laporan praktikum jominy

25
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Hardenability adalah kemampuan baja untuk dapat dikeraskan dengan membentuk martensit hingga keseluruhan bagiannya. Pengerasan baja itu sendiri tergantung pada banyaknya martensit yang terjadi dan kekerasan martensitnya sendiri. Banyaknya martensit tergantung pada kadar karbon dalam martensit dan kadar karbon dalam martensit ini bergantung pada kadar karbon yang larut dalam austenit. Hardenability menggambarkan dalamnya pengerasan yang diperoleh dengan perlakuan pengerasan, biasanya dinyatakan dengan jarak suatu titik di bawah permukaan dimana strukturnya terdiri dari 50 % martensit. Suatu baja dinyatakan mempunyai Hardenability tinggi bila baja itu memperlihatkan tebal pengerasan (depth of hardening) yang besar atau dapat mengeras pada seluruh penampang dari suatu benda yang cukup besar. Hardenability pada dasarnya tergantung pada diagram transformasi, karena itu akan tergantung pada 2 faktor utama yaitu komposisi kimia austenit dan grain size austenit. Untuk mengukur Hardenability suatu baja ada dua cara yaitu dengan Grossman dan dengan Jominy. Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 1

description

sebuah baja akan mempunyai hardenability yang berbeda beda. salah satu faktornya adalah laju pendinginan saat di quenching.

Transcript of laporan praktikum jominy

Page 1: laporan praktikum jominy

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Hardenability adalah kemampuan baja untuk dapat dikeraskan dengan

membentuk martensit hingga keseluruhan bagiannya. Pengerasan baja itu sendiri

tergantung pada banyaknya martensit yang terjadi dan kekerasan martensitnya sendiri.

Banyaknya martensit tergantung pada kadar karbon dalam martensit dan kadar karbon

dalam martensit ini bergantung pada kadar karbon yang larut dalam austenit.

Hardenability menggambarkan dalamnya pengerasan yang diperoleh dengan

perlakuan pengerasan, biasanya dinyatakan dengan jarak suatu titik di bawah permukaan

dimana strukturnya terdiri dari 50 % martensit. Suatu baja dinyatakan mempunyai

Hardenability tinggi bila baja itu memperlihatkan tebal pengerasan (depth of hardening)

yang besar atau dapat mengeras pada seluruh penampang dari suatu benda yang cukup

besar.

Hardenability pada dasarnya tergantung pada diagram transformasi, karena itu

akan tergantung pada 2 faktor utama yaitu komposisi kimia austenit dan grain size

austenit. Untuk mengukur Hardenability suatu baja ada dua cara yaitu dengan Grossman

dan dengan Jominy.

Pada percobaan kali ini (dengan pembahasan pada bab selanjutnya) akan

dilakukan pengujian spesimen 1045 dengan cara Jominy yang kemudian hasilnya akan di

bandingan dengan perhitungan manual (tanpa pengujian) sesuai standar yang ada.

I.2 Permasalahan

Adapun permasalahan yang dihadapi untuk Jominy Test , diantaranya bagaimana

cara menghitung kekerasan, cara melihat struktur mikro dari spesimen, dan

menghubungkan dengan CCT diagram.

I.3 Tujuan

Tujuan dari Jominy Test ini yaitu agar praktikan bisa mengetahui cara

menghitung kekerasan, mengetahui bentuk struktur mikro dari spesimen, dan mengetahui

CCT diagramnya.

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 1

Page 2: laporan praktikum jominy

BAB II

DASAR TEORI

Pengujian Jominy disebut juga dengan End quench Hardenability test karena

pengujian ini menggunakan spesimen silindrik yang dipanaskan sampai temperatur

austenitnya, lalu didinginkan cepat pada salah satu ujungnya. Setiap titik pada suatu

spesimen Jominy mengalami pendinginan dengan laju tertentu, semakin jauh dari ujung

maka laju pendinginannya akan semakin lambat.

Penentuan temperatur austenit untuk baja karbon sudah ditetapkan pada SAE

Handbook edisi tahun 1964, dan untuk baja karbon 1045 adalah sebesar 1475 oF – 1550 oF atau sebesar 830 oC – 860 oC. Pada beberapa percobaan, lamanya waktu atau laju

pemanasan yang dibutuhkan spesimen untuk mencapai temperatur austenit tidaklah

begitu penting bila dibandingkan dengan faktor lainnya seperti Holding time,

keseragaman temperatur pada spesimen, dan laju pendinginannya.

Konduktivitas termal baja, atmosphere furnace (scalling atau non scalling) dan

tebal spesimen semuanya berpengaruh pada perlakuan spesimen uji nantinya pada

hubungannya dengan laju pemanasan spesimen. Untuk mendapatkan keseragaman

temperatur pada spesimen, alangkah baiknya bila spesimen itu dipanaskan lambat

daripada dipanaskan secara cepat. Atmosfer furnace menentukan terjadinya scaling,

decarburization dan reaksi pada jenis permukaan lainnya. Bila reaksi-reaksi ini ingin

dihindari, pemanasan pada permukaan harus dikondisikan pada protective atmosphere.

Pengujian Jominy juga memenuhi teori dari quenching. Baja di-Quench bertujuan

untuk mengontrol transformasi austenit ke bentuk strukturmikro yang diinginkan.

Dalam proses quenching, biasanya bertujuan untuk mendapatkan martensit. Untuk

mendapatkan kekerasan maksimum pada baja yang di quenching dengan laju tertentu

agar tidak menyentuh nose dalam diagram Time-Temperature Transformation (TTT)

yang diinginkan bergantung pada kandungan karbonnya. Laju pendingnan juga penting

untuk mendapatkan struktur martensit pada baja. Bila diinginkan terdapat paling tidak 90

% struktur martensit pada baja, laju pendinginan juga harus cepat.

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 2

Page 3: laporan praktikum jominy

Faktor lainnya yang mempengaruhi hasil quench adalah sebagai berikut :

Temperatur pendingin.

Temperatur media pendingin memberikan efek pada media pendingin tersebut

untuk mengekstrak panas. Makin tinggi temperatur media pendingin dapat menurunkan

temperatur karakteristik sampel dan memperlama laju pendinginannya. Tingginya

temperatur media pendingin juga mempengaruhi viskositas dan mempengaruhi

perpindahan panas pada proses liquid cooling stage.

Temperatur Work piece (spesimen).

Menaikkan temperatur spesimen umumnya memberikan efek perpindahan panas

pada media pendinginnya. Laju perpindahan bisa bertambah karena adanya perbedaan

temperatur yang signifikan. Kemampuan perpindahan panas pada sampel bergantung

pasa banyaknya reaksi oksidasi yang terjadi pada permukaan benda kerja.

Media pendingin air.

Sebagai media pendingin, air memiliki laju pendinginan maksimum bila

berbentuk liquid. Keuntungan menggunakan air sebagai media pendingin antara lain

murah, bisa didapat kapan saja, bebas polusi dan tidak mengganggu kesehatan

penggunanya. Kerugian menggunakan air sebagai media pendingin adalah

memungkinkan terjadinya cracking dan distorsi pada test piece dikarenakan temperatur

air tidak sesuai dengan jarak yang telah ditentukan. Untuk mendapatkan hasil yang

maksimal dalam penggunaa air sebagai media pendinginan harus memperhatikan

temperatur, agitasi dan water contamination.

Temperatur.

Air pada T = 55 oF – 75 oF memberikan laju quench yang seragam. Kemampuan

air sebagai media pendingin akan berkurang seiring dengan kenaikan temperatur air.

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 3

Page 4: laporan praktikum jominy

Komposisi Kimia.

Komposisi kimia AISI 1045 yang digunakan dengan syarat sebagai berikut :

Syarat batang uji Jominy menggunakan Carbon (C) < 0.6 %, Chromium (Cr) < 2 %,

Mangan (Mn) < 2 %, Nikel (Ni) < 4 %, Molibdenum (Mo) < 0.5 %, dan Vanadium (V) <

0,2 %.

Asumsi Komposisi kimia AISI 1045 yang digunakan dalam percobaan kali ini, dengan

batang uji Jominy, dengan syarat sebagai berikut :

Asumsi Syarat batang uji Jominy menggunakan Chromium (Cr) = 0.45%, Mangan (Mn)

= 0.5%, Nikel (Ni) = 0.2%, Molibdenum (Mo) = 0.2%, Silikon (Si) = 0.2%, (P) = 0.04%.

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 4

Page 5: laporan praktikum jominy

Bore / Nozzle

Quick release baffle plate

BAB III

METODOLOGI

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

Adapun peralatan yang digunakan diantaranya :

- Jominy 1 set

- Furnace

- Alat gerinda

- Penggaris

- Jangka sorong

- Mesin uji hardness

- Polishing machine

- Mikroskop optik

Gb.1. Jominy Test

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 5

Page 6: laporan praktikum jominy

Gb.2. Mikroskop Optik Gb.3. Mesin Polishing

III.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan untuk percobaan kali ini yaitu spesimen baja

karbon 1045 berbentuk silinder.

25mm

100mm

Gambar 4. Desain spesimen

Gb.5. Spesimen AISI 1045 sebelum perlakuan Gb.6. Spesimen AISI 1045 setelah perlakuan

III.2 Diagram alir percobaan

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 6

Page 7: laporan praktikum jominy

Tahapan penilitian ini digambarkan dalam diagram alir sebagai berikut :

Gb.7. Diagram alir percobaan

Cara kerja :

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Start

Preparasi spesimen

Spesimen diuji Jominy

Spesimen diuji Hardness

Rockwell C

Strukturmikro spesimen diamati

Hasil dibandingkan dengan perhitungan

teori

End

7

Page 8: laporan praktikum jominy

Preparasi Spesimen 1045 sesuai dengan standar yang ada. (buat gambar spesimen +

ukuran)

Spesimen dipanaskan dalam furnace mencapai temperatue austenit (dalam hal ini T= 850 0C). Setelah mencapai temperatur yang diinginkan, kemudian spesimen di Hold didalam

furnace selama 20 menit yang kemudian spesimen diambil setelah itu langsung diquench

menggunakan Jominy device.

Gb.8. Pengambilan spesimen setelah difurnance

Dan dihold time selama 20 menit

Gb.9. Spesimen diletakan pada Jominy divice Gb.10. Spesimen didinginkan

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 8

Page 9: laporan praktikum jominy

Setelah dingin, spesimen di uji kekerasannya menggunakan Rockwell C. Setelah diuji

kekerasannya, pada sisi yang lain di grinda, poles dan etsa supaya dapat diamati struktur

mikronya. Setelah struktur mikro didapat baru kemudian ditentukan grain sizenya.

Setelah diperoleh grain sizenya, kemudian dibuat perhitungan dengan metode just.

Untuk kekerasan Jominy dengan jarak 0-6 mm :

Untuk kekerasan Jominy dengan jarak 6-80 mm :

dimana

J = Jominy Hardness (HRC)

S = Jarak Jominy (mm)

K = ASTM grain size number

Simbol unsur menunjukkan persentase kadar unsur tersebut.

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 9

Page 10: laporan praktikum jominy

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Data

Baja AISI 1045 yang telah di lakukan percobaan Jominy kemudian di ukur

kekerasannya menggunakan Rockwell C (HRc) dengan data-data sebagai berikut:

Letak titik Dari Ujung Spesimen Kekerasan HRc1 mm 53.59.5 mm 44.217.5 mm 42.521.5 mm 3632.5 mm 33.639.5 mm 28.545.5 mm 23.3

Setelah di uji kekerasannya kemudian Baja di Lihat struktur mikronya agar bisa didapat

Grain Sizenya. Di bawah ini adalah hasil dari Foto Mikro struktur dari baja AISI 1045:

A B

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 10

Page 11: laporan praktikum jominy

C D

E F

G H

I

Gambar 11. A( ujung Spesimen), B(jarak 9.5mm),C(jarak 17.5mm),D(jarak 32.5mm),

E(jarak 39.5mm), F(jarak 45.5mm), G(jarak 60mm), H(jarak 72.5mm), I(jarak 80mm).

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 11

Page 12: laporan praktikum jominy

Baja AISI 1045 memiliki komposisi kimia sebagai berikut :

C = 0.45 % Mn = 0.5 P = 0.04 Si = 0.3 Ni= 0.2% Mo= 0.2%

Perhitungan dengan metoda Just :

Untuk jarak 1 mm

Jo = 60 x + 20 HRC

= 60 x + 20 HRC = 57.9

Untuk jarak 9.5 mm

J6-80 = 95 – 0.0028 +20 Cr + 38 Mo + 14 Mn + 6 Ni + 6 Si +

38V +96 P – 0.8 K –12 + 0.9 – 13 HRC

= 95 – 0.0028 (9.5)2 + 38(0.2) + 14 (0.5) + 6(0.2) + 6 (0.3)

– 12 + 0.9 (9.5) –13 HRC

= 60.08 – 0.1598 + 7.6 + 7 + 1.2 +1.8 – 36.986 + 8.55 – 13 HRC

= 36.08 HRC

Untuk jarak 17.5 mm

J6-80 = 95 – 0.0028 +20 Cr + 38 Mo + 14 Mn + 6 Ni + 6 Si +

38V +96 P – 0.8 K –12 + 0.9 – 13 HRC

= 95 – 0.0028 (17.5)2 + 38(0.2) +14 (0.5) + 6(0.2) + 6 (0.3)

– 12 + 0.9 (17.5) –13 HRC

= 60.08 – 0.5423 + 7.6 + 7 + 1.2 + 1.8 – 50.199 + 15.75 – 13 HRC

= 29.69 HRC

Untuk jarak 21.5 mm

J6-80 = 95 – 0.0028 +20 Cr + 38 Mo + 14 Mn + 6 Ni + 6 Si +

38V +96 P – 0.8 K –12 + 0.9 – 13 HRC

= 95 – 0.0028 (21.5)2 + 38(0.2) + 14 (0.5) + 6(0.2) + 6 (0.3)

– 12 + 0.9 (21.5) –13 HRC

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 12

Page 13: laporan praktikum jominy

= 60.08 – 0.8186 + 7.6 + 7 + 1.2 + 1.8 – 55.64 + 19.35 – 13 HRC

= 27.57 HRC

Untuk jarak 32.5 mm

J6-80 = 95 – 0.0028 +20 Cr + 38 Mo + 14 Mn + 6 Ni + 6 Si +

38V +96 P – 0.8 K –12 + 0.9 – 13 HRC

= 95 – 0.0028 (32.5)2 + 38(0.2) + 14 (0.5) + 6(0.2) + 6 (0.3)

– 12 + 0.9 (32.5) –13 HRC

= 60.08 – 1.870 + 7.6 + 7 + 1.2 + 1.8 – 68.41 + 29.25 – 13 HRC

= 23.65 HRC

Untuk jarak 39.5 mm

J6-80 = 95 – 0.0028 +20 Cr + 38 Mo + 14 Mn + 6 Ni + 6 Si +

38V +96 P – 0.8 K –12 + 0.9 – 13 HRC

= 95 – 0.0028 (39.5)2 + 38(0.2) + 14 (0.5) + 6(0.2) + 6 (0.3)

– 12 + 0.9 (39.5) –13 HRC

= 60.08 – 2.763 + 7.6 + 7 + 1.2 + 1.8 – 75.41 + 35.55 – 13 HRC

= 22.06 HRC

Untuk jarak 45.5 mm

J6-80 = 95 – 0.0028 +20 Cr + 38 Mo + 14 Mn + 6 Ni + 6 Si +

38V +96 P – 0.8 K –12 + 0.9 – 13 HRC

= 95 – 0.0028 (45.5)2 + 38(0.2) + 14 (0.5) + 6(0.2) + 6 (0.3)

– 12 + 0.9 (45.5) –13 HRC

= 60.08 – 3.667 + 7.6 + 7 + 1.2 + 1.8 – 80.94 + 40.95 – 13 HRC

= 21.02 HRC

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 13

Page 14: laporan praktikum jominy

Komparasi antara data Perhitungan dan Aktual:

Jominy Distance (mm)

Hardness(Field)

Hardness Test

1 mm 57.9 53.59.5 mm 36.08 44.217.5 mm 29.69 42.521.5 mm 27.57 3632.5 mm 23.65 33.639.5 mm 22.06 28.545.5 mm 21.02 23.3

Grafik kekerasan berdasarkan perhitungan dan hasil test :

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 14

Page 15: laporan praktikum jominy

4.2 Pembahasan

Pada hasil perhitungan Jominy yang dilakukan dengan metode Field hasil yang

dihasilkan jika dibandingkan dengan hasil perhitungan maka akan terjadi sedikit

perbedaan. Perbedaan terutama terjadi pada titik-titik yang terletak jauh dari ujung yang

di Quench. Hal ini diakibatkan karena baja dipanaskan hingga suhu sekitar 8500 C

sehingga batas butirnya semakin besar dan menjadi sangat keras ketika di Quench. Dan

pada perhitungan setiap titik pada suatu spesimen Jominy mengalami laju pendinginan

dengan laju tertentu, yang besarnya dapat dianggap sama pada spesimen Jominy yang

lain (diasumsikan bahwa bajanya mempunyai koefisien perambatan panas yang sama).

Spesimen AISI 1045 yang dipanaskan hingga suhu 850 0 C maka strukturnya akan

berubah menjadi 100% Austenit namun hal ini tidak terjadi seketika sehingga tetap

diperlukan Holding time agar perubahan terjadi secara merata pada spesimen. Tingginya

temperatur pada saat memanasakan spesimen berakibat tumbuhnya butir menjadi

semakin besar dan menjadi keras dan getas pada saat di dinginkan cepat.

Setelah spesimen dipanaskan dalam furnace dan di Quench dalam air maka

langkah selanjutnya adalah menguji kekerasan. Namun hal ini tidak dapat langsung

dilakukan karena permukaan spesimen dipenuhi kerak. Kerak timbul akibat terjadinya

Oksidasi pada permukaan spesimen, sehingga spesimen terlebih dulu harus dibersihkan

dengan cara di amplas dan di grinda. Pengerjaan permukaan pada permukaan yang akan

dilakukan uji hardness harus dilakukan hingga halus dan bersih hal ini dikarenakan akan

digunakan HRc yang memang membutuhkan kesempurnaan permukaan indentasi. Dan

kita lihat pada jarak Jominy yang paling dekat dengan media pendingin, terlihat struktur

Martensit ( yang berwarna putih dan runcing ). Semakin jauh jarak semakin sedikit

martensit yang ada, sehingga mempengaruhi angka kekerasan dari Spesimen. Sedangkan

struktur mikro lain yang muncul adalah perlit halus, perlit kasar, serta ferit. Dengan ini

kita dapat merepresentasikan ke diagram CCTnya AISI 1045. Kita dapat lihat bahwa

hasil Uji Hardness, dan struktur mikro tidak berbeda jauh dari referensi gambar yang ada.

Untuk memperoleh hasil martensit pada AISI 1045 dibutuhkan maksimal 10 sekon agar

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 15

Page 16: laporan praktikum jominy

pendinginannya cepat, sedangkan struktur lain yang muncul pada waktu pendinginan

yang lebih dari 10000 sekon maka strukturnya seperti biasanya yaitu perlit dan ferit.

Gambar CCT Diagram dari AISI 1045

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 16

Page 17: laporan praktikum jominy

BAB V

KESIMPULAN

Dari serangkaian percobaan dan analisa data yang telah dilakukan, maka dapat ditarik

beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Hasil uji kekerasan Jominy AISI 1045 untuk nilai aktual dan perhitungannya

diperoleh

Jominy Distance (mm)

Hardness (Field) (HRC)

Hardness Test (HRC)

1 mm 57.9 53,59.5 mm 36.08 44,217.5 mm 29.69 42,521.5 mm 27.57 3632.5 mm 23.65 33.639.5 mm 22.06 28.545.5 mm 21.02 23.3

2. Distribusi kekerasan pada AISI 1045 adalah tidak merata. Dimana semakin jauh

dari daerah ujung spesimen Jominy, maka nilai kekerasannya semakin rendah.

Sedangkan daerah ujung spesimen memilki kekerasan yang paling tinggi sebesar

53.5 HRC.

3. Terdapat perbedaan hasil dari perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan

metode Just terhadap hasil dari pengujian kekerasan dengan menggunakan

hardness tool dimana perbedaan ini dapat dilihat dari grafik Hardenability pada

pembahasan. Perbedaan ini disebabkan oleh kesalahan praktikan di dalam

melakukan pengukuran dan perhitungannya.

4. Struktur Martensit ada pada jarak terdekat dengan media pendingin sampai jarak

9.5 mm, dari ujung spesimen yang dekat dengan media pendingin. Struktur lain

yang terlihat adalah Perlit halus, perlit kasar, dan ferit.

5. Untuk dapat memperoleh struktur martensit maka dibutuhkan waktu pendinginan

kurang dari 10 sekon ( hasil representasi Jominy Test

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 17

Page 18: laporan praktikum jominy

DAFTAR PUSTAKA

1. Wahid Suherman, Ir, Ilmu logam I, Jurusan Teknik Mesin, ITS, Surabaya, 1988.

2. Wahid Suherman,Ir, Ilmu logam II, Jurusan Teknik Mesin, ITS, Surabaya, 1995.

3. Wahid Suherman,Ir, Pengetahuan Bahan, Jurusan Teknik Mesin, ITS, Surabaya,

1987.

4. Wahid Suherman,Ir, Perlakuan Panas, Jurusan Teknik Mesin, ITS, Surabaya,

1998

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 18