Laporan Sangiran
-
Upload
nimatul-mf -
Category
Documents
-
view
350 -
download
10
Transcript of Laporan Sangiran
LAPORAN
KULIAH KERJA LAPANGAN
“SITUS MANUSIA PURBA SANGIRAN”
OLEH :
Fitri Nurhayatun (K43100)
Ni’matul Murtafi’ah (K4310061)
PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sangiran adalah sebuah situs arkeologi di Jawa, Indonesia. Daerah Situs
Prasejarah Sangiran adalah tempat ditemukan fosil - fosil : Manusia Purba, binatang
darat (vertebrata), binatang air tawar / laut, tumbuhan, artefak dan batuan.
Daerah Situs Prasejarah Sangiran lokasinya terbentang Barat - Timur ± 7 km,
Utara - Selatan ± 8 km. Daerah ini dijadikan daerah cagar budaya nasional dengan SK
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.070/1977 sedang untuk melindungi temuan -
temuan fosil tersebut diberikan UU No.5 / 1992 tentang Temuan Benda Cagar Budaya.
Untuk menuju ke daerah situs tersebut serta Museum Situs Prasejarah Sangiran, dari
kota Solo mengambil jalan jurusan Purwodadi pada km 15 sampai di Kalijambe kea rah
kanan masih harus menempuh ± 4 km lagi, sampailah di Museum Situs Prasejarah
Sangiran tepatnya di Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen. Luas
Sangiran kurang lebih 56 kilometer persegi. Tidak ada yang berbeda ketika memasuki
kawasan ini. Rumah-rumah penduduk, sekolah, dan hutan-hutan kecil terlihat sama saja
dengan wilayah lainnya. Baru setelah masuk semakin dalam nampak rumah-rumah
penduduk yang juga berfungsi sebagai toko-toko suvenir khas benda peninggalan jaman
purba. (Buku “Museum Situs Prasejarah Sangiran’’ tahun:1997)
Situs Manusia Purba Sangiran berawal ketika pada tahun 1930an seorang
antropologis Jerman bernama Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald menemukan
fosil-fosil manusia purba di Sangiran. Penemuan fosil-fosil dalam penggalian dan
penelitian ini menguatkan teori adanya evolusi manusia dari manusia kera hingga
menjadi manusia seperti saat ini. Paling tidak ditemukan fosil dari 5 jenis manusia purba
yang berbeda. Penemuan ini sangat mencengangkan dan menjadi kunci utama dalam
perkembangan teori evolusi manusia. Sangiran menjadi situs yang menyumbangkan
hampir 50% dari penemuan fosil manusia pra sejarah di dunia.
Tak hanya manusia dan kehidupan pra sejarah, ditemukan juga fosil makhluk
bawah laut sehingga menimbulkan teori bahwa Pulau Jawa terangkat dari dasar laut
jutaan tahun yang lalu. Bahkan pada tahun 1980an, para ilmuwan digemparkan dengan
penemuan fosil utuh seekor mammoth dengan tinggi 4 meter. Fosil ini sekarang
disimpan di Museum Geologi Bandung. Karena kontribusi terhadap dunia arkeologi,
antropologi, geologi dan ilmu pengetahuan yang begitu besar, UNESCO menetapkan
Sangiran sebagai Warisan Kebudayaan Dunia ke 593 pada 5 Desember 1996 di Merida,
Meksiko. Kemudian dibangunlah Museum Manusia Purbakala untuk menyimpan dan
memamerkan fosil-fosil yang ditemukan. (www.YogYES.com/MUSEUM MANUSIA
PURBA SANGIRAN - Perjalanan Menembus Waktu ke Jaman Manusia Purba)
Dalam penelitiannya Von Koenigswald berhasil menemukan sejumlah fragmen
fosil manusia purba jenis Pithecanthropus, dan dua buah fragmen rahang manusia purba
yang ukurannya sangat besar, yang kemudian dimasukkan ke dalam genus
Meganthropus paleojavanicus . Von Koenigswald juga menemukan sejumlah alat serpih
dari permukaan tanah di sekitar barat daya Desa Ngebung. (Buku “Museum Situs
Prasejarah Sangiran”.1997.hal :1-2)
B. GEOMORFOLOGI SANGIRAN
Bentang alam Sangiran secara umum dapat dibedakan atas satuan morfologi
perbukitan dan satuan morfologi daratan. Dalam bentang alam tersebut mengalir dua
buah sungai besar yaitu Kali Cemoro dan Kali Ngrejeng. Kali Cemoro merupakan
sungai terbesar di daerah ini. Sungai ini mengalir dari Barat - Timur membelah sayap
Kubah Sangiran sampai pusat kubahnya. Sungai besar yang lain adalah yaitu Kali
Ngrejeng mengalir di daerah Sangiran sebelah utara. Sungai ini memotong sayap utara
sebelah utara Kubah Sangiran dan membelah satuan breksi laharik Formasi Kabuh, dan
satuan batu lempung serta napal dari Formasi Pucangan.
Proses erosi dan sedimentasi pada kedua sungai tersebut berjalan seimbang,
kedua sungai telah mencapai siklus geomorfologi pada tingkat dewasa. Akibatnya
pendangkalan sungai tersebut berlangsung terus - menerus.
C. STRATIGRAFI SANGIRAN
Stratigrafi daerah Sangiran menurut GHR Von Koenigswald terbagi atas
Formasi Kalibeng, Formasi Pucangan, Formasi Kabuh, dan Formasi Notopuro. Umur
formasi - formasi tersebut dari tua ke muda adalah : Kala Pliosen untuk Formasi
Kalibeng, Kala Plestosen Bawah untuk Formasi Pucangan, Kala Plestosen Tengah untuk
Formasi Kabuh sampai Notopuro. Berdasarkan data penelitian yang paling akhir
stratigrafi daerah Sangiran diketahui berumur Miosen Atas sampai Holosen.
Formasi Kalibeng :
Formasi Kalibeng merupakan lapisan stratigrafi di Situs sangiran yang paling
tua, lapisan tanah ini merupakan endapan dari lautan yang hadir pada Akhir Kala
Pliosen (kurang lebih 2 juta tahun yang lalu). Lapisan ini di dominasi oleh lempung
abu-abu kebiruan (napal) dan lempung lanau, serta satuan pasir lanau dan gamping
balanus. Satuan lempung abu-abu kebiruan itulah yang merupakan ciri khas endapan
laut (marine) dan banyak terdapat fosil foraminifera (jenis Operculina) dan moluska
laut (Turritela, Nassarius, Arca, Choine, Anomia, Turricula, Ostrea, Pleurotama,
Murex dan Natica).
Formasi Pucangan :
Formasi Pucangan terdiri dari dua satuan litologi yaitu satuan breksi laharik
dan satuan napal bercampur balu lempung. Umur formasi ini adalah Plestosen
bawah. Kandungan fosil pada lapisan ini sangat jarang diantaranya ditemukan fosil
moluska laut jenis andara, korbicula, dan murex. Pada lapisan ini ditemukan
Meganthropus palaeojavanicus dan Crocodilus sp.Satuan napal dan batuan lempung
termasuk formasi Pucangan atas yang berumur Plestosen bawah. Satuan ini berwarna
abu - abu muda sampai tua yang bila lapuk berwarna hitam. (Ibid hal : 10)
Formasi Kabuh
Lapisan ini mempunyai ketebalan 5,8 – 58,6 m. Lapisan ini mempunyai
kandungan litologi berupa lempung lanau, pasir, besi dan kerikil. Satuan litologi
tersebut ditemukan berselang-seling dengan lapisan konglomerat dan batu lempung
vulkanik. Di bawah lapisan ini ditemukan lapisan batu pasir konglomerat
“calcareous” dengan ketebalan lebih dari 2m yang merupakan cirri lingkungan
transisi antara lautan dan daratan. (M. Itihara. op.cit. hal: 20-22)
Kandungan fosil formasi meliputi hewan vertebrata seperti bovidae, babi,
buaya bulus, banteng, gajah, dan rusa. Sedang fosil moluska air payau seperti
astartea, melania, dan korbikula. (Mulyadi dan Widiasmoro. Op.cit. hal:12)
Formasi Notopuro
Formasi Notopuro terletak secara tidak selaras di atas formasi Kabuh dengan
ketebalan sekitar 47 m. Satuan litologinya berupa kerikil, pasir, lanau, lempung air
tawar, lahar pumisan, tuf dan bola-bola pumisan. Lapisan lahar yang terkandung
dalam lapisan ini adalah berdasarkan letaknya dibagi tiga yaitu ; Lapisan lahar atas,
lapisan lahar teratas, dan lapisan pumice atas. Berdasarkan adanya lapisan lahar
tersebut, Formasi Notopuro debedakan menjadi tiga yaitu : Formasi Notopuro
Bawah, Formasi Notopuro Tengah, dan Formasi Notopuro Atas.
D. SEJARAH PENGHUNIAN SANGIRAN
Sekitar Jaman Pliosen (kurang lebih 2 juta tahun yang lalu) dan selama jaman
Pleistosen Bawah (hingga 1,7 juta tahun yang lalu), merupakan masa lahirnya bagian
timur Pulau Jawa. Pada waktu itu aktivitas vulkanik dan tektonik mulai membentuk
rangkaian gunung api yang besar (yang masih aktif hingga sekarang) serta jajaran
perbukitan yang kini mencirikan pemandangan umum di Jawa. Di kaki selatan
pegunungan Kendeng dapat kita jumpai singkapan lapisan-lapisan yang ada pada
jaman Pliosen dan Pleistosen yang diendapkan di bagian utara depresi Solo. Lapisan
tersebut telah mengalami fase tektonik akhir dari proses pelipatan di daerah
Perbukitan Kendeng. Iklim di Indonesia sejak 2,5 juta tahun yang lalu sangat
dipengaruhi oleh adanya jaman Glasial (masa pembekuan es) dan Interglasial (masa
pencairan es). Jaman glasial mempengaruhi surutnya air laut sehingga terbentuk
daratan baru yang menghubungkan pulau Jawa dengan benua Asia. Jembatan daratan
inilah yang memungkinkan terjadinya migrasi dari daratan Asia menyebar ke pulau
Jawa serta pulau-pulau lainnya. Akibatnya hewan-hewan dan juga Pithecanthropus
pada waktu itu dapat menghuni berbagai tempat yang baru terbentuk. tererosinya
relief-relief tersebut mengakibatkan terjadinya endapan-endapan sedimen daratan
yang banyak mengandung fosil.
BAB II
MUSEUM MANUSIA PURBA SANGIRAN DAN TEMUAN – TEMUANNYA
A. MUSEUM MANUSIA PURBA SANGIRAN
Museum Purbakala Sangiran berupa bangunan bergaya Joglo yang terdiri atas :
Ruang Pameran yaitu ruang utama tempat koleksi terdisplay : Ruang Laboraturium yaitu
tempat dilakukannya proses konservasi terhadap fosil-fosil yang ditemukan; Ruang
Pertemuan yaitu ruang yang digunakan segala kegiatan yang diadakan di museum;Ruang
display bawah tanah; Ruang audio visual; Ruang Penyimpanan koleksi fosil-fosil,
Mushola dan Toilet. Keluar dari ruang pameran pertama, pengunjung harus mendaki
puluhan anak tangga untuk mencapai ruang pameran kedua yang terletak di puncak
bukit. Di ruang pameran kedua ini pengunjung bisa melihat berbagai jenis tengkorak
manusia purba dari berbagai jaman dan tempat, tulang paha mammoth, tengkorak kerbau
purba, berbagai jenis senjata, batu-batu fosil, dan lain sebagainya.
Di kawasan Museum Purbakala Sangiran juga telah dilengkapi sarana dan
prasarana kepariwisataan seperti Menara Pandang, Homestay, Audio Visual, Guide,
Taman Bermain, Souvenir Shop dan Fasilitas Mini Car yang dapat digunakan pada
wisatawan untuk berkeliling di Situs Sangiran. Museum Purbakala Sangiran dapat
dijangkau dengan menggunakan kendaraan pribadi, bus pariwisata maupun angkutan
umum.
B. TEMUAN – TEMUAN DARI SITUS SANGIRAN
Situs Sangiran menghasilkan temuan – temuan yang sangat beragam. Pada
dasarnya temuan – temuan tersebut dapat dikelompokkan menjadi kelompok Artefak
dan kelompok Non Artefak.
1) Kelompok Artefak
Alat Serpih
Alat serpih Sangiran pertama kali ditemukan oleh GHR Von Koenigswald
pada tahun 1934. Temuan berasal dari bukit sebelah barat Desa Ngebung. Alat - alat
serpih tersebut berukuran 2 – 6 m dan terbuat dari batu kalsedon berwarna kuning
dan cokelat serta dari batu jesper merah. Umur alat – alat serpih Sangiran bias
disejajarkan dengan umur Formasi Kabuh atau Kala Plestosen Tengah. (HR.Van
Herkeren, Ibid). Serpih yang benar – benar merupakan alat hanya ditemukan pada
formasi Notopuro yang berumur Plestosen Atas.
Alat Batu Masif
Alat batu masif pertama kali ditemukan pada tahun 1979 dari hasil ekskavasi
di Desa Ngebung. Alat tersebut berupa kapak penetak yang terbuat dari krakal
batuan metamor berwarna coklat, alat tersebut ditemukan bersama dengan fosil -
fosil hewan vertebrata dan sebuah fosil femur yang diduga sebagai milik
Pitecanthropus erectus. Alat batu massif yang lain juga ditemukan di Ngebung,
berupa kapak berbentuk panjang, kapak kasar, dan batu andesit. (Gert Jan Barstra.
1985. Op.Cit. hal:109)
2) Kelompok Non Artefak :
Fosil Hominid
Fosil - fosil Hominid yang ditemukan di Sangiran berasal dari empat jenis
manusia purba. Dari yang tua ke yang muda urutannya adalah ; Meghanthropus
paleojavanicus, Pithecanthropus mojoketensis, Pithecanthropus erectus,
Pithecanthropus soloensis.
Fosil hewan
Fosil hewan yang ditemukan di Sangiran berasal dari ke empat formasi yang
ada. Masing – masing formasi memiliki kandungan fosil yang tidak sama. Yang
merupakan cirri keadaan lingkungan yang berbeda. Formasi Kalibeng hanya
menghasilkan temuan fosil Foraminifera ( Globigerina sp, Asterorotalia sp, cancris
sp, dll) dan molusca laut (Murex, Anadara, Renella sp, dll) yang menandakan bahwa
lingkungannya berupa laut datar. Formasi Pucangan berdasarkan temuan fosil - fosil
nya ( Gigi ikan hiu, Molusca, karapak kura - kura, buaya, burung, dll) diketahui
terdiri dari tiga lingkungan yang berbeda yaitu ; lingkungan litorial, lingkungan air
payau, dan lingkungan daratan. Pada formasi Kabuh mengandung fosil hewan yang
melimpah seperti Panthera tigris, Bovidae, Elepantids, dll. Sedangkan pada formasi
Notopuro tidak banyak mengandung temuan fosil. Diantaranya hanya ditemukan
sedikit tanduk rusa dan gigi bovidae.
Fosil tumbuh - tumbuhan
Berdasarkan analisa palinologi pada formasi Kalibeng ditemukan tumbuh -
tumbuhan jenis ; Pandanus, Palmae, Anacardiaceae, Cyperaceae, dll. Disamping itu
juga ditemukan spora dari tanaman jenis Pterydophyta, Locodiaceae, Monolete.
Pada formasi Pucangan fosil pollen yang ditemukan antara lain ; jenis Graminae,
Cyperaceae, Myrtaceae, Rhizophora, dll. Pada formasi Kabuh fosil pollen yang
ditemukan antara lain : Podocarpus, Cyoeraceae, Myrtaceae, dll.
Tektite
Tektite dari Sangiran umumnya berwarna coklat tua sampai hitam, berbentuk
bulat atau persegi dan berukuran antara 0,5 - 5 cm. Tektite – tektite tersebut
umumnya ditemukan pada Formasi Kabuh. Desa - desa yang menghasilkan temuan
tektite adalah : Nggrenjeng, Bapang, Ngebung, Pucung, Ngrawan Bojong, dan
Tapan. Mineral – mineral yang terkandung dalam tektite Sangiran umumnya adalah ;
Si02, Ti02, Na20, Al203, Fe20, Ca0, Mn0, K20, dan Cr203. Umur tektite Sangiran
berhasil diketahui dari pertanggalan mutlak yang pernah dilakukan, yang
menunjukkan umur tidak kurang dari 720.000 tahun yang lalu.