Laporan Praktikum Lapangan Dasar-Dasar Oseanografi

47
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR OSEANOGRAFI 2015 Oleh: Suhendra NIM. H1K013028 Disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti responsi praktikum mata kuliah dasar-dasar oseanografi Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Jenderal Soedirman. Diterima dan disetujui Tanggal Juni 2015

description

Mencakup pengukuran kelimpahan makrozoobenthos, arus, gelombang, temperatur, salinitas, pH, pasang surut, kecerahan, kedalaman, dan profil substrat.

Transcript of Laporan Praktikum Lapangan Dasar-Dasar Oseanografi

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PRAKTIKUMDASAR-DASAR OSEANOGRAFI 2015

Oleh:SuhendraNIM. H1K013028

Disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti responsi praktikum mata kuliahdasar-dasar oseanografi Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Jenderal Soedirman.

Diterima dan disetujuiTanggal Juni 2015

Dosen Pengampu Asisten

Dr. Ir. H. Isdy Sulistyo, DEA Rizqi FirmansyahNIP. 19600307 198601 1 003 NIM. H1G012009

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum Dasar-dasar Oseanografi. Laporan praktikum ini disusun untuk memenuhi nilai praktikum mata kuliah Dasar-dasar Oseanografi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Jenderal Soedirman. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:1. Tim Dosen selaku tim pengajar mata kuliah Dasar-dasar Oseanografi yang telah memberikan petunjuk-petunjuk dalam setiap kegiatan perkuliahan.2. Seluruh asisten praktikum Dasar-dasar Oseanografi yang telah memberikan arahan dan petunjuk selama berlangsungnya kegiatan praktikum.3. Semua pihak yang telah membantu penulis sehingga terselesaikannya penyusunan laporan ini.Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

Purwokerto, Juni 2015

Penulis

LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGANDASAR-DASAR OSEANOGRAFI

Oleh:

SuhendraNIM. H1K013028

KEMENTERIAN RISET DAN PENDIDIKAN TINGGIFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANPURWOKERTO2015

I. TUJUAN PRAKTIKUM

1.1. Tujuan Praktikum makrozoobentosMengetahui sebaran makrozoobenthos di perairan pantai Teluk Awur, Jepara.1.2. Tujuan praktikum arusMengetahui besar arus di perairan pantai Teluk Awur, Jepara.1.3. Tujuan praktikum gelombangMengetahui nilai parameter gelombang di perairan pantai Teluk Awur, Jepara.1.4. Tujuan praktikum temperaturMengetahui sebaran temperatur di perairan pantai Teluk Awur, Jepara.1.5. Tujuan praktikum kecerahanMengetahui sebaran kecerahan di perairan pantai Teluk Awur, Jepara.1.6. Tujuan praktikum salinitasMengetahui sebaran salinitas di perairan pantai Teluk Awur, Jepara.1.7. Tujuan praktikum pasang surutMengetahui rata-rata tinggi pasang surut di perairan pantai Teluk Awur, Jepara.1.8. Tujuan praktikum kedalamanMengetahui sebaran kedalaman di perairan pantai Teluk Awur, Jepara.1.9. Tujuan praktikum pHMengetahui nilai pH di perairan pantai Teluk Awur, Jepara.1.10. Tujuan praktikum profil substratMengetahui profil substrat di perairan pantai Teluk Awur, Jepara.

II. MATERI DAN METODE

2.1. Alat dan bahan2.1.1. MakrozoobenthosAlat yang digunakan yaitu pipa paralon (diameter 2 inci tinggi 50 cm), cetok, saringan mesh size 1 mm, tempat sampel (plastik, botol plastik), kaca pembesar, pinset dan tempat sortir (nampan). Bahan yang digunakan yaitu larutan formalin 4%.2.1.2. ArusAlat yang digunakan yaitu tali rafia 10 m, botol air mineral dan stopwatch.2.1.3. GelombangAlat yang digunakan yaitu tongkat berskala sebanyak 2 buah, tali rafia dan alat tulis.2.1.4. pHAlat yang digunakan yaitu kertas pH indikator universal.2.1.5. TemperaturAlat yang digunakan yaitu Termometer air raksa. Bahan yang digunakan yaitu air pada tiap substasiun.2.1.6. SalinitasAlat yang digunakan yaitu Hand Refraktometer. Bahan yang digunakan yaitu akuades dan air laut.2.1.7. Pasang surutAlat yang digunakan yaitu tongkat berskala dan alat tulis.2.1.8. KedalamanAlat yang digunakan yaitu tongkat berskala dan alat tulis.2.1.9. KecerahanAlat yang digunakan yaitu Secchi Disc dan tongkat berskala.2.1.10. Profil SubstratAlat yang digunakan yaitu kantong plastik dan gelas ukur.

2.2. Cara Kerja2.2.1. MakrozoobenthosMakrozoobenthos

InfaunaEpifauna

Pipa paralon ditekan ke dalam substrat dan diangkatDilakukan sampling sebanyak 3 stasiun, jarak dihitung dari garis pantai, jarak antar stasiun 10 m.

Substrat dipindah ke ember dan disaring, diberi larutan rose bengale lalu sampel disortir

Transek kuadrat 1x1 m diletakkan di atas substrat.

Diberi formalin dan diidentifikasiDiamati jenis dan jumlahnya atau diambil, diawetkan dan diidentifikasi.

Hasil

2.2.2. ArusAlat pengukur arus dimasukkan ke dalam air

Dilepaskan dan dibiarkan sampai tali meregang

Dicatat waktunya dan dihitung kecepatannya dengan rumus kecepatan.

Hasil

2.2.3. GelombangDua tongkat berskala ditancapkan di lokasi pengamatan dengan jarak 10m

Tali dibentangkan di permukaan air dan diikat pada setiap tongkat

Diamati gelombang yang melintas

Gelombang dihitung jumlah, waktu, tinggi, amplitudo, panjang gelombang dan kecepatannya

Hasil

2.2.4. pHKertas Lakmus dicelupkan ke dalam sampel air, ditunggu sesaat

Warna yang timbul dicocokkan dengan warna standar

Hasil

2.2.5. TemperaturTermometer air raksa dimasukkan ke dalam kolom air, ditunggu 3menit

Diamati temperatur yang terbentuk

Hasil

2.2.6. SalinitasHasilDibaca ukuran salinitasnyaDiukur salinitas dengan Hand refractometer

Air diambil dengan pipet

2.2.7. Pasang surutTongkat pasang surut ditancapkan pada tiang pancang kedua dilokasi pengamatan

Kenaikan dan penurunan massa air dicatat selama 24 jam dengan selang 2 jam

Hasil

2.2.8. Kedalaman

Tongkat berskala dimasukkan secara vertikal ke dalam air sampai dasar perairan

Diamati dan dicatat angka yang ditunjukkan tongkat berskala

Hasil

2.2.9. KecerahanSecchi disk dimasukkan ke dalam air sampai warna hitam dan putih tidak terlihat

Dicatat panjang tongkat yang masuk sampai batas keping sechii

Diangkat sampai warnanya terlihat jelas, dicatat panjang tongkat

Dihitung kecerahannyaHasil

2.2.10. Profil Substrat

Sampling substrat dilakukan bersamaan dengan samplin makrozoobenthos

Substrat yang terkumpul ditampung dalam kantong plastik Gelas ukur dikocok dan partikel substrat dibiarkan mengendapDiayak dengan ayakan beda ukuran dan hasil ayakan ditimbangHasilProsentase ditentukanProporsi setiap ukuran dibandingkan dengan berat totalSubstrat dikeringkan, dianginkan dan ditimbangSubstrat diukur volumenya dalam gelas ukur dan dicatat volume substratKeringBasahProfil substrat

III. HASIL DAN PEMBAHASAN3.1. HasilTabel 1. Data kedalaman, kecerahan dan temperatur berdasarkan hasil praktikum di pantai Teluk Awur, Jepara selama 24 jam.ParameterKedalaman (cm)Kecerahan (cm)Temperatur (C)

Waktu PengamatanIIIIIIIIIIIIIIIIII

9.00205067203562303131

9.30184061184055313131

10.00174261174255323232

10.30144060143035333231,5

11.00173757173340343332

11.301336591336533332,532,5

12.00123858123238323232

12.30114559112039313232

13.00114457114447313232

13.30144060144055313232

14.00124262123850323232

14.30144058144050313232

15.00184259183433313232

15.30132128131823303132

16.00104355104334303232

16.30123860122731303231

17.00164059163343303131

17.30153758153142293031

18.00113755000293131

18.30123856000293030

19.00103853000293030

19.3023345000243131

20.0023144000293131

20.3052840000283131

21.0022238000283031

21.3002037000273030

22.00-2135000282930

22.3002530000273030

23.00-1530000273030

23.3001328000262727

24.00-3132000283030

24.30026400002829,530

1.00-2740000263030

1.3002740000263030

2.00-3832000272929

2.3032741000272929

3.00134555000272929

3.30152742000272828

4.00205061000272930

4.30225364000272929

5.00265867000283030

5.30255466255424282929

6.00226066226066293030

6.30285879285879282929

7.00256081256081293030

7.30356583356583293030

8.00407583407583313029

8.30456888456888313030

9.00497593497593313131

9.30497593497593313131

Tabel 2. Data tinggi pasang surut dan salinitas selama 24 jam, serta pH pada pukul 12.00 dan 24.00 berdasarkan hasil praktikum di pantai Teluk Awur, Jepara.ParameterTinggi Pasang Surut (cm)Salinitas ()pH

Waktu PengamatanII

9.005531

9.304730

10.005030

10.304530

11.004531

11.304318

12.0048218

12.304223

13.004428

13.304622

14.004721

14.304721

15.004821

15.304525

16.004329

16.304828

17.004529

17.304529

18.004529

18.304530

19.003831

19.303331

20.003131

20.302831

21.002231

21.302530

22.002130

22.302431

23.002430

23.303030

24.0031308

24.302627

1.002730

1.302729

2.002829

2.302729

3.004530

3.302731

4.005029

4.305329

5.005530

5.305930

6.006030

6.306331

7.006732

7.306831

8.007930

8.307331

9.007831

9.307831

Tabel 3. Data pengukuran gelombang pukul 16.00 WIBAf (Hz)Nt (s)s (m)h (m) (m)T (s)v (m/s)

0,010,644976100,020,201,550,20

Tabel 4. Pengukuran Kecepatan Arus pukul 16.00s (m)t (s)v (m/s)

103700,02

Tabel 5. Keragaman Makrozoobenthos di pantai Teluk Awur, JeparaNoGenera/SpesiesStasiun/Tiang PancangKepadatan Epifauna(individu/m3)

123

1Lottia sp.120,083

2Rhinoclavis bituberculata5430,333

3Rissoina sp.4210,194

4Tellina sp.110,055

5Xantho sp.320,139

6Strigamia sp.10,028

7Panulirus sp.20,055

Perhitungan

Lottia sp.

Rhinoclavis bituberculata

Rissoina sp.

Tellina sp.

Xantho sp.

Strigamia sp.

Panulirus sp.

Profil substrat stasiun di pantai Teluk Awur, JeparaStasiun 1:Volume halus= 0 mlVolume sedang= 200 mlVolume kasar= 0 mlVolume total= 200 mlSubstrat halus= 0 %Substrat sedang= Substrat kasar= 0%Stasiun 2:Volume halus= 90 mlVolume sedang= 185 mlVolume kasar= 0 mlVolume total= 275 mlSubstrat halus= Substrat sedang= Substrat kasar= 0%Stasiun 3:Volume halus= 90 mlVolume sedang= 215 mlVolume kasar= 0 mlVolume total= 305 mlSubstrat halus= Substrat sedang= Substrat kasar= 0%

3.2. Pembahasan3.2.1. MakrozoobenthosMakrozoobenthos adalah organisme yang hidup pada dasar perairan, dan merupakan organisme yang hidup menetap (sessile) dan memiliki daya adaptasi yang bervariasi terhadap kondisi lingkungan. Bivalvia merupakan kelas makrozoobenthos yang memiliki penyebaran sangat luas di dunia. Bivalvia juga dapat hidup di berbagai tipe subtrat mulai dari substrat pasir, batu, lumpur dan lain sebagainya (Fadli et al., 2012).Pengamatan kepadatan spesies makrozoobenthos dilakukan pada pukul 16.00 WIB, dimana pada waktu itu rata-rata kedalaman sebesar 36 cm di perairan pantai Teluk Awur Jepara. Berdasarkan hasil pengambilan sampel didapatkan spesies makrozoobenthos yaitu di antaranya Lottia sp., Rhinoclavis bituberculata, Rissoina sp., Tellina sp., Xantho sp., Strigamia sp. dan Panulirus sp. Kepadatan spesies makrozoobenthos dihitung dengan cara yaitu total jumlah spesies yang sama di semua tiang pancang dibagi luas transek yang dikalikan dengan kedalaman pada waktu tersebut. Spesies yang memiliki kepadatan tertinggi yaitu Rhinoclavis bituberculata dengan kepadatan sebesar 0,333 individu/m3. Sedangkan spesies dengan kepadatan terendah yaitu Strigamia sp. dengan kepadatan sebesar 0,028 individu/m3. Spesies makrozoobenthos yang mendominasi yaitu berasal dari filum Mollusca dan Arthropoda. Hal ini sesuai dengan pendapat Fornshell (2012) yang menyatakan bahwa kebanyakan arthropoda dijumpai dalam air intertidal dasar berpasir. Hasil tersebut juga sesuai dengan penelitian Ibrahim et al. (2014) di pantai Krapyak, Pangandaran, Jawa Barat bahwa Mollusca mempunyai kelimpahan yang banyak di perairan tersebut. Menurut Siregar et al. (2014), kelimpahan makrozoobenthos terutama mollusca dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, ketersediaan makanan, pemangsaan oleh predator, kompetisi, tekanan dan perubahan lingkungan. Fadli et al (2012) menyatakan arus menjadi salah satu faktor pembatas penyebaran makrozoobenthos. Arus yang kuat dapat mengurangi kepadatan benthos di sebuah kawasan. Sedangkan Riera et al., 2011 menyatakan bahwa selain faktor fisik, faktor biologi juga berperan dalam pembatasan kepadatan benthos. Secara spesifik perbandingan jarak jenis seabed mempengaruhi komposisi komunitas, kepadatan dan persebaran).

3.2.2. ArusArus merupakan salah satu dinamika perairan yang berpengaruh terhadap perubahan wilayah pesisir dan laut. Arus dapat diartikan secara sederhana sebagai sirkulasi massa air dari satu tempat ke tempat lain (Muhazzir et al., 2012). Arus adalah gerakan horizontal maupun vertikal massa air secara terus menerus sampai tercapai keseimbangan gaya-gaya yang bekerja. (Firdaus et al., 2014). Umumnya, kecepatan arus yang relatif besar terjadi pada saat kondisi air menuju surut. Kecepatan arus di dekat permukaan dasar laut relatif lebih rendah dibandingkan dengan arus menengah ataupun arus dekat permukaan dasar laut. Pengaruh kecepatan dan arah angin sangat kuat terhadap pola arus (Lubis dan Yosi, 2012). Arus permukaan adalah pergerakan air di atas 10% dari laut, terhitung sekitar 400 meter ke bawah. Arus permukaan mengambil bentuk pola sirkulasi yang dikenal sebagai gyres. Arus dalam mengacu pada gerakan air di bawah 90% dari lautan yang beredar dikenal sebagai Conveyor Belt Global (Stanford et al., 2011).Arus menurut Mahaganti et al. (2014) dibedakan berdasarkan temperatur arus laut, letak arus laut, dan proses terjadinya arus laut. Berdasarkan temperaturnya arus laut dibagi menjadi 2 bagian, yaitu arus panas dan arus dingin. Berdasarkan letaknya arus laut dibagi menjadi 2 bagian, yaitu arus permukaan laut di samudera dan arus di kedalaman samudera. Berdasarkan proses terjadi arus laut dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu arus karena tiupan angin, arus pasang surut, arus sepanjang pantai dan arus rip.Hasil praktikum di perairan Teluk Awur menunjukkan bahwa rata-rata arus yang terjadi adalah 0,02 m/s. Hasil tersebut menunjukkan nilai arus perairan yang sangat kecil dan sesuai dengan pernyataan (Toha et al., 2012) yaitu kecepatan arus laut berkisar 0,050,12 m/s. Karakteristik perairan teluk memiliki arus pasang surut, lokasi praktikum berada di Teluk Awur sehingga pada perairan Teluk Awur sangat dirasakan arus pasang surutnya. Arus laut di kedalaman laut yang lebih dalam banyak dipengaruhi oleh keadaan pasang surut dan sifat sifat fisik lainnya seperti perbedaan temperatur, salinitas, dan tekanan. Selain itu, menurut Firdaus et al. (2014) bahwa faktor yang mempengaruhi arus antara lain gaya gravitasi, tekanan angin, seismik, dan gaya koriolis, serta gaya friksi.

3.2.3. GelombangGelombang laut adalah pergerakan naik dan turunnya air laut dengan arah tegak lurus pemukaan air laut yang membentuk kurva/grafik sinusoidal. Gelombang laut timbul karena adanya gaya pembangkit yang bekerja pada laut. Gelombang dibedakan menjadi gelombang permukaan laut dan gelombang internal. Disebut gelombang permukaan karena gelombang terjadi di permukaan laut sedangkan gelombang internal adalah gelombang yang menjalar di dalam lautan (Hidayat et al., 2012). Gelombang berfungsi untuk membongkar material yang ada di bibir pantai. Pecahan gelombang juga mampu mengangkut atau menggerakkan material lepas ke pantai sehingga terjadi proses abrasi terhadap material di garis pantai (Opa, 2011).Hasil pengamatan yang diperoleh tinggi gelombang sebesar 0,02 m dan periode gelombang sebesar 1,55 s. Hasil ini cukup melenceng signifikan dibandingkan dengan penelitian Putri et al. (2014) di Perairan Sendang Sikucing, Kendal yang termasuk pantai yang terletak di sebelah utara pulau Jawa diperoleh hasil pengukuran untuk tinggi gelombang signifikan (Hs) sebesar 0.26 m dan Periode gelombang signifikan (T) sebesar 4,44 detik. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya kesalahan pengukuran oleh pengamat atau faktor lingkungan. Menurut Purba (2014), kecepatan rata-rata angin dan ketinggian gelombang dipengaruhi pola musiman yang ada di Indonesia. Selain itu, menurut Bakhri et al. (2012) bahwa perubahan bentuk gelombang disebabkan gerakan melingkar dari partikel-partikel yang terletak di bagian paling bawah gelombang dipengaruhi oleh gesekan dari dasar laut di perairan yang dangkal.

3.2.4. pH

pH merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa suatu larutan (Indriastoni dan Indiah, 2014). pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman yang dimiliki oleh suatu larutan (Faruqi et al., 2014). pH mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Pada suasana alkalis tinggi (pH tinggi) lebih banyak ditemukan amonia yang tak terionisasi dan bersifat toksik. Amionia yang tak terionisasi tersebut lebih mudah terserap ke dalam tubuh organisme akuatik (Kusumastuti et al., 2013).Nilai pH merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan tingkat kesegaran ikan. pH erat kaitanya dengan tingkat pertumbuhan bakteri, dimana semakin rendah nilai pH maka semakin rendah pula kemampuan bakteri untuk melakukanpertumbuhanyang dapat menyebabkanrendahnya kadar volatile basa yang dihasilkansebaliknya dengan tingginya nilai pH maka pertumbuhan bakteri yang berlangsung cepat sehingga akan meningkatkan kadar volatil basa (Rahmadanis et al., 2014).Pada praktikum ini nilai pH berkisaran pada angka 8 hal sama pada pernyataan (Simanjuntak et al., 2012). Nilai pH yang terukur di daerah penelitian umumnya lebih besar dari 7. Besarnya nilai pH sangat menentukan dominasi fitoplankton yang mempengaruhi tingkat produktivitas primer suatu perairan dimana keberadaan fitoplankton didukung oleh ketersediannya nutrien di laut.

3.2.5. Temperatur

Temperatur adalah parameter fisika yang dapat dipengaruhi oleh kecerahan dan kedalaman. Air yang dangkal dan daya tembus matahari yang tinggi dapat meningkatkan temperatur perairan (Kamsuri et al., 2013). Daerah (lapisan) dengan penurunan temperatur cepat ke bawah ini disebut termoklin (Sidabutar et al., 2014). Muhlis (2014) menyebutkan bahwa suhu berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem terutama dalam proses sika, kimia dan biologi perairan. Suhu juga dapat meningkatkan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, dan volatilisasi, yang selanjutnya dapat menyebabkan penurunan gaya kelarutan gas dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2, CH3, dan sebagainya.Pengamatan terhadap temperatur perairan menunjukkan bahwa terjadi perubahan temperatur setiap waktu. Temperatur pada masing-masing tiang pancang berkisar antara 26-33oC. Perubahan temperatur menjadi lebih tinggi saat siang berkisar antara 30-33oC dan temperatur tertinggi pada pukul 9.30-10.30 yaitu 33oC, hal ini disebabkan karena intensitas cahaya matahari yang besar masuk ke dalam perairan, kemudian temperatur mulai kembali turun saat menjelang sore hari. Sedangkan temperatur terendah berada pada jam 1.30 dengan temperatur 26 C, hal ini terjadi karena Hal ini disebabkan, pada saat pengukuran dilakukan pada pagi hari. Umumnya pada setiap tiang pancang tidak berbeda untuk masing-masing nilai temperaturnya pada pengukuran waktu yang sama. Batas kisaran optimal temperatur air laut yaitu antara 28-32 oC. Nilai temperatur di lapisan permukaan laut yang normal berkisar 20-30 oC. Keadaan temperatur tersebut masih tergolong wajar untuk perairan tropik (Souhoka dan Patty, 2013). Kisaran temperatur perairan di daerah tropis relatif stabil (Girsang et al., 2013).

3.2.6. Salinitas

Menurut Odum (1993) dalam Mujib et al. (2013), salinitas adalah konsentrasi seluruh larutan garam yang diperoleh dalam laut. Salinitas adalah kadar seluruh ion-ion yang terlarut dalam air. Menurut Patil dan Shaligram (2013), salinitas didefinisikan sebagai ukuran massa garam terlarut dalam massa larutan tertentu.Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa kondisi salinitas tertinggi berada pada beberapa waktu setelah pukul 19.30 ke atas dengan nilai mencapai 31 ppt. Sementara kondisi salinitas terendah berada pada pukul 11.30 yakni mencapai 18 ppt. Salinitas dipengaruhi oleh faktor fisika seperti suhu. Semakin tinggi suhu maka akan semakin tinggi pula salinitas suatu perairan. Proses evaporasi akibat suhu yang meningkat akan meningkatkan salinitas walaupun lambat. Meningkatnya salinitas juga dapat mempengaruhi kadar DO dalam perairan. Kelarutan oksigen dan gas-gas juga berkurang dengan meningkatnya salinitas, sehingga oksigen di perairan laut cenderung lebih rendah daripada perairan tawar (Suryanti et al., 2015). Perubahan salinitas dipengaruhi oleh pasang surut dan musim (Saputri et al., 2014).

3.2.7. Pasang surut

Pasang surut adalah fluktuasi (gerakan naik turunnya) muka air laut secara berirama karena adanya gaya tarik benda-benda di langit, terutama bulan dan matahari terhadap massa air laut di bumi. Pasang surut di Indonesia dibedakan menjadi beberapa jenis, yang dipengaruhi oleh topografi dan batasan wilayah pada suatu perairan. Topografi perairan dan batasan perairan antara pantai utara Jawa dan selatan Jawa berbeda (Mahatmawati, 2009).Berdasarkan grafik di atas diketahui bahwa pasang tertinggi terjadi pada pukul 9.30 yakni dapat mencapai hampir 78 cm dan surut terendah terjadi pada pukul 22.30 mencapai 24 cm. Pola pasang surut terutama saat surut terendah, karena rambatan pasang surut yang bergelombang panjang dari laut menyebabkan gerakan mengalir suatu massa air. Pasang surut mendukung sirkulasi air dan distribusi unsur hara yang dibutuhkan oleh rumput laut untuk hidup dan tumbuh maksimal, serta mencegah pengedapan kotoran (Gundo et al., 2011).

3.2.8. Kedalaman

Kedalaman adalah jarak dari permukaan air hingga ke dasar perairan. Kedalaman merupakan parameter fisika yang mempengaruhi kecerahan atau intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan, yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut. Cahaya matahari tersebut akan digunakan untuk proses fotosintesis. Semakin besar intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan maka semakin besar pula kesempatan rumput laut untuk hidup dan tumbuh (Yuanto et al., 2014). Faktor kedalaman perairan dan kecerahan air laut di perairan studi tidak memberikan kontribusi terhadap rendahnya kekayaan spesies, namun lebih utama oleh faktor kondisi ekosistem laut yang tergolong zona oseanik dan ekosistem pantai yang berdekatan dengannya (Sagala, 2012). Kedalaman tertinggi terjadi pada pukul 9.00 yaitu sebesar 72 cm dan sebaliknya pada pukul 23.30 merupakan kedalaman terendah yaitu sebesar 14 cm. Semakin besar kedalaman maka semakin kecil cahaya matahari yang mencapai dasar perairan karena tenaga ini banyak diserap oleh obyek perairan (Nurkhayati et al., 2013)

3.2.9. Kecerahan

Kecerahan merupakan tingkat dimana cahaya mampu menembus lapisan perairan. Pengukuran kecerahan menggunakan alat yang biasa disebut secchi disc (Wijaya dan Haryati, 2011). Sedangkan menurut Li et al. (2014) bahwa kecerahan air merupakan parameter penting yang menggambarkan sifat optik dari tubuh air dan indeks utama untuk menilai status eutrofikasi badan air, dan secara visual dapat mencerminkan tingkat kejelasan dan kekeruhan badan air. Menurut Widiastuti (2011), kecerahan berfungsi untuk memperlancar terjadinya proses fotosintesis pada rumput laut. Sedangkan menurut Bartels et al. (2012), penurunan kecerahan air dapat mempengaruhi organisme akuatik dalam mencari makan, kawin, dan komunikasi antar spesies. Kemudian akan terjadi penurunan keanekaragaman populasi disebabkan oleh lingkungan yang berubah.Hasil dari pengamatan yang diperoleh adalah kisaran kecerahan pada stasiun I adalah 11-49cm, pada stasiun II berkisar antara 18-75 cm, dan stasiun III berkisar 23-93 cm. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan pada grafik diatas menunjukan bahwa kecerahan lebih rendah terjadi pada sore hari dan pada pagi hari kecerahanya tinggi. Penetrasi cahaya yang dihasilkan dari yang terendah sampai yang memiliki penetrasi cahaya yang tingggi yaitu pada stasiun I, kemudian disusul dengan stasiun II dan yang terakhir stasiun III. Menurut Effendi (2003) dalam Paramitha et al. (2014), nilai kecerahan dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi. Kecerahan perairan akan menurun bila mendekati pantai dan meningkat bila menjauhi pantai. Hal ini dipengaruhi oleh adanya berbagai aktifitas di sepanjang sungai seperti adanya partikel-partikel daratan (lumpur, pasir, bahan-bahan organik) yang terbawa masuk ke laut (Paramitha et al., 2014).

3.2.10. Profil Substrat

Substrat adalah tempat dimana akar-akar mangrove dapat tumbuh. Karakteristik substrat yang baik menentukan banyaknya tegakan mangrove yang dapat tumbuh dan berkembang (Indah et al., 2013). Perbedaan substrat dasar perairan yang dibagi kedalam empat golongan yaitu substrat pasir, pecahan karang, karang mati, dan karang hidup (Ain et al., 2014). Kesesuaian substrat juga berpengaruh pada kerapatan rumput laut, seperti yang diungkapkan Soegiarto (1978) dalam (Nur et al., 2014), bahwa kesesuaian substrat dasar sangat berpengaruh pada kerapatan rumput laut.Hasil pengamatan profil substrat di perairan pantai Teluk Awur didominasi oleh substrat halus dan sedang. Hal ini sesuai dengan penelitian Sitanggang (2012) di Pantai Teluk Amurang, Sulawesi Utara bahwa substrat yang mendominasi perairan tersebut yaitu substrat dengan berpasir dan dilanjutkan dengan substrat halus.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN4.1. KesimpulanBerdasarkan hasil dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa perairan pantai Teluk Awur, Jepara yaitu sebagai berikut:1. Kelimpahan makrozoobenthos terbanyak berasal dari Filum Mollusca dan Arthropoda yang biasa ditemukan pada substrat berpasir.2. Arus yang diperoleh yaitu sebesar 0,02 m/s.3. Nilai parameter gelombang yang diperoleh yaitu tinggi gelombang sebesar 0,02 m, panjang gelombang sebesar 0,20 m, periode gelombang sebesar 1,55 s, dan kecepatan gelombang sebesar 0,20 m/s.4. Nilai pH menunjukkan angka 8 pada pukul 12.00 dan 24.00.5. Temperatur tertinggi terjadi pada pukul 11.00 yaitu sebesar 33oC , dan sebaliknya pada pukul 23.30 terjadi temperatur terendah sebesar 27oC.6. Salinitas yang diperoleh yaitu tertinggi terjadi pada pukul 7.00 sebesar 32 ppt dan terendah pada pukul 11.30 sebesar 18 ppt.7. Pasang tertinggi terjadi pada pukul 8.00 yaitu sebesar 79 cm dan surut terendah terjadi pada pukul 22.00 yaitu sebesar 21 cm.8. Kedalaman tertinggi terjadi pada pukul 9.00 yaitu sebesar 72 cm dan sebaliknya pada pukul 23.30 merupakan kedalaman terendah yaitu sebesar 14 cm.9. Nilai kecerahan terendah yaitu pada pukul 18.30 sampai 04.30 bernilai 0, dan kecerahan tertinggi yaitu pada pukul 9.00 yaitu sebesar 72 cm.10. Tipe substrat pada perairan teluk pada umumnya substrat halus sampai sedang.4.2. SaranPraktikum lapangan dasar-dasar oseanografi berikutnya seharusnya menggunakan alat pengukur yang lebih terbarukan agar validasi yang didapat lebih akurat lagi. Selain itu, perlu ada manajemen penjadwalan yang lebih baik lagi dalam melakukan sampling antar anggota kelompok.

DAFTAR PUSTAKA

Ain, Nur, and Niniek Widyorini. 2014. Hubungan Kerapatan Rumput Laut Dengan Substrat Dasar Berbeda Di Perairan Pantai Bandengan, Jepara.Management of Aquatic Resources Journal,3 (1): 99-107.Bakhri, Syaeful, Purwanto dan Denny Nugroho Sugianto. 2012. Analisis Spektrum Gelombang Berarah Di Perairan Pantai Kuta, Kabupaten Badung, Bali.Journal of Oceanography,1 (1) : 58-68.Bartels, Pia, Philipp E. Hirsch, Richard Svanbck, and Peter Eklv. 2012. Water transparency drives intra-population divergence in Eurasian perch (Perca fluviatilis).PloS one, 7 (8) : 1-10.Brown, et al. 1989. Ocean Circulation. New York: Pergamon Press.Fadli, N., I. Setiawan dan N. Fadhilah. 2012. Keragaman Makrozoobenthos di Perairan Kuala Gigieng Kabupaten Aceh Besar. Depik Jurnal Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan, 1 (1) : 45-52.Faruqi, Safraul, and Akhyar Ali. "Penambahan Karaginan Terhadap Mutu Sirup Kulit Kayu Manis."Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Pertanian,1 (1) (2014): 1-9.Firdaus, Adil Mahfudz, Tridoyo Kusumastanto, dan I. Wayan Nurjaya. 2014. Analisis Kelayakan Teknis dan Finansial Pengembangan Energi Arus Laut di Selat Madura.Jurnal Aplikasi Manajemen, 12 (3) : 512-520.Fornshell, John. 2012. Key to marine arthropod larvae. Department of invertebrata Zoology, Smithsonian Institution, Washington. Arthropod Journal, 1 (1) : 1-12.Girsang, Pahlawarni, Muslim Muslim, dan Alfi Satriadi. 2013. Sebaran Nitrat dan Fosfat Secara Horizontal Di Perairan Pantai Kecamatan Tugu, Semarang Tahun 2012 dan 2013.Journal of Oceanography,2 (4) : 406-415.Gundo, Cakrawira, et al. 2011. Analisis Parameter Oseanografi di Lokasi Pengembangan Eucheuma spinosum Pulau Nain Kabupaten Minahasa Utara. Ilmu Kelautan: Indonesian Journal of Marine Sciences, 16 (4) : 193-198. Hidayat, Syahroni. Sarwono. Ridho Hantoro. 2012. Studi Ekperimental Pengaruh Gaya Gelombang Laut Terhadap Pembangkitan Gaya Thrust Hydrofoil Seri Naca 0012 dan Naca 0018. ITS. SurabayaHutabarat, Sahala dan Stewart M. Evans. 2008. Pengantar Oseanografi. Jakarta: UI Press.Ibrahim, Ahmad Mahdi, Subiyanto dan Ruswahyuni 2014. Hubungan Kerapatan Rumput Laut Sargassum sp. Dengan Kelimpahan Epifauna Di Pantai Barakuda Pulau Kemojan, Kepulauan Karimunjawa, Jepara."Management of Aquatic Resources Journal,3 (2) : 36-44.Ibrahim, Yusuf, Hertien K. Surtikanti, Riandi, dan Adianto. 2014. Analisis Keragaman Biota dan Faktor Fisiko-Kimia Pantai Karapyak Pangandaran Untuk Kebutuhan Pengembangan Kuliah Lapangan Terpadu Mahasiswa Calon Guru Biologi. Prosiding Seminar Nasional XI Pendidikan Biologi FKIP UNS, 11 (1) : 740-744.Indah, Rosaria, Abdul Jabarsyah, dan Asbar Laga. 2013. Perbedaan Substrat dan Distribusi Jenis Mangrove (Studi Kasus: Hutan Mangrove Di Kota Tarakan). Universitas Borneo Tarakan Repository, 3 (1) : 66-84.Indriastoni, Rendi Novi dan Indiah Kustini. 2014. Intrusi Air Laut Terhadap Kualitas Air Tanah Dangkal Di Kota Surabaya. Rekayasa Teknik Sipil, 3 (3/rekat/14) : 228-232.Kamsuri, Agus I., Penky N. L. Pangemanan, and Reiny A. Tumbol. 2013. Kelayakan lokasi budidaya ikan di Danau Tondano ditinjau dari parameter fisika kimia air. E-journal Budidaya Perairan,1 (3).Kusumastuti, Retno, Widianingsih Widianingsih, and Ria Azizah Tri Nuraini. "Analisis Imposeks pada Keong Macan (Babylonia spirata spirata) Sebagai Bioindikator Cemaran Tributyltin di Pelabuhan Tanjung Mas Semarang."Journal of Marine Research,2 (3) : 114-122.Li, Ronghui, Wei Pan, Jinchuan Guo, Yong Pang, Jianqiang Wu, Yiping Li, Baozhu Pan, Yong Ji and Ling Ding. 2014. Studies on kinetics of water quality factors to establish water transparency model in Neijiang River, China.Journal of environmental biology/Academy of Environmental Biology, India, 35 (3) : 513-519.Lubis, A. dan M. Yosi. 2012. Kondisi Meteorologi Maritim dan Oseanografi di Perairan Sekitar Pulau Kotok, Kepulauan Seribu: April 2011. Jurnal Ilmu dan TeknologiKelautan, 4 (1) : 24-34.Mahaganti, I., Tumaliang, H., Nelwan, A. F., & Pakiding, M. 2014. Pra-desain Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut Menggunakan Generator Asinkron. Jurnal Teknik Elektro Dan Komputer Unsrat, 3 (3) : 12-18.Muhazzir, M., Widada, S., & Ismunarti, D. H. 2012. Kajian Pola Arus Laut Sebelum dan Sesudah Pembangunan Pelabuhan Khusus Pabrikasi Baja di Perairan Paciran, Kabupaten Lamongan. Journal of Oceanography, 1 (1) : 69-77.Muhlis. 2014. Ekosistem terumbu karang dan kondisi oseanografi perairan kawasan wisata bahari Lombok.Journal of Biological Researches, 16 (2) : 111-118.Mujib, Zaki, Herry Boesono, dan Aristi Dian Purnamafitri. 2013. Pemetaan Sebaran Ikan Tongkol (Euthynnus sp.) dengan Data Klorofil- Citra Modis Pada Alat Tangkap Payang (Danish-Seine) Di Perairan Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat.Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology, 2 (2) : 150-160.Nurkhayati, Rina, and Nurul Khakhim. 2013. Pemetaan Batimetri Perairan Dangkal Menggunakan Citra Quickbird Di Perairan Taman Nasional Karimun Jawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.Jurnal Bumi Indonesia,2 (2).Opa, Esry Tommy. 2011. Perubahan Garis Pantai Desa Bentenan Kecamatan Pusomaen, Minahasa Tenggara.Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis, 7 (3) : 109-114.Paramitha, Amanda, Budi Utomo, dan Desrita. 2014. Studi Klorofil-A Di Kawasan Perairan Belawan Sumatera Utara.Jurnal Aquacoastmarine,3 (2) : 106-119.Patil, Supriya S., dan Arvind D. Shaligram. 2013. Refractometric Fiber Optic Sensor for Detecting Salinity of Water. Journal of Sensor Technology, 3 : 70-74Purba, Noir Primadona. 2014. Variabilitas Angin dan Gelombang Laut Sebagai Energi Terbarukan di Pantai Selatan Jawa Barat. Jurnal Akuatika, 5 (1) : 8-15.Putri, Ratih Wulan Bani, Warsito Atmodjo dan Warsito Atmodjo. 2014. Longshore Current Dan Pengaruhnya Terhadap Transport Sedimen Di Perairan Pantai Sendang Sikucing, Kendal.Journal of Oceanography,3 (4) : 635-641.Rahmadanis, Afsri, and Ira Sari. "The effect of mangosten (garcinia mangostana l.) shell extract on quality changes of fresh catfish (pangasius hypophthalmus) stored at room temperature."Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Perikanan dan Ilmu Kelautan,1 (1) : 1-11.Riera, R., J. Nuez, and D. Martn. 2011. Effects of Thermal Pollution on the Soft Bottoms Surrounding a Power Station in the Canary Islands (NE AtlanticOcean). Journal of Oceanology, 51 (6) : 10401046.Sagala, Efendi Parlindungan. 2012. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Saprobik Plankton dalam menilai Kualitas Perairan Laut Bangka di Sekitar FSO Laksmiati PT. MEDCO E & P INDONESIA, Kabupaten Bangka Barat, Propinsi Bangka Belitung."Maspari Journal,4 (1) : 23-32.Saputri, Anita, Johnny M. T. S., Dian Rahayu 2014. Analisis Sebaran Oksigen Terlarut Pada Sungai Raya.Jurnal Mahasiswa Teknik Lingkungan UNTAN,1 (1) : 1-10.Sidabutar, Herni Cahayani, Azis Rifai, and Elis Indrayanti. 2014. "Kajian Lapisan Termoklin Di Perairan Utara Jayapura."Journal of Oceanography3 (2): 135-141.Simanjuntak, Marojahan. "Kualitas Air Laut Ditinjau dari Aspek Zat Hara, Oksigen Terlarut dan pH di Perairan Banggai, Sulawesi Tengah."Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis,4 (2).Siregar, Raissha Amanda, Yunasfi, dan Ani Suryanti. 2014. Komunitas Bivalvia dan Gastropoda Di Pantai Cermin Sumatera Utara. Jurnal Aquacoastmarine, 2 (1) : 150-162.Sitanggang, Effendi P. 2012. Peranan Vegetasi Batata Pantai (Ipomoea pes-caprae) dalam Mereduksi Erosi Gisik di Sepanjang Pantai Teluk Amurang, Sulawesi Utara.Ilmu Kelautan: Indonesian Journal of Marine Sciences, 12 (2) : 104-110.Souhoka, J. and S. I. Patty. 2013. Pemantauan Kondisi Hidrologi dalam Kaitannya dengan Kondisi Terumbu Karang di Perairan Pulau Talise, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax, 1 (3) : 138-147.Stanford, J. D., E. J. Rohling, S. Bacon, and N. P. Holliday. 2011. A Review of the Deepand Surface Currents Around Eirik Drift, South of Greenland Comparison of the Pastwith the Present. Global and Planetary Change Journal, 79 : 244-254.Suryanti, Nurannisa Isnaeni, dan Pujiono Wahyu Purnomo. Kesuburan Perairan Berdasarkan Nitrat, Fosfat, dan Klorofil-A di Perairan Ekosistem Terumbu Karang Pulau Karimunjawa.Management of Aquatic Resources Journal,4 (2) : 75-81.Toha, A. H. A , S. Sutiman B., Hakim, Luchman, dan Widodo. 2012. KondisiHabitat Bulu Babi Tripneustes Gratilla (Linnaeus, 1758) di Teluk Cenderawasih. Berk. Penel. Hayati, 17 : 139145.Widiastuti, Irawati Mei. 2011. Produksi Gracilaria Verrucosa Yang Dibudidayakan Di Tambak Dengan Berat Bibit Dan Jarak Tanam Yang Berbeda.Jurnal Agrisains,12 (1) : 57-62Wijaya, Trian Septa dan Riche Hariyati. 2011. Struktur Komunitas Fitoplankton sebagai Bio Indikator Kualitas Perairan Danau Rawapening Kabupaten Semarang Jawa Tengah.Jurnal Anatomi Fisiologi, 19 (1) : 55-61.Yuanto, Tito Firmansyah, Ruswahyuni and Niniek Widyorini. 2014. Kerapatan Rumput Laut Pada Kedalaman Yang Berbeda Di Perairan Pantai Bandengan, Jepara.Management of Aquatic Resources Journal,3 (2) : 58-65.Yumame, Rut Yullyn, Robert Rompas, and Penky N. L. Pangemanan. 2013. Kelayakan kualitas air kolam di lokasi pariwisata Embung Klamalu Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat.e-Journal Budidaya Perairan,1 (3).