LAPORAN PROJECT TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBERDAYA … · dilahan sehingga kendala seperti erosi...

49
1 LAPORAN PROJECT TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBERDAYA LAHAN METODE KONSERVASI TANAH DAN AIR DI AREA DAS MIKRO UB FORESTDISUSUN OLEH: KELOMPOK 2 KELAS G ASISTEN : ZULI KURNIA PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

Transcript of LAPORAN PROJECT TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBERDAYA … · dilahan sehingga kendala seperti erosi...

1

LAPORAN PROJECT

TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBERDAYA LAHAN

“METODE KONSERVASI TANAH DAN AIR DI AREA

DAS MIKRO UB FOREST”

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 2

KELAS G

ASISTEN :

ZULI KURNIA

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2

2016

Judul : “Metode Konservasi Tanah dan Air di Area DAS Mikro UB Forest ”

Penyusun : Kelompok 2

Kelas : G

Anggota Kelompok

Ketua Kelompok : Achmad Nur Kahfi 145040201111027

Anggota Kelompok : 1. Donni Siswahyu P 145040200111025

2 Niswatin Hasanah 145040200111065

3 Rofida Nurliawati D. A 145040200111174

4 Aisyatin Kamila 145040201111074

5 Ayunda Mai Indriyani 145040201111077

6 Erna Aprillia 145040201111078

7 Wuri Nastiti . 145040201111105

8 Oka Pramestia D. 145040201111160

9 Muhammad Fhadillah 145040201111305

3

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... 4

DAFTAR TABEL ......................................................................................................... 5

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. 6

BAB I ............................................................................................................................ 7

PENDAHULUAN ........................................................................................................ 7

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 7

1.2 Tujuan .................................................................................................................. 8

BAB II ........................................................................................................................... 9

PENDEKATAN METODE .......................................................................................... 9

2.1 Inventarisasi Sumber Daya Lahan ....................................................................... 9

2.2 Tingkat Erosi Tanah .......................................................................................... 13

2.3 Klasifikasi Kemampuan Lahan ......................................................................... 16

BAB III ....................................................................................................................... 18

KONDISI SUMBERDAYA LAHAN ........................................................................ 18

3.1 Kondisi Umum DAS Mikro .............................................................................. 18

3.2 Kemampuan Lahan ............................................................................................ 19

3.3 Jenis Erosi di Lahan .......................................................................................... 24

3.4 Permasalahan Lahan .......................................................................................... 25

BAB IV ....................................................................................................................... 27

PERENCANAAN KONSERVASI ............................................................................. 27

4.1 Rekomendasi Detail Konservasi ....................................................................... 27

BAB V ......................................................................................................................... 39

PENUTUP ................................................................... Error! Bookmark not defined.

5.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 39

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 40

LAMPIRAN ................................................................................................................ 45

4

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kondisi bagian atas DAS Mikro Donowarih ............................................ 19

5

DAFTAR TABEL

6

Tabel 1. KKL Satuan Petak Lahan 1 ........................................................................... 20

Tabel 2. KKL Satuan Petak Lahan 2 ........................................................................... 21

Tabel 3. KKL Satuan Petak Lahan 3 ........................................................................... 22

Tabel 4. KKL Satuan Petak Lahan 4 ........................................................................... 23

Tabel 5. Jenis Erosi di Lahan ...................................................................................... 24

Tabel 6. Nilai A (Aktual) dan A (Rekomendasi) ....................................................... 33

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data curah hujan ..................................................................................... 45

7

Lampiran 2. Kelas kesesuaian lahan dan erodibilitas ................................................. 46

Lampiran 3. Perhitungan ............................................................................................. 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lahan merupakan bagian dari bentang lahan (landskap) yang meliputi

lingkungna fisik termasuk didalamnya iklim, topografi / relief, hidrologi tanah

atau curah hujan, dan keadaan vegetasi alami yang ada dalamnya dan

berpengaruh secara potensial terhadap penggunaan lahan tersebut. Penetapan

penggunaan lahan pada umunya didasarkan pada karakteristik lahan dan daya

dukung yang dimiliki lahan dan lingkungannya.Untuk lebih memperluas pola

pengelolaan sumberdaya lahan teknologi usaha tani yang tepat.Pengelolaan

lahan harus memperhatikan kapasitas maksimal dari daya dukung lingkungan,

misalnya topografi lahan tersebut, curah hujan, dan kondisi vegetasi alami

dilahan sehingga kendala seperti erosi maupun degradasi lahan akibat limpasan

permukaan dapat sedikit diatasi.

Erosi dan limpasan permukaan yang tinggi dapat menyebabkan lahan

menjadi terdegradasi, terlebih jika lahan berada di kelerengan yang besar, maka

perlu tindakan pengelolaan yang intensif.Upaya untuk mengelola atau konservasi

di daerah yang terbatas seperti hutan lindung, agroforestri, maupun tegalan

dengan kelerengan besar.Metode konservasi yang dapat dilakukan dapat dengan

teknik konservasi sipil maupun dengan teknik konservasi vegetatif. Teknik

konservasi secara sipil dapat dengan membuat bangunan penahan air akibat erosi

maupun limpasan permukaan seperti teras gulud, teras bangku, dan lainnya.

Teknik konservasi secara vegetatif dapat menggunakkan tanaman penutup tanah.

Dalam melakukan tindakan konservasi, perlu juga diperhatikan tentang

biaya yang digunakan.Perlu dipertimbangkan mengenai tindakan konservasinya,

apakah tindakan yang diambil efisien atau tidak.

8

1.2 Tujuan

Tujuan dari fieldtrip yang dilakukan adalah :

- Menentukan besarnya erosi di wilayah UB Forest, Karang Ploso

- Menentukan rekomendasi tindakan KTA di wilayah UB Forest, Karang Ploso

- Menentukan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk melakukan KTA

diwilayah UB Forest, Karangploso

9

BAB II

PENDEKATAN METODE

2.1 Inventarisasi Sumber Daya Lahan

Dalam pendekatan inventarisasi lahan pada umumnya dilakukan melalui

pengamatan lahan untuk menjelaskan sifat sifat keseluruhan lahan yang menjadi

objek pengamatan. Cara pengamatan demikian ini disebut sampling.Proses

sampling dilakukan melalui pengambilan sampel secara acak. Dalam proses

pengamatan, untuk mengetahui kondisi lahan perlu dilakukan pengumpulan data

awal yakni data primer dan data sekunder. Menurut Dephut (2005) data primer

dapat diperoleh dari survey langsung di lapangan sedangkan data sekunder dapat

diperoleh dari penelusuran terhadap data/dokumen penunjang yang berasal dari

hasil kajian atau penelitian sebelumnya.Data sekunder merupakan pengumpulan

data dari instansi terkait.Hasil yang diharapkan berupa data uraian, data angka,

atau peta mengenai keadaan wilayah studi.Data primer metode pencarian data

dan informasi yang dilakukan diperoleh secara langsung di lapangan umumnya

berupa observasi dan wawancara melalui kuisioner.

Dalam pendekatan inventarisasi lahan, terdapat beberapa kriteria data

yang harus diperoleh untuk penentuan tingkat erosi lahan seperti terangkumnya

informasi tentang curah hujan, erodibilitas tanah, kemiringan lereng, tata guna

lahan, jenis tanah, vegetasi, teknik pengelolaan tanah. Dari data tersebut

sehingga dapat diketahui tingkat besarnya erosi yang terjadi pada lahan. Data

primer yang diperoleh langsung di lapang melalui proses survei lahan. Hal yang

dilakukan dalam survei lapang meliputi pengamatan kondisi umum, pengambilan

sampel, dan pengukuran parameter biofisik lingkungan. Selanjutnya, data

tersebut akan dianalisa, dievaluasi dan ditabulasi untuk disajikan dalam bentuk

peta. Sehingga menghasilkan kesimpulan terkait evaluasi dan rekomendasi

tentang penggunaan lahan yang terbaik dan pula disajikan dalam bentuk laporan

10

akan kondisi lahan tersebut. Berikut ini adalah langkah langkah terkait

pengukuran indeks erosivitas :

• Erosivitas Hujan

Indeks erosivitas dilakukan dengan menggunakan data curah hujan.

Data curah hujan diperoleh dari data yang telah ada sebelumnya.Setelah data

curah hujan di ketahui dimasukkan dalam rumus perhitungan indeks

erosivitas. Erosivitas hujan (R) dapat dihitung dengan menggunakan data

curah hujan bulanan yang digunakan untuk menghitung RM dengan rumus

Bols (1978) dengan menggunakan data curah hujan bulanan di 47 stasiun

penakar hujan di pulau Jawa yang dikumpulkan selama 38 tahun menentukan

besarnya erosivitas hujan tahunan rata-rata:

Rb = 6,119 (Hb)1,21 (HH)-0,47 (I24) 0,53

Dimana : Hb = Rata-rata hujan bulanan (cm)

HH = Rata-rata hari hujan

I24 = Hujan maksimum 24 jam dalam bulan tersebut

(cm)

Rb = Indeks Erosivitas

Sedangkan menurut Utomo =

Rb = 10,80 + 4,15 Hb

Dimana : Hb = Rata-rata hujan bulanan (cm)

Rb = Indeks erosivitas

• Erodibilitas Tanah

Erodibilitas tanah menunjukan tingkat kepekaan tanah terhadap daya

rusak hujan.Perhitungan indeks erodibilitas tanah ditentukan melalui beberapa

11

faktor yang mempengaruhi erodibilitas tanah yaitu tekstur (persen pasir, debu

dan liat), persen bahan organik, struktur tanah dan permeabilitas tanah

(Wischemeier et al., 1971).Persen pasir, debu, liat dapat dilakukan dengan

menggunakan metode feeling method, sedangkan persen bahan organik dapat

diperkirakan dengan melihat tingkat bahan organik di lapangan.Struktur tanah

dapat diketahui dengan mengambil agregat tanah utuh di lapangan.Sedangkan

untuk permeabilitas dapat dihitung dengan menggunakan pipa paralon dari

besi, kemudian tanah diberi air dan dihitung kecepatan air menjenuhkan

tanah.Setelah semua faktor diketahui nilainya dapat dimasukkan dalam rumus

perhitungan indeks erodibilitas tanah menggunakan nomograf, kemudian

hasilnya dibandingkan antara perhitungan dengan rumus dan dengan

nomograf. Erodibilitas (K) dapat ditentukan menggunakan dengan rumus

Hammer (1978) yaitu :

K = 2,713 M 1,14 (10-4) (12-a) + 3,25 ( b-2 ) + 2,5 ( c-3 )

Dimana : K = erodibilitas tanah

M = (% debu +% pasir sangat halus)(100 - % liat)

a = % bahan organik (% Corganik x 1,724)

b = kode struktur tanah

c = kode permeabilitas tanah

• Panjang Lereng

Pengukuran panjang lereng dengan sebelumnya menentukan mapping

unit mikro yang paling dominan, selanjutnya pengukuran panjang lereng

dapat diketahui melalui berapa besar jarak yang ditempuh dalam mengelilingi

lereng tersebut.

12

Dimana : LS = Panjang dan kemiringan lereng

L = Panjang Lereng (m)

S = Kemiringan (%)

• Vegetasi

Faktor tanaman merupakan angka perbandingan erosi dari lahan yang

ditanami sesuatu jenis tanaman dengan erosi pada plot kontrol.Besarnya angka

ini dengan melihat kemampuan tanaman untuk menutup tanah. Semakin padat

pertanaman maka akan semakin besar hujan yang terintersepsi sehingga erosi

akan menurun. Selain itu, sistem perakaran dapat mengurangi erosi yaitu

melalui sistem perakaran yang luas dan padat dapat mengurangi erosi (Utomo,

1994).

• Pengelolaan Tanah

Perhitungan nilai faktor pengelolaan dengan cara membagi kehilangan

tanah dari lahan yang diberi perlakuan dengan kehilangan tanah dari petak

baku. Pengelolaan tanah yang baik dapat memperlambat laju erosi.Laju erosi

dapat dipercepat ketika manusia mengekploitaso alam dengan budidaya

tanaman yang salah.Namun hal tersebut juga dapat dikendalikan dengan

mengkonversi lahan seperti reboisasi.

Selanjutnya pendugaan erosi atau besarnya kehilangan tanah dapat dihitung

dengan melibatkan semua faktor yang mempengaruhi erosi yaitu erosivitas,

erodibilitas, panjang dan kemiringan lereng yang akan dihasilkan besarnya

kehilangan tanah pada suatu lahan dalam ton/ha/tahun dengan rumus sebagai berikut :

A = R x K x L x S x C x P

Dimana : A =Jumlah tanah yang hilang (ton/ha/tahun)

R = Indeks erosivitas hujan

13

K = Faktor erodibilitas tanah

L = Faktor panjang lereng

S = Faktor kemiringan lereng

C = Faktor tanaman

P = Faktor Pengelolaan

2.2 Tingkat Erosi Tanah

Menurut Alie (2015) erosi tanah umumnya diartikan sebagai proses

penghanyutan tanah oleh desakan-desakan air dan angin. Dua penyebab utama

terjadinya erosi adalah erosi yang disebabkan secara alamiah dan erosi yang

disebabkan oleh aktivitas manusia.Erosi alamiah dapat terjadi untuk

mempertahankan keseimbangan tanah secara alami.Erosi karena faktor alamiah

umumnya masih memberikan media yang memadai untuk berlangsungnya

kehidupan tanaman. Sedangkan erosi karena kegiatan manusia biasanya

disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat bercocok tanam

yang tidak sesuai kaidah-kaidah konservasi tanah atau kegiatan pembangunan

yang bersifat merusak keadaan fisik tanah antara lain pembuatan jalan di daerah

dengan kemiringan lereng yang besar.

Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan

tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Suripin, 2004).

Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu pelepasan (detachment),

pengangkutan (transportation), dan pengendapan (deposition) bahan,bahan tanah

oleh penyebab erosi (Asdak, 1995).

Menurut Herawati (2010), tingkat Bahaya Erosi (TBE) adalah perkiraan

jumlah tanah yang hilang maksimum yang akan terjadi pada suatu lahan, bila

pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi tanah tidak mengalami perubahan.

Menurut Fahliza, dkk. (2013) menyatakan bahwa faktor- faktor yang

mempengaruhi erosi , yaitu Erosivitas dan erodibilitas.Erosivitas merupakan sifat

14

curah hujan ; hujan dengan intensitas rendah jarang menyebabkan erosi, tetapi

hujan yang lebat dengan periode yang panjang maupun pendek dapat

menyebabkan adanya limpasan yang besar dan kehilangan tanah. Sifat curah

hujan yang mempengaruhi erosivitas dipandang sebagai energi kinetik butir-butir

hujan yang menumbuk permukaan tanah. Curah hujan yang jatuh secara

langsung atau tidak langsung dapat mengikis permukaan tanah secara perlahan

dengan pertambahan waktu dan akumulasi intensitas hujan tersebut akan

mendatangkan erosi. Sedangkan Erodibilitas merupakan ketidak sanggupan tanah

untuk menahan tumbukan butir-butir hujan.Tanah yang tererosi cepat pada saat

ditumbuk oleh butir-butir hujan mempunyai erodibilitas yang tinggi.

Menurut Thompson (1957) Jumlah dugaan erosi yang terjadi selama

periode tertentu (satu musim atau satu tahun) digunakan metode pendugaan erosi

yang selama ini dikenal dan digunakan secara luas di Indonesia yaitu universal

soil loss equation (USLE). Rumus penduga tersebut: A = RKLSP (Wischmeier

and Smith 1978). A = Jumlah tanah hilang maksimum dalam ( t ha-1

tahun-1

); R =

erosivitas hujan; K = faktor erodibilitas tanah; LS = indeks panjang dan

kemiringan lahan; C = indeks faktor pengelolaan tanaman; P = indeks faktor

tindakan konservasi tanah.

Menurut Ditjen RRL-Dephut (1986) untuk menilai tingkat bahaya erosi

digunakan kelas tingkat bahaya erosi .

a) Erosivitas hujan (R)

Erosivitas hujan adalah kemampuan hujan untuk menyebabkan erosi.

Untuk menghitung nilai R digunakan rumus yang dikembangkan oleh Bols

(1978), sebagai berikut: Rm= 2.21 (Rain)m1,36, dimana Rm = erosivitas hujan

bulanan dan (Rain)m = curah hujan bulanan (cm).

b) Erodibilitas tanah (K)

Erodibilitas tanah (K) atau kepekaan erosi tanah adalah kemampuan

tanah dapat tererosi (Hudson, 1971). Erodibilitas adalah jumlah tanah tererosi

(t/ha) per unit indeks erosivitas hujan pada sebidang lahan dengan panjang

15

lereng 22,1 m dan kemiringan lahan 9%, selalu dalam keadaan terolah tanpa

tanaman dan tanpa tindakan konservasi tanah paling sedikit 2 tahun. Faktor

erodibilitas diperoleh dengan menggunakan nomograf (Wischmeier et al

1971) yaitu merupakan fungsi dari kadar debu, pasir, bahan organik tanah

serta struktur dan permeabilitas tanah. Oleh karena itu harus tersedia data:

tekstur tanah meliputi persentase pasir kasar, debu, pasir sangat halus (dapat

diduga sepertiga dari % pasir), persentase bahan organik (dihitung dengan %

C x 1,724), struktur tanah dan permeabilitas tanah.

c) Faktor panjang dan kemiringan lahan (LS)

Faktor panjang lereng dan kemiringan lahan (LS) dihitung dengan

rumus Morgan (1979) sebagai berikut: LS = (√L/100) (1,38 + 0,965 S +

0,138 S2), dimana LS = faktor lereng; L = panjang lereng (m); dan S= persen

kemiringan lahan. Nilai panjang lereng yang digunakan untuk mendapatkan

nilai faktor L=1 adalah 22 m (Wischmeier and Smith, 1978). Kemiringan

lahan di Desa Batursari diperkirakan antara 15-35% dan > 50% dengan

panjang lereng masing-masing + 60 m dan ± 50 m. Sedangkan di Kledung

kemiringannya 15–35% dan 35–50% dengan panjang lereng ±100 m dan ±

50 m.

d) Faktor pengelolaan tanaman (C)

Indeks pengelolaan tanaman dihitung dengan mempertimbangkan sifat

perlindungan tanaman terhadap erosivitas hujan, dari mulai pengolahan tanah,

sampai panen dan bahkan hingga pertanaman berikutnya.Penyebaran hujan

selama satu tahun pun perlu mendapat perhatian. Dengan tidak mengurangi

dasar ketelitian indeks faktor C di dekati dengan menggunakan nilai faktor C,

dengan pertanaman tunggal dan dengan berbagai pengelolaan tanaman

(Abdurachman et al ,1981 dan Hammer 1981).

16

e) Faktor tindakan konservasi (P)

Faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah yaitu nisbah antara

besarnya erosi dari tanah yang diberi tindakan konservasi khusus seperti

pengolahan tanah menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras terhadap

besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan identik

(Arsyad, 1989). Erosi yang diperhitungkan dalam tulisan ini adalah pada

lahan yang belum ada tindakan konservasi tanah untuk Desa Batursari, dan

lahan dengan tindakan konservasi belum sempurna yaitu guludan memotong

lereng tetapi jarak antar guludan terlalu jauh ( >7 m), serta rumput penguat

guludan belum ditanam dengan baik.

2.3 Klasifikasi Kemampuan Lahan

Kemampuan lahan adalah cara klasifikasi lahan yang dikembangkan

terutama untuk tujuan konservasi tanah yang berpotensi pad lahan untuk

penggunaan berbagai bidang pertanian dan non pertanian. Untuk menentukan

jenis-jenis tanaman tertentu serta tindakan pengelolaanya dan faktor pembatas,

seperti budidaya tanaman pertanian, padang rumput dan agroforestry (Fletcher

nad Gibb, 1990). Kelas kemampuan lahan merupakan tingkat kecocokan pada

penggunaan lahan yang di kelompokkan dalam delapan kelas.Lahan I sampai IV

lahan yang cocok untuk bidang pertanian. Sedangkan untuk lahan V sampai VIII

di gunakan lahan non pertanian ( Arsyad, 2006).

Kelas-kelas kemampuan lahan dapat dibedakan sebagai berikut:

Kelas I dengan ciri tanah datar, butiran tanah agak halus, mudah di olah,

sangat responsive terhadap pemupukan dan memiliki system pengairan yang

baik.

Kelas II dengan ciri lereng landai, butiran tanahnya halus sampai agak kasar.

Tanah ini agak peka terhadap erosi.

Kelas III dengan ciri tanah terletak didaerah yang agak miring dengan system

pengairan air yang kurang baik. Tanah ini sesuai untuk jenis pertanian dengan

17

membuat terasering, pergiliran tanaman dan system tanam alur( alay

cropping).

Kelas IV dengan ciri lahan terletak di wilayah yang miring sekitar 12-30%

dengan system pengairan yang buruk.

Kelas V lahan terletak diwilayah yang datar atau agak cekung namun

permukaannya banyak mengandung batu dan liat. Karena terdapat didaerah

cekung, tanah ini sering sekali tergenang air sehingga tanah menjadi asam.

Tanah ini tidak cocok di jadikan lahan pertanian dan lebih cocok untuk di j

adikan padang rumput atau dihutankan.

Kelas VII lahan dengan ciri ketebalan tanahnya tipis dan terletak didaerah

yang agak curam dengan kemiringan lahan sekitar 30-45%. Lahan ini rentan

terhadap erosi sehingga lebih cocok dijadikanpadang rumputkan dan

dihutankan.

Kelas VII lahan dengan ciri terletak di wilayah yang sangat curam dengan

kemiringan antara 45-65 % dan tanahnya sudah mengalami erosi berat.

Sehingga tanah ini tidak sesuai apabila di jadikan lahan pertanian dan lebih

cocok di jadikan hutan.

Kelas VIII lahan dengan ciri kemiringan diatas 65%, butiran tanah kasar, dan

mudah lepas dari induknya. Tanah ini sangat rawan terhadap kerusakan,

karena lahan ini harus di biarkan secara alamiah tanpa adanya campur tangan

manusia atau untuk dijadikan cagar alam (Rayes, 2007).

18

BAB III

KONDISI SUMBERDAYA LAHAN

3.1 Kondisi Umum DAS Mikro

Kegiatan fieldtrip praktikum Teknologi Konservasi dan Sumberdaya

Lahan dilaksanakan di DAS Mikro Dusun Borogragal Desa Donowarih

Kecamatan Karangploso dan berada di kawasan UB forest yang secara

administratif terletak di wilayah Kabupaten Malang. Desa Donowarih adalah

salah satu Desa yang berada di Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang

Propinsi Jawa Timur terletak sebelah selatan kaki Gunung Arjuna bahkan

sebagian dusunnya berada di lereng gunung, topografi berupa dataran dan

perbukitan serta berada pada ketinggian 600 sampai dengan 850 m dari

permukaan air laut sehingga desa ini memiliki hawa sejuk dan dingin.

Pada lahan yang kami amati dibagi menjadi 4 SPL, SPL tersebut dibagi

berdasarkan kelerengannya. Pada SPL 1 berada pada kelerengan 25 – 40 %

dengan tanaman pinus, buncis, cabai rawit, kopi, dan pemukiman. SPL 2 berada

pada kelerengan 15 – 25 % dengan tanaman cabai, kopi dan pinus. SPL 3 berada

pada kelerengan 3 – 8 % dengan tanaman kopi, cabai, dan pinus. SPL 4 berada

pada kelerengan >60 % dengan tanaman yang berada di lahan tersebut adalah

talas, jagung, pinus dan kopi. Sebagian besar dari DAS mikro ini merupakan

kawasan milik masyarakat. Oleh karena itu banyak tanaman semusim yang

ditanam disekitar lahan yang diamati. Banyak masyarakat yang membuka lahan

hutan untuk pertanian. Hanya sebagian dari kawasan DAS mikro ini tertutup oleh

tegakan (hutan) dan semak, sementara sebagian besar terbuka dan sudah

disiapkan untuk ditanami tanaman semusim oleh penduduk disekitar kawasan

DAS mikro.

19

Gambar 1. Kondisi bagian atas DAS Mikro Donowarih

3.2 Kemampuan Lahan

Satuan lahan lazim digunakan sebagai satuan analisis dalam kajian

geografi. Menurut Sitorus, (1995: 93) satuan laan merupakan kelompok lokasi

yang berhubungan dengan bentuk lahan tertentu dalam sistem lahan dan seluruh

satuan lahan yang sama dan mempunyai asosiasi lokasi yang sama.sistem lahan

merupakan area yang mempunyai pola yang berulang dari topografi, tanah dan

vegetasi. Pembagian satuan pengelolaan konservasi sumberdaya lahan pada

satuan petak lahan bertujuan agar masih-masing SPL mendapatkan

tindakan/perlakuan sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya. Pembagagian SPL

yang kami lakukan berdasarkan dengan kelas kemampuan lahan menurut Rayes

(2006). Hasil survei dan evaluasi yang telah kami lakukan didapatkan dua SPL

dengan pembagiannya seperti pada tabel berikut:

20

Tabel 1. KKL Satuan Petak Lahan 1

FORM PENILAIAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN

SPL 1

Faktor Pembatas Hasil Pengamatan di Lapangan Kode/Kelas

Tekstur Tanah Atas: lempung berpasir

Bawah:lempung berliat

III

Lereng 26,79% IV

Drainase Baik I

Kedalaman Efektif 100-150 cm I

Tingkat Erosi Ringan II

Permeabilitas Sedang IV

Batu/Kerikil Tidak ada I

Bahaya Banjir Tidak ada I

Faktor Pembatas e,s

Kelas Kemampuan Lahan IV

Data survei yang kami dapatkan menunjukkan kondisi aktual lahan

seperti yang tertera pada tabel di atas. SPL I memiliki Kelas Kemampuan Lahan

kelas IV dengan faktor pembatas berupa lereng dan tanah, sehingga memiliki

Sub Kelas IV e,s.

21

Tabel 2. KKL Satuan Petak Lahan 2

FORM PENILAIAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN

SPL 2

Faktor Pembatas Hasil Pengamatan di Lapangan Kode/Kelas

Tekstur Tanah Atas: lempung berdebu

Bawah:lempung berliat

I

Lereng 21% IV

Drainase Baik I

Kedalaman Efektif 100-150 cm I

Tingkat Erosi Agak berat IV

Permeabilitas Sedang I

Batu/Kerikil Sedikit I

Bahaya Banjir Tidak pernah I

Faktor Pembatas E

Kelas Kemampuan Lahan IV

Data survei yang kami dapatkan menunjukkan kondisi aktual lahan

seperti yang tertera pada tabel di atas. SPL 2 memiliki Kelas Kemampuan Lahan

kelas IV dengan faktor pembatas berupa lereng, sehingga memiliki Sub Kelas IV

e.

22

Tabel 3. KKL Satuan Petak Lahan 3

FORM PENILAIAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN

SPL 3

Faktor Pembatas Hasil Pengamatan di Lapangan Kode/Kelas

Tekstur Tanah Atas: lempung liat berpasir

Bawah: lempung

I

I

Lereng 6.99% II

Drainase Baik I

Kedalaman Efektif 100-150 cm I

Tingkat Erosi Ringan II

Permeabilitas Sedang I

Batu/Kerikil Tidak ada I

Bahaya Banjir Tidak ada I

Faktor Pembatas E

Kelas Kemampuan Lahan II

Data survei yang kami dapatkan menunjukkan kondisi aktual lahan

seperti yang tertera pada tabel di atas. SPL 3 memiliki Kelas Kemampuan Lahan

kelas II dengan faktor pembatas berupa lereng, sehingga memiliki Sub Kelas II e.

23

Tabel 4. KKL Satuan Petak Lahan 4

FORM PENILAIAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN

SPL 4

Faktor Pembatas Hasil Pengamatan di Lapangan Kode/Kelas

Tekstur Tanah Atas: lempung berpasir

Bawah:lempung berpasir

III

III

Lereng >60% VIII

Drainase Agak baik II

Kedalaman Efektif 150 cm I

Tingkat Erosi Ringan II

Permeabilitas Agak cepat III

Batu/Kerikil Sedikit I

Bahaya Banjir Tidak ada I

Faktor Pembatas E

Kelas Kemampuan Lahan VIII

Data survei yang kami dapatkan menunjukkan kondisi aktual lahan

seperti yang tertera pada tabel di atas. SPL 4 memiliki Kelas Kemampuan Lahan

kelas VIII dengan faktor pembatas berupa lereng, sehingga memiliki Sub Kelas

VIII e.

24

Berdasarkan data survei yang telah diperoleh didapatkan hasil bahwa

SPL1, SPL 2, SPL3, Dan SPL 4 memiliki faktor pembatas berupa lereng.

Vegetasi aktual di lahan tersebut didominasi oleh tanaman pinus dan kopi.

Menurut Rayes (2006), hambatan atau ancaman kerusakan pada lahan kelas IV

lebih besar dari pada kelas II, dan pilihan tanaman juga lebih terbatas. Jika

dipergunakan untuk tanaman semusim diperlukan pengelolaan yang lebih hati-

hati dan tindakan konservasi tanah lebih sulit diterapkan dan dipelihara, seperti

teras bangku, saluran bervegetasi, dan pengendali, disamping tindakan yang

dilakukan untuk memelihara kesuburan dan kondisi fisik tanah. Lahan dikelas IV

dapat dipergunakan untuk tanaman semusim dan tanaman pertanian pada

umumnya, tanaman rumput, hutan produksi, padang penggembalaan, hutan

lindung dan suaka alam.

3.3 Jenis Erosi di Lahan

Tabel 5. Jenis Erosi di Lahan

SPL Jenis-jenis erosi yang ditemukan di lahan

Identifikasi erosi

di lapang

A

(ton/ha/tahun)

Edp

(ton/ha/thn)

1. Erosi percik dan alur 98,61 28,8

2. Erosi percik dan alur

1677,87

28,8

3. Erosi percik dan alur 181,13 28,8

4. - - -

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pada SPL 1 dengan kelerengan 25

– 40% nilai erosi sebesar 98,61 ton/ha/tahun dan nilai Edp sebesar 28,8

ton/ha/tahun, SPL 2 dengan kelerengan 15 – 25% nilai erosi sebesar 1677,87

ton/ha/tahun dan Edp sebesar 28,8 ton/ha/tahun, dan SPL 3 dengan kelerengan 3

– 8% nilai erosi sebesar 181,13 ton/ha/tahun dan Edp sebesar 28,8 ton/ha/tahun.

25

Pada SPL 4 kelerengannya sebesar >60% sehingga lebih ditujukan sebagai cagar

alam. 1089,54

Lereng dengan kemiringan 30 – 45 % sangat sensitif terhadap bahaya

erosi.Berdasarkan data yang diperoleh dapat dikatakan bahwa nilai erosi lebih

besar dari pada nilai Edp (erosi yang diperbolehkan). Edp (erosi yang

diperbolehkan) yaitu jika laju erosi lebih kecil dibandingkan laju pembentukan

tanah. Hal ini berarti terdapat lahan yang digunakan tidak sesuai dengan

kemampuannya.Sehingga memicu terjadinya erosi pada kawasan tersebut.Pada

SPL 2 berdasarkan identifikasi yang telah dilakukan, erosi yang terjadi di lahan

adalah erosi percik dan erosi alur. Menurut Arsyad (2000), erosi alur terjadi jika

air terkonsentrasi dan mengalir pada tempat-tempat tertentu di permukaan

tanah, sehingga proses penggerusan tanah banyak terjadi pada tempat

tersebut, yang kemudian membentuk alur-alur. Pada lahan tersebut terdapat

banyak seresah, seperti daun, ranting, dan sebagainya yang belum hancur yang

menutupi permukaan tanah, merupakan pelindung tanah terhadap kekuatan

perusak butir-butir hujan yang jatuh. Pengaruh utama bahan organik adalah

memperlambat aliran permukaan, meningkatan infiltrasi, dan memantapkan

agregat tanah (Arsyad, 2000). Hudson (2002) menyatakan bahwa curah hujan

yang dapat menimbulkan erosi sebanyak 600 mm/jam dan melihat erosi dari

dua segi yaitu faktor penyebab, yang dinyatakan dalam erosivitas, dan

faktor tanah yang dinyatakan dalam erodibilitas.

3.4 Permasalahan Lahan

Area konservasi yang dilakukan di daerah Karangploso yang bertempatan

di UB Forest , terdapat permasalahan berupa erosi. Menurut Mardiatno (2011)

Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi adalah hujan, tanah, kemiringan,

vegetasi dan manusia. Apabila tekuk lereng semakin besar maka koefisien aliran

dan daya angkut meningkat, kestabilan tanah dan kestabilan lereng menurun,

erosi percik meningkat dan perpindahan material tanah lebih besar. Kedua faktor

tersebut merupakan pemicu terjadinya erosi. Erosi yang ditemukan di daerah

26

tersebut ada 2 yaitu erosi percik dan erosi alur. Erosi percik disebabkan oleh

percikan butir air hujan melemparkan partikel tanah ke udara ke segala arah.

Curah hujan yang jatuh ke permukaan tanah memiliki diameter yang berbeda-

beda sehingga memiliki energi tumbukan yang berbeda. Energi tumbukan ini

bergantung dari kecepatan jatuhnya tetesan air, diameter butiran tetesan hujan

dan intensitas hujan. Sedangkan erosi alur ini terjadi karena adanya pengikisan

tanah oleh aliran air yang membentuk parit atau saluran kecil, parit tersebut

mengalami konsentrasi aliran air hujan yang akan mengikis tanah (Mardiatno,

2011). Erosi ini tidak berbahaya karena terjadi dalam keseimbangan alami.

Sedangakan erosi dipercepat merupakan erosi yang terjadi lebih cepat akibat

aktifitas manusia yang menganggu keseimbangan alam. Jumlah tanah yang

tererosi lebih banyak daripada tanah yang terbentuk. Erosi ini berjalan sangat

cepat sehingga tanah di permukaan (top soil) menjadi hilang.

27

BAB IV

PERENCANAAN KONSERVASI

4.1 Rekomendasi Detail Konservasi

Konservasi merupakan suatu upaya atau tindakan yang ditujukan untuk

dapat menjaga atau memperbaiki suatu keadaan hingga dapat dimanfaatkan

secara terus menerus. Konservasi sumberdaya lahan dan air mempunyai tujuan

utama untuk mempertahankan tanah dan air dari kehilangan dan kerusakannya

melalui pengendalian erosi, sedimnetasi dan banjir sehingga lahan dan air dapat

dimanfaatkan secara optimal dan lestaru untuk sebesar – besar kemakmuran

rakyat. Upaya tersebut harus sesuai dengan kondisi – kondisi yang ada dilahan

sehingga tidak menambah kerusakan dan mampu memberikan pertimbangan

yang lebih baik. Banyaknya SPL pada lahan yang diamati terdapat 4 SPL.

Keseluruhan lahan tersebut memiliki kelas kemampuan lahan yang berbeda

dengan faktor pembatas yang sama. Pada SPL 1 memiliki kelas kemampuan

lahan IV e,s SPL 2 IVe, SPL 3 IIe dan SPL IV VIIIe. Kemampuan lahan yang

berbeda menyebabkan konservasi yang dilakukan juga berbeda. Karena masing –

masing lahan memiliki kemampuan dan kesesuaian lahan yang berbeda.

Konservasi yang digunakan adalah konservasi vegetasi dan mekanik.

Konservasi vegetasi merupakan suatu cara pengelolaan lahan miring dengan

menggunakan tanaman sebagai sarana konservasi tanah (Seloliman, 1997).

Tanaman penutup tanah ini selain untuk mencegah atau mengendalikan bahaya

erosi juga dapat berfungsi memperbaiki struktur tanah, menambahkan bahan

organik tanah, mencegah proses pencucian unsur hara dan mengurangi fluktuasi

temperatur tanah. Sedangkan konservasi tanah mekanik menurut Dariah dkk

(2010), adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah,

dan pembuatan bangunan yang ditujukan untuk mengurangi aliran permukaan

dan erosi serta meningkatkan kelas kemampuan tanah. Teknik konservasi tanah

ini dikenal pula dengan sebutan metode sipil teknis. Konservasi vegetasi yang

28

digunakan pada setiap SPL yaitu melakukan penanaman tahunan dan tanaman

herbal sebagai tanaman semusim. Tanaman tahunan yang ditanam yaitu tanaman

pinus, suren dan kesemek. Sedangkan tanaman herbal yang ditanam yaitu

tanaman jahe, akar wangi dan jintan hitam.

Selain digunakan untuk konservasi, tanaman – tanaman tersebut juga

memiliki sejumlah manfaat. Hampir semua bagian tanaman pinus dapat

dimanfaatkan, antara lain bagian batangnya dapat disadap untuk diambil

getahnya. Getah pinus dapat diolah menjadi bahan pengencer cat. Hasil kayunya

bermanfaat untuk konstruksi, korek api, pulp, dan kertas serat panjang. Selain itu,

banyak juga manfaat lain yang digunakan untuk kesehatan seperti mengurangi

stress, sembuhkan bronchitis dan redakan nyeri otot (Ajim, 2015). Begitu halnya

dengan tanaman suren yang sering ditanam di perkebunan the sebagai pemecah

angin. Jenis ini cocok sebagai naungan dan pohon disepanjang tepi. Kayunya

bernilai tinggi dan mudah digergaji serta memiliki sifat kayu yang baik

(Anonymous, 2015). Tak hanya itu, buah kesemek juga memiliki banyak manfaat

buahnya untuk kesehatan karena kandungan seratnya dua kali lebih banyak

daripada buah apel.

Selain itu, tanaman herbal yang ditanam seperti tanaman jahe, akar wangi

dan jintan hitam memiliki sejumlah manfaat. Manfaat jahe selaindigunakan

sebagai bumbu masak, jahe jugadimanfaatkan pada industry obat,minyak wangi,

industry jamu tradisional, asinan jahe, pestisida alami, minyak atsiri, eskrim

campuran sosis dan lain – lain (Titasari, 2015). Sesuai dengan namanya,

penggunaan akar wangi memang tak jauh dengan hal – hal yang berhubungan

dengan wewangian. Akar wangi merupakan bahan yang digunakan untuk

menghasilkan minyak vetiveria (minyak esensial), yang dibutuhkan

dalamindustri kosmetik, parfum, serta sabun untuk mandi. Akar wangi juga dapat

digunakan untuk mengusir serangga bahkan ramuanakar wangi dapat digunakan

sebagai obat kumur serta obat gosok (Anonymous, 2013). Sedangkan manfaat

tanaman jintan hitam yaitubanyak digunakan untuk pengobatan berbagai macam

29

penyakit diantaranya gangguan perut, meningkatkan sistem kekebalan tubuh,

menyembuhkan asma dan alergi, mengobati kanker serta gangguan pencernaan.

Konservasi yang digunakan menggunakan jenis konservasi wanatani

(agroforestry) yang merupakan bentuk usaha konservasi tanah yang

menggabungkan antara tanaman pohon – pohonan, atau tanaman tahunan dengan

tanaman komoditas lain yang ditanam secara bersama – sama ataupun

bergantian. Penggunaan tanaman tahunan mampu mengurangi erosi lebih baik

daripada tanaman komoditas pertanian khususnya tanaman semusim. Tanaman

tahunan mempunyai luas penutupan daun yang relatif lebih besar dalam menahan

energi kinetik air hujan, sehingga air yang sampai ke tanah dalam bentuk aliran

batang (stemflow) dan aliran tembus (throughfall) tidak menghasilkan dampak

erosi yang begitu besar. Sedangkan tanaman semusim mampu memberikan efek

penutupan dan perlindungan tanah yang baik dari butiran hujan yang mempunyai

energi perusak. Penggabungan keduanya diharapkan dapat memberi keuntungan

ganda baik dari tanaman tahunan maupun dari tanaman semusim.

Penerapan wanatani pada lahan dengan lereng curam atau agak curam

mampu mengurangi tingkat erosi dan memperbaiki kualitas tanah, dibandingkan

apabila lahan tersebut gundul atau hanya ditanami tanaman semusim. Menurut

Balai Penelitian Tanah (2003), proporsi tanaman tahunan makin banyak pada

lereng yang semakin curam demikian juga sebaliknya. Tanaman semusim

memerlukan pengolahan tanah dan pemeliharaan tanaman yang lebih intensif

dibandingkan dengan tanaman tahunan. Pengolahan tanah pada tanaman

semusim biasanya dilakukan dengan cara mencangkul, mengaduk tanah, maupun

cara lain yang mengakibatkan hancurnya agregat tanah, sehingga tanah mudah

tererosi. Semakin besar kelerengan suatu lahan, maka risiko erosi akibat

pengolahan tanah juga semakin besar. Penanaman tanaman tahunan tidak

memerlukan pengolahan tanah secara intensif. Perakaran yang dalam dan

penutupan tanah yang rapat mampu melindungi tanah dari erosi.

30

Menurut P3HTA (1987), acuan umum proporsi tanaman pada

kemiringan lahan berbeda – beda. Pada kemiringan lahan <15% proporsi

tanaman tahunan yang ditanam sebanyak 25% dan tanaman semusim 75%. Pada

lahan yang memiliki kemiringan 15 – 30%, proporsi tanaman yang ditanam

berupa tanaman tahunan dan musiman 50%. Sedangkan pada lahan dengan

kemiringan 30- 45% proporsi tanaman tahunan 75% dan tanaman semusim 25%

dan kemiringan lahan >45% ditanami tanaman tahunan 100%. Mengingat

permasalahan pada keempat SPL adalah erosi.

SPL 1

Konservasi yang dilakukan pada SPL 1 adalah konservasi vegetative,

pada SPL ini diketahui bahwa nilai erosi lebih besar dibanding nilai edp sehingga

perlu dilakukan konservasi. Untuk itulah rekomendasi pada SPL 1 dilakukan

penanaman tanaman tahunan sebanyak 50% berupa tanaman kesemek dan

tanaman musiman sebanyak 50% berupa tanaman jahe. Tanaman jahe ditanam

disela sela tanaman kesemek. Proporsi tersebut dikarenakan kelerengan pada

SPL 1 sebesar 26,79%. Menurut Balai Penelitian Tanah (2003), pertanaman sela

adalah pertanaman campuran antara tanaman tahunan dengan tanaman semusim.

Sistem ini banyak dijumpai di daerah hutan atau kebun yang dekat dengan lokasi

permukiman. Tanaman sela juga banyak diterapkan di daerah perkebunan,

pekarangan rumah tangga maupun usaha pertanian tanaman tahunan lainnya.

Dari segi konservasi tanah, pertanaman sela bertujuan untuk meningkatkan

intersepsi dan intensitas penutupan permukaan tanah terhadap terpaan butir-butir

air hujan secara langsung sehingga memperkecil risiko tererosi. Sebelum kanopi

tanaman tahunan menutupi tanah, lahan di antara tanaman tahunan tersebut

digunakan untuk tanaman semusim.

SPL 2

Pada SPL 2, kemampuan lahan yang dimiliki masuk dalam tingkat IVe.

Nilai erosi lebih besar dibanding nilai edp sehingga perlu dilakukan konservasi.

Konservasi yang dilakukan pada SPL 2 berupa konservasi vegetative. SPL 2

dengan kemiringan lahan 21% ditanami tanaman tahunan dan musiman dengan

31

proporsi yang sama sebesar 50%. Tanaman tahunan yang ditanam pada SPL 2

berupa tanaman kesemek dan tanaman suren. Tanaman kesemek dimanfaatkan

buahnya dan tanaman suren dimanfaatkan kayunya. Sedangkan tanaman

semusim yang ditanam berupa akar wangi. Penanaman pada SPL 2 berupa talun.

Menurut Balai Penelitian Tanah (2003), talun adalah lahan di luar wilayah

permukiman penduduk yang ditanami tanaman tahunan yang dapat diambil kayu

maupun buahnya. Sistem ini tidak memerlukan perawatan intensif dan hanya

dibiarkan begitu saja sampai saatnya panen. Karena tumbuh sendiri secara

spontan, maka jarak tanam sering tidak seragam, jenis tanaman sangat beragam

dan kondisi umum lahan seperti hutan alami. Ditinjau dari segi konservasi tanah,

talun hutan rakyat dengan kanopi yang rapat dapat mencegah erosi secara

maksimal juga secara umum mempunyai fungsi seperti hutan. Hal ini cocok

karena tanaman akar wangi memiliki masa panen selama 8 bulan.

SPL 3

Nilai erosi pada SPL 3 lebih besar disbanding nilai edp. Sehingga perlu

dilakukan konservasi. Pada SPL 3 dengan kemiringan lahan 6,99% dilakukan

konservasi vegetative dengan melakukan penanaman tanaman tahunan berupa

tanaman kesemek dan suren sebanyak 25%. Sedangkan proporsi tanaman

semusim sebanyak 75% berupa tanaman jintan hitam dan jahe. Tanaman jahe,

jintan hitam, kesemek dan suren ditanam pada SPL 3 yang jauh dari pemukiman

warga sehingga ditanam dengan sistem kebun campuran. Menurut Balai

Penelitian Tanah (2003), kebun campuran lebih banyak dirawat. Tanaman yang

ditanam adalah tanaman tahunan yang dimanfaatkan hasil buah, daun, dan

kayunya. Kadang-kadang juga ditanam dengan tanaman semusim. Apabila

proporsi tanaman semusim lebih besar daripada tanaman tahunan, maka lahan

tersebut disebut tegalan. Kebun campuran ini mampu mencegah erosi dengan

baik karena kondisi penutupan tanah yang rapat sehingga butiran air hujan tidak

langsung mengenai permukaan tanah. Kerapatan tanaman juga mampu

mengurangi laju aliran permukaan. Hasil tanaman lain di luar tanaman semusim

32

mampu mengurangi risiko akibat gagal panen dan meningkatkan nilai tambah

bagi petani.

SPL 4

Pada SPL 4, nilai erosi lebih besar dibandingkan nilai edp sehingga perlu

dilakukan konservasi. Konservaasi yang dilakukan pada SPL 4 berupa konservasi

vegetative dan mekanik karena kelerengan pada SPL tersebut >60%. Konservasi

vegetative dilakukan dengan penanaman tanaman tahunan 100% berupa tanaman

kesemek 25%, tanaman suren 25% dan tanaman pinus 50%. Menurut Idjudin

(2011), menyebutkan penggunaan jenis tanaman tahunan efektif untuk

mengurangi tingkat erosi karena mempunyai perakaran dalam, dapat menembus

lapisan kedap air, mampu merembeskan air ke lapisan yang lebih dalam, dan

mempunyai massa yang lebih ringan.

Proporsi tanaman pinus dikurangi dikarenakan tanaman pinus mempunyai

intersepsi dan evaporasi tinggi sehingga akan banyak mengkonsumsi air.

Penelitian terhadap tanaman pinus (Pinus merkusii) yang dilakukan oleh

Universitas Gadjah Mada/UGM, Institut Pertanian Bogor/IPB dan Universitas

Brawijaya/ Unibraw (Priyono dan Siswamartana, 2002), menyimpulkan bahwa

tanaman pinus akan aman jika ditanam pada daerah yang mempunyai curah

hujan di atas 2.000 mm/tahun. Pada daerah yang mempunyai curah hujan 1.500-

2.000 mm/tahun disarankan agar penanaman pinus dicampur dengan tanaman

lain yang mempunyai intersepsi dan evaporasi lebih rendah misalnya Puspa atau

Agatis. Sedangkan untuk daerah yang mempunyai curah hujan 1.500 mm/tahun

atau kurang disarankan untuk tidak menanam pinus karena akan menimbulkan

kekurangan (deficit) air. Hal ini mengingat curah hujan pertahun padadaerah

tersebut sebesar 1154,98 mm/ tahun.

Untuk itulah populasi pinus dibiarkan tetap tumbuh dan berkembang

dengan proporsi 50% mengingat pohon pinus juga memiliki manfaat yang begitu

besar. Pergantian tanaman pinus dengan tanaman kesemek dan suren dilakukan

secara bertahap mengingat lamanya pertumbuhan tanaman pinus. Penanaman

tanaman kesemek dan suren dilakukan selama 10 tahun. Tahun pertama

33

dilakukan pergantian tanaman pinus dengan tanaman kesemek dan suren

sebanyak 5%. Dan begitu selanjutnya hingga berlangsung selama 10 tahun. Hal

ini juga untuk meminimalkan dampak adanya konflik dimasyarakat sekitar area

konservasi akibat pergantian tanaman pinus dengan tanaman lainnya.

Selain konservasi vegetative, konservasi mekanik pada SPL 4 juga perlu

dilakukan. Teknik konservasi mekanik juga perlu dipertimbangkan bila masalah

erosi sangat serius (Agus dan Widianto, 2004), dan /atau teknik konservasi

vegetative dinilai sudah tidak efektif lagi untuk menanggulangi erosi yang

terjadi. Sehingga perlu dilakukan pembuatan teras kredit. Pembuatan rorak

ditujukan untuk memperbesar peresapan air ke dalam tanah dan menampung

tanah yang tererosi. Dimensi rorak yang disarankan sangat bervariasi, seperti

yang disarankan oleh Arsyad (2000) adalah dalam 60 cm, lebar 50 cm dengan

panjang sekitar 400 – 500 cm. panjang rorak dibuat searah kontur atau memotong

leeng, jarang ke samping antara satu rorak dengan rorak lain berkisar antara 100

– 150 cm. Menurut Dariah (2013), rorak merupakan metode konservasi tanah

mekanik yang relatif murah dan mudah untuk diterapkan. Biaya pembuatan rorak

berkisar antara 10 – 15 rorak/HOK. Jumlah rorak per ha.

Tabel 6. Nilai A (Aktual) dan A (Rekomendasi)

No. SPL A (Aktual) A (Rekomendasi)

1. 1 98,61707931 9,829435345

2. 2 1677,879444 167,2388559

3. 3 181,1366017 180,8965414

4. 4 0 0

Tabel 6. Merupakan tabel perbandingan nilai A pada kondisi actual dan

rekomendasi. Nilai pada rekomendasi mengalami penurunan di setiap SPL. Pada

SPL 1 A actual dari 98,61707931 menjadi 9,82943545. SPL 2 dari A actual dari

1677,879444 menjadi 167,2388559 dan SPL 3 dari A actual 181,1366017

menjadi 180,8965414 sedangkan A actual SPL 4 tetap 0.

34

Rekomendasi yang diusulkan bukan hanya memiliki keuntungan pada

tingkat ekonomi dan ekologi. Namun, rekomendasi tersebut juga memiliki

keuntungan karena mampu membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat

sekitar sehingga mampu membantu masyarakat keluar dari tingkat kemiskinan

meskipun tidak secara drastis.

4.2 Analisis Kelebihan Rekomendasi

Pada SPL 1 direkomendasikan tanaman tahunan sebanyak 75% berupa

tanaman kesemek dan tanaman musiman sebanyak 25% berupa tanaman jahe.

Karena pada SPL ini memiliki kemiringan yaitu 25-40%

sehingga cocok ditanam

tanaman semusim dengan porsi 25% dan tanaman tahunan 75%. Kami memilih

tanaman tahunan kesemek karena selain tanaman kesemek dapat dikonsumsi

buahnya juga tanaman ini tidak memiliki syarat tertentu dalam sistem hidupnya.

Sebagaimana diketahui, kesemek tidak hanya bermanfaat secara ekonomi, namun

juga ekologis. Hal ini karena kesemek didukung oleh sistem perakaran yang

dalam, menyebar dan memiliki akar tunjang sehingga sangat bermanfaat dalam

konservasi tanah dan air (Rizda, 2016). Sedangkan untuk tanaman musiman kita

memilih jahe untuk diselingkan tanaman kesemek, karena selain tanaman herba

banyak manfaat juga tidak memiliki pola tertentu dalam penanamannya.

Tanaman jahe ini juga biasa disebut sebagai tanaman sela sementara karena

menjadi sela dengan tanaman tahunan. Tanaman sela sementara adalah

penanaman tanaman pangan semusim palawija atau rumput pakan diantara

tanaman tahunan yang tajuknya belum menutupi seluruh permukaan tanah

(Santoso et al, 2013).

Pada SPL 2 direkomendasikan tanaman tahunan dan musiman dengan

porsi masing-masing 50%, karena pada SPL ini mempunyai kemiringan antara

15-25% sehingga lebih cocok dengan rekomendasi tersebut. Kami memilih

tanaman tahunan yang cocok untuk SPL ini yaitu tanaman kesemek karena selain

tanaman kesemek dapat dikonsumsi buahnya juga tanaman ini tidak memiliki

syarat tertentu dalam sistem hidupnya. Sebagaimana diketahui, kesemek tidak

hanya bermanfaat secara ekonomi, namun juga ekologis. Hal ini karena kesemek

35

didukung oleh sistem perakaran yang dalam, menyebar dan memiliki akar

tunjang sehingga sangat bermanfaat dalam konservasi tanah dan air (Rizda,

2016). Selain kesemek tanaman tahunan lainnya yaitu suren karenajenis ini dapat

tumbuh pada lahan dengan ketinggian 350 - 2.500 m dpl (Newman et al., 1999).

Selain itu tanaman ini juga memiliki nilai ekonomis yang sangat berguna untuk

manusia karena batangnya yang bagus untuk pembuatan meja, kursi ataupun

perlengkapan meubel yang lain. Selain itu tanaman suren ini juga baik sebagai

tanaman penaung karena biasanya digunakan untuk tanaman penaung pada

tanaman kopi. Sedangkan untuk tanaman musiman kita menggunakan akar wangi

karena tanaman ini cukup mudah penanamannya atau tidak memerlukan syrata

khusus selain itu juga memiliki banyak khasiat. Tanaman ini berkembang pada

wilayah-wilayah dengan topografi bergelombang, berbukit sampai bergunung

dengan kemiringan lereng antara 15% sampai lebih dari 45%. Kawasan DAS

Cimanuk umumnya didominasi oleh jenis tanah regosol (Dinas Perkebunan

Garut, 2003), tanah dengan tekstur berpasir ini memang sangat ideal untuk

pertanaman akar wangi, namun jenis tanaman tersebut peka terhadap erosi karena

stabilitas agregatnya sangat rendah. Pengelolaan lahan pertanian yang tidak

memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dapat memperbesar laju erosi

(Sukmana dan Abdurachman, 1989). Pada SPL 3 kami merekomendasikan

untuk penanaman tanaman tahunan 75% dan tanaman musiman 25%, karena

pada SPL ini memiliki kemiringan yang terlalu curam yaitu 3 – 8 %. Untuk

tanaman tahunan yang kita rekomendasikan yaitu tanaman kesemek dan suren

karena 2 jenis tanaman ini tidak terlalu banyak syarat tumbuh. Selain itu kesemek

dapat dikonsumsi buahnya juga didukung oleh sistem perakaran yang dalam

menyebar dan memiliki akar tunjang sehingga sangat bermanfaat dalam

konservasi tanah dan air (Rizda, 2016), dan tanaman suren merupakan jenis

tanaman yang tumbuh dengan ketinggian 350-2.500 mdpl (Newman et al., 1999).

Sedangkan untuk tanaman musiman kita memilih jintan hitam dan jahe karena

mudah ditanam juga tidak memerlukan syarat khusus ataupun pola penanaman.

Jintan hitam (Nigella sativa L.) merupakan salah satu tanaman obat, termasuk

36

famili Ranunculaceae, yang telah digunakan selama ribuan tahun sebagai obat

dan rempah (Salem, 2005). Tanaman jahe ini juga biasa disebut sebagai tanaman

sela sementara karena menjadi sela dengan tanaman tahunan. Tanaman sela

sementara adalah penanaman tanaman pangan semusim palawija atau rumput

pakan diantara tanaman tahunan yang tajuknya belum menutupi selruh

permukaan tanah (Santoso et al, 2013).

Pada SPL 4 kami merekomendasikan untuk penanaman tanaman tahunan

75% dan tanaman musiman 25% karena pada SPL ini memiliki kelerengan yang

cukup curam yaitu >60%. Sehingga pada lahan dilakukan penanaman tanaman

tahunan 100% berupa tanaman kesemek 45%, tanaman suren 45% dan tanaman

pinus 10%. Porsi pinus lebih sedikit karena pinus mempunyai intersepsi dan

evaporasi tinggi. Penelitian terhadap tanaman pinus (Pinus merkusii) yang

dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada/UGM, Institut Pertanian Bogor/IPB dan

Universitas Brawijaya/ Unibraw (Priyono dan Siswamartana, 2002),

menyimpulkan bahwa tanaman pinus akan aman jika ditanam pada daerah yang

mempunyai curah hujan di atas 2.000 mm/tahun. Namun dibalik itu tanaman

pinus dapat tumbuh di tanah kurang subur, tanah berpasir, dan tanah berbatu,

dengan curah hujan tipe A-C pada ketinggian 200-1.700 m diatas permukaan

laut. Manfaat Pinus atau sering disebut dengan tusam salah satunya jenis pohon

industri yang mempunyai produk tinggi dan merupakan prioritas jenis tanaman

untuk reboisasi dapat menghasilkan daun 12,56-16,65 ton/hektar (Komarayati et

all 2002).

Kami juga merekomendasikan rorak dalam tiap-tiap SPL guna menjebak

aliran permukaan dan memberikan kesempatan kepada air hujan untuk

terinfiltrasi ke dalam tanah. Dengan demikian rorak akan menurunkan aliran

permukaan yang keluar dari persil lahan secara signifikan.Arsyad (2006)

merekomendasikan dimensi rorak: dalam 60 cm, lebar 50 cm dengan panjang

berkisar antara satu meter sampai 5 meter. Jarak ke samping disarankan agar

sama dengan panjang rorak dan diatur penempatannya di lapangan dilakukan

secara berselang-seling pada areal yang merata. Jarak searah lereng berkisar dari

37

10 sampai 15 meter pada lahan yang landai (3% – 8%) dan agak miring (8% –

15%), 5 sampai 3 meter untuk lereng yang miring (15% – 30%).Menurut Dariah

(2013), rorak merupakan metode konservasi tanah mekanik yang relatif murah

dan mudah untuk diterapkan. Biaya pembuatan rorak berkisar antara 10-15

rorak/HOK jumlah rorak dalam 1 ha. Sedangkan besar biaya tiap HOK Rp

40.000,- sehingga didapatkan dalam luasan lahan 1 ha yang terdapat 10-15 rorak

berkisar antara Rp 400.000,- – Rp 600.000,-. Sedangakn untuk tanaman kesemek

memiliki harga jual selain pada kayunya juga pada buahnya.Buah kesemek

sendiri mengandung banyak manfaat seperti menjaga tekanan darah, mencegah

kanker, menghambat penuaan dini, untuk kesehatan jantung, menjaga tubuh tetap

langsing dll. Menurut Baswarsiati, dkk (2006) buah kesemek dihargai sangat

murah sekitar Rp. 1.500-2.500 per kilogram untuk pasar lokal. Sedangkan untuk

pasar ekspor sekitar Rp. 6.000-7.000, sedangkan pada tahun 1980-an daerah

Batu, Malang, secara rutin mengekspor buah kesemek ke Singapura. Tanaman

suren memiliki nilai ekonomis pada kayunya juga minyak yang terkandung

dalam biji tanaman suren itu sendiri. Harga log dan kayu gergajian suren

bervariasi tergantung kualitas kayu. Harga papan kayu surian pada saat ini rata-

rata > 1 juta/m3. Biji suren mengandung minyak tidak berwarna tetapi beraroma

wangi sedangkan pucuk dan daun surian mengandung karoten, vitamin dan asam

amino yang bermanfaat untuk berbagai tujuan seperti untuk bahan baku obat,

makanan ternak dan berperan untuk insektisida alami (Departemen Kehutanan

Dan Pengembangan Balai Besar Penelitian Bioteknologi Dan Pemuliaan

Tanaman Hutan, 2009). Untuk akar wangi sendiri dapat digunakan sebagai bahan

dasar pembuatan kerajinan dan dapat juga disuling untuk diambil minyak yang

memiliki nilai ekonomis yang tinggi antara Rp 800.000 sampai Rp 1.200.000

(Penyuluh Pertanian Pertama, 2014). Untuk tanaman jahe sendiri memiliki nilai

guna yang bagus selain tanaman rempah yang banyak dibutuhkan manusia

karena khasiatnya yang baik untuk tubuh juga memiliki nilai ekonomis yang

cukup menjanjikan. Untuk harga jual jahe sendiri bisa mencapai Rp 15.000/kg,

apabila dalam satu tanaman menghasilkan jahe seberat 5 kg maka dalam tiap

38

tanaman akan menghasilkan nilai uang sebanyak Rp 75.000,-. Namun itu

merupakan hasil terendah pada produksi tanaman jahe dan masih bisa maksimal

lagi yaitu sekitar 10-20 kg (Salim, 2013).

39

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan data survei yang telah diperoleh didapatkan kesimpulan

bahwa SPL1, SPL 2, SPL 3, dan SPL 4 memiliki faktor pembatas berupa lereng.

Faktor kelerengan menyebabkan terjadinyanya erosi, erosi yang ditemukan di

SPL tersebut ada 2 yaitu erosi percik dan erosi alur. Untuk memperbaiki keadaan

ini maka dilakukan konservasi. Konservasi yang dilakukan pada SPL 1, 2 dan 3

memiliki kelerengan yang tidak terlalu curam, sehingga dilakukan konservasi

vegetatif dengan tanaman tahunan dan tanaman semusim dengan komposisi

tertentu sedangkan untuk SPL 4 memiliki kelerengan curam maka di perlukan

konservasi yang cocok menggunakkan tanaman tahunan seluruhnya dengan

komposisi tertentu.

40

DAFTAR PUSTAKA

. Agus, F. dan Widianto. 2004. Petunjuk Praktis Konservasi Pertanian Lahan Kering.

World Agroforestry Centre. ICRAF Southeast Asia

Abdurachman.A., A. Sofíah, dan U. Kurnia. 1981. Pengelolaan Tanah dan

Pengelolaan Pertanian dalam Usaha Konservasi Tanah.Paper pada Konggres

HITI, 16-19 Maret 1981 di Malang. Lembaga Penelitian Tanah, Bogor.

(tidak dipublikasikan).

Ajim, Nanang. 2015. Manfaat Pohon Pinus

Alie ,Msy Efrodina R.2015. Kajian Erosi Lahan pada Das DawasKabupaten Musi

Banyuasin – Sumatera Selatan.Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan Vol. 3,

No. 1.

Anonymous, 2013. Manfaat dan Khasiat Akar Wangi untuk Kesehatan

Anonymous, 2015. Mengenal Pohon Toona Sureni Manfaatdan Kandungannya

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Lembaga Sumberdaya Informasi –

Institut Pertanian Bogor. IPB Press. Bogor.

Arsyad, S. 2000. Pengawetan Tanah dan Air. Departemen Ilmu – Ilmu Tanah.

Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor

Arsyad, S., 1989.Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB. Bogor.

Arsyad.2006. Konservasi Tanah dan Air.Institut Pertanian Bogor. IPB: Bogor.

Balai Penelitian Tanah. 2003. Teknik Konservasi Tanah Secara Vegetatif

Baswarsiati, dkk. 2006. Potensi dan Wilayah Pengembangan Kesemek Junggo.

Buletin Plasma Nutfah Vol.12 No.2, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.

Bols, P.L. 1978. Iso Erodents Map of Java Madura. Technical Assistant Project ATA

105, Soil Research Institute, Bogor, Indonesia. 39 pp.

Dariah, dkk. 2013. Teknologi Konservasi Tanah Mekanik. Balai Penelitian Tanah

41

Departemen Kehutanan Dan Pengembangan Balai Besar Penelitian Bioteknologi Dan

Pemuliaan Tanaman Hutan. 2009. Budidaya Tanaman Suren 5 Juli 2009.

Yogyakarta

Departemen Kehutanan. 2005. Pedoman Inventarisasi dan Identifikasi Lahan Kritis

Mangrove. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial:

Jakarta.

Dinas Perkebunan Kabupaten Garut. 2003. Laporan Tahunan. 36p.

Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. 1986. Petunjuk Pelaksanaan

Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi

Tanah. Ditjen RRL. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Fahliza, U.dkk.2013. Analisis Erosi pada Subdas Lematang Hulu.Jurnal Teknik Sipil

dan Lingkungan.Vol. 1, No. 1.

Fletcher, J. R. dan Gibb, R. G. 1990. Land Resource Survey Handbook for Soil

Conservation Planning in Indonesia: Ministry of Forestry Directorate

General Reforestation and Land Rehabilitation Indonesia and Department of

Scientific and Industrial Research DSIR Land Resources Palmerston North

New Zealand.

Hammer, W. I. 1978. Soil Conservation Report INS/78/006. Technical Note No. 7.

Soil Research Institute , Bogor.

Herawati,Tutui. 2010. Analisis Spasial Tingkat Bahaya Erosi di Wilayah Das

Cisadane Kabupaten Bogor. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam,

Vol. VII No.4: 413-424.

http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/buku/lahankering/berlereng4.pdf.

diakses tanggal 19 November 2013.

Hudson, N.W., 1981. Soil Conservation, Second Edition. Cornell University Press.

New York.

Idjudin, A. Abbas. 2011. Peranan Konservasi Lahan dalam Pengelolaan Perkebunan.

Jurnal Sumber Daya Lahan. Vol. 5 No 2. Available

on http://balittanah.litbang.pertanian.go.id

42

Komarayati, S., Gusmailina dan G. Pari. 2002. Peranan arang pada proses pembuatan

arang kompos. Prosiding Seminar Nasional MAPEKI V tanggal 30 Agustus –

1 September 2002 di Bogor. MAPEKI. Bogor.

Murdiatno. 2011. Pengaruh Erosivitas dan Topografi Terhadap Kehilangan .

Newman M. F., Burgess P.F., Whitemore TC. (1999). Pedoman identifikasi pohon-

pohon di Pulau Kalimantan. Bogor, Prosea Indonesia.

P3HTA. 1987. Penelitian Terapan Pertanian Lahan Kering dan Konservasi.hlm. 6.

UACP-FSR. Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian.DepartemenPertanian.

P3HTA. Badan Litbang Pertanian. 5p. Tanah Pada Erosi Alur di Daerah Aliran

Sungai Secang Desa Hargotirto Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo :

Kulonprogo.

Priyono, N.S. dan Siswamartana S. 2002.Hutan Pinus dan Hasil Air. Pusat

Pengembangan Sumber Daya Hutan Perhutani: Cepu.

Rayes, Luthfi, 2006, Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan, Andi Yogyakarta.

Rayes, M.L.,. 2007.Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan: Yogyakarta.

Rizda. 2016. Konservasi Hulu DAS dengan Pohon Kesemek, Bermanfaat Ekonomi

dan Ekologis.http://www.forda-mof.org/berita/post/2887. Diakses pada

tanggal 1 Desember 2016.

Salem, M.L. 2005. Immunomodulatory and therapeutic properties of the Nigella

sativa L. seed. Int. Immunopharmacology 5:1749-1770.

Salim Agus. 2013. Gajian Tiap Bulan dengan Bertanam Jahe.

http://jahehcs.blogspot.co.id/2013/01/tanam-jahekeuntungan-tidak-

sepele.html. Diakses pada tanggal 14 Desember 2016.

Santoso Djoko, Purnomo Joko, Wigena I G. P. dan Tuherkih Enggis. 2013. Teknologi

Konservasi Tanah Vegetatif. http://balittanah. litbang. deptan. go. Id /

dokumentasi / buku / lahan kering / berlereng4. pdf. diakses tanggal 19

November 2013.

43

Seloliman. 1997. Agroforestry for Upland Husbandry : a Farmers’ Friendly.

Presentasi Workshop Agroforestry 2004, Fakultas Kehutanan, Universitas

Gadjah Mada: Yogyakarta.

Sukmana dan A. Abdurachman. 1989. Risalah pemaparan Hasil Penelitian UACP-

FSR. Penyuluhan dan survey tanah Badungan 19-20 Oktober 1989. P3HTA.

Badan Litbang Pertanian. 5p.

Thompson, L.M. 1957. Soil and Soil Fertility. Mc Graw-Hill Book Company Inc.

New York.

Titasari, Silvia. 2015. Manfaat Tanaman Jahe

Utomo, Wani Hadi. 1994. Erosi dan Konservasi Tanah. Malang: Penerbit IKIP

Malang.

Wischmeier, W.H. and D.D. Smith. 1978. Predicting Rainfall Erosion Losses – A

Guide to Conservation Planning. USDA Agric. Handbook. No. 537.

Wischmeier, W.H., C.B. Johnson, and B.V. Cross. 1971. A soil erodibility

nomograph for farmland and construction sites. J.Soil and Water Cons. 26:

189-193.

44

45

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data curah hujan

46

Lampiran 2. Kelas kesesuaian lahan dan erodibilitas

Data Kelas Kemampuan Lahan

I II III IV V VI VII

Sub Ordo Udept Udept Udept Udept Udept Udept Udept

% debu+pasir sangat

halus 55 57 43 67 57 45 55

% liat 32 33 40 30 32 40 34

% bahan organik 3.44 3.32 2.6 3.3 2.8 2.3 3.89

struktur tanah

Granuler

Sedang

Granuler

Sedang

Granuler

Sedang

Granuler

Sedang

Granuler

Sedang

Granuler

Sedang

Granuler

Sedang

permeabilitas tanah Sedang Sedang Agak Lambat Agak Cepat Sedang Agak Lambat Sedang

BV (g/cm3) 0.73 0.71 0.7 0.77 0.81 0.79 0.83

SPL % debu + pasir sangat halus

% liat M a b c K

1 (IV) 67 30 4690 3.3 3 2 0.37

2 (IV) 67 30 4690 3.3 3 2 0.37

3 (II) 57 33 3819 3.32 2 3 0.29

4 (VIII) 43 40 2580

SPL Kedalama Jenis Faktor Kelestaria Nilai BV Edp

47

n tanah (mm)

Tanah

Kedalaman

n tanah (tahun)

(kg/dm3)

mm/tahun

kg/dm2/tahu

n (ton/dm

2/tahu

n ton/hektar/tahu

n

1 (IV) 1500 Udept 1.00 400 0.77 3.75 0.0289 0.000028

9 28.9

2 (IV) 1500 Udept 1.00 400 0.77 3.75 0.0289 0.000028

9 28.9

3 (II) 1500 Udept 1.00 400 0.71 3.75 0.0266 0.000026

6 26.6 4

(VIII)

48

Lampiran 3. Perhitungan

Faktor panjang/kemiringan lahan (LS)

T =√

(1,38 + 0,965 S + 0,138 S

2)

= √

(1,38 + 0,965 (21)) + (0,138 (21)

2)

= 1,5 (21,645) + (60,858)

= 130,448

Edp =

=

=

= 3,75 ⁄

= 3,75 mm/thn x 0,77 kg/dm3

= 0,0375 dm/thn x 0,77 kg/dm3

= 0,028 kg/dm2/thn

= 0,0289 kg/dm2/thn x 10

-3

= 2,8 9 x 10-5

ton/dm2/thn

= 2,89 x 10-5

x 1/10-6

ton/ha/thn

= 2,89 x 10-5

x 106 ton/ha/thn

= 28,8 ton/ha/thn

M = (% liat + % pasir) (100-% liat)

= (67) (100-30)1

= (67) (70)

= 4690

49

100K = 1,292 [2,1 M1,14

(10-4

) (12-0) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3)]

= 1,292 [2,1 x 46901,14

(10-4

) (12-3,3) + 3,25 (3-2) + 2,5 (2-3)]

= 1,292 [2,1 x 46901,14

(10-4

) (8,7) + 3,25 (1) + 2,5 (-1)]

= 1,292 [2,1 x 15315,7 (0,0001) (8,7) + 3,25 (1) + 2,5 (-1)]

= 1,292 [32.162,97 (0,0001) (8,7) + 3,25 + (-2,5)]

= 1,292 [32162,97 (0,00087) + 3,25 + (-2,5)]

= 1,292 [27,98 + 3,25 + (-2,5)]

= 1,292 [28,73]

= 37,12

K = 37,12/100

= 0,37

Teras = Teras bangku Sedang, P = 0,15

C = 0,2

A = R x K x LS x C x P

= 1154,98 x 0,37 x 130,448 x 0,2 x 0,15

= 1677,87

SPL Edp K T C P A aktual

2 28,8 0,37 82,503 0,2 0,15 1677,87

SPL Edp K T C P A potensial

2 28,8 0,37 82,503 0,02 0,15 167,23