Laporan TAK

38
LAPORAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) MEMBUAT KREASI KAIN FLANEL PADA PASIEN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI DESA WONOKERTO Oleh : Fenti Diah Hariyanti NIM. 115070201111002 KELOMPOK 7 REGULER PROGRAM A JURUSAN KEPERAWATAN

description

Laporan TAK

Transcript of Laporan TAK

Page 1: Laporan TAK

LAPORAN

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)

MEMBUAT KREASI KAIN FLANEL PADA

PASIEN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

DI DESA WONOKERTO

Oleh :

Fenti Diah Hariyanti

NIM. 115070201111002

KELOMPOK 7 REGULER PROGRAM A

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015

Page 2: Laporan TAK

HALAMAN PENGESAHAN

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)

MEMBUAT KREASI KAIN FLANEL PADA

PASIEN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI DESA WONOKERTO

Diajukan untuk memenuhi kompetensi Praktik Kepaniteraan Ners Departemen Jiwa

Oleh :

Fenti Diah Hariyanti

NIM. 115070201111002

Telah diperiksa kelengkapannya pada :

Hari :

Tanggal :

Perseptor Akademik, Perseptor Klinik,

(Ns. Retno Lestari S.Kep, MN) (Barti Marhaendrajani, S.Kep)

NIP. 198009142005022001 NIP. 196680181990032010

Page 3: Laporan TAK

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologi dan

sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan

koping yang efektif, konsep diri yang positif, dan kestabilan emosi. Upaya kesehatan

jiwa dapat dilakukan oleh perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,

lingkungan pekerjaan, lingkungan masyarakat yang didukung sarana pelayanan

kesehatan jiwa dan sarana lain seperti keluarga dan lingkungan sosial. Lingkungan

tersebut selain menunjang upaya kesehatan jiwa juga merupakan stressor yang dapat

mempengaruhi kondisi jiwa seseorang, pada tingkat tertentu dapat menyebabkan

seseorang jatuh dalam kondisi gangguan jiwa (Videbeck, 2008).

Meningkatnya pasien dengan gangguan jiwa ini disebabkan banyak hal.

Kondisi lingkungan sosial yang semakin keras diperkirakan menjadi salah satu

penyebab meningkatnya jumlah masyarakat yang mengalami gangguan kejiwaan.

Apalagi untuk individu yang rentan terhadap kondisi lingkungan dengan tingkat

kemiskinan terlalu menekan.

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2010, prevalensi

gangguan jiwa di Indonesia 264 orang per 1000 penduduk terbagi atas psikosis

(3/1000), demensia (4/1000), mental (5/1000), emosional usia 15 tahun ke atas

(140/1000) dan emosional usia 5-14 tahun (114/1000) (Survei Kesehatan Rumah

Tangga 2010 dalam Nasir 2011). Sementara, prevalensi gangguan jiwa di Kecamatan

Bantur yang berhasil tercatat di lima desa, yaitu Desa Bantur, Wonorejo, Srigonco,

Bandungrejo dan Sumberbening adalah sebesar 214 orang. Di Desa Srigonco sendiri

tercatat penderita gangguan jiwa sebesar 28 orang (Tim CMHN Puskesmas Bantur,

2014).

Keadaan gangguan jiwa di masyarakat diperparah dengan stigma yang

dialami oleh si penderitanya. Berbagai istilah banyak ditemukan di masyarakat dan

digunakan dalam pemberitaan media massa, misalnya orang gila, sakit gila, sakit jiwa,

semua ini bukan istilah psikiatri dan sebaiknya dibiasakan untuk tidak

menggunakannya. Stigmatisasi gangguan jiwa sebenarnya merugikan masyarakat

sendiri, karena mereka menjadi cenderung menghindar dari segala sesuatu yang

berurusan dengan gangguan jiwa. Seakan-akan mereka yang terganggu jiwanya

tergolong kelompok manusia lain yang lebih rendah martabatnya, yang dapat

dijadikan bahan olok-olokan. Hal tersebut akan menghambat seseorang untuk mau

Page 4: Laporan TAK

menerima atau mengakui bahwa dirinya mengalami gangguan mental. Akibatnya

pertolongan atau terapi yang mungkin dapat dilakukan secara dini menjadi terlambat.

Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk memberikan

penatalaksanaan keperawatan pada klien yang mengalami gangguan jiwa dengan

cara memberi terapi modalitas yang salah satunya adalah Terapi Aktifitas Kelompok

(TAK). Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang

dilakukan perawat pada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan

yang sama. Aktifitas digunakan sebagai terapi, dan kelompok digunakan sebagai

target asuhan (Fortinash & Worret, 2004).

Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam

rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu. Fokus

terapi adalah membuat sadar diri (self-awareness), peningkatan hubungan

interpersonal, membuat perubahan, atau ketiganya. Kelompok adalah suatu system

social yang khas yang dapat didefinisikan dan dipelajari. Sebuah kelompok terdiri dari

individu yang saling berinteraksi, interelasi, interdependensi dan saling membagikan

norma social yang sama (Stuart & Sundeen, 2008).

1.2. Tujuan

Tujuan umum TAK stimulasi sensori yaitu peserta dapat meningkatkan

kemampuan komunikasi verbal dalam kelompok secara bertahap. Sementara, tujuan

khususnya adalah:

1) Peserta mampu berespon terhadap suara yang didengar

2) Peserta mampu berespon terhadap gambar yang dilihat

3) Peserta mampu mengekspresikan perasaan melalui lukisan

1.3. Manfaat

1.3.1. Manfaat Bagi Klien

Sebagai cara meningkatkan kemampuan klien untuk berkomunikasi secara verbal

dengan orang lain dalam kelompok secara bertahap.

1.3.2. Manfaat Bagi Terapis

a. Sebagai upaya untuk memberikan asuhan keperawatan jiwa secara holistik

b. Sebagai terapi modalitas yang dapat dipilih untuk mengoptimalkan Strategi

Pelaksanaan dalam implementasi rencana tindakan keperawatan klien

1.3.3. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan

Page 5: Laporan TAK

Sebagai informasi untuk pihak akademisi, pengelola dan sebagai bahan

kepustakaan, khususnya bagi mahasiswa PSIK sebagai aplikasi dari pelayanan

Mental Health Nurse yang optimal pada klien dengan Resiko Perilaku Kekerasan.

1.3.4. Manfaat Bagi Puskesmas Wonokerto

Sebagai masukkan dalam implementasi asuhan keperawatan yang holistik pada

pasien dengan Resiko Perilaku Kekerasan pada khususnya, sehingga diharapkan

keberhasilan terapi lebih optimal.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Page 6: Laporan TAK

2.1. PERILAKU KEKERASAN

A. Definisi

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang

lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan

kesal atau marah yang tidak konstruktif (Towsend,1998)

Perilaku kekerasan/amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut,

manipulasi atau intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik emosional

yang belum dapat diselesaikan. Perilaku kekersan juga menggambarkan rasa

tidak aman, kebutuhan akan perhatian dan ketergantungan pada orang lain.

Pada klien gangguan jiwa, perilaku kekerasan dapat disebabkan adanya

perubahan sensori persepsi berupa halusinasi baik dengar, visual maupun

lainnya. Klien merasa diperintah oleh suara-suara atau bayangan yang

mengejeknya. Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-

tindakan berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungan, seperti

menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dan lain-lain.

B. Rentan respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan (Amuk)

1) Perilaku asertif yaitu mengungkapkan ras marah atau tidak setuju tanpa

menyalahkan atau menyakiti orang lain. Hal ini dapat menimbulkan kelegaan

pada individu.

2) Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena

yang tidak realistis atau hambatan dalam proses pencapaian tujuan.

3) Pasif merupakan perilaku individu yang tidak mampu untuk mengungkapkan

perasaan marah yang sekarang dialami, dilakukan dengan tujuan

menghindari suatu tuntutan nyata.

4) Agresif merupakan hasil dari kemarahan yang sangat tinggi atau

ketakutan/panik. Agresif memperlihatkan permusuhan, keras dan mengamuk,

mendekati orang lain dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa

Page 7: Laporan TAK

niat melukai. Umumnya klien dapat mengontrol perilaku untuk tidka melukai

orang lain.

5) Kekerasan sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk. Perilaku kekerasan

ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata-

kata ancaman, melukai pada tingkat ringan sampai pada yang paling berat.

Klien tidak mampu mengendalikan diri.

C. Penyebab

Menurut Iyus Yosep (2007) faktor penyebab perilaku kekerasan meliputi

faktor predisposisi. Faktor predisposisi terjadinya masalah perilaku kekerasan

adalah faktor psikologis, sosial budaya, dan presipitasi.

Faktor predisposisi

Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang mungkin menjadi faktor

predisposisi yang mungkin/ tidak mungkin terjadi jika faktor berikut dialami oleh

individu :

1) Psikologis; kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi

yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk.

2) Perilaku, reinforcement yang diteima ketika melakukan kekerasan,

sering mengobservasi kekerasan, merupakan aspek yang menstimuli

mengadopsi perilaku kekerasan

3) Sosial budaya; budaya tertutup, control sosial yang tidak pasti

terhadap perilaku kekerasan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan

diterima

4) Bioneurologis; kerusakan sistem limbic, lobus frontal/temporal dan

ketidakseimbangan neurotransmiser

Faktor presipitasi

Bersumber dari klien (kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan,

percaya diri kurang), lingkungan (ribut, padat, kritikan mengarah penghinaan,

kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan) dan interaksi dengan

orang lain( provokatif dan konflik).

( Budiana Keliat, 2004)

D. Tanda dan Gejala

1) Didapatkan melalui observasi dan wawancara

a. Observasi

Seperti muka merah, pandangan tajam, nada suara tinggi, berdebat,

memaksakan kehendak, merampas makanan dari orang lain dan

memukul jika tidak senang.

Page 8: Laporan TAK

b. Wawancara

Didapatkan data-data penyebab marah dan tanda-tanda marah yang

dirasakan klien.

2) Tanda dan gejala verbal dan non verbal

a. Verbal

- Beragumentasi dan berteriak

- Banyak menuntut, mengeluh dan mengekspresikan tujuan ke orang

lain

- Gangguan berfikir

- Disorientasi terhadap waktu, tempat dan orang

b. Non verbal

- Aktivitas motorik meningkat

- Postur mengaku sambil mengencangkan kepalan tangan dan rahang

- Ekspresi wajah marah

- Mengurangi kontak mata

- Diam yang ekstrim

E. Akibat

Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan

berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang

orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll. Sehingga klien dengan

perilaku kekerasan beresiko untuk mencederai diri orang lain dan lingkungan.

F. Penatalaksanaan

Dalam pandangan psikiatri (Ilmu Kedokteran Jiwa). Jika seseorang

mengalami susatu gangguan atau penyakit, maka yang sakit atau terganggu itu

bukan terbatas pada aspek jiwanya saja atau raganya saja. Tetapi keduanya

sebagai kebutuhan manusia itu sendiri. Menurut pandangan holistik, manusia

juga tidak terlepas dari lingkungannya, karena itu pengobatan yang dilakukan

juga harus memperlihatkan ketiga aspek tersebut sebagai suatu kesatuan.

Adapun penatalaksanaan medik menurut MIF Baihaqi, dkk, 2005 sebagai berikut:

1) Somato terapi

Dengan tujuan memberikan pengaruh-pengaruh langsung berkaitan

dengan badan, biasanya dilakukan dengan :

a. Medikal psikotropik

Page 9: Laporan TAK

Medikasi psikotropik berarti terapi langsung dengan obat psikotropik

atau psikofarma yaitu obat-obatan yang mempunyai efek terapeutik

langsung pada proses mental pasien karena efekobat tersebut pada

otak.

b. Terapi elektrokonvulsi (ECT)

Terapi dilakukan dengan cara mengalirkan listrik sinusoid ke tubuh

penderita menerima aliran listrik yang terputus-putus.

c. Somatoterapi yang lain

Terapi konvulsi, dengan menyuntikkan larutan kardiazol 10%

sehingga timbul konvulsi.

Terapi koma insulin, dengan menyuntikkan insulin sehingga pasien

menjadi koma, kemudian dibiarkan 1-2 jam, kemudian

dibangunkan dengan suntikan gluk.

2) Psikoterapi

Psikoterapi adalah salah satu pengobatan atau penyembuhan

terhadap suatu gangguan atau penyakit, yang pada umumnya dilakukan

melalui wawancara terapi atau melalui metode-metode tertentu misalnya :

relaksasi, bermain dan sebagainya. Dapat dilakukan secara individu atau

kelompok, tujuan utamanya adalah untuk menguatkan daya tahan mental

penderita, mengembankan mekanisme pertahanan diri yang baru dan

lebih baik serta untuk mengembalikan keseimbangan adaptifnya.

3) Manipulasi lingkungan

Manipulasi lingkungan adalah upaya untuk mempengaruhi lingkungan

pasien, sehingga bisa membantu dalam proses penyembuhannya. Teknis

ini terutama diberikan atau diterapkan kepada lingkungan penderita,

khususnya keluarga.

Tujuan utamanya untuk mengembangkan atau merubah/menciptakan

situasi baru yang lebih kondusif terhadap lingkungan. Misalnya dengan

mengalihkan penderita kepada lingkungan baru yang dipandang lebih baik

dan kondusif, yang mampu mendukung proses penyembuhan yang

dilakukan.

G. Pohon Masalah

Ketidakefektifan penatalaksanaan program

terapeutik

Ketidakefektifan koping keluarga :

Ketidakmampuan keluarga merawat klien dirumah

Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis

Perilaku Kekerasan Masalah Utama

Resiko Perilaku Mencederai diri

G a n g g u a n Pemeliharaan Kesehatan

Defisit Perawatan Diri Mandi dan Berhias

Page 10: Laporan TAK

H. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji

1) Masalah keperawatan

Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku kekerasan/amuk

Perubahan persepsi sensori : halusinasi….

2) Data yang perlu dikaji

Data Subjektif

a. Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang

b. Klien suka membentak dan menyerang orang yang

mengusiknya jika sedang kesal atau marah

c. Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya

Data Objektif

a. Mata merah, wajah agak merah

b. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai

c. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam

d. Merusak dan melempar barang-barang

I. Diagnosa Keperawatan

Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan

perilaku kekerasan/amuk

Perilaku kekerasan/amuk berhubungan dengan perubahan persepsi sensori :

halusinasi.

2.2. TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

A. Definisi

Page 11: Laporan TAK

Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan

yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuart & Laraia,

2001 dikutip dari Cyber Nurse, 2009). Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi

yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu

sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas

kesehatan jiwa yang telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah

Sakit Jiwa di Indonesia dalam Yosep, 2007). Terapi kelompok adalah terapi

psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien

dengan gangguan interpersonal (Yosep, 2008).

Terapi aktivitas kelompok adalah salah satu upaya untuk memfasilitasi

psikoterapis terhadap sejumlah klien pada waktu yang sama untuk memantau dan

meningkatkan hubungan antar anggota (Depkes RI, 2007). Terapi aktivitas

kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada

sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas

digunakan sebagi terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan (Kelliat,

2005)

B. Manfaat

Terapi aktivitas kelompok mempunyai manfaat :

a.   Umum

1)  Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melalui

komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.

2)   Membentuk sosialisasi

3)   Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang

hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensive

(bertahan terhadap stress) dan adaptasi.

4)   Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti

kognitif dan afektif.

b.  Khusus

1)     Meningkatkan identitasi diri

2)     Menyalurkan emosi secara konstruktif

3)    Meningkatkan keterampilan hubungan social untuk diterapkan sehari-hari

4)    Bersifat rehabilitative: meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan

social, kepercayaan diri, kemampuan empati, dan meningkatkan

kemampuan tentang masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya.

C. Tahapan Dalam Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

Page 12: Laporan TAK

Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan

berkembang. Kelompok akan berkembang melalui empat fase, yaitu: Fase

prakelompok; fase awal kelompok; fase kerja kelompok; fase terminasi kelompok

(Stuart & Laraia, 2001 dalam Cyber Nurse, 2009).

a.Fase Prakelompok

Dimulai dengan membuat tujuan, menentukan leader, jumlah anggota,

kriteria anggota, tempat dan waktu kegiatan, media yang digunakan. Menurut Dr.

Wartono (1976) dalam Yosep (2007), jumlah anggota kelompok yang ideal

dengan cara verbalisasi biasanya 7-8 orang. Sedangkan jumlah minimum 4 dan

maksimum 10. Kriteria anggota yang memenuhi syarat untuk mengikuti TAK

adalah : sudah punya diagnosa yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak agresif,

waham tidak terlalu berat (Yosep, 2007).

b.Fase Awal Kelompok

Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru, dan

peran baru. Yalom (2005) dalam Stuart dan Laraia (2001) membagi fase ini

menjadi tiga fase, yaitu orientasi, konflik, dan kohesif. Sementara Tukman (2005)

dalam Stuart dan Laraia (2001) juga membaginya dalam tiga fase, yaitu forming,

storming, dan norming.

1) Tahap orientasi

Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing-masing,

leader menunjukkan rencana terapi dan menyepakati kontrak dengan anggota.

2) Tahap konflik

Merupakan masa sulit dalam proses kelompok. Pemimpin perlu

memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif dan membantu

kelompok mengenali penyebab konflik. Serta mencegah perilaku perilaku yang

tidak produktif (Purwaningsih & Karlina, 2009).

3) Tahap kohesif

Anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan

lebih intim satu sama lain (Keliat, 2004).

c. Fase Kerja Kelompok

Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi stabil dan

realistis (Keliat, 2004). Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadari

produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai percaya diri dan

kemandirian (Yosep, 2007).

d.Fase Terminasi

Page 13: Laporan TAK

Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman

kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari.

Terminasi dapat bersifat sementara (temporal) atau akhir (Keliat, 2004).

D. Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

a. Mengembangkan stimulasi kognitif

Tipe : Biblioterapy

Aktifitas : Menggunakan artikel, sajak, puisi, buku, surat kabar untuk

merangsang dan mengembangkan hubungan dengan orang lain

b. Mengembangkan stimulasi sensoris

Tipe : Musik, seni, menari

Aktifitas : Menyediakan kegiatan, mengekspresikan perasaan

Tipe : Relaksasi

Aktifitas : Belajar teknik relaksasi dengan cara napas dalam, relaksasi otot,

dan imajinasi

c. Mengembangkan orientasi realitas

Tipe : Kelompok orientasi realitas, kelompok validasi

Aktifitas : Fokus pada orientasi waktu, tempat dan orang, benar, salah bantu

memenuhi kebutuhan

d. Mengembangkan sosialisasi

Tipe : Kelompok remotivasi

Aktifitas : Mengorientasikan klien yang menarik diri, regresi

Tipe : Kelompok mengingatkan

Aktifitas : Fokus pada mengingatkan untuk menetapkan arti positif

E. Macam Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

a. Terapi aktifitas kelompok stimulasi kognitif atau persepsi dilatih mempersepsikan

stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dialami. Terapi aktifitas

kelompok stimulus kognitif/persepsi adalah terapi yang bertujuan untuk membantu

klien yang mengalami kemunduran orientasi, menstimuli persepsi dalam upaya

memotivasi proses berfikir dan afektif serta mengurangi perilaku maladaptif.

Tujuan :

1)   Meningkatkan kemampuan orientasi realita

2)   Meningkatkan kemampuan memusatkan perhatian

3)   Meningkatkan kemampuan intelektual

4)   Mengemukakan pendapat dan menerima pendapat orang lain

5)   Mengemukakan perasaanya

Page 14: Laporan TAK

Karakteristik :

1)   Penderita dengan gangguan persepsi yang berhubungan dengan nilai- nilai

2)   Menarik diri dari realitas

3)   Inisiasi atau ide-ide negative

4) Kondisi fisik sehat, dapat berkomunikasi verbal, kooperatif dan mau mengikuti

kegiatan

b. Terapi aktifitas kelompok stimulasi sensori

Aktifitas digunakan untuk memberikan stimulasi pada sensasi klien,

kemudian diobservasi reaksi sensori klien berupa ekspresi emosi atau perasaan

melalui gerakan tubuh, ekspresi muka, ucapan. Terapi aktifitas kelompok untuk

menstimulasi sensori pada penderita yang mengalami kemunduran fungsi sensoris.

Teknik yang digunakan meliputi fasilitasi penggunaan panca indera dan kemampuan

mengekpresikan stimulus baik dari internal maupun eksternal.

Tujuan :

1)   Meningkatkan kemampuan sensori

2)   Meningkatkan upaya memusatkan perhatian

3)   Meningkatkan kesegaran jasmani

4)   Mengekspresikan perasaan

c.   Terapi aktifitas kelompok orientasi realitas

Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitr klien yaitu diri sendiri,

orang lain yang ada disekeliling klien atau orang yang dekat dengan klien,

lingkungan yang pernah mempunyai hubungan dengan klien dan waktu saat ini dan

yang lalu.

Terapi aktifitas kelompok orientasi realitas adalah pendekatan untuk

mengorientasikan klien terhadap situasi nyata (realitas). Umumnya dilaksanakan

pada kelompok yang menghalami gangguan orientasi terhadap orang, waktu dan

tempat. Teknik yang digunakan meliputi inspirasi represif, interaksi bebas maupun

secara didaktik.

Tujuan :

1)  Penderita mampu mengidentifikasi stimulus internal (fikiran, perasaan, sensasi

somatik) dan stimulus eksternal (iklim, bunyi, situasi alam sekitar)

2)  Penderita dapat membedakan antara lamunan dan kenyataan

3)  Pembicaraan penderita sesuai realita

4)  Penderita mampu mengenali diri sendiri

5)  Penderita mampu mengenal orang lain, waktu dan tempat

Page 15: Laporan TAK

Karakteristik :

1)  Penderita dengan gangguan orientasi realita (GOR); (halusinasi, ilusi, waham,

dan depresonalisasi ) yang sudah dapat berinteraksi dengan orang lain

2)  Penderita dengan GOR terhadap orang, waktu dan tempat yang sudah dapat

berinteraksi dengan orang lain

3)  Penderita kooperatif

4)  Dapat berkomunikasi verbal dengan baik

5)  Kondisi fisik dalam keadaan sehat

d.   Terapi aktifitas kelompok sosialisasi

Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar

klien. Kegiatan sosialisasi adalah terapi untuk meningkatkan kemampuan klien

dalam melakukan interaksi sosial maupun berperan dalam lingkungan social.

Sosialisasi dimaksudkan memfasilitasi psikoterapis untuk :

1)  Memantau dan meningkatkan hubungan interpersonal

2)  Memberi tanggapan terhadap orang lain

3)  Mengekspresikan ide dan tukar persepsi

4)  Menerima stimulus eksternal yang berasal dari lingkungan

Tujuan umum :

Mampu meningkatkan hubungan interpersonal antar anggota kelompok,

berkomunikasi, saling memperhatikan, memberi tanggapan terhadap orang lain,

mengekpresikan ide serta menerima stimulus eksternal.

Tujuan khusus :

1)   Penderita mampu menyebutkan identitasnya

2)   Menyebutkan identitas penderita lain

3)   Berespon terhadap penderita lain

4)   Mengikuti aturan main

5)   Mengemukakan pendapat dan perasaannya

Karakteristik :

1)   Penderita kurang berminat atau tidak ada inisiatif untuk mengikuti kegiatan

ruangan

2)   Penderita sering berada ditempat tidur

3)   Penderita menarik diri, kontak sosial kurang

4)   Penderita dengan harga diri rendah

5)   Penderita gelisah, curiga, takut dan cemas

6)   Tidak ada inisiatif memulai pembicaraan, menjawab seperlunya, jawaban sesuai

pertanyaan

Page 16: Laporan TAK

7)   Sudah dapat menerima trust, mau berinteraksi, sehat fisik

e.  Penyaluran energy

Penyaluran energi merupakan teknik untuk menyalurkan energi secara

kontruktif dimana memungkinkan penembanghan pola-pola penyaluran energi seperti

katarsis, peluapan marah dan rasa batin secara konstruktif dengan tanpa

menimbulkan kerugian pada diri sendiri maupun lingkungan.

Tujuan :

1)   Menyalurkan energi; destruktif ke konstrukstif.

2)   Mengekspresikan perasaan

3)   Meningkatkan hubungan interpersonal

F. Peran Perawat dalam Terapi Aktivitas Kelompok

Peran perawat jiwa professional dalam pelaksanaan terapi aktivitas kelompok

pada penderita skizofrenia adalah

a.   Mempersiapkan program terapi aktivitas kelompok

Sebelum melaksanakan terapi aktivitas kelompok, perawat harus terlebih

dahulu, membuat proposal. Proposal tersebut akan dijadikan panduan dalam

pelaksanaan terapi aktivitas kelompok, komponen yang dapat disusun meliputi:

deskripsi, karakteristik klien, masalah keperawatan, tujuan dan landasan teori,

persiapan alat, jumlah perawat, waktu pelaksanaan, kondisi ruangan serta uraian

tugas terapis.

b.   Tugas sebagai leader dan coleader

Meliputi tugas menganalisa dan mengobservasi pola-pola komunikasi yang

terjadi dalam kelompok, membantu anggota kelompok untuk menyadari

dinamisnya kelompok, menjadi motivator, membantu kelompok menetapkan

tujuan dan membuat peraturan serta mengarahkan dan memimpin jalannya terapi

aktivitas kelompok.

c.   Tugas sebagai fasilitator

Sebagai fasilitator, perawat ikut serta dalam kegiatan kelompok sebagai

anggota kelompok dengan tujuan memberi stimulus pada anggota kelompok lain

agar dapat mengikuti jalannya kegiatan.

d.   Tugas sebagai observer

Tugas seorang observer meliputi : mencatat serta mengamati respon

penderita, mengamati jalannya proses terapi aktivitas dan menangani

peserta/anggota kelompok yang drop out.

e.   Tugas dalam mengatasi masalah yang timbul saat pelaksanaan terapi

Page 17: Laporan TAK

Masalah yang mungkin timbul adalah kemungkinan timbulnya sub kelompok,

kurangnya keterbukaan, resistensi baik individu atau kelompok dan adanya

anggota kelompok yang drop out. Cara mengatasi masalah tersebut tergantung

pada jenis kelompok terapis, kontrak dan kerangka teori yang mendasari terapi

aktivitas tersebut.

f.    Program antisipasi masalah

Merupakan intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mengantisipasi

keadaan yang bersifat darurat (emergensi dalam terapi) yang dapat

mempengaruhi proses pelaksanaan terapi aktivitas kelompok. Dari rangkaian

tugas diatas, peranan ahli terapi utamanya adalah sebagai fasilitator. Idealnya

anggota kelompok sendiri adalah sumber primer penyembuhan dan perubahan

Iklim yang ditimbulkan oleh kepribadian ahli terapi adalah agen perubahan yang

kuat. Ahli terapi lebih dari sekedar ahli yang menerapkan tehnik; ahli terapi

memberikan pengaruh pribadi yang menarik variable tertentu seperti empati,

kehangatan dan rasa hormat (Kaplan & Sadock, 2007).

Sedangkan menurut Depkes RI 2008, di dalam suatu kelompok, baik itu

kelompok terapeutik atau non terapeutik tokoh pemimpin merupakan pribadi yang

paling penting dalam kelompok. Pemimpin kelompok lebih mempengaruhi tingkat

kecemasan dan pola tingkah laku anggota kelompok jika dibandingkan dengan

anggota kelompok itu sendiri. Karena peranan penting terapis ini, maka diperlukan

latihan dan keahlian yang betul-betul professional.

Stuart & Sundeen (2010) mengemukakan bahwa peran perawat psikiatri

dalam terapi aktivits kelompok adalah sebagai leader/co leader, sebagai observer

dan fasilitator serta mengevaluasi hasil yang dicapai dalam kelompok.

Untuk memperoleh kemampuan sebagai leader/co leader, observer dan fasilitator

dalam kegiatan terapi aktivitas kelompok, perawat juga perlu mendapat latihan

dan keahlian yang professional.

G. Indikasi dan Kontraindikasi Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

Adapun indikasi dan kontra indikasi terapi aktivitas kelompok (Depkes RI

(2007) adalah:

a.  Semua klien terutama klien rehabilitasi perlu memperoleh terapi aktifitas

kelompok kecuali mereka yang : psikopat dan sosiopat, selalu diam dan autistic,

delusi tak terkontrol, mudah bosan.

b.   Ada berbagai persyaratan bagi klien untuk bisa mengikuti terapi aktifitas

kelompok antara lain : sudah ada observasi dan diagnosis yang jelas, sudah

Page 18: Laporan TAK

tidak terlalu gelisah, agresif dan inkoheren dan wahamnya tidak terlalu berat,

sehingga bisa kooperatif dan tidak mengganggu terapi aktifitas kelompok.

c.   Untuk pelaksanaan terapi aktifitas kelompok di rumah sakit jiwa di upayakan

pertimbangan tertentu seperti : tidak terlalu ketat dalam tehnik terapi, diagnosis

klien dapat bersifat heterogen, tingkat kemampuan berpikir dan pemahaman

relatif setara, sebisa mungkin pengelompokan berdasarkan problem yang sama.

H. Komponen Kelompok

Kelompok terdiri dari delapan aspek, sebagai berikut (Kelliat, 2005) :

a.  Struktur kelompok.

Struktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses

pengambilan keputusan dan hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur

kelompok menjaga stabilitas dan membantu pengaturan pola perilaku dan

interaksi. Struktur dalam kelompok diatur dengan adanya pemimpin dan

anggota, arah komunikasi dipandu oleh pemimpin, sedangkan keputusan diambil

secara bersama.

b.  Besar kelompok.

Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang

anggotanya berkisar antara 5-12 orang. Jika angota kelompok terlalu besar

akibbatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan mengungkapkan

perasaan, pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi

informasi dan interaksi yang terjadi (Kelliat, 2005).

c.   Lamanya sesi.

Waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi kelompok

yang rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi. Banyaknya

sesi bergantung pada tujuan kelompok, dapat satu kali/dua kali perminggu, atau

dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan (Kelliat, 2005).

Page 19: Laporan TAK

BAB 3

PELAKSANAAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI

3.1. Aktivitas dan Indikasi

Aktivitas stimulasi sensoris dapat berupa stimulus terhadap penglihatan,

pendengaran, dan lain-lain seperti seni, gambar, video, tarian, dan nyanyian. Klien

yang mempunyai indikasi TAK Stimulasi Sensori adalah klien dan keluarga dengan

kriteria sebagai berikut berikut:

1. Klien dengan Resiko Perilaku Kekerasan

2. Klien yang kooperatif

3. Klien yang mudah mendengarkan dan mempraktikkan

4. Keluarga klien dengan Resiko Perilaku Kekerasan

3.2. Tugas dan Wewenang

1. Tugas Leader dan Co-Leader

- Memimpin acara; menjelaskan tujuan dan hasil yang diharapkan.

- Menjelaskan peraturan dan membuat kontrak dengan klien

- Memberikan motivasi kepada klien

- Mengarahkan acara dalam pencapaian tujuan

- Memberikan reinforcemen positif terhadap klien

2. Tugas Fasilitator

- Ikut serta dalam kegiatan kelompok

- Memastikan lingkungan dan situasi aman dan kondusif bagi klien

- Menghindarkan klien dari distraksi selama kegiatan berlangsung

- Memberikan stimulus/motivasi pada klien lain untuk berpartisipasi aktif

- Memberikan reinforcemen terhadap keberhasilan klien lainnya

- Membantu melakukan evaluasi hasil

3. Tugas Observer

- Mengamati dan mencatat respon klien

- Mencatat jalannya aktivitas terapi

- Melakukan evaluasi hasil

- Melakukan evaluasi pada organisasi yang telah dibentuk (leader, co leader, dan

fasilitator)

4. Tugas Klien

- Mengikuti seluruh kegiatan

- Berperan aktif dalam kegiatan

- Mengikuti proses evaluasi

Page 20: Laporan TAK

3.3. Peraturan Kegiatan

Adapun peraturan yang ditetapkan dalam kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok ini,

yaitu:

a. Klien diharapkan mengikuti seluruh acara dari awal hingga akhir

b. Klien dilarang meninggalkan ruangan bila acara belum selesai dilaksanakan

c. Klien yang tidak mematuhi peraturan akan diberi sanksi berupa peringatan lisan;

dihukum menyanyi atau menari; diharapkan berdiri dibelakang pemimpin selama

lima menit; dikeluarkan dari ruangan/kelompok

3.4 Teknik Pelaksanaan

Tema : Terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori

(membuat kreasi dari kain flanel)

Sasaran : Kasien dengan diagnose resiko perilaku kekerasan dan keluarga klien

Hari/Tanggal : Selasa, 11 Agustus 2015

Waktu : 60 menit

Tempat : dirumah Tn. R

Terapis :

1. Leader : Fenti Diah Hariyanti

2. Fasilitator 1 : Youshian Elmy

3. Observer : Arini Nur Hidayati

Tahapan Sesi :

Sesi 1: Memperkenalkan diri

Sesi 2: Berkenalan dengan anggota kelompok

Sesi 3: Membuat kreasi flannel

A. Tujuan

Klien dapat membuat pola / model dari kain flanel (kreasi gantungan kunci)

Klien dapat membuat 1 buah kreasi flannel

Klien dapat memberikan tanggapan terhadap pendapat klien lain.

B. Setting

- Terapis dan klien duduk bersama dalam satu lingkaran

- Ruangan nyaman dan tenang

C. MAP

Page 21: Laporan TAK

Keterangan :

L : Leader

O : Observer

F : Fasilitator

K : Klien

D. Alat dan Bahan

a. Kain flanel

b. Lem

c. Dakron

d. Gantungan kunci

e. Gunting

f. Alat jahit (benang dan jarum)

g. Macam-macam hiasan/pernak-pernik

E. Metode

a. Dinamika kelompok

b. Diskusi dan tanya jawab

F. Langkah-langkah Kegiatan

1. Persiapan

a. Membuat kontrak dengan klien tentang TAK

b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

2. Orientasi

a. Salam terapeutik

F

K

KL

K

F

O

K

F

K

Page 22: Laporan TAK

Salam dari terapis kepada klien.

b. Evaluasi/validasi

1) Menanyakan perasaan klien saat ini.

2) Menanyakan masalah yang dirasakan.

3) Menanyakan penerapan TAK yang lalu.

c. Kontrak

1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu membuat kreasi dari kain flannel.

2) Menjelaskan aturan main berikut:

- Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta izin

kepada terapis.

- Lama kegiatan ±60 menit.

- Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

3. Tahap Kerja

a. Membuat pola di kertas sesuai pilihan.

b. Mencetak pola di kalin flannel.

c. Menggunting pola

d. Menjahit pola-pola yang sudah jadi

e. Menambahkan dakron sebagai isi

f. Memberikan hiasan atau pernak-pernik sesuai keinginan

4. Tahap terminasi

a. Evaluasi

1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.

2. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.

b. Tindak lanjut

Menganjurkan klien untuk mengisi waktu luang dengan membuat kreasi lainnya.

c. Kontrak yang akan datang

1. Menyepakati kegiatan TAK yang akan datang.

2. Menyepakati waktu dan tempat.

G. Evaluasi dan Dokumentasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap

kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.

Untuk TAK Stimulasi Sensoris melukis kemmapuan klien yang diharapkan adalah

mengikuti kegiatan, dapat menyampaikan pendapat, membuat 1 kreasi flannel

sesuai keinginan, memberi tanggapan terhadap pendapat klien lain dan mengikuti

kegiatan sampai selesai. Formulir evaluasi sebagai berikut:

Page 23: Laporan TAK

Sesi 1: TAK

Stimulasi Sensori Umum

Kemampuan Sensori: Melukis

No. Aspek yang Dinilai Nama Klien

1. Memberi tanggapan terhadap pendapat

klien lain.

2. Mengikuti kegiatan sampai selesai.

Petunjuk:

1. Di bawah judul nama klien, tulis nama panggilan klien yang ikut TAK.

2. Untuk tiap klien, semua aspek dinilai dengan memberi tanda (+) jika ditemukan pada

klien atau (-) jika tidak ditemukan.

Dokumentasikan kemampuan yang dinilai klien saat TAK pada catatan proses

keperawatan tiap klien. Contoh catatan: klien mengikuti TAK stimulasi Sensori sampai

selesai, klien mampu melukis, menyebutkan hasil lukisan dan menceritakan makna lukisan,

serta memberi tanggapan terhadap pendapat klien lain. Anjurkan klien untuk

mengungkapkan perasaan melalui lukisan.

Perseptor Akademik

Ns. Retno Lestari, S.Kep, MN

NIP. 198009142005022001

Wonokerto, 11 Agustus 2015

Mengetahui,

Perseptor Klinik

(Barti Mahaendrajani, S.Kep)

NIP. 196680181990032010

Page 24: Laporan TAK

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Depkes. 2010. Standar Pedoman Perawatan jiwa.Kaplan Sadoch. 2008. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC Nurjanah, Intansari S.Kep. 2007. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa.

Yogyakarta : Momedia Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah

Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto Stuart, Sudden, 2008. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006.

Jakarta : Prima Medika.Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.Tarwoto dan Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.Townsend, Marry C. 2008. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan

Psikiatri edisi 3. Jakarta. EGC

Page 25: Laporan TAK

Lampiran 1. Dokumentasi

Page 26: Laporan TAK

Lampiran 2. Berita Acara

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS BRAWIJAYAFAKULTAS KEDOKTERAN

Jalan Veteran Malang – 65145 Telp. (0341) 551611 Pes. 213.214; 569117, 567192 – Fax (62)(0341) 564755

e-mail: [email protected] http:fk.ub.ac.idJAWA TIMUR – INDONESIA

Berita Acara Kegiatan Terapi Aktifitas Kelompok

Nama Kegiatan : Terapi Aktifitas Kelompok

Hari/Tanggal : Selasa, 11 Agustus 2015

Pukul : 12.30 – 13.45

Tempat : Rumah Pak Rohadi (Dusun Gampingan RT 34)

Pengisi Acara : Fenti Diah Hariyanti

Jumlah Peserta : 2 orang

Kronologis Acara :

1. 12.30 – 12.35 Pembukaan

2. 12.35 – 13.30 TAK membuat kreasi dari kain flanel

3. 13.30 – 13.45 Penutupan dan bincang-bincang

Pertanyaan :

1. Ini gimana caranya mbak ?

2. Cara jahitnya gimana ?

3. Ini udah cukup belum isinya mbak ?

Evaluasi :

1. Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir.

2. Peserta mampu membuat kreasi gantungan kunci dari kain flannel.

Saran :

1. Perlunya kunjungan rutin untuk memantau kondisi klien.

2. Perlunya keterampilan tambahan untuk mengisi waktu luang klien.

Wonokerto, 11 Agustus 2015

Mahasiswa

Fenti Diah Hariyanti

NIM. 115070201111002