kecepatan mortalitas

Leptocoriza acuta. Konsentrasi yang paling berpengaruh paling cepat terhadap

waktu mortalitas Leptocoriza acuta adalah konsentrasi 20 gram B. bassiana.

B. Saran

Perlu diadakanya penelitian lebih lanjut mengenai patogenitas dan toksisitas B.

bassiana terhadap serangga hama, aplikasi yang perlu dilakukan adalah dengan

pengujian trhadap beberapa serangga hama lainya, tidak hanya dampak yang

terjadi pada struktur luar, tetapi perlu pengamatan kembali terhadap anatomi

serangga yang terinfeksi.

20

Page 21: Laporan Uji Patogenitas Beauveria bassianaTerhadap Leptocoriza acuta

21

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pertanian, 2007. Pedoman Rekomendasi Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Padi. Jakarta : Direktorat Jendral Produksi Tanaman Pangan.

Ferron, 1985. Microbial Control of Plant and Desaces. England: Van Rostrand Reinhold Co. Ltd Beksire.

Gillespie, A.T, 1988. Use of fungi to control pests of agricultural importance, England: Manchester University Press

Kucera, M. and A. Samsinakova. 1968. Toxins of the entomophagous fungus Beauveria bassiana. J. Invertebrate Pathology 12: 316-320.

Pracaya, 2008. Pengendalian Hama & Penyakit Tanaman Secara Organik. Yogyakarta : Kanisius.

Setiawati, W., et al, 2004. Pemanfaatan Musuh Alami Dalam Pengendalian Hayati Hama Pada Tanaman Sayuran. Bandung: u.p Dewan Redaksi Penerbitan Publikasi Ilmiah.

Siwi, S.S., A. Yassin and Dandi Sukarna. 1981. Slender rice bugs and its ecology and economic threshold. Syiposium on Pest Ecology. Bogor.

Suntoo, 1991. Uji Efektivitas B. bassiana Terhadap Pengendalian Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei), Tesis, Yogyakarta: Fakultas Pasca Sarjana UGM.

Soetopo dan indrayani, 2012. Status Teknologi dan Prospek Beauveria bassiana Untuk Pengendalian Serangga Hama Tanaman Perkebunan Yang Ramah Lingkungan. Malang : Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat

Willis, 2001. Hama dan Penyakit Utama Padi di Lahan Pasang Surut. Banjarbaru : Badan Litbang Pertanian.

Wiryodiputra, S. dan O. Atmawinata., 1996. Pengelolaan hama berwawasan ling-kungan dalam menunjang ekspor komoditas perkebunan. Kajian pada tanaman kopi dan kakao: Majalah Ilmiah Pembangunan.

21

Page 22: Laporan Uji Patogenitas Beauveria bassianaTerhadap Leptocoriza acuta

22

LAMPIRAN

Tabel Hasil Pengamatan Jumlah Mortalitas Serangga Uji

KONSENTRAS

I

ULANGAN JUMLAH SERANGGA YANG MATI JAM KE

JML

2

4

48 7

2

96 12

0

144

B1 1

2

3

-

-

-

-

-

-

-

-

-

5

1

1

6

2

6

10

10

10

10

10

10

B2 1

2

3

-

-

-

-

-

-

-

-

-

5

3

5

8

9

9

10

10

10

10

10

10

B3 1

2

3

-

-

-

-

-

-

4

6

3

8

7

-

-

10

9

10

-

10

10

10

10

22