LAPORAN SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN...
Transcript of LAPORAN SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN...
LAPORAN SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PERSEPSI SUPIR ANGKOT (ANGKUTAN KOTA) JURUSAN PARUNG - BOGOR
TENTANG KESELAMATAN BERKENDARA DI JALAN RAYA TAHUN 2010
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh:
BUDI SUPRANI NIM: 105101003267
Oleh:
BUDI SUPRANI
105101003267
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431/2010
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarata.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 23 Maret 2010
Budi Suprani
i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA Skripsi, 23 Maret 2010
BUDI SUPRANI, NIM : 105101003267
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERSEPSI SUPIR ANGKOT (ANGKUTAN KOTA) JURUSAN PARUNG-BOGOR TENTANG KESELAMATAN BERKENDARA DI JALAN RAYA TAHUN 2010 (xix + 94 halaman + 9 Tabel + 2 Gambar + 2 Bagan)
ABSTRAK
Kecelakaan lalu lintas masih sering terjadi dimana-mana. WHO memperkirakan pada tahun 2010, kecelakaan lalu lintas di jalan raya merupakan penyebab kematian ketiga terbesar diseluruh dunia setelah penyakit jantung dan depresi. Dikawasan Asia Pasifik, setiap tahunya terdapat lebih 250.000 kematian yang disebabakan oleh kecelakaan di jalan raya. Di Indonesia, berdasarkan hasil perhitungan Asean Development Bank, angka kecelakaan yang terjadi di Indonesia mencapai hingga 30 ribu kasus pertahun. Sebesar 90% kecelakaan, diantaranya disebabkan karena masih rendahnya persepsi pengemudi kendaraan, baik pengemudi kendaraan mobil pribadi, angkutan umum maupun kendaraan bermotor terhadap keselamatan berkendara (Dephub, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian Yulianti (2007), hal tersebut disebabkan karena masih rendahnya persepsi supir angkutan umum terhadap keselamatan berkendara di jalan raya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi persepsi supir angkutan umum tentang keselamatan berkendara di jalan raya tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya pada supir angkot (angkutan kota) jurusan Parung-Bogor dengan menggunakan pendekatan cross sectional yang dilakukan pada bulan Desember 2009 sampai bulan Februari 2010.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan persepi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya adalah pengetahuan supir angkot tentang keselamatan berkendara, motivasi supir angkot tentang keselamatan berkendara dan pengalaman kecelakaan dan penilangan supir angkot selama berkendara. Sedangkan variabel pengetahuan merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan
ii
berkendara di jalan raya. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kali supir angkot yang memiliki pengetahuan yang tinggi berpeluang sebesar 3.790 kali untuk berpersepsi yang baik dibandingkan dengan supir angkot yang memiliki pengetahuan yang rendah. Oleh karena itu, disarankan kepada pemilik angkot dan pihak-pihak yang terkait (Polisi dan Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan) jika ingin meningkatkan persepsi supir angkot untuk berkendara lebih aman lagi, agar membangun pengetahuan dan motivasi supir angkot dengan mengadakan pelatihan-pelatihan dan loka karya mini kepada supir angkot tentang bahaya kecelakaan selama berkendara.
Daftar bacaan: 32 (1989-2010)
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM HEALTH AND SAFETY Thesis, March 23, 2010 BUDI SUPRANI, NIM : 105101003267 FACTORS RELATING TO THE PERCEPTION DRIVERS OF PUBLIC TRANSPORTATION (CITY TRANSPORT) DEPARTMENT PARUNG-DRIVING BOGOR ABOUT ROAD SAFETY YEAR 2010 (Xvii + 94 pages + 9 Table + 2 picture + 2 Picture Chart)
ABSTRACT
Traffic accidents still happen everywhere. WHO estimates that by 2010, road traffic accidents on the highway is the third largest cause of death worldwide after heart disease and depression. Asia-Pacific region, each of him there are over 250,000 deaths due to the accident on the highway. In Indonesia, based on the calculations of Asean Development Bank, the number of accidents that occurred in Indonesia reaches up to 30 thousand cases per year. 90% of accidents, among others due to the low perception of drivers of vehicles, both private car drivers, public transport or driving motor vehicles to safety (MoT, 2009).
Based on the results Yulianti (2007), it was due to the low perception of public transport drivers to drive on highway safety. Therefore, research must be done regarding the factors that influence perceptions about the safety of public transport drivers driving on the highway.
This study aims to determine what factors associated with perception of public transportation drivers about driving safety on the highway on the drivers of public transportation (city transport) department Parung-Bogor by using a cross sectional study conducted in December 2009 to February 2010.
Based on this research, it is known that factors associated with persepi public transportation drivers about driving safety on the highway is a driver's knowledge about the safety of riding public transportation, public transportation drivers about safety motivation and experience of driving accidents and public transportation drivers penilangan while driving. While the knowledge variable is the most dominant variable associated with perceptions of public transportation drivers about driving safety on the highway. This shows that whenever the public transportation drivers who have knowledge of 3790 times higher chance to berpersepsi which compares favorably with other public transportation drivers who have a low knowledge. Therefore, it is suggested to the owners of public transportation and related parties (Police and Highway Transportation Agency) if you want to improve the perception
iv
of public transportation drivers to drive safer longer, in order to build the knowledge and motivation of public transportation drivers by conducting trainings and workshops Mini to the public transportation drivers about the dangers of accidents while driving.
Reading list : 32 (1989-2010)
v
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi Dengan Judul
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERSEPSI SUPIR
ANGKOT (ANGKUTAN KOTA) JURUSAN PARUNG-BOGOR TENTANG
KESELAMATAN BERKENDARA DI JALAN RAYA TAHUN 2010
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 23 Maret 2010
Minsarnawati, SKM, M.Kes
Pembimbing Skripsi I
Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM
Pembimbing Skripsi II
vi
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 23 Maret 2010
Ketua
(Minsarnawati, SKM, M.Kes)
Anggota I
(Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM)
Anggota II
(dr. Triovva Elsy Armita, MKKK)
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama Lengkap : Budi Suprani.
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 3 Juli 1986.
Jenis Kelamin : Laki-laki.
Agama : Islam.
Kewarganegaraan : Indonesia.
Alamat : Jl. Sunter Jaya Bentengan 3 RT. 004/005 No.26
Tanjung Priok, Jakarta Utara 14350.
No. Telp/HP : (021) 652 0784 / 0856 1331 287 / (021) 9878 6748
E-mail : [email protected]
PENDIDIKAN FORMAL
2005-2010 : Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2002 - 2005 : Pondok Pesantren Darul Muttaqien.
1997 - 2000 : SLTP Negeri 152, Tanjung Priok, Jakarta.
1991-1997 : SDN Sunter Jaya 01 Pagi, Tanjung Priok, Jakarta.
PENDIDIKAN NON FORMAL 2007 - 2008 : Sekolah Demokrasi, Citra Raya, Tangerang, Banten
2000 - 2001 : Pondok Pesantren Syubaniyah Al-islamiyah Buntet
Pesantren, Cirebon.
2003 : Pelatihan Dasar Kepemimpinan, Bogor.
2003 - 2004 : Pelatihan Menulis, jurnalistik, dan Karya Ilmiah
Forum Lingkar Pena, Bogor.
2004 : Pelatihan Pramuka Kursus Mahir Dasar (KMD)
viii
Tingkat 1 di PPDM, parung, Bogor.
PENGALAMAN ORGANISASI 2008 – 2010 : Anggota Forum Kesehatan dan Keselamatan Kerja (FSK3) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2008 - 2009 : Dewan Penasehat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII) Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Cabang Ciputat.
2007 - 2008 : Koordinator Dept. Politik Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia Cabang Ciputat.
2006 – 2007 : Wakil Presiden BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
2005 - 2006 : Staff Ahli Dept. Kemahasiswaan BEMJ Kesehatan Masyarakat.
2003 - 2004 : Ketua 2 Organisasi Pelajar Pondok Pesantren Darul Muttaqin.
2003 - 2004 : Anggota Forum Lingkar Pena Cabang Bogor.
ix
KATA PENGANTAR
ته آا بر و هللا ا ورحمة عليكم م لسال ا
Segala puji kehadirat Allah SWT, yang tidak pernah tidur dan selalu dekat
dengan hamba-Nya. Syukur senantiasa terucapkan selalu atas segala nikmat dan
rahmat-Nya serta Ridha-Nya yang selalu senantiasa mengiringi ku hingga skripsi ini
dapat selesai dengan baik. Salawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan alam
Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya menuju cahaya yang terang
benderang.
Skripsi dengan judul ”Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Persepsi
Supir Angkot (Angkutan Kota) Jurusan Parung-Bogor Tentang Keselamatan
Berkendara di Jalan Raya Tahun 2010” disusun sebagai persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Penulisan skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis sendiri,
melainkan banyak pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, motivasi, dan
semangat. Untuk itu penulis merasa pantas berterima kasih kepada :
1. Orang tua saya, spirit of my life, Bapak Tubagus Suprani dan Ibu Dedeh
Kurniasih, terima kasih atas doa yang selalu mengiringi perjalanan hidupku serta
didikan dan semangat hidup yang telah kau ajarkan kepada aku selama ini, serta
segenap keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan moril maupun
materiil kepada saya.
2. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Bapak dr. Yuli P. Satar, MARS, selaku ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat (PSKM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
x
4. Ibu Minsarnawati, SKM, M. Kes selaku Dosen Pembimbing I, yang senantiasa
meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dan tiada henti-hentinya untuk
membimbing penulis sampai penelitian ini selesai.
5. Ibu Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM selaku Dosen Pembimbing II, yang
senantiasa meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dan tiada henti-
hentinya untuk membimbing penulis sampai penelitian ini selesai.
6. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK, selaku Koordinator K3 yang selalu memberikan
motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Seluruh dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM) Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
8. Seluruh staff Kepolisian Polres Kabupaten Bogor dan Polres Kota Bogor yang
telah bersedia memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan
kegiatan penelitian dan membantu dalam pengambilan data.
9. Seluruh staff Dinas Lalu Lintas Layanan Angkutan Jalan (DLLAJ) yang telah
bersedia memberikan kesempatan kepada penulis dalam melaksanakan kegiatan
penelitian ini dan membantu dalam pengambilan data.
10. Bapak Sudarsono selaku staff Kanit Laka (Lalu Lintas Kecelakaan) Jampang,
Bogor yang telah meluangkan waktu untuk sharing dan memberikan pengetahuan
secara aplikatif kepada peneliti.
11. Seluruh supir angkot Jurusan Parung-Bogor yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu, karena telah mengizinkan dan membantu peneliti untuk melakukan
penyebaran kuesioner sampai penelitian ini selesai.
12. Teman-teman Kesehatan Masyarakat ’05 FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Tetap Semangat Untuk Masa Depan yang Lebih Baik.
13. Teman-teman Pondok pesantren Darul Muttaqien ’05 yang telah membantu
penulis menyelesaikan penelitian ini, tetap semangat dalam menjalankan hidup
untuk masa depan yang lebih baik lagi.
xi
Akhir kata dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati, penulis berharap
semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca
lain.
ته آا بر و هللا ا ورحمة عليكم م لسال ا و
Jakarta, 23 Maret 2010
Penulis
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................... i
ABSTRAKSI ............................................................................................................. ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN........................................................................... vi
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................... vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................. viii
LEMBAR PERSEMBAHAN ................................................................................... ix
KATA PENGANTAR............................................................................................... x
DAFTAR ISI............................................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xviii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................. xix
DAFTAR BAGAN..................................................................................................... xx
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xxi
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................ 9
1.3 Pertanyaan Penelitian........................................................................................... 10
1.4 Tujuan .................................................................................................................. 10
1.4.1 Tujuan Umum .......................................................................................... 10
1.4.2 Tujuan Khusus ......................................................................................... 11
1.5 Manfaat ................................................................................................................ 11
1.5.1 Bagi Peneliti ............................................................................................. 11
1.5.2 Bagi Institusi (Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta)........ 12
xiii
1.5.3 Bagi Dinas Perhubungan dan Kepolisian Kabupaten Bogor ................... 12
1.5.4 Bagi Supir Angkot.................................................................................... 12
1.5.5 Bagi Masyarakat....................................................................................... 12
1.6 Ruang Lingkup Penelitian.................................................................................... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 14
2.1 Keselamatan Lalu Lintas...................................................................................... 14
2.1.1 Aspek Keselamatan Lalu Lintas Jalan Dalam Perundang-undangan....... 14
2.1.2 Kecelakaan ............................................................................................... 16
2.1.3 Kecelakaan Lalu Lintas............................................................................ 17
2.1.4 Faktor-faktor Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas ..................................... 18
2.2 Persepsi .. ............................................................................................................. 23
2.2.1 Pengertian Persepsi .................................................................................. 23
2.2.2 Proses Pembentukan Persepsi .................................................................. 24
2.2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Persepsi ........................................... 26
2.2.4 Persepsi Terhadap Risiko Bahaya............................................................ 29
2.3 Pengetahuan ......................................................................................................... 29
2.3.1 Definisi Pengetahuan ............................................................................... 29
2.3.2 Sumber, Bentuk dan Tingkatan Dalam Pengetahuan............................... 30
2.3.3 Hubungan Pengetahuan dengan Persepsi................................................. 32
2.4 Motivasi . ............................................................................................................. 32
2.4.1 Pengertian Motivasi ................................................................................. 32
2.4.2 Lingkaran Motivasi .................................................................................. 36
xiv
2.4.3 Hubungan Motivasi dengan Persepsi ....................................................... 40
2.5 Pengalaman .......................................................................................................... 41
2.6 Kerangka Teori .................................................................................................... 44
BAB III KERANGKA KONSEPSIONAL DAN DEFINISI OPERASIONAL... 46
3.1 Kerangka Konsepsional ....................................................................................... 46
3.2 Definisi Operasional ............................................................................................ 49
3.3 Hipotesis ............................................................................................................. 50
BAB IV METODE PENELITIAN .......................................................................... 51
4.1 Jenis Penelitian..................................................................................................... 51
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................... 51
4.3 Populasi dan Sampel ............................................................................................ 51
4.3.1 Populasi Penelitian ................................................................................... 51
4.3.2 Sampel Penelitian..................................................................................... 51
4.4 Instrumen Penelitian ............................................................................................ 52
4.5 Metode Pengumpulan Data.................................................................................. 55
4.5.1 Data Primer .............................................................................................. 55
4.5.2 Data Sekunder .......................................................................................... 55
4.6 Pengolahan Data .................................................................................................. 55
4.7 Analisis Data ........................................................................................................ 57
4.7.1 Analisis Univariat..................................................................................... 57
4.7.2 Analisis Bivariat....................................................................................... 57
xv
BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................................. 59
5.1 Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Parung................................................... 59
5.2 Analisis Univariat ................................................................................................ 62
5.2.1 Gambaran Persepsi Supir Angkot ............................................................ 62
5.2.2 Gambaran Pengetahuan Supir Angkot ..................................................... 63
5.2.3 Gambaran Motivasi Supir Angkot ........................................................... 64
5.1.4 Gambaran Pengalaman Supir Angkot...................................................... 65
5.3 Analisis Bivariat................................................................................................... 67
5.3.1 Hubungan Pengetahuan dengan Persepsi Supir Angkot .......................... 67
5.3.2 Hubungan Motivasi dengan Persepsi Supir Angkot ................................ 68
5.3.3 Hubungan Pengalaman dengan Persepsi Supir Angkot ........................... 69
BAB VI PEMBAHASAN.......................................................................................... 72
6.1 Keterbatasan Penelitian........................................................................................ 72
6.2 Gambaran Persepsi Supir Angkot ........................................................................ 73
6.3 Gambaran Pengetahuan Supir Angkot................................................................. 76
6.4 Gambaran Motivasi Supir Angkot ....................................................................... 77
6.5 Gambaran Pengalaman Supir Angkot.................................................................. 79
6.6 Hubungan Persepsi Dengan Pengetahuan Supir Angkot ..................................... 82
6.7 Hubungan Persepsi Dengan Motivasi Supir Angkot ........................................... 85
6.8 Hubungan Persepsi Dengan Pengalaman Supir Angkot ...................................... 87
xvi
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 91
6.9 Simpulan ………. ................................................................................................ 91
6.10 Saran ………................................................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 94
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Kecelakaan di Jawa Barat................................................................3
Tabel 3.1. Definisi Operasional .............................................................................49
Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Persepsi Supir Angkot .........................62
Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Supir Angkot ..................64
Table 5.3 Distribusi Responden Menurut Motivasi Supir Angkot ........................65
Tabel 5.4 Distribusi Responden Menurut Pengalaman Supir Angkot ...................66
Tabel 5.5 Analisis Hubungan Pengetahuan Dengan Persepsi................................67
Tabel 5.5 Analisis Hubungan Motivasi Dengan Persepsi......................................69
Tabel 5.5 Analisis Hubungan Pengalaman Dengan Persepsi ................................70
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Proses Pembetukan Persepsi .................................................25
Gambar 2.2 Lingkaran Motivasi ............................................................................37
xix
DAFTAR BAGAN
Gambar 2.1 Kerangka Teori ..................................................................................45
Gambar 3.1 Tugas Pokok dan Fungsi DPK DKI Jakarta.......................................48
xx
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Melakukan Penelitian
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian
Lampiran 3 Hasil Uji Univariat
Lampiran 4 Hasil Uji Bivariat (Chi Square)
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM HEALTH AND SAFETY Thesis, March 23, 2010 BUDI SUPRANI, NIM : 105101003267 FACTORS RELATING TO THE PERCEPTION DRIVERS OF PUBLIC TRANSPORTATION (CITY TRANSPORT) DEPARTMENT PARUNG-DRIVING BOGOR ABOUT ROAD SAFETY YEAR 2010 (Xvii + 94 pages + 9 Table + 2 + 2 Picture Chart)
ABSTRACT
Traffic accidents still happen everywhere. WHO estimates that by 2010, road traffic accidents on the highway is the third largest cause of death worldwide after heart disease and depression. Asia-Pacific region, each of him there are over 250,000 deaths due to the accident on the highway. In Indonesia, based on the calculations of Asean Development Bank, the number of accidents that occurred in Indonesia reaches up to 30 thousand cases per year. 90% of accidents, among others due to the low perception of drivers of vehicles, both private car drivers, public transport or driving motor vehicles to safety (MoT, 2009).
Based on the results Yulianti (2007), it was due to the low perception of public transport drivers to drive on highway safety. Therefore, research must be done regarding the factors that influence perceptions about the safety of public transport drivers driving on the highway.
This study aims to determine what factors associated with perception of public transportation drivers about driving safety on the highway on the drivers of public transportation (city transport) department Parung-Bogor by using a cross sectional study conducted in December 2009 to February 2010.
Based on this research, it is known that factors associated with persepi public transportation drivers about driving safety on the highway is a driver's knowledge about the safety of riding public transportation, public transportation drivers about safety motivation and experience of driving accidents and public transportation drivers penilangan while driving. While the knowledge variable is the most dominant variable associated with perceptions of public transportation drivers about driving safety on the highway. This shows that whenever the public transportation drivers who have knowledge of 3790 times higher chance to berpersepsi which compares favorably with other public transportation drivers who have a low knowledge.
Therefore, it is suggested to the owners of public transportation and related parties (Police and Highway Transportation Agency) if you want to improve the perception of public transportation drivers to drive safer longer, in order to build the knowledge and motivation of public transportation drivers by conducting trainings and workshops Mini to the public transportation drivers about the dangers of accidents while driving.
Reading list : 32 (1989-2010)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh Bangsa Indonesia dewasa
ini membawa dampak positif bagi masyarakat Indonesia yang bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Untuk menunjang
pembangunan tersebut, salah satu sarana yang dibutuhkan adalah transportasi.
Berbagai studi telah menunjukkan bahwa negara-negara yang berhasil
dalam pencapaian tujuan pembangunan adalah negara-negara yang memiliki
sistem transportasi yang memadai dalam memenuhi kebutuhan dinamis
penduduknya. Selain itu juga sarana transportasi sangat membantu untuk
memudahkan masyarakat berpindah dari satu tempat ketempat lainnya.
Zaman boleh maju, mobil baru dengan teknologi terakhir pun terus
bermunculan seiring dengan perkembangan zaman. Peningkatan jumlah
kendaraan juga tidak dapat dihindari. Namun, harus diakui bahwa penambahan
jumlah kendaraan tidak sebanding dengan jumlah ruas jalan. Jumlah kendaraan
di Jakarta sampai dengan tahun 2003 mencapai 6.506.244 unit. Dari jumlah
tersebut, 1.464.626 diantaranya merupakan jenis mobil berpenumpang, 444.169
mobil beban (truk), 315.559 bus, dan 3.276.890 sepeda motor. Akibatnya jalanan
semakin padat dipenuhi kendaraan, apa lagi pada jam berangkat kerja dan pulang
kerja. Kondisi ini semakin diperparah lagi oleh perilaku para pengemudi
kendaraan dan para pengendara sepeda motor yang tidak sesuai dengan aturan.
2
Akibatnya, banyak masalah kecelakaan lalu lintas yang kerap terjadi
(Suarakarya, 2009).
Menurut WHO, Tingkat kecelakaan transportasi jalan di dunia, saat ini
telah mencapai 1,2 juta korban meninggal per tahun atau 3.288 jiwa per hari dan
lebih dari 30 juta korban luka-luka/cacat akibat kecelakaan lalu lintas pertahun;
85% dari korban meninggal dunia akibat kecelakaan ini terjadi di negara–negara
berkembang. WHO memperkirakan pada tahun 2020 kecelakaan lalu lintas di
jalan raya merupakan penyebab kematian ketiga terbesar di seluruh dunia setelah
penyakit jantung dan depresi. Di Amerika, sejak kendaraan pertama ditemukan
kurang lebih seabad yang lalu, sebanyak tiga juta orang meninggal dunia akibat
kecelakaan. Di Afrika, lebih banyak anak-anak yang mati akibat kecelakaan di
jalan raya dari pada akibat virus HIV/AIDS (WHO 2009, dalam Ben Fauzi
Ramadhan, 2009). Sedangkan tingkat kecelakaan transportasi jalan dikawasan
Asia Pasifik setiap tahunnya terdapat lebih dari 250.000 kematian yang
disebabkan oleh kecelakaan jalan raya dan telah memberikan kontribusi sebesar
44% dari total kecelakaan di dunia yang di dalamnya termasuk Indonesia
(Dephub, 2009).
Di Indonesia, menurut Jusman Syafii Djamal, jumlah kecelakaan yang
terjadi pada 2009 ini meningkat menjadi 19 ribu kasus dibandingkan tahun lalu
(2008) sebanyak 18 ribu kasus. Namun, jika mengacu pada hasil perhitungan
Asean Development Bank, angka kecelakaan di Indonesia mencapai hingga 30
ribu kasus per tahun (Dephub, 2009).
3
Setiap tahun di Indonesia ada sekitar 17.000 jiwa korban yang meninggal
dunia akibat kecelakaan kendaraan bermotor dan mobil (angkutan umum).
Sebesar 90% diantaranya kecelakaan akibat persepsi pengemudi yang kurang
baik terhadap keselamatan berkendara termasuk di dalamnya penggunaan
kecepatan yang sangat tinggi (Koran Indonesia, 2009).
Berikut ini adalah data jumlah kecelakaan yang terjadi di Jawa Barat
termasuk kota Bogor pada Mei sampai Oktober 2008 yang dikeluarkan oleh
Ditlantas POLDA Jabar tahun 2008 diperoleh angka sebagai berikut (Ditlantas
Polda Jawa Barat, dalan Ben F. Rmadhan 2009):
Tabel 1.1 Data Kecelakaan di Jawa Barat Tahun 2008
Bulan Kejadian
Mei Juni Juli September Oktober Total
Jumlah Kecelakaan
lalu lintas 373 323 115 300 367 1478
Meninggal 163 127 44 127 162 623
Luka berat 148 144 53 104 217 666
Luka ringan 317 278 97 260 355 1307
Rugi materi 100.675.000 63.760.000 118.630.000 63.743.000 80.675.000 427.483.000
Sumber: Ditlantas Polda Metro Jaya Tahun 2009
Berdasarkan data pada tabel diatas, menunjukkan bahwa kecelakaan
terbesar terjadi pada bulan Mei yaitu sebanyak 25,24% kasus kecelakaan dari
total 1478 kejadian, yang meninggal dunia sebanyak 42.15% dari 623 kasus dan
rugi materi sebanyak Rp. 100.675.000.
4
Sementara itu, untuk kasus kecelakaan yang terjadi di Kota Bogor pada
bulan Januari sampai dengan Oktober 2009 tercatat 92 kasus kecelakaan
kendaraan bermotor dan mobil, termasuk di dalamnya adalah angkot. Dari 92
kasus kecelakaan yang terjadi di Kota Bogor, 22,08% atau 24 kasus diantaranya
terjadi pada angkot (Kanit LAKA Polres Kota Bogor, 2009).
Sedangkan untuk kecelakaan yang terjadi di Kabupaten Bogor pada bulan
Januari sampai dengan Oktober 2009 tercatat telah terjadi 151 kasus kecelakaan
kendaraan bermotor dan mobil (angkutan umum) dengan jumlah korban
meninggal dunia sebanyak 86 jiwa, korban luka berat sebanyak 114 jiwa, korban
luka ringan sebanyak 129, dan kerugian materi sebanyak Rp.555.100.000,-. Dari
data yang tercatat pada Kanit LAKA Polres Kabupaten Bogor, 53 kasus
diantaranya terjadi pada kendaraan angkutan kota (angkot) (Kanit LAKA Polres
Kabupaten Bogor, 2009).
Berdasarkan hasil wawancara dengan staf LAKA Polres Kabupaten Bogor,
kecelakaan angkot yang sering terjadi di daerah kabupaten yaitu pada angkot 06
jurusan Parung-Bogor sepanjang jalur Parung-Salabenda. Hal ini disebabkan
karena jalur tersebut merupakan salah satu jalur alternatif menuju kawasan
Puncak, Bandung, Sukabumi dan daerah lain di Jawa Barat yang sering dilalui
kendaraan seperti sepeda motor, mobil, angkutan umum dan angkutan berat
(container) sehingga mempersempit ruas jalan dan juga prilaku pengemudi yang
sering melanggar peraturan lalu lintas.
Sementara itu, menurut Kanit Laka Polres Kota dan Kanit Laka Polres
Kabupaten Bogor, penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas yang terjadi di
5
Kota Bogor maupun Kabupaten Bogor adalah pelanggaran pengemudi terhadap
peraturan rambu-rambu lalu lintas, seperti menerobos lampu merah. Selain itu,
terdapat kebiasaan pengemudi yang dapat menimbulkan kecelakaan baik pada
diri sendiri maupun orang lain, seperti salip menyalip antar pengendara, tidak
memberikan tanda sewaktu membelokkan kendaraan, mabuk pada saat
mengendarai kendaraan dan lain sebagainya. Akibatnya dapat terjadi kecelakaan
baik antar sesama pengendara sepeda motor dan mobil maupun dengan pejalan
kaki.
Kota Bogor yang terkenal dengan sebutan kota seribu angkot, menjadikan
kota tersebut menjadi kota yang padat dengan kendaraan umum. Ditambah lagi
kendaraan pribadi yang melintas disepanjang jalan Kota Bogor maupun
Kabupaten Bogor.
Di pangkalan pasar Parung, hampir seluruh supir angkot yang masuk ke
dalam pasar atau wilayah parung memberhentikan kendaraannya disepanjang
jalan tersebut hanya untuk mencari penumpang. Hal ini tentu saja membuat laju
kendaraan disepanjang tersebut menjadi tak terkendali, belum lagi mobil-mobil
pribadi yang lewat disepanjang jalan tersebut dan banyaknya pedagang kaki lima
yang berjualan sepanjang jalan pasar angkot membuat jalur tersebut semakin
ramai dan macet.
Angkutan Kota sebenarnya cuma diperbolehkan berhenti di halte-halte atau
tempat perhentian bus tertentu, namun pada praktiknya semua supir angkot akan
menghentikan kendaraannya di mana saja untuk menaikkan dan menurunkan
penumpang. Faktor yang menyebabkan supir angkot memberhentikan
6
kendaraannya disembarang tempat adalah perebutan penumpang antar supir agar
supir angkot memenuhi bangku kendaraan angkotnya dengan penumpang,
sehingga pendapatan yang dihasilkan oleh supir angkot dapat memenuhi setoran.
Belum lagi uang yang dihasilkan harus digunakan untuk membeli bahan bakar
angkot tersebut. Bahkan tidak jarang juga mereka menyewakan angkotnya untuk
membawa penumpang ke luar kota yang bukan termasuk wilayah trayek mereka.
Hal ini tentu saja melanggar peraturan trayek yang telah ditetapkan oleh
pemerintah daerah setempat karena mereka melewati jalur yang bukan
seharusnya menjadi jalur angkot tersebut.
Pelanggaran lain yang dilakukan adalah memasukkan orang dan barang
bawaan dalam jumlah yang melebihi kapasitas mobil, dan pintu belakang yang
tidak ditutup sama sekali atau tidak ditutup dengan rapat. Pelanggaran-
pelanggaran seperti ini biasanya diabaikan oleh aparat karena sistem penegakan
hukum yang lemah.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yulianti (2007) mengenai persepsi
supir angkutan kota (KWK dan APB) terhadap keselamatan berkendara,
menyatakan bahwa persepsi pengendara angkutan umum terhadap aspek
keselamatan berkendara sangatlah rendah. Dari 69 responden yang diteliti, 85.5%
dinyatakan memiliki pengetahuan yang cukup terhadap persepsi keselamatan
berkendara, 66.7% memiliki motivasi yang kurang baik terhadap keselamatan
berkendara, dan 34.8% responden memiliki pengalaman berkendara yang kurang
baik.
7
Penelitian yang dilakukan oleh Triska Faradina (2007) tentang persepsi
supir bajaj terhadap keselamatan berkendara, dapat dikategorikan mempunyai
persepsi yang tidak baik terhadap keselamatan berkendara. Dari total sampel
yang diteliti, sebesar 67.6% memiliki pengetahuan yang rendah untuk berkendara
dengan selamat. Sebanyak 67.6% memiliki motivasi yang rendah untuk
berkendara dengan selamat karena masih dipengaruhi oleh ada tidaknya petugas
pengaman lalu lintas, permintaan penumpang dan setoran. Dalam penelitian itu
juga dapat dilihat dari sebagian besar responden (82,4%) pernah mengalami
kecelakaan.
Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Ing kurnia Salihat (2009)
tentang hubungan persepsi dengan penggunaan sabuk keselamatan berkendara
terhadap keselamatan berkendara pada mahasiswa UI Kampus Depok tahun
2009, diperoleh kesimpulan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
pengalaman dengan persepsi risiko keselamatan berkendara. Artinya bahwa
persepsi risiko berkendara responden baik jika responden memiliki pengalaman
yang banyak terhadap kejadian kecelakaan lalu lintas, sebaliknya persepsi risiko
keselamatan berkendara responden buruk jika responden memiliki pengalaman
sedikit terhadap kejadian kecelakaan lalu lintas. Dengan demikian banyak
sedikitnya pengalaman responden terhadap kejadian kecelakaan lalu lintas
mempengaruhi persepsi risiko keselamatan berkendara responden.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dale G. Leathers
dalam Salihat (2009) yang mana didapatkan bahwa pengalaman mempengaruhi
kecermatan persepsi. Pengalaman tidak selalu didapat dari proses belajar secara
8
formal tetapi juga dapat diperoleh melalui rangkaian kejadian yang pernah
dihadapi. Dalam mempersepsikan sebuah risiko yang ada pada sebuah bahaya,
salah satu yang mempengaruhinya adalah pengalaman terhadap risiko tersebut.
Pengalaman langsung seseorang dengan risiko bisa mendorong seseorang untuk
percaya bahwa kemungkinan pengulangan kejadian risiko lebih besar daripada
yang sesungguhnya. Pengalaman seseorang akan menentukan apakah seseorang
akan menganggap penting suatu risiko dibandingkan dengan sesuatu yang lain
yang secara statistik sangat berbahaya. Selain pengalaman pribadi individu
terhadap risiko yang ada pada sebuah bahaya, pengalaman orang lain juga
memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk persepsi individu.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti
ingin membuktikan faktor-fakor yang berhubungan dengan persepsi supir angkot
terhadap keselamatan berkendara di jalan raya pada supir angkot jurusan Parung-
Bogor tahun 2010.
1.2 Rumusan Masalah
Dari jumlah kasus kecelakaan yang terjadi di kota Bogor selama Januari
sampai Oktober 2009 tercatat telah terjadi 92 kasus kecelakaan kendaraan
bermotor dan mobil (angkutan umum), termasuk di dalamnya adalah angkot
(angkutan kota). Dari 92 kasus kecelakaan yang terjadi di Kota Bogor, 22,08%
atau 24 kasus diantaranya terjadi pada angkot (angkutan kota). Sementara itu,
9
kecelakaan yang terjadi di Kabupaten Bogor selama Januari 2009 sampai
Oktober 2009 tercatat telah terjadi 151 kasus kecelakaan kendaraan bernotor dan
mobil (angkutan umum), termasuk di dalamnya adalah angkot (angkutan kota).
Berdasarkan hasil wawancara dengan staff Kanit Laka Polres Kabupaten
Bogor, disampaikan bahwa jumlah kejadian yang terjadi pada angkot, 32 kasus
diantaranya terjadi pada angkot jurusan Parung-Bogor. Hal ini disebabkan karena
prilaku pengemudi yang mengendarai kendaraannya dalam keadaan mabuk, salip
menyalip antar pengendara baik pengendara sepeda motor maupun pengendara
mobil. Khususnya pada pengendara angkutan umum, prilaku mereka
mengesampingkan aspek keselamatan di jalan raya karena berusaha secepatnya
mengambil penumpang untuk menutupi biaya setoran.
Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan pada bulan November 2009
kepada 50 supir angkot Parung-Bogor, diketahui 32 supir angkot mempunyai
persepsi rendah terhadap aspek keselamatan berkendara. Dari rincian masalah
yang dipaparkan diatas tersebut, peneliti ingin meneliti tentang faktor-faktor
yang berhubungan dengan persepsi supir angkot Parung-Bogor tentang
keselamatan berkendara di jalan raya tahun 2010.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara
di jalan raya?
2. Bagaimana gambaran pengetahuan supir angkot tentang keselamatan
berkendara di jalan raya?
10
3. Bagaimana gambaran motivasi supir angkot tentang keselamatan berkendara
di jalan raya?
4. Bagaimana gambaran pengalaman supir angkot tentang keselamatan
berkendara di jalan raya?
5. Bagaimana hubungan pengetahuan supir angkot dengan persepsi supir angkot
tentang keselamatan berkendara di jalan raya?
6. Bagaimana hubungan motivasi supir angkot dengan persepsi supir angkot
tentang keselamatan berkendara di jalan raya?
7. Bagaimana hubungan pengalaman supir angkot dengan persepsi supir angkot
tentang keselamatan berkendara di jalan raya?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi supir
angkot jurusan Parung-Bogor tentang keselamatan berkendara di jalan raya
tahun 2010.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran persepsi supir angkot tentang keselamatan
berkendara di jalan raya.
2. Diketahuinya gambaran pengetahuan supir angkot tentang keselamatan
berkendara di jalan raya.
3. Diketahuinya gambaran motivasi supir angkot tentang keselamatan
berkendara di jalan raya.
11
4. Diketahuinya gambaran pengalaman supir angkot tentang keselamatan
berkendara di jalan raya.
5. Diketahuinya hubungan pengetahuan supir angkot dengan persepsi
supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya.
6. Diketahuinya hubungan motivasi supir angkot hubungan persepsi supir
angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya.
7. Diketahuinya hubungan pengalaman supir angkot hubungan persepsi
supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Peneliti
Penelitian ini memberikan pengalaman berharga untuk
mengaplikasikan ilmu tentang keselamatan kerja. Terutama mengenai
faktor-faktor yang berhubungan dengan perepsi supir angkot (angkutan
kota) terhadap keselamatan berkendara.
1.5.2 Bagi Institusi (Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta)
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi
tambahan bagi civitas akademik Prodi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Terutama mengenai faktor-faktor yang berhubungan
dengan persepsi supir angkot terhadap keselamatan berkendara.
1.5.3 Bagi Dinas Perhubungan dan Kepolisian Kabupaten Bogor
12
Hasil dari penelitian ini dapat juga dijadikan sebagai salah satu
bahan pertimbangan dalam proses penetapan kebijakan keselamatan
berkendara di Kabupaten Bogor.
1.5.4 Bagi Supir Angkot
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu
masukkan bagi supir angkot agar lebih berhati-hati dalam mengendarai
kendaraannya dan lebih mengedepankan aspek keselamatan berkendara
dalam bekerja (mengendarai mobil angkot).
1.5.5 Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat diinformasikan kepada masyarakat
mengenai faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan persepsi supir
angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya. Sehingga diharapkan
persepsi yang baik dari supir angkot dapat mencegah terjadinya kecelakaan
lalu lintas.
1.6 Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan persepsi supir
angkot tentang keselamatan berkendara. Penelitian ini dilakukan pada bulan
Desember 2009 s/d Januari 2010 di pangkalan angkot Pasar Parung, Bogor,
dengan objek penelitiannya adalah supir angkot. Metode penelitian ini
menggunakan pendekatan Cross Sectional. Penilaian persepsi ini berdasarkan
pengukuran variabel-variabel yang berhubungan dengan persepsi seseorang. Data
13
yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data sekunder dan data
primer. Data sekunder diperoleh dari informasi kecelakaan berdasarkan laporan-
laporan kecelakaan lalu lintas yang terdapat di Polres Kabupaten dan Kota
Bogor. Selain itu juga data diperoleh dari Dinas Perhubungan Pemerintah
Kabupaten dan Kota Bogor. Sedangkan data primer yang digunakan diperoleh
dari observasi di lapangan, wawancara dan penyebaran kuesioner pada responden
(supir angkot).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keselamatan Lalu Lintas
2.1.1 Aspek Keselamatan Lalu Lintas Jalan dalam Peraturan Perundang-undangan
Ditinjau dari aspek keselamatan dalam peraturan dan perundang-
undangan, maka undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas
dan angkutan jalan secara jelas menempatkan aspek keselamatan menjadi
hal yang harus diperhatikan para pengguna jalan. Dengan kata lain
pelaksanaan program-program untuk peningkatan keselamatan lalu lintas
jalan secara konsepsional harus senantiasa mengacu kepada ketentuan
peraturan perundang-undangan tersebut.
Hal ini terlihat dari beberapa pasal yang terkandung di dalam
undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 yang memuat aspek keselamatan,
diantaranya:
1. Transportasi jalan diselnggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu
lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib,
dan teratur, nyaman dan efisien, mampu memadukan model transportasi
lainnya, menjangkau seluruh plosok wilayah daratan. Untuk menunjang
pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak
dan penunjang pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau
oleh daya beli masyarakat (BAB II, pasal 3).
14
15
2. Untuk menunjang keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran
lalu lintas dan angkutan jalan dapat diadakan fasilitas parkir untuk
umum (BAB IV, bagian keempat, pasal 11).
3. Untuk menunjang keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran
lalu lintas dan angkutan jalan, dapat dilakukan pemeriksaan kendaran
bermotor dijalan (BAB IV, bagian kelima, pasal 16).
4. Untuk menunjang keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran
lalu lintas dan angkutan jalan, setiap orang yang menggunakan jalan,
wajib berprilaku tertib dengan hal-hal yang merintangi, membahayakan
kebebasan atau keselamatan lalu lintas, atau yang dapat menimbulkan
kerusakan dijalan dan bangunan dijalan, selain itu juga menempatkan
kendaraan atau benda-benda lainnya dijalan sesuai dengan
peruntukannnya (pasal 24).
Selanjutnya adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44
tahun 1993 tentang kendaraan dan Pengemudi yang salah satu babnya
mengatur mengenai persyaratan teknis dan laik jalan yang harus dipenuhi
oleh kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, terdiri
dari:
1. Landasan yang meliputi rangka landasan, motor penggerak, system
pembuangan, penerus daya, alat kemudi, system roda-roda, system
suspense, system rem, lampu-lampu, dan alat pemantul cahaya serta
komponen pendukung.
2. Badan kendaraan.
16
Selain itu terdapat pula peraturan perundangan yang mengatur
mengenai dana kecelakaan yaitu Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia No. 416/KMK.06/2001 tentang Penetapan Santunan dan
Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Peraturan ini
memberikan perlindungan kepada masyarakat dengan memberikan
santunan sebagai kompensasi dari kecelakaan lalu lintas yang dialami. Oleh
karena itu, pemerintah mewajibkan masyarakat yang memiliki kendaraan
untuk membayar sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas setiap tahun.
Seperti tertera pada pasal 3 ayat 1 yang berbunyi “Pengusaha/pemilik alat
angkutan lalu lintas jalan diwajibkan membayar Sumbangan Wajib Dana
Kecelakaan Lalu Lintas setiap tahun”.
2.1.2 Kecelakaan
Kecelakaan adalah kejadian yang tidak diduga dan tidak diharapkan.
Tak terduga karena dibelakang peristiwa itu terdapat unsur ketidak
sengajaan, lebih-lebih dalam hal perencanaan. Tak diharapkan karena
peristiwa kecelakaan disertai kerugian materil dan penderitaan dari yang
paling ringan sampai yang paling berat (Suma’mur, 2006). Menurut
Suma;mur, suatu peristiwa yang dapat digolongkan suatu kecelakaan jika
bersifat : diluar kemauan manusia, disebabkan oleh kekuasaan dari luar
yang berlangsung cepat dan mengakibatkan cidera badan jiwani.
Adapun definisi Colling (1990), kecelakaan adalah suatu kejadian
atau peristiwa yang tidak diharapkan serta tidak dikendalikan yang
disebabkan oleh manusia, faktor situasi, faktor lingkungan ataupun
17
kombinasi dari ketiga faktor tersebut yang dapat berakibat cidera sakit,
kematian, kerusakan materil atau kejadian-kejadian lain yang tidak
diinginkan.
Kecelakaan memang kejadian yang sulit diprediksi kapan dan dimana
terjadinya, dan tidak hanya mengakibatkan traumatik, cidera, atau
kecacatan tetapi juga yang paling fatal dapat mengakibatkan kematian.
Kasus kecelakaan yang sulit diminimalisasi malahan cinderung meningkat
sejalan dengan pertambahan panjang jalan dan banyaknya pergerakan dari
kendaraan (Hobbs, 1995).
Kecelakaan dapat dikelompokkan berdasarkan situasi keadaannya
menjadi tiga, yaitu kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan,
kecelakaan dirumah dan kecelakaan lalum lintas yang memberikan
kontribusi tingkat fatalitas paling tinggi (Rajak dan Agustiono, 1993).
Menurut peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 1993, kecelakaan lalu
lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak disangka-sangka dan tidak
disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya,
mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda.
2.1.3 Kecelakaan Lalu Lintas
Menurut definisi WHO adalah sebagai berikut: “suatu kejadian lalu
lintas jalan yang menglibatkan cidera atau kerugian harta benda” (Triska,
2007). Menurut undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas
dan angkutan jalan pada BAB XI pasal 93 ayat (1) menyatakan bahwa
kecelakaan lalu lintas adalah suatu perisriwa yang tidak disangka-sangka
18
dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan
lainnya, mengakibatkan korban jiwa atau kerugian harta benda. Terdapat
tiga klasifikasi kecelakaan lalu lintas berdasarkan pengertian tersebut
diatas:
1. Kecelakaan lalu lintas kendaraan bermotor adalah setiap kecelakaan
kendaraan bermotor yang terjadi dijalan umum.
2. Kecelakaan kendaraan bermotor yang bukan merupakan kecelakaan
lalu lintas adalah setiap kecelakaan bermotor yang terjadi ditempat lain
selain dijalur umum.
3. Kecelakaan lalu lintas bukan dari kendaraan bermotor adalah setiap
kecelakaan yang terjadi di jalan umum, dimana yang terlibat
didalamnya adalah manusia atau kendaraan tidak bermotor yang
menggunakan jalan tersebut.
2.1.4 Faktor-faktor Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas
1. Faktor Manusia Sebagai Pengemudi
Manusia adalah faktor terpenting dan terbesar penyebab terjadinya
kecelakaan lalu lintas. Mengemudi merupakan pekerjaan kompleks,
yang memerlukan pengetahuan dan kemampuan tertentu karena pada
saat yang sama pengemudi harus berhadapan dengan peralatan dan
menerima pengaruh rangsangan dari keadaan sekelilingnya.
Kelancaran dan keselamatan lalu lintas tergantung pada kesiapan dan
keterampilan pengemudi dalam menjalankan kendaraannya (F. D.
Hobbs, 1995).
19
Dalam mengemudi, manusia dipengaruhi oleh faktor yang berasal
dari dalam diri sendiri, seperti:
a. Usia
Kelompok usia remaja dan dewasa berusia muda (25 tahun
kebawah) mempunyai resiko tinggi untuk mengalami kecelakaan.
Hal ini dikarenakan perkembangan kejiwaaannya belum mantap
(labil) cenderung emosional dalam mengendalikan kendaraan
sehingga kurang waspada dan kurang memperhatikan bahaya.
Sedangkan pada usia lanjut (diatas 50 tahun), terjadi proses
biologis yang mengakibatkan penurunan ketajaman penglihatan
dan pendengaran serta daya reaksi yang lambat. (F. D. Hobbs,
1995).
b. Tingkat Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan maka tingkat kecelakaan
akan semakin rendah, karena pendidikan mempengaruhi cara
berfikir dan bertindak dalam menghadapi pekerjaan termsuk
resiko pekerjaan. (F. D. Hobbs, 1995).
c. Keahlian (Skill) Mengemudi
Kemampuan pengetahuan yang berkaitan dengan lalu lintas
dan kendaraan sangat penting bagi pengemudi. Kesanggupan dan
kecakapan ini dinyatakan dalam bentuk suran ijin mengemudi
(SIM). (F. D. Hobbs, 1995).
20
d. Kondisi Tubuh Pengemudi
Kondisi tubuh pengemudi ini akan mempengaruhi
kemampuan pengemudi dalam mengendarai mobil. Apabila
kondisi tubuh pengemudi sehat maka pengemudi akan
mengendarai mobil dengan kontrol yang penuh sehingga
kendaraan lebih terjamin. (F. D. Hobbs, 1995).
2. Faktor Lingkungan
Jalan merupakan salah satu unsur yang menetukan kelancaran
perekonomian suatu daerah. Hal-hal yang perlu diperhatikan dari suatu
jalan adalah (Boediharto,1987) :
a. Disain teknik/struktur jalan
Disain teknis suatu jalan harus sesuai dengan keadaan lingkungan
agar dapat menjalin keselamatan pemakai jalan. Jalan protokol
harus dibedakan dengan jalan yang lurus, tikungan, persimpangan,
bundaran, maupun tanjakan/turunan harus berbeda pada
desainnya.
b. Keadaan jalan yang tidak dapat menampung volume kendaraan.
c. Volume kendaraan adalah jumlah kendaraan yang bergerak dalam
arah tertentu, melalui suatu titik yang telah ditentukan selama
periode tertentu.
Pada waktu-waktu tertentu (peak hours) jumlah kendaraan yang
melewati suatu jalan melebihi daya tampung jalan tersebut,
sehingga terjadi kemacetan dan kecelakaan. Lebih buruk lagi jika
21
dijalan tersebut tidak ada jalan-jalan penyalur yang berfungsi
untuk mengurangi kepadatan arus lalu lintas pada jalan utama.
d. Kondisi fisik jalan operasi, misalnya berlubang, bergelombang,
berpasir, rata, kering atau basah.
e. Alat-alat kelengkapan jalan, seperti lampu penerangan jalan,
lampu pengatur lalu lintas dan marka jalan tersebut.
f. Musim, pada musim hujan kondisi jalan yang licin kemungkinkan
menimbulkan potensi untuk terjadi selip apalagi jika kecepatan
mobil yang melintasi melebihi kecepatan rata-rata. Pada musim
panas, debu yang ditimbulkan oleh gerakan mobil menutupi
pandangan kendaraan yang ada dibelakangnya sehingga tidak
menutup kemungkinan terjadinya kecelakaan.
3. Faktor kendaraan
a. Jenis dan ukuran Kendaraan
Jumlah berat maksimum beban yang diangkut harus
disesuaikan dengan jenis dan ukuran kendaraan untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan pada saat operasi.
b. Kondisi kendaraan dan Pengaruhnya Pada Pengemudi
Kekurangan-kekurangan yang dapat berpengaruh pada
pengemudi, antara lain:
i. Tidak ergonomis, seperti tinggi tempat duduk dan tinggi
mata/pandangan, getaran, ketinggian lutut dan panjang kaki.
22
ii. Keterbatasan pandangan (blind spot), baik pada pandangan
kedepan ataupun pada pandangan kebelakang.
c. Penerangan
Penerangan sangat dibutuhkan untuk pada perjalanan malam
hari untuk melihat jalan, sebagai tanda adanya kendaraan dan
member isyarat untuk belok atau berhenti. Lampu penerangan
meliputi lampu besar/utama, lampu kecil, dan rotary lamp, lampu
belakang ataupun lampu rem.
d. Rem
Kemampuan kendaraaan untuk berhenti dengan cepat dan
dapat dikendalikan dengan baik merupakan persyaratan yang
penting bagi system pengereman dan factor utama dalam
keselamatan lalu lintas. Metode dalam penggunaan rem bervariasi,
sesuai dengan pengendara dan situasi lalu lintasnya, jarak pandang
henti pada prinsipnya ditentukan oleh efisiensi dan kondisi system
pengereman dan beban kendaraan, kondisi cuaca, karakteristik
permukaan jalan, karakteristik ban, geometrik jalan. Sebagian
besar pengendara, selama gerakan pengeraman, memperlambat
kendaraannya dalam dua tahap. Pertama, pada waktu pengendara
memindahkan kakinya dari pedal gas kepedal rem dan kedua, pada
waktu pengendara menekan pedal rem untuk menambah gaya rem
pada roda. Jika ahli lalu lintas telah merancang jalan dengan
23
benar, maka pengereman mendadak hanya dilakukan pada
keadaan darurat.
e. Lampu Kendaraan
Agar operasi kendaraan aman, seorang pengendara
memerlukan pandangan yang jelas kedepan, konsistensi dengan
kecepatan dan bebas dari kusamnya kaca dan didukung oleh
lampu kendaraan. Lampu kendaraan banyak digunakan pada
malam hari agar pandangan ke depan lebih jelas, mengetahui
kondisi lingkungan yang dilewati, dan agar pengguna jalan
lainnya dapat mengetahui keberadaan kendaraan kita.
2.2 Persepsi
2.2.1 Pengertian Persepsi
Setiap individu dalam kehidupannya sehari-hari akan menerima
stimulus atau rangsang berupa informasi, objek, peristiwa, dan lain-lain
yang berasal dari lingkungan. Stimulus yang berkaitan dengan dirinya akan
diberi makna oleh individu yang bersangkutan. Proses pemahaman atau
pemberian makna terhadap stimulus itu dinamakan proses persepsi. Untuk
memberikan gambaran lebih jelas lagi mengenai persepsi, berikut
pengertian persepsi yang dikemukakan oleh beberapa para ahli.
Menurut Sarlito Wirawan Sarwono (1983), persepsi dinyatakan
sebagai kemampuan seseorang untuk mengorganisir suatu pengamatan.
Kemampuan tersebut antara lain kemampuan untuk membedakan,
kemampuan untuk mengelompokkan, dan kemampuan untuk
24
memfokuskan. Setiap orang bisa saja mempunyai persepsi yang berbeda
meskipun objeknya sama. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya
perbedaan dalam sistem nilai dan ciri kepribadian dari individu yang
bersangkutan.
Menurut Robbins (1999), persepsi adalah suatu proses dimana
individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka
untuk memberikan makna terhadap lingkungan. Sondang P Siagan (1989)
berpendapat bahwa persepsi merupakan suatu proses dimana seseorang
mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesan-kesan sensorinya dalam
usaha memberikan suatu makna tertentu dalam lingkungannya. Chaplin
(1999), dalam Tiara (2007), menjelaskan bahwa persepsi sebagai proses
mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan
indera. Proses perceptual ini dimulai dengan perhatian, yaitu merupakan
proses pengamatan selektif. Didalamnya mencakup pemahaman dan
mengenali atau mengetahui objek-objek serta kejadian-kejadian.
2.2.2 Proses Pembentukan Persepsi
Damayanti (2000), dalam Tiara Prasilika (2007), mencoba
menggambarkan proses pembentukan persepsi pada gambar dibawah ini:
25
Proses pembentukan persepsi
Gambar 2.1 Skema Proses Pembentukan Persepsi
1. Proses penerimaan rangsangan
Proses pertama dalam persepsi adalah penerimaan rangsangan dari
berbagai sumber yang diterima individu melalui panca indera yang
dimilikinya dan akan memberikan respon sesuai dengan penilaian dan
pemberian arti terhadap rangsang lain.
2. Proses menyeleksi rangsangan
Setelah diterima, rangsangan atau data yang diseleksi tidaklah
mungkin memperhatikan rangsangan yang diterima. Demi menghemat
perhatian-perhatian yang digunakan, rangsangan-rangsangan itu disaring
dan diseleksi untuk diproses lebih lanjut.
3. Proses pengorganisasian
Rangsangan yang diterima selanjutnya diorganisasikan dalam suatu
bentuk sesuai dengan rangsangan yang diterima.
Proses pengorganisasian
Seleksi rangsangan
Rangsangan atau sensasi
PERSEPSI Lingkungan Interpretasi
Pengalaman Proses belajar
26
4. Proses Penafsiran
Setelah data diterima dan diatur, proses selanjutnya individu
menafsirkan data yang diterima dengan berbagai cara. Dikatakan bahwa
telah terjadi persepsi setelah rangsang atau data tadi ditafsirkan. Persepsi
pada pokoknya memberikan arti kepada berbagai data mempengaruhi
penafsiran, diantaranya adalah:
a. Perangkat persepsi, nilai-nilai atau kepercayaan yang dianut individu
akan mempengaruhi pada persepsi yang akan diterima. Kepercayaan
atau pendapat-pendapat tadi dapat dikatakan sebagai perangkat
persepsi.
b. Pembelaan persepsi, apabila data atau rangsangan yang diterima
individu bertentangan dengan nilai-nilai atau kepercayaan yang
dimiliki, maka individu akan melakukan apa yang dinamakan
persepsi, mekanismenya antara lain, menolak data yang diterima,
memodifikasi data, pembenaran sikap dan kepercayaan data itu
diterima.
2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Persepsi seseorang tidak timbul dengan sendirinya, tetapi melalui
proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang. Faktor-
faktor inilah yang menyebabkan dua orang melihat sesuatu mungkin
memberikan interpretasi yang berbeda tentang apa yang dilihatnya itu.
Menurut Stephen. P. Robbins, terdapat 3 faktor yang mempengaruhi
persepsi sesorang, yaitu :
27
1. Individu Yang Bersangkutan
Apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan
interpretasi tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh
karakteristik individual yang dimiliknya seperti sikap, motif,
kepentingan, minat, pengalaman, pengetahuan, dan harapannya.
2. Sasaran dari Persepsi
Sasaran itu mungkin berupa benda, orang atau peristiwa. Sifat-sifat
itu biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang yang melihatnya.
Persepsi terhadap sasaran bukan merupakan sesuatu yang dilihat secara
terisolasi melainkan dalam kaitanya/hubungannya dengan orang lain.
Hal itu menyebabkan seseorang cenderung mengelompokkan orang,
benda atau peristiwa sejenis, dan memisahkannya dari kelompok lain
yang tidak serupa.
3. Situasi
Persepsi harus dilihat secara kontekstual yang berarti situasi dimana
persepsi itu timbul perlu mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor
yang turut berperan dalam penumbuhan persepsi seseorang.
Pembentukan persepsi juga sangat dipengaruhi oleh informasi yang
pertama kali diterima (Feldman, 1985), oleh karena itu pengalaman
pertama yang tidak menyenangkan akan sangat mempengaruhi
pembentukan persepsi seseorang. Tetapi karena stimulus yang dihadapi
oleh manusia senantiasa berubah, maka persepsi pun dapat berubah-ubah
sesuai dengan stimulus baru yang diterima. Persepsi menjadi penting
28
karena merupakan dasar dari seseorang dalam berprilaku dan
mempengaruhi seseorang dalam membuat keputusan (Robbins, 1998).
Tidak terlalu berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Stephen P.
Robbins, David Krech (1962) dalam Prasilika, Tiara H. (2007:14)
menyatakan bahwa yang mempengaruhi pembentukan persepsi seseorang
adalah:
1. Frame of Reference, yaitu kerangka pengetahuan yang dimiliki yang
dipengaruhi dari pendidikan, bacaan, penelitian, dan lain-lain.
2. Frame of Experience, yaitu berdasarkan pengalaman yang telah
dialaminya yang tidak lepas dari keadaan lingkungan sekitarnya.
Menurut Feldman (1985), dalam Ben F. Ramdhan, pembentukan
persepsi juga sangat dipengaruhi oleh informasi yang pertama kali peroleh.
Oleh Karena itu, pngalaman pertama yang tidak menyenangkan akan
sangat mempengaruhi pembentukan persepsi seseorang. Tetapi karena
stimulus yang dihadapi oleh manusia senantiasa berubah, maka persepsi
pun dapat berubah-ubah sesuai dengan stimulus yang diterima.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas, dapat diketahui bahwa
proses pembentukan persepsi dapat dipengaruhi oleh berbagai hal seperti
pengalaman, kemampuan, individu, lingkungan dan lain sebagainya. Proses
pembentukan itu sendiri dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan
faktor eksternal.
29
2.2.4 Persepsi terhadap Risiko Bahaya
Menurut WHO (1999) dalam Ben F. Ramadhan (2009) Risk
perception merupakan suatu proses dimana individu menginterpretasikan
informasi mengenai resiko yang mereka peroleh. Menurut Kathryn Mearns
dalam Ben Fauzi Ramadha (2009), Risk perception dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu sebagai berikut:
1. Pengetahuan
2. Personal
3. Konteks
4. Kualitas lingkungan kerja
5. Kepuasan dengan ukuran safety
6. Sikap terhdap resiko dan safety
7. Budaya safety
2.3 Pengetahuan
2.3.1 Definisi Pengetahuan
Kata “ilmu” merupakan terjemahan dari kata Inggris science. Kata
science berasal dari kata Latin scientia yang berarti “Pengetahuan”. Kata
scientia berasal dari bentuk kata kerja scire yang artinya “mempelajari”
atau “mengetahui” (Alex Sobur, 2003). Sedangkan menurut Notoadmodjo
(1993), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,
30
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagaian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Menurut Meliono (2007), pengetahuan adalah informasi atau
maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Berbagai gejala
yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi juga
merupakan suatu pengetahuan. Pengetahuan muncul ketika seseorang
menggunakan indera dan akal budinya untuk mengenali benda atau
kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumya.
Partap Sing Mehra dan Jazir Burhan dalam dalam Pitasari (2008),
pengantar logika tradisional, mengemukakan, “Pengetahuan adalah suatu
sistem gagasan yang bersesuaian dengan sistem benda-benda dan
dihubungkan oleh keyakinan”. Dengan demikian, pandangan dari kedua
penulis ini, ada tiga hal yang harus dipenuhi dalam pengetahuan, yaitu:
1. Adanya sistem gagasan dalam pikiran.
2. Gagasan ini sesuai dengan benda-benda sebenarnya.
3. Haruslah ada suatu keyakinan tentang persesuaian.
Apabila salah satu dari tiga unsur tersebut hilang, tidak akan terjadi
“Pengetahuan”.
2.3.2 Sumber, Bentuk, dan Tingkatan dalam Pengetahuan
Menurut Mehra dan Burhan dalam dalam Pitasari (2008), ada tiga
sumber pengetahuan, yaitu :
1. Pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman langsung.
2. Pengetahuan yang diperoleh dari suatu konklusi.
31
3. Pengetahuan yang diperoleh dari kesaksian dan authority.
Berdasatrkan bentuknya, Mehra dan Burhan dalam dalam Pitasari
(2008) membagi pengetahuan dalam dua bagian, yaitu:
1. Pengetahuan Langsung
Pengetahuan yang didapat dari persepsi ekstern dan persepsi intern.
2. Pengetahuan Tidak Langsung
Pengetahuan yang diperoleh dengan cara menarik konklusi, kesaksian,
dan authority.
Berdasarkan tingkatannya, ada 6 tingkatan dalam pengetahuan, yaitu:
1. Tahu atau know, diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Contoh dapat menyebutkan gejala suatu
penyakit.
2. Memahami atau comprehention, diartikan sebagai kemampuan untuk
menjelasakan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Misal menjelaskan
mengapa harus menjaga kebersihan lingkungan.
3. Aplikasi, diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang
telah dipelajari pada kondisi dan situasi senyataannya. Contoh
menyelesaikan masalah matematika dengan menggunakan rumus
matematika.
4. Analisi, diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan suatu materi
atau objek kedalam suatu komponen-komponen, tetapi masih berkaitan
satu sama lain didalam satu struktur.
32
5. Sintesis, diartikan sebagai kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang sudah ada.
6. Evaluasi, diartikan sebagai kemapuan untuk melakukan suatu penilaian
terhadap suatu materi atau objek.
2.3.3 Hubungan Pengetahuan dengan Pesepsi
Hubungan antara persepsi dengan pengetahuan dapat dilihat dari
penelitian yang dilakukan oleh Ben Fauzi ramdhan (2009), yaitu salah satu
yang mempengaruhi persepsi rendah adalah pengetahuan yang dimiliki
oleh pengendara sepeda motor kurang baik. Dari 239 responden yang
diteliti, 73.23% dinyatakan memiliki pengetahuan yang kurang baik.
Selain itu, pada penelitian yang dilakukan oleh Triska (2007) tentang
persepsi supir bajaj terhadap keselamatan berkendara, menyatakan bahwa
rata-rata supir bajaj mempunyai persepsi yang tidak baik terhadap
keselamtan berkendara. Dari total sampel yang diteliti, sebesar 67.6%
memiliki pengetahuan yang rendah untuk berkendara dengan selamat.
2.4 Motivasi
2.4.1 Pengertian Motivasi
Secara etimologis, motif atau dalam bahasa Inggrisnya motive,
berasal dari kata motion, yang berarti “gerakan” atau sesuatu yang
“bergerak”. Jadi istilah “motif” berkaitan erat dengan “gerak”, yakni
gerakan yang dilakukan oleh manusia atau disebut juga perbuatan atau
tingkah laku. (Alex Sobur, 2003).
33
Selain motif, dalam psikologi juga dikenal dengan istilah motivasi.
Sebenarnya, motivasi merupakan istilah yang lebih umum yang
menunjukkan pada proses seluruh gerakan, termasuk situasi yang
mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu, tingkah laku yang
ditimbulkannya, dan tujuan atau akhir dari gerakan atau perbuatan. Karena
itu, bisa dikatakan juga bahwa motivasi bisa membangkitkan motif,
membangkitkan daya gerak, atau menggerakkan seseorang atau diri sendiri
untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu tujuan atau keputusan.
Dalam suatu motif, umumnya terdapat dua unsur pokok, yaitu unsur
dorongan atau kebutuhan dan unsur tujuan. Proses interaksi timbal balik
antara kedua unsur ini terjadi didalam diri manusia, namun dapat
dipengaruhi oleh hal-hal diluar diri manusia. Misalnya, keadaan cuaca,
kondisi lingkungan dan sebagainya. Oleh karena itu, bisa saja terjadi
perubahan motivasi dalam waktu yang relatif singkat jika ternyata motivasi
yang pertama mendapat hambatan atau tidak dapat terpenuhi.
Motivasi berasal dari bahasa latin yaitu “movere” yang berarti
menggerakkan (to move). Motivasi mewakili proses-proses psikologi yang
menyebabkan timbulnya pengarahan, dan persistensi kegiatan-kegiatan
sukarela yang ditujukan kearah pencapaian tujuan. Motivasi merupakan
hasrat dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut
melakukan tindakan. Seseorang sering melakukan tindakan untuk suatu
hal; mencapai tujuan. Motivasi merupakan penggerak yang
menggambarkan pada tujuan, dan itu jarang muncul dengan sia-sia. Kata-
34
kata butuh, ingin, hasrat dan penggerak semuanya sama dengan motive,
yaitu asal kata motivasi (Methis, 2001).
Motivasi adalah sesuatu yang ada dalam diri seseorang, yang
mendorong orang tersebut untuk bersikap dan bertindak untuk mencapai
tujuan tertentu. Motivasi dapat berupa kebutuhan dan cita-cita. Motivasi
diartikan dengan istilah dorongan, dorongan tersebut merupakan gerak jiwa
dan jasmani untuk berbuat (Saleh dan Nisa, 2006).
Motivasi adalah suatu keadaan psikologi tertentu dalam diri
seseorang yang muncul oleh karena adanya dorongan untuk memenuhi
kebutuhan tertentu. Motivasi ini kemudian menimbulkan tingkah laku
untuk memenuhi kebutuhan tadi. Dengan demikian motivasi dapat
diartikan sebagai suatu proses (Indriyanti, 1999).
Sedangkan menurut Umar (2000) dalam penelitiannya menyebutkan,
motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota
organisasi mau dan rela untuk mengarahkan kemampuan dalam bentuk
keahlian atau keterampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelanggarakan
berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan
kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran
organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dari beberapa pengertian diatas dapat dikatakan bahwa tidak ada
suatu motivasi apabila tidak dirasakan adanya suatu kebutuhan, sehingga
motivasi yang telah tumbuh merupakan dorongan untuk mencapai tujuan
35
guna memenuhi kebutuhan atau mencapai keseimbangan. Dengan
demikian motivasi berhubungan erat dengan perilaku dan prestasi kerja.
Motivasi merupakan akibat dari interaksi seseorang dengan situasi
tertentu yang dihadapinya. Karena itu terdapat perbedaan dalam kekuatan
motivasi yang ditunjukkan oleh seseorang dalam menghadapi situasi
tertentu yang dihadapinya. Tindakan motivasi seseorang berbeda dengan
orang lain, dan berbeda dalam diri seseorang pada waktu yang berlainan.
Jadi motivasi dapat bersumber dari dalam diri seseorang yang sering
dikenal dengan istilah motivasi internal atau intrinsik akan tetapi dapat pula
bersumber dari luar diri seseorang yang bersangkutan yang dikenal dengan
istilah motivasi eksternal atau ekstrisik (Umar, 2000).
Motivasi memiliki tiga komponen pokok (Saleh dan Nisa, 2006),
yaitu:
1. Menggerakkan. Dalam hal ini motivasi memberikan kekuatan dalam diri
individu, membawa seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu.
2. Mengarahkan. Motivasi mengarahkan tingkah laku, menyediakan suatu
orientasi tujuan.
3. Menopang. Motivasi digunakan untuk menjaga dan menopang tingkah
laku, lingkungan sekitar harus menguatkan intensitas dan arah
dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu.
36
Motivasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Saleh dan Nisa, 2006):
1. Motivasi adalah majemuk. Dalam satu perbuatan tidak hanya memiliki
satu tujuan tetapi memiliki beberapa tujuan yang berlangsung bersama-
sama.
2. Motivasi dapat berubah-ubah. Motivasi sering berubah-ubah sesuai
dengan kebutuhan atau kepentingan individu yang bersangkutan.
3. Motivasi berbeda-beda bagi individu. Dua orang yang memiliki
pekerjaan yang sama, tetapi motivasinya bisa berbeda.
4. Beberapa motivasi tidak disadari oleh indinidu. Banyak tingkah laku
individu yang tidak disadari, sehingga dorongan yang muncul sering
kali karena berhadapan dengan situasi yang kurang meguntungkan lalu
ditekan dibawah sadarnya.
2.4.2 Lingkaran Motivasi
Motif dalam psikologi manusia berarti rangsangan, dorongan, atau
pembangkit tenaga bagi terjadinya suatu tingkah laku. Karena
dilatarbelakangi oleh motif, tingkah laku tersebut disebut “tingkah laku
bermotivasi” (Dirgagunarsa, 1996). Menurut Triska (2007) dalam
penelitiannya, bahwa ada beberapa unsur yang membentuk lingkaran
motivasi (motivational cycle), seperti digambarkan berikut ini:
37
Lingkaran Motivasi
Kebutuhan
Tujuan Tingkah laku
Gambar 2.2 Lingkaran Motivasi
1. Kebutuhan
Motif pada dasarnya adalah bukan merupakan suatu dorongan fisik,
tetapi juga orientasi kognitif elementer yang diarahkan pada pemuasan
kebutuhan. Ketika orang-orang berupaya untuk memuaskan kebutuhan
cinta, penerimaan masyarakat, atau rasa memiliki, misalnya, mereka
senantiasa dihadapkan pada saran-saran mengenai bagaimana memuaskan
kebutuhan itu. Dengan kata lain memotivasi mereka untuk memenuhi
kebutuhan tersebut.
Salah satu teori terkenal yang membahas tentang kebutuhan adalah
teori Maslow yang mengklasifikasikan kebutuhan menjadi lima tingkat.
Yang terdiri atas kebutuhan fisiologis, rasa aman, cinta, penghargaan, dan
mewujudkan jati diri. Hierarki kebutuhan Maslow ini merupakan salah satu
teori motivasi yang terkenal. Teori ini sangat berpengaruh dalam psikologi
38
industri dan organisasi sebagai teori motivasi kerja. Dengan kata lain,
kebutuhan-kebutuhan ini memotivasi manusia untuk mencapai tujuan.
Menurut Maslow, kebutuhan dasar (kebutuhan dasar fisik dan
kebutuhan dasar rasa aman) harus lebih didahului sebelum memenuhi
kebutuhan-kebutuhan lainnya. Kebutuhan aman yang dimaksud disini
adalah bebas dari bahaya yang dapat mengancam jiwa.
Begitu tiap kebutuhan ini telah cukup banyak dipuaskan, kebutuhan
berikutnya menjadi dominan. Pada gambar 5 dapat dilihat bahwa
kebutuhan individu bergerak naik mengikuti anak tangga hierarki. Dari titik
pandang motivasi, teori tersebut mengatakan bahwa meskipun tidak ada
kebutuhan yang pernah dipenuhi secara lengkap, suatu kebutuhan yang
dipuaskan secara cukup banyak (substansial) tidak lagi termotivasi. Jadi
jika kita ingin memotivasi seseorang, maka menurut Maslow, kita perlu
memahami sedang berada pada anak tangga manakah orang tersebut dan
memfokuskan pada pemenuhan-pemenuhan kebutuhan itu atau kebutuhan
diatas tingkat itu.
2. Tingkah Laku
Elemen kedua dari lingkaran motivasi adalah tingkah laku yang
digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Jadi, tingkah laku pada
dasarnya ditujukan untuk mencapai tujuan. Perilaku merupakan kumpulan
kegiatan M.C. Morgan menyebut Instumental Behaviour untuk tingkah
laku yang dipergunakan sebagai alat atau cara agar tujuan dapat tercapai
(Alex Sobur, 2003: 291). Tingkah laku ini, apakah sesuai atau tidak sesuai,
39
baik atau tidak baik, melanggar atau tidak melanggar norma, semuanya
disebut tingkah laku.
Selanjutnya Morgan mengemukakan beberapa bentuk tingkah laku
sebagai berikut :
a. Aktifitas, adalah gerakan-gerakan yang timbul menyertai adanya
kebutuhan.
Misalnya gerakan yang diperlihatkan oleh supir angkot ketika
penghasilan hari ini tidak mencukupi untuk setoran, atau gerakan
gelisah pada seseorang yang sedang berusaha memecahkan masalah.
b. Gerakan-gerakan naluriah. Suatu gerakan yang dapat dilakukan tanpa
dipelajari terlebih dahulu. Gerkan-gerakan inilah yang memungkinkan
seorang bayi dapat melangsungkan hidupnya. Misalnya gerakan
seorang bayi yang sedang menyusu pada ibunya.
c. Refleks. Suatu gerakan yang diperlihatkan oleh seseorang untuk
mempertahankan atau melindungi tubuh dari kemungkinan-
kemungkinan cacat, cidera, luka dan lain-lain. Biasanya gerakan
refleks terjadi secara cepat sekali. Misalnya supir angkot yang
mengerem atau membelokkan mobil angkotnya ketika kendaraan
didepannya berhenti secara tiba-tiba atau ada penumpang yang berada
dipinggir jalan.
d. Belajar secara instrumental,yaitu mempelajari sesuatu yang terjadi
tanpa sengaja. Misalnya seorang anak mengatakan “pusing” ketika
sedang membuat soal-soal berhitung yang sulit. Karena anak
40
3. Tujuan
Elemen ketiga dari lingkaran motivasi adalah tujuan yang berfungsi
untuk memotivasikan tingkah laku. Tujuan yang menentukan seberapa
aktif individu akan bertingkah laku, karena, selain ditentukan oleh motif
dasar, tingkah laku juga ditentukan oleh keadaan dari tujuan. Jika
tujuannya menarik, individu akan lebih aktif bertingkah laku.
2.4.3 Hubungan Motivasi dengan Persepsi
Pada tahun 2009, Ben Fauzi Ramadhan melakukan penelitian yang
menunjukkan bahwa hampir sebagian responden yang diteliti memiliki
persepsi yang rendah terhadap kselamatan berkendara. Dari total sampel yang
diteliti yaitu sebesar 239 responden, 59.95% memiliki motivasi yang kurang
baik terhadap berkendara. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Triska (2007) yang mana didapatkan 67.6% responden masih memiliki
motivasi yang rendah untuk berkendara dengan selamat karena masih
dipengaruhi oleh ada tidaknya petugas pengaman lalu lintas, permintaan
penumpang dan setoran.
41
2.5 Pengalaman
Seseorang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan pengetahuan yang
dimilikinya akan memberikan hasil yang lebih baik dari pada mereka yang
tidak mempunyai pengetahuan cukup dalam mejalankan tugasnya. Kenyataan
menunjukkan semakin lama seseorang bekerja maka, semakin banyak
pengalaman yang dimiliki oleh pekerja tersebut. Sebaliknya, semakin singkat
masa kerja berarti semakin sedikit pengalaman yang diperolehnya. Pengalaman
bekerja memberikan keahlian dan ketrampilan kerja yang cukup namun
sebaliknya, keterbatasan pengalaman kerja mengakibatkan tingkat ketrampilan
dan keahlian yang dimiliki semakin rendah. Kebiasaan untuk melaksanakan
tugas dan pekerjaan sejenis merupakan sarana positif untuk meningkatkan
keahlian tenaga kerja (Hadiwiryo, 2002).
Pengalaman yang lebih akan menghasilkan pengetahuan yang lebih
(Christ, 1993 dalam Dwi Ananing Tyas, 2006). Seseorang yang melakukan
pekerjaan sesuai pengetahuan yang dimilikinya akan memberikan hasil yang
lebih baik daripada mereka yang tidak mempunyai pengetahuan cukup akan
tugasnya. Kenyataan menunjukkan semakin lama seseorang bekerja maka,
semakin banyak pengalaman kerja yang dimiliki oleh pekerja tersebut.
Sebaliknya, semakin singkat masa kerja seseorang biasanya semakin sedikit
pula pengalaman yang diperolehnya. Pengalaman bekerja memberikan keahlian
dan ketrampilan dalam kerja sedangkan, keterbatasan pengalaman kerja
mengakibatkan tingkat ketrampilan dan keahlian yang dimiliki semakin rendah.
42
Ini biasanya terbukti dari kesalahan yang dilakukan dalam bekerja dan hasil
kerja yang belum maksimal.
Lama kerja seseorang jika dikaitkan dengan pengalaman kerja dapat
mempengaruhi kecelakaan kerja. Terutama pengalaman dalam hal
menggunakan berbagai macam alat kerja. Semakin lama masa kerja seseorang
maka pengalaman yang diperoleh akan lebih banyak dan memungkinkan
pekerja dapat bekerja lebih aman (Dirgagunarsa, 1992). Berdasarkan hasil studi
ILO (1989) di Amerika menunjukan bahwa kecelakaan kerja yang terjadi selain
karena faktor manusia, disebabkan juga karena masih baru dan kurang
pengalaman (Dirgagunarsa, 1992).
Pengalaman merupakan keseluruhan yang didapat seseorang dari
peristiwa yang dilaluinya, artinya bahwa pengalaman seseorang dapat
mempengaruhi persepsi dalam kehidupan organisasinya. Dengan demikian,
semakin lama masa kerja seseorang maka pengalaman yang diperolehnya
semakin banyak yang memungkinkan pekerja dapat bekerja lebih aman
(Millah, 2008).
Sedangkan, menurut Cooper (1998), orang sering berperilaku tidak aman
karena orang tersebut belum pernah cedera saat melaksanakan pekerjaannya
dengan tidak aman. Tetapi jika kita melihat Heinrich’s Triangle, sebenarnya
orang tidaklah jauh dari potensi kecelakaan. Sementara itu, Geller (2001)
menyebutkan faktor pengalaman pada tugas yang sama dan lingkungan sudah
dikenal dapat mempengaruhi orang tersebut berperilaku tidak aman dan terus
43
berlaku karena menyenangkan, nyaman, dan menghemat waktu dan perilaku ini
cenderung berulang.
Pengalaman untuk kewaspadaan terhadap kecelakaan bertambah baik
sesuai dengan usia, masa kerja diperusahaan dan lamanya bekerja di tempat
kerja yang bersangkutan. Tenaga kerja baru biasanya belum mengetahui secara
mendalam seluk beluk pekerjaan dan keselamatannya. Selain itu, mereka sering
mementingkan dahulu selesainya sejumlah pekerjaan tertentu yang diberikan
kepada mereka sehingga keselamatan tidak cukup mendapat perhatian. Oleh
karena itu, masalah keselamatan harus dijelaskan kepada mereka sebelum
melakukan pekerjaan dan bimbingan pada hari-hari permulaan bekerja adalah
sangat penting. Dimana, dalam suatu perusahaan pekerja-pekerja baru yang
kurang berpengalaman sering mendapatkan kecelakaan, sehingga diperlukan
perhatian khusus (Suma’mur, 1996).
Berdasarkan pendapat Suma’mur (1996) diatas dapat disimpulkan bahwa
pengalaman dapat mempengaruhi persepsi supir angkot dalam melakukan
berkendara di jalan raya dan pengalaman dapat mengurangi risiko terjadinya
kecelakaan. Dalam hal ini, supir angkot yang berpengalaman dapat lebih
menekankan keselamatan dalam melakukan pekerjaannya ketika mengendarai
angkot dikarenakan ia telah mengetahui secara mendalam seluk beluk pekerjaan
dan keselamatannya. Sedangkan supir angkot yang belum berpengalaman atau
masih baru belum mengenali seluk beluk pekerjaan dan keselamatannya.
Dirgagunasa (1992) mengatakan bahwa lama kerja seseorang jika
dikaitkan dengan pengalaman kerja dapat mempengaruhi kecelakaan kerja.
44
Terutama pengalaman dalam hal menggunakan berbagai macam alat kerja.
Semakin lama masa kerja seseorang maka pengalaman yang diperoleh akan
lebih banyak dan memungkinkan pekerja dapat bekerja lebih aman.
2.6 Kerangka Teori
Beberapa sumber menyebutkan bahwa banyak faktor yang berhubungan
dengan persepsi seseorang antara lain individu tersebut (pengetahuan; motivasi;
pengalaman; dan harapannya); sasaran persepsi (benda; orang atau peristiwa);
dan situasi persepsi (kondisi lingkungan) (Robbins, 1998); Penglihatan dan
Penafsiran (Leavit, 1978); pengetahuan (kognitif) dan penafsiran (interprektif);
(Ittelson, 1978 dalam Ben F. Ramadhan, 2009); Pengamatan dan penilaian
dalam diri individu (Sarwono, 1983); Pengorganisasian; interpretasi dan
lingkungan (Siagian, 1989). Dari beberapa teori diatas, maka hal tersebut dapat
digambarkan pada gambar 2.3 dibawah ini :
45
Gambar 2.3
Bagan Kerangka Teori
Faktor Internal Individu :
• Pengetahuan
• Motivasi
• Pengalaman
• Harapan
Faktor Eksternal Individu :
• Benda
• Lingkungan
• Pengorganisasian
• Peristiwa
Persepsi Supir Angkot
Sumber : Ittelson, (1978), Sarwono, (1983), Siagian, (1989), Robbins, (1998).
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Dengan mengacu kepada teori yang telah dijelaskan sebelumnya, yang
membagi faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi ke dalam faktor
internal dan eksternal, namun peneliti membatasi variabel penelitian hanya terdiri
dari faktor internal yaitu pengetahuan supir angkot tentang keselamatan
berkendara, motivasi supir angkot tentang keselamatan berkendara dan
pengalaman supir angkot tentang keselamatan berkendara. Adapun variabel
dependen dalam penelitian ini adalah persepsi.
Berdasarkan teori yang ditunjang oleh fakta serta pengamatan secara
langsung di lapangan dan setelah mempelajari data kecelakaan lalu lintas,
pemilihan variabel independen tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa variabel
terpilih memang sudah dikenal secara umum termasuk oleh calon responden.
Variabel independen atau determinan tersebut diasumsikan oleh peneliti
mempunyai hubungan dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan
berkendara di jalan raya.
Asumsi hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen
dapat diuraikan sebagai berikut: pengetahuan supir yang baik akan menimbulkan
kesadaran dan sikap positif bagi supir, motivasi berhubungan erat dengan persepsi
dan prestasi kerja. Semakin rendahnya motivasi supir dalam bekerja
(mengendarai angkot) maka dorongan untuk mencapai tujuan guna memenuhi
kebutuhan kemungkinan besar tidak tercapai secara optimal. Adapun pengalaman
46
47
mempengaruhi persepsi supir tentang keselamatan berkendara. Artinya bahwa
persepsi risiko berkendara responden baik jika responden memiliki pengalaman
yang banyak terhadap kejadian kecelakaan lalu lintas, sebaliknya persepsi risiko
keselamatan berkendara responden buruk jika responden memiliki pengalaman
sedikit terhadap kejadian kecelakaan lalu lintas.
Selain itu, peneliti juga mempertimbangkan penelitian yang dilakukan oleh
Ben Fauzi Ramadhan mengenai gambaran persepsi keselamatan berkendara
sepeda motor pada siswa/i SMA di Kota Bogor tahun 2009.
Beberapa variabel yang terdapat dalam kerangka teori namun tidak
dilakukan penelitian karena alasan tertentu. Variabel tersebut diantaranya:
1. Lingkungan; ketika mengendarai angkot tidak diikutsertakan sebagai variabel
independen karena tidak ada perbedaan luas yang bermakna karena rute
perjalanan antar supir angkot sama.
2. Benda; dalam hal ini adalah mobil tidak diikutsertakan sebagia variabel
independen karena peneliti tidak dapat menilai apakah mobil angkot
(angkutan kota) termasuk mobil yang layak digunakan atau tidak layak
digunakan.
3. Pengorganisasian; tidak diikutsertakan sebagai variabel independen karena
pada saat peneliti melakukan studi pendahuluan, supir angkot jurusan Parung-
Bogor tidak terikat dengan organisasi.
4. Variabel peristiwa tidak dikutsertakan sebagai variabel independen karena
variabel ini berkaitan dengan variabel pengalaman. Peristiwa yang pernah
48
dialami oleh supir angkot, merupakan bagian dari pengalaman yang dialami
oleh supir angkot.
Kerangka konsep terdiri dari variabel dependen dan independen. Variabel
independen terdiri dari pengetahuan, sikap, pengalaman, dan motivasi. Sedangkan
persepsi ditetapkan sebagai variabel dependen. Hubungan antara beberapa
variabel tersebut digambarkan dalam bagan berikut ini:
Hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen
digambarkan dalam bagan 3.1
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep
Persepsi Supir Angkot
Tentang Keselamatan
Berkendara di Jalan
Raya
1. Pengetahuan
2. Motivasi
3. Pengalaman
49
3.2 Definisi Operasional
No. Variabel Definis Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1 Persepsi supir
angkot tentang
keselamatan
berkendara
Penafsiran atau interpretasi
supir angkot tentang
mengendarai angkot dengan
aman dan selamat untuk
keselamatan bersama.
Wawancara Kuesioner 1. Baik jika total
skor > nilai median
2. Tidak baik jika
total skor < nilai
median
Nominal
2 Pengetahuan Tingkat pengetahuan yang
dimiliki oleh supir angkot
tentang keselamatan berkendara
di jalan raya.
Wawancara Kuesioner 1. Tinggi jika total
skor > nilai mean
2. Rendah jika total
skor < nilai mean
Nominal
3 Motivasi Keinginan atau dorongan dari
dalam diri supir angkot untuk
berkendara dengan selamat di
jalan raya Parung-Bogor.
Wawancara Kuesioner 1. Tinggi jika total
skor > nilai mean
2. Rendah
jika total skor <
Nominal
50
nilai mean
4 Pengalaman Kejadian/peristiwa yang
dialami oleh supir angkot
selama mengendarai angkot di
jalan raya.
Wawancara Kuesioner 1. Banyak jika total
skor > nilai mean
2.Kurang jika total
skor < nilai mean
Nominal
3.3 Hipotesis
1. Ada hubungan pengetahuan dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya.
2. Ada hubungan motivasi dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya.
3. ada hubungan pengalaman dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif
dengan menggunakan metode deskriptif dan analitik. Penelitian ini menggunakan
desain studi cross sectional karena pada penelitian ini variabel independen dan
dependen akan diamati pada waktu (periode) yang sama.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di pangkalan angkot di pasar Parung dan di
pangkalan pasar Merdeka, Bogor. Penelitian ini akan dilakukan kurang lebih
selama dua bulan pada periode bulan Desember 2009 – Januari 2010.
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh supir angkot jurusan Parung-
Bogor yang ada di pangkalan Pasar Parung dan pangkalan pasar Merdeka,
Bogor.
4.3.2 Sampel Penelitian
Pengambilan sampel dengan cara menggunakan metode Purposive
sampling, yaitu sampel yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Supir angkot yang mengendrai angkot jurusan Parung-Bogor, sesuai
dengan jumlah angkot, yaitu sebanyak 117 orang.
51
52
2. Supir angkot jurusan Parung-Bogor yang berada di lokasi pada saat
penelitian dilakukan.
4.4 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Pada
saat penelitian, kuesioner akan dibagikan langsung oleh peneliti kepada supir
angkot untuk dilengkapi. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini
sebelumnya pernah digunakan oleh Nurhasanah (2007), Tiara Prasilika (2007),
Pitasari (2008), dan Ben F. Ramadhan (2009). Kuesioner ini mencakup
pertanyaan mengenai data umum responden, pengetahuan, motivasi, pengalaman,
dan persepsi.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan beberapa
pertanyaan dan modifikasi skala likert. Skala model likert adalah suatu himpunan
butir pertanyaan sikap, pendapat, persepsi yang kesemuanya dipandang kira-kira
sama dengan sikap, pendapat, perspsi. Penentuan dari pertanyaan-pertanyaan
tersebut diambil dari banyak pertanyaan yang disaring melalui uji coba yang
dikenakan pada subjek uji coba. Dari hasil uji coba dipilih pertanyaan-pertanyaan
yang cukup baik, baik yang bersifat favorable atau positif maupun unfavorable
atau negatif (Walgito, 2003).
Dalam menciptakan alat ukur likert dengan menggunakan pertanyaan-
pertanyaan dengan menggunakan lima alternatif jawaban atau tanggapan atas
pertanyaan-pertanyaan tersebut. Subjek yang diteliti disuruh memilih salah satu
dari empat alternatif jawaban yang disediakan. Lima alternatif yang dikemukakan
serta pembobotnya seperti:
53
- Sangat setuju (5)
- Setuju (4)
- Ragu-ragu (3)
- Tidak setuju (2)
- Sangat tidak setuju (1)
Sedangkan untuk mengukur pertanyaan yang memiliki nilai negatif
pembobotnya terbalik, seperti:
- Sangat setuju (1)
- Setuju (2)
- Ragu-ragu (3)
- Tidak setuju (4)
- Sangat tidak setuju (5)
Untuk mengetahui pertanyaan-pertanyaan yang cukup baik, baik yang
bersifat favorable atau positif maupun yang unfavorable atau negatif adalah
berdasarkan uji validitas dan reabilitas, yaitu dengan menghitung korelasi antara
masing-masing pertanyaan dengan total skor dengan menggunakan rumus
(Singarimbun, 1989) seperti berikut:
r = N(ΣXY) – (ΣX. ΣY)
√[NΣX2 – (ΣX)2] [NΣY2 – (ΣY)2
Keterangan:
X = Skor pertanyaan
Y = Total skor
54
r = Angka korelasi
Secara statistik, angka korelasi yang diperoleh dibandingkan dengan
angka kritik tabel korelasi nilai – r, dengan cara melihat baris N–2. Jumlah
responden yang dipakai untuk uji kuesioner ini adalah 30 responden, maka jalur
yang dilihat adalah baris 30-2 =28. Untuk taraf signifikansi 5%, maka angka
kritik adalah 0,361.
Sedangkan reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika
memiliki nilai alpha conbacch’s > 0,70. Kuesioner dinyatakan reliabel jika jika
mempunyai nilai koefisien alpha yang lebih besar dari 0,7. Pertanyaan-pertanyan
yang digunakan pada penelitian ini memiliki koefisien alpha yang lebih besar
dari 0,7, maka pertanyaan-pertanyaan tersebut dinyatakan reliabel.
Kuesioner yang dibuat mencakup beberpa variabel yang diteliti, yaitu
variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen yaitu persepsi
supir angkot, sedangkan variabel independennya adalah pengetahuan, motivasi,
dan pengalaman. dan persepsi.
Untuk variabel persepsi, pengetahuan, motivasi, dan pengalaman
dikelompokkan menjadi dua ketegori dengan menggunakan standard skor
dibawah ini:
Baik/tinggi : Jika total skor jawaban yang diperoleh ≥ mean
Tidak baik/rendah : Jika total skor jawaban yang diperoleh < mean
4.5 Metode Pengumpulan Data
55
Data yang digunakan pada penelitian kali ini adalah data primer dan data
sekunder yang diperoleh dengan cara:
4.5.1 Data Primer
Data ini didapat dengan melakukan observasi langsung ke lapangan
dengan menggunakan wawancara dan kuesioner yang dibagikan kepada
responden, yaitu supir angkot yang terdapat di pangkalan Pasar Parung.
4.5.2 Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan penelusuran
kepustakaan, data-data dan dokumen yang relevan dengan penelitian ini.
Selain itu data sekunder diperoleh dari informasi tentang kecelakaan
diberbagai media, seperti media masa dan internet, serta Dinas Perhubungan
Pemerintah Provinsi Bogor.
4.6 Pengolahan Data
Seluruh data yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder akan
diolah melalui tahap – tahap sebagai berikut :
1. Mengkode data (data coding)
Kode data dilakukan dengan memberi kode pada tiap jawaban responden.
Pemberian kode dimaksudkan untuk memudahkan dalam menganalisis data
dan memasukkan data.
2. Menyunting data (data editing)
Pada tahap ini peneliti memeriksa kelengkapan data yang telah terkumpul.
Pemeriksaan meliputi pengisian, konsistensi, validitas, dan jumlah pertanyaan
yang di jawab, apakah jawaban yang dikuesioner sudah:
56
Lengkap : Semua pertanyaan sudah dijawab
Jelas : Jawaban pertanyaan apakah tulisannya cukup jelas dibaca
Relevan : Jawaban yang ditulis relevan dengan pertanyaan
Konsisten : Apakah antara beberapa pertanyaan yang berkaitan isi
jawaban konsisten
3. Memasukkan data (data entry)
Daftar pertanyaan yang telah dilengkapi dengan pengisian kode jawaban
selanjutnya dimasukkan ke dalam program software komputer berupa kode-
kode.
4. Membersihkan data (data cleaning)
Pengecekan kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan data
tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut telah
siap diolah dan dianalisis. Tahap cleaning data terdiri dari:
a. Mengetahui missing data
b. Mengetahui variasi data
c. Mengetahui konsistensi data
4.7 Analisis Data
4.7.1 Analisis Univariat
Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan
persentase dari setiap variabel independen, dependen yang diharapkan dari
tabel distribusi. Variable independen terdiri dari pengetahuan, motivasi dan
57
pengalaman, sedangkan variable dependen yaitu persepsi supir angkot
tentang keselamatan berkendara dijalan raya. Analisis data univariat
dilakukan dengan tabulasi dengan menggunakan program komputer.
4.7.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel-
variabel yang mempengaruhi persepsi supir angkot (variabel independen)
dengan persepsi supir angkot jurusan Parung-Bogor (variabel dependen).
Untuk mencari hubungan antara variabel independen dengan variabel
dependen digunakan uji chi-square. Analisis data bivariat dilakukan dengan
menggunakan program komputer.
Persamaan Chi Square:
(O - E)2
X2 = E Keterangan :
X2 = Chi Square
O = Efek yang diamati
E = Efek yang diharapkan
Metode ini digunakan untuk mendapatkan probabilitas kejadiannya.
Jika Pvalue > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada
hubungan yang bermakna antara kedua variabel tersebut. Sebaliknya jika
Pvalue < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat
hubungan yang bermakna antara kedua variabel tersebut.
58
Untuk melihat kekuatan hubungan antara variabel dependen dan
independen maka dilihat nilai Odds Rasio (OR). Rumus OR sebagai berikut:
OR = AD BC
Bila nilai OR = 1 artinya tidak ada hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen. Jika nilai OR < 1 artinya variabel
independen memperkecil resiko untuk bermotivasi dalam berperilaku aman.
Dan jika nilai OR > 1 artinya variabel independen meningkatkan resiko
untuk bermotivasi dalam berperilaku aman.
BAB V
HASIL PENELITIAAN
5.1 Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Parung
Secara letak geografis. Parung merupakan salah satu Kecamatan yang
ada di wilayah Kabupaten Bogor. Batas wilayah utara wilayah Kecamatan
Parung berbatasan dengan kecamatan Jampang, wilayah selatan kecamatan
Parung berbatasann dengan wilayah Sawangan sedangkan wilayah barat
kecamatan Parung berbatasan dengan kecamatan Ciseeng. Parung memiliki
sembilan kelurahan atau desa, antara lain Desa Bojong Indah, Desa Bojong
Sempu, Desa Cogrek, Desa Iwul, Desa Jabon Mekar yang berbatasan dengan
wilayah Jampang, Desa Pamager Sari, Desa Waru, Desa Warujaya yang
berbatasan dengan Kecamatan Ciseeng, dan Desa Parung.
Parung memiliki sebuah pasar tradisional yang aktif 24 jam. Di pasar
Parung inilah biasanya angkot-angkot beroperasi. Selain itu, lokasinya yang
terletak diantara perbatasan Wilayah Kabupaten Bogor dengan Kota Depok
menjadi salah satu daerah yang dipadati oleh kendaraan pribadi (mobil pribadi,
truk dan motor) maupun kendaraan umum (angkot dan bis) yang melintas
disepanjang jalan tersebut, terlebih lagi ditambah dengan banyaknya kendaraan
umum yang parkir disepanjang jalan tersebut, sehingga membuat jalanan
disepanjang pasar Parung menjadi padat. Hal ini pula yang menjadikan daerah
pasar Parung menjadi salah satu daerah yang strategis bagi supir angkot untuk
mencari penumpang, dengan kata lain mereka menjadikan area ini menjadi
59
60
pangkalan angkot. Angkot ini pula yang sering menjadi keluhan warga Bogor
karena jumlahnya yang banyak.
Angkutan Kota atau angkot adalah salah satu sarana perhubungan dalam
kota dan antar kota yang banyak digunakan di Indonesia, berupa mobil jenis
minibus atau van yang dikendarai oleh seorang supir dan kadang juga dibantu
oleh seorang kenek. Tugas kenek adalah memanggil penumpang dan membantu
supir dalam perawatan kendaraan (ganti ban mobil, isi bahan bakar, dan lain-
lain). Angkot setiap jurusan dibedakan melalui warna armadanya atau melalui
angka. Untuk wilayah kota Surabaya, banyak angkot yang memberi warna
khusus pada bodynya, sehingga penumpang dengan mudah bisa mengidentifikasi
jurusan mereka. Contoh, warna cokelat tua menandakan lewat ke Tunjungan
Plaza, lalu menuju Rumah Sakit Karang Menjangan. Sedangkan untuk warna
angkot yang terdapat Wilayah Bogor berwarna biru dan hijau, angkot warna biru
menunjukkan angkot wilayah Kota Bogor sedangkan angkot warna hijau
menunjukkan angkot wilayah Kabupaten Bogor. Namun tidak jarang juga angkot
warna biru atau hijau beroperasi di wilayah Kabupaten Bogor sekaligus wilayah
Kota Bogor. Angkot juga memiliki banyak sebutan. Di Jakarta dikenal dengan
sebutan mikrolet, di Bekasi dikenal dengan sebutan KOASI, dan di Makassar
dikenal dengan sebutan pete-pete.
Untuk tarif perjalanan, sebenarnya seluruh angkot yang terdapat di Kota
Bogor telah ditetapkan oleh Pemerintah Bogor. Namun pada kenyataannya,
banyak supir angkot yang menaikkan harga secara sepihak. Mereka berasalan
harga kebutuhan bahan pokok semakin meningkat, sedangkan penghasilan yang
61
mereka dapatkan tidak dapat untuk mencukupi kebutuhan mereka. Berdasarkan
Surat Keputusan (SK) Walikota Bogor nomor 551.2.45-225, tarif angkot untuk
jarak jauh ditetapkan sebesar Rp. 4000, sedangkan untuk tarif jarak dekat sebesar
Rp. 2000. Sedangkan tarif yang telah ditentukan untuk pelajar Rp. 1500. Tetapi
tidak sedikit pula penumpang yang menggunakan angkot membayar tidak sesuai
dengan tarif yang telah ditentukan. Hal ini pula yang membuat supir angkot
menaikkan harga angkot secara sepihak sesuai dengan jarak dari penumpang
menaiki angkot sampai penumpang tersebut turun dari angkot.
Angkot-angkot yang digunakan responden untuk menarik penumpang
rata-rata merupakan angkot sewaan. Responden diharuskan membayarkan uang
setoran kepada pemilik angkot perhari. Besarnya setoran yang diberikan sangat
bervariasi, tergantung pada pemilik angkot, kondisi angkot, dan masa kerja supir
angkot. Untuk itu banyak supir angkot yang menaikkan tarif angkot yang tidak
sesuai dengan tarif yang telah diputusan oleh Dinas Perhubungan.
5.2 Analisis Univariat
5.2.1 Gambaran Persepsi Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya
Persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara diukur
melalui pertanyaan-pertanyaan tentang pandangan atau bagaimana supir
angkot mengartikan suatu bahaya kecelakaan saat mengendarai angkot
melalui penginderaan. Untuk mengetahui gambaran persepsi supir angkot,
dilakukan uji statistik berskala ordinal. Variabel persepsi diketahui,
62
dilakukan pengelompokan menjadi 2 kategori dengan menggunakan
standar skor yaitu jika total skor jawaban yang diperoleh > median (26.00)
dikategorikan baik dan jika total skor jawaban yang diperoleh < median
(26.00) dikategorikan tidak baik. Distribusi responden berdasarkan kategori
persepsi supir angkot jurusan Parung-Bogor tentang keselamatan
berkendara tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut:
Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Persepsi Supir Angkot tentang Keselamatan
Berkendara pada Supir Angkot Jurusan Parung-Bogor Tahun 2010
Persepsi Supir Angkot Jumlah (n) Persentasi (%) Baik 61 52.1
Tidak Baik 56 47.9 Jumlah 117 100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 5.1 diatas, diketahui bahwa dari 117 responden,
sebagian besar responden atau sebanyak 61 (52,1%) memiliki persepsi
yang baik tentang keselamatan berkendara. Sedangkan responden yang
memiliki persepsi yang tidak baik tentang keselamatan berkendara
sebanyak 56 (47.9%) responden.
5.2.2 Gambaran Pengetahuan Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya
Pengetahuan supir angkot tentang keselamatan berkendara diukur
melalui pertanyaan-pertanyaan yang mengungkapkan sejauh mana
pengetahuan supir angkot tentang keselamatan berkendara pada saat
mengendarai angkot. Untuk mengetahui pengetahuan supir angkot,
63
dilakukan uji statistik berskala ordinal. Tetapi sebelum variabel
pengetahuan pengetahuan diketahui, dilakukan pengelompokkan menjadi 2
kategori dengan menggunakan standar skor yaitu jika total skor jawaban
yang diperoleh > nilai mean (16.08) dikategorikan tinggi dan jika total skor
jawaban yang diperoleh < nilai mean (16.08) dikategorikan rendah.
Distribusi responden berdasarkan kategori pengetahuan supir angkot
jurusan Parung-Bogor tentang keselamatan berkendara tahun 2010 dapat
dilihat pada tabel 5.2 berikut:
Tabel 5.2
Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara pada Supir Angkot Jurusan Parung-Bogor
Tahun 2010
Pengetahuan Supir Angkot Jumlah (n) Persentasi (%)
Tinggi 55 47 Rendah 62 53 Jumlah 117 100
Sumber: Data Primer
Berdasarkan tabel 5.2 diatas, diketahui bahwa dari 117 responden,
sebanyak 55 (47%) responden memiliki pengetahuan tinggi tentang
keselamatan berkendara. Sedangkan sebagian besar atau sebanyak 62
(53%) responden memiliki pengetahuan yang rendah tentang keselamatan
berkendara.
64
5.2.3 Gambaran Motivasi Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya
Motivasi supir angkot tentang keselamatan berkendara diukur
melalui pertanyaan-pertanyaan yang mengungkapakan keinginan, harapan
dan perasaan responden. Untuk mengetahui gambaran motivasi supir
angkot tentang keselamatan berkendara dilakukan uji statistik univariat
berskala ordinal. Variabel motivasi diketahui, dilakukan pengelompokan
menjadi 2 kategori dengan menggunakan standar skor yaitu jika total skor
jawaban yang diperoleh ≥ mean (27.50) dikategorikan tinggi dan jika total
skor jawaban yang diperoleh < mean (27.50) dikategorikan rendah.
Distribusi responden berdasarkan kategori motivasi supir angkot jurusan
Parung-Bogor Tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.3
Distribusi Responden Menurut Motivasi Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara pada Supir Angkot Jurusan Parung-Bogor
Tahun 2010
Motivasi Supir Angkot Jumlah (n) Persentasi (%)
Tinggi 64 54.7 Rendah 53 45.3 Jumlah 117 100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 5.3 diatas, diketahui bahwa dari 117 responden,
sebagian besar atau sebanyak 64 (54.7%) responden memiliki motivasi
tinggi tentang keselamatan berkendara. Sedangkan responden yang
65
memiliki motivasi rendah tentang keselamatan berkendara sebanyak 53
(45.3%) responden.
5.2.4 Gambaran Pengalaman Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya
Pengalaman supir angkot tentang keselamatan berkendara diukur
melalui pertanyaan-pertanyaan yang mengungkapakan kejadian-kejadian
yang pernah dialami oleh responden selama mengendarai angkot. Untuk
mengetahui gambaran pengalaman supir angkot tentang keselamatan
berkendara dilakukan uji statistik univariat berskala ordinal. Variabel
pengalaman supir angkot dikelompokkan menjadi 2 kategori dengan
menggunakan standar skor yaitu jika total skor jawaban yang diperoleh ≥
mean (2.79) dikategorikan banyak dan jika total skor jawaban yang
diperoleh < mean (2.79) dikategorikan kurang. Distribusi responden
berdasarkan kategori motivasi supir angkot jurusan Parung-Bogor Tahun
2010 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.4
Distribusi Responden Menurut Pengalaman Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara pada Supir Angkot Jurusan Parung-Bogor
Tahun 2010
Motivasi Supir Angkot Jumlah (n) Persentasi (%)
Banyak 66 56.4 Kurang 51 43.6 Jumlah 117 100
Sumber : Data Primer
66
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa dari 117 responden,
sebagian besar atau sebanyak 66 (56.4%) responden memiliki pengalaman
yang banyak tentang keselamatan berkendara. Sedangkan responden yang
memiliki pengalaman yang kurang tentang keselamatan berkendara
sebanyak 51 (43.6%) responden.
5.3 Analisis Bivariat
5.3.1 Hubungan Pengetahuan Supir Angkot dengan Persepsi Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui apakah pengetahuan
supir angkot tentang keselamatan berkendara berhubungan dengan persepsi
supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya. Berdasarkan uji
kenormalan data yaitu test kolmogorov (p=0,000) diketahui bahwa data
berdistribusi tidak normal, sehingga data dikategorikan dan uji yang
digunakan adalah uji chi square. Hubungan antara pengetahuan supir
angkot dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di
jalan raya dilihat pada tabel berikut:
67
Tabel 5.5 Analisis Hubungan Pengetahuan Supir Angkot dengan Persepsi Supir Angkot
tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya Tahun 2010
Persepsi Supir Angkot Tentang Keselamatan Berkendara
Baik Tidak Total
Variabel
Skala Ukur
n % n % n %
Pvalue OR 95%
CI
Tinggi 38 69.1 17 30.9 55 100 Pengetahuan Supir
Rendah 23 37.1 39 62.9 62 100 0,001
3.790 (1.755-8.184)
Total 61 52.1 56 47.9 117 100 Sumber: Data Primer
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa dari 117 responden
yang diteliti, responden yang memiliki pengetahuan tinggi sebagian besar
memiliki persepsi yang baik tentang keselamatan berkendara (69.1%).
Sebaliknya responden yang memiliki pengetahuan rendah pada umumnya
juga memiliki persepsi yang tidak baik tentang keselamatan berkendara
(62.9%). Berdasarkan hasil uji statistik chi square diketahui bahwa
pengetahuan supir angkot mempunyai hubungan yang bermakna dengan
persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya dengan
Pvalue 0.001 (Pvalue <α 0.05). Berdasarkan perhitungan risk estimate
diperoleh OR (3.790) (95% CI 1.755-8.184), artinya responden yang
memiliki pengetahuan tinggi berpeluang sebesar 3.790 kali untuk memiliki
persepsi yang baik dibanding dengan responden yang memiliki
pengetahuan rendah.
68
5.3.2 Hubungan Motivasi Supir Angkot dengan Persepsi Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui apakah motivasi supir
angkot tentang keselamatan berkendara berhubungan dengan persepsi supir
angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya. Berdasarkan uji
kenormalan data yaitu test kolmogorov (p=0,000) diketahui bahwa data
berdistribusi tidak normal, sehingga data dikategorikan dan uji yang
digunakan adalah uji chi square. Hubungan antara motivasi supir angkot
dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya
dilihat pada tabel 5.6 berikut:
Tabel 5.6 Analisis Hubungan Motivasi Supir Angkot dengan Persepsi Supir Angkot
tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya Tahun 2010
Persepsi Tentang Keselamatan Berkendara
Baik Tidak Baik Total
Variabel
Skala Ukur
n % n % n %
Pvalue
Tinggi 32 60.4 21 39.6 53 100 Motivasi Supir
Angkot Rendah 29 45.3 35 54.7 64 100 0.104
Total 61 52.1 56 47.9 117 100 Sumber: Data Primer
Berdasarkan tabel 5.6, dapat diketahui bahwa dari 117 responden
yang diteliti, responden yang memiliki motivasi tinggi sebagian besar
memiliki persepsi yang baik tentang keselamatan berkendara di jalan raya
(60.4%). Sebaliknya responden yang memiliki motivasi rendah pada
umumnya juga memiliki persepsi yang tidak baik tentang keselamatan
69
berkendara di jalan raya (54.7%). Berdasarkan hasil uji statistik chi square
diketahui banwa motivasi tidak mempunyai hubungan yang bermakna
dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya
dengan Pvalue 0,104 (Pvalue < 0,05).
5.3.3 Hubungan Pengalaman Supir Angkot dengan Persepsi Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui apakah pengalaman
supir angkot tentang keselamatan berkendara berhubungan dengan persepsi
supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya. Berdasarkan uji
kenormalan data yaitu test kolmogorov (p=0,000) diketahui bahwa data
berdistribusi tidak normal, sehingga data dikategorikan dan uji yang
digunakan adalah uji chi square. Hubungan antara motivasi supir angkot
dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.7 Analisis Hubungan Pengalaman Supir Angkot dengan Persepsi Supir Angkot
tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya Tahun 2010
Persepsi Tentang Keselamatan Berkendara
Baik Tidak Baik Total
Variabel
Skala Ukur
n % n % n %
Pvalue
Banyak 37 56.1 29 43.9 66 100 Pengalaman Supir
Angkot Kurang 24 47.1 27 52.9 51 100 0.334
Total 61 52.1 56 47.9 117 100 Sumber: Data Primer
70
Berdasarkan tabel 5.7, dapat diketahui bahwa dari 117 responden
yang diteliti, responden yang memiliki pengalaman banyak sebagian besar
memiliki persepsi yang baik tentang keselamatan berkendara di jalan raya
(56.1%). Sebaliknya responden yang memiliki pengalaman kurang pada
umumnya juga memiliki persepsi yang tidak baik tentang keselamatan
berkendara di jalan raya (52.9% ). Berdasarkan hasil uji statistik chi square
diketahui pengalaman tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan
persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya dengan
Pvalue 0.334 (Pvalue < 0.05).
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dapat
mempengaruhi hasil penelitian, beberapa keterbatasan dalam penelitian ini yaitu:
1. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional untuk
menggambarkan hubungan antara variabel indepnden dengan variabel
dependen pada waktu yang bersamaan sehingga lemah untuk melihat adanya
hubungan sebab akibat. Namun efektif dalam hal waktu dan biaya.
2. Penelitian ini hanya melihat hubungan faktor-faktor (pengetahuan, motivasi
dan pengalaman) yang diduga berhubungan dengan persepsi, sehingga masih
ada variabel-variabel lain yang diduga berhubungan dengan variabel
dependen.
3. Hasil penelitian sangat dipengaruhi kejujuran responden dalam menjawab
kuesioner. Jika responden tidak jujur menjawab, maka gambaran persepsi
supir angkot terhadap keselamatan berkendara yang diperoleh tidak
menunjukkan keadaan yang sebenarnya.
4. Dalam penelitian ini, persepsi supir angkot terhadap keselamatan berkendara
sebagai pusat pengamatan bukan hal yang bersifat menetap, sehingga hasil
pengukuran yang dilakukan pada saat pengambilan data bukanlah merupakan
hasil yang berlangsung seterusnya.
72
73
5. Persepsi responden dipengaruhi oleh banyaknya faktor yang sangat kompleks
dan biasanya sulit untuk melakukan pengukuran serta membutuhkan waktu
yang cukup lama. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan hanya pada faktor-
faktor yang dapat diukur dan diperkirakan mempunyai hubungan dengan
persepsi responden berdasarkan teori yang ada.
6.2 Gambaran Persepsi Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya
Pada penelitian ini, berdasarkan hasil analisis univariat menunjukkan
bahwa sebagian besar persepsi supir angkot jurusan Parung-Bogor tentang
keselamatan berkendara di jalan raya, terlihat dari 117 responden diperoleh
sebanyak 52.1% responden memiliki persepsi yang baik tentang keselamatan
berkendara. Sedangkan supir angkot yang memiliki persepsi yang kurang baik
tentang keselamatan berkendara di jalan raya sebanyak 47.9% responden.
Pengukuran terhadap variabel ini menggunakan pertanyaan yang mengungkapkan
keinginan, harapan dan perasaan responden untuk berpersepsi baik ketika sedang
mengendarai angkot.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Yulianti (2007) yang menyatakan bahwa sebagian besar supir angkot (KWK
dan APB) memiliki persepsi yang rendah terhadap keselamatan berkendara. Hal
ini antara lain disebabkan karena:
1. Responden yang berbeda
2. Cara pengambilan sampel yang berbeda
74
3. Teknik pengumpulan data yang berbeda (Saleh dan Nisa, 2006)
Pada penelitian yang dilakukan oleh Yulianti (2007), diketahui bahwa
sampel yang digunakan untuk penelitian tersebut terdiri dari beberapa macam
supir KWK atau APB dengan trayek yang berbeda yang diharapkan dapat
mewakili seluruh populasi pengendara KWK atau APB yang terdapat di terminal
Kampung Rambutan, sedangkan pada penelitian ini sampel yang digunakan
adalah supir angkot yang mengendarai angkot jurusan Parung Bogor.
Selain itu lokasi tempat pengambilan sampel yang dilakukan oleh Yulianti
(2007) berbeda dengan lokasi tempat pengambilan sampel yang dilakukan pada
penelitian ini. Pada penelitian Yulianti, lokasi pengambilan sampel dilakukan di
terminal Kampung Rambutan yang sudah jelas merupakan tempat pemberhentian
kendaraan umum, sehingga responden atau sampel yang diteliti ada yang sedang
beristirahat sambil menunggu giliran untuk mengambil penumpang tanpa harus
terburu-buru untuk menjalankan kendaraannya kembali.
Sedangkan pada penelitian ini, lokasi pengambilan sampel dilakukan di
pangkalan pasar Parung yang notabenenya bukan terminal khusus angkutan
umum seperi terminal Kampung Rambutan. Hal ini menyebabkan supir angkot
yang dijadikan responden harus segera menjalankan kendaraannya kembali
karena harus bergantian menunggu antrian dengan angkot yang lainnya untuk
mengambil penumpang. Berdasarkan penjelasan diatas, maka jelas letak
perbedaan hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang diperoleh oleh
Yulianti (2007).
75
Menurut Robbins (1998), persepsi seseorang tidak timbul dengan
sendirinya, tetapi melalui proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi,
antara lain individu yang bersangkutan (kepentingan, motivasi, minat,
pengalaman, pengetahuan, dan harapan), sasaran dari persepsi (orang atau benda)
dan situasi. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan dua orang melihat sesuatu
mungkin memberikan interpretasi yang berbeda tentang apa yang dilihatnya.
Menurut Sarlito Wirawan Sarwono (1983), persepsi dinyatakan sebagai
kemampuan seseorang untuk mengorganisir suatu pengamatan. Kemampuan
tersebut antara lain kemampuan untuk membedakan, kemampuan untuk
mengelompokkan, dan kemampuan untuk memfokuskan. Setiap orang bisa saja
mempunyai persepsi yang berbeda meskipun objeknya sama. Hal tersebut
dimungkinkan karena adanya perbedaan dalam sistem nilai dan ciri kepribadian
dari individu yang bersangkutan. Jadi tidak menutup kemungkinan bahwa hasil
yang didapatkan dalam penelitian ini tentang persepsi terhadap keselamatan
berkendara di jalan raya berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulianti
(2007).
Pada hasil penelitian ini, supir angkot yang memiliki persepsi yang baik
tentang keselamatan berkendara hanya memiliki selisih jumlah sedikit dengan
supir angkot yang memiliki persepsi rendah tentang keselamatan berkendara,
sehingga dapat disimpulkan bahwa supir angkot yang memiliki persepsi yang
rendah tentang keselamatan berkendara di jalan raya juga cukup tinggi.
76
6.3 Gambaran Pengetahuan Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya.
Pada penelitian ini, berdasarkan hasil analisis univariat menunjukkan
bahwa sebagian besar pengetahuan supir angkot jurusan Parung-Bogor tentang
keselamatan berkendara di jalan raya, terlihat dari 117 responden diperoleh
sebanyak 47% responden memiliki pengetahuan tinggi tentang keselamatan
berkendara di jalan raya. Sedangkan supir angkot yang memiliki pengetahuan
rendah tentang keselamatan berkendara di jalan raya sebanyak 53% responden.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Yulianti (2007) yang menemukan sebagian besar supir KWK atau APB yang
menjadi responden memiliki pengetahuan yang cukup banyak tentang
keselamatan berkendara (85.5%). Hal ini dimungkinkan karena cara pengambilan
instrument yang digunakan oleh Yulianti berbeda dengan penelitian ini. Yulianti
(2007) menggunakan pertanyaan kombinasi, yaitu pertanyaan tertutup dan
terbuka, sedangkan pada penelitian ini menggunakan pertanyaan tertutup. Selain
itu, rendahnya pengetahuan responden dalam hal ini supir angkot tentang
keselamatan berkendara di jalan raya dapat disebabkan oleh keadaaan responden
pada saat menjawab kuesioner tidak kondusif karena terburu-buru atau sedang
menunggu penumpang. Sehingga kuesioner yang dibagikan kepada supir angkot
dijawab dengan seadanya, yang pada akhirnya pengetahuan tentang berkendara di
jalan raya tidak tergambarkan sesuai keadaan sebenarnya.
Pada dasarnya pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang
diketahui atau disadari oleh seseorang. Berbagai gejala yang ditemui dan
77
diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi juga merupakan suatu
pengetahuan. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera dan
akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah
dilihat atau dirasakan sebelumya (Meliono, 2007). Hal ini disebabkan karena
pengetahuan seseorang tidak timbul dengan sendirinya, tetapi melalui proses dan
faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, antara lain penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan
dua orang melihat sesuatu mungkin memberikan interpretasi yang berbeda
tentang apa yang dilihatnya (Notoadmojo, 1993).
6.4 Gambaran Motivasi Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya
Pada penelitian ini, berdasarkan hasil analisis univariat menunjukkan
bahwa sebagian besar supir angkot (54.7) memilki motivasi tinggi tentang
keselamatan berkendara di jalan raya. Sisanya 45.3% memiliki motivasi rendah
tentang keselamatan berkendara di jalan raya. Pengukuran terhadap variabel ini
menggunakan pertanyaan yang mengungkapkan keinginan, harapan dan perasaan
responden untuk berpersepsi baik selama berkendara angkot di jalan raya.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Yulianti (2007) yang menemukan sebagian besar supir angkot (KWK atau APB)
memiliki motivasi baik tentang keselamatan berkendara di jalan raya (66.7%).
Hal ini dapat disebabkan karena latar belakang responden yang diteliti oleh
Yulianti (2007) memiliki latar belakang yang sama dengan responden yang
78
diteliti dalam penelitian ini, yaitu sama-sama sebagai supir angkot. Hal ini
dimungkinkan karena motivasi responden pada penelitian Yulianti sama dengan
motivasi responden pada penelitian ini, motivasi mereka tentang keselamatan
berkendara sama-sama dipengaruhi oleh keberadaan petugas lalu lintas yang
berada disepanjang jalan.
Meskipun sebagian besar supir angkot jurusan Parung-Bogor memiliki
motivasi yang tinggi tentang keselamatan berkendara di jalan raya, tetapi supir
angkot yang memiliki motivasi yang rendah untuk berpersepsi baik tentang
keselamatan berkendara di jalan raya juga masih banyak atau hampir separuh dari
responden yang diteliti memiliki motivasi yang rendah tentang keselamatan
berkendara.
Motivasi merupakan sesuatu yang ada dalam diri seseorang, yang
mendorong orang tersebut untuk bersikap dan bertindak untuk mencapai tujuan
tertentu (Saleh dan Nisa, 2006). Motivasi menentukan hubungan manusia dengan
sistem secara keseluruhan, berkaitan erat dengan persepsi supir angkot tentang
keselamatan berkendara di jalan raya. Motivasi tersebutlah yang mendorong supir
angkot sehingga mau dan rela untuk mengarahkan kemampuannya dalam bentuk
keahlian atau keterampilan, tenaga dan wakunya untuk melakukan pekerjaannya
sesuai dengan peraturan lalu lintas yang telah ditetapkan oleh pihak kepolisian.
79
6.5 Gambaran Pengalaman Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya
Berdasarkan hasil analisis univariat pada penelitian ini, diketahui bahwa
sebagian besar responden yang diteliti memiliki pengalaman yang banyak tentang
keselamatan berkendara di jalan raya selama mengendarai angkot (56.4%).
Sedangkan supir angkot yang memiliki pengalaman yang kurang tentang
keselamatan berkendara sebanyak (43.6%.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Yulianti (2007) yang menemukan sebagian besar supir KWK atau APB yang
menjadi responden memiliki pengalaman yang sedikit tentang keselamatan
berkendara (65.2%).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Yulianti (2007), diketahui bahwa
sampel yang digunakan untuk penelitian tersebut terdiri dari beberapa macam
supir KWK atau APB dengan trayek yang berbeda yang diharapkan dapat
mewakili seluruh populasi pengendara KWK atau APB yang terdapat di terminal
Kampung Rambutan, sedangkan pada penelitian ini sampel yang digunakan
adalah supir angkot yang mengendarai angkot jurusan Parung Bogor. Sehingga
pengalaman yang diperoleh oleh responden pada penelitian Yulianti berbeda
dengan pengalaman yang diperoleh responden pada penelitian ini, karena dengan
berbedanya trayek atau jalur supir angkot yang diteliti, maka berbeda pula
pengalaman yang diperoleh responden. Sedangkan pada penelitian ini responden
yang diteliti memiliki jalur atau trayek yang sama, sehingga pengalaman yang
didapatkan oleh responden rata-rata pernah mengalami hal yang sama.
80
Berdasarkan hasil penelitian ini, faktor pengalaman yang dilihat adalah
kejadiaan kecelakaan dan tindakan penilangan dimana hasil yang didapat adalah
banyaknya pengalaman yang dimiliki responden, terutama pengalaman
penilangan oleh petugas Polisi Lalu Lintas dan Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan.
Dari sejumlah pertanyaan tentang kecelakaan dan penilangan dan wawancara
yang ditanyakan kepada responden, ternyata banyak responden yang menyatakan
terbentur sebagai kecelakaan ringan. Untuk kecelakaan berat beberapa
menyebutkan patah tulang, masuk rumah sakit dan koma. Sedangkan pengalaman
yang banyak terjadi pada mereka pada saat berkendara adalah ditilang karena
melanggar rambu-rambu lalu lintas. Beberapa diantara mereka, bahkan hampir
semua supir angkot yang pernah ditilang berakhir dengan damai (tidak
dilanjutkan ke meja hijau) dan sebagian lainnya melakukan persidangan. Hal ini
cukup mengecewakan karena petugas tidak melakukan tindakan yang tegas
kepada para supir angkot yang melanggar peraturan. Padahal petugas lalu lintas
yang berada disepanjang jalan diharapkan dapat memberikan pengalaman dan
peringatan yang lebih baik lagi kepada supir angkot agar dapat membangun
persepsi yang lebih baik lagi tentang keselamatan berkendara di jalan raya.
Geller (2001) dalam Salihat (2009) menyebutkan bahwa individu yang
tidak pernah mengalami injury atau near miss akan menganggap bahwa bahaya
tidak akan terjadi pada dirinya. Orang cenderung untuk menilai berlebihan
kejadian yang jarang terjadi dan menganggap remeh kejadian yang sering terjadi.
Pengalaman memberikan informasi yang memberikan gambaran baru mengenai
risiko terhadap individu, sehingga mempengaruhi individu dalam
81
menginterpretasikan risiko. Pada kasus dimana individu memiliki informasi yang
sedikit mengenai pengalaman yang dialami oleh dirinya sendiri terhadap suatu
risiko, maka informasi yang diterima dari berbagai sumber memainkan peranan
penting dalam persepsi risiko kecelakaan seseorang.
Bukti menunjukkan bahwa pengendara muda yang baru mengendarai
memiliki kemampuan yang sangat rendah dalam menerima bahaya yang mereka
hadapi dalam berkendara dibandingkan dengan penngendara tua yang memiliki
pengalaman mengendarai yang lebih banyak (Brown, 1989 dalam Salihat, 2009).
Pengalaman bekerja memberikan keahlian dan keterampilan kerja yang
cukup namun sebaliknya, keterbatasan pengalaman kerja mengakibatkan tingkat
ketrampilan dan keahlian yang dimiliki semakin rendah. Kebiasaan untuk
melaksanakan tugas dan pekerjaan sejenis merupakan sarana positif untuk
meningkatkan keahlian tenaga kerja (Hadiwiryo, 2002).
Pengalaman seseorang didapatkan ada yang bersifat langsung maupun
yang tidak langsung. Pengalaman yang bersifat langsung diperoleh oleh supir
angkot melalui kejadian atau peristiwa yang dialami sendiri oleh supir angkot,
sedangkan pengalaman yang bersifat tidak langsung diperoleh oleh supir angkot
melalui pengalaman dari rekan kerja supir angkot mengenai kejadian yang
berhubungan dengan keselamatan berkendara di jalan raya yang dialami oleh
rekan supir angkot tersebut.
82
6.6 Hubungan Pengetahuan Supir Angkot dengan Persepsi Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya
Pengetahuan supir angkot jurusan Parung-Bogor tentang keselamatan
berkendara di jalan raya merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan
persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya. Berdasarkan
hasil analisis bivariat, dapat diketahui bahwa, responden yang mempunyai
pengetahuan tinggi tentang keselamatan berkendara di jalan raya sebagian besar
(69.1%) memiliki persepsi yang baik tentang keselamatan berkendara di jalan
raya. Sebaliknya responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang rendah
tentang keselamatan berkendara di jalan raya sebagian besar (62.9%) memiliki
persepsi yang tidak baik tentang keselamatan berkendara di jalan raya.
Berdasarkan hasil uji statistik chi square diketahui bahwa pengetahuan supir
angkot mempunyai hubungan yang bermakna (α ≤ 0,05) terhadap persepsi supir
angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya dengan Pvalue 0,001.
Berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh bahwa responden yang memiliki
pengetahuan yang tinggi memiliki peluang sebesar 3.790 kali untuk persepsi baik
dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan rendah.
Berdasarkan hasil analisis bivariat, diantara tiga variabel yang diteliti
(Pengetahuan, motivasi dan pengalaman) yang diduga berhubungan dengan
persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya, hanya
variabel pengetahuan yang berhubungan secara signifikan dengan persepsi supir
angkot Parung-Bogor tentang keselamatan berkendara di jalan raya. Hasil dari
penelitian ini juga sesuai dengan teorinya Stephen P. Robbins (1998) yang
83
mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi adalah
pengetahuan.
Salah satu hal yang mempengaruhi persepsi adalah pengetahuan. Hal ini
juga didukung oleh David Krech (1962) yang berpendapat bahwa persepsi
seseorang dipengaruhi oleh frame of reference yaitu kerangka pengetahuan yang
dimiliki yang diperoleh dari pendidikan, bacaan, peneltian, dan lain-lain. Menurut
Soekidjo (1993), sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari pendengaran
(telinga) dan penglihatan (mata). Pengetahuan yang diperoleh oleh supir angkot
baik dari pendidikan formal maupun dari hasil membaca atau penglihatan
menumbuhkan persepsi yang baik pada diri supir angkot tentang keselamatan
berkendara, walaupun rata-rata tingkat pendidikan responden hanya sampai SMP,
tetapi tidak menutup kemungkinan rata-rata supir angkot memiliki pengetahuan
yang rendah tentang keselamatan berkendara. Jadi pengetahuan tidak harus
didapat dari pendidikan formal, tetapi pengetahuan bisa dimiliki dari hasil
membaca, melihat atau mendengar.
Pengetahuan yang dimaksudkan disini adalah adanya pemahaman dan
pernyataan supir angkot yang menyatakan dengan menjalankan atau mengikuti
peraturan lalu lintas yang ada dapat menghindari supir angkot dari kecelakaan lalu
lintas. Dengan pengetahuan yang tinggi yang dimiliki oleh supir angkot dapat
mempengaruhi persepsi supir angkot untuk berpersepsi lebih baik lagi selama
mengendarai angkot, sehingga supir angkot dapat melakukan tindakan aman demi
menjaga keselamatan diri sendiri maupun penumpang yang sedang menaiki
84
angkotnya. Tetapi ada juga supir angkot yang memiliki pengetahuan yang rendah
dan persepsi yang kurang baik tentang keselamatan berkendara di jalan raya.
Menurut Notoadmodjo (1993), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan
ini terjadi setelah orang melakukan penginderan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan supir angkot tentang
keselamatan berkendara akan mendorong supir angkot untuk berpersepsi baik
ketika sedang mengendarai angkot.
Selain itu, pengetahuan yang dimiliki oleh responden (supir angkot) hanya
sekedar paham, mereka sudah mampu menjelaskan dengan benar mengenai arti
keselamatan berkendara dan manfaat dari keselamatan berkendara itu, tapi
mereka tidak mampu menerapkan pengetahuan yang dimiliki.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan persepsi yang baik, disarankan
kepada pihak pemilik angkot untuk menumbuhkan persepsi yang baik tentang
keselamatan berkendara, salah satunya dengan meningkatkan pengetahuan
melalui training dan sebagainya. Karena menurut David Krech (1962), faktor-
faktor yang mempengaruhi persepsi ialah pengetahuan yang dimiliki (frame of
reference) dan pengalaman (field of experience), begitupun yang diungkapakan
oleh Robbins (1998). Selain itu, persepsi yang didasari oleh pengetahuan akan
lebih baik daripada persepsi yang tidak didasari oleh pengetahuan (Weymen dan
Kelly, 1999 dalam Salihat, 2009).
85
6.7 Hubungan Motivasi dengan Persepsi Supir Angkot tentang Keselamatan Berkendara di Jalan Raya
Motivasi pekerja tentang keselamatan berkendara di jalan raya merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi tentang keselamatan berkendara di
jalan raya. Berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui bahwa responden yang
memiliki motivasi tinggi tentang keselamatan berkendara di jalan raya sebagian
besar memiliki persepsi yang baik tentang keselamatan berkendara di jalan raya
(60.4%). Sedangkan sebagian pekerja yang memiliki motivasi tentang
keselamatan berkendara di jalan raya yang rendah memiliki persepsi yang tidak
baik tentang keselamatan berkendara di jalan raya (54.7%). Berdasarkan hasil uji
statistik chi square diketahui motivasi pekerja tidak memiliki hubungan yang
bermakna (α < 0,05) dengan persepsi tentang keselamatan dalam berkendara di
jalan raya dengan P value 0,104.
Motivasi adalah sesuatu yang ada dalam diri seseorang, yang mendorong
orang tersebut untuk bersikap dan bertindak untuk mencapai tujuan tertentu.
Motivasi dapat berupa kebutuhan dan cita-cita. Motivasi diartikan dengan istilah
dorongan, dorongan tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat
(Saleh dan Nisa, 2006).
Motivasi merupakan akibat dari interaksi seseorang dengan situasi tertentu
yang dihadapinya. Karena itu terdapat perbedaan dalam kekuatan motivasi yang
ditunjukkan oleh seseorang dalam menghadapi situasi tertentu yang dihadapinya.
Tindakan motivasi seseorang berbeda dengan orang lain, dan berbeda dalam diri
seseorang pada waktu yang berlainan. Jadi motivasi dapat bersumber dari dalam
86
diri seseorang yang sering dikenal dengan istilah motivasi internal atau intrinsik
akan tetapi dapat pula bersumber dari luar diri seseorang yang bersangkutan yang
dikenal dengan istilah motivasi eksternal atau ekstrisik (Umar, 2000).
Sedangkan menurut Umar (2000) dalam penelitiannya menyebutkan,
motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota
organisasi mau dan rela untuk mengarahkan kemampuan dalam bentuk keahlian
atau keterampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelanggarakan berbagai
kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam
rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Hal ini sesuai dengan teorinya Robbins (1998), yang mengatakan bahwa
salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi adalah motivasi, karena motivasi
yang tinggi dapat mempengaruhi persepsi yang baik dan dapat memberikan
kenyamanan kepada seseorang untuk bekerja. Walaupun hasil uji bivariat
diperoleh bahwa motivasi yang dimiliki supir angkot tinggi dan persepsi yang
dimiliki oleh supir angkot baik tetapi tidak memiliki hubungan yang bermakna
antara motivasi supir angkot dengan persepsi supir angkot tentang keselamatgan
berkendara.
Dari hasil penelitian ini didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden
memiliki motivasi yang tinggi terhadap keselamatan berkendara. Hal ini
dipengaruhi oleh adanya petugas pengaman lalu lintas disepanjang jalan dan
permintaan penumpang untuk tidak mengebut. Namun berdasarkan hasil
wawancara, tidak sedikit juga supir angkot menyebutkan motivasi supir angkot
87
untuk berpersepsi baik tentang keselamatan berkendara bukan semata-mata
karena keberadaan petugas ppengaman lalu lintas dan pendapatan yang harus
dicapai, melainkan agar keselamatan mereka dan penumpang mereka tetap terjaga
selama berkendara angkot di jalan raya.
6.8 Hubungan Pengalaman dengan Persepsi Supir Angkot tentang Keselamatan
Berkendara di Jalan Raya
Pengalaman selama berkendara merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan
raya. Berdasarkan hasil analisis bivariat, dapat diketahui bahwa responden yang
memiliki pengalaman yang banyak selama berkendara sebagian besar memiliki
persepsi yang baik tentang keselamatan berkendara di jalan raya (56.1%).
Sebaliknya responden yang memiliki pengalaman yang kurang selama berkendara
memiliki persepsi yang kurang baik tentang keselamatan (52.9%). Berdasarkan
hasil uji statistik chi square diketahui pengalaman selama berkendara angkot di
jalan raya tidak memiliki hubungan yang bermakna (α ≤ 0,05) dengan persepsi
tentang keselamatan berkendara di jalan raya dengan P value 0,334.
Hasil ini sesuai dengan teorinya Stephen P. Robbins (1998), yang
mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi adalah
pengalaman, karena pengalaman yang baik dapat memberikan kenyamanan
kepada seseorang untuk bekerja. Walaupun hasil uji bivariat diperoleh bahwa
pengalaman yang dimiliki supir angkot banyak dan persepsi yang dimiliki oleh
supir angkot baik tetapi tidak memiliki hubungan yang bermakna antara
pengalaman supir angkot dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan
88
berkendara di jalan raya. Hal ini dimungkinkan karena pengalaman supir angkot
lebih banyak karena terkena tilang, bukan karena mengalami kecelakaan.
Sehingga dari pengalaman tersebut tidak menghasilkan persepsi yang baik tentang
keselamatan berkendara di jalan raya, dimana supir angkot cenderung
memperhatikan keselamatan berkendara di jalan raya karena takut kepada Polisi
yang bertugas.
Pengalaman bekerja memberikan keahlian dan ketrampilan kerja yang
cukup namun sebaliknya, keterbatasan pengalaman kerja mengakibatkan tingkat
ketrampilan dan keahlian yang dimiliki semakin rendah. Kebiasaan untuk
melaksanakan tugas dan pekerjaan sejenis merupakan sarana positif untuk
meningkatkan keahlian tenaga kerja (Hadiwiryo, 2002).
Kenyataan menunjukkan semakin lama seseorang bekerja maka, semakin
banyak pengalaman kerja yang dimiliki oleh pekerja tersebut. Sebaliknya,
semakin singkat masa kerja seseorang biasanya semakin sedikit pula pengalaman
yang diperolehnya. Pengalaman bekerja memberikan keahlian dan ketrampilan
dalam kerja sedangkan, keterbatasan pengalaman kerja mengakibatkan tingkat
ketrampilan dan keahlian yang dimiliki semakin rendah. Ini biasanya terbukti
dari kesalahan yang dilakukan dalam bekerja dan hasil kerja yang belum
maksimal karena masih sering terjadinya kecelakaan pada saat bekerja (Brown,
1989 dalam Salihat, 2009).
Pengalaman langsung yang diperoleh oleh responden berupa pengalaman
yang diperoleh selama menjadi supir angkot dan pelatihan atau training yang
diperoleh responden ketika mengajukan Surat Izin Mengemudi (SIM). Pelatihan
89
ini berlangsung selama satu hari, yang berisikan materi tentang keselamatan lalu
lintas, peraturan, kendaraan, dan rambu-rambu. Pengalamn tidak langsung
responden dapat diperoleh dari pengalaman rekan sekerja mereka.
Tidak adanya hubungan yang bermakna antara pengalaman supir angkot
dengan persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara bukan termasuk
faktor yang mempengaruhi persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara
di jalan raya dapat disebabkan karena keinginan, harapan dan perasaan seseorang
terhadap suatu objek dapat dipengaruhi oleh orang-orang yang ada disekitarnya
baik yang positif maupun yang negatif (Srisuardana, 2001).
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1. Sebagian besar supir angkot jurusan Parung-Bogor (52.1%) memiliki persepsi
yang baik tentang keselamatan berkendara di jalan raya Parung-Bogor.
2. Sebagian besar supir angkot jurusan Parung-Bogor (53%) memiliki
pengetahuan rendah tentang keselamatan berkendara di jalan raya Parung-
Bogor.
3. Sebagian besar supir angkot jurusan Parung-Bogor (54.7%) memiliki motivasi
tinggi tentang keselamatan berkendara di jalan raya Parung-Bogor.
4. Sebagian besar supir angkot jurusan Parung-Bogor (52.1%) memiliki
pengalaman banyak tentang keselamatan berkendara di jalan raya Parung-
Bogor.
5. Variabel pengetahuan memiliki hubungan yang bernakna dengan persepsi
supir angkot tentang keselamatan berkendara (P value 0,001). Supir angkot
yang memiliki pengetahuan tinggi berpeluang 3,790 kali untuk memiliki
persepsi yang baik tentang keselamatan berkendara di jalan raya.
6. Variable motivasi tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan persepsi
supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya (P value 0,104).
7. Variable pengalaman tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan
persepsi supir angkot tentang keselamatan berkendara di jalan raya (P value
0,334).
91
92
7.2 Saran
1. Supir Angkot
a. Diharapkan kepada supir angkot agar lebih meningkatkan lagi pengetahuan
mereka dengan membaca dan mengikuti pelatihan-pelatihan baik yang
diadakan oleh pihak Kepolisian, DLLAJ (Dinas Lalu Lintas Angkutan
Jalan) maupun Lemabaga Swadaya.
b. Diharapkan kepada supir angkot dengan mengikuti pelatihan tersebut,
selain dapat meningkatkan pengetahuan mereka juga dapat meningkatkan
motivasi mereka sehingga dapat menimbulkan persepsi yang baik tentang
keselamatan berkendara.
c. Diharapkan kepada seluruh supir angot agar mengendarai angkot dalam
kondisi baik, tidak mabuk-mabukan dan mengantuk, lebih mengutamakan
keselamatan diri sendiri dan penumpang dengan pengalaman baik yang
didapat dari pengalaman pribadi maupun pengalaman dari rekan kerja.
2. Pemilik Angkot
a. Diharapkan kepada pemilik angkot untuk memberikan pengarahan tentang
pentingnya keselamatan berkendara untuk meningkatkan pengetahuan dan
motivasi mereka dalam berkendara sehingga dapat memperbaiki persepsi
mereka agar lebih baik lagi dalam berkendara.
b. Diharapkan kepada pihak pemilik angkot agar memberikan sewaan
angkotnya kepada supir yang telah memiliki SIM dan telah mengikuti
prosedur pembuatan SIM.
93
3. Instansi Terkait (Polisi dan DLLAJ)
a. Perlunya pengawasan dilapangan secara teratur dan mengambil tindakan
yang tegas baik oleh petugas polisi maupun Dinas Lalu Lintas Angkutan
Jalan (DLLAJ) bagi supir angkot yang melanggar ketentuan/peraturan lalu
lintas oleh petugas polisi untuk memotivasi supir angkot agar berkendara
lebih aman lagi.
b. Diharapkan kepada pihak kepolisian dan Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan
melakukan pecerahan kepada supir angkot dengan melakukan pertemuan
supir dengan mengadakan loka karya mini dan pelatihan untuk lebih
meningkatkan persepsi, pengetahuan dan motivasi supir angkot tentang
keselamatan berkendara.
4. Masyarakat
a. Diharapkan kepada masyarakat pengguna angkot agar dapat menugur supir
angkot yang mengendarai angkotnya dengan kecepatan tinggi untuk tidak
mengebut.
b. Diharapkan kepada Lemabaga Swadaya Masyarakat yang perduli terhadap
keselamatan berkendara supir anhgkot agar lebih sering melakukan
pelatihan untuk membangun persepsi yang baik supir angkot tentang
keselamatan berkendara.
94
DAFTAR PUSTAKA
Boediharto. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecelakaan Lalu Lintas yang Mengakibatkan Korban Luka Berat atau Mati di Wilayah Polda Metro Jaya, Jakarta. Majalah Kedokteran Indonesia Vol. 37/2, Februari. 1987.
Bogor, 2010. Shift Angkot Terus Berjalan. www.bogor.net, diakses tanggal 24
Februari 2010, pukul 19.33 WIB. 2010. Pasar Parung Makin Semrawut. www.ssffmp.or.id, diakses tanggal
24 Februari 2010, pukul 19.45 WIB. Colling, David. Industrial Safety: Management and Technology. New Jersey, Prentice
Hall. 1990 Departemen Perhubungan, 2009. Mewujudkan Keselamatan Jalan Butuh Sinergitas
dan Proses Berkesinambunngan. www.dephub.go.id, diakses tanggal 23 November 2009, pukul 11.35 WIB.
2010. Rencana Pembangunan Parung Masih Menjadi Wacana.
dishub.bogorkab.go.id, diakses tanggal 24 Februari 2010, pukul 19.51 WIB.
Faradina, Triska. Gambaran Persepsi Supir Bajaj Daerah pangkalan Blok M Plaza
terhadap Keselamatan Berkendara di Jalan Raya. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, 2007.
Hadiwryo, Siswanto (2002), Manajemen Tenaga Kerja Indonesia: Pendekatan
Administratif dan Operasional, Cetakan Pertama, PT. Bumi Aksara, Jakarta Hobbs, F. D. Perencanaan dan Teknik Lalu Lintas, Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. 1995. Indriyanti, Titi, gambaran Motivasi Tenaga Kerja Paramedis Keperawatan pada
Unit Pelayanan Kesehatan YRS MH Thamrin Cabang Pondok Gede Tahun 2009 Jakarta, Skripsi FKM-UI,2009.
95
Laporan Satuan Lalu Lintas Tentang Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas di Wilayah Kota Bogor. Bogor. 2009.
Laporan Satuan Lalu Lintas Tentang Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas di Wilayah
Kabupaten Bogor. Bogor. 2009. Keputusan Menteri Keuangan No. 416/KMK.06/2001 Tentang Penetapan Satuan dan
Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Jakarta. Koran Indonesia, 2009. Ribuan Nyawa Melayang Setiap Tahun Akibat Kecelakaan.
www.koranindonesia.com, diakses tanggal 23 November 2009, pukul 11.43.
Notoatmodjo, Soekidjo. Pendididkan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta, PT. Rineka
Cipta, 2002. Peraturan Pemerintah RI No. 44 Tahun 1993, “Tentang Kendaraan dan Pengemuudi”.
Jakarta. Pitasari, Arianti. Analisis Sikap Pengemudi Angkutan Umum terhadap Aspek
Keselamatan Berkendara Di Jalan Raya (Studi Kasus pada Pengemudi Mikrolet T19 dengan Trayek Terminal Pinang Ranti-Depok). Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, 2008.
Prasilika, Tiara. Studi Persepsi Risiko Keselamatan Berkendara serta Hubungannya
dengan Konsep Locus of Control pada Mahasiswa FKM yang Mengendarai Motor. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, 2007.
P. Siagian, Sondang. Teori dan Motivasi dan Aplikasinya. Bina Aksara. Jakarta.
1989. Rajak. A et. al. Accident and Injury Prevention and Control Programme Health Sector
Aspek In Indonesia. Jakarta: Majalah Kesehatan Indonesia Vol 43/2. 1993 Ramadhan, Ben Fauzi. Gamabaran Persepsi Keselamatan Berkendara Sepeda Motor
pada Siswa/i Sekolah Menengah Atas di Kota Bogor Tahun 2009. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, 2009.
96
Robbins, Stephen P. Organizational Behavior. Eight Edition. New Jersey, Prentice Hall, 1998.
Robbins, Stephen P. Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia.
2003.
Robbins, Stephen P. Perilaku Organisasi Konsep Kontroversi Aplikasi Jilid I Edisi Bahasa Indonesia. PT. Prenhallindo. Jakarta. 1998.
Saleh, Rahman, dkk. Psikologi dan Industri. Jakarta: UIN Jakarta Press.2006. Salihat, Ing furnita. Hubungan Persepsi Risiko Keselamatan Berkendara dengan
Prilaku Penggunaan Sabuk Keselamatan pada Mahasiswa Universitas Indonesia Depok Tahun 2009. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, 2009.
Sarmi, Farid. Gambaran Persepsi terhadap Bahaya dan Risiko Kecelakaan
Penggunaan Handphone saat Berkendara Sepeda Motor pada Mahasiswa yang Mengendarai Sepeda Motor di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tahun 2007. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, 2007.
Sarwono, Sarlito Wirawan. Teori-Teori Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.2006. Suara Karya, 2009. Kendaraan Bertambah, Jumlah Kecelakaan Naik.
www.suarakarya-online.com, diakses tanggal 23 November 2009, pukul 11.41 WIB.
Sobur, Alex. Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah. Bandung, Pustaka Setia,
2003. Suma’mur, P. K. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Toko
Gunung Agung. 2006. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pengantar Lembar Pertanyaan
Kuesioner ini dimaksudkan untuk mengetahui persepsi, pengetahuan, motivasi, dan
pengalaman saudara tentang keselamatan berkendara di jalan raya pada saat saudara
mengendarai kendaraan angkutan umum (angkot). Peneliti berharap saudara untuk mengisi
dengan lengkap kuesioner ini menurut pendapat saudara secara jujur sesuai dengan kondisi dan
pekerjaan saudara. Semua jawaban akan diolah secara rahasia oleh pihak peneliti. Jawaban
yang diberikan juga tidak akan mempunyai pengaruh terhadap penilaian prestasi kerja
saudara diperusahaan.
Atas kerja sama yang saudara berikan, peneliti mengucapkan terima kasih.
Terima Kasih
Budi Suprani
Peneliti
Petunjuk Pengisian Kuesioner
1. Jawab dan isilah pertanyaan dengan benar dan sejujurnya
2. Jawablah sesuai dengan perintah pada pertanyaan, dan pilihlah jawaban yang menurut
saudara tepat serta isilah jawaban pada titik-titik yang disediakan
3. Bila jawaban saudara dirasakan tidak cukup pada titik-titik yang telah disediakan, saudara
bisa menuliskan jawaban dibelakang lembar pertanyaan dengan mencantumkan nomor
pertanyaan
LEMBAR KUESIONER
No Responden
A. Data Umum Responden
1. Usia : ………… tahun
2. Pendidikan terakhir : a. tidak tamat SD
b. SD
c. SMP
d. SMA
e. Lain-lain …………………………………...
3. Berapa lama anda bekerja sebagai supir angkot : ………………...............
4. Rata-rata pendapatan per hari : ……………………...............................
5. Jika angkot yang dikendarai bukan milik pribadi, berapa setoran yang harus
dibayarkan : ....................................................................................................
B. Persepsi Supir Angkot Terhadap Keselamatan Berkendara (Pilihlah satu jawaban
dengan memberikan tanda chek list pada kolom yang tersedia, yang sesuai menurut
anda benar)
SP : Sangat Penting TP : Tidak Penting P : Penting STP : Sangat Tidak Penting RR : Ragu-ragu
No Pertanyaan SP P RR TP STP
1 Menurut saya rambu-rambu lalu lintas yang berada di sepanjang jalan raya merupakan hal yang berarti bagi saya sebagai pengemudi angkutan umum
2 Saya termasuk orang yang takut jika sewaktu-waktu terjadi kecelakaan dalam mengemudi angkutan umum
3 Saya tidak akan menggunakan jalur pejalan kaki karena hal itu dapat mencelakai orang lain
4 Menurut saya, memiliki SIM A adalah menjadi kewajiban bagi supir angkot
5 Saya tidak akan memarkirkan atau memberhentikan kendaraan saya disembarang tempat yang saya inginkan kemudian saya meninggalkannya
6 Menurut saya, membawa 2 orang penumpang duduk didepan itu berbahaya dan dilarang oleh petugas
7 Saya tidak akan merasa nyaman mengemudi jika kondisi jalanan berlubang atau rusak
C. Pengetahuan Supir Angkot Terhadap Keselamatan Berkendara
(Pilihlah satu jawaban yang sesuai menurut anda dengan memberikan tanda silang pada
pilihan jawaban yang tersedia)
1. Di jalur manakah menurut anda yang menjadi jalur angkot di jalan raya?
a. Di trotoar
b. Jalur kanan (jalur cepat)
c. Jalur kiri
2. Jenis SIM apa yang diperlukan untuk mengendarai angkot ?
a. SIM C
b. SIM A khusus
c. SIM B
3. Berapa lamakah masa berlaku SIM dapat dipergunakan?
a. 3 Tahun
b. 4 Tahun
c. 5 Tahun
4. Saat mengemudi, fungsi sabuk keselamatan adalah?
a. Melindungi supir dari benturan-benturan saat mengemudi
b. Sebagai alat pelindung supir dari benturan apabila terjadi kecelakaan
c. Semua benar
5. Jalur sebelah kiri pada jalan raya digunakan pada kondisi ?
a. Menyalip kendaraan lain
b. Dalam keadaan tergesa-gesa
c. Ketika akan berhenti atau menepi
6. Pada lampu lalu lintas, saat lampu berwarna kuning dan akan segera menjadi merah, itu menandakan apa ?
a. Terus melanjutkan perjalanan dengan menambah kecepatan
b. Melihat situasi mterlebih dahulu, apabila memungkinkan
maka segera melanjutkan perjalanan
c. Segera berhenti atau tidak melanjutkan perjalanan
7. Apa yang dilakukan saat kondisi jalanan sepi dan hujan ?
a. Tidak menyalakan lampu dan berjalan dengan kecepatan normal
b. Menyalakan lampu dan berjalan dengan kecepatan tinggi
c. Menyalakan lampu dan berjalan dengan kecepatan normal
8. Apa yang dilakukan, jika hendak berhenti atau menepi ?
a. Langsung menepi tanpa menyalakan lampu sen dengan kecepatan tetap
b. Menyalakan lampu sen dan langsung menepi
c. Menyalakan lampu sen, kendaraan direm dan menepi secara perlahan
Pengetahuan Supir Angkot Tentang Rambu-rambu Lalu Lintas
(Pilihlah satu jawaban yang sesuai menurut anda dengan memberikan tanda silang pada
pilihan jawaban yang tersedia)
9
Arti tanda berikut ini adalah : a. Dilarang berbelok ke kiri b. Belokan ke kiri c. Tikungan tajam ke kiri
10
Arti tanda berikut ini adalah : a. Dilarang berbelok ke kanan b. Belokan ke kanan c. Tikungan tajam ke kanan
11
Arti tanda berikut ini adalah : a. Tikungan ganda b. Ada persimpangan c. Banyak tikungan
12
Arti tanda berikut ini adalah : a. Jembatan sempit b. Penyempitan kiri kanan c. Pelebaran jalan kiri dan kanan
13
Arti tanda berikut ini adalah : a. Jalanan tidak rata b. Jalanan cembung c. Banyak tanjakan
14
Arti tanda berikut ini adalah : a. Jalanan licin b. Ada pembatas jalan c. Tempat menyeberang pejalan kaki
15
Arti tanda berikut ini adalah : a. Lampu lalu lintas b. Arah penunjuk angin c. Rambu tambahan
16
Arti tanda berikut ini adalah : a. Persimpangan dengan prioritas mendahulakan kanan
dan kiri b. Persimpangan ke kanan kemudian ke kiri c. Lalu lintas dari dua arah
17
Arti tanda berikut ini adalah : a. Persimpangan b. Persimpangan arah kanan dan kiri c. Silang datar tanpa pintu
18
Arti tanda berikut ini adalah : a. Jalan terus b. Hati-hati c. Rintangan
19
Arti tanda berikut ini adalah : a. Dilarang parkir b. Dilarang masuk c. Dilarang berhenti
20
Arti tanda berikut ini adalah : a. Dilarang membalik arah b. Harus membalik arah c. Arah yang diwajibkan
21
Arti tanda berikut ini adalah : a. Dilarang mendahului b. Mendahului harus dari kanan c. Dilarang membalik arah
22
Arti tanda berikut ini adalah : a. Menunjukkan jarak tempat tujuan b. Akhir batas kecepatan c. Rambu tambahan menyatakan jarak
D. Motivasi Supir Angkot Terhadap Keselamatan Berkendara
(Pilihlah satu jawaban dengan memberikan tanda chek list pada kolom yang tersedia, yang
sesuai menurut anda benar)
SS : Sangat Setuju TS : Tidak Setuju S : Setuju STS : Sangat Tidak Setuju RR : Ragu-ragu
No Pertanyaan SS S RR TS STS
1 Saya akan mengebut jika tidak ada petugas polisi yang berjaga
2 Saya sering mengebut atau menyalip kendaraan lain karena saya harus memenuhi setoran
3 Saya akan menaikan dan menurunkan penumpang pada tempat yang penumpang inginkan
4 Jika tidak ada petugas polisi yang berjaga, saya akan menorobos lampu lalu lintas walaupun lampu sudah menyala warna merah
5 Saya tidak akan mengebut walaupun penumpang saya meminta saya untuk mengebut
6 Saya akan tetap mematuhi peraturan lalu lintas dan rambu-rambu yang terdapat disepanjang jalan walaupun tidak ada petugas polisi
7 Saya akan menyalip angkot yang lain karena angkot tersebut telah menyalip kendaraan saya
8 Karena harus mengejar setoran, saya biasa membawa penumpang melebihi daya tampung angkot
9 Saya akan tetap mengemudi angkot walaupun saya tahu bahwa rem angkot yang saya kendarai sedang rusak
E. Pengalaman Supir Angkot Terhadap Keselamatan Berkendara
(Pilihlah satu jawaban yang sesuai menurut anda dengan memberikan tanda silang
pada pilihan jawaban yang tersedia)
1. Apakah anda pernah menyerempet pejalan kaki dipinggir jalan saat anda mengemudi mobil angkot ?
a. Pernah b. Tidak Pernah
2. Apakah anda pernah mengalami tabrakan dengan kendaraan angkot atau kendaraan umum lainnya saat mengemudi mobil angkot ?
a. Pernah b. Tidak Pernah
3. Apakah anda pernah ditilang saat mengemudi ?
a. Pernah b. Tidak Pernah
4. Apakah anda pernah menabrak atau menyerempet kendaraan roda dua (motor) saat mengemudi mobil angkot ?
a. Pernah b. Tidak Pernah
5. Apakah anda pernah tertabrak dari belakang oleh kendaraan lainnya saat anda sedang mengemudi mobil angkot ?
a. Pernah b. Tidak Pernah
6. Apakah anda pernah terserempet kendaraan lainnya (mobil/motor) saat anda mengemudi angkot ?
a. Pernah b. Tidak Pernah
7. Apakah anda pernah ditabrak atau diserempet dengan sengaja oleh pengemudi angkot yang lain?
a. Pernah b. Tidak Pernah