Laporan Kelompok 3 Blok 11 Modul 1 Trauma Dental Dan Maksilofasial
Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial
-
Upload
fatimah-az-zahrah -
Category
Documents
-
view
716 -
download
22
description
Transcript of Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial
7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 1/27
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tingkat kesadaran akan keselamatan kerja dan beraktivitas di kehidupan
sehari-hari yang rendah merupakan faktor utama terjadinya trauma maksilofasial
yang berakibat salah satunya pada terjadinya diskotinuitas jaringan keras
maksilofasial. Selain itu, salah satu faktor utama terjadinya diskontinuitas jaringan
keras atau fraktur adalah kecelakaan kendaraan bermotor. Realita saat ini
menunjukkan begitu besarnya angka kecelakaan di negeri kita. Masyarakat
memiliki kesadaran yang rendah dalam hal keselamatan berkendara, sehingga hal
tersebut membuat resiko kecelakaan yang terjadi menjadi semakin tinggi. Fraktur
akibat kecelakaan sering terjadi pada bagian tengah wajah. Tulang nasal,
orbitozigomatikus, frontal, temporal, maksila dan mandibula merupakan tulang-
tulang pembentuk wajah, sehingga apabila terjadi fraktur pada daerah tersebut
dapat mengakibatkan suatu kelainan pada bentuk wajah yang menyebabkan wajahtersebut terganggu fungsi estetisnya, juga dapat menyebabkan terjadinya
gangguan pada proses mastikasi dan gangguan fonetik. Fraktur juga sering terjadi
pada daerah persendian (sutura) yang merupakan titik rawan terjadinya pemutusan
jaringan keras. Fraktur-fraktur yang terjadi akan mampu mengganggu fungsi
tubuh, terutama jika fraktur yang terjadi sangat kompleks, maka dampak terburuk
adalah kematian.
Oleh sebab itu, mahasiswa Kedokteran Gigi diharapkan mampu
memahami dengan baik trauma serta fraktur-fraktur yang terdapat pada
dentomaksilofasial sehingga kelak akan mampu melakukan perawatan dan
diagnosa yang tepat.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan tutorial yang bertema “Fraktur dan Trauma
Maksilofasial” ini, yaitu:
1
7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 2/27
1. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan
etiologi dan faktor predisposisi fraktur dan trauma maksilofasial.
2. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan
klasifikasi fraktur maksilofasial.
3. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan
Pemeriksaan klinis dan penunjang fraktur maksilofasial.
1.3 Manfaat
Manfaat dari pembuatan laporan tutorial yang bertema “Fraktur dan Trauma
Maksilofasial” ini, yaitu:
1. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan etiologi dan
faktor predisposisi fraktur dan trauma maksilofasial.
2. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan klasifikasi
fraktur maksilofasial.
3. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan Pemeriksaan
klinis dan penunjang fraktur maksilofasial.
2
7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 3/27
BAB II
PEMBAHASAN
STEP I
1. Hematom adalah pengumpulan darah pada daerah tertentu akibat trauma
karena dinding pembuluh darah rusak, berwarna biru keunguan, terasa
nyeri, dan ada pembengkakan.
2. Vulnus scisium adalah luka iris yang ditandai dengan tepi luka berupa
garis lurus.
3. Open bite adalah keadaan adanya ruangan oklusal/insisal dari gigi saat RA
dan RB dalam keadaan oklusi sentrik.
4. Krepitasi adalah sensasi berderak pada tulang rawan sendi saat membuka
diskus artikularis, saat melewati permukaan yang tidak rata, pada ujung
tulang yang mengalami fraktur, akibat kerusakan pada sendi, digunakan
untuk mendiagnosa adanya fraktur pada sendi/tulang rawan.
5. Fraktur dentoalveolar adalah kerusakan/putusnya kontinuitas yang terjadi
pada tulang alveolar dan gigi yang berhubungan.
6. Fraktur segmental maksila sinistra adalah fraktur sebagian maksila sebelah
kiri berupa garis patah dan tidak berhubungan.
7. Maloklusi adalah bentuk hubungan RA dan RB oklusi tidak normal,
karena gigi RA dan RB terdapat kelainan.
8. Suspek fraktur infra orbita sinistra adalah dugaan sementara adanya
fraktur di daerah bawah mata bagian kiri.
STEP II
1. Apa saja etiologi dan faktor predisposisi fraktur dan trauma maksilofasial?
2. Apa saja klasifikasi fraktur dan trauma maksilofasial?
3. Bagaimana pemeriksaan klinis dan penunjang fraktur maksilofasial?
STEP III
3
7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 4/27
I. Etiologi Fraktur dan Trauma Maksilofasial
1. Etiologi
Faktor penyebab terjadinya fraktur maksilofasial dapat
digolongkan sebagai penyebab langsung dan penyebab tidak
langsung.
• Langsung
Apabila gigi langsung terkena benda penyebab trauma.
• Tidak langsung
Misalnya, trauma pada mandibula yang mengakibatkan
trauma pada gigi insisivus atas.
2. Faktor Predisposisi
Faktor predispoisi dari trauma maksilo fasial dapat dibagi
menjadi dua, yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik
antara lain daya tahan untuk timbulnya fraktur, elastisitas,
kepadatan tulang, dan kapasitas absorpsi. Sedangkan faktor
ekstrinsik tergantung pada tekanan, besar dari tekanan, waktu dan
arah tekanan.
Kelainan-kelainan atau penyakit tertentu dapat
menyebabkan tulang menjadi rapuh dan dapat menyebabkan
fraktur spontan seperti saat mengunyah ataupun berbicara,
misalnya kista atau tumor jinak pada rahang, osteomyelitis,
osteopororsis, osteogenesis imperfekta, atrofi tulang, metabolic
bone disease. Selain itu post normal oklusi, overjet yang melebihi
4mm, anatomi gigi serta riwayat medis juga dapat mempengaruhi
tulang untuk mudah terjadi fraktur
II. Klasifikasi Fraktur dan Trauma Maksilofasial
1. Fraktur Dentoalveolar
4
7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 5/27
Injuri dento-alveolar terdiri dari fraktur, subluksasi atau
terlepasnya gigi-gigi (avulsi), dengan atau tanpa adanya hubungan
dengan fraktur yang terjadi di alveolus, dan mungkin terjadi
sebagai suatu kesatuan klinis atau bergabung dengan setiap bentuk
fraktur lainnya.
Salah satu fraktur yang umum terjadi bersamaan dengan
terjadinya injuri wajah adalah kerusakan pada mahkota gigi, yang
menimbulkan fraktur dengan atau tanpa terbukanya saluran pulpa.
Klasifikasi Fraktur Dentoalveolar Menurut WHO:
1. Infraksi Mahkota
Fraktur sebagian atau pecahnya enamel tanpa kehilangan
substansi gigi lainnya.
2. Fraktur Mahkota
Fraktur yang mengenai enamel dan dentin tanpa mengenai
pulpa.
3. Komplikasi Fraktur Mahkota
Fraktur mahkota yang tidak hanya mengenai enamel dan
dentin, namun juga pulpa.
4. Fraktur Mahkota-akar
Fraktur yang mengenai enamel, dentin dan sementum namun
tidak mengenai pulpa.
5. Komplikasi Fraktur Mahkota-akar
Fraktur yang melibatkan kerusakan enamel, dentin, sementum
dan pulpa.
6. Fraktur Akar
5
7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 6/27
Fraktur yang mengenai dentin, sementum dan pulpa.
2. Fraktur Maksila
Klasifikasi fraktur maksilofasial yang keempat adalah
fraktur maksila, yang mana fraktur ini terbagi atas tiga jenis
fraktur, yakni; fraktur Le Fort I, Le Fort II, Le Fort III. Dari
beberapa hasil penelitian sebelumnya, insidensi dari fraktur
maksila ini masing-masing sebesar 9,2% dan 29,85%.
A. Fraktur Le Fort I
Fraktur Le Fort I dapat terjadi sebagai suatu kesatuan
tunggal atau bergabung dengan fraktur – fraktur Le Fort II dan
III.
6
7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 7/27
Pada Fraktur Le Fort I, garis frakturnya dalam jenis fraktur
transverses rahang atas melalui lubang piriform di atas alveolar
ridge, di atas lantai sinus maksilaris, dan meluas ke posterior
yang melibatkan pterygoid plate. Fraktur ini memungkinkan
maksila dan palatum durum bergerak secara terpisah dari
bagian atas wajah sebagai sebuah blok yang terpisah tunggal.
Fraktur Le Fort I ini sering disebut sebagai fraktur
transmaksilari.
B. Fraktur Le Fort II
Fraktur Le Fort II lebih jarang terjadi, dan mungkin secara
klinis mirip dengan fraktur hidung. Bila fraktur horizontal
biasanya berkaitan dengan tipisnya dinding sinus, fraktur
piramidal melibatkan sutura-sutura. Sutura zigomatimaksilaris
dan nasofrontalis merupakan sutura yang sering terkena.
Seperti pada fraktur Le Fort I, bergeraknya lengkungrahang atas, bisa merupakan suatu keluhan atau ditemukan saat
pemeriksaan. Derajat gerakan sering tidak lebih besar
dibanding fraktur Le Fort I, seperti juga gangguan oklusinya
tidak separah pada Le Fort I.
C. Fraktur Le Fort III
Fraktur craniofacial disjunction, merupakan cedera yang
parah. Bagian tengah wajah benar-benar terpisah dari tempat
perlekatannya yakni basis kranii. Fraktur ini biasanya disertai
dengan cedera kranioserebral, yang mana bagian yang terkena
trauma dan besarnya tekanan dari trauma yang bisa
mengakibatkan pemisahan tersebut, cukup kuat untuk
mengakibatkan trauma intrakranial.
7
7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 8/27
3. Pola Fraktur
A. Fraktur Unilateral
Hanya tunggal atau lebih dari satu fraktur pada satu sisi
mandibula. Seperti fraktur pada korpus mandibula unilateral
paling sering terjadi.
B. Fraktur Bilateral
Sering terjadi dari satu kombinasi antara kecelakaan langsung
dan tidak langsung. Sering terjadi pada fraktur yang
menyangkut angulus dan bagian leher kondilar.
C. Fraktur Multipel
Seperti pada impak yang tepat mengenai titik tengah dagu yang
mengakibatkan fraktur pada simfisis dan kedua kondil.
Banks, Peter. 1992. Fraktur pada Mandibula menurut Killey. Yogyakarta: UGM Press.
4. Fraktur Mandibula
Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan istilah:
8
7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 9/27
A. Simple atau Closed : merupakan fraktur yang tidak
menimbulkan luka terbuka keluar baik melewati kulit, mukosa,
maupun membran periodontal.
B. Compound atau Open: merupakan fraktur yang disertai dengan
luka luar termasuk kulit, mukosa, maupun membran
periodontal, yang berhubungan dengan patahnya tulang.
C. Comminuted : merupakan fraktur dimana tulang hancur menjadi
serpihan.
D. Greenstick : merupakan fraktur dimana salah satu korteks
tulang patah, satu sisi lainnya melengkung. Fraktur ini biasa
terjadi pada anak-anak.
E. Pathologic: merupakan fraktur yang terjadi sebagai luka yang
cukup serius yang dikarenakan adanya penyakit tulang.
F. Multiple: sebuah variasi dimana ada dua atau lebih garis fraktur pada tulang yang sama tidak berhubungan satu sama lain.
A. Greenstick, B. Simple, C. Komminuted, D. Kompon (Hupp dkk, 2008)
III. Pemeriksaan Klinis dan Pemeriksaan Penunjang Fraktur
Maksilofasial
Pemeriksaan klinis dari masing-masing fraktur maksilofasial dapat
dilakukan dalam dua pemeriksaan, yakni pemeriksaan ekstra oral dan
9
7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 10/27
intra oral. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan radiografis yang dapat
membantu dalam menegakkan diagnosa dari fraktur maksilofasial.
Tanda Klinis Fraktur
1. Perubahan oklusi
Biasanya ditemukan tanda klinis pada pasien mengalami
maloklusi open bite yang disebabkan karena terganggunya
keseimbangan maksilofasial.
2. Pergerakan mandibula yang abnormal pada fraktur mandibula
Adanya fraktur pada beberapa bagian mandibula menyebabkan
adanya gerakan abnormal seperti gerakan lateral.
3. Perubahan kontur wajah
Wajah nampak asimetris dikarenakan terjadinya tulang yang
nampak lebih menonjol pada wajah disertai dengan pembengkakan.
4. Laserasi dan hematoma pada jaringan lunak sekitar tulang yang
fraktur
Fraktur pada maksilofasial juga memberikan tanda klinis pada
jaringan di sekitarnya, misalnya ditemukan laserasi atau luka
robek pada wajah, labial, atau jaringan lunak disekitarnya.
Adanya hematoma seperti kulit yang nampak berwarna biru
keunguan yang menunjukkan terjadinya cedera pembuluh
darah pada jaringan disekitar tulang yang fraktur.
5. Kesulitan atau ketidakmampuan membuka dan menutup mulut
pada fraktur mandibula.
A. Fraktur Dentoalveolar
10
7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 11/27
Pemeriksaan klinis pada fraktur dentoalveolar dilakukan
dalam dua pemeriksaan yakni secara ekstra oral dan intra oral.
Pada pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan dilakukan dengan
visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat adanya
laserasi, edema dan ekimosisi pada daerah bibir. Sedangkan secara
palpasi terdapat pecahan gigi pada jaringan bibir. Pada
pemeriksaan intra oral, pemeriksaan dilakukan secara visualisasi
dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat adanya laserasi pada
permukaan lidah dan sulkus labial, avulsi dan subluksasi.
Sedangkan secara palpasi terdapat deformitas tulang, krepitus.
B. Fraktur Maksila
Fraktur maksila terbagi atas fraktur Le Fort I, Le Fort II dan
Le Fort III, dimana pemeriksaan klinis pada masing-masing fraktur
Le Fort tersebut berbeda.
1.Le Fort I
Pemeriksaan klinis pada fraktur Le Fort I dilakukan dalam
dua pemeriksaan yakni secara ekstra oral dan intra oral. Pada
pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan dilakukan dengan
visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat adanya
edema pada bibir atas dan ekimosis. Sedangkan secara palpasi
terdapat bergeraknya lengkung rahang atas. Pada pemeriksaan
intra oral, pemeriksaan dilakukan secara visualisasi dan
palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat adanya open bite
anterior. Sedangkan secara palpasi terdapat rasa nyeri.
2. Le Fort II
Pemeriksaan klinis pada fraktur Le Fort II dilakukan dalam
dua pemeriksaan yakni secara ekstra oral dan intra oral. Pada
pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan dilakukan dengan
visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat pupil
11
7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 12/27
cenderung sama tinggi, ekimosis, dan edema periorbital.
Sedangkan secara palpasi terdapat tulang hidung bergerak
bersama dengan wajah tengah, mati rasa pada daerah kulit yang
dipersarafi oleh nervus infraorbitalis. Pada pemeriksaan intra
oral, pemeriksaan dilakukan secara visualisasi dan palpasi.
Secara visualisasi dapat terlihat adanya gangguan oklusi tetapi
tidak separah jika dibandingkan dengan fraktur Le Fort I.
Sedangkan secara palpasi terdapat bergeraknya lengkung
rahang atas.
3. Le Fort III
Pemeriksaan klinis pada fraktur Le Fort III dilakukan
secara ekstra oral. Pada pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan
dilakukan dengan visualisasi. Secara visualisasi dapat terlihat
pembengkakan pada daerah kelopak mata, ekimosis periorbital
bilateral. Usaha untuk melakukan tes mobilitas pada maksila
akan mengakibatkan pergeseran seluruh bagian atas wajah.
C. Fraktur Mandibula
Pemeriksaan klinis pada fraktur mandibula dilakukan dalam
dua pemeriksaan yakni secara ekstra oral dan intra oral. Pada
pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan dilakukan dengan visualisasi
dan palpasi. Secara visualisasi terlihat adanya hematoma,
pembengkakan pada bagian yang mengalami fraktur, perdarahan
pada rongga mulut. Sedangkan secara palpasi terdapat step
deformity. Pada pemeriksaan intra oral, pemeriksaan dilakukan
secara visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi terlihat adanya
gigi yang satu sama lain, gangguan oklusi yang ringan hingga
berat, terputusnya kontinuitas dataran oklusal pada bagian yang
mengalami fraktur. Sedangkan secara palpasi terdapat nyeri tekan,
rasa tidak enak pada garis fraktur serta pergeseran.
12
7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 13/27
STEP IV
13
Etiologi
Utama Faktor Predisposisi
Klinis
Pemeriksaan
Klasifikasi
Penunjang
Fraktur
maksilofasial
7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 14/27
STEP V
Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan:
1. Etiologi fraktur dan trauma maksilofasial
2. Klasifikasi fraktur dan trauma maksilofasial
3. Pemeriksaan klinis dan penunjang fraktur dan trauma maksilofasial.
STEP VII
1. Etiologi Fraktur dan Trauma Maksilofasial
• Overjet > 3 mm, overjet yang melebihi dari 3 mm merupakan posisi
dimana insisial gigi insisiv rahang bawah berkontak dengan gigi
insisiv rahang atas pada bagian dekat dengan cervical. Cervical
terletak dekat dengan tulang alveolar, sehingga bila terkena trauma
yang terus menerus dapat mempermudah untuk terjadinya fraktur.
Selain itu juga karena pada cervical komposisi enamelnya lebih
sedikit, padahal enamel merupakan komponen yang paling kuat pada
gigi. Bila komposisi enamel sedikit, maka bagian tersebut lebih
rawan untuk terjadi fraktur jika diberi tekanan terus menerus.
• Adanya Penyakit Diabetes melitus Tipe 2 menyebabkan adanya
komplikasi yang salah satuya adalah kerapuhan tulang. Sehingga daya
tahan tulang terhadap tekanan menjadi rendah dan kemungkinan
terjadinya fraktur akan semakin tinggi (Lusi, 2012).
Fraktur yang terjadi pada mandibula dapat terjadi karena pencabutan
gigi impaksi dengan pembedahan yang tidak dilakukan secara hati-
hati dan dikeluarkan secara paksa (Dicky, 2008).
2. Klasifikasi Fraktur dan Trauma Maksilofasial
Klasifikasi fraktur maksilofasial dibagi menjadi beberapa bagian antara
lain:
14
7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 15/27
• Fraktur Vertikal
Separasi setengah bagian maksila yang melewati 1 atau 2 os nasal
dan bagian tipis dari proc. Palatina
• Fraktur dasar Orbita
a. Orbital Blow out Fracture
Fragmen fraktur dasar orbita berpindah tempat ke bawah
masuk ke dalam rongga antrum. Fraktur ini menyebabkandiplopia dan gangguan gerakan bola mata ke arah lateral atas.
b. Orbital blow in Fracture
Fraktur ini jarang terjadi. Fragmen dasar orbita menekuk ke
dalam cavum occuli.
• Fraktur arkus Zigomaticus
Ditandai dengan adanya depresi sepanjang 2,5 cm. Terdapat 2
jenis:
a. Tripe Fraktur: berbentuk huruf V.
b. Fraktur Komunitif: bagian fraktur mengalami reposisi sendiri
karena tarikan fasia temporalis dan gerakan proc. Coronoideus.
Klasifikasi Trauma pada Jaringan Periodontal:
• Concussion
Trauma pada jaringan pendukung gigi tanpa disertai kehilangan
gigi.
• Subluxation
Trauma pada jaringan sekitar gigi disertai adanya kehilangan
jaringan yang abnormal namun tidak ada peristiwa lepasnya gigi.
15
7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 16/27
• Intrusive Luxation (central dislocation)
Lepasnya gigi dari tulang alveolar disertai dengan fraktur pada
soket alveolar.
• Extrusive luxation (peripheral dislocation, Partial avulsion)
Lepasnya gigi sebagian diluar soket alveolar.
• Lateral luxation
Lepasnya gigi pada arah selain axial, biasanya disertai dengan
fraktur soket alveolar.
• Retained Root Fracture
Fraktur dengan retensi pada segmen akar namun kehilangan
segmen mahkota diluar soket alveolar.
•
Exarticulation (complete avulsion)
Lepasnya gigi secara keseluruhan dari alveolar soket
16
7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 17/27
Klasifikasi Fraktur Mandibula Berdasarkan Lokasi Anatomi:
• Fraktur Dentoalveolar
Fraktur yang terjadi pada tulang alveolar, gigi, dan juga melibatkan
jaringan pendukung gigi, gingiva ataupun labial.
• Fraktur Symphisis
Fraktur pada regio insisivus mandibula yang memanjang dari
prosessus alveolar ke batas inferior secara vertikal.
• Fraktur Body Mandibula
Fraktur yang muncul dari foramen mentale dan distal molar kedua
dan memanjang dari processus alveolar ke batas inferior
mandibula.
• Fraktur Angel
17
7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 18/27
Fraktur yang terjadi pada sudut mandibula (angel). Fraktur ini
terjadi pada titik temu body dan ramus mandibula pada retromolar
menuju inferior body mandibula dan posterior border ramus
mandibula.
• Fraktur Processus Condylus
Fraktur yang melibatkan condylus. Fraktur yang memanjang dari
sigmoid notch ke posterior border ramus mandibula sepanjang
aspek superior.
Klasifikasi Fraktur Berdasarkan Penyebab Terjadinya:
• Fraktur Spontan
Fraktur ini terjadi akibat tekanan dari dalam rongga mulut,
misalnya tekanan oklusi, tekanan dari tumpatan pada gigi karies,
tekanan karena menggigit benda keras, dan lain-lain.
• Fraktur Traumatik
Fraktur ini terjadi akibat adanya trauma yang datang dari
ekstraoral, misalnya benturan, kecelakaan, dan lain-lain.
Klasifikasi Fraktur Mandibula Berdasarkan Pola Fraktur :
• Fraktur Unilateral
Fraktur Unilateral yaitu fraktur yang hanya terjadi pada satu sisi
mandibula.
• Fraktur Bilateral
Fraktur Bilateral yaitu fraktur yang terjadi pada dua sisi mandibula.
• Fraktur Multiple
18
7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 19/27
Fraktur Multiple yaitu variasi pada garis fraktur, dimana terdapat
dua atau lebih garis fraktur yang tidak saling berhubungan pada
satu sisi mandibula.
3. Pemeriksaan Klinis dan Penunjang Fraktur dan Trauma
Maksilofasial
Pemeriksaan Lokal pada fraktur
Sebelum melakukan pemeriksaan klinis fraktur, secara berhati-hati
wajah harus dibersihkan perlahan-lahan dengan air hangat atau
menyekanya untuk menghilangkan bekas-bekas darah yang mengering,
kotoran dari jalan, dan sehingga memungkinkan evaluasi secara cermat.
Mulut juga harus diperiksa, setiap darah beku harus dibersihkan dengan
kain yang dipegang forsep yang tidak bergigi. Setelah dibersihkan dengan
berhati-hati baru dimungkinkan mengevaluasi besar injuri secara cermat.
Bila pemeriksaan injuri secara hati-hati selesai lalu kranium serta servikal
spine dengan hati-hati diinspeksi dan dilakukan palpasi dengan halusuntuk melihat tanda-tanda injuri, kemudian fraktur diperiksa (Peter banks,
1992).
Pemeriksaan Klinis
Pendekatan awal terhadap pasien trauma oromaksilofasial akut
sedikit berbeda dengan cedera yang lain. Perhatian harus segera diarahkan
terhadap saluran pernapasan, adekuasi dari ventilasi, dan kontrol
perdarahan eksternal. Sebelum melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital,
gangguan saluran pernapasan dan perdarahan yang mengancam jiwa
pasien harus ditangani terlebih dahulu. Kemudian baru dilakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital dan status neurologis (paling tidak
mengenai tingkat kesadaran, yaitu orientasi terhadap waktu dan tempat).
Pembukaan mata merupakan alat pemeriksan yang berharga
untuk menentukan tingkat kesadaran dan dinilai berdasarkan kemampuan
19
7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 20/27
pasien membuka matanya jika diberi stimuli tertentu, termasuk stimuli
yangmenyakitkan, apabila diperlukan. Durasi amnesia paska trauma
merupakan indikator yang baik untuk menunjukkan tingkat kerusakan
otak, bila ada (Pedersen, 1996).
Pasien yang mengalami cedera maksilofasial biasanya disertai
dengan tersumbatnya jalan pernapasan akibat perdarahan eksternal,
perdarahan internal, atau benda asing. Pemeriksaan fisik baru dapat
dilakukan setelah pasien dalam kondisi stabil, perdarahan dan jalan
pernapasan telah ditangani. Adapun pemeriksaan fisik tersebut meliputi
(Marciani dkk, 2009):
1. Pemeriksaan Kepala
Pemeriksaan ini meliputi seluruh kerangka kraniomaksilofasial
dan jaringan lunak disekitarnya. Pasien harus dibersihkan dari semua
darah dan benda asing secara hati-hati. Seluruh cedera yang mengenai
jaringan lunak sebaiknya dicatat pada saat ini, begitu juga dengancedera yang mengenai tulang. Trauma pada jaringan lunak dapat
dikarakteristikan menjadi abrasi, kontusio, luka bakar,avulsi, dan
laserasi. Seluruh luka laserasi dan avulsi harus dicatat kedalaman dan
keterkaitannya dengan struktur vital, seperti saraf, glandula parotis dan
sebagainya(Marciani dkk, 2009).
Rangka kraniofasial terdiri dari pertautan dan penonjolan tulang,
maka pemeriksaannya harus meliputi ada atau tidaknya step atau jarak,
discontinuitas, pergeseran, dan hilangnya penonjolan. Harus dilakukan
palpasi secara hati-hati terhadap cranium, sambungan daerah fronto-
orbital, naso orbital kompleks artikulasi zygomatik, dan mandibula
(Marciani dkk, 2009).
2. Pemeriksaan Wajah Bagian Tengah
20
7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 21/27
Evaluasi wajah bagian tengah dimulai dengan memperkirakan
adanyamobilitas dari maksila sebagai struktur maksila itu sendiri atau
hubungannya dengan zygoma atau tulang nasal. Untuk memeriksa
adanya mobilitas maksila,kepala pasien harus distabilisasikan dengan
cara menekan kening pasien cukup kuat dengan satu tangan. Dengan
ibu jari dan telunjuk tangan lainnya mencengkram maksila pada satu
sisi, dan digerakkan dengan tekanan yang stabil sehingga dapat
diperoleh kepastian ada atau tidaknya dapatkan mobilitas maksila (Hup
dkk, 2008).
Cara melakukan pemeriksaan manual atau digital adalah dengan
mempalpasi dimulai dari superior ke inferior. Lebih baik memeriksa
pasien yangmengalami cedera fisik dari arah belakang apabila
memungkinkan. Pemeriksaan dimulaidari aspek medial dari cincin
supraorbital secara bilateral.Tulang nasal dan saluran nasofrontalis
dipalpasi secara bersamaan kanan dan kiri (bidigital). Palpasi
diteruskan ke arah lateral menyilang cincin supraorbital menuju suturazygomatiko frontalis. Jaringan lunak yang menutupinya digeser dan
sutura dipalpasi apakah terjadi kelainan atau tidak. Cincin infraorbital
dipalpasi dari medial ke lateral untuk mengevaluasi sutura zygomatik
omaksilaris. Bagian-bagianyang mengalami nyeri tekan, dan baal juga
dicatat, karena halini menunjukkan adanya fraktur atau cedera pada
saraf. Arcus zygomatikus dipalpasi bilateral dan diamati apakah
terdapat tanda-tanda asimetri, dari aspek posterior atau superior.
Vestibulum nasi juga diperiksa karena bisa terjadi pergeseran septum,
dan adanya perdarahan atau cairan (Pedersen, 1996).
Pemeriksaan mata secara lengkap sebaiknya dilakukan terlebih
dahulu,karena trauma dapat mengakibatkan kehilangan penglihatan.
Hampir 40% fraktur tengah wajah mengenai daerah mata. Pemeriksaan
yang akurat sulit dilakukan pada pasien yang mengalami cedera
neurologis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menggunakan
21
7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 22/27
hitungan jari, deteksi gerakan, atau penggunaan sinar (Marciani dkk,
2009).
Hematoma aurikuler telinga harus segera didiagnosa dan dilakukan
terapi. Mastoid harus diperiksa dari kemungkinan adanya ekimosis
yang disertai dengan hemotimpanum dan otorrhea, karena merupakan
indikasi terjadinya fraktur basistulang kranial. Adanya laserasi dari
daerah telinga bagian luar merupakan tanda waspada terhadap
kemungkinan cedera pada kondil mandibula (Marciani dkk, 2009).
Kerusakan dan pergerakan tulang hidung harus dicatat. Adanya
fraktur septum hidung dan hematoma dapat menyebabkan obstruksi
hidung. Hematoseptum hidung harus didiagnosa dan dievakuasi segera
untuk menghindari terjadinya nekrosis tulang rawan septum hidung
yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan bentuk hidung
(Marciani dkk, 2009).
Tiga saraf utama trigeminal harus diperiksa untuk kemungkinanterjadinya anestesi atau parestesi (Marciani dkk, 2009). Saraf kranialis
ketiga, empat, lima,enam dan tujuh dites untuk mengetahui apakah
terjadi palsi. Dapatkah pasien mengangkat alisnya dan meretraksi
sudut mulut? Apakah bola mata bisa bergerak bebas, dan apakah pupil
bereaksi terhadap sinar dan berakomodasi? (Pedersen,1996).
3. Pemeriksaan Mandibula
Lokasi mandibula terhadap maksila dievaluasi apakah tetap digaris
tengah, terjadi pergeseran lateral, atau inferior? Pergerakan mandibula
juga dievaluasidengan jalan memerintahkan pasien melakukan
gerakan-gerakan tertentu, dan apabila ada penyimpangan juga dicatat.
Kisaran gerak dievaluasi pada semua arah dan jarak interinsisal dicatat.
Apabila ada meatus akustikus eksternus penuh dengan darah dan
cairan, jari telunjuk dapat dimasukkan dengan telapak mengarah ke
22
7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 23/27
bawah dan ke depan untuk melakukan palpasi endaural terhadapcaput
condilus pada saat istirahat dan bergerak. Pada fraktur subcondilus
tertentu, bisa dijumpai adanya nyeri tekan yang Amat sangat atau
caput mandibula tidak terdeteksi. Tepi inferior dan posterior
mandibula dipalpasi mulai dari prosesus kondilaris sampai ke
simphisis mandibula. Sekali lagi nyeri tekan atau baal, dan kelainan
kontinuitas harus dicatat (Pedersen, 1996).
Fraktur mandibula dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi
anatomi, yaitu kondilar, ramus, angle, body, simphisis, alveolar, dan
daerah prossessuskoronoid (gambar 5). Selain itu fraktur mandibula
juga dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe frakturnya, yaitu fraktur
greenstick, simpel, kominuted, dan kompon (gambar 6).
Gambar 5.Distribusi anatomik dari fraktur mandibula (Hupp dkk, 2008).
4. Pemeriksaan Tenggorokan dan Rongga Mulut
Pertama kali yang dilihat secara intraoral adalah oklusi. Dapatkah
gigi dioklusikan seperti biasanya? Dataran oklusal dari maksila dan
mandibula diperiksa kontinuitasnya, dan adanya step deformitas.
Bagian yang gigi yang mengalami pergeseran karena trauma atau
alveoli yang kosong karena gigi avulsi, juga dicatat. Apabila pasien
menggunakan protesa, maka protesa tersebut harus dilepas dan
23
7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 24/27
diperiksa apakah ada rusak atau tidak. Jaringan lunak mulut diperiksa
dalam kaitannya dengan luka, kontusio, abrasi, ekimosis, dan
hematom. Lidah disisihkan, sementara itu dasar mulut dan orofaring
diperiksa, apakah terdapat serpihan-serpihan gigi, restorasi, dan beku
darah. Arcus zygomatikus dan basisnya dipalpasi bilateral. Maksila
harus dicoba degerakkan dengan memberikan tekanan pada prosesus
alveolaris sebelah anterior dengan tetap menahan kepala.
Akhirnyagigi-gigi dan prosesus alveolaris dipalpasi untuk mengetahui
nyeri tekan atau mobilitas (Pedersen, 1996).
Pemeriksaan ini meliputi evaluasi oklusi dan penghitungan gigi
yang hilang. Adanya gigi yang terhisap dan tertelan dapat dilihat
dengan melakukanradiografi pada dada dan perut. Gigi tiruan yang
lepas juga dapat menyebabkan tersumbatnya jalan pernapasan. Adanya
step dan pergeseran oklusi merupakan indikasi terjadinya fraktur
dentoalveolar ataupun fraktur rahang. Gigitan terbuka lateral (open
bite lateral) juga dapat mengindikasikan adanya fraktur mandibulaataugangguan TMJ. Sedangkan gigitan terbuka anterior (open bite anterior)
mengindikasikan adanya fraktur Le Fort (I, II, maupun III) (Marciani,
2009).
Pemeriksaan Penunjang
1. Fraktur Dentoalveolar
Pemeriksaan fraktur dentoalveolar dilakukan dengan radiograf intra-
oral dan panoramik.
2. Fraktur Maksila
a. Le Fort I
Pemeriksaan fraktur Le Fort I dilakukan dengan foto rontgen
dengan proyeksi wajah anterolateral.
24
7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 25/27
b. Le Fort II
Dilakukan dengan pemeriksaan foto rontgen proyeksi wajah
anterolateral, foto wajah polos, dan CT scan.
c. Le Fort III
Dilakukan dengan pemeriksaan foto rontgen proyeksi wajah
anterolateral, foto wajah polos, dan CT scan.
3. Fraktur Mandibula
Pada fraktur mandibula dilakukan pemeriksaan foto rontgen proyeksi
oklusal dan periapikal, panoramik fotografi (panorex) dan helical scan.
BAB III
KESIMPULAN
Trauma maksilofasial merupakan trauma fisik yang dapat melukai jaringan
keras dan lunak wajah. Penyebab dari trauma ini dibagi menjadi faktor utama dan
faktor predisposisi. Faktor utama digolongkan menjadi langsung dan tidak
langsung. Sedangkan faktor predisposisi dibagi menjadi faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik.
Trauma pada jaringan keras wajah dapat menyebabkan fraktur pada wajah,
diantaranya adalah fraktur mandibula, fraktur maksila, fraktur nasalis, dan fraktur
orbita yang masing-masing mempunyai klasifikasi dan gambaran klinis yang
berbeda. Dari gambaran klinis yang diperoleh dapat dilakukan pemeriksaan dan
penanganan pada fraktur tersebut, diantaranya adalah pemeriksaan mobilitas,
visual, radiografis, dan CT-Scan.
25
7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 26/27
DAFTAR PUSTAKA
• Hupp JR, Ellis E, Tucker ME. Contemporary Oral and
Maxillofacial Surgery. Ed. Ke-5. Mosby Elsevier. St. Louis. 2008.
• Marciani RD, Carlson ER, Braun TW. Oral and Maxillofacial Surgery
Volume II. Ed. Ke-2. Saunders Elsevier. St. Louis. 2009.
• Pedersen GW. BukuAjar Praktis Bedah Mulut . Penerjemah: Purwanto dan
Basoeseno. EGC. Jakarta. 1996.
• Fauzi, Muchlis. 2010. Insidensi Fraktur Maksilofasial Akibat Kecelakan
Lalu Lintas pada Pengendara Sepeda Motor di RSUP H. Adam Malik
Medan. Universitas Sumatera Utara Pers
• Banks, Peter. Fraktur pada Mandibula Menurut Killey.Yogyakarta: Press
UGM.1992.
26
7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 27/27
• Fonseca R. J. et all. Oral and Maxillofacial Trauma Third
Edition.Philadeplhia:W.B. Saunders Co.2005.
• Wati,Lusi.2012. Hubungan Penurunan tulang alveolar dan penipisa
tulang kortikal mandibula pada penderita periodontitis disertai Diabetes
Mellitus tipe 2 menggunakan radiografi Cone Bean Computed Tomografi
3. IJAS vol. 2 no. 2
• Firmansyah,dicky dkk. Fraktur Patologis Mandibula akibat komplikasi
odontektomi gigi molar 3 bawah.Journal of dentistry .2008.
27