Sangiran dan Misteri Masa Lalunya

8
Misteri

description

Petualangan ke Museum Manusia Purba Sangiran membawa kami ke jutaan tahun yang lalu. Situs ini dianggap sebagai situs kunci oleh UNESCO sejak 7 Desember 1996, yang dapat memberikan gambaran pemahaman tentang proses evolusi manusia, budaya, dan lingkungannya selama 2 juta tahun tanpa terputus. Kabarnya, keberadaan Sangiran dengan ragam potensi jadi sebuah lahan penelitian yang tak akan pernah usai untuk diteliti.

Transcript of Sangiran dan Misteri Masa Lalunya

Page 1: Sangiran dan Misteri Masa Lalunya

Misteri

Page 2: Sangiran dan Misteri Masa Lalunya

enjelang bergantinya angka di kalender dari 2013

menjadi 2014, kami, kelompok yang menamakan

diri dengan nama tim Darwin, berhasil

mengobati rasa penasaran tentang misteri sebuah tempat

yang selalu disebut di buku-buku sejarah saat duduk di

bangku Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas

(SMA). Tim Darwin sendiri diisi oleh 3 orang pria dan 3

orang wanita. Ialah Arum Setiowati, Eggi Listy, Nandi Ari,

Gerry Maulana, Kristian Dwi dan Anisa Inten.

Tak ada yang berpikir untuk bisa sampai ke sana.

Menjadikan wisata edukasi sebagai pilihan adalah hal yang

anti-mainstream bagi kami. Hal itu diputuskan karena berkaca

pada rencana kelompok-kelompok lain yang kebanyakan

memilih wisata alam dan wisata kuliner sebagai tujuan.

Sebelumnya, sebuah kota di Jawa Barat, Kuningan,

tadinya menjadi rencana awal. Namun karena berbagai

pertimbangan, salah satunya asalan jarak Semarang -

Kuningan yang jauh. Rencana itu tak kami ambil.

Dalam suatu forum penentuan objek apa yang akan

diliput, Gerry angkat bicara. Ia merekomendasikan Museum

Sangiran yang telah diakui oleh The United Nations

Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO)

di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Rekomendasi itu tak

langsung diiyakan oleh rekan-rekan satu tim yang lain.

Beberapa pertanyaan bahkan muncul ke permukaan.

“Di mana itu? Berapa jam perjalanan?” tanya

Kristian.

“Sebelah Timur Laut kota Solo. Soal waktu, bisa

makan waktu sekitar 3-4 jam perjalanan,” jawab Gerry.

“Emang kamu pernah ke sana?” sambar Arum.

“Belum. Jujur, aku penasaran. Kalian juga pasti

penasaran. Apalagi kita dulu waktu SMA kebanyakan anak

‘sosial’. Pasti sering belajar hal itu. Kalau kita bisa berwisata

sambil menambah pengetahuan, kenapa ngga?” jelas Gerry.

“Oh Sragen. Siap, setuju! Pacarku juga pernah

penelitian di sana,” seru Eggi.

“Yang lain?” tanya Gerry.

“Wah, boleh juga tuh. Aku sebagai mantan anak

exact aja penasaran,” tanggap Anisa.

“Iya, boleh juga. Gue setuju,” kata Nandi.

Penjelasan cukup singkat itu jadi titik balik bagi

anggota-anggota di tim Darwin yang tadinya ragu, berbalik

menjadi yakin dengan pilihan wisata edukasi tersebut.

Apalagi ketika Eggi mengatakan bahwa dia punya paman

yang rumahnya bisa ditumpangi untuk sekedar isitirahat di

Solo. Keyakinan mereka untuk menjadikan Museum

Manusia Purba Sangiran pun semakin mantap, hingga

akhirnya ditetapkanlah objek tersebut sebagai tujuan tugas

peliputan. Meski begitu diskusi tetap berlanjut, segala hal

yang berbau persiapan dibicarakan demi kematangan.

Dua minggu pasca penentuan tujuan destinasi, hari

yang kami tunggu-tunggu akhirnya datang. Kamis petang, 19

M

Page 3: Sangiran dan Misteri Masa Lalunya

Desember 2013, kami berangkat menuju Solo. Tujuan

pertama adalah rumah pamannya Eggi di daerah Kecamatan

Colomadu. Motor jadi kawan di petualangan kami saat itu.

Banyak alasan mengapa kami memilih “kuda besi”. Selain

lebih mobile, kami pikir menggunakan motor lebih hemat

dibanding menggunakan mobil atau naik bus.

Kondisi cuaca saat itu tak bersahabat untuk ukuran

pengendara roda dua. Untungnya kami sudah siap dengan

jas hujannya masing-masing. Hujan mengguyur kami dari

Semarang sampai daerah Bawen, selebihnya langit cerah dan

terangnya sinar bulan menemani kami hingga tiba di kota

yang pernah dipimpin Jokowi tersebut. Karena cerah,

sebelum sampai di tempat yang dituju, kami sempat

berkeliling sejenak untuk menikmati suasana malam kota

Solo yang terkenal dengan suasana Jawa klasiknya.

Keesokan harinya, kami berangkat menuju sebuah

desa yang sarat dengan misteri masa lalu. Sekitar 45 menit

dari Solo kami tempuh untuk bisa sampai ke museum yang

diakui salah satu badan PBB itu. Ladang-ladang pertanian

dan perkebunan menghiasi jalan menuju museum. Tak ada

gedung-gedung yang menjulang tinggi. Semuanya tampak

alami dan asri. Kami sangat menikmati perjalanan menuju

museum.

Museum Sangiran sendiri tak jauh dari jalan utama

yang menghubungkan Solo, Karanganyar, Sragen dan

Purwodadi. Jika dari arah Solo menuju Purwodadi, rambu-

rambu yang menunjukan adanya situs-situs prasejarah tak

sulit kita temukan, seperti di daerah Karanganyar terdapat

Museum Dayu, klaster pendukung museum utama di

Sangiran.

Tiba di Sangiran, gapura besar menyambut kami.

Dua replika artefak terpasang dengan ciamik di gapura

tersebut. Namun, gapura itu baru awal. Untuk mencapai

museum utama, masih sekitar 5 km lagi harus ditempuh. Di

sepanjang jalan dari gapura menuju museum, baliho-baliho

yang eye catching tentang zaman purba meramaikan suasana.

Kami seperti diajak ke jutaan tahun yang lalu.

Pintu masuk Museum Manusia Purba Sangiran.

Page 4: Sangiran dan Misteri Masa Lalunya

Sangiran merupakan sebuah kawasan situs prasejarah

yang mengandung temuan fosil manusia, fosil binatang dan

temuan artefak yang melimpah. Kawasan ini juga

merupakan sebuah laboratorium alam yang menunjukan

berbagai lapisan tanah dan memperlihatkan interaksi

kehidupan manusia dengan lingkungannya. Situs Sangiran

dianggap sebagai situs kunci oleh UNESCO sejak 7

Desember 1996, yang dapat memberikan gambaran

pemahaman tentang proses evolusi manusia, budaya, dan

lingkungannya selama 2 juta tahun tanpa terputus.

Keberadaan Sangiran dengan ragam potensi jadi sebuah

lahan penelitian yang tak akan pernah usai untuk diteliti.

Profil G.H.R. von Koeningswald di Museum Manusia Purba Sangiran.

Sejarah Situs Sangiran dimulai tahun 1893. Ketika

untuk pertama kalinya situs ini didatangi peneliti asal

Belanda, Eugene Dubois. Namun, Dubois tidak terlalu

intensif dalam melakukan penelitian di Sangiran, maka

pindahlah ia ke Trinil, Kabupaten Ngawi, untuk

memusatkan penelitian.

Tahun 1932, L.J.C. van Es melakukan pemetaan

secara geologis di Sangiran dan sekitarnya. Peta itulah yang

kemudian digunakan oleh G.H.R von Koeningswald di

tahun 1934 untuk melakukan survei eksploratif dengan

temuan beberapa artefak prasejarah. Dapat dikata, Sangiran

baru benar-benar menyeruak cemerlang sejak tahun itu.

Koeningswald tak langsung menemukan fosil manusia

purba. Dia hanya menemukan alat-alat paleotik non-masif di

tahun pertama penelitiannya.

“Ini adalah alat serpih perkakas manusia purba. Di

sini (suatu saat nanti) akan ditemukan fosil manusia purba

sang pemilik alat-alat serpih ini,” ucap von Koeningswal saat

pertama kali menemukan alat-alat paleotik di Sangiran.

Dan benar, prediksinya terjawab secara meyakinkan 2

tahun selanjutnya. Koeningswald menemukan fosil pertama

dari Sangiran, sebuah pecahan rahang manusia sebelah

kanan dan hingga 1941, Koeningswald telah menemukan

sejumlah fosil Homo erectus.

Temuan tinggalan masa lalu berupa fosil fauna,

artefak dan fosil Homo erectus mengalami peningkatan baik

dari jumlah maupun kualitas sehingga pemerintah Indonesia

berpikir perlu dibentuk Unit Kerja di bawah Kantor Suaka

Page 5: Sangiran dan Misteri Masa Lalunya

Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah yang

bertugas mengamankan situs dan temuan arkeologis di

Sangiran. Unit kerja ini dibentuk tahun 1982. Eksplorasi

terhadap situs Sangiran sebagai situs prasejarah yang penting

bagi ilmu pengetahuan, khususnya mengenai pemahaman

evolusi manusia dan lingkungan semakin diperhitungkan

dunia.

Kami akhirnya tiba. Begitu menapakan kaki di

kawasan museum, kami disambut oleh patung-patung

berwarna hitam manusia purba. Kedatangan kami di sana

disambut baik oleh pihak museum. Bermodalkan surat izin

peliputan museum dari kampus, kami berhasil menembus

ketatnya penjagaan yang dilakukan pihak keamanan.

Pasca diberi izin, kami dilayani sangat luar biasa oleh

pihak museum. Bahkan salah satu personel dari museum

selalu membantu jika kami mendapatkan kesulitan. Hal itu

jelas memudahkan kami untuk menikmati setiap hal yang

menarik di sana.

Di sana, tim Darwin juga mendapatkan kesempatan

mewawancarai secara eksklusif dengan salah satu petinggi

Badan Pelestarian Manusia Purba Sangiran. Kami berhasil

mewawancarai Drs. Budhy Sancoyo, M.A, Kepala Bagian

TU Sangiran. Tadinya, kami hendak mewawancari Kepala

Museum atau pihak Humas dari museum. Namun, hari itu

keduanya tak bisa ditemui karena sedang berada di luar kota.

Pihak museum akhirnya mengirim Budhy untuk bisa kami

“telanjangi” pendapatnya tentang museum.

Di awal wawancara, tim Darwin menanyakan

tentang proses perolehan pengakuan dari UNESCO. Budhy

menjawabnya dengan meyakinkan. Menurutnya, hampir

50% penemuan manusia purba di seluruh dunia ditemukan di

Sangiran, kurang lebih ditemukan 120 individu tengkorak.

Dengan banyaknya temuan itu termasuk fosil-fosil binatang,

dan tumbuhan akhirnya PBB mengakui bahwa museum ini

menjadi warisan dunia.

Sertifikat pengakuan UNESCO terhadap Situs Sangiran.

Page 6: Sangiran dan Misteri Masa Lalunya

“Sebelumnya, kita juga sebagai pihak dari museum

mengajukan kepada UNESCO untuk menjadikan situs ini

diakui sebagai warisan dunia karena alasan 50% dari

penemuan manusia purba di seluruh dunia terdapat di

Sangiran,” tutur Budhy.

“Di sini memang banyak menyimpan potensi ilmu

pengetahuan yang luar biasa yang bisa untuk dikaji, sebagai

kajian evolusi manusia. Karena tidak hanya binatang yang

berevolusi tetapi manusia juga dapat berevolusi,”

tambahnya.

Soal lama waktu yang ditempuh dari pengajuan

hingga mendapatkan pengakuan dari UNESCO, Budhy

mengatakan hal itu memakan waktu lama. Terdapat proses

peninjauan, kemudian ada kajian ilmiah, jadi memang tidak

langsung mendapatkan pengakuan oleh dunia sebagai

warisan dunia. Selain itu, ada dari hasil temuan, kajian

ilmiah dari hasil temuan itu akan menentukan juga. Setelah

proses bisa dilalui, maka bisa diakui bahwa situs ini menjadi

warisan dunia di bidang evolusi manusia purba.

Budhy mengaku setelah mendapatkan pengakuan, hal

yang paling berat adalah pelestarian di mana itu ada

perlindungan dan pengembangan dan pemanfaatannya

bagaimana ke depannya. Maka dari itu didirikanlah Badan

Pelestarian Situs Manusia Purbakala Sangiran sebagai salah

satu unit kerja pengampu untuk melestarikan salah satu

warisan dunia, khususnya situs manusia purba. Kantor ini

memiliki wilayah kerja sangat luas di seluruh Indonesia.

“Cakupannya tidak hanya di Sangiran saja. Jadi khusus

untuk situs-situs manusia purba yang mengampu ialah

Museum Sangiran,” jelas Budhy.

Ketika memasuki akhir sesi wawancara, kami

dikejutkan dengan datangnya karyawan museum suruhan

Budhy Sancoyo. Dia membawakan kami buku trilogy

tentang Sangiran karya Harry Widianto, yang juga menjabat

sabagai Kepala Balai Pelestarian Situs Manusia Purba

Sangiran.

Budhy pun kembali menceritakan Museum Manusia

Purba Sangiran. Ia menjelaskan Museum Manusia Purba

Sangiran bukanlah sebuah riwayat sejenak, bukan pula

riwayat sesaat. Sebaliknya, museum tersebut telah menapak

jalan yang amat panjang dan berliku. Adalah seorang warga

Desa Krikilan, yang saat itu menjabat sebagai kepala desa,

Toto Marsono. “Toto Marsono adalah orang yang sangat

berjasa berkaitan dengan museum ini. Dialah perintis

museum kebanggaan warga Sragen ini,” kata Budhy dengan

semangat.

Toto Marsono merupakan orang kepercayaan von

Koeningswald untuk selalu melaporkan setiap penemuan

dari Sangiran saat itu. Dialah pribumi pertama yang

mengoleksi fosil-fosil. Benda-benda purba itu ditempatkan di

rumah pribadinya. Pelan tapi pasti, rumahnya tak lagi

mampu menampung fosil-fosil dari kawasan Sangiran.

Akhirnya Balai Desa Krikilan dipilih sebagai tempat singgah

baru fosil-fosil temuannya dan teman-temannya. Namun di

awal tahun 1980-an, karena banyaknya penemuan, balai desa

pun tak mampu menampung. Dibangunlah Museum

Page 7: Sangiran dan Misteri Masa Lalunya

Sangiran oleh pemerintah. Bangunan museum diresmikan

oleh Menteri Pendidikan kala itu, Prof. Dr. Fuad Hassan,

tahun 1984. Sekarang tercatat sudah lebih dari 33.000 koleksi

yang ada di museum.

Tahun 2008, museum mengalami pemugaran. Secara

intensif, bangunan baru selesai sesuai target waktu. Tepat 15

Desember 2011, Museum Manusia Purba Sangiran yang baru

tersebut diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia, melalui Wakil Menteri

Bidang Kebuyaan, Prof. Wiundu Nuryanti, Ph.D.

Drs. Budhy Sancoyo, M.A. saat diwawancarai.

Pasca sesi wawancara, kami pun mulai bertualang ke

tiap ruang display di Museum Manusia Purba Sangiran.

Ruang Pamer 1 kami pilih untuk dijajaki pertama. Di sana

terdapat kekayaan-kekayaan Situs Sangiran. Memasuki

ruang pamer ini, pengunjung disuguhi informasi mengenai

evolusi dari inti sel tunggal hingga manusia, selain itu juga

evolusi binatang. Fosil yang dipamerkan di antaranya fosil

gading gajah, tengkorak gajah purba, tengkorak manusia,

buaya, kepala kerbau, kepala banteng, badak, harimau, babi,

kura-kura, kerang serta kuda sungai purba. Fosil temuan

ditempatkan dalam diorama sehingga terkesan lebih

menarik. Di ruang ini juga terdapat diorama kehidupan

Homo erectus di Sangiran, vitrin dan panel teknik pembuatan

serta penggunaan alat batu. Di ruang ini jugalah kita bisa

tahu mengapa Sangiran mendapatkan pengakuan dari

UNESCO. Sungguh kaya situs yang diapit 2 gunung berapi

itu.

Puas dengan kekayaan Sangiran, kami masuk ke

Ruang Pamer 2. Tulisan “Langkah-langkah Kemanusiaan”

menjadi awal. Di ruang animasi ini juga, pengunjung

disambut dengan poster raksasa “Dari Big Bang Hingga

Sangiran Tercipta”. Terdapat beberapa segmen yang bisa

dinikmati pengunjung, antara lain ruang radio visual

mengenai sistem tata surya, pengenalan planet bumi, evolusi

menuju makhluk manusia, sejarah dan tokoh teori evolusi,

proses migrasi manusia, penemuan jejak evolusi manusia,

perintis museum Sangiran, sejarah geologi kepulaua

Nusantara, hadirnya manusia purba Homo erectus pertama

kali di Indonesia, sebaran situs dan evolusi mereka di

Indonesia selama 1 juta tahun, muncul dan evolusi Homo

sapiens Sang Manusia Modern, proses hunian Nusantara

hingga saat ini, dan kegiatan penelitian ekskavasi. Ada

berbagai diora yang sangat menarik untuk dinikmati antara

lain mengenai tokoh Eugene Dubois, G. H. R. von

Koeningswald, perburuan binatang oleh Homo erectus,

Page 8: Sangiran dan Misteri Masa Lalunya

perapian, penggalian arkeologis, serta penguburan. Jika di

ruang pertama kita tahu mengapa Sangiran mendapatkan

pengakuan dari UNESCO, di ruang pamer kedua ini, kita

diajak mengetahui proses. Proses penemuan Situs Sangiran.

Di ruang inilah kami berasa dibawa ke dalam ruang waktu.

Ruang Pamer 3 adalah ruang display terakhir di

Museum Manusia Purba Sangiran. Ruang pamer utama ini

menyajikan situasi Situs Sangiran di zaman keemasannya

pada sekitar 500.000 tahun yang lalu. Sebuah diorama

raksasa berukuran diameter 24 meter dan tinggi 12 meter

menyajikan kehidupan sehari-hari Homo erectus. Selain itu,

disajikan juga manekin rekontruksi Homo erectus S17 dan

Homo florensiensis yang canggih karena tampak alamiah hasil

karya Elisabeth Daynes, seorang paleoartis yang handal.

Diorama raksasa di Ruang Pamer 3 museum.

Sebagai sebuah museum modern, diorama-diorama

merupakan model utama penyajian. Museum juga dilengkapi

dengan touch screen dan film-film pendek yang memberikan

informasi lebih jadi pada sebuah obyek yang dipamerkan.

Tiap ruangan di museum sangat nyaman karena sejuk ber-

AC dan tata pencahayaan yang memadai.

Sudah saatnya kita sadar dengan kekayaan yang

berada di sekitar kita. Tak perlu jauh-jauh pergi ke Museum

Natioan d’Histoire Naturelle di Perancis untuk datang ke

sebuah museum modern nan lengkap edukasi tentang zaman

purba. Cukup pergi ke sebuah kawasan bernama Sangiran di

Kabupaten Sragen, maka kita akan diajaknya ke jutaan tahun

yang lalu. Bagaimana? Tertarik menjadikan Museum

Manusia Purba Sangiran sebagai destinasi wisata Anda di

waktu libur mendatang?

Oleh:

Gerry Maulana, Nandi Ari, Kristian Dwi, Eggi Listy, Arum Setiowati, Anisa Inten