Laporan Tutorial b1 Blok 15 Stroke Fix
-
Upload
retno-tharra -
Category
Documents
-
view
538 -
download
12
Transcript of Laporan Tutorial b1 Blok 15 Stroke Fix
KATA PENGANTAR
Penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besar nya kepada Dosen pembimbing yang telah membimbing tutorial pertama di blok 15 ini sehingga proses tutorial dapat berlangsung dengan sangat baik.
Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua, yang telah memberi dukungan baik berupa materil dan moril yang tidak terhitung jumlah nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan tutorial pertama di blok 15 ini hingga selesai.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan di penyusunan laporan berikutnya. Semoga laporan ini dapat memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi para pembaca laporan ini.
Palembang, 25 Februari 2013
1
DAFTAR ISIKata Pengantar ……………………………………………………………………………...1Daftar Isi ………………………………………………………………………………..…..2BAB I : Pendahuluan
1.1 Latar Belakang………………………………………………………….31.2 Maksud dan Tujuan……………………………………………….…….3
BAB II : Pembahasan2.1 Data Tutorial…………………………………………………………....42.2 Skenario Kasus ……………………………………………………........52.3 Paparan
I. Klarifikasi Istilah. ............…………………………………........7II. Identifikasi Masalah...........…………………………………......9III. Analisis Masalah ...............................……………………..........11IV. Learning Issues ...……......…...……………………...................36V. Kerangka Konsep..................……………………………….......56
BAB III : Penutup3.1 Kesimpulan .............................................................................................57
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................58
BAB I
2
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangBlok Cardio Cerebro Vaskular merupakan blok 15 pada semester 4 dari Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi kasus yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Penulis memaparkan kasus yang diberikan mengenai laki-laki 62 tahun yang mengalami stroke (CVD non-hemorragic).
1.2 Maksud dan TujuanAdapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario ini.
BAB II
3
PEMBAHASAN
2.1 Data TutorialTutor : dr. Suprapti
Moderator : Al Hafizh UtamaSekretaris Meja : Ferina Auliasari Pohan
Dwi Juwanita PutriHari, Tanggal : Senin , 25 Februari 2013
Selasa , 26 Februari 2013Rule Peraturan : 1. Alat komunikasi di nonaktifkan
2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat (aktif) 3. Dilarang makan dan minum
4
2.2 Skenario Kasus
Seorang laki laki, 62 tahun, dirawat di bagian saraf RSMH karena tidak bisa berjalan
disebabkan kelemahan separuh tubuh sebelah kanan yang terjadi secara tiba – tiba saat penderita
sedang beristirahat. Saat serangan penderita mengalami sesak napas dan jantung berdebar. Pasien
tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan maupun isyarat tapi masih dapat
memahami isi pikiran orang lain ang diungkapkan secara lisan, tulisan maupun isyarat. Penderita
menderita darah tinggi dan kencing manis selama 5 tahun tapi kontrol tidak teratur. Penyakt ini
diderita untuk pertama kalinya.
Pemeriksaan fisik :
Status Generalikus :
Sensorium : compos mentis, GCS : 15
Vital sign : TD: 170/100 mmHg, N: 100x/menit ireguler, RR: 20 x/menit, temp: 36,7oC, BB: 80 kg, TB: 165 cm
Kepala :kerutan dahi simetris, lagofthalmus : (-), plica nasolabialis kanan datar, sudut mulut kanan tertinggal, lidah deviasi ke kanan, fasikulasi (-), atrofi papil (-)
Thorax : cor : ictus cordis 2 jari lateral LMC sinistra ICS V, HR: 115 bpm ireguler, murmur sistolik grade II di areal katub mitral
Pulmo : dalam batas normal
Status neurologikus
Fungsi motorik:Ext. Superior et inferior sinistra et dextra : gerakan kurang/cukup, kekeuatan 2/5, tonus meningkat/normal, clonus -/-, refleks fisiologismeningkat/normal, refleks patologis (Babinsky, Chaddock) +/-
Fungsi sensoris : dalam batas normal
Fungsi luhur : afasia motorik
Pemeriksaan neurologis dalam batas normal
Laboratorium:
5
Darah rutin: Hb 12,3 g/dl, Ht 37 vol%, leukosit 7000/mm3, LED; 30 mm/jam, trombosit 270.000/mm3
Kimia klinik :Kolesterol total: 300 mg/dl, LDL: 190 mg/dl, HDL 35 mg/dl, Trigliseride: 400 mg/dl, BSN: 160 mg/dl, BSPP: 250 mg/dl
Ureum: 40 mg/dl, creatinin: 1,1 mg/dl
EKG: HR: 100 – 115 bpm ireguler, left axis deviation, LV strain
6
2.3 Paparan I. Klarifikasi Istilah
Sesak nafas : pernafasan yang sukar atau sesak.
Jantung berdebar : perasaan berdebar-debar atau denyut jantung tidak teratur yang
sifatnya subjektif.
Kelemahan separuh tubuh: kehilangan atau gangguan fungsi motorik pada suatu bagian
tubuh akibat lesi mekanisme saraf atau otot, secara analogi
gangguan fungsi sensorik.
Lagoftalmus : ketidakmampuan menutup mata dengan sempurna.
Kencing manis : sindroma kronik gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan
lemak akibat difesiansi/resistensi insulin.
Compos mentis : keadaan dimana pasien sadar secara sepenuhnya.
Plica nasolabialis : lipatan hidung dan bibir.
Fasikulasi : kontraksi yang lemah setempat dan involunter pada otot dan
tampak pada kulit melambangkan suatu lecutan spontan sejumlah
serabut yang dipersarafi oleh filamen saraf motorik tunggal.
Atrofi papil : pengecilan ukuran papil.
Ictus cordis : detak jantung yang teraba pada dinding dada.
Murmur sistolik : bising jantuk selama sistolik biasanya disebabkan oleh regurgitasi
mitral atau trikuspid atau obstruksi aorta.
Clonus : rangkaian kontraksi dan relaksasi otot involunter serta pergantian
secara cepat.
Tonus : kontraksi otot yang ringan yang terus menerus yang pada otot
rangka membantu dalam mempertahankan postur dan
pengembalian darah ke jantung.
Afasia motorik : ketidakadanya dan ketidaksempurnaan dalam kemampuan
7
berkomunikasi melalui bicara, tulisan, atau tanda/syarat karena
disfungsi otak meliputi bagian sensorik dan motorik area pada otak
LV strain : cedera LV karena penggunaan yang berlebihan.
Refleks babinsky : dorso fleksi ibu jari kaki menandakan lesi pada traktus
piramidalis.
Refleks chaddock : ekstensi dari jempol kaki ketika bagian luar dari dorsal di gores,
terjadi pada kelainan traktus kortiko spinal.
8
II. Identifikasi MasalahNo. Masalah Konsen Kesesuaian
1.
2.
3.
4.
Seorang laki laki, 62 tahun, dirawat di bagian saraf RSMH karena tidak bisa berjalan disebabkan kelemahan separuh tubuh sebelah kanan yang terjadi secara tiba – tiba saat penderita sedang beristirahat.
Saat serangan penderita mengalami sesak napas dan jantung berdebar. Pasien tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan maupun isyarat tapi masih dapat memahami isi pikiran orang lain ang diungkapkan secara lisan, tulisan maupun isyarat.
Penderita menderita darah tinggi dan kencing manis selama 5 tahun tapi kontrol tidak teratur. Penyakt ini diderita untuk pertama kalinya.
Pemeriksaan fisik :
Status Generalikus :
Sensorium : compos mentis, GCS : 15
Vital sign : TD: 170/100 mmHg, N: 100x/menit ireguler, RR: 20 x/menit, temp: 36,7oC, BB: 80 kg, TB: 165 cm
Kepala :kerutan dahi simetris, lagofthalmus : (-), plica nasolabialis kanan datar, sudut mulut kanan tertinggal, lidah deviasi ke kanan, fasikulasi (-), atrofi papil (-)
Thorax : cor : ictus cordis 2 jari lateral LMC sinistra ICS V, HR: 115 bpm ireguler, murmur sistolik grade II di areal katub mitral
Pulmo : dalam batas normal
Status neurologikus
Fungsi motorik:
TSH
TSH
TSH
TSH
9
5.
6.
Ext. Superior et inferior sinistra et dextra : gerakan kurang/cukup, kekeuatan 2/5, tonus meningkat/normal, clonus -/-, refleks fisiologismeningkat/normal, refleks patologis (Babinsky, Chaddock) +/-
Fungsi sensoris : dalam batas normal
Fungsi luhur : afasia motorik
Pemeriksaan neurologis dalam batas normal
Laboratorium:
Darah rutin: Hb 12,3 g/dl, Ht 37 vol%, leukosit 7000/mm3, LED; 30 mm/jam, trombosit 270.000/mm3
Kimia klinik :Kolesterol total: 300 mg/dl, LDL: 190 mg/dl, HDL 35 mg/dl, Trigliseride: 400 mg/dl, BSN: 160 mg/dl, BSPP: 250 mg/dl
Ureum: 40 mg/dl, creatinin: 1,1 mg/dl
EKG: HR: 100 – 115 bpm ireguler, left axis deviation, LV strain
TSH
TSH
10
III. Analisis Masalah
1. Seorang laki laki, 62 tahun, dirawat di bagian saraf RSMH karena tidak bisa berjalan disebabkan kelemahan separuh tubuh sebelah kanan yang terjadi secara tiba – tiba saat penderita sedang beristirahat.
1a. Bagaimana etiologi dari kelemahan separuh tubuh sebelah kanan?
Kelemahan separuh badan disebabkan oleh kerusakan korteks motorik primer di
salah satu sisi otak. Pada kasus ini terjadi pada hemisfer kiri. Kelemahan separuh badan
(atau disebut juga stroke/ CVA) disebabkan infark yang akibat oklusi lokal aliran darah
otak oleh aterotrombotik atau emboli. Ateroskerosis ini biasanya mengoklusi pembuluh
besar, misalnya arteri karotis interna, arteri serebri media, dan arteri basilaris. Penyebab
oklusi pembuluh darah adalah trombsosi suatu segmen arteri yang paling sering terjadi di
dekat percabangan karotis atau di a. basilaris.
Pada kasus ini sumbatan terjadi karena emboli, yang dapat berasal dari jantung
(misalnya yang disebabkan oleh Fibrilasi atrial, dan aritmia lainnya (dengan penyakit
jantung rematik, atherosklerotik, hipertensi, kongenital maupun sifilis, infark miokard
dengan trombus mural, endokarditis bakterial akut dan sub akut, penyakit jantung tanpa
aritmia maupun trombus mural(stenosis mitral, miokarditis), komplikasi bedah jantung,
katup jantung buatan, vegetasi trombotik endokardial non bakterial, prolaps katup
mitral, emboli paradoks dengan penyakit jantung kongenital (cont: patent foramen
ovale), Myxoma) maupun yang bukan dari jantung (Atherosklerosis aorta dan a. carotis,
dari tempat pembelahan atau displasia a. carotis dan a. vertebrobasiler, trombus pada v.
pulmonalis, lemak, tumor, udara, komplikasi bedah leher dan thoraks, trombosis pada
panggul dan ekstremitas bawah pada right-to-left cardiac shunt). Oklusi emboli paling
sering terjadi di cabang a.serebri media, a. serebri media adalah cabang terbesar dari a.
carotis interna, yang berjalan ke lateral dalam sulcus lateralis. Cabang-cabang cortical
menyuplai seluruh permukaan lateral hemisphere, kecuali daerah sempit yang disuplai
oleh a.cerebri anterior, polus occipitalis dan permukaan inferolateral hemisphere yang
disuplai oleh a. cerebri posterior. Dengan demikian, arteri ini menyuplai seluruh area
motoris (gyrus precentralis). Cabang-cabang centralis masuk ke substansia perforata
anterior dan menyuplai massa substansia grisea dalam hemispherium cerebri. Oklusi
emboli yang terjadi di a. serebri media ini menyebabkan darah yang menuju ke gyrus
precentralis mengalami kekurangan pasokan oksigen dan nutrien sehingga menyebabkan
terjadinya infark, dan terjadinya kelemahan separuh badan.
11
Pada kasus ini, oklusi terjadi pada a.serebri media hemisfer kiri karena ibu ini
mengalami kelemahan sebelah kanan. Korteks motorik di masing-masing belahan otak
terutama mengontrol otot di bagian tubuh yang bersebrangan (kontralateral). Jaras-jaras
saraf yang berasal dari korteks motorik hemisfer kanan menyebrang di medulla
oblongata, sebelum turun menyusuri medula spinalis untuk berakhir di neuron motorik
eferen yang memicu kontraksi otot rangka di sisi kanan tubuh. Karena itu kerusakan pada
korteks motorik di sisi kiri akan menyebabkan paralisis sisi kanan tubuh.
1b. Bagaimana anatomi jaras sistem saraf motorik dan sensorik?
Traktus Pyramidalis
Serabut ini muncul sebagai sel pyramidal yang terletak di lapisan kelima
cortex cerebri. Sekitar sepertiga serabut ini berasal dari korteks motorik primer (area 4),
sepertiga dari korteks motorik sekunder (area 6), dan sepertiga dari lobus parietalis (area
3,1,2). Serabut-serabut descendens mengumpul di corona radiata, kemudian berjalan
melalui crus posterius capsula interna. Yang terletak sangat dekat dengan genu, mengurus
bagian cervical tubuh, sedangkan yang terletak terletak lebih ke posterior mengontrol
ekstremitas inferior. Selanjutnya, tractus ini melanjutkan perjalanan melalui tiga perlima
bagian medial basis pedunculi mesencephalon. Disini, serabut yang mengurus bagian
cervical tubuh terletak di sebelah medial, sedangkan yang mengendalikan tungkai terletak
di sebelah lateral.
Saat memasuki pons, tractus terbagi menjadi banyak berkas oleh serabut
pontocerebellaris transversal. Di dalam medulla oblongata, berkas membentuk kelompok
di sepanjang tepi anterior dan membentuk benjolan yang disebut pyramid (sehingga,
nama lainnya T. pyramidalis). Pada pertemuan antara medulla oblongata dan medulla
spinalis, hampir semua serabut menyilang garis tenga pada decussatio pyramidum dan
masuk ke columna alba lateralis medulla spinalis untuk membentuk tractus
corticospinalis lateralis. Sisa serabutnya tidak menyilang di decussatio pyramidum tetapi
berjalan turun di dalam columna alba anterior medulla spinalis segmen cervical dan
thoracicae atas. Tractus corticospinalis lateralis berjalan turun di sepanjang medulla
spinalis, serabut berakhir di columna grisea anterior semua segmen medulla spinalis.
Sebagian besar serabut tractus corticospinalis bersinaps dengan neuron internuncial,
12
kemudian bersinaps dengan neuron motorik alfa dan beberapa dengan neuron motorik
gamma. Hanya serabut corticospinalis yang paling besar yang langsung bersinaps dengan
neuron motorik. T. corticospinalis bukan merupakan satu-satunya jaras yang mengurus
gerakan voluntar. Selain itu, tractus ini membentuk jaras yang meningkatkan kecepatan
dan ketangkasan gerakan voluntary sehingga digunakan untuk melakukan gerakan cepat
yang tangkas. Kebanyakan gerakan voluntary dasar yang sederhana dimediasi oleh
tractus descendens lainnya.
Cabang-cabang:
1. Cabang-cabang diberikan saat mulai berjalan turun dan kembali ke cortex serebri
untuk menghambat aktivitas daerah-daerah korteks yang berdekatan
2. Cabang-cabang berjalan menuju nucleus caudatus dan nucleus lentiformis, nucleus
ruber, nucleus olivarius, dan formation reticularis.
Perjalanan Serabut Sensorik dari Reseptor ke Kortex
Jaras sensoris merupakan jaras ascending yang menghantarkan impuls dari
reseptor menuju korteks serebri. Pada jalur ascenden terdapat 3 macam neuron. Neuron
pertama yang badan selnya terdapat pada sistem saraf perifer. Akson dari neuron tersebut
13
nantinya akan masuk ke dalam sistem saraf pusat. Selanjutnya, neuron kedua yang badan
selnya terletak di sistem saraf pusat seperti pada medula spinalis atau batang otak.
Aksonnya akan menuju ke thalamus. Kemudian, neuron yang akan terprojeksi ke korteks
serebri dengan badan sel di thalamus disebut neuron ketiga.
1c. Bagaimana mekanisme kelemahan separuh tubuh sebelah kanan yang terjadi secara tiba-tiba dan sedang beristirahat?
Kelemahan yang dirasakan oleh laki-laki tersebut pada kasus ini terjadi sebagai
akibat dari penyumbatan atau kurangnya perfusi darah ke daerah arteri serebri anterior
dan arteri serebri media yang merupakan hasil percabangan dari artericarotid interna
sinistra yang memperdarahi lobus parietalis dari encephalon. Terdapat pusat motorik dan
sensorik tubuh yaitu daerah gyrus precentralis dan gyrus postcentralis. Pada kasus ini
kemungkinan terjadinya paralisis dan rasa baal karena iskemik pada daerah tersebut
akibat dari kardioemboli.
Keluhan tersebut hanya dirasakan pada bagian sebelah tubuh karena terdapat
persilangan jaras persarafan dari otak ke ekstremitas dan batang tubuh pada decunssatio
piramidium, dimana penyeberangan piramid dekusasi ini terbentuk dari traktus
corticospinal yang melalui cerebrum ke medulla spinalis. Traktus corticospinalis
mengontrol pergerakan volunter dari batang tubuh dan tungkai. Hanya bagian superior
yang menyimpang dari medulla spinalis, 90% dari akson pada pyramid bagian kiri
menyebrang ke bagian kanan, dan 90% dari akson pada bagian kanan juga menyebrang
ke bagian kiri.
Hal inilah yang menjelaskan mengapa setiap bagian dari otak mengontrol gerakan
sadar dari sisi berlawanan dari tubuh.
1d. Apa faktor risiko pada kasus ini?
Faktor resiko stroke dibagi menjadi faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan
faktor resiko yang dapat dimodifikasi.
14
Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi :
Usia
Jenis kelamin, lebih sering pada ♂
Ras & etnis (orang Amerika keturunan Afrika memiliki angka kejadian lebih
tinggi daripada orang Kaukasia)
Riwayat menderita TIA (Transient Ischemic Attack) atau stroke. TIA (Transient
Ischemic Attack) adalah disfungsi serebral yang sembuh total dalam kurun waktu
kurang dari 24 jam.
Riwayat stroke dalam keluarga
Faktor resiko yang dapat dimodifikasi :
Hipertensi
Diabetes mellitus
Dislipidemia
Merokok
Obesitas
Penyakit jantung ( fibrilasi atrium, CAD/Coronary Artery Disease)
1e. Jelaskan apa saja klasifikasi stroke!
WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu.
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke non hemorragik maupun stroke hemorragik (pendarahan).
1. Pada stroke non hemorragik aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.
Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
15
Stroke Trombotik : proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.
StrokeEmbolik : Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah. HipoperfusionSistemik : Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagiantubuh
karena adanya gangguan denyut jantung.
2. Pada stroke hemorragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya. Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi.
Stroke hemorragik ada 2 jenis, yaitu: Hemorragik intraserebral : pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak Hemorragik Sub araknoid : pendarahan yang terjadi pada ruang sub araknoid
(ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak)
1f. Bagaimana penanganan awal pada kasus ini?
Tujuan penatalaksanaan awal adalah untuk mengembalikan suplai oksigen ke otak (reperfusi) dan mencegah perluasan dari wilayah infark.
Prinsip tata laksana awal:
- Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk. Pastikan saluran napas tetap lancar.
- Breathing
Biasanya timbul pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi. Beri O2 2 – 4 liter/menit bila pasien kesulitan bernapas atau tampak sesak.
- Circulation
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut. Pada pasien stroke non hemoragik, TD hanya perlu diturunkan bila sistolik > 220 mmHg, diastolik > 120 mmHg atau tekanan arteri rata – rata > 130
16
mmHg. Penurunan tekanan darah dapat dilakukan dengan memberikan ACE inhibitor, Clonidin drip, Nicardipin drip, atau Diltiazem drip dimana penurunan dilakukan secara perlahan (tidak >25% dalam 2 – 6 jam) sampai 160/100. Posisi kepala hendaklah dinaikkan 30o.
- Infection
Cegah infeksi atau atasi infeksi yang sedang terjadi.
- Nutrition
Nutrisi diberikan sesuai kebutuhan penderita. Koreksi gula darah jika terjadi hiperglikemi (BSN > 200 mg%).
Perlakuan awal di UGD untuk pasien curiga stroke:
- Infus NaCl 0,9%, atau RL- Beri O2
- EKG- CT scan otak- X-foto thorax- Lab. Darah : rutin, trombosit, gula darah, ureum creatinin, elektrolit, faktor
pembekuan
1g. Bagaimana vaskularisasi otak?
Perdarahan Otak :
Arteri Otak
Otak dipasok oleh dua a. carotis interna dan dua a. vertebralis. Keempat arteri ini
beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus willisi.
- A. Carotis Interna
A. Carotis interna keluar dari sinus cavernosus pada sisi medial processus clinoideus
anterior dengan menembus dura mater. Kemudian masuk ke cavum arachnoidea
setelah menembus arachnoidea mater dan membalik ke daerah substansi perforata
17
anterior otal. Pada ujung medial sulcus lateralis. Di sini arteri tersebut bercabang
menjadi a. cerebri anterior dan media.
Cabang-cabang Serebral a. carotis interna :
A. ophthalmica dicabangkan sewaktu a. carotis interna keluar dari sinus
cavernosus. Masuk ke orbita lewat canalis opticus, di bawah dan lateral
terhadap n. opticus.
A. communicans posterior berjalan ke belakang dan bergabung dengan a.
cerebri posterior.
A. choroidea, sebuah cabang kecil, yang berjalan ke belakang, memasuki
cornu inferior ventriculus lateralis dan berakhir dalam plexus choroideus.
A. cerebri anterior berjalan ke depan dan medal dan masuk ke fissura
longitudinalis cerebri. Arteri tersebut bergabung dengan pembuluh sejenis
dari sisi sebelah melalui a. communicans anterior. Kemudian melengkung
balik di atas corpus callosum dan cabang-cabang kortikal mendarahi
seluruh permukaan medial cortex cerebri sampai ke sulcus
parietooccipitalis. Arteri-arteri tersebut juga mendarahi sebagian korteks
selebar 2,5 cm, pada permukaan lateral yang berdekatan. Jadi a. cerebri
anterior mendarahi “daerah tungkai” dari gyrus precentralis. Sejumlah
cabang sentral menembus substansi otak dan mendarahi massa substansia
grisea bagian dalam hemispherium cerebri.
A. cerebri media, cabang terbesar dari a. carotis interna, berjalan ke lateral
dalam sulcus lateralis. Cabang-cabang kortikal memasok seluruh
permukaan lateral hemisfer, kecuali daerah sempit yang dipasok a. cerbri
anterior, polus occipitalis dan permukaan inferolateral hemisfer (dipasok a.
cerebri posterior). Jadi arteri ini memasok seluruh korteks motorik kecuali
“daerah tungkai”. Cabang-cabang sentral masuk ke substantia grisea di
dalam hemispherium cerebri.
- A. Vertebralis
18
A.vertebralis, cabang dari bagian pertama a.subclavia, berjalan naik
melalui foramen processus transversi C1-6. Masuk ke cranium melalui foramen
magnum dan berjalan ke atas, ke depan dan ke medial pada medulla oblongata.
Sampai di tepi bawah pons arteri ini bergabung dnegan pembuluh
pasangannya, membentuk a. basilaris.
Cabang-cabang kranial a. vertebralis :
Rami meningei
A.spinalis anterior dan posterior
A.inferior posterior cerebelli
Rami medullares
- Arteri Basilaris
A.basilaris, dibentuk oleh penggabungan dua a. vertebralis, berjalan naik dalam
alur pada permukaan anterior pons. Pada tepi atas pons, bercabang menjadi dua
a.cerebri posterior.
Cabang-cabang :
Cabang-cabang untuk pons, cerebellum dan telinga dalam
A.cerebri posterior
A.cerebri posterior pada tiap sisi melengkung ke lateral dan belakang
sekeliling otak tengah. Cabang kortikal mendarahi permukaan inferolateral lobus
temporalis dan permukaan lateral dan medial lobus occipitalis. Jadi, mendarahi
korteks visual. Cabang-cabang sentral menembus substansi otak dan mendarahi
(1) massa substantia grisea bagian dalam hemispherium cerebri dan (2) otak
tengah.
Circulus willisi terletak dalam fossa interpenducularis pada facies inferior
cerebri. Ia dibentuk oleh anastomosis antara kedua a.carotis interna dan kedua
a.vertebralis. A.communicans anterior, cerebri anterior, carotis interna,
communicans posterior, cerebri posterior dan a.basilaris ikut membentuk circulus
ini. Circulus willisi memungkinkan darah yang masuk melalui a. carotis interna
atau a.vertebralis untuk disebarkan ke setiap bagian hemispherium cerebri.
Cabang-cabang kortikal dan setral timbul dari circulus dan mendarahi substansia
otak.
19
Sirkulus willisi merupakan sirkulasi kolateral yang menjadi suatu jalan
untuk menjamin ketersediaan kebutuhan otak akan vaskularisasi terutama saat
terjadinya iskemik cerebri atau pada gangguan-gangguan lain. Hal ini penting
karena otak menerima 1/6 Cardiac Output dan 20% O2 dari seluruh tubuh.
Sirkulus willisi
Vena Otak
Vena otak tidak memilik jaringan otot dalam dindingnya yang sangat tipis
dan tidak memiliki katup. Vena-vena ini keluar dari otak dna terletak dalam cavum
arachnoidea. Kemudian menembus arachnoid mater dan lapis meningeal dura
mater, mengalir ke dalam sinus venosus cranialis. Terdiri dari vena cerebri,
cerebelli dan vena batang otak. V.magna cerebri dibentuk oleh bergabungnya
kedua v.interna cerebri dan bermuara ke sinus rectus.
1. Saat serangan penderita mengalami sesak napas dan jantung berdebar. Pasien tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan maupun isyarat tapi masih dapat memahami isi pikiran orang lain ang diungkapkan secara lisan, tulisan maupun isyarat.
20
2a. Bagaimana mekanisme dari sesak nafas?
Oklusi pada arteri di otak → ↓ perfusi oksigen dan nutrisi ke otak → aktivasi
saraf simpatis → sesak nafas (↑ HR)
2b. Bagaimana mekanisme jantung berdebar?
Jantung berdebar dapat terjadi akibat beberapa teori. Pertama pada penderita
hipertensi seperti kasus ini akan terjadi hipertrofi ventrike kiri sebagai mekanisme
kompensasi dari remodeling jantung. akibat terjadinya hipertrofi ini maka lama kelamaan
darah akan banyak tertampung di atrium sehingga dapat terjadi fibrilasi atrium. Bila
terjadi AF maka denyut jantung menjadi tidak teratur sehingga dirasakan sebagai jantung
yang berdebar-debar. Selain itu kita ketahui bahwa pada pemeriksaan fisik, denyut
jantung mengalami peningkatan, akibatnya penderita juga akan merasa jantung berdetak
lebih cepat sehingga terasa sebagai jantung yang berdebar-debar.
2c. Bagian otak mana yang mengalami kerusakan pada kasus ini? Tidak bisa mengungkapkan secara lisan tulisan isyarat, tapi mengerti pikiran
orang yang diungkapkan dengan lisan tulisan isyarat
Yang mengatur gerakan bicara adalah area Broca (44) diatas sulcus lateralis. Pada
orang bertangan kanan, area broca hemisfer kiri bersifat dominan, begitu pula sebaliknya.
Lebih dari separuh korteks motorik primer dikaitkan dengan pengendalian otot-otot
tangan dan bicara. Area broca ini terletak pada gyrus frontalis inferior, Lesi yang merusak
gyrus frontalis inferior menyebabkan hilangnya kemampuan berbicara yang disebut
afasia ekspresif. Pasien mampu memikirkan kata-kata yang ingin diucapkannya, dapat
menuliskannya, dan dapat mengerti saat mendengar kata-kata tersebut namun tidak bisa
mengungkapkannya dengan berbicara.
Pergerakan alat gerak
Area motoris terletak di gyrus precentralis, anterior terhadap sulcus centralis pada
lobus frontal area 4. Lesi pada korteks motorik primer salah satu hemispherium
menimbulkan paralisis ekstrimitas kontralateral, serta gerakan-gerakan tangkas dan
terampil mengalami kerusakan yang lebih berat. Kerusakan area motorik primer (area 4)
menimbulkan paralisis yang lebih parah daripada destruksi pada area motorik sekunder
21
(area 6). Destruksi pada kedua area tersebut menyebabkan paralisis total sisi kontralateral.
Lesi yang hanya terdapat pada area motorik sekunder mrnimbulkan kesulitan melakukan
gerakan-gerakan terampil dengan sedikit penurunan kekuatan.
3. Penderita menderita darah tinggi dan kencing manis selama 5 tahun tapi kontrol tidak teratur. Penyakt ini diderita untuk pertama kalinya.
3a. Apa hubungan darah tinggi dan kencing manis selama 5 tahun tapi kontrol tidak teratur dengan kasus ini?
Hipertensi kronis yang dialami pasien ini menyebabkan tahanan perifernya terus
tinggi karena hipertensi tersebut tidak terkontrol (stabil). Tahanan perifer yang tinggi ini
menyebabkan jantung harus memompa lebih kuat dan bekerja lebih keras untuk melawan
tahanan tersebut. Hal ini juga diperparah dengan diabetes yang diderita pasien yang
menyebabkan darah dalam kondisi hiperglikemia disertai hiperinsulinemia yang berarti
menambah viskositas darah yang juga menambah tahanan perifer. Jantung bekerja lebih
keras secara terus-menerus akhirnya akan menjadi hipertrofi ventrikel kiri dan mungkin
diikuti dengan hipertrofi atrium kiri dan menyebabkan sumbu jantung bergeser ke arah
kiri (kardiomegali). Akibat hipertrofi tersebut, fibrilasi cenderung terjadi karena terjadi
perpanjangan jalur konduksi yang dilewati impuls. Atrial fibrilasi ini berperan dalam
pembentukan trombus disertai juga pecahnya trombus menjadi embolus. Pembentukan
trombus ini juga dipicu oleh hiperlipidemia yang dialami pasien diperparah dengan
diabetes mellitus yang menyebabkan LDL bersifat lebih aterogenik. Thrombus terbentuk
di jantung kemudian karena atrial fibrilasi thrombus tersebut pecah menjadi embolus
terbawa aliran darah dan kemudian menyumbat pembuluh darah diotak sehingga
menyebabkan lesi yang berefek pada kondisi bapak, yakni hemihipestesi dextra.
4. Pemeriksaan fisik :
Status Generalikus :
Sensorium : compos mentis, GCS : 15
Vital sign : TD: 170/100 mmHg, N: 100x/menit ireguler, RR: 20 x/menit, temp: 36,7oC, BB: 80 kg, TB: 165 cm
22
Kepala :kerutan dahi simetris, lagofthalmus : (-), plica nasolabialis kanan datar, sudut mulut kanan tertinggal, lidah deviasi ke kanan, fasikulasi (-), atrofi papil (-)
Thorax : cor : ictus cordis 2 jari lateral LMC sinistra ICS V, HR: 115 bpm ireguler, murmur sistolik grade II di areal katub mitral
Pulmo : dalam batas normal
Status neurologikus
Fungsi motorik:Ext. Superior et inferior sinistra et dextra : gerakan kurang/cukup, kekeuatan 2/5, tonus meningkat/normal, clonus -/-, refleks fisiologismeningkat/normal, refleks patologis (Babinsky, Chaddock) +/-
Fungsi sensoris : dalam batas normal
Fungsi luhur : afasia motorik
Pemeriksaan neurologis dalam batas normal
4a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik?
Status Generalikus:
Pemeriksaan Nilai Kasus Normal Interpretasi
Sensorium Compos Mentis
GCS 15
Compos Mentis
GCS 15
Normal, sadar sepenuhnya
Tekanan darah 170/100 mmHg 120/80 mmHg Hipertensi stage II
Nadi 100x/menit 60-100x/menit Normal tinggi
Respiratory Rate 20x/menit
Ireguler
16-24x/menit
Reguler
Normal
Tidak Normal
Temperatur 36,7oC 36,5-37,2oC Normal
TB
BB
165 cm
80 kg
Obesitas
(BMI = 29,38)
Kepala
Kerutan dahi simetris,
Lagothalmus - -Normal
23
Plica nasolabialis Kanan datarKanan kiri
simetris
Plak aterosklerotik trombus
emboli oklusi a. vertebralis
mengenai N. VIISudut mulut Kanan
tertinggal
Kanan kiri
simetris
Lidah deviasi ke
kanan-
Plak aterosklerotik trombus
emboli oklusi a. vertebralis
mengenai N. XII
Fasikulasi - - Normal
Atrofi papil - - Normal
Thorax
Ictus Cordis 2 jari lateral
LMC sinistra
ICS V
padaapeks jantung terletak sejajar garis tengah os.
klavikula di intercostal V
Menandakan hipertrofi ventrikel
kiri ke arah lateral
HR 115 bpm
ireguler
60-100x/menit
Reguler
Murmur Sistolik
Grade II area
katup mitral
Tidak ada
murmur
Bising akibat regurgitasi katup mitral, grade 2 menandakan bising yang
lemah tapi mudah didengar, penjalaran terbatas.
Status Neurologikus:
Pemeriksaan fisik Nilai Kasus Normal Interpretasi
Fungsi Motorik
Gerakan
Kurang/cukup
Kekuatan 2/5 5/5 Terjadi hemiparese/ kelemahan,
tenaga otot tidak mampu melawan
gaya berat dan gravitasi pada
24
ekstremitas dekstra
Tonus Meningkat/
normal
Normal/normal Peningkatan tonus sebelah kanan
Hipertonia atau spastisitas pada
ekstremitias dekstra karena terjadi
kerusakan UMN (Upper Motor
Neuron)
Clonus -/-
Reflek fisiologis Meningkat/
normal
normal/normal Peningkatan reflek fisilogi sebelah
kanan
Refleks patologis
(babinski dan chadoks
+/- -/- Ibu jari hiperekstensi, jarilain
melebar
Fungsi sensoris Dalam batas
normal
Normal
Pem. Neurologis lain Normal Normal Normal
4b. Bagaimana mekanisme abrnormal dari pemeriksaan fisik?
Hipertropi ventrikel kiri (LV strain, left axis deviation, letak ictus cordis
abnormal) → regurgitasi katup mitral (murmur sistolik grade 2) → darah kembali masuk
ke atrium kiri → hipertrofi atrium kiri → atrial fibrillation → HR ≠ PR.
4c. Bagaimana cara pemeriksaan refleks babinsky dan chaddock?
1. Babinski- Pesien diposisikan berbaring supinasi dengan kedua kaki diluruskan.
- Tangan kiri pemeriksa memegang pergelangan kaki pasien agar kaki tetap pada
tempatnya.
- Lakukan penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior
25
Respon : posisitf apabila terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari kaki dan
pengembangan jari kaki lainnya.
2. Chaddock
- Pesien diposisikan berbaring supinasi dengan kedua kaki diluruskan.
- Tangan kiri pemeriksa memegang pergelangan kaki pasien agar kaki tetap pada
tempatnya.
- Lakukan Penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral dari maleolus lateralis dari posterior ke Anterior.Respon : posisitf apabila terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari kaki dan
pengembangan jari kaki lainnya.
5. Laboratorium:
Darah rutin: Hb 12,3 g/dl, Ht 37 vol%, leukosit 7000/mm3, LED; 30 mm/jam, trombosit 270.000/mm3
Kimia klinik :Kolesterol total: 300 mg/dl, LDL: 190 mg/dl, HDL 35 mg/dl, Trigliseride: 400 mg/dl, BSN: 160 mg/dl, BSPP: 250 mg/dl
Ureum: 40 mg/dl, creatinin: 1,1 mg/dl
5a. Bagaimana interpretasi dari pemerisaan lab?
Pemeriksaan Hasil pemeriksaa Nilai normal interpretasi
Hb 12,3% P:12-15% anemia
Ht 33 vol% 40-50 vol% anemia
Leukosit 7000/mm³ 5000-10.000/mm³ normal
LED 30 mm/jam <20 mm/jam meningkat
Trombosit 270.00/mm³ 150.000-400.00/
mm³
Normal
Kolesterol total 300 mg/dl, <200 mg/dl
Tinggi
LDL 190 mg/dl, < 130 mg/dl Tinggi
HDL 35 mg/dl, 40 – 50 (P) mg/ dL
Rendah
26
Trigliserid 400 mg/dl < 150 mg/dl tinggi
BSN 160 mg/dl, <110 mg/dl tinggi
BSPP 250 mg/dl, <200 mg/dl tinggi
Ureum 40 mg/dl, Normal
Creatinin 1,1 mg/dl 0.5-1.3 mg/dl Normal
5b. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriskaan lab?
- Darah rutin : Hb:12,3% g/dl
Hal ini menunjukkan bahwa penderita mengalami anemia. Hal ini dapat
terjadi akibat bertambahanya usia. Semakian tua usia seseorang maka akan cenderung
terjadi anemia pada orang tersebut. Selain itu anemia juga dapat diakibatkan oleh
terjadinya agregasi eritrosit karena adanya agregasi trombosit. Dalam konteks lain
anemia juga dapat terjadi akibat adanya kerusakan ginjal sehingga menganggu
pembentukan eritropoetin untuk pematangan sel darah merah, sehingga dapat terjadi
anemia. Namun , dari pemeriksaan lab belum didapatkan adnaya kenaikan secara
berarti dari ureum dan keratin.
- Ht : 33 vol%,
Hematokrit menurun akibat terjadi anemia. Prinsip pmriksaan hematokrit
adalah dengan melakukan sentrifugasi pada darah vena yang diambil. Bila terjadi
anemia maka akan terjadi penurunan jumlah RBC. Akibatnya ketika disentrifugasi
hanya akan ada sedikit RBC yang diendapkan, sehinga akan terjadi penurunan jumlah
hematokrit.
- LED : 30 mm/jam
Peningakatan LED dapat terjadi karna 2 hal. Pertama apabila terjadi anemia
maka jumlah RBC akan berkurang. Hal ini mengakibatkan peningkatan kecepatan
laju darah untuk mengendap bila didiamkan selama satu jam. Kedua, selain akibat
anemaia, adanya inflamasi juga dapat meningkatkan nilai LED. Inflamasi dalam
kasusu ini terjadi akibat adanya plak aterosklerosis dan pembentukan thrombus.
- Kolesterol total : 300 mg/dl, LDL : 190 mg/dl, HDL : 35 mg/dl, Trigliserid : 400
mg/dl
Hal ini menunjukkan bahwa terjadi dislipidmia pada penderita ini akibat pola
konsumsi yang salah dan obesitas.
27
- BSN :160 mg/dl, BSPP : 250 mg/dl
Gula darah yang tinggi menunjukkan bahwa penderita mengalami diabetes
mellitus akibat adanya resistensi insulin sehinnga glukosa tidak bisa dipakai oleh sel
sehingga terjadi hiperglikemia.
6. EKG: HR: 100 – 115 bpm ireguler, left axis deviation, LV strain
6a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan EKG?
HR:
- Hasil : 85-115 bpm ireguler
- Normal : 60-100 bpm regular
- Interpretasi : takikardi
kecepatan jarak antarkontraksi ventrikel tidak beraturan
- Left axis deviation
Interpretasi : pembesaran jantung kiri
Gelombang QRS pada lead yang mengarah ke arah kiri (lead I, AVL, II)
positif, dan gelombang QRS pada lead yang mengarah ke arah yang berlawanan
(Lead III, AVF) negatif
28
- LV Strain
Interpretasi : hipertropi ventrikel kiri
6b. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan EKG?
LAD terjadi akibat adanya hipertrofi ventrikel kiri dan kemungkinan adanya
dilatasi atrium sehingga mengakibatkan axis atau arah vector akan bergeser lebih ke kiri
karena darah di sebelah kiri menjadi lebih lama terdepolarisasi dari sebelumnya. Arah
axis normal adalah sekitar 55 derajat.
LV strain menandakan adanya hipertrofi ventrikel kiri dan left axis deviation.
HR 85-115 bpm menunjukkan terjadinya kenaikan denyut jantung akibat
kemungkinan AF ataupun mekanisme kompensasi terhadap berkurangnya aliran darah ke
otak. Ireguler menunjukkan bahwa denyut tidak teratur yang dapat mengarah ke AF.
7. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada kasus ini?1. CT scan
Untuk mendeteksi perdarahan intra kranium, tapi kurang peka untuk mendeteksi
stroke non hemoragik ringan, terutama pada tahap paling awal. CT scan dapat memberi
hasil tidak memperlihatkan adanya kerusakan hingga separuh dari semua kasus stroke
non hemoragik.
2. MRI (magnetic resonance imaging)
Lebih sensitif dibandingkan dg CT scan dalam mendeteksi stroke non hemoragik
rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap kasus. Alat ini kurang peka
dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi perdarahan intrakranium ringan.
3. Ultrasonografi dan MRA (magnetic resonance angiography)
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi (menggunakan
gelombang suara untuk menciptakan citra), MRA digunakan untuk mencari kemungkinan
penyempitan arteri atau bekuan di arteri utama, MRA khususnya bermanfaat untuk
mengidentifikasi aneurisma intrakranium dan malformasi pembuluh darah otak.
4. Angiografi otak
29
Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X ke dalam
arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan pembuluh-
pembuluh darah di leher dan kepala.
8. Bagaimana diagnosis pada kasus ini?Seorang laki laki, 62 tahun, mengalami kelemahan separuh tubuh sebelah kanan
dan afasia motorik dengan riwayat hipertensi dan DM karena stroke kardioemboli.
Siriraj Stroke Score (SSS)
Cara penghitungan :
SSS = (2,5 x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan diastolik)-(3 x atheroma) – 12
• Nilai SSS Diagnosa• > 1 Perdarahan otak• < -1 Infark otak• -1 < SSS < 1 Diagnosa meragukan (Gunakan kurva atau CT Scan)
30
Skor Gajah Mada (SGM)
Menggunakan 3 variabel pemeriksaan yaitu :
– Penurunan Kesadaran
– Nyeri Kepala
– Refleks Babinski
9. Bagaimana DD pada kasus ini?
Gejala Klinis Perdarahan
Intraserebral (PIS)
Perdarahan
Subarachnoid (PSA)
Stroke Non Hemoragik
Gejala defisit fokal Berat Ringan Berat/ringan
TIA sebelumnya - - +
Onset Menit-jam 1-2 menit Pelan (jam-hari)
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan/tidak ada kecuali lesi
di batang otak
Muntah pd awalnya Sering Sering -
Hipertensi +++ - ++
Penurunan
Kesadaran
++ + +/-
Kaku kuduk +/- + -
31
Hemiparesis Sering sejak awal Permulaan tidak ada Sering sejak awal
Deviasi mata ++ + +/-
Gangguan bicara ++ +++ ++
Perdarahan
subhialoid
++ + -
Paresis/ gangguan
N.III
- + -
10. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ini?
1. Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik
a. Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama)
menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-plasminogen activator). Ini
hanya boleh di berikan dengan waktu onset <3 jam dan hasil CT scan normal, tetapi obat
ini sangat mahal dan hanya dapat di lakukan di rumah sakit yang fasilitasnya lengkap.
b. Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam yang
diantaranya yaitu :
1) Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi dengan
manitol dan hindari cairan hipotonik.
2) Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat mencegah
trombosis yang progresif dan optimalisasi volume dan tekanan darah yang dapat
menyerupai kegagalan perfusi.
3) Konversi hemoragis, msalah ini dapat di lihat dari CT scan, tiga faktor utama
adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan hipertensi akut, ini tak boleh di
beri antikoagulan selama 43-72 jam pertama, bila ada hipertensi beri obat
antihipertensi.
c. Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke terapi
dengan heparin.
2. Protokol penatalaksanaan stroke non hemoragik akut
a. Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis maksimum 90 mg) 10% di
berikan bolus intravena sisanya diberikan per drip dalam wakti 1 jam jika onset di pastikan
<3 jam dan hasil CT scan tidak memperlihatkan infrak yang luas.
b. Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau iskemia
miokard, bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat diberikan digoksin 0,125-
32
0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg intravena atau amiodaron 200 mg drips dalam 12
jam.
c. Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat memperluas infrak
dan perburukan neurologis. Pedoman penatalaksanaan hipertensi bila terdapat salah satu
hal berikut :
1) Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi neurologis seperti,
iskemia miokard akut, edema paru kardiogenik, hipertensi maligna (retinopati),
nefropati hipertensif, diseksi aorta.
2) Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali pengukuran
selang 15 menit dimana sistolik >220 mmHg, diastolik >120 mmHg, tekanan arteri
rata-rata >140 mmHg.
3) Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana tekanan
darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg.
Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin. Nifedifin sublingual
harus dipantau ketat setiap 15 menit karena penurunan darahnya sangat drastis.
Pengobatan lain jika tekanan darah masih sulit di turunkan maka harus diberikan
nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml) dengan
kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan darah yang di inginkan.
Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin drip 10-20 mg/menit, bila di jumpai tekanan
darah yang rendah pada stroke maka harus di naikkan dengan dopamin atau debutamin
drips.
d. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis
atau radiologis adanya infrak yang masif, kesadaran menurun, gangguan pernafasan atau
stroke dalam evolusi.
e. Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas.
f. Pertimbangkan sken resonasi magnetik pada pasien dengan stroke vetebrobasiler
atau sirkulasi posterior atau infrak yang tidak nyata pada CT scan.
g. Pertimbangkan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800 unit/jam, 20.000
unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai masa tromboplastin
parsial mendekati 1,5 kontrol pada kondisi :
1) Kemungkinan besar stroke kardioemboli
2) TIA atau infrak karena stenosis arteri karotis
3) Stroke dalam evolusi
4) Diseksi arteri
5) Trombosis sinus dura
Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada infrak yang luas. Pasien stroke non
hemoragik dengan infrak miokard baru, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung atau
33
trombus intrakardiak harus diberikan antikoagulan oral (warfarin) sampai minimal satu
tahun.
Perawatan umum untuk mempertahankan kenyamanan dan jalan nafas yang
adekuat sangatlah penting. Pastikan pasien bisa menelan dengan aman dan jaga pasien
agar tetap mendapat hidrasi dan nutrisi. Menelan harus di nilai (perhatikan saat pasien
mencoba untuk minum, dan jika terdapat kesulitan cairan harus di berikan melalui selang
lambung atau intravena. Beberapa obat telah terbukti bermanfaat untuk pengobatan
penyakit serebrovaskular, obat-obatan ini dapat dikelompokkan atas tiga kelompok yaitu
obat antikoagulansia, penghambat trombosit dan trombolitika :27
1. Antikoagulansia adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah dan di
gunakan pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk membeku. Obat yang
termasuk golongan ini yaitu heparin dan kumarin.28
2. Penghambat trombosit adalah obat yang dapat menghambat agregasi
trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama
sering ditemukan pada sistem arteri. Obat yang termasuk golongan ini adalah aspirin,
dipiridamol, tiklopidin, idobufen, epoprostenol, clopidogrel.28
3. Trombolitika juga disebut fimbrinolitika berkhasiat melarutkan trombus
diberikan 3 jam setelah infark otak, jika lebih dari itu dapat menyebabkan perdarahan
otak, obat yang termasuk golongan ini adalah streptokinase, alteplase, urokinase, dan
reteplase.
11. Bagaiamana komplikasi pada kasus ini?
Komplikasi akut bisa berupa gangguan neurologis atau nonneurologis. Gangguan
neurologis misalnya edema serebri dan peningkatan tekanan intrakranial yang dapat
menyebabkan herniasi atau kompresi batang otak, kejang, dan transformasi hemoragik.
Gangguan nonneurologis, misalnya adalah infeksi (contoh: pneumonia), gangguan jantung,
gangguan keseimbangan elektrolit, edema paru, hiperglikemia reaktif.
12. Bagaimana prognosis pada kasus ini?
Berdasarkan data WHO, sekitar sepertiga dari pasien stroke akan selamat tanpa cacat, sepertiga akan mengalami kecacatan, sedangkan sisanya akan meninggal pada serangan stroke yang pertama. 75% pasien yang selamat pada serangan pertama dapat bertahan hidup (survive) dalam 1 tahun pasca serangan, sedangkan sekitar 50% dapat bertahan sampai lebih dari 5 tahun.
34
Biasanya pasien yang pernah mengalami serangan stroke beresiko untuk mengalami serangan stroke lagi, yaitu sekitar 5% dalam tahun pertama dan 30% dalam 5 tahun pasca stroke pertama. Prognosis untuk pasien dengan TIA lebih baik dibandingkan pasien dengan stroke iskemik. Prognosis dapat ditingkatkan dengan menghilangkan atau meminimalisir risk faktor yang dapat dimodifikasi.
13. Apa KDU pada kasus ini?
3B mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium
sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, merujuk
ke rumah sakit yang relevan (kasus gawat darurat).
35
IV. Learning Issues
4.1 Stroke (CVD Non-Hemorragic)
A. Definisi
Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak,
progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam
atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata di sebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak non traumatik.9
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang
oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi
akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.10
Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di
satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh
bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau
organ distal. Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus.11
B. Etiologi
Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme patogenik
yaitu trombosis serebri atau emboli serebri. Trombosis serebri menunjukkan oklusi
trombotik arteri karotis atau cabangnya, biasanya karena arterosklerosis yang mendasari.
Proses ini sering timbul selama tidur dan bisa menyebabkan stroke mendadak dan
lengkap. Defisit neurologi bisa timbul progresif dalam beberapa jam atau intermiten
dalam beberapa jam atau hari.
Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau cabangnya
oleh trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal, seperti bifurkasio arteri
karotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan ke dalam
plak atau ulserasi di atasnya di sertai trombus yang tumpang tindih atau pelepasan materi
ateromatosa dari plak sendiri. Embolisme serebri sering di mulai mendadak, tanpa tanda-
tanda disertai nyeri kepala berdenyut.12
C. Klasifikasi
Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular serebral,
dapat di bagi dalam :
1. Stroke non hemoragik yang mencakup :
36
a. TIA (Transient Ischemic Attack)
b. Stroke in-evolution
c. Stroke trombotik
d. Stroke embolik
e. Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri seperti tumor, abses,
granuloma.
2. Berdasarkan subtipe penyebab :
a. Stroke lakuna
b. Stroke trombotik pembuluh besar
c. Stroke embolik
d. Stroke kriptogenik
D. Faktor risiko
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke non
hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan yang dapat
di modifikasi. Penelitian yang dilakukan Rismanto (2006) di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto mengenai gambaran faktor-faktor risiko penderita stroke
menunjukan faktor risiko terbesar adalah hipertensi 57,24%, diikuti dengan diabetes
melitus 19,31% dan hiperkolesterol 8,97%.15,16
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :15,16
1. Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan meningkat
dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan hampir 13% berumur di
bawah 45 tahun. Menurut Kiking Ritarwan (2002), dari penelitianya terhadap 45 kasus
stroke didapatkan yang mengalami stroke non hemoragik lebih banyak pada tentan umur
45-65 tahun.
2. Jenis kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum pria lebih
banyak menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan perbedaan angka
37
kematianya masih belum jelas. Penelitian yang di lakukan oleh Indah Manutsih Utami
(2002) di RSUD Kabupaten Kudus mengenai gambaran faktor-faktor risiko yang terdapat
pada penderita stroke menunjukan bahwa jumlah kasus terbanyak jenis kelamin laki-laki
58,4% dari penelitianya terhadap 197 pasien stroke non hemoragik.
3. Heriditer
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi,
penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan riwayat stroke
dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke
pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko terkena stroke. Menurut penelitian
Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001 riwayat stroke pada keluarga
meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 29,3%.
4. Rasa atau etnik
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih. Data
sementara di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari pada suku Jawa
(khususnya Yogyakarta).
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
1. Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu lima
tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35% sampai 42%.16
2. Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam
kali ini sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama terjadinya stroke non
hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud
dengan tekanan darah tinggai apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg,
makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena mempermudah
terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah, sehingga mempermudah terjadinya
penyumbatan atau perdarahan otak.
3. Penyakit jantung
38
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, paska
oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering menyebabkan stroke
adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan terjadinya pengumpulan darah di jantung
dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah otak.
4. (DM) Diabetes melitus
Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel
pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. Menurut penelitian Siregar F (2002)
di RSUD Haji Adam Malik Medan dengan desain case control, penderita diabetes
melitus mempunyai risiko terkena stroke 3,39 kali dibandingkan dengan yang tidak
menderita diabetes mellitus.
5. TIA
Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat
akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat
penyembuhan berfariasi tapi biasanya 24 jam. Satu dari seratus orang dewasa di
perkirakan akan mengalami paling sedikit satu kali TIA seumur hidup mereka, jika
diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini akan mengalami stroke dalam 3,5
bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun
setelah serangan pertama.
6. Hiperkolesterol
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas.
Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis penting
sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma sehingga lipid terikat
dengan protein sebagai mekanisme transpor dalam serum, ikatan ini menghasilkan empat
kelas utama lipoprotein yaitu kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL),
lipoprotein densitas rendah (LDL), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat
lipo protein LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya, VLDL paling tinggi kadar
trigliseridanya, kadar protein tertinggi terdapat pada HDL. Hiperlipidemia menyatakan
peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum di atas batas normal, kondisi ini secara
langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko stroke, merusak dinding pembuluh
darah dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner.
7. Obesitas
39
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes melitus.
Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas merupakan predisposisi
penyakit jantung koroner dan stroke. Mengukur adanya obesitas dengan cara mencari
body mass index (BMI) yaitu berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam
meter dikuadratkan. Normal BMI antara 18,50-24,99 kg/m2, overweight BMI antara 25-
29,99 kg/m2 selebihnya adalah obesitas.
8. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan
perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan karbondioksida
yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding pembuluh darah, di samping
itu juga mempengaruhi komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya proses
gumpalan darah. Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik
Medan kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar empat kali.
E. Patofisiologi
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal
sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah
neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda.
Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (1200-1400 gram) dari berat tubuh
total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah
arterial. Dalam jumlah normal darah yang mengalir ke otak sebanyak 50-60ml per 100 gram
jaringan otak per menit. Jumlah darah yang diperlukan untuk seluruh otak adalah 700-840
ml/menit, dari jumlah darah itu di salurkan melalui arteri karotis interna yang terdiri dari
arteri karotis (dekstra dan sinistra), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut
sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior, yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok
darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior,
selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum
posterior membentuk suatu sirkulus Willisi.
Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri yang
membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke
jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu
di ingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang di
perdarahi oleh arteri tersebut dikarenakan masih terdapat sirkulasi kolateral yang memadai
ke daerah tersebut. Proses patologik yang sering mendasari dari berbagi proses yang terjadi di
dalam pembuluh darah yang memperdarhai otak diantaranya dapat berupa :
40
1. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan
thrombosis.
2. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau
hiperviskositas darah.
3. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau
pembuluh ekstrakranium.
Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat menjadikan terjadinya
kelainian-kelainan neurologi tergantung bagian otak mana yang tidak mendapat suplai darah,
yang diantaranya dapat terjani kelainan di system motorik, sensorik, fungsi luhur, yang lebih
jelasnya tergantung saraf bagian mana yang terkena.
F. Gejala klinis
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan
peredaran darah terjadi, kesadaran biasanya tidak mengalami penurunan, menurut penelitian
Rusdi Lamsudi pada tahun 1989-1991 stroke non hemoragik tidak terdapat hubungan dengan
terjadinya penurunan kesadaran, kesadaran seseorang dapat di nilai dengan menggunakan
skala koma Glasgow yaitu :
Tabel 2.1. Skala koma Glasgow.
Buka mata (E) Respon motorik (M) Respon verbal (V)
1. Tidak ada respons 1. Tidak ada gerakan 1. Tidak ada suara
2. Respons dengan
rangsangan nyeri
2. Ekstensi abnormal 2. Mengerang
3. Buka mata dengan
perintah
4. Fleksi abnormal 3. Bicara kacau
5. Buka mata
spontan
5. Menghindari nyeri4. Disorientasi tempat dan
waktu
6. Melokalisir nyeri 5. Orientasi baik dan sesuai
7. Mengikuti perintah
Penilaian skor skala koma Glasgow :
a. Koma (GCS = 3-8)
41
b. Konfusi, lateragi atau stupor (GCS = 9-14)
c. Sadar penuh, atentif dan orientatif (GCS = 15)
Gangguan yang biasanya terjadi yaitu gangguan mototik (hemiparese), sensorik
(anestesia, hiperestesia, parastesia/geringgingan, gerakan yang canggung serta simpang siur,
gangguan nervus kranial, saraf otonom (gangguan miksi, defeksi, salvias), fungsi luhur (bahasa,
orientasi, memori, emosi) yang merupakan sifat khas manusia, dan gangguan koordinasi (sidrom
serebelar) :
1. Disekuilibrium yaitu keseimbangan tubuh yang terganggu yang terlihat seseorang akan jatuh
ke depan, samping atau belakang sewaktu berdiri
2. Diskoordinasi muskular yang diantaranya, asinergia, dismetria dan seterusnya. Asinergia
ialah kesimpangsiuran kontraksi otot-otot dalam mewujudkan suatu corak gerakan. Dekomposisi
gerakan atau gangguan lokomotorik dimana dalam suatu gerakan urutan kontraksi otot-otot baik
secara volunter atau reflektorik tidak dilaksanakan lagi. Disdiadokokinesis tidak biasa gerak
cepat yang arahnya berlawanan contohnya pronasi dan supinasi. Dismetria, terganggunya
memulai dan menghentikan gerakan.
3. Tremor (gemetar), bisa diawal gerakan dan bisa juga di akhir gerakan
4. Ataksia berjalan dimana kedua tungkai melangkah secara simpangsiur dan kedua kaki
ditelapakkanya secara acak-acakan. Ataksia seluruh badan dalam hal ini badan yang tidak
bersandar tidak dapat memelihara sikap yang mantap sehingga bergoyang-goyang.
Tabel 2.2. Gangguan nervus kranial.25
Nervus kranial Fungsi Penemuan klinis dengan lesi
I: Olfaktorius Penciuman Anosmia (hilangnya daya
penghidu)
II: Optikus Penglihatan Amaurosis
III: Okulomotorius Gerak mata; kontriksi pupil;
akomodasi
Diplopia (penglihatan
kembar), ptosis; midriasis;
hilangnya akomodasi
IV: Troklearis Gerak mata Diplopia
V: Trigeminus Sensasi umum wajah, kulit
kepala, dan gigi; gerak
mengunyah
”mati rasa” pada wajah;
kelemahan otot rahang
VI: Abdusen Gerak mata Diplopia
VII: Fasialis Pengecapan; sensasi umum
pada platum dan telinga luar;
sekresi kelenjar lakrimalis,
submandibula dan sublingual;
Hilangnya kemampuan
mengecap pada dua pertiga
anterior lidah; mulut kering;
hilangnya lakrimasi; paralisis
42
ekspresi wajah otot wajah
VIII:
Vestibulokoklearis
Pendengaran; keseimbangan Tuli; tinitus(berdenging terus
menerus); vertigo; nitagmus
IX: Glosofaringeus Pengecapan; sensasi umum
pada faring dan telinga;
mengangkat palatum; sekresi
kelenjar parotis
Hilangnya daya pengecapan
pada sepertiga posterior lidah;
anestesi pada farings; mulut
kering sebagian
X: Vagus Pengecapan; sensasi umum
pada farings, laring dan telinga;
menelan; fonasi; parasimpatis
untuk jantung dan visera
abdomen
Disfagia (gangguan menelan)
suara parau; paralisis palatum
XI: Asesorius Spinal Fonasi; gerakan kepala; leher
dan bahu
Suara parau; kelemahan otot
kepala, leher dan bahu
XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan pelayuan
lidah
Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana Pendeita stroke non
hemoragik yang mengalami infrak bagian hemisfer otak kiri akan mengakibatkan terjadinya
kelumpuhan pada sebalah kanan, dan begitu pula sebaliknya dan sebagian juga terjadi
Hemiparese dupleks, pendeita stroke non hemoragik yang mengalami hemiparesesi dupleks
akan mengakibatkan terjadinya kelemahan pada kedua bagian tubuh sekaligus bahkan dapat
sampai mengakibatkan kelumpuhan.
G. Pemeriksaan fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke ekstrakranial,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan menentukan beratnya
defisit neurologi yang dialami, pemeriksaan neurologik terdiri dari penilaian hal-hal berikut ini :
1. Status mental
a. Tingkat kesadaran
b. Bicara
c. Orientasi
d. Pengetahuan kejadian-kejadian mutakhir
e. Pertimbangan
f. Abstraksi
g. Kosakata
h. Respons emosional
i. Daya ingat
j. Berhitung
43
k. Pengenalan benda
l. Praksis (integrasi aktivitas motorik).
2. Nervus kranial
a. Nervus olfaktorius diperiksa tajamnya penciuman dengan satu lubang hidung pasien
ditutup, sementara bahan penciuman diletakan pada lubang hidung kemudian di suruh
membedakan bau.
b. Nervus optikus yang diperikasa adalah ketajaman penglihatan dan pemeriksaan
oftalmoskopi.
c. Nervus okulomotorius yang diperiksa adalah reflek pupil dan akomodasi.
d. Nervus troklearis dengan cara melihat pergerakan bola mata keatas, bawah, kiri, kanan,
lateral, diagonal.
e. Nervus trigeminus dengan cara melakukan pemeriksaan reflek kornea dengan
menempelkan benang tipis ke kornea yang normalnya pasien akan menutup mata,
Pemeriksaan cabang sensoris pasa bagian pipi, pemeriksaan cabang motorik pada pipi.
f. Nervus abdusen dengan cara pasien di suruh menggerakan sisi mata ke samping kiri dan
kanan.
g. Nervus fasialis di dapatkan hilangnya kemampuan mengecap pada dua pertiga anterior
lidah, mulut kering, paralisis otot wajah.
h. Nervus vestibulokoklearis yang di periksa adalah pendengaran, keseimbangan, dan
pengetahuan tentang posisi tubuh.
i. Nervus glosofaringeus di periksa daya pengecapan pada sepertiga posterior lidah
anestesi pada farings mulut kering sebagian.
j. Nervus vagus dengan cara memeriksa cara menelan.
k. Nervus asesorius dengan cara memeriksa kekuatan pada muskulus
sternokleudomastoideus, pasien di suruh memutar kepala sesuai tahanan yang di berikan si
pemeriksa.
l. Nervus hipoglosus bisa dengan melihat kekuatan lidah, lidah di julurkan ke luar jika ada
kelainan maka lidah akan membelok ke sisi lesi.
3. Fungsi motorik
a. Masa otot bisa dengan inspeksi.
b. Kekuatan otot, dengan menyuruh pasien bergerak secara aktif melawan tahanan,
bandingkan dengan sisi yang lain. Sekala yang lazim digunakan yaitu 0: tidak ada kontraksi,
1: hanya ada sedikit kontraksi, 2: gerakan yang dibatasi oleh gravitasi, 3: gerakan melawan
gravitasi, 4: gerakan melawan gravitasi dengan sedikit tahanan, 5: gerakan melawan
gravitasi dengan tahanan penuh (normal).
44
c. Tonus otot dengan membandingkan gerakan pasif pada otot itu bandingkan dengan sisi
yang lain, lesi neuron motorik atas terjadi peningkatan tonus tetapi sebaliknya lesi pada
neuron motorik bawah menyebabkan penurunan tonus otot.
4. Reflek
Ada dua jenis reflek yang di periksa yaitu reflek renggang, atau tendo profunda, dan
reflek superfisial. Reflek renggang diantaranya yaitu reflek biseps, brakioradialis, triseps,
patela dan achiles bisa dinilai berdasarkan sekala 0-4+ yaitu 0: tak ada respon, 1+:
berkurang, 2+: normal, 3+: meningkat, 4+: hiperaktif. Jika reflek hiperaktif merupakan ciri
penyakit traktus ekstrapiramidalis, kelainan elektrolit, hipertiroidisme dan kelainan metabolik,
sedangkan jika reflek berkurangnya reflek merupakan ciri kelainan sel kornu anterior dan
miopati. Reflek superfisial yang abnormal yaitu reflek babinski, reflek chaddock, reflek
openheim. Reflek babinski untuk menguji radiks saraf pada lumbal lima sampai sacrum dua,
dengan menggores bagian telapak kaki bagian lateral dari tumit ke arah pangkal jari-jari kaki
melengkung ke medial, maka akan terjadi dorsifleksi ibu jari kakai dengan penyebaran jari-
jari lainya. Reflek chaddock akan terjadi dorsofleksi ketika sisi lateral kaki di gores. Reflek
openheim dengan penekanan tulang kering yang akan menyebabkan dorsofeksi ibu jari kaki.
5. Fungsi sensorik
a. Sentuhan ringan
b. Sensasi nyeri
c. Sensasi getar
d. Propriosepsis (sensasi posisi)
e. Lokalisasi taktil.
6. Fungsi serebelar
a. Tes jari ke hidung jika terjadi gangguan di serebelum maka akan melewati sasaran
secara terus menerus dan kadang di sertai tremor.
b. Tes tumit ke lutut, pasien di suruh menggeserkan tumit suatu ekstremitas bawah
menuruni tulang kering ekstremitas bawah lainya dengan dimulai dari lutut, dalam keadaan
penyakit serebelum tumitnya bergoyang-goyang dari sisi ke sisi.
c. Gerakan yang berganti-ganti dengan cepat.
d. Tes Romberg dengan cara menyuruh pasien berdiri di depan pemeriksa, dengan kaki di
rapatkan sehingga kedua tumit dan jari-jari kaki saling bersentuhan tes ini positif jika pasien
mulai bergoyang-goyang dan harus memindahkan kakinya untuk keseimbangan.
e. Gaya berjalan. Hemiplegi cenderung menyeret kakinya. parkinson cenderung berjalan
dengan langkah pendek, diseret, kepala membungkuk dengan punggung membungkuk dan
45
tergesa-gesa. Ataksia serebelum berjalan dengan langkah kaki berdasar lebar, kedua kakinya
sangat jauh terpisah ketika berjalan. Foot drop dengan gaya berjalan seperti menampar yang
khas. Ataksia sensoris yaitu berjalan dengan langkah-langkah yang tinggi.
H. Pemeriksaan laboratorium dan teknik pencitraan
Pemeriksaan laboratorium standar biasanya di gunakan untuk menentukan etiologi yang
mencakup urinalisis, darah lengkap, kimia darah, dan serologi. Pemeriksaan yang sering
dilakukan untuk menentukan etiologi yaitu pemeriksaan kadar gula darah, dan pemeriksaan lipid
untuk melihat faktor risiko dislipidemia :
1. Gula darah
Tabel 2.3. Kadar glukosa darah.9
Kriteria diagnostik DM
Bukan DM
(mg/dl)
Belum pasti DM
(mg/dl)
DM (mg/dl)
Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma Vena <110 110 – 199 >200
Darah kapiler <90 90 – 199 >200
Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena <110 110 – 125 >126
Darah <90 90 – 109 >110
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat
hipertensi. Gatler menyatakan bahwa penderita stroke aterotrombotik di jumpai 30%
dengan diabetes mellitus. Diabetes melitus mampu menebalkan pembuluh darah otak
yang besar, menebalnya pembuluh darah otak akan mempersempit diameter pembuluh
darah otak dan akan mengganggu kelancaran aliran darah otak di samping itu, diabetes
melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang
lebih berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke.
2. Profil lipid
Kolesterol Total (mg/dl)
Optimal < 200
Diinginkan 200 –239
Tinggi ≥240
LDL
46
Optimal < 100
Mendekati optimal 100 –129
Diinginkan 130 –159
Tinggi 160 –189
Sangat tinggi ≥190
HDL
Rendah < 40
Tinggi ≥ 60
Trigliserida
Optimal < 150
Diinginkan 150 –199
Tinggi 200 –449
Sangat tinggi ≥500
LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. LDL merupakan
komponen utama kolesterol serum yang menyebabkan peningkatan risiko aterosklerosis, HDL
berperan memobilisasi kolesterol dari ateroma yang sudah ada dan memindahkannya ke hati
untuk diekskresikan ke empedu , oleh karena itu kadar HDL yang tinggi mempunyai efek
protektif dan dengan cara inilah kolesterol dapat di turunkan, namun penurunan kadar HDL
merupakan faktor yang meningkatkan terjadinya aterosklerosis dan stroke.
Pemeriksaan lain yang dapat di lakukan adalah dengan menggunakan teknik pencitraan
diantaranya yaitu :
1. CT scan
Untuk mendeteksi perdarahan intra kranium, tapi kurang peka untuk mendeteksi
stroke non hemoragik ringan, terutama pada tahap paling awal. CT scan dapat memberi hasil
tidak memperlihatkan adanya kerusakan hingga separuh dari semua kasus stroke non
hemoragik.
2. MRI (magnetic resonance imaging)
Lebih sensitif dibandingkan dg CT scan dalam mendeteksi stroke non hemoragik
rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap kasus. Alat ini kurang peka
dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi perdarahan intrakranium ringan.
3. Ultrasonografi dan MRA (magnetic resonance angiography)
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi (menggunakan gelombang
suara untuk menciptakan citra), MRA digunakan untuk mencari kemungkinan penyempitan
arteri atau bekuan di arteri utama, MRA khususnya bermanfaat untuk mengidentifikasi
aneurisma intrakranium dan malformasi pembuluh darah otak.
4. Angiografi otak
47
Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X ke dalam
arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan pembuluh-
pembuluh darah di leher dan kepala.
I. Penatalaksanaan
Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non hemoragik yang di
perlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke hanya 3-6 jam.
Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar dalam menentukan hasil
akhir pengobatan.
1. Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik
a. Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama) menggunakan
trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-plasminogen activator). Ini hanya boleh di
berikan dengan waktu onset <3 jam dan hasil CT scan normal, tetapi obat ini sangat mahal
dan hanya dapat di lakukan di rumah sakit yang fasilitasnya lengkap.
b. Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam yang diantaranya
yaitu :
1) Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi dengan manitol dan
hindari cairan hipotonik.
2) Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat mencegah trombosis yang
progresif dan optimalisasi volume dan tekanan darah yang dapat menyerupai kegagalan
perfusi.
3) Konversi hemoragis, msalah ini dapat di lihat dari CT scan, tiga faktor utama adalah
usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan hipertensi akut, ini tak boleh di beri antikoagulan
selama 43-72 jam pertama, bila ada hipertensi beri obat antihipertensi.
c. Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke terapi dengan
heparin.
2. Protokol penatalaksanaan stroke non hemoragik akut
a. Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis maksimum 90 mg) 10% di berikan
bolus intravena sisanya diberikan per drip dalam wakti 1 jam jika onset di pastikan <3 jam
dan hasil CT scan tidak memperlihatkan infrak yang luas.
b. Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau iskemia miokard,
bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat diberikan digoksin 0,125-0,5 mg
intravena atau verapamil 5-10 mg intravena atau amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.
c. Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat memperluas infrak dan
perburukan neurologis. Pedoman penatalaksanaan hipertensi bila terdapat salah satu hal
berikut :
48
1) Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi neurologis seperti, iskemia
miokard akut, edema paru kardiogenik, hipertensi maligna (retinopati), nefropati hipertensif,
diseksi aorta.
2) Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali pengukuran selang 15
menit dimana sistolik >220 mmHg, diastolik >120 mmHg, tekanan arteri rata-rata >140
mmHg.
3) Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana tekanan darah
sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg.
Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin. Nifedifin sublingual harus
dipantau ketat setiap 15 menit karena penurunan darahnya sangat drastis. Pengobatan lain
jika tekanan darah masih sulit di turunkan maka harus diberikan nitroprusid intravena, 50
mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml) dengan kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit)
dan dititrasi sampai tekanan darah yang di inginkan. Alternatif lain dapat diberikan
nitrogliserin drip 10-20 mg/menit, bila di jumpai tekanan darah yang rendah pada stroke
maka harus di naikkan dengan dopamin atau debutamin drips.
d. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis atau
radiologis adanya infrak yang masif, kesadaran menurun, gangguan pernafasan atau stroke
dalam evolusi.
e. Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas.
f. Pertimbangkan sken resonasi magnetik pada pasien dengan stroke vetebrobasiler atau
sirkulasi posterior atau infrak yang tidak nyata pada CT scan.
g. Pertimbangkan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800 unit/jam, 20.000 unit
dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai masa tromboplastin parsial
mendekati 1,5 kontrol pada kondisi :
1) Kemungkinan besar stroke kardioemboli
2) TIA atau infrak karena stenosis arteri karotis
3) Stroke dalam evolusi
4) Diseksi arteri
5) Trombosis sinus dura
Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada infrak yang luas. Pasien stroke non
hemoragik dengan infrak miokard baru, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung atau trombus
intrakardiak harus diberikan antikoagulan oral (warfarin) sampai minimal satu tahun.
Perawatan umum untuk mempertahankan kenyamanan dan jalan nafas yang adekuat
sangatlah penting. Pastikan pasien bisa menelan dengan aman dan jaga pasien agar tetap
mendapat hidrasi dan nutrisi. Menelan harus di nilai (perhatikan saat pasien mencoba untuk
minum, dan jika terdapat kesulitan cairan harus di berikan melalui selang lambung atau
intravena. Beberapa obat telah terbukti bermanfaat untuk pengobatan penyakit
49
serebrovaskular, obat-obatan ini dapat dikelompokkan atas tiga kelompok yaitu obat
antikoagulansia, penghambat trombosit dan trombolitika :
1. Antikoagulansia adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah dan di gunakan pada
keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk membeku. Obat yang termasuk
golongan ini yaitu heparin dan kumarin.
2. Penghambat trombosit adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga
menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan pada
sistem arteri. Obat yang termasuk golongan ini adalah aspirin, dipiridamol, tiklopidin,
idobufen, epoprostenol, clopidogrel.
3. Trombolitika juga disebut fimbrinolitika berkhasiat melarutkan trombus diberikan 3 jam
setelah infark otak, jika lebih dari itu dapat menyebabkan perdarahan otak, obat yang
termasuk golongan ini adalah streptokinase, alteplase, urokinase, dan reteplase.
Pengobatan juga di tujukan untuk pencegahan dan pengobatan komplikasi yang
muncul sesuai kebutuhan. Sebagian besar pasien stroke perlu melakukan pengontrolan
perkembangn kesehatan di rumah sakit kembali, di samping melakukan pemulihan dan
rehabilitasi sendiri di rumah dengan bantuan anggota keluarga dan ahli terapi. Penelitian yang
dilakukan Sri Andriani (2008) terhadap 281 pasien stroke di Rumah Sakit Haji Medan di
dapatkan 60% berobat jalan, 23,8% meninggal dan sisanya pulang atas permintaan sendiri.
J. Komplikasi
Kebanyakan morbiditas dan mortilitas stroke berkaitan dengan komplikasi non
neurologis yang dapat di minimalkan dengan perawatan umum, komplikasi-komplikasi tersebut
yaitu :
1. Demam, yang dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus di obati secara agresif
dengan antipiretik atau kompres dingin. Penyebab demam biasanya adalah pneumonia aspirasi,
kultur darah dan urin kemudian beri antibiotik intravena sesuai hasil kultur.
2. Kekurangan nutrisi, bila pasien sadar dan tidak memiliki risiko aspirasi maka dapat
dilakukan pemberian makanan secara oral, tetapi jika pasien tidak sadar atau memiliki risiko
aspirasi beri makanan secara enteral melalui pipa nasoduodenal ukuran kecil dalam 24 jam
pertama setelah onset stroke.
3. Hipovolemia, dapat di koreksi dengan kristaloid isotonis. Cairan hipotonis (dekstrosa 5%
dalam air, larutan NaCl 0,45 %) dapat memperberat edema serebri dan harus di hindari.
4. Hiperglikemi dan hipoglikemi, ini dapat lakukan terapi setiap 6 jam selama 3-5 hari sejak
onset srtoke :
a. < 50 mg/dl : dekstrosa 40% 50 ml bolus intravena
b. 50-100 mg/dl : dekstrosa 5 % dalam NaCl 0,9 %, 500 ml dalam 6 jam
c. 100-200 mg/dl : pengobatan (-), NaCl 0,9 % atau Ringer laktat
50
d. 200-250 mg/dl : insulin 4 unit intravena
e. 250-300 mg/dl : insulin 8 unit intravena
f. 300-350 mg/dl : insulin 12 unit intravena
g. 350-400 mg/dl : insulin 16 unit intravena
h. > 400 mg/dl : insulin 20 unit intravena
5. Atelektasis paru, dapat di cegah dengan fisioterapi dada setiap 4 jam
6. Dekubitus, dicegah dengan perubahan posisi tubuh setiap 2 jam, kontraktur dilakukan latihan
gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari, pemendekan tendo achiles di lakukan
splin tumit untuk mempertahankan pergelangan kaki dalam posisi dorsofleksi.
7. Defisit sensorik, kognitif, memori, bahasa, emosi serta visuospasial harus di lakukan
neurorestorasi dini.
8. Trombosis vena dalam, di cegah dengan pemberian heparin 5000 unit atau fraksiparin 0,3 cc
setiap 12 jam selama 5-10 hari.
9. Infeksi vesika, pembentukan batu, gangguan sfingter vesika biasanya di karenakan
pemasangan kateter urin menetap, latihan vesika harus segera di lakukan sedini mungkin bila
pasien sudah sadar.
K. Pencegahan
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan menghindari rokok, stres mental, alkohol,
kegemukan, konsumsi garam berlebih, obat-obat golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan. Menggendaliakan hipertensi, diabetes
melitus, penyakit jantung, penyakit vaskular aterosklerotik lainya. Perbanyak konsumsi gizi
seimbang dan olahraga teratur.
Pencegahan skunder dengan cara memodifikasi gaya hidup yang berisiko seperti hipertensi
dengan diet dan obat antihipertensi, diabetes melitus dengan diet dan obat hipoglikemik oral atau
insulin, penyakit jantung dengan antikoagulan oral, dislipidemia dengan diet rendah lemak dan
obat antidislipidemia, berhenti merokok, hindari kegemukan dan kurang gerak.
L. Prognosis
Prognosis stroke dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang
dihasilkan. usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga
mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari 80% pasien dengan stroke bertahan
selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar
35%. pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali
fungsi independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional. Di Indonesia,
diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan sekitar 25%
atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat. Sebanyak 28,5%
51
penderita stroke meninggal dunia, sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya
15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.
4.2 Anatomi dan Vaskularisasi Otak Anatomi :
Otak adalah bagian susunan saraf pusat yang terletak di dalam cavum cranii, dilanjutkan
sebagai medulla spinalis setelah melalui foramen magnum. Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak
dan terdiri dari dua hemisperium cerebri yang dihubungkan oleh massa substantia alba yang disebut
corpus callosum. Setiap hemisphere terbentang dari os frontale sampai os occipitale, di atas fossa cranii
anterior, media, dan posterior, di atas tentorium cerebelli.
Lapisan permukaan hemispherium cerebri disebut cortex dan disusun oleh substantia grisea.
Cortex cerebri berlipat-lipat, disebut gyri, yang dipisahkan oleh fissura atau sulci. Sejumlah sulci yang
besar membagi permukaan setiap hemisphere dengan lobus-lobus. Lobus-lobus diberi nama sesuai
dengan tulang tengkorak yang ada diatasnya :
- Lobus frontalis, terletak di depan sulcus centralis dan di atas sulcus lateralis
- Lobus parietalis, terletak di belakang sulcus centralis dan di atas sulcus lateralis
- Lobus occipitalis, terletak di bawah sulcus parieto-occipitalis
- Lobus temporalis, terletak di bawah sulcus lateralis.
Lobus Parietalis
Terdiri dari beberapa area :
- Area somatosensorik primer (Korteks sensorik somatik primer S1) menempati
gyrus postcentralis (terletak tepat posterior terhadap sulcus centralis) di permukaan
lateral hemispherium dan permukaan medial bagian posterior lobulus paracentralis
(area Brodmann 3,1, dan 2).
Area somatosensorik primer cortex cerebri menerima serabut-serabut
proyeksi dari nucleus ventralis posterolateral thalami dan nucleus ventralis
posteromedial thalami. Setengah bagian tubuh kontralateral dipresentasikan
terbalik. Daerah faring, lidah, dan rahang dipresentasikan di bagian paling inferior
gyrus postcentralis; daerah ini diikuti oleh wajah, jari-jari tangan, tangan, lengan,
badan, dan paha. Area tungkai dan kaki terdapat pada permukaan medial
hemisphere di bagian posterior lobulus paracentralis, begitu juga dengan daerah
anal dan genital.
52
Walaupun sebagian besar sensasi mencapai korteks dari sisi tubuh yang
berlawanan, beberapa sensasi dari daerah mulut berjalan ke sisi ipsilateral, dan
sensasi yang berasal dari faring, laring, dan perineum berjalan ke kedua sisi.
- Area somatosensorik sekunder (korteks sensorik somatik sekunder, S2) terletak di
bibir atas crus posterius fissura lateralis. Area somatosensorik sekunder jauh lebih
kecil dan kurang penting daripada area sensorik primer.
Daerah wajah terletak paling anterior, sedangkan daerah tungkai paling
posterior. Tubuh dipresentasikan secara bilateral pada sisi kontralateral yang
dominan.
Diketahui bahwa neuron-neuron terutama bereaksi terhadap stimulus kulit
sementara, seperti gosokan sikat atau ketukan pada kulit.
Area somatosensorik asosiasi menempati lobulus parietalis superior yang
membentang hingga permukaan medial hemispherium cerebri (area Brodmann 5
dan 7). Fungsi utamanya diduga adalah menerima dan mengintegrasikan berbagai
modalitas sensorik. Misalnya, seseorang mampu mengenali sebuah objek yang
diletakkan ditangannya tanpa melihat. Dengan kata lain, area ini tidak hanya
menerima informasi mengenai ukuran dan bentuk objek, tetapi juga
menghubungkannya dengan pengalaman sensorik sebelumnya sehingga informasi
dapat diinterpretasikan dan dikenali.
Fisiologi :
1. Kolumna Dorsalis Lemniskus Medialis (Jaras Sensorik)
53
2. Traktus Kortikospinal (Jaras Motorik)
Walaupun setiap jaras berakhir pada nukleus-nukleus yang berbeda, namun
rangsangan dari nukleus-nukleus tersebut seluruhnya disampaikan ke gyrus postcentralis
(jaras sensori) dan gyrus precentral (jaras motorik), kerusakan pada gyrus-gyrus ini dapat
menyebabkan kelumpuhan total fungsi sensorik dan motorik seseorang.
54
Gambar homunculus diatas (pada precentral dan postcentral gyrus) menunjukan fungsi
tiap-tiap area yang berbeda, hal ini dapat dijadikan petunjuk seberapa besar nekrosis yang
terjadi pada lobus-lobus ini.
Pengaliran darah ke-otak dilakukan oleh 2 pembuluh arteri utama yaitu sepasang arteri
carotis interna yang mengalir sekitar 70% dari keseluruhan jumlah darah otak dan sepasang
arteri vertebralis yang memberikan 30% sisanya. Arterio karotis bercabang menjadi arteri
cerebri anterior dan arteri cerebri media yang memperdarahi daerah depan hemisfer cerebri,
pada bagian belakang otak dan dibagian otak dibalik lobus temporalis. Kedua bagian otak
terakhir ini memperoleh darah dari arteri cerebri posterior yang berasal dari arteri vertebralis
(chusid, 1993)
Peredaran darah otak dipengaruhi oleh beberapa faktor :
- Tekanan darah dikepala (perebedaan antara tekanan arteriol dan venosa pada daerah
setinggi otak), tekanan darah arteri yang penting dan menentukan rata-rata 70
mmHg, dan dibawah tekanan ini terjadi pengurangan sirkulasi darah yang serius.
- Resistensi cerebrovaskuler : Resistensi aliran darah arteri melewati otak
dipengaruhi oleh :
Tekanan liquor cerebrospinalis intracranial, peningkatan resistensi terhadap
aliran darah terjadi sejajar dengan meningginya tekanan liquor cerebrospinalis,
pada tekanan diatas 500 mm air, terjadi suatu restriksi sirkulasi yang ringan
sampai berat.
Viskositas darah : sirkulasi dapat menurun lebih dari 50% pada policythemia,
suatu peningkatan yang nyata didalam sirkulasi darah otak dapat terjadi pada
anemia berat.
Keadaan pembuluh darah cerebral, terutama arteriole : pada keadaan patologis,
blok ganglion stelata dapat mengalami kegagalan untuk mempengaruhi aliran
darah ke otak.
V. Kerangka Konsep
55
Diabetes Mellitus
Hipertensi
BAB III
PENUTUP
56
Resistensi Insulin
Hiperglikemia (kronis)
Lipogenesis Terjadinya stress oxidative (glucotoxicity)
Dislipidemia
LDL teroksidasi
Aktivitas PKC
Aktivasi RAA
DAG Vasokontriksi
Produksi NO
Penebalan dan pengerasan LV
Gangguan pool NADPH
Mengganggu Tek. Intravaskular
LV deviation
Regurgitasi Mitral
Murmur Sistolik
Hipertrofi LV
Kontaraksi LV meningkat
Vol. darah
LA SV CO
Dispnea
HR
Hipertrofi LA
Atrial flow
velocities
Afasia
Kardioemboli ke otak
Oklusi di arteri yang memperdarahi tempoparietal kiri Pembentukan
thrombus di Pembuluh darah
Disfungsi endotel
Gangguan area broca
Crus serebriCapsula interna
Gangguan pada gyrus presentralis
Iskemik serebri lobus parietal kiri
Atrial Fibrilasi
Stasis atrium
Pulsus defisit
Pyramid decussatio
Blood clot
Pars basilaris
Kelemahan bag. Kanan badan
Traktus kortikospinalis lateralis
I. Kesimpulan
Seorang laki-laki 62 tahun mengalami hemipharese dextra karena stroke
kardioemboli pada area broca dengan pharese N. VII dan N. XII.
Daftar Pustaka
57