Laporan Teksed Infusum
-
Upload
nupia-dini-fitriani -
Category
Documents
-
view
156 -
download
1
description
Transcript of Laporan Teksed Infusum
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI SEDIAAN LIQUIDA DAN SEMISOLIDA
“Curcumae xanthorrizae Infusum”
Disusun oleh:
Dini Nupia Fitriani
P17335113055
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN RI BANDUNG
JURUSAN FARMASI
2014
Curcumae xanthorrizae INFUSUM
I. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa mampu membuat sediaan Curcumae xanthorrizhae infusum
Menentukan formulasi yang tepat dalam pembuatan sediaan Curcumae
xanthorrizhae infusum
Menentukan hasil evaluasi sediaan Curcumae xanthorrizhae infusum
II. PENDAHULUAN
Sediaan galenika merupakan sediaan dengan bahan aktif yang berasal dari
bahan alam. Ada beberapa metode yang digunakan untuk mengambil bahan aktif
dari simplisia bahan alam, yaitu metode ekstraksi, maserasi, maserasi berulang,
perkolasi, digestion, dekoktum dan infusum. Adapun tujuan dibuatnya sediaan
galenika adalah untuk memisahkan obat-obatan yang terkandung dalam simplisia
dari bagian lain yang dianggap tidak bermanfaat, membuat suatu sediaan yang
sederhana dan mudah dipakai, dan agar obat yang terkandung dalam sediaan
tersebut stabil pada penyimpanan yang lama. Dalam praktikum ini dilakukan
pembuatan infusum Curcumae xanthorrizhae. Menurut FI IV Infusum adalah
sediaan cair yang dibuat dengan mengekstrasi simplisia nabati dengan air pada
suhu 90oC selama 15 menit.
Curcumae xanthorrizae infusum ini dibuat dari ekstraksi tanaman Curcumae
xanthorrizae bagian rimpangnya (rhizoma). Adapun hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pembuatan sediaan infusum ini diantaranya: Jumlah simplisia,
Derajat halus simplisia, Banyaknya air yang digunakan pada saat mengekstraksi,
Cara menyerkai, waktu pemanasan, dan penambahan bahan-bahan lain bila perlu.
Tumbuhan ini memiliki berbagai macam khasiat dalam mengobati beberapa
penyakit, rimpang ini amat terkenal sebagai obat tradisional untuk gangguan
pencernaan yang berkaitan dengan kekurangan empedu. Bentuk rimpang ini
menyerupai kandung empedu, dan ditambah warna kuningnya, maka digunakan
pada penyakit kuning (Hepatitis).
Disamping itu juga memiliki khasiat choleretis dan cholelanetis, yakni
menstimulir pembentukan dan sekresi empedu oleh hati ke duodenum berdasarkan
zat warna kuning Curcumin dan minyak-minyak atsiri yang ternyata juga berdaya
bakteriostatis terhadap bakteri gram-positif. Banyk juga digunakan pada gangguan
kandung empedu yang bersifat ringan serta akibat sekresi empedu terlampau
sedikit. Juga untuk prevensi sekunder terjadinya batu empedu. Dosis yang
digunakan dalam tujuan pembuatan Curcumae xanthorrizae infusum adalah
godokan 5g dengan 500 ml air 3 dd 2 cangkir. [Obat-Obat Penting, Hal : 276].
Karena ditujukan untuk anak-anak, dosis yang digunakan adalah 3 dd 1 gelas
takar @20 ml.
III. FORMULASI
1. Bahan aktif
Curcumae xanthorrizae
Zat Aktif Curcumae xanthorrizae
Sinonim Temulawak, Koneng Gede
Struktur
Rumus
molekul
Xantorizol : C15H22O [Farmakope herbal ed 1 hal : 150]
Kurkumin : C21H20O6 [Farmakope herbal ed 1 hal : 150]
Pemerian Bau aromatik, rasa tajam dan pahit. Makroskopik : Keping
tipis bentuk bulat atu jorong, ringan, keras, rapu, diameter
sampai 6cm, tebal 2 mm sampai 5 mm; permukaan luar
berkerut, warna coklat kuning sampai coklat; bidang irisan
berwarna coklat kuning buram, melengkung tidak beraturan,
tidak rata, sering dengan tonjolan melingkar pada batas antara
silinder pusat dengan korteks; korteks sempit, tebal 3 mm
sampai 4 mm. Bekas patahan berdebu, kuning hingga sampai
coklat jingga terang. [FI ed IV hal : 262]
Stabilitas Mengandung minyak atsiri, yang mudah menguap bila
dipanaskan. Maka pada saat pemanasan harus dalam wadah
tertutup
Keterangan
lain
Kadar air <10% , Abu total <7,8% , Abu tidak larut asam
<1,6% , Kadar minyak atsiri >4,60% v/b , Kadar kurkuminoid
>14, 20% .[Farmakope Herbal, Hal : 152]
Penyimpanan Dalam Wadah Tertutup Baik
Kadar
penggunaan
4 Bagian untuk pembuatan 100 bagian infus [FI ed IV, Hal :
9]
2. Bahan Tambahan
a. Sirupus Simpleks (RM : C12H22O11; BM : 342.30) [HOPE 6th, p 703 - 706]
Zat Sakarosa
Sinonim Sukrosa
Struktur
Rumus C12H22O11
molekul
Titik lebur Titik Leleh : 160-1860C
Densitas : 1,6 g/cm3
Pemerian Gula yang bersal dari Saccharum oficinarum Linne, Beta
vulgaris Linne. Berbentuk kristal tak berwarna, massa kristal
atau blok, bubuk kristal putih, tidak berbau, dan memiliki rasa
manis
Kelarutan Kelarutan dalam air 1 : 0,2 pada suhu 1000C, 1 : 400 dalam
etanol pada suhu 200C, 1 : 170 dalam etanol 95% pada suhu
200C, 1 : 400 dalam propan-2-ol, tidak larut dalam kloroform
Stabilitas Stabilitas baik pada suhu kamar dan pada kelembaban yang
rendah. Sukrosa akan menyerap 1% kelembaban yang akan
melepaskan panas pada 90oC. Sukrosa akan menjadi karamel
pada suhu di atas 160oC. Sukrosa yang encer dapat
terdekomposisi dengan keberadaan mikroba
Inkompabilitas Bubuk sukrosa dapat terkontaminasi dengan adanya logam
berat yang akan berpengaruh terhadap zat aktif seperti asam
askorbat. Sukrosa dapat terkontaminasi sulfit dari hasil
penyulingan. Dengan jumlah sulfit y
ang tinggi, dapat terjadi perubahan warna pada tablet yang
tersalut gula. Selain itu, sukrosa dapat bereaksi dengan tutup
aluminium
Penyimpanan Stabil pada suhu kamar dan pada kelembapan yang rendah
Kadar
penggunaan
Formula sediaan sirup Syrup 67%
Sweetening agent 67%
Tablet binder (granulasi kering) 2–20%
Tablet binder (granulasi basah) 50–67%
Tablet coating (syrup) 50–67%
b. Natrium Benzoat (RM: C7H5NaO2 ; BM 144.11) [HOPE 6th, p 627-628]
Zat Natrium Benzoat
Sinonim Sodium Benzoat
Struktur
Rumus
molekul
C7H5NaO2
Pemerian Granul putih atau kristal, tidak berbau atau praktis tidak
berbau, stabil diudara
Kelarutan Kelarutan 1:75 dalam etanol 95%, 1:50
Stabilitas Natrium benzoat stabil dalam udara dan kelarutan dalam air
mudah larut.
Inkompabilitas Benzil alkohol inkompatibel dengan agen oksidasi dan asam
kuat dan dapat mengalami autooksidasi dalam lemak.
Aktivitas pengawet dapat tereduksi akibat adanya surfaktan
non ionik. Benzil alkohol inkompatibel dengan metilselulosa
Keterangan
lain
Densitas 1.497–1.527 g/cm3 pada suhu 240C
Freezing point depression 0.240C (1.0% w/v)
Penyimpanan Di dalam wadah yang berbahan logam dan kaca, tidak boleh
disimpan dalam wadah plastik
Kadar
penggunaan
Sebagai pengawet 0.02–0.5% pada sediaan oral, 0.5% pada
sediaan parenteral,
dan 0.1–0.5% pada kosmetik
c. Sorbitol (RM : C6H14O6 ; BM : 182,17) [HOPE 6th, p : 679 - 681]
Zat Sorbitol
Sinonim Sorbitol
Struktur
Rumus
molekul
C6H14O6
Titik lebur Titik Leleh : 110o – 112o C dalam bentuk anhidrat
Pemerian Sorbitol adalah D-glucitol yang tidak berwarna, berwarna
putih, kristalin, serbuk higroskopis, kemanisannya 50 – 60 %
mendekati sukrosa
Kelarutan Kelarutan dalam air 1 : 0,5, praktis tidak larut dalam eter dan
klorofom, sedikit larut dalam metanol
Stabilitas Bersifat inert dan kompatibel dengan hampir semua exipien.
Stabil di udara karena tidak ada katalis, pada kondisi dingin,
asam encer dan basa. Tidak mengalami penggelapan atau
dekomposisi pada saat suhu dinaikkan atau saat ada amina.
Tidak mudah terbakar, non korosif, dan tidak mudah menguap.
Tahan terhadap fermentasi oleh banyak mikroorganisme,
sebaiknya pengawet ditambahkan pada larutan sorbitol.
Inkompabilitas Sorbitol akan membentuk kelat yang larut air dengan banyak
ion logam divalen dan trivalen pada kondisi basa dan asam
kuat. Penambahan cairan polietilen glikol pada larutan sorbitol
dengan agitasi yang kuat mengahasilkan sebuah lilin, gel larut
air dengan titik didih 350–400C. Larutan sorbitol akan bereaksi
dengan besi oksida sehingga menjadi tidak berwarna. Sorbitol
mempercepat degradasi penisilin pada larutan yang netral
Keterangan
lain
Densitas : 1,49 g/cm3
Osmolaritas : 5,48 %
Penyimpanan Larutan dimpan pada wadah gelas, plastik, aluminium dan anti
karat.
Kadar
penggunaan
Pemanis, humektan, penstabil, pengencer tablet dan kapsul,
dan anticaplocking agent 15-30%
d. Aquadestillata (RM : H2O ; BM : 18,02) [FI III, Hal : 96] , [HOPE 6th, p : 768]
Zat Aquadestillata
Sinonim Air Suling
Struktur
Rumus
molekul
H2O
Titik lebur Titik beku : 0oC
Titik didih : 100oC
Pemerian Cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa
Kelarutan Dapat bercampur dengan pelarut polar lainnya
Stabilitas Stabil disemua keadaan fisik (padat, cair, gas)
Inkompabilitas air dapat bereaksi dengan obat dan berbagai eksipien yang
rentan akan hidrolisis (terjadi dekomposisi jika terdapat air
atau kelembapan) pada peningkatan temperatur. Air bereaksi
secara kuat dengan logam alkali dan bereaksi cepat dengan
logam alkali tanah dan oksidanya seperti kalsium oksida dan
magnesium oksida. Air juga bisa bereaksi dengan garam
anhidrat menjadi bentuk hidrat.
Keterangan
lain
Densitas : 1,00 g/cm3
Penyimpanan Pada wadah tertutup rapat
Kadar
penggunaan
Sebagai pelarut dengan kadar tertentu
IV. PERMASALAHAN FARMASETIK DAN PENYELESAIAN
No. Permasalahan Penyelesaian
1. Simplisia memiliki rasa tajam dan
pahit.
Penambahan Pemanis
(Sweetening agent). [FI IV; Hal :
262]
2. Infusum merupakan sediaan
galenika yang mudah ditumbuhi
mikroorganisme, karena media
pembawa (pelarut) adalah air.
Penambahan pengawet [HOPE ed
6th; Hal : 442]
3. Sirupus Simpleks dapat
menyebabkan caplocking
Penambahan anti caplocking
agent
V. PENDEKATAN FORMULA
No. Nama Bahan Jumlah Kegunaan
1. Curcumae xanthorrizae 50% (v/v) Simplisia
2. Sirupus Simpleks 25% (b/v) Pemanis dan Pengental [HOPE ed
6th; p 703-706]
3. Natrium Benzoat 0,1% (b/v) Pengawet [HOPE ed 6th; p 627-
629]
4. Sorbitol 15% (v/v) Anticaplocking agent, Pemanis,
Pengental [HOPE ed 6th; p 679-
682]
5. Aquadestillata Ad 100%
(v/v)
Pelarut [FI ed III; Hal : 96]
VI. PENIMBANGAN
Penimbangan
Dibuat sediaan 8 botol (@ 60 ml) = 500 ml
No
.
Nama Bahan Jumlah yang Ditimbang
1. Curcumae xanthorrizae50%= 50 ml
100 ml x 500 ml = 250 ml
Membuat sediaan extrak liquid sebanyak
300ml :
4 Bagian untuk pembuatan 100 bagian
infus [FI ed IV, Hal : 9]
4 g100 ml
x 300 ml = 12 g
2. Sirupus Simpleks 125 g
3. Natrium Benzoat 0,5 g
4. Sorbitol 75 ml
5. Aquadestillata Ad 500 ml
Untuk pembuatan Sirupus Simpleks
Jumlah Sirupus Simpleks yang dibuat : 200 gram diambil 125 gram
Konsentrasi Saccharum Album dan Aquadest (65g : 35g) dalam 100 bagian sirup
[FI ed III; Hal : 567]
No. Bahan Jumlah
1. Saccharum Album 130 gram
2. Aquadest 70 gram
VII. PROSEDUR PEMBUATAN
Penaraan botol
1. Masukkan air sebanyak 62 ml (untuk uji volume terpindahkan [FI ed IV
hal :1089]) pada gelas ukur, tuangkan air tersebut pada wadah botol yang
telah di sterilkan terlebih dahulu
2. Tandai batas kalibrasi, buang air, bilas dengan aqudest dan dikeringkan.
Botol siap dipakai
Pembuatan ekstrak Curcumae xanthorrizae
1. Kalibrasi 300 ml, tandai. Pada gelas kimia 500 ml
2. Timbang sebanyak 12 gram simplisia Curcumae xanthorrizae. Masukkan ke
dalam gelas kimia
3. Tambahkan aquadest hingga batas kalibrasi, tutup dengan kertas allumunium
foil, lalu dipanaskan hingga suhunya mencapai 90°C selama 15 menit sambil
sesekali diaduk.
4. Air rebusan yang diperoleh kemudian disaring dengan kain flanel setelah
dingin.
Pembuatan sirupus simpleks
1. 130 gram saccharum album ditimbang di dalam gelas kimia 100 mL
2. Setelah itu, diberi penambahan air hingga berat total dari campuran mencapai
200 gram
3. Campuran ini kemudian dipanaskan hingga seluruh saccharum album
melarut dengan sempurna
4. Larutan tersebut kemudian disaring selagi panas
5. Filtrat yang diperoleh kemudian ditimbang sebanyak 125 gram dengan
menggunakan cawan porselen
Pembuatan infusum Curcumae xanthorrizae
1. Kalibrasi 500 ml gelas kimia, tandai.
2. Masukkan Ekstrak Curcumae xanthorrizae sebanyak 250 ml yang telah
didinginkan masukkan kedalam gelas kimia, gelas kimia sebelumnya dicuci
bersih dengan aquadet dan telah dikeringkan.
3. Timbang Natrium Benzoat sebanyak 0,5 gram, kemudian larutkan dengan
aquadest 3ml, setelah natrium benzoat larut dengan sempurna, masukkan
kedalam gelas kimia, bilas lagi dengan aquadest 2 ml , hasil bilasannya
masukkan kedalam gelas kimia.
4. Ambil sorbitol sebanyak 75 ml dengan gelas ukur. Masukkan ke dalam gelas
kimia, bilas lagi dengan aquadest 2 ml, hasil bilasannya masukkan kedalam
gelas kimia.
5. Timbang sirup simpleks sebanyak 125 gram, masukkan dalam gelas kimia,
bilas dengan aquadest lalu masukkan hasil bilasan kedalam gelas kimia.
6. Tambahkan aquadest hingga 500 ml, lalu aduk hingga semua larutan
tercampur merata.
7. Sediaan yang telah tercampur homogen tersebut dimasukkan ke dalam 8
botol yang telah ditara @62 ml, masukkan hingga batas penaraan lalu botol
ditutup dan diberi etiket.
VIII. DATA PENGAMATAN EVALUASI SEDIAAN
No Jenis evaluasiPrinsip
evaluasi
Jumlah
sampelHasil pengamatan Syarat
1.
Uji
Organoleptik
Dilakukan
pengujian rasa,
bau dan warna.
7 botol
Kondisi
organoleptik
sebelum dan
sesudah
penyimpanan
harus sama.
a. RasaDilakukan
pengujian rasa.7 botol
Rasa pada 7 botol
yang diuji tetap sama
dengan sebelum
penyimpanan.
b. BauDilakukan
pengujian bau.7 botol
Bau pada 7 botol
yang diuji tetap sama
dengan sebelum
penyimpanan.
c. Warna
Dilakukan
pengujian
warna.
7 botol
Warna pada 7 botol
yang diuji tetap sama
dengan sebelum
penyimpanan.
2.
Uji Volume
terpindahkan
Dilakukan di
gelas ukur 100
ml.
7 botol
Dari 7 botol yang
diuji, didapat volume
rata-rata 61,5 ml.
Tidak ada satu
wadahpun yang
kurang dari 95%.
Volume rata-rata
tidak kurang dari
100% dan tidak
ada satu wadahpun
yang kurang dari
95%.
3.Uji Kejernihan
Dilakukan di
beaker glass 100
ml.
7 botol
Dari 7 botol yang
diuji, didapat larutan
infusa yang keruh.
Sediaan harus
jernih dan tidak
boleh
mengandung
kotoran.
4. Uji pH Dilakukan
dengan
menggunakan
7 botol Dari 7 botol yang
diuji, didapat 6 botol
yang memiliki pH 5
Rentang pH tiap
botol tidak boleh
pH universal.dan 1 botol dengan
pH 4.lebih dari ±1.
IX. PEMBAHASAN
Sediaan galenika merupakan sediaan dengan bahan aktif yang berasal dari
bahan alam. Salah satu bahan alam itu ialah simplisia. Simplisia adalah bahan alami
yang dipergunakan sebagai obat serta belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang te
lah dikeringkan. Simplisia nabati adalah simplisia berupa tananman utuh, bagian
tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan
keluar dari tanaman atau isi sel dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan
belum berupa zat kimia murni. Simplisia hewani yaitu simplisia yang berupa hewan
utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum
berupa zat kimia murni. Simplisia mineral atau pelican adalah simplisia yang berupa
bahan mineral atau pelican yang belum diolah atau telah diolahdengan cara sederhana
dan belum berupa zat kimia murni.
Simplisia nabati harus bebas dari serangga, fragmen, atau kotoran hewan, tidak
boleh menyimpang bau dan warnanya, tidak boleh mengandung lendir dan cendawan
atau menunjukkan tanda-tanda pengotoran lain, tidak boleh mengandung bahan lain
yang beracun dan berbahaya. Simplisia hewani harus bebas dari fragmen hewan asing
atau kotoran hewan, tidak boleh menyimpang bau dan warnanya, tidak boleh
mengandung cendawan atau tanda-tanda pengotor lainnnya, tidak boleh mengandung
bahan lain yang beracun dan berbahaya.Simplisia pelican harus bebas dari pengotoran
oleh tanah, batu, hewan, fragmen hewan, dan bahan asing lainnya.
Pada umumnya proses pembuatan simplisia terdiri dari sartasi atau pemilahan,
pencucian, perajangan, atau pengirisan dan pengeringan. Penyortiran dilakukan untuk
memperoleh simplisia sesuai yang dikehendaki baik kemurnian maupun
kebersihannya. Tahap sortasi memerlukan ketelitian yang tinggi. Pencucian bertujuan
untuk menghilangkan kotoran kotoran yang melekat pada tanaman, yang akan
digunakan. Pencucian harus dilakukan dengan cepat untuk menghindari terlarutnya
zat aktif. Perajangan pada simplisia bertujuan untuk mempermudah proses berikutnya.
Proses pengeringan bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak,
sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.
Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi mutu simplisia, yaitu :
a. Bahan baku dan penyimpanan bahan baku
b. Proses pembuatan simplisia
c. Cara pengepakan dan penyimpanan simplisia
Pada percobaan praktikum ini dibuat sediaan infusum bahan alam dari
simplisia Curcumae xanthorrizae. Infusum adalah sediaan cair yang dibuat dengan
mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90oC selama 15 menit.
Memanaskannya di atas penangas air hingga suhu mencapai 90ºC. Setelah suhu
mencapai 90ºC, hitung selama 15 menit sambil sesekali diaduk agar bahan-bahan
berkhasiat yang terkandung di dalam simplisia temulawak Curcumae xanthorrizae
dapat keluar sehingga didapatkan ekstrak temulawak yang baik. Pada saat dipanaskan
di atas penangas air, gelas kimia harus ditutup agar bahan-bahan berkhasiat yang
terkandung didalam temulawak terutama minyak atsiri tidak hilang karena proses
penguapan. Setelah sediaan jadi, infusa ditunggu hingga dingin. Setelah dingin, infusa
diserkai. Infusa ini harus diserkai setelah dingin karena mengandung minyak atsiri
didalamnya.
Metode ini umumnya dipakai untuk pembuatan sediaan galenik atau sediaan
bahan alam yang memiliki bahan berkhasiat yang larut dengan sempurna dalam air
serta mudah diekstraksi. Namun hasil infusum biasanya merupakan sediaan yang
sangat sukar distandarisasi, tidak stabil dan sediaan akan dengan mudah ditumbuhi
bakteri dan jamur.
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, Temulawak memiliki rasa tajam dan
pahit. Sehingga untuk mengatasi rasa tajam dan pahit perlu ditambahkan bahan
pemanis. Bahan pemanis (Sweetening agent) tersebut yang dipilih, yaitu sirupus
simpleks. Menurut HOPE 6th, konsentrasi sirupus simpleks yang digunakan sebagai
pemanis adalah 15-30%. Dalam pembuatan infusa temulawak ini, digunakan
konsentrasi sirupus simpleks sebesar 25%. Konsentrasi ini dipilih agar didapatkan
infusa yang manis namun tidak menghilangkan rasa khas dari temulawak.
Pada saat mengekstraksi temulawak, digunakan aquadest sebagai bahan
pembawa atau pelarutnya. Namun, hal ini akan menyebabkan infusa temulawak yang
dihasilkan menjadi media ideal bagi pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu,
penambahan sirupus simpleks sebagai pemanis juga menambah bakteri semakin
menyukai sediaan infusa ini sebagai tempat untuk berkembangbiak. Hal ini
dikarenakan gula yang terkandung dalam sirupus simpleks merupakan nutrisi bagi
mikroorganisme. Untuk mengatasi masalah tersebut, infusa temulawak ini harus
ditambahkan bahan pengawet. Bahan pengawet yang dipilih dalam sediaan ini, yaitu
Natrium benzoat. Natrium benzoat ini bersifat bakteriostatik dan digunakan sebagai
anti-mikroba yang dapat melawan bakteri, jamur, maupun mikroorganisme lainnya.
Menurut HOPE 6th, konsentrasi Natrium benzoat sebagai pengawet adalah 0,02-0,5%.
Pada infusa ini, digunakan konsentrasi natrium benzoat sebesar 0,1%. Hal ini
dimaksudkan untuk meminimalkan konsumsi bahan pengawet terhadap pasien.
Karena pasien tidak hanya mengonsumsi bahan pengawet yang terkandung dalam
obat ini saja, melainkan dari makanan dan minuman lain yang mengandung bahan
pengawet. Sehingga kadar bahan pengawet harus memperhatikan perhitungan ADI
(Acceptable Daily Intake).
Pada infusa temulawak ini, sediaan diberi tambahan pemanis berupa sirupus
simpleks. Namun, penambahan sirupus simpleks ini juga dapat memungkinkan
terjadinya kristalisasi gula pada leher botol. Kristal ini dapat terbentuk pada leher
botol setelah penuangan berkali-kali. Pada saat penutupan botol setelah penuangan,
gula tetinggal pada leher botol kemudian bergesekan dengan tutup botol sehingga
terbentuk inti kristal. Proses ini biasa disebut sebagai caplocking. Hal ini akan
menyebabkan kualitas sediaan kurang baik karena biasanya akan menyebabkan botol
sulit untuk dibuka kembali. Sehingga dalam infusa temulawak ini diberikan bahan
tambahan berupa anti-caplocking agent. Anti-caplocking agent yang digunakan yaitu
sorbitol. Selain sebagai anti-caplocking agent, sorbitol juga dapat berfungsi sebagai
pengental menurut HOPE 6th. Adapun sorbitol yang digunakan dalam infusa
temulawak ini sebesar 15%.
Untuk mengetahui apakah formulasi sediaan ini sudah tepat, maka dilakukan
beberapa serangkaian uji, yaitu uji organoleptik, uji kejernihan, uji volume
terpindahkan, dan uji pH. Hal ini juga dimaksudkan agar sediaan ini dapat
memberikan dosis terapi yang sesuai serta dapat diterima oleh pasien (akseptebel).
Uji organoleptik adalah pengujian terhadap rasa, bau, dan warna pada sediaan.
Dari sediaan berhasil dibuat hingga sediaan tersebut akan digunakan dan melalui
penyimpanan yang cukup lama, sediaan tersebut harus tetap terhadap rasa, bau dan
warnanya. Pengujian ini sangat mempengaruhi sediaan ini diterima baik (akseptebel)
atau tidak oleh pasien. Sebab jika pada obat yang sama, namun rasa, bau ataupun
warnanya berbeda-beda, hal ini akan mengurangi kepercayaan pasien sebagai
konsumen. Sehingga sediaan tersebut akan kurang diminati oleh konsumen atau
dengan kata lain akseptabilitasnya kurang. Uji organoleptik pada sediaan infusa
temulawak ini baik. Hal tersebut ditandai dengan rasa yang tetap seperti semula, yaitu
rasa manis. Bau dan warna pada sediaan inipun masih sama seperti semula, hal
tersebut ditandai dengan bau khas aromatik temulawak yang masih tercium dan warna
khas temulawak.
Uji kejernihan larutan adalah pengujian terhadap kejernihan suatu sediaan.
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, syarat kejernihan suatu sediaan yaitu suatu
cairan dinyatakan jernih jika kejernihannya sama dengan air atau pelarut yang
digunakan. Pada prinsip kerja uji kejernihan, sediaan diuji di beaker glass agar terlihat
tingkat kejernihannya. Setelah diamati tingkat kejernihan, sediaan infusa temulawak
ini memiki kejernihan yang kurang baik, karena sediaan ini keruh dan terdapat
pertumbuhan jamur. Sehingga untuk uji kejernihan, sediaan ini tidak memenuhi syarat
lulus uji.
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, uji volume terpindahkan adalah uji
jaminan terhadap suatu sediaan bahwa sediaan yang dikemas dalam dosis ganda,
dengan volume yang tertera pada etiket, yang tersedia dalam bentuk cair atau sediaan
cair yang dikonstitusi dari bentuk padat dengan penambahan bahan pembawa tertentu
dengan volume yang ditentukan, jika dipindahkan dari wadah asli, akan memberikan
volume sediaan seperti yang tertera pada etiket. Prosedur kerja uji volume
terpindahkan menurut Farmakope Indonesia edisi IV; Hal 1089, yaitu tuang isi
perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah dengan kapasitas
gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume yang diukurdan telah dikalibrasi,
secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukan gelembung udara pada waktu
penuangan dan diamkan selama tidak lebih dari 30 menit. Jika terbebas dari
gelembung, ukur volume sediaan tersebut. Syarat untuk uji volume terpindahkan,
yaitu volume rata-rata sediaan yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100%
dan tidak satupun wadah yang kurang dari 95% dari volume yang dinyatakan pada
etiket. Pada sediaan ini, volume sediaan pada saat pengisian ke dalam botol
dilebihkan 3%, menjadi 62 ml. Setelah pengujian volume terpindahkan, didapatkan
volume rata-rata dari 7 botol uji sebesar 61,5 ml. Hal ini menunjukan bahwa sediaan
ini lulus uji volume terpindahkan karena memenuhi syarat yang ada dalam Farmakope
Indonesia edisi IV.
Uji penetapan pH adalah pengujian terhadap pH suatu sediaan. Adapun harga
pH menurut Farmakope Indonesia edisi IV adalah harga yang diberikan oleh alat
potensiometrik (pH meter) yang sesuai, yang telah dibakukan sebagaimana mestinya,
yang mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan elektroda
indikator yang peka terhadap aktivitas ion hidrogen, elektrode kaca, dan elektrode
pembanding yang sesuai seperti elektrode kalomei atau elektrode perak-perak klorida.
Prinsip kerja pada uji penetapan pH ini adalah menguji sediaan dengan pH universal.
Syarat untuk pengujian ini, yaitu range perubahan sediaan pada tahap awal sediaan
jadi sampai pada saat penyimpanan dalam jangka waktu tertentu adalah ±2. Pada
sediaan ini, setelah diuji pH nya didapatkan 6 botol dengan pH 5 dan 1 botol dengan
pH 4. Hal ini sesuai dengan optimasi pH awal yang ditentukan oleh kelompok kami,
yaitu 5.
X. KESIMPULAN
Formulasi yang tepat untuk sediaan yang dibuat adalah sebagai berikut.
No. Nama Bahan Jumlah Kegunaan
1. Curcumae xanthorrizae 50% (v/v) Simplisia
2. Sirupus Simpleks 25% (b/v) Pemanis dan Pengental
[HOPE ed 6th; p 703-706]
3. Natrium Benzoat 0,1% (b/v) Pengawet [HOPE ed 6th; p
627-629]
4. Sorbitol 15% (v/v) Anticaplocking agent,
Pemanis, Pengental [HOPE
ed 6th; p 679-682]
5. Aquadestillata Ad 100%
(v/v)
Pelarut [FI ed III; Hal : 96]
Menurut hasil evaluasi sediaan, sediaan infusum Curcumae xanthorrizae
cukup baik dengan hasil evaluasi sebagai berikut :
1. Organoleptika = Memenuhi syarat uji, karena didapat organoleptik (warna,
rasa, bau) dari sediaan ini tetap seperti saat awal pembuatan sediaan jadi
setelah melalui kurun waktu penyimpanan
2. Uji Volume terpindahkan = Memenuhi syarat uji, karena didapat rata-rata
dari volume 7 botol, volume terpindahkan tidak kurang dari 100%
3. Uji Kejernihan = Tidak memenuhi syarat. Karena terdapat pertumbuhan
jamur setelah melalui kurun waktu penyimpanan. Hal ini setelah diselidiki
bukan karena jenis pengawet yang digunakan tidak tepat, melainkan karena
penggunaan aquadest yang rusak, tidak layak pakai.
4. Uji pH = Memenuhi syarat uji, karena rata-rata hasil pengukuran pH sediaan
stabil.
XI. DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV,
Jakarta: Departemen Kesehatan.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Materia Medika Indonesia. Jilid III. Jakarta:
Departemen Kesehatan.
Rowe, Raymond C.2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients. 5th ed., London :
Pharmaceutical Press.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia edisi III,
Jakarta: Departemen Kesehatan.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Farmakope Herbal Indonesia edisi I,
Jakarta: menteri Kesehatan.
balittro.litbang.deptan.go.id
Cahyono, 2011. ejournal.undip.ac.id
Riska, Prima Oktaviana. 2010. eprints.uns.ac.id
LAMPIRAN
Brosur
Etiket
Folding Box (Kemasan Sekunder)