Laporan Teknologi Konservasi Sumberdaya Lahan Erosivitasadi

download Laporan Teknologi Konservasi Sumberdaya Lahan Erosivitasadi

of 28

Transcript of Laporan Teknologi Konservasi Sumberdaya Lahan Erosivitasadi

LAPORAN TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBERDAYA LAHAN EROSI

Oleh :SETIYO ADI SANTOSO 0910483072

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar belakang

Erosi merupakan salah satu penyebab utama turunnya produktivitas lahan kering, terutama yang diusahakan untuk tanaman semusim. Menurut Sukmana, 1995, diberbagai tempat pada lahan budidaya tanaman pangan semusim tanpa disertai konservasi tanah, laju erosi berkisar antara 46-351 t/ha/tahun. Beberapa hasil penelitian lain mendukung pernyataan ini adalah, di antaranya: hasil penelitian pada tanah Ultisol di Citayam, Jawa Barat, yang berlereng 14% dan ditanami tanaman pangan, laju erosi mencapai 25 mm/tahun (Suwardjo, 1981), kemudian di Putat, Jawa Tengah, laju erosi mencapai 15 mm/tahun dan di Punung, Jawa Timur, sekitar 14 mm/tahun, keduanya pada tanah Alfisol berlereng 9-10% yang ditanami tanaman pangan semusim (Abdurachman et al., 1985). Secara umum proses erosi tanah dapat dibedakan menjadi 2, yaitu erosi geologi atau erosi alam dan erosi dipercepat. Erosi geologi adalah erosi yang belum dipengaruhi oleh campur tangan manusia atau proses erosi yang terjadi secara alami, dimana proses tersebut masih dapat diimbangi oleh proses pembentukan tanah. Apabila erosi terjadi karena campur tangan manusia maka umumnya proses erosi tersebut lebih cepat daripada proses pembentukan tanah sehingga disebut erosi yang dipercepat (Ananta Kusuma Seta, 1987). Faktor-faktor penyebab besarnya erosi menurut Bergsma (1982) dipengaruhi oleh : erosivitas hujan, topografi, erodibilitas tanah, vegetasi dan manusia. Sedangkan menurut Hudson 1972, erosi merupakan fungsi- fungsi dari erosivitas dan fungsi erodibilitas. Erosivitas merupakan kemampuan potensial hujan yang menyebabkan erosi. Erodibilitas adalah sifat kemudahan tanah terhadap tenaga pengurai dan pengangkut oleh air atau angin. Lapisan atas merupakan bagian tubuh. Tanah yang relatif lunak yang biasanya sangat mudah terkena erosi. Akibatnya tubuh tanah akan

semakin menipis dan mengancam kelangsungan hidup tanaman. Menurut Hudson, 1972, air merupakan penyebab utama terjadinya erosi tanah. Proses erosi permukaan merupakan kombinasi dua proses yaitu : (1) penghancuran struktur tanah menjadi butirbutir hujan yang menimpa tanah dan perendaman oleh air yang tergenang serta (2) pemindahan atau pengangkutan butir tanah tersebut oleh air yang mengalir di permukaan tanah. Ada beberapa teknik yang telah dikembangkan dalam mengantisipasi terjadinya erosi secar berlebihan, salah satunya adalah pengendalian erosi dengan cara mekanis. Teknik pengendalian erosi cara mekanis yang telah terbukti efektif adalah pembuatan teras. Teras ini banyak bentuknya, namun yang paling banyak digunakan adalah teras bangku dan teras gulud. Teras bangku merupakan salah satu teknik konservasi tanah dan air yang dibuat dengan cara memotong lereng dan menimbun tanah untuk menghasilkan sederetan bidang datar atau bangku. Teknik ini pada awalnya diterapkan pada lahan sawah sebagai teras irigasi yang kemudian dikembangkan juga pada lahan kering, dan memiliki fungsi sebagai berikut: (1) memperlambat aliran permukaan; (2) menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak; (3) meningkatkan laju infiltrasi; dan (4) mempermudah pengolahan tanah. Pembuatan teras bangku tergolong mahal bagi petani Indonesia, oleh karena itu baru diterapkan secara besar-besaran setelah diberlakukannya subsidi pemerintah sebesar 52%, yang ternyata terus dipertahankan walaupun proyek telah berakhir (Agus et al., 1995). Pada umumnya teras bangku yang ada di lahan petani masih memerlukan penyempurnaan, antara lain: (1) bidang olah perlu lebih miring, terutama pada tanah-tanah dengan infiltrasi rendah; (2) perlu penanaman tanaman penguat di bibir teras; (3) tampingan perlu dipadatkan dan ditanami rumput; (4) SPA perlu disempurnakan; dan (5) perlu penyempurnaan bangunan terjunan (drop structure) (Agus et al.,1995, Abdurachman et al., 1985). Petani menganggap bahwa teras merupakan bangunan konservasi yang tidak mudah rusak, mempermudah praktek pengolahan tanah, dan merupakan teknik pengendalian erosi yang efektif. 1.2 Maksud dan Tujuan

o Mahasiswa mampu mengetahui pengaruh hubungan teknik konservasi terhadap erosi dan pertumbuhan tanaman oo

Mahasiswa mempunyai pengatuhuan dalam pencegahan erosi Mahasiswa mampu mengetahui bagaimana suatu lahan dapat tererosi.

o Mahasiswa mampu mengetahui dampak curah hujan terhadap limpasan permukaan o Mahasiswa mampu mengetahui bagaimana terjadi limpasan permukaan.

BAB II METODE PELAKSANAAN

2.1

Alat dan Bahan

-

Alat : Gembor Jirigen : alat peraga kalibrasi gutter dan chin-ong meter : tempat menampung air limpasan dari gutter

Gelas plastik : sebagai wadah pengambilan sample erosi Ember Penggaris Alat tulis Gelas ukur Oven Timbangan Cawan Ajir : mengambil air dan membuang air : untuk pengukuran tinggi muka air pada gutter : mencatat hasil / data : sebagai perantara untuk mengukur sedimen : pemanas, agar dapat diketahui sedimen yang terdapat pada air : menghitung berat sedimen : wadah dalam proses pengeringan air menjadi sedimen : penyanggah penakar

Botol plastik : sebagai tempat penakar, untuk menampung hujan, agar diketahui berapa intensitas hujan pada saat itu.

-

Bahan : Air Tanaman (sawi, bayam, kangkung) : perantara terjadinya erosi : bahan yang diuji ( untuk mengetahui pengaruh erosi terhadap tanaman

-

Pupuk organik dan anorganik

: perlakuan yang dilakukan diplot

2.2

Tempat dan Waktu

Pengamatan Erosivitas dilaksakan di kebun praktikum Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya belakang Mushola, tepatnya Lab. plot erosi Fakultas pertanian UB. Pengukuran sedimentasi dilakukan di Lab. Fisika Tanah FP UB. Pengamatan dilakukan selama 1 bulan dimulai bulan November sampai awal Desember. Waktu pengamatan pada setiap pagi hari 07.00 08.00 WIB.

2.3

Metode Pengukuran

o Metode pengukuran kalibrasi Gutter

Siapkan alat dan bahan

Catat dan konversi hasil dari perhitungan

Masukkan air ke gutter bertahap sampai 10 kali (10 L )

Hitung pertambahan tinggi gutter tiap penambahan 1 L

o Metode pengukuran kalibrasi Chin-ong meterGutter diisi air sampai air didalam gutter berlimpah Catat hasil pengamatan dan konversi

Limpasan air didalam gutter dibiarkan sampai air tenang

Sambil menunggu, siapkan air untuk kalibrasi

Setelah air habis, hitung volume air yang tertampung dalam jiringen penampung air

Ketika air pada gutter tenang, air dari jirigen ditungkan kedalam gutter

Penuangan dilakukan diujung setiap gutter

Siapkan alat dan bahan Catat hasil dan hubungkan dengan perkembangan tanaman

Ambil 10 sampel tanaman sebagai analisa hubungan

o Metode pengukuran / pengamatan erosi Ukur tinggitanaman dan jumlah daun Ukur sedimen dan curah hujan

Ambil air yang tertampung dipenakar

Catat hasil dan bawa bahan uji ke Lab.

Aduk gutter yang telah berisi air ( jika hari sebelumnya terjadi hujan )

Ambil sampel air dari gutter untuk pengukuran sedimen

Bahan yang diuji ( dari gutter )

Catat hasil dan lakukan pembahasan

Diaduk kembali sampel yang diambil

o Metode Pengukuran sedimentuangkan kedalam tabung ukur sebanyak 50 ml

Timbang cawan + sedimen dan kemudian timbang sedimen saja

Hitung berat cawan

Tunggu selama 24 jam, setelah itu keluarkan dari oven

Tuangkan sampel kedalam cawan

Cawan dimasukkan ke oven

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Pengaruh arah guludan terhadap volume limpasan permukaan

Perlakuan Guludan searah lereng Guludan tegak lurus lereng

Limpasan permukaan pada ulangan 1 2 48370,28 21913,3 19130 17000

Rerata 35141,79 18065

Note : Plot 1 dan 2 adalah perlakuan guludan searah lereng dan plot 3 dan 4 adalah guludan tegak lurus lereng. Satuan yang digunakan dalam limpasan permukaan l / Ha. Data diatas hasil akumulasi data dan rata rata setiap terjadi hujan. Pengamatan dilakukan selama 30 hari.

Dari data diatas, diketahui pengaruh beberapa perlakuan yang dilakukan terhadap jumlah atau volume limpasan permukaan yang terjadi didalam masing masing plot pengamatan. Diketahui perlakuaan yang diberikan adalah penggunaan pupuk organik dan anorganik serta arah guludan yang searah lereng dan tegak lurus dengan lereng. Pada plot 1, perlakuan yang diberikan adalah penggunaan pupuk anorganik dengan guludan searah lereng. Plot 2, perlakukan yang diberikan adalah penggunaan pupuk organik dengan guludan searah lereng juga. Pada plot 3, perlakuan yang diberikan adalah penggunaan pupuk anorganik dengan guludan tegak lurus dengan lereng. Pada plot 4, perlakuan yang diberikan adalah penggunaan pupuk organik dengan guludan tegak lurus dengan lereng. Dari hasil pengamatan yang telah dikonversikan dalam bentuk liter per Hektare, didapat pada plot 1, limpasan permukaan yang terjadi sebesar 48370,28 l / Ha. Pada plot 2, limpasan permukaan yang terjadi sebesar 21913,3 l / Ha. Pada plot 3, limpasan permukaan yang terjadi sebesar 19130 l / Ha. Pada plot 4, limpasan permukaan yang terjadi sebesar 17000 l / ha. Dari keempat data tersebut, dibagi menjadi 2 bagian sesuai dengan perlakuan arah guludan dan kemudian diambil rata ratanya untuk mengetahui pengaruh arah guludan terhadap limpasan permukaan. Guludan searah lereng yaitu plot 1 dan 2, rata rata limpasan yang terjadi ketika hujan adalah 35141,79 l / Ha, sedangkan guludan searah kontur limpasan permukaan yang terjadi sebesar 18065 l / Ha.

Dari hasil perhitungan ini, dapat disimpulkan pengamatan ini jelas memberikan pernyataan bahwa dengan adanya pengaturan arah guludan yang searah kontur, limpasan permukaan atau run off akan lebih rendah dibandingkan dengan pembuatan guludan searah lereng. Air hujan yang jatuh kepermukaan tanah sebagian akan mengalir dipermukaan tanah dan jika tidak ada penahan air ( pembuatan guludan searah kontur ) maka air yang mengalir akan semakin cepat dan terjadi limpasan permukaan. Semakin cepat air mengalir maka jumlah partikel yang terbawa akan semakin banyak, sehingga menyebabkan erosi atau pengikisan tanah. Menurut Agus et al, (1999 ), penerapan salah satu teknik konservasi cara mekanis yaitu teras gulud searah kontur dapat mengendalikan limpasan permukaan dan erosi. teras gulud dapat menahan laju aliran permukaan tanah, meningkatkan laju penyerapan air kedalam tanah, dan mengalirkan aliran permukaan dari bidang olah ke SPA.

Data tabel limpasan permukaan

CH (mm) 0,00 5,61 7,65 8,15 8,66 11,21 11,72 14,56 14,78 27,79 28,56 Plot 1 0 20980, 9 22063 83230, 9 35819, 6 81191, 9 65817, 1 0 83545, 9 21341, 6 21341, 6

Total RO (L/ha) Plot Plot Plot 2 3 4 0 0 0 2170 4002,5 0 0 2400 0 0 0 2680 0 0 0 1650 35264 0 0 32889, 1760 0 7 0 26294, 2010 0 4 0 30691, 1670 1700 3 0 20358, 7 3892,6 0 1650 0 2910 0 2300 0 0 1700 0 1700 0

Plot 5 0 0,00 26564,12 0,00 0,00 0,00 0,00 18057,88 17818,94 32537,61 1284,33

Note : Data ini, diurutkan dari curah hujan terkecil sampai terbesar

Grafik data pengamatan limpasan permukaan

Grafik 1. Grafik hubungan antara curah hujan terhadap limpasan permukaan

3.2 Pengaruh arah guludan terhadap jumlah sedimen Perlakuan Guludan searah lereng Guludan tegak lurus lereng Jumlah sedimen pada ulangan 1 2 4,72 1 1,28 2,53 Rerata 2,86 1,91

Note : Plot 1 dan 2 adalah perlakuan guludan searah lereng dan plot 3 dan 4 adalah guludan tegak lurus lereng. Satuan yang digunakan dalam sedimen adalah ton / Ha ( dikonversi ). Data diatas hasil akumulasi data dan rata rata setiap terjadi hujan.

Dari hasil pengamatan yang telah dikonversikan dalam bentuk ton per Hektare, didapat pada plot 1, jumlah sedimen yang terakumulasi sebesar 4,72 ton / Ha. Pada plot 2, jumlah sedimen yang terakumulasi sebesar 1 ton / Ha. Pada plot 3, jumlah sedimen yang terakumulasi sebesar 1,28 ton / Ha. Pada plot 4, jumlah sedimen yang terakumulasi sebesar 2,53 ton / ha. Dari keempat data tersebut, dibagi menjadi 2 bagian sesuai dengan perlakuan arah guludan dan kemudian diambil rata ratanya untuk mengetahui pengaruh arah guludan terhadap jumlah sedimen yang terakumulasi. Guludan searah lereng yaitu plot 1 dan 2, rata rata jumlah sedimen yang terakumulasi ketika hujan adalah 2,86 ton / Ha, sedangkan guludan searah kontur jumlah sedimen yang terakumulasi sebesar 1,91 ton / Ha.

Dari hasil perhitungan ini, dapat disimpulkan pengamatan ini jelas memberikan pernyataan bahwa dengan adanya pengaturan arah guludan dan perlakuan beberapa pengaplikasian pupuk organik dan anorganik dapat mempengaruhi jumlah sedimen yang terakumulasi dalam luasan tertentu. Jumlah sedimen akan lebih besar terakumulasi, jika pengaturan guludan sejajar dengan lereng atau searah lereng, akan tetapi jumlah sedimen akan berkurang jika pengaturan guludan searah kontur. Ini dikarenakan jika limpasan permukaan yang mengalir tidak dihalangi, maka kemungkinan besar akan banyak partikel yang ikut terbawa oleh limpasan permukaan. semakin cepat limpasan permukaan yang terjadi, maka semakin kuat daya tarik air terhadap partikel tanah, sehingga semakin banyak partikel tanah yang ikut terbawa. Ini sesuai dengan pernyataan Abdurachman dan H. Suwardjo ( 1992 ) yang mengatakan bahwa, pembuatan guludan searah kontur lahan merupakan salah satu bagian dari konservasi tanah dan air yang dapat mengurangi pengikisan tanah, kehilangan hara dan bahan organik. Limpasan permukaan akan berkurang, karena air yang terlimpas dipermukaan tanah akan tertahan oleh guludan dan dimaksudkan agar air terinfiltrasi lebih ke dalam tanah, sehingga tanaman tidak mengalami kekurangan hara. Selain itu, jumlah sedimen yang terbanyak terdapat pada plot 1, dengan perlakuan guludan searah lereng dan pengaplikasian pupuk anorganik. Dari data ini menunjukkan bahwa, guludan searah lereng dengan pemberian pupuk anorganik pada lahan, akan menambah jumlah sedimen yang terangkut oleh air. Ini disebabkan karena pupuk anorganik akan memberikan dapat positif dan negatif, dampak positif adalah efektif dalam pemenuhan hara tanaman, tetapi dampak negatif adalah degradasi tanah. sifat fisik, kimia, dan biologi tanah akan mengalami penurunan, sehingga tanah akan mengalami kerusakan dan tanah akan mudah terurai. Dalam kondisi ini, jika terjadi limpasan permukaan yang cukup besar, partikel tanh yang terurai akan terbawa oleh air, sehingga dalam kondisi seperti ini jumlah sedimen yang terangkut dan terbawa lebih besar. Pernyataan diatas akan lebih jelas lagi, jika dibandingkan dengan plot 2, ( guludan searah lereng akan tetapi menggunakan pupuk organik ) dapat dilihat jumlah

sedimen yang terangkut dan terbawa lebih kecil dari pada plot 1. Jumlah sedimen yang terakumulasi pada plot 2, sebesar 1 ton / Ha. Sebenarnya dengan guludan searah lereng, akan memudahkan air untuk mengangkut partikel tanah, akan tetapi dengan adanya penggunaan pupuk organik, dapat memperbaiki sifat tanah baik itu fisik, kimia maupun biologi tanah. pupuk organik akan meningkatkan populasi mikroorganisme. Adanya mikroorganisme maka memperbaiki fisik tanah, partikel partikel tanah akan saling merekat dengan bantuan salah satu mikroorganisme, yaitu cendawan. Ketika partikel tanah saling merekat, maka akan sulit bagi air untuk mengangkut partikel tanah, sehingga jumlah sedimen akan berkurang. Ini sesuai dengan pernyataan Suriadi,A dan M. Nazam. 2005 menyebutkan bahwa mikroba tanah merupakan faktor penting dalam ekosistem tanah, karena berpengaruh terhadap siklus dan ketersediaan hara tanaman serta stabilitas agregat tanah. Pupuk organik selain dapat memberikan hara yang tidak terdapat dalam pupuk pabrik, seperti unsur hara mikro, juga sangat bermanfaat untuk perbaikan dan pemeliharaan sifat fisik dan biologi tanah. Dalam hubungannya dengan sifat fisika tanah, bahan organik berupa pupuk kandang dan kompos dapat berperan dalam pembentukan agregat yang mantap karena dapat mengikat butiran primer menjadi butiran sekunder. Hal ini terjadi karena pemberian bahan organik menyebabkan adanya gum polisakarida yang dihasilkan bakteri tanah dan adanya pertumbuhan hifa serta fungi dari aktinomisetes di sekitar partikel tanah. Perbaikan kemantapan agregat tanah meningkatkan porositas tanah, dan mempermudah penyerapan air ke dalam tanah, sehingga meningkatkan daya simpan air tanah (Sutono et al., 1996). Pada plot 3, jika dibandingkan dengan plot 2, maka jumlah sedimen yang lebih besar terangkut dan terbawa adalah pada plot 3 yaitu 1,28. Ini mungkin karena penggunaan pupuk. Pada plot 3 pupuk yang digunakan berupa pupuk kimia yang dikatakan tidak dapat mengikat partikel tanah, akan tetapi malah memecah partikel tanah, sedangkat pada plot 2 digunakan pupuk organik, yang pada prosesnya dapat mengikat butiran partikel tanah.

Pada plot 4, jumlah sedimen yang terakumulasi sebesar 2,53, padahal dalam perlakuannya diberikan guludan searah kontur dan penggunaan pupuk organik. Pada dasarnya, seharusnya dengan perlakuan seperti itu, jumlah sedimen yang terangkut dan terbawa akan semakin sedikit, akan tetapi ada faktor lain yang mungkin mengurangi dampak positif dari perlakuan ini, seperti penyebaran pupuk organik yang tidak merata, kurangnya pengolahan tanah ketika pencampuran pupuk dengan tanah dan pupuk organik yang kurang matang. Dari pengamatan diawal pratikum, diketahui pupuk organik ( pupuk kandang ) yang di sebarkan ketanah tidak matang dan telah kering bergumpal dan mudah hancur. Ini mungkin salah satu masalah dari kenapa dengan perlakuan seperti itu, jumlah sedimen lebih besar.

Data tabel sedimentasi yang terjadiCH (mm) 0,00 5,61 7,65 8,15 8,66 11,21 11,72 14,56 14,78 27,79 28,56 Total Sedimen (ton/ha) Plot 2 Plot 3 Plot 4 0 0 0 0,24 3,53 0 0 0,1 0 0 0,16 0 3,06 1,08 0 1,07 0,15 0 0,79 2,67 0 0,15 1,93 2,31 0 2,68 0 1,21 0,16 2,96 0,47 0,32 2,31

Plot 1 0 0,3225 7,9603 6,3027 1,4847 9,3194 4,6183 0 11,439 0,5805 0,4781

Plot 5 0 0 0,25 0 0 0 0 4,6 6,37 0,39 0,39

Grafik data pengamatan sedimentasi

Grafik 2. Grafik hubungan antara curah hujan terhadap jumlah sedimen dalam lahan

3.3 Pengaruh arah guludan terhadap pertumbuhan tanaman a. Tanaman sawi Perlakuan Guludan searah lereng Guludan tegak lurus lereng Tinggi tanaman pada ulangan 1 2 42,55 31,89 27,90 18,55 Rerata 37,22 23,22

Note : Plot 1 dan 2 adalah perlakuan guludan searah lereng dan plot 3 dan 4 adalah guludan tegak lurus lereng. Satuan yang digunakan dalam tinggi tanaman adalah Cm / Hst. Data diatas adalah data tinggi tanaman pengamatan ke -29 bukan pada akhir tanam, agar perhitungan seragam ( plot 1 mengalami kehilangan tanaman pada pengamatan ke -29)

Dari hasil pengamatan yang dilakukan, didapat pada plot 1, tinggi tanaman yaitu 42,55 cm / Hst. Pada plot 2, tinggi tanaman yaitu 31,89 cm / Hst. Pada plot 3, tinggi tanaman yaitu 27,99 cm / Hst. Pada plot 4, tinggi tanaman yaitu 18,55 cm / Hst. Dari keempat data tersebut, dibagi menjadi 2 bagian sesuai dengan perlakuan arah guludan dan kemudian diambil rata ratanya untuk mengetahui pengaruh arah guludan terhadap pertumbuhan tanaman. Guludan searah lereng yaitu plot 1 dan 2, rata rata tinggi tanaman adalah 37,22 cm /Hst, sedangkan guludan searah kontur yaitu plot 3 dan 4, rata rata tinggi tanaman adalah 23,22 cm / Hst.

Dari hasil pengamatan tinggi tanaman sawi, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan tanaman pada guludan yang searah lereng lebih dominan atau lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tanaman pada guludan searah kontur. Seharusnya dengan adanya guludan searah kontur itu akan meningkatkan pertumbuhan bagi tanaman, sedangkan guludan searah lereng akan membuat pertumbuhan tanaman terhambat, sesuai dengan literatur Sukmana, S ( 1995) yang mengatakan dengan guludan yang searah lereng akan mengakibatkan degradasi lahan, atau penurunan kualitas lahan, sehingga pertumbuhan tanaman akan terganggu. Hasil pengamatan ini berbanding terbalik hasilnya dengan literatur yang ada. Ini dimungkinkan karena jenis tanaman yang tidak menyukai air yang terlalu banyak dilahan atau kondisi tanah yang basah atau tergenang. Jenis tanaman sawi merupakan jenis tanaman dengan perakaran yang pendek dan tidak suka kondisi tanah yang basah atau tergenang ( Sunaryono,1990 ), sehingga jika basah, maka kondisi ini berakibat buruk pada tanaman. Pernyataan ini sesuai dengan hasil pengamatan, bahwasanya dengan adanya guludan searah kontur maka air akan lebih mudah terserap kedalam tanah, sehingga tanah mungkin akan berada dalam kondisi basah untuk beberapa waktu, sedangkan tanaman sawi tidak suka dengan kondisi tanah yang basah, sehingga pertumbuhan tanaman sawi akan terganggu seperti pada plot 3 dan 4. Pada plot 1 dan 2, pertumbuhan tanaman lebih tinggi dari pada plot 3 dan 4, karena kondisi tanah tidak basah. Dapat disimpulkan bahwa arah guludan tidak mempengaruhi pertumbuhan dari tanaman sawi. Ini sesuai dengan literatur Busri saleh, S. Sudjatmiko dan M. Hardinata ( 2007 ) yang mengatakan keragaman tinggi guludan dan lebar guludan berpengaruh tidak nyata terhadap hampir semua variabel kecuali terhadap berat segar akar. Kenyataan ini menunjukkan bahwa secara visual tanaman sawi baik ditanam dengan guludan maupun tanpa guludan pada berbagai arah dan lebar guludan.

Tabel data pengamatan tinggi tanaman sawi

Pengamatan HS Tanggal T 24-Okt-11 1 25-Okt-11 2 26-Okt-11 3 27-Okt-11 4 28-Okt-11 5 29-Okt-11 6 30-Okt-11 7 31-Okt-11 8 01-Nop-11 9 02-Nop-11 10 03-Nop-11 11 04-Nop-11 12 05-Nop-11 13 06-Nop-11 14 07-Nop-11 15 08-Nop-11 16 09-Nop-11 17 10-Nop-11 18 11-Nop-11 19 12-Nop-11 20 13-Nop-11 21 14-Nop-11 22 15-Nop-11 23 16-Nop-11 24 17-Nop-11 25 18-Nop-11 26 19-Nop-11 27 20-Nop-11 28 21-Nop-11 29 22-Nop-11 30 23-Nop-11 31 24-Nop-11 32

Panjang tanaman (cm) Sawi Plot 1 2,37 3,13 3,39 3,70 4,21 4,38 7,06 7,53 8,27 11,16 11,91 13,35 15,33 18,90 19,27 20,28 20,86 21,46 21,62 22,70 31,07 32,39 33,64 35,70 36,23 38,03 40,77 42,55 42,55 0,00 0,00 0,00 Plot 2 1,31 2,06 2,90 3,46 4,05 4,83 5,56 6,04 6,78 7,58 8,95 10,05 11,24 12,45 13,54 14,26 15,46 17,29 18,87 20,12 21,74 22,88 23,78 24,83 25,80 27,84 29,43 30,51 31,89 32,84 33,76 35,15 Plot 3 2,50 3,67 4,90 5,20 6,00 7,80 8,20 9,03 9,58 9,84 10,02 10,30 10,30 10,30 10,38 15,99 15,50 16,75 17,00 18,30 19,00 19,95 19,40 24,35 24,37 25,00 26,50 27,00 27,90 29,15 30,52 30,71 Plot 4 0 1 1,4 3,45 5,26 5,99 6,47 6,78 7 7,03 7,8 8,05 12,17 13,45 15,03 15,96 16 16,15 16,3 16,6 16,7 16,76 17,21 17,98 18 18,02 18,28 18,3 18,55 24,06 26,12 26,98 Plot 5 2,60 3,41 3,97 6,10 6,20 6,45 6,50 6,54 7,66 7,87 8,05 8,90 9,30 9,50 10,00 10,90 11,37 11,71 11,80 12,00 12,40 12,90 15,80 16,10 16,49 17,30 18,26 19,40 21,17 22,00 22,40 22,60

Grafik pengamatan tinggi tanaman sawi

Grafik 3. Grafik tinggi tanaman dalam semua perlakuan

b. Tanaman Bayam Perlakuan Guludan searah lereng Guludan tegak lurus lereng Tinggi tanaman pada ulangan 1 2 37,45 32,56 19,00 10 Rerata 35,01 14,5

Note : Plot 1 dan 2 adalah perlakuan guludan searah lereng dan plot 3 dan 4 adalah guludan tegak lurus lereng. Satuan yang digunakan dalam tinggi tanaman adalah Cm / Hst. Data diatas adalah data tinggi tanaman pengamatan ke -28 bukan pada akhir tanam, agar perhitungan seragam ( plot 1 mengalami kehilangan tanaman pada pengamatan ke -28 )

Dari hasil pengamatan yang dilakukan, didapat pada plot 1, tinggi tanaman yaitu 37,45 cm / Hst. Pada plot 2, tinggi tanaman yaitu 32,56 cm / Hst. Pada plot 3, tinggi tanaman yaitu 19,00 cm / Hst. Pada plot 4, tinggi tanaman yaitu 10 cm / Hst. Dari keempat data tersebut, dibagi menjadi 2 bagian sesuai dengan perlakuan arah guludan dan kemudian diambil rata ratanya untuk mengetahui pengaruh arah guludan terhadap pertumbuhan tanaman. Guludan searah lereng yaitu plot 1 dan 2, rata rata

tinggi tanaman adalah 35,01 cm /Hst, sedangkan guludan searah kontur yaitu plot 3 dan 4, rata rata tinggi tanaman adalah 14,5 cm / Hst. Dari hasil pengamatan tinggi tanaman bayam, didapat bahwa pertumbuhan tanaman pada guludan yang searah lereng lebih dominan atau lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tanaman pada guludan searah kontur. Tanaman bayam adalah tanaman yang hidupnya didataran tinggi dengan curah hujan cukup. Tanaman bayam sangat reaktif terhadap ketersediaan air. Tanaman bayam merupakan tanaman yang membutuhkan air yang lebih, tidak suka dengan kondisi tanah yang kering ( Rukmana, R. 1994 ). Dari hasil studi literatur, hasil pengamatan yang didapat berbanding terbalik dengan hasil studi literatur yang diperoleh. Seharusnya juga dengan adanya guludan searah kontur itu akan meningkatkan pertumbuhan bagi tanaman bayam, karena ketersediaan hara dapat terpenuhi, sedangkan guludan searah lereng akan membuat pertumbuhan tanaman terhambat, sesuai dengan literatur Sukmana, S ( 1995) yang mengatakan dengan guludan yang searah lereng akan mengakibatkan degradasi lahan, atau penurunan kualitas lahan, sehingga pertumbuhan tanaman akan terganggu. Dapat disimpulkan, tidak ada hubungan atau pengaruh arah guludan terhadap pertumbuhan tanaman bayam dari pengamatan ini.

Tabel data pengamatan tinggi tanaman BayamPengamatan HS Tanggal T 24-Okt-11 1 25-Okt-11 2 26-Okt-11 3 27-Okt-11 4 28-Okt-11 5 29-Okt-11 6 30-Okt-11 7 31-Okt-11 8 01-Nop-11 9 Panjang tanaman (cm) Bayam Plot 1 1,02 1,59 1,62 1,94 2,46 3,07 3,32 3,49 4,67 Plot 2 0,76 1,51 2,45 2,94 3,71 4,40 5,39 6,06 7,42 Plot 3 0,00 1,41 1,25 1,62 1,70 1,80 1,80 1,88 3,22 Plot 4 0 2 2,13 2,31 2,38 2,42 2,72 2,75 2,89 Plot 5 0,00 0,00 0,00 2,97 3,40 4,60 5,00 5,55 6,92

02-Nop-11 03-Nop-11 04-Nop-11 05-Nop-11 06-Nop-11 07-Nop-11 08-Nop-11 09-Nop-11 10-Nop-11 11-Nop-11 12-Nop-11 13-Nop-11 14-Nop-11 15-Nop-11 16-Nop-11 17-Nop-11 18-Nop-11 19-Nop-11 20-Nop-11 21-Nop-11 22-Nop-11 23-Nop-11 24-Nop-11

10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32

5,94 6,67 7,90 8,83 8,85 9,91 13,02 13,60 14,99 17,30 19,01 19,34 25,57 25,67 26,24 29,32 29,32 31,71 37,45 0,00 0,00 0,00 0,00

8,52 9,48 10,54 11,34 12,47 13,62 14,89 16,75 18,03 20,00 21,89 23,01 24,24 25,56 26,65 28,20 29,68 31,04 32,56 34,42 35,35 36,93 38,60

2,26 2,36 2,40 2,44 2,50 2,75 3,12 5,63 7,07 7,10 7,12 7,20 7,25 5,22 5,15 16,82 17,00 18,40 19,00 20,70 24,80 25,05 26,45

3,45 3,65 3,85 4,1 4,56 5,02 5,78 5,96 6 6,23 7,12 7,84 7,86 8,21 8,93 9 9,07 9,56 10 12,63 15,85 19,42 21,14

8,10 8,25 8,90 9,00 9,20 9,53 12,80 12,85 13,57 14,00 14,30 14,80 16,86 17,60 18,20 19,04 19,80 20,00 20,70 21,10 21,22 22,18 22,32

Grafik pengamatan tinggi tanaman bayam

Grafik 4. Grafik tinggi tanaman dalam semua perlakuan

c. Tanaman Kangkung Perlakuan Tinggi tanaman pada ulangan Rerata

Guludan searah lereng Guludan tegak lurus lereng

41,35 39,50

38,70 41,65

40,02 40,57

Note : Plot 1 dan 2 adalah perlakuan guludan searah lereng dan plot 3 dan 4 adalah guludan tegak lurus lereng. Satuan yang digunakan dalam tinggi tanaman adalah Cm / Hst. Data diatas adalah data tinggi tanaman pengamatan ke -29 bukan pada akhir tanam, agar perhitungan seragam ( plot 1 mengalami kehilangan tanaman pada pengamatan ke -29)

Dari hasil pengamatan yang dilakukan, didapat pada plot 1, tinggi tanaman yaitu 41,35 cm / Hst. Pada plot 2, tinggi tanaman yaitu 38,70 cm / Hst. Pada plot 3, tinggi tanaman yaitu 39,50 cm / Hst. Pada plot 4, tinggi tanaman yaitu 41,65 cm / Hst. Dari keempat data tersebut, dibagi menjadi 2 bagian sesuai dengan perlakuan arah guludan dan kemudian diambil rata ratanya untuk mengetahui pengaruh arah guludan terhadap pertumbuhan tanaman. Guludan searah lereng yaitu plot 1 dan 2, rata rata tinggi tanaman adalah 40,02 cm /Hst, sedangkan guludan searah kontur yaitu plot 3 dan 4, rata rata tinggi tanaman adalah 40,57 cm / Hst. Dari hasil pengamatan tinggi tanaman kangkung, didapat bahwa pertumbuhan tanaman pada guludan yang searah kontur lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tanaman pada guludan searah lereng. Ini dikarenakan tanaman kangkung merupakan tanaman yang berbatang basah yang membutuhkan banyak air, dan lebih suka pada kondisi tanah yang basah, sehingga apabila ditanam pada kondisi tanah kering, maka pertumbuhan tanaman kangkung akan terhambat. Perlakuan guludan searah kontur cocok untuk tanaman kangkung, karena dengan adanya guludan searah kontur, air limpasan permukaan akan tertahan dan terserap kedalam tanah, sehingga kebutuhan tanaman akan hara tercukupi. Ini sesuai dengan pernyataan Adiwidjaja, rahmat, dkk. (1997) yang mengatakan bahwa tanaman kangkung merupakan tanaman yang membutuhkan banyak air untuk pertumbuhannya. Dapat disimpulkan, bahwa arah guludan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kangkung.

Data pengamatan tinggi tanaman kangkungPengamatan HS Tanggal T 24-Okt-11 1 25-Okt-11 2 26-Okt-11 3 27-Okt-11 4 28-Okt-11 5 29-Okt-11 6 30-Okt-11 7 31-Okt-11 8 01-Nop-11 9 02-Nop-11 10 03-Nop-11 11 04-Nop-11 12 05-Nop-11 13 06-Nop-11 14 07-Nop-11 15 08-Nop-11 16 09-Nop-11 17 10-Nop-11 18 11-Nop-11 19 12-Nop-11 20 13-Nop-11 21 14-Nop-11 22 15-Nop-11 23 16-Nop-11 24 17-Nop-11 25 18-Nop-11 26 19-Nop-11 27 20-Nop-11 28 21-Nop-11 29 22-Nop-11 30 23-Nop-11 31 24-Nop-11 32 Panjang tanaman (cm) Kangkung Plot 1 5,02 5,22 5,26 6,41 7,16 7,34 10,02 10,57 11,18 14,14 15,72 18,31 19,61 21,58 22,45 23,02 23,05 23,71 25,46 28,02 29,18 35,91 36,43 37,25 37,49 37,97 40,00 40,00 41,35 0,00 0,00 0,00 Plot 2 2,08 3,21 4,12 4,76 5,48 6,12 6,67 7,25 8,19 9,97 11,13 12,06 13,02 13,94 15,42 16,88 18,23 19,90 22,10 24,16 26,06 27,53 28,59 29,94 31,55 33,24 35,12 37,20 38,70 39,74 40,98 42,45 Plot 3 5,15 5,79 5,95 6,39 7,00 8,90 9,20 10,31 11,54 13,44 13,60 13,60 13,60 13,70 13,77 17,65 18,00 19,80 22,98 23,55 24,00 29,51 33,06 34,70 34,22 36,00 37,40 38,00 39,50 38,70 41,26 41,95 Plot 4 0 1 1,7 5,95 6,36 7,56 7,64 9 10,06 12,8 13 13,1 15,29 18,36 22,03 22,97 22,99 23 23,05 23,65 26,86 27,29 29,67 33,54 33,87 35 37,25 38,9 41,65 43,21 46,39 47,04 Plot 5 2,58 5,15 6,38 7,57 8,00 8,40 8,90 9,12 10,72 13,05 13,24 14,00 14,60 14,80 15,13 18,55 19,60 20,00 20,10 20,50 20,60 20,09 21,51 21,60 22,10 22,40 23,50 26,00 27,83 28,06 28,94 29,55

Grafik pengamatan tinggi tanaman kangkung

Grafik 5. Grafik tinggi tanaman dalam semua perlakuan

Daftar Pustaka

o

Abdurachman.A., A.Barus., U.Kurnia dan Sudirman, 1985. Peranan Pola tanam

dalam usah Pencegahan erosi pada Lahan Pertanian tanaman semusim. Penerbit. Penelitian Tanah dan Pupuk. Hal. 4: 41-46. o Adiwidjaja, Rahmat, dkk. 1997. Pengaruh Jenis dan Dosis Pupuk Kandang

terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kangkung Darat (Ipomoeae reptans) kultivar sutera pada Inceptisols Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran Fakultas Pertanian UNPAD. o Agus, F., A. Abdurachman, A. Rachman, S.H. Talaohu, A. Dariah, B.R.

Prawiradiputra, B. Hafif, dan S. Wiganda. 1999. Teknik Konservasi Tanah dan Air. Sekretariat Tim Pengendali Bantuan Penghijauan dan Reboisasi Pusat. Dep. Kehutanan. o Abdurachman, dan H. Suwardjo, 1992. Pengaruh teras bangku, gulud, slot

mulsa Flemingia, dan strip rumput terhadap erosi, hasil tanaman dan ketahanan tanah tropudult di Sitiung, hlm 79-89 dalam Pros. Pertemuan Teknis Penelitian Tanah. Bid. Konservasi Tanah dan Air, 22- 24 Agustus 1989. Puslitbangtanak , Bogor. o Busri saleh, S. Sudjatmiko dan M. Hardinata, 2007. Pengaruh Berbagai Tinggi

dan Lebar Guludan terhadap Pertumbuhan dan Hasil Sawi pada Tanah Ultisol. Jurnal

Akta Agrosia Edisi Khusus No. 1. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Bengkulu. hlm 47 52.o

Rukmana, rahmat. 1994. Bayam Bertanam & Pengolahan Pascapanen.

Kanisius. Yogyakarta. o Sukmana. S., 1995. Teknik Konservasi tanah dalam Penanggulangan Degradasi

tanah Pertanian lahan kering, dalam Pros. Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Buku I. Makalah Kebijakan. 26-28 September 1995. Puslittanak Bogor. pp 23-41. o Suriadi,A dan M. Nazam. 2005. Penilaian Kualitas tanah Berdasarkan

Kandungan Bahan Organik ( Studi Kasus di Kabupaten Bima ). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat.o

Sutono, S., A. Abdurachman, dan I. Juarsah. 1996. Perbaikan Tanah Podsolik

Merah Kuning (Haplorthox) Menggunakan Bahan Organik dan Anorganik: Suatu Percobaan Rumah Kasa. Pros. Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Puslittanak. pp 17-37. o 37o

Suwardjo, H., A. Abdurachman, and S. Abujamin. 1989. The use of crop

residue mulch to minimize tillage frequency. Pembrit. Penel. Tanah dan Pupuk 8: 31-

Suwardjo.1981. Peranan Sisa-sisa Tanaman dalam Konservasi Tanah dan Air

pada Usahatani Semusim. Thesis FPS-IPB, Bogor.