Laporan Suhu Tinggi

29
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan pangan sering kali ditemui dimasyrakat memiliki daya simpan yang berbeda-beda sehingga mempengaruhi kualitas bahan pangan. Salah satu cara untuk meningkatakan kualitas bahan pangan yaitu dengan melakukan proses pengolahan terlebih dahulu. Pengolahan pada bahan pangan selain meningkatkan kualitas juga menyiapkan bahan pangan dapat langsung dikonsumsi. Salah satu pengolahan pada bahan pangan adalah pengolahan atau penyimpanan pada suhu tinggi. Pengolahan suhu tinggi ini bertujuan untuk mematikan mikroorganisme pathogen dan penyebab pembusuk produk. Pada pengolahan suhu tinggi terdapat beberapa cara yaitu pasteurisasi dan sterilisasi. Namun ada yang menggunakan media yaitu penggorengan, pengovenan dan penyangraian menggunakan udara panas. Proses pengolahan suhu tinggi dapat dilakukan untuk berbagai jenis bahan pangan. Namun, tak jarang terdapat beberapa bahan pangan yang rentan terhadap pengolahan suhu tinggi. Oleh sebab itu, praktikum ini bertujuan untuk mengetahui proses pengolahan bahan pangan pada suhu tinggi yaitu pasteurisasi, sterilisasi, penggorengan, penyangraian, dan enrobing atau coating serta pengaruh perubahan kualitas bahan pangan pasca pengolahan. 1.2 Tujuan Berdasarkan latar belakang diatas, praktikum ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui proses pengolahan pangan dengan menggunakan proses suhu tinggi meliputi pasteurisasi, sterilisasi, penggorengan, penyanggraian, dan enrobing. 2. Mengetahui kualitas bahan pangan pasca pengolahan.

description

Laporan praktikum suhu tinggi teknologi pengolahan pangan dan hasil pertanian

Transcript of Laporan Suhu Tinggi

  • BAB 1. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Bahan pangan sering kali ditemui dimasyrakat memiliki daya simpan

    yang berbeda-beda sehingga mempengaruhi kualitas bahan pangan. Salah

    satu cara untuk meningkatakan kualitas bahan pangan yaitu dengan

    melakukan proses pengolahan terlebih dahulu. Pengolahan pada bahan

    pangan selain meningkatkan kualitas juga menyiapkan bahan pangan dapat

    langsung dikonsumsi.

    Salah satu pengolahan pada bahan pangan adalah pengolahan atau

    penyimpanan pada suhu tinggi. Pengolahan suhu tinggi ini bertujuan untuk

    mematikan mikroorganisme pathogen dan penyebab pembusuk produk.

    Pada pengolahan suhu tinggi terdapat beberapa cara yaitu pasteurisasi dan

    sterilisasi. Namun ada yang menggunakan media yaitu penggorengan,

    pengovenan dan penyangraian menggunakan udara panas.

    Proses pengolahan suhu tinggi dapat dilakukan untuk berbagai jenis

    bahan pangan. Namun, tak jarang terdapat beberapa bahan pangan yang

    rentan terhadap pengolahan suhu tinggi. Oleh sebab itu, praktikum ini

    bertujuan untuk mengetahui proses pengolahan bahan pangan pada suhu

    tinggi yaitu pasteurisasi, sterilisasi, penggorengan, penyangraian, dan

    enrobing atau coating serta pengaruh perubahan kualitas bahan pangan

    pasca pengolahan.

    1.2 Tujuan

    Berdasarkan latar belakang diatas, praktikum ini bertujuan untuk:

    1. Mengetahui proses pengolahan pangan dengan menggunakan proses suhu

    tinggi meliputi pasteurisasi, sterilisasi, penggorengan, penyanggraian,

    dan enrobing.

    2. Mengetahui kualitas bahan pangan pasca pengolahan.

  • BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Definisi pengolahan suhu tinggi

    Pengolahan pangan dengan menggunakan suhu tinggi artinya

    pengolahan pangan dengan menggunakan panas, yaitu pengolahan yang

    dilakukan dengan pemanasan diatas suhu normal (ruang). Suhu normal atau

    suhu ruang yang dimaksud adalah suhu yang berkisar antara 27C sampai

    dengan 30C. Pengolahan pangan dengan menggunakan suk mehu tinggi

    bertujuan untuk memperpanjang masa simpan atau untuk mengawetkan

    bahan pangan yang disertai dengan penganekaragaman pangan. Dalam

    mengawetkan bahan pangan, dengan menggunakan suhu tinggi, ada dua hal

    yang perlu diperhatikan yaitu jumlah panas yang diberikan harus cukup

    untuk membunuh mikroba pembusuk dan mikroba pathogen serta jumlah

    panas yang diberikan tidak boleh menyebabkan terjadinya penurunan nilai

    gizi (Koeswardhani, 2006).

    2.2 Deksripsi bahan yang berkaitan dengan suhu tinggi

    2.2.1 Kacang tanah

    Kacang tanah (Arachis hypogaea L) merupakan tanaman polong

    polongan atau legum dari famili papilionaceae, sejenis tanaman tropika yang

    tumbuh secara perdu setinggi 30 hingga 50 cm dan menghasilkan daun-daun

    kecil. Kacang tanah merupakan bahan pangan yang sehat karena

    mengandung protein, niacin, magnesium, vitamin C, mangan, krom,

    kolesterol yang rendah nilainya, asam lemak tidak jenuh hingga 80%, dan

    juga mengandung asam linoleat sebanyak 40-45% (Kasno, 2005).

    Sianturi (2008) menyatakan bahwa Bentuk dan ukuran biji kacang

    tanah sangat berbeda-beda, ada yang besar, sedang dan kecil. Begitu pula

    warna bijinya bermacam-macam, antara lain putih, merah, kesumba, ungu

    dan lain sebagainyai. Perbedaan-perbedaan itu tergantung pada varietas-

    varietasnya.

    2.2.2 Pisang Kepok

    Pisang merupakan buah yang sangat bergizi dan merupakan sumber

    vitamin, mineral disamping karbohidrat (Nugraho, 2008). Buah pisang

  • kepok menghasilkan pati yang bermutu baik dengan warna lebih putih jika

    dibandingkan dengan pati dari pisang ambon dan pisang siem yang

    menghasilkan pati bewarna coklat kehitaman (Satuhu dan Supriyadi, 1999).

    Jenis pati yang demikian tidak menarik walaupun aroma pisangnya lebih

    kuat dibandingkan pati yang terbuat dari pisang kepok (Satuhu dan

    Supriyadi, 1999).

    Pisang kepok termasuk pisang berkulit tebal dengan warna kuning

    yang menarik kalau sudah matang. Satu tandan terdiri dari 10 -16 sisir

    dengan berat 14 22 kg. Setiap sisir terdapat 20 buah. Kandungan nutrisi

    tiap 100 gram daging buah pisang mengandung zat gizi sebagai berikut :

    kalori 79 kkal, karbohidrat 21,2 gram, protein 1,1 gram, lemak 0,2 gram, air

    75,5 gram, vitamin A 0,022 gram, vitamin C 0,0094 gram, tiamin 0,001

    gram, dan riboflavin 0,002 gram. Selain itu, kekerasan buah menurun, pati

    berubah menjadi gula, warna kulit berubah dari hijau menjadi kuning dan

    kekelatan pada buah hilang, berkembang menjadi flavor dengan

    karakteristik yang khas (Stover dan Simmonds, 1987).

    2.2.3 Susu

    Menurut Winarno (1993), susu adalah cairan berwarna putih yang

    disekresikan oleh kelenjar mammae (ambing) pada binatang mamalia

    betina, untuk bahan makanan dan sumber gizi bagi anaknya. Sebagian besar

    susu dikonsumsi manusia berasal dari sapi. Susu merupakan makanan alami

    yang hamper sempurna. Sebagian besar zat gizi esensial ada dalam susu,

    diantaranya yaitu protein, kalsium, fosfor, vitamin A, dan tiamin (vitamin

    B1) (Almatsier, 2002).

    Sifat-sifat fisikokimia susu adalah kerapatan susu antara 1,0260-

    1,0320 pada suhu 20C, pH susu segar berkisar antara 6,6-6,7, warna

    normal susu putih kebiru-biruan sampai kuning kecoklatan, cita rasa susu

    menyenangkan dan agak manis berasal dari laktosa, sedangkan rasa asin

    berasal dari klorida (Usmiati dan Abu Bakar, 2009).

  • 2.2.4 Jus Jambu Biji Merah

    Jambu biji atau bahasa latinnya Psidium guajava L. merupakan jenis

    tanaman perdu dengan cabang yang banyak (Wirakartakusuma, 2000).

    Jambu biji merah banyak mengandung zat kimia : pada buah, daun dan kulit

    batang pohonnya mengandung tanin, tapi pada bunganya tidak banyak

    mengandung senyawa tersebut. Selain mengandung tanin daun jambu biji

    merah juga mengandung zat lain seperti asam oleanolat, minyak atsiri, asam

    kratogolat, asam ursolat, asam psidiolat, asam guajaverin dan vitamin.

    Kandungan gizi dalam 100 gram buah jambu biji merah adalah 36-50 kalori;

    77-86 g air; 2,8-5,5 g serat; 0,9-1,0 g protein; 0,1-0,5 g lemak; 0,43-0,7 g

    abu; 9,5-10 g karbohidrat; 9,1-17 mg kalsium; 17,8-30 mg fosfor; 0,3-0,7

    mg besi; 200-400 IU vitamin A; 200-400 mg vitamin C; 0,046 mg vitamin

    B1; 0,03-0,04 mg vitamin B

    2; 0,6-1,068 mg vitamin B

    3; dan 82% bagian

    yang dimakan (Cahyono, 2010).

    2.3 Jenis pengolahan suhu tinggi

    2.3.1 Penggorengan

    Penggorengan merupakan proses menghilangkan kelembaban dari

    bahan mentah dalam proses ini dan minyak . Minyak merupakan bagian

    yang terpenting dalam proses ini dan minyak harus dijaga kualitasnya

    (kebersihannya dari degradasi). Degradasi dapat menyebabkan minyak

    tengik karena mengandung free fatty acid (asam lemak bebas) yang dapat

    menimbulkan bau, warna, dan rasa yang tidak disukai (Gould, 1996).

    Penggorengan yang dilakukan dapat menimbulkan berbagai akibat,

    antara lain: rasa gurih pada bahan pangan bertambah karena ada minyak

    yang berikatan dengan bahan pangan, bahan pangan menjadi lebih kering

    sehingga Aw pada bahan pangan menjadi turun dan pertumbuhan

    mikroorganisme terhambat, warna pada bahan mengalami perubahan karena

    terjadi perubahan komponen kompleks menjadi komponen lebih sederhana

    yang berwarna hitam atau gelap, flavor bahan pangan berubah (Winarno et al.,1980).

    2.3.2 Penyangraian

    Roasting merupakan proses penyangraian biji yang tergantung pada

    waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan.

  • Terjadi kehilangan berat kering terutama gas dan produk pirolisis volatil

    lainnya. Kebanyakan produk pirolisis ini sangat menentukan citarasa.

    Kehilangan berat kering terkait erat dengan suhu penyangraian (Varnam and

    Sutherland,1994).

    Penyangrai bisa berupa oven yang beroperasi secara batch atau

    continous. Pemanasan dilakukan pada tekanan atmosfer dengan media udara

    panas atau gas pembakaran. Pemanasan dapat juga dilakukan dengan

    melakukan kontak dengan permukaan yang dipanaskan, dan pada beberapa

    desain pemanas, hal ini merupakan faktor penentu pada pemanasan. Desain

    paling umum yang dapat disesuaikan baik untuk penyangraian secara batch

    maupun continuous yaitu berupa drum horizontal yang dapat berputar

    (Ciptadi dan Nasution, 1985).

    2.3.3 Pasteurisasi

    Pasteurisasi adalah suatau proses pemanasan yang dilakukan pada

    suhu krang dari 100C, tetapi dengan waktu yang bervariasi dari beberapa

    detik sampai beberapa menit tergantung pada tingginya suhu yang

    digunakan. Makin tinggi suhu pasteurisasi, makin singkat watu yang

    dibutuhkan untuk pemanasannya. Tujuan utama dari proses pasteurisasi

    adalah untuk menginaktifkan sel-sel vegetative mikroba pathogen, mikroba

    pembentuk toksin maupun mikroba pembusuk. Pemanasan dalam proses

    pasteurisasi dapat dilakukan dengan menggunakan uap air, air panas atau

    udara panas. Tinggi suhu dan lamanya waktu pemanasan yang dibutuhkan

    dalam proses pasteurisasi tergantung dari ketahanan mikroba terhadap

    panas. Namun perlu diperhatikan juga sensivitas bahan pangan yang

    bersangkutan terhadap panas. Pada prinsipnya, pasteurisasi memadukan

    antara suhu dan lamanya waktu pemanasan yang terbaik untuk suatu bahan

    pangan. Pasteurisasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu metode 1) Low

    Temperature Long atau disingkat LTLT dan 2) High Temperature Short

    Time yang disingkat HTST. Metode LTLT dilakukan pada suhu 62,8C

    selama 30 menit, sedangkan HTST dilakukan pada suhu 71,7C selama 15

    detik (Koeswardhani, 2006).

  • 2.3.4 Sterilisasi

    Sterilisasi merupakan salah satu cara pengolahan bahan pangan yang

    bersifat mengawetkan. Sterilisasi juga merupakan istilah untuk setiap proses

    yang menghasilkan kondisi steril dalam bahan pangan. Jadi, sterilisasi

    adalah cara atau langkah atau usaha yang dilakukan untuk membunuh

    semua mikroba yang dapat hidup dalam bahan pangan (Koeswardhani,

    2006).

    Dalam proses sterilisasi, semakin rendah suhu yang digunakan maka

    semakin lama waktu yang dibutuhkan. Namun, waktu pemanasan yang

    cukup lama, lebih-lebih pada suhu tinggi, akan berakibat menurunnya nilai

    gizi. Sterilisasi tersebut dikenal dengan istilah Ultra High Temperature atau

    disingkat UHT, yaitu pemanasan yang dilakukan pada suhu sekitar 135C-

    140C selama 6 - 10 detik atau 140C-150C selama 2 - 4 detik

    (Koeswardhani, 2006).

    2.4 Teknik enrobing pada produk pangan

    Fellows (1990) menyatakan coating dan enrobing adalah kegiatan

    setelah proses yang dilakukan dengan menyalut makanan dengan edible

    coating. Menurut Krochta (1992) edible coating adalah lapisan tipis yang

    terbuat dari bahan yang dapat dimakan, serta dapat berfungsi sebagai

    penahan (barrier) perpindahan massa (seperti kelembaban, oksigen, lemak,

    dan larutan), atau sebagai pembawa bahan makanan dan tambahan (aditif)

    juga untuk meningkatkan kemudahan penanganan makanan. Sedangkan

    menurut Gennadios dan Weller (1990), edible coating merupakan lapisan

    tipis yang dapat dimakan, yang digunakan pada makanan dengan cara

    pembungkusan, pencelupan, dan penyikatan agar terjadi penahan (barrier)

    yang selektif untuk menghambat perpindahan gas, uap air, dan bahan

    terlarut, sekaligus memberikan perlindungan mekanis.

    Asideu (1989) mengungkapkan produk coating dan enrobing dapat

    diubah sesuai yang dikehendaki karena dapat melindungi dari kerusakan

    mekanis. Keanekaragaman penyalut yang digunakan untuk memberikan

  • suatu bahan appearance yang berbeda dari penampilan sebelumnya, yaitu

    berupa gloss dan color dapat menjadi keunggulan dari produk itu sendiri.

    Setelah mengalami coating dan enrobing, bahan makanan biasanya akan

    mengikuti ingredient yang dibawa oleh penyalutnya.

    Ketebalan dari coating dan enrobing ditentukan oleh viskositas bahan.

    Semakin tinggi viskositas bahan akan semakin tebal bumbu yang

    menyelimuti bahan makanan (Warsito, 2003). Proses coating dan enrobing

    menghasilkan perubahan pada warna, rasa, tekstur, dan juga flavor. Menurut

    Deman (1989) warna penting bagi banyak makanan. Warna memberikan

    petunjuk mengenai perubahan kimia pada makanan, seperti reaksi browning.

    Tekstur merupakan faktor penentu mutu makanan daripada warna dan rasa.

    Ciri dari tekstur adalah renyah, berminyak, rapuh, empuk, bersari,

    menepung, dan mengeripik. Flavor merupakan kombinasi bau, rasa, dan

    mouthfeel.

  • BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

    3.1 Alat dan Bahan

    3.1.1 Alat

    1. Autoklaf

    2. Neraca analitik

    3. Penggorengan atau wajan

    4. Beaker glass

    5. Kompor

    6. Panci

    7. Botol

    8. Termometer

    9. Colour reader

    10. Gelas ukur

    11. Peniris

    12. Stopwatch

    13. Kamera

    14. Hotplate

    3.1.2 Bahan

    1. Pisang

    2. Susu

    3. Kacang tanah

    4. Jus buah jambu

    5. Minyak

    6. Tepung terigu

    7. Gula

    8. Garam

    9. Air

    10. Kertas label

    11. Tissue atau kain lap

  • 3.2 Skema Kerja

    3.2.1 Penggorengan

    Gambar 3.1 Diagram alir penggorengan

    3.2.2 Penyangraian

    Gambar 3.2 Diagram alir penyangraian

    Sampel

    Ditimbang

    Diamati warna, aroma, dan tekstur

    Sampel dimasukkan dalam minyak yang

    sudah dipanaskan

    Digoreng selama 5 menit

    Ditiriskan

    Diamati warna, aroma, tekstur,

    dan rasa

    Sampel

    Diamati warna, aroma, dan tekstur

    Sampel dimasukkan ke dalam

    wajan

    Disangrai selama 5 menit

    Ditiriskan

    Diamati warna, aroma, tekstur,

    dan rasa

  • 3.2.3 Enrobing atau Coating

    Gambar 3.3 Diagram alir enrobing atau coating

    Bahan coating (tepung

    terigu, gula, dan air)

    Sampel ditimbang sebanyak 2

    (sampel coating dan tanpa coating)

    Diamati warna, aroma, dan tekstur

    Dimasukkan sampel kedalam

    bahan coating (sampel 1)

    Sampel 1 dan sampel 2 (tanpa

    coating) digoreng selama 5 menit

    Ditiriskan

    Diamati warna, aroma, tekstur, dan

    rasa

  • 3.2.4 Pasteurisasi

    Gambar 3.4 Diagram alir pasteurisasi

    3.2.5 Sterilisasi

    Gambar 3.5 Diagram alir sterilisasi

    125 ml sampel

    Dimasukkan dalam beaker glass

    Diamati warna, aroma, dan kekentalan

    Dipasteurisasi pada suhu 88C selama 15

    detik

    Diamati warna, aroma, kekentalan,

    dan rasa

    125 ml sampel

    Dimasukkan ke dalam botol

    Diamati warna, aroma, dan

    kekentalan

    Dipre heating selama 2-3 menit

    Botol ditutup (jangan terlalu rapat)

    Dimasukkan ke autoklaf 121C; 15-20

    menit; tekanan 1,5 atm

    Diamati warna, aroma, kekentalan,

    dan rasa

  • BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

    4.1 Hasil Pengamatan

    KELOMPOK : 1

    BAHAN : Kacang Tanah (Penggorengan)

    KELOMPOK : 2

    BAHAN : Kacang Tanah (Penggorengan)

    JENIS

    PENGAMATAN

    SEBELUM

    PERLAKUAN

    SESUDAH

    PERLAKUAN

    BERAT 50 gram 46,66 gram

    WARNA Berwarna coklat

    kekuningan Berwarna gelap

    AROMA Beraroma kacang segar Beraroma kacang yang

    agak hangus

    TEKSTUR Tidak terlalu keras/agak

    lunak

    Lebih keras dari sebelum

    digoreng

    RASA - Gurih namun sedikit

    pahit

    GAMBAR

    JENIS

    PENGAMATAN

    SEBELUM

    PERLAKUAN

    SESUDAH

    PERLAKUAN

    BERAT 50 gram 47,51 gram

    WARNA Coklat kekuningan Lebih Kecoklatan

    AROMA Kacang segar Kacang

    TEKSTUR Kenyal , tidak keras Lebih keras

    RASA - Gurih,( belum matang )

    GAMBAR

  • KELOMPOK : 3

    BAHAN : Pisang (Penggorengan dengan coating/enrobing)

    KELOMPOK : 4

    BAHAN : Pisang (Penggorengan tampa coating/enrobi)

    JENIS

    PENGAMATAN

    SEBELUM

    PERLAKUAN

    SESUDAH

    PERLAKUAN

    BERAT 14,77 gram 22,82 gram

    WARNA Putih kekuningan Kuning kecoklatan

    AROMA Pisang segar Pisang goreng

    TEKSTUR Lembut/halus kasar

    RASA manis manis

    GAMBAR

    JENIS

    PENGAMATAN

    SEBELUM

    PERLAKUAN

    SESUDAH

    PERLAKUAN

    BERAT 16,18 gram 14,51

    WARNA Pisang Segar Tidak beraroma pisang

    AROMA Kuning keputihan Coklat

    kekuning_kuningan

    TEKSTUR Luak dan lembut Lebih lunak

    RASA Manis pisang Tidak manis

    GAMBAR

  • KELOMPOK : 5

    BAHAN : Susu (Pasteurisasi)

    KELOMPOK : 6

    BAHAN : Susu (Sterilisasi)

    JENIS

    PENGAMATAN

    SEBELUM

    PERLAKUAN

    SESUDAH

    PERLAKUAN

    BERAT 125 ml 123 ml

    WARNA Putih sedikit

    kekuningan

    Putih kekuningan

    (lebih kuning)

    AROMA Susu segar ( amis) Tidak teralu amis

    TEKSTUR Tidak kental Lebih kental

    RASA -- Enak, sedikit asin

    GAMBAR

    JENIS

    PENGAMATAN

    SEBELUM

    PERLAKUAN

    SESUDAH

    PERLAKUAN

    BERAT 125 ml 122 ml

    WARNA Putih Lebih pekat

    AROMA Susu Lebih khas susus

    TEKSTUR Susu Biasa Lebih kental

    RASA Susu Biasa Lebih khas susu

    GAMBAR

  • KELOMPOK : 7

    BAHAN : Jus Jambu (Pasteurisasi)

    KELOMPOK : 8

    BAHAN : Jus Jambu (Sterilisasi)

    JENIS

    PENGAMATAN

    SEBELUM

    PERLAKUAN

    SESUDAH

    PERLAKUAN

    BERAT 100 ml 99ml

    WARNA Merah agak orange Merah memudar (pink)

    AROMA Jambu merah segar Aroma berkurang

    TEKSTUR Agak kental tetapi tidak

    encer Lebih kental

    RASA Agak manis Manis berkurang, sepat

    GAMBAR

    JENIS

    PENGAMATAN

    SEBELUM

    PERLAKUAN

    SESUDAH

    PERLAKUAN

    BERAT 100 90

    WARNA Merah muda Merah muda mentah

    AROMA Segar menyengat

    TEKSTUR Kental

    Terpisah antara jambu

    dengan air endapan di

    bawah dan air di atas

    RASA Jus jambu enak Hambar tak berasa

    GAMBAR

  • 4.2 Hasil Perhitungan

    Tidak terdapat data perhitungan dari praktikum pengolahan suhu

    tinggi.

  • BAB 5. PEMBAHASAN

    5.1 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan

    5.1.1 Penggorengan

    Salah satu proses pengolahan pangan menggunakan suhu tinggi yaitu

    penggorengan. Dalam perlakuan penggorengan disiapkan alat dan bahan

    yang akan digunakan. Sampel berupa Kacang tanah ditimbang sebanyak 50

    gram, kemudian diamati warna, aroma, serta tekstur sebelum dilakukan

    penggorengan. Disisi lain, disiapkan minyak dan dipanaskan untuk

    menggoreng kacang tanah yang telah diamati. Tujuan penggorengan ini

    untuk mengubah eating quality bahan pangan dan pengawetan karena

    destruksi mikroorganisme dan enzim, serta penurunan Aw. Setelah kacang

    digoreng hingga 5 menit, yaitu saat terjadi perubahan warna, perubahan

    warna ini menunjukkan bahwa kacang tanah tersebut sudah matang dan

    ditiriskan. Tahap terakhir, diamati kembali berat, warna, aroma, tekstur dan

    rasa.

    5.1.2 Penyangraian

    Salah satu proses pengolahan pangan menggunakan suhu tinggi yaitu

    penyangraian. Dalam perlakuan pennyangraian disiapkan alat dan bahan

    yang akan digunakan. Sampel berupa Kacang tanah ditimbang sebanyak 50

    gram, kemudian diamati warna, aroma, serta tekstur sebelum dilakukan

    penyangraian. Disisi lain, disiapkan wajan untuk menyangrai kacang tanah

    yang telah diamati. Tujuan penyangraian ini untuk mengubah eating quality

    bahan pangan. Setelah kacang disangrai hingga 5 menit, yaitu saat terjadi

    perubahan warna, perubahan warna ini menunjukkan bahwa kacang tanah

    tersebut sudah mulai matang dan ditiriskan. Tahap terakhir, diamati kembali

    berat, warna, aroma, tekstur dan rasa.

    5.1.3 Enrobing atau Coating

    Proses pengolahan pangan yang lain adalah enrobing. Dalam

    perlakuan enrobing disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Sampel

    berupa pisang kapok sebanyak 2 buah untuk perlakuan penggorengan

    dengan enrobing dan tanpa enrobing. Kemudian, diamati berat, warna,

  • aroma dan tekstur sebelum dilakukan penggorengan dengan enrobing dan

    tanpa enrobing. Pisang yang akan digoreng, dienrobing terlebih dahulu.

    Bahan enrobing berupa campuran tepung terigu, gula dan air. Tujuan

    enrobing untuk memperbaiki kenampakan, memodifikasi tekstur,

    meningkatkan flavor, meningkatakan kenyamanan, dan meningkatkan

    variasidan nilai tambah produk serta dapat menghalangi pergerakan air dan

    gas atau melindungi bahan pangan dari kerusakan mekanis. Selanjutnya,

    pisang yang telah dienrobing dan tanpa enrobing digoreng selama 5 menit

    dan ditiriskan untuik menghilangkan kandungan minyak yang ada pada

    pisang. Setelah itu, diamati berat, warna, aroma, tekstur dan rasa.

    5.1.4 Pasteurisasi

    Proses pengolahan suhu tinggi yang lain yaitu pasteurisasi. Dalam

    melakukan pasteurisasi disiapkan terlebih dahulu alat dan bahan yang akan

    digunakan. Sampel yang digunakan berupa susu segar dan jus buah jambu

    masing-masing sebanyak 125 ml. Sampel yang telah diukur menggunakan

    gelas ukur dimasukkan kedalam gelas beker, kemudian diamati warna,

    aroma dan kekentalannya. Setelah itu, susu maupun jus buah yang telah

    diamati, dipasteurisasi hingga suhu 88C selama 15 detik. Perlakuan

    pasteurisasi ini dilakukan menggunakan hotplate. Bahan tersebut dilakukan

    pasteurisasi yang bertujuan untuk menginaktifkan sel-sel vegetatif mikroba

    pathogen, mikroba pembentuk toksin maupun mikroba pembusuk sehingga

    umur simpan bahan pangan menjadi lebih lama. Setelah pasteurisasi selesai,

    diamati kembali warna, aroma, kekentalan dan rasanya.

    5.1.5 Sterilisasi

    Proses pengolahan suhu tinggi yang lain yaitu sterilisasi. Dalam

    melakukan pasteurisasi disiapkan terlebih dahulu alat dan bahan yang akan

    digunakan. Sampel yang digunakan berupa susu segar dan jus buah jambu

    masing-masing sebanyak 125 ml. Sampel yang telah diukur menggunakan

    gelas ukur dimasukkan kedalam gelas beker, kemudian diamati warna,

    aroma dan kekentalannya. Setelah itu, susu maupun jus buah yang telah

    diamati, disterilisasi dengan suhu 121C selama 15-20 menit. Perlakuan

  • sterilisasi ini dilakukan menggunakan autoklaf. Bahan tersebut dilakukan

    sterilisasi yang bertujuan untuk membunuh semua mikroba yang dapat

    hidup dalam bahan pangan sehingga umur simpan bahan pangan menjadi

    lebih lama. Setelah sterilisasi selesai, diamati kembali warna, aroma,

    kekentalan dan rasanya.

    5.2 Analisa Data

    5.2.1 Penggorengan

    Tabel 5.1 Hasil pengamatan penggorengan kacang tanah

    Berdasarkan tabel 5.1 diperoleh berat kacang antara sebelum dan

    sesudah mengalami penurunan sebesar 3.34 gram. Hal itu dapat diakibatkan

    karena pada saat penggorengan air yang ada pada bahan menguap sehingga

    berat kacang tanah mengalami penyusutan. Penggorengan menyebabkan

    kehilangan air sekitar 5% dan kehilangan lemak yang cukup besar,

    tergantung metode pemasakan (Abustam dan Ali, 2004). Warna kacang

    tanah sebelum dilakukan penggorengan berwarna coklat kekuningan

    menyerupai warna kacang tanah pada umumnya. Namun setelah dilakukan

    penggorengan warna kacang tanah berubah menjadi gelap.

    Aroma kacang tanah sebelum dilakukan penggorengan menyerupai

    kacang segar, namun stelah dilakukan penggorengan beraroma kacang yang

    agak hangus. Sedangkan tekstur kacang setelah dilakukan penggorengan

    JENIS

    PENGAMATAN

    SEBELUM

    PERLAKUAN

    SESUDAH

    PERLAKUAN

    BERAT 50 gram 46,66 gram

    WARNA Berwarna coklat

    kekuningan Berwarna gelap

    AROMA Beraroma kacang segar Beraroma kacang yang

    agak hangus

    TEKSTUR Tidak terlalu keras/agak

    lunak

    Lebih keras dari sebelum

    digoreng

    RASA - Gurih namun sedikit

    pahit

    GAMBAR

  • menjadi keras dari sebelum digoreng. Hal ini sesuai bahwa penggorengan

    yang dilakukan dapat menimbulkan berbagai akibat, antara lain: rasa

    gurih pada bahan pangan bertambah karena ada minyak yang berikatan

    dengan bahan pangan serta warna pada bahan mengalami perubahan karena

    terjadi perubahan komponen kompleks menjadi komponen lebih sederhana

    yang berwarna hitam atau gelap, flavor bahan pangan berubah (Winarno et al.,1980).

    5.2.2 Penyangraian

    Tabel 5.2 Hasil pengamatan penyangraian kacang tanah

    Berdasarkan tabel 5.2 diperoleh berat kacang tanah antara sebelum

    dan sesudah mengalami penurunan sebesar 2.49 gram. Hal itu dapat

    diakibatkan karena pada saat penyangraian terjadi penguapan air akibat

    kontak dengan panas sehingga beratnya mengalami penyusutan. Hal ini

    sesuai dengan pendapat Widyotomo dan Mulato (2005) yang menyatakan

    bahwa proses pengeringan dilakukan sampai pada kadar air seimbang

    dengan keadaan udara normal (Equilibrium Moisture Content) atau pada

    batas tertentu sehingga aman disimpan dan tetap memiliki mutu yang baik

    sampai ke tahap proses pengolahan berikutnya. Warna pada kacang tanah

    sebelum dilakukan penyangraian coklat kekuningan, namun terjadi

    perubahan sehingga berubah menjadi lebih kecoklatan. Hal itu terjadi akibat

    JENIS

    PENGAMATAN

    SEBELUM

    PERLAKUAN

    SESUDAH

    PERLAKUAN

    BERAT 50 gram 47,51 gram

    WARNA Coklat kekuningan Lebih Kecoklatan

    AROMA Kacang segar Kacang

    TEKSTUR Kenyal , tidak keras Lebih keras

    RASA - Gurih,( belum matang )

    GAMBAR

  • proses penyangraian akibat panas sehingga terjadi browning pada kacang

    tanah.

    Aroma pada kacang tanah juga mengalami perubahan menjadi

    beraroma kacang. Hal itu dikarenakan pada saat penyangraian akibat kontak

    langsung dengan panas terjadi peguapan komponen volatil yang terdapat

    kacang tanah. Tekstur kacang tanah setelah dilakukan penyangraian menjadi

    lebih keras.

    5.2.3 Enrobing dan Coating

    Tabel 5.3 Hasil pengamatan penggorengan dengan coating/enrobing

    pada pisang kepok

    Berdasarkan tabel 5.3 diperoleh berat pisang yang digoreng dengan

    perlakuan coating/enrobing mengalami kenaikan sebesar 8,05 gram. Hal itu

    diakibatkan karena pada saat coating/enrobing terjadi penambahan berat

    akibat pelapis berupa tepung yang digunakan. Warna pisang

    coating/enrobing berubah menjadi kuning kecoklatan. Hal itu karena pada

    saat penggorengan terjadi reaksi browning yang mengakibatkan pisang

    berubah warna menjadi kecoklatan. Aroma pisang juga berubah menjadi

    gurih dan harum akibat senyawa volatile yang ada pada pisang menguap

    akibat kontak panas. Tekstur pisang berubah menjadi lebih kasar, hal itu

    karena adanya pelapisan menggunakan tepung terigu ketika penggorengan

    JENIS

    PENGAMATAN

    SEBELUM

    PERLAKUAN

    SESUDAH

    PERLAKUAN

    BERAT 14,77 gram 22,82 gram

    WARNA Putih kekuningan Kuning kecoklatan

    AROMA Pisang segar Pisang goreng

    TEKSTUR Lembut/halus kasar

    RASA manis manis

    GAMBAR

  • tidak merata. Hal itu sesuai bahwa proses coating dan enrobing

    menghasilkan perubahan pada warna, rasa, tekstur, dan juga flavor. Menurut

    Deman (1989) warna penting bagi banyak makanan. Warna memberikan

    petunjuk mengenai perubahan kimia pada makanan, seperti reaksi browning.

    Tekstur merupakan faktor penentu mutu makanan daripada warna dan rasa.

    Ciri dari tekstur adalah renyah, berminyak, rapuh, empuk, bersari,

    menepung, dan mengeripik. Flavor merupakan kombinasi bau, rasa, dan

    mouthfeel.

    Tabel 5.4 Hasil pengamatan penggorengan tanpa coating/enrobing

    pada pisang kepok

    Berdasarkan tabel 5.4 diperoleh berat pisang yang digoreng tanpa

    perlakuan coating/enrobing mengalami penurunan sebesar 1.67 gram. Hal

    itu diakibatkan karena pada saat coating/enrobing tidak terjadi penambahan

    berat akibat pelapis berupa tepung seperti pada tabel 5.3. Selain itu,

    penurunan berat juga terjadi akibat penguapan uap air yang ada pada bahan.

    Warna pisang coating/enrobing berubah menjadi coklat kekuning-kuningan.

    Hal itu karena pada saat penggorengan terjadi reaksi browning yang

    JENIS

    PENGAMATAN

    SEBELUM

    PERLAKUAN

    SESUDAH

    PERLAKUAN

    BERAT 16,18 gram 14,51 gram

    WARNA Pisang Segar Tidak beraroma pisang

    AROMA Kuning keputihan Coklat kekuning-

    kuningan

    TEKSTUR Luak dan lembut Lebih lunak

    RASA Manis pisang Tidak manis

    GAMBAR

  • mengakibatkan pisang berubah warna menjadi kecoklatan. Aroma pisang

    juga berubah menjadi tidak beraroma pisang akibat senyawa volatile yang

    ada pada pisang menguap akibat kontak panas. Tekstur pisang berubah

    menjadi lebih lunak, hal itu karena tidak adanya pelapisan menggunakan

    tepung terigu.

    5.2.4 Pasteurisasi

    Tabel 5.5 Hasil pengamatan pasteurisasi susu

    Berdasarkan tabel 5.5 diperoleh bahwa volume susu setelah dilakukan

    pasteurisasi mengalami penurunan sebesar 2 ml. Penurunan nilai ini akibat

    pada saat pemanasan terjadi evaporasi atau penguapan uap air dari susu,

    sehingga mengakibatkan kadar air pada susu berkurang. Warna susu

    pasteurisasi juga menjadi putih kekuningan, hal itu karena lemak dan

    karoten dalam susu terlarut dan tergumpalkan. Aroma susu pasteurisasi

    menjadi tidak seperti susu segar atau tidak amis. Menurut Rahardjo (2004)

    kerusakan flavor pada produk pangan disebabkan oleh reaksi oksidasi pada

    komponen bahan makanan selama proses pengolahan maupun

    penyimpanan. Kekentalan susu setelah dipasteurisasi menjadi lebih kental.

    Hal itu karena pengurangan kadar air akibat pemanasan sehingga kandungan

    padatan lebih banyak daripada cairan. Rasanya enak dan sedikit asin.

    JENIS

    PENGAMATAN

    SEBELUM

    PERLAKUAN

    SESUDAH

    PERLAKUAN

    BERAT 125 ml 123 ml

    WARNA Putih sedikit

    kekuningan

    Putih kekuningan

    (lebih kuning)

    AROMA Susu segar ( amis) Tidak teralu amis

    TEKSTUR Tidak kental Lebih kental

    RASA -- Enak, sedikit asin

    GAMBAR

  • Tabel 5.6 Hasil pengamatan pasteurisasi jus jambu

    Berdasarkan tabel 5.6 diperoleh bahwa volume jus jambu setelah

    dilakukan pasteurisasi mengalami penurunan sebesar 1 ml. Penurunan nilai

    ini akibat pada saat pemanasan terjadi evaporasi atau penguapan uap air dari

    jus jambu, sehingga mengakibatkan kadar air pada jus jambu berkurang.

    Warna jus jambu pasteurisasi juga menjadi merah memudar (pink), hal itu

    karena pada saat pemanasan terjadi banyak perubahan. Aroma jus jambu

    pasteurisasi menjadi tidak seperti jus jambu. Kekentalan jus jambu setelah

    dipasteurisasi menjadi lebih kental. Hal itu karena pengurangan kadar air

    akibat pemanasan sehingga kandungan padatan lebih banyak daripada

    cairan.

    JENIS

    PENGAMATAN

    SEBELUM

    PERLAKUAN

    SESUDAH

    PERLAKUAN

    BERAT 100 ml 99ml

    WARNA Merah agak orange Merah memudar

    (pink)

    AROMA Jambu merah segar Aroma berkurang

    TEKSTUR Agak kental tetapi

    tidak encer Lebih kental

    RASA Agak manis Manis berkurang,

    sepat

    GAMBAR

  • 5.2.5 Sterilisasi

    Tabel 5.7 Hasil pengamatan sterilisasi susu

    Berdasarkan tabel 5.7 diperoleh bahwa volume susu setelah disterilisasi

    mengalami penurunan sebanyak 3 ml. Penurunan nilai ini akibat pada saat

    sterilisasi terjadi evaporasi atau penguapan uap air susu, seikit phingga

    mengakibatkan kadar air pada susu berkurang. Warna pada susu setelah

    disterilisasi berubah menjadi putih sedikit pekat, hal itu karena lemak dan karoten

    dalam susu terlarut dan tergumpalkan. Aroma susu setelah disterilisasi menjadi

    lebih khas, karena komponen-komponen volatile yang ada pada susu ikut

    menguap akibat pemanasan sterilisasi. Kekentalan susu setelah sterilisasi juga

    meningkat. Rasa susu setelah disterilisasi menjadi lebih khas. Hal itu disebabkan

    karena pada saat pemanasan terjadi proses denaturasi protein pada susu, sehingga

    susu menjadi sedikit menggumpal. Hal itu sesuai bahwa pada proses sterilisasi

    sering terjadi perubahan-perubahan pada susu yaitu: cooked flavor adalah flavor

    yang timbul oleh karena adanya pemanasan yaitu rasa masak. Warna susu berubah

    menjadi kecoklatan, ini kemungkinan adanya proses caramelisasi., atau reaksi

    gula dan asam-asam amino sering disebut dengan reaksi Millard. Protein

    mengalami denaturasi, dan nilai biologik susu berkurang (Hall dan Trout, 1968).

    JENIS

    PENGAMATAN

    SEBELUM

    PERLAKUAN

    SESUDAH

    PERLAKUAN

    BERAT 125 ml 122 ml

    WARNA Putih Lebih pekat

    AROMA Susu Lebih khas susus

    TEKSTUR Susu Biasa Lebih kental

    RASA Susu Biasa Lebih khas susu

    GAMBAR

  • Tabel 5.8 Hasil pengamatan sterilisasi jus jambu

    Berdasarkan tabel 5.8 diperoleh bahwa volume setelah disterilisasi

    mengalami penurunan sebanyak 10 ml. Penurunan nilai ini akibat pada saat

    sterilisasi terjadi evaporasi atau penguapan uap air jus jambu sedikit hingga

    mengakibatkan kadar air pada jus jambu berkurang. Warna pada jus jambu

    setelah disterilisasi berubah menjadi merah muda mentah, hal itu karena

    senyawa terlarut ada jus jambu tergumpalkan. Aroma jus jambu setelah

    disterilisasi menjadi lebih khas, karena komponen-komponen volatile yang

    ada pada jus jambu ikut menguap akibat pemanasan sterilisasi. Kekentalan

    jus jambu setelah sterilisasi juga meningkat. Dimana terpisah antara jambu

    dengan air endapan dibawah dan air diatas. Hal ini karena berat jenis jambu

    lebih besar dari pada air. Serta rasa dari jus jambu yang telah disterilisasi

    menjadi hambar dan tak berasa.

    JENIS

    PENGAMATAN

    SEBELUM

    PERLAKUAN

    SESUDAH

    PERLAKUAN

    BERAT 100 90

    WARNA Merah muda Merah muda mentah

    AROMA Segar menyengat

    TEKSTUR Kental

    Terpisah antara jambu

    dengan air endapan di

    bawah dan air di atas

    RASA Jus jambu enak Hambar tak berasa

    GAMBAR

  • BAB 6. PENUTUP

    6.1 Kesimpulan

    Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan yaitu:

    1. Penggorengan pada kacang tanah dapat meningkatkan eating quality pada

    kacang tanah, namun penggorengan dapat mengakibatkan perubahan warna,

    berat, aroma, tekstur dan rasa.

    2. Penyangraian pada kacang tanah dapat meningkatakan kualitas berdasarkan

    berat, warna, aroma dan tekstur.

    3. Enrobing/ coating dapat mempengaruhi kualitas warna memberikan

    petunjuk mengenai perubahan kimia pada makanan, seperti reaksi browning.

    Tekstur merupakan faktor penentu mutu makanan daripada warna dan rasa.

    Ciri dari tekstur adalah renyah, berminyak, rapuh, empuk, bersari,

    menepung, dan mengeripik. Flavor merupakan kombinasi bau, rasa, dan

    mouthfeel.

    4. Pasteurisasi dan sterilisasi bertujuan untuk meningkatkan umur simpan serta

    kualitas dari susu dan jus jambu.

    6.2 Saran

    Berdasarkan praktikum pengolahan suhu tinggi diharapkan untuk

    kedepannya dilakukan pembagian yang terstruktur serta untuk menyiapkan

    alat yang memadai sehungga praktikum dapat berjalan dengan lancer dan

    teliti.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Abustam dan Ali. 2004. Bahan Ajar Ilmu dan Teknologi Daging. Fakultas

    Peternakan Universitas Hasanuddin: Makassar.

    Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

    Asideu, J. 1989. Prosessing Tropical Crops; a Technological Approach. ELBS:

    Hong Kong.

    Cahyono, B. 2010. Sukses Budi Daya Jambu Biji di Pekarangan dan Perkebunan.

    Andi: Yogyakarta.

    Ciptadi, W. dan Nasution, M.Z. 1985. Pengolahan Kopi. Institut Pertanian Bogor:

    Bogor.

    Deman, John.M. 1989. Kimia Makanan Edisi Kedua. ITB : Bandung.

    Fellows,P.J. 1990. Food Procesing Technologi Principles and Practice. Ellis

    Howwood : England.

    Gennadios, A., and C.L., 1992. Edible Film, Influence of The Main Process

    Variable On Properties, Using Response Surface Methodolg, J. Food

    Tech, 57 (1): 190 195.

    Gould, W. 1996. Unit Operations for the Food Industry. CTI Publication Inc: Maryland.

    Hall, C. W. & Trout, G. M. (1968). Milk Pasteurization. The AVI Publishing

    Company, Inc: Connecticut.

    Kasno, A. 2005. Profil dan Perkembangan Teknik Produksi Kacang Tanah di

    Indonesia. Puslitbang Tanaman Pangan: Bogor.

    Koeswardhani, M.M. 2006. Pengantar Teknologi Pangan. Universitas Terbuka:

    Jakarta.

    Krochta, J. M. ,and C. M. ,Johnson. 1997. Edible Film and Biodegradable

    Polymer Film Challenger and Opportunities, Food Tech, 51 ( 2 ); 61-74.

    Rahardjo, A.A, 1972. Minyak Hati Ikan Hiu Sebagai Sumber Vitamin A. Buletin

    L.K.N. K-8.Lembaga Kimia Nasional LIPI: Bandung.

    Satuhu S dan Supriyadi A. 2000. Pisang Budidaya, Pengolahan, dan Prospek

    Pasar. Penebar Swadaya: Jakarta.

  • Sianturi, W. O. 2008. Uji Keragaman Genetik Pada Beberapa Ekotipe Kacang

    Tanah (Arachis hypogaea L.) dari Berbagai Lokasi dari Daerah Tarutung.

    Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara: Medan.

    Stover, R.H. dan Simmonds, N.W. 1987. Bananas, Tropical Agricultura Series.

    Longman Scientific and Technical: Essex UK.

    Usmiati, Sri dan Abu bakar. 2009. Teknologi Pengolahn Susu. Balai Besar

    Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian: Bogor.

    Varnam, H.A. and Sutherland, J.P. 1994. Beverages (Technology, Chemestry

    and Microbiology). Chapman and Hall: London.

    Warsito, Chandra. 2003. Pembuatan Keripik Bengkoang dengan

    Penggorengan Hampa: Pengaruh Perendaman Larutan CaO dan

    Penyalutan Malto Dekstrin Terhadap Kualitas Produk. Skripsi. Fakultas

    Pertanian UNSOED: . Purwokerto.

    Widyotomo, S. dan Sri Mulato. 2005. Penentuan Karakteristik Pengeringan Kopi

    Robusta Lapis Tebal. Study of Drying Characteristic Robusta Coffe with

    Thick Layer Drying Method. Buletin Ilmiah INSTIPER Vol. 12, No. 1, 15-

    37.

    Winarno, F. G, Fardiaz, S, & Fardiaz, D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT

    Gramedia: Jakarta.

    Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka

    Utama: Jakarta

    Wirakartakusumah. 2000. For Elderly Welfare. Dokumen RAN Lansia: Jakarta.