Laporan Praktikum Ilmu Bedah Khusus
-
Upload
intan-soelalu-soenyum-phadamue -
Category
Documents
-
view
85 -
download
12
description
Transcript of Laporan Praktikum Ilmu Bedah Khusus
LAPORAN PRAKTIKUM ILMU BEDAH KHUSUS
KASTRASI (ORCHIECTOMY)
Oleh :
Nama : INTAN KUMALA NINGTYAS
Nim : 115130101111064
Kelas : 2011 C
PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakain banyaknya populasi hewan di lingkungan masyarakat
menjadi salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia. Apabila populasi
hewan semakin meningkat maka kemungkinan menularnya penyakit dari
hewan ke manulia maupun dari manusia ke hewan (zoonosis) menjadi
semakin besar, oleh karena itu perlu adanya pengendalian populasi hewan
yang ada di lingkungan. Hewan kecil terutama kucing merupakan hewan
yang menempati urutan teratas dalam hal peningkatan populasi hewan di
Indonesia. Habitat kucing yaitu pasar tradisional maupun disekitar perumahan
memungkinkan mereka mencari makan dengan mudah. Salah satu upaya
pengendalian populasi yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan
sterilisasi kucing jantan. (Notosusilo A. 2013)
Pada dunia kedokteran hewan, sterilisasi pada hewan disebut juga
dengan kastrasi atau Orchiectomy yang merupakan prosedur operasi dengan
tujuan membuang testis dan spermatic cord dengan tujuan sterilisasi sexual,
neoplasma, serta kerusakan-kerusakan akibat traumatik. Dengan melakukan
kastrasi diharapkan mampu mengurangi populasi kucing, dan mencegah
terjadinya penularan penyakit baik antar hewan maupun dari hewan ke
manusia sehingga kucing tidak mudah melakukan perkawinan. Selain itu
tindakan kastrasi juga berguna untuk penggemukan hewan, mengurangi sifat
agresif, serta salah satu pilihan terapi dalam menangani kasus-kasus patologi
pada tetis atau scrotum. (Notosusilo A. 2013)
1.2 Tujaun
Tujuan dari praktikum ini yaitu:
1.2.1 Mengetahui pengertian kastrasi
1.2.2 Mengetahui macam-macam metode kastrasi
1.2.3 Mengetahui keuntungan dan kerugian kastrasi
1.2.4 Mengetahui tekhnik operasi kastrasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kastrasi
Sistem reproduksi jantan terdiri dari dua testes (testikel) yang
terbungkus di dalam skrotum. Testis menghasilkan spermatozoa (sel kelamin
jantan) dan testosterin atau hormone kelamin jantan.. Testis merupakan organ
primer dari alat reproduksi jantan yang menghasilkan spermatozoa dan
hormon-hormon reproduksi, khususnya testosteron.Saat dewasa kelamin
testis turun dari rongga perut ke dalam skrotum melalui kanalis inguinalis.
Contoh tindakan bedah yang dilakukan terhadap testis adalah kastrasi.
Kastrasi atau orchiectomi adalah tindakan bedah yang dilakukan pada testis,
berupa pengambilan atau pemotongan testis dari tubuh.Kastrasi ini dilakukan
pada hewan jantan dalam keadaan tidak sadar (anastesi umum).
(Dharmojono.2001)
Orchiectomy atau kastrasi hewan jantan merupakan prosedur
pembedahan untuk membuang testis dan spermatic cord (cordaspermatic).
Hal ini dilakukan untuk mengontrol populasi, penggemukan hewan,
mengurangi sifat agresif dan untuk mengurai kasus-kasus yang sering
ditemukan pada hewan yang tua seperti oedema scrotalis, tumor scrotalias,
orchitis, tumor testis,dermatitis scrotalis. Pada kucing yang muda dilakukan
untuk mengurai agresif dan menggemukan hewan sedangkan pada hewan tua
kastrasi cenderung dilakukan pada kasus-kasus yang berkaitan dengan
senilitas pada testis Kasus-kasus yang sering ditemukan antara lain: oedema
scrotalis, tumor scrotalis, orchitis (peradangan pada testis), tumor testis
(sertoli cell tumor), monorchyde, cryptorchyde, dermatitis scrotalis (exzeem
scrotalis). (Dharmojono.2001)
2.2 Metode Kastrasi
Menurut I Komang W.S metode kastrasi dibagi menjadi dua macam yaitu :
1. Metode Kastrasi Terbuka
Sayatan dilakukan sampai tunika vaginalis communis, sehingga testis
dan epididimis tidak lagi terbungkus. Terdapat metode lain tempat insisi
skrotum untuk mengeluarkan testis yaitu melalui insisi kulit yang dibuat
diatas skrotum bagian ventral dan melalui tunica vaginalis parietalis untuk
mengekspose testis. Yang penting disini adalah drainage bebas dari insisi
pada tunica vaginalis dan kulit skrotum. Testis lainnya diambil dengan cara
yang sama melalui insisi terpisah. Jadi pada metode ini testis dikeluarkan
melalui dua insisi masing-masing di atas testis.
Teknik Kastrasi Terbuka
Dengan jari tangan dinding skrotum dipejet/ditekan secara halus dan
hati-hati di atas salah satu testis lalu didorong ke arah bagian cranial skrotum.
Setelah dilakukan insisi pada kulit skrotum, dan fascia spermatika lalu
dilanjutkan menginsisi tunica vaginalis tepat di atas testis pada daerah raphe
median. Insisi diperlebar sampai testis yang ditekan bagian belakangnya
menyembul keluar lubang insisi, kemudian dipegang dan lebih ditarik keluar.
Mesorchium tipis yang menggantungkan testis dan epididymis mulai dari
spermatic cord di bagian cranial dan ekor epididymis di bagian caudal,
diinsisi dan spermatic cord dipotong dan diligasi menggunakan metode three
forceps tie. Testis yang masih menempel di tunica vaginalis parietalis dengan
ligamen pada ekor epididymis kemudian dipotong. Kadang-kadang
perdarahan kecil pada ligament yang dipotong bila perlu diligasi. Testis
lainnya dibuang dengan cara yang sama melalui insisi kulit yang sama. Bila
diinginkan jaringan subkutan dijahit dengan benang catgut 3-0. Kulit ditutup
dengan jahitan sederhana terputus menggunakan benang non absorbable.
2. Metode tertutup
Sayatan hanya sampai pada tunika dartos, sehingga testis masih
terbungkus oleh tunika vaginalis communis. Peningkatan dan penyayatan
pada funiculus spermaticus.
Teknik Kastrasi Tertutup
Dengan menggunakan jari salah satu testis didorong ke luar insisi, dan
irisan dengan hati-hati diperdalam sampai tunica dartos dan fascia sehingga
testis menonjol melalui tempat insisi, dibantu dengan preparasi tumpul
menggunakan gagang skalpel Dengan menggunakan tangan kiri testis ditarik
keluar dari insisi, potong ligamentum skrotum dan fascia dengan cara
menusuk fascia dengan ujung skalpel dilanjutkan ke caudal. Sisa-sisa
ligamentum dan fascia didorong masuk ke dalam insisi menggunakan gagang
skalpel, dengan demikian yang masih tertinggal adalah spermatic cord yang
masih berada didalam tunica vaginalis yang sekarang bebas terekspose.
Tempatkan arteri klem pada spermatic cord bagian bawah, dan kemudian
dipotong sepanjang tepi arteri klem dengan menggunakan skalpe. Buat ikatan
fiksasi pada proksimal (dibawah) arteri klem. Ligasi dilakukan dengan cara
memasukkan benang ke bagian tengah potongan kemudian disimpulkan di
salah satu sisi potongan , kemudian diligasikan ke seluruh potongan dan
disimpulkan di tempat yang berseberangan menggunakan cat gut chromic 2-
0.
2.3 Keuntungan dan Kerugian Kastrasi
2.3.1 Keuntungan kastrasi, antara lain :
a. Mencegah Kelahiran Anak Kucing Yang Tidak Diinginkan
Salah satu keuntungan mengkebiri kucing adalah mencegah
kelahiran anak kucing yang tidak diinginkan. Selain menjaga populasi
kucing tetap terkendalikan, tindakan ini juga memungkinkan pemilik
kucing bisa merawat kucing-kucingnya dengan maksimal.
b. Kurang Agresif Terhadap Kucing Lain
Testosteron adalah hormon kelamin jantan. Hormon ini
mempengaruhi banyak pola-pola perilaku pada kucing jantan. Salah satu
perilaku yang banyak dipengaruhi hormon testosteron adalah perilaku
agresi. Setelah kebiri, perilaku ini cenderung berkurang banyak.
Spraying/Urine marking Spraying/urine marking adalah salah satu
perilaku alami kucing jantan yang tidak di kebiri. Sebagian besar perilaku
ini hilang setelah kucing di kebiri.
c. Mengurangi resiko tumor dan gangguan prostat
Gangguan prostat dan tumor jarang terjadi pada kucing, yang lebih
banyak terjadi pada anjing, karena sebagian gangguan prostat pada
hormon testosteron, apabila hewan di lakukan orchiectomy maka hormon
testosteron tidak lagi berproduksi.
d. Peningkatan Genetik
Beberapa kucing dikebiri karena mempunyai/membawa cacat
genetik. Diharapkan kucing-kucing cacat tersebut tidak dapat lagi
berkembang biak, sehingga jumlah kucing-kucing cacat dapat dikurangi.
2.3.2 Keruguian kastrasi antara lain:
a. Kegemukan atau obesitas
Rata-rata seekor kucing jantan yang dikastrasi membutuhkan
asupan kalori sebanyak 25% untuk menjaga berat badannya dank arena
kucing yang dikastrasi memiliki rata2 proses metabolisme makanan yang
rendah maka asupan nutrisi tersebut akan disimpan menjadi lemak,
sehingga menimbulkan kegemukan.
b. Kehilangan untuk memperoleh keturunan yang potensial /berharga
terutama untuk para breeder.1.
c. Kehilangan sifat maskulinasi dan penurunan fungsi otot
Penurunan kadar testosterone mengakibatkan kehilangan sifat
maskulinasi dan penurunan fungsi otot-otot badan. Penurunan kadar
testosteron juga mengakibatkan penundaan penutupan pertumbuhan
tulang panjang, sehingga kucing yang dikastrasi pertumbuhan tulang-
tulang ekstremitasnya lebih panjang dibandingkan yang tidak dikastrasi.
2.4 Obat
1. Premedikasi
Atropin Sulfat
Atropin merupakan agen preanestesi yang digolongkan sebagai
antikolinergik atau parasimpatolitik. Atropin sebagai prototip
antimuskarinik mempunyai kerja menghambat efek asetilkolin pada syaraf
postganglionik kolinergik dan otot polos. Hambatan ini bersifat reversible
dan dapat diatasi dengan pemberian asetilkolin dalam jumlah berlebihan
atau pemberian antikolinesterase. Atropin sulfat berbentuk kristal putih,
tidak berwarna dan tidak berbau. Atropin dalam bentuk bubuk atau tablet
harus disimpan dalam container tertutup dengan suhu 15º-30ºC, sedangkan
dalam bentuk injeksi harus disimpan pada suhu kamar. Atropin sebagai
premedikasi diberikan pada kisaran dosis 0,02-0,04 mg/kg, yang diberikan
baik secara subkutan, intra vena maupun intra muskuler. (Aridha A.2006)
Efek atropin antara lain:
Menghambat stimulasi syaraf vagus sehingga efek pemberian atropin
adalah mempercepat kerja denyut jantung (takikardia).
Mengurangi produksi air liur.
Mengurangi aktivitas peristaltik gastrointestinal
Menyebabkan dilatasi pupil (mydriasis)
Mengurangi sekresi air mata, oleh karena itu hewan yang disuntik atropin
harus diberi salep mata untuk mencegah mata kering.
Menyebabkan dilatasi bronchus
Meningkatkan produksi sekresi mukus dalam saluran pernafasan (terjadi
pada kucing) akan menjadi predisposisi menghambat saluran
pernafasan. Oleh karena itu tidak disarankan untuk memberikan atropin
pada kucing sebagai obat preanastesi.
2. Anastesi
a. Ketamin
Ketamin merupakan suatu anestetik umum yang bekerja cepat, dan
dapat menjadi obat monoanesthetic, yaitu dapat menimbulkan analgesia,
amnesia, hilangnya kesadaran serta imobilisasi. Saat ini Ketamin
digunakan secara luas, khususnya pada anestesi intravena karena dianggap
cukup aman, mudah pemberiannya, dan cukup banyak variasi indikasinya.
Ketamin tidak menimbulkan nyeri dan tidak menimbulkan iritasi, obat ini
dapat merangsang kardiovaskuler yaitu dipertahankannya tekanan darah
pada penderita dengan risiko buruk dan sebagai bronkodilator. Ketamin
diuraikan dalam tubuh, sehingga masa pemulihan menjadi normal dapat
terjadi dengan cepat. Pemberian anestesi dipertahankan dengan inhalasi
selama > 40 menit setelah suatu dosis tunggal induksi, reaksi kedaruratan
psikis yang berkaitan dengan obat ini tidak akan terjadi. Dosis ketamine
Induksi Intra Vena : awal 1 – 4,5 mg/kg dan secara Intra Muscular : 6,5 –
10 mg/kg. (I Komang W.S.2004)
Dalam penggunaannya ketamin mempunyai beberapa keuntungan,
di antaranya yaitu mempunyai mula kerja (onset of action ) yang cepat dan
efek analgesik yang kuat serta aplikasinya cukup mudah, yaitu dapat
diinjeksikan secara intramuskular. Namun, ketamin juga mempunyai
kerugian yaitu tidak terjadi relaksasi otot sehingga dapat menimbulkan
kekejangan dan depresi ringan pada saluran respirasi. Oleh karena itu,
untuk mengurangi efek samping ketamin, penggunaannya sering
dikombinasikan dengan obat premedikasi, seperti diazepam, midazolam,
medetomidine, atau xylazin. (I Komang W.S.2004)
b. Xylazin
Xylazine merupakan salah satu golongan alpha2-adrenoceptor
stimulant atau alpha-2 adrenergic receptor agonist. Xylazine dapat
diberikan secara intravena, intramuskular, subkutan. Xylazine
mengandung 23,32 mg / ml hidroklorida xylazine dalam larutan air injeksi
berbasis. Xylazine dapat diperoleh juga sebagai bubuk kristal murni. Dosis
intramuskular hingga 0,3 mg / kg untuk ternak. Untuk menginduksi
muntah pada kucing, xylazine adalah dosis pada 0,2 sampai 0,5 mg per
pon (0,44-1 mg / kg) intramuskular. Untuk anjing dosis bahkan bisa lebih
tinggi. Xylazine tersedia dalam 20 mg / ml dalam konsentrasi 20 botol ml
dan 100 mg / ml pada konsentrasi 50 ml botol. Xylazine bekerja melalui
mekanisme yang menghambat tonus simpatik karena xylazine
mengaktivasi reseptor postsinap α2-adrenoseptor sehingga menyebabkan
medriasis, relaksasi otot, penurunan denyut jantung, penurunan peristaltik,
relaksasi saluran cerna, dan sedasi. Xylazine menyebabkan relaksasi otot
melalui penghambatan transmisi impuls intraneural pada susunan syaraf
pusat dan dapat menyebabkan muntah. Xylazine juga dapat menekan
termoregulator. (I Komang W.S.2004)
3. Analgesik
Ketoproven
Ketoprofen merupakan suatu antiinflamasi non steroid dengan efek
antiinflamasi, analgesik dan antipiretik. Sebagai anti inflamasi bekerja
dengan menghambat sintesa prostaglandin. Ketoprofen memiliki efek
farmakodinamik sebagai penghambat sekresi prostaglandin oleh karena
aktivitas enzim siklooksigenase 1 yang diinduksi dari berbagai stimulus
inflamator. Selain itu di mukosa lambung aktivitas siklooksigenase 1
menghasilkan prostaglandin yang menghambat sitoprotektif lambung
mengakibatkan efek samping pada saluran cerna berupa iritasi dan
perdarahan lambung. (I Komang W.S.2004)
4. Sedasi
Castran ( Acepromazin)
Acepromazine adalah turunan fenotiazin yang memiliki indikasi
untuk Segala situasi dimana sedasi diperlukan seperti dalam transportasi,
mengatasi berbagai macam stres, hiperaktif, operasi ringan dan preanestesi
pada operasi besar / anastesi umum. (I Komang W.S.2004)
Obat ini diberikan secara injeksi intravena atau intramuskular dengan
dosis:
Sapi, kuda, babi :
Sedasi ringan dan premedikasi pada anestesi umum :
Intravena : 0,5 ml per 100 kg berat badan.
Intramuskular : 1 ml per 100 kg berat badan.
Sedasi kuat
Intravena : 1 ml per 100 kg berat badan.
Intramuskular : 2 ml per 100 kg berat badan.
Kucing dan anjing :
Sedasi ringan dan premedikasi
Anestesi umum : 0,25 ml per 10 kg berat badan.
Sedasi kuat : 0,5 ml per 10 kg berat badan.
5. Antibiotik
Amoxilin
Amoksisilin (amoxicillin) adalah antibiotik yang paling banyak
digunakan. Hal ini karena amoksisilin cepat diserap di usus dan efektif
untuk berbagai jenis infeksi. Amoksisilin termasuk antibiotik spektrum luas
dalam kelompok penisilin. Selain amoksisilin, yang termasuk dalam
kelompok ini antara lain adalah ampicillin, oxacillin, carbenicillin dan
piperacillin. Semua penisilin bekerja dengan mekanisme yang serupa. Zat
aktif dalam amoksisilin, beta-laktam, mencegah sintesis dinding sel bakteri
dengan menghambat enzim DD-transpeptidase bakteri. Akibatnya, bakteri
tidak dapat berkembang biak. Amoksisilin diperoleh dengan cara
mengasilasi asam 6 – aminopenisilinat dengan D-(-)-2-(p-hidroksifenil)
glisin. Amoksisilin berupa bubuk, hablur putih, berasa pahit, tidak stabil
pada kelembaban tinggi dan suhu diatas 37o C. Kelarutannya dalam air
1g/370 ml, dalam alcohol 1g/2000 ml. (Aridha A.2006)
Vicilin (Ampicillin)
Ampicillin adalah salah satu antibiotik semi sintetik golongan
penicillin yang cukup murah. Ampicillin termasuk dalam agen bakterisidal
yang mempunyai spektrum aktivitas luas pada bakteri Gram negatif dan
positif. Antibiotika Ampicillin merupakan suatu aminopenicillin semi-
sintetik. Merupakan antibiotik spektrum luas yang telah ditingkatkan
aktifitasnya terhadap bakteri gram negatif, anaerob maupun aerob.
Antibiotik ini peka terhadap enzim b-laktamase yang diproduksi oleh
beberapa bakteri seperti Staph. Ampicillin tersedia dalam bentuk serbuk,
tablet, krim dan parenteral injeksi. Dengan sediaan: kapsul 250 mg, 500 mg,
tablet 125 mg, 250 mg, 500 mg vial (ampicillin sodium). (Aridha A.2006)
BAB III
LAPORAN HASIL PRAKTIKUM
3.1 Sinyalemen
Tanggal : 07 Oktober 2014
Nama dan Jenis hewan : Aliando (kucing)
Sinyalemen : Sehat , tidak agresif
Ras dan Warna : Domestik/ putih,abu-abu,hitam
Berat badan : 3,5 kg
Pulsus : 124 kali/menit
Temperatur : 38,5 °C
Membran mukosa : Basah, rose/pink
Jenis kelamin : Jantan
Umur : ± 1,5 tahun
3.2 Perhitungan Dosis Obat
Nama obat Dosis
(mg/kg bb)
Konsentrasi
(mg/ml)
Rute
pemberian
Penghitungan
dosis
Betamox 15 150 IM 15 X 3,5 = 0,35
150
Amox syrp 20 125/5 PO 20 X 3,5 = 2,8
125/5
Atropin
Sulfat
0,04 1 SC 0,04 X 3,5 = 0,14
1
Ketamin 10 100 IM 10 X 3,5 = 0,35
100
Castran 0,02 IM 0,02 X 3,5 = 0,07
Ketoproven 1 50 IM 1 X 3,5 = 0,07
50
Xylazin 2 20 IM 2 X 3,5 = 0,35
20
Vicilin Topical 1 ml
3.2 Dosis Obat
Obat JenisDosis
(mg/kgBB)
Konsentras
i (mg/ml)ml Rute Waktu
Betamox Antibiotik 15 mg/kg bb 150 mg/ml 0,35 ml IM 13.15
Castran Sedative 2 mg/kg bb 0,0875 ml IM 13.20
Atropin Premedika
si
0,04 mg/kg
bb
1 mg/ml 0,14 ml SC 13.25
Ketamin Anastesi 10 mg/kg bb 100 mg/ml 0,35 ml IM 13.40
Xylazin Anastesi 2 mg/kg bb 20 mg/ml 0,35 ml IM 13.40
Vicilin Antibiotik
(topikal)
1 mg/kg bb 1 ml T
opikal
14.50
Ketoproven Analgesik 1 mg/kg bb 50 mg/ml 0,07 ml IM 15.50
Sangobion Fe 1 ml Oral 16.42
Amox sirup Antibiotik 20 mg/kg bb 25 mg/ml 2,8 ml Oral 06.00 dan
18.00
3.3. Waktu Pemberian Obat
Menit 0 15 30 45 60 75
Pukul 13.40 13.55 14.10 14.25 14.40 14.55
Pulsus/mnt 128 124 96 92 84 94
Suhu (°C) 39 38,5 38,6 38,7 38 38,2
Menit 90 105 120 135 150 165
Pukul 15.10 15.25 15.40 15.55 16.10 16.25
Pulsus/mnt 96 94 84 84 80 82
Suhu (°C) 38,6 38,4 38 38,1 37,5 37,5
Menit 180 195 210 225 240 255
Pukul 16.40 16.55 17.10 17.25 17.40 17.55
Pulsus/mnt 80 82 82 83 82 86
Suhu (°C) 37,4 38 38,1 38,1 38,3 38,2
Menit 270 285 300 315 330 345
Pukul 18.10 18.25 18.40 18.55 19.10 19.25
Pulsus/mnt 84 84 86 86 86 82
Suhu (°C) 38,6 38,6 38,5 38,7 38,9 38,8
Mulai Operasi : 14.05 WIB
Selesai Operasi : 15.10 WIB
Mulai Anastesi : 13.40 WIB
Sadar : 15.45 WIB
Mau Makan : 16.32 WIB
Suhu Normal : 16.55 WIB
Buka Jahitan : 20 Oktober 2014
Laporan Kesehatan Harian
Tanggal Suhu Appetite Defekasi Urinasi SL Terapi
8
Oktober
2014
38 °C Baik Baik Baik < 2
detik
Amoxicillin 2,8 ml 2 x 1 hari
Lain-lain: Diberi pakan basah
Tanggal Suhu Appetite Defekasi Urinasi SL Terapi
9
Oktober
2014
38,1
°C
Baik Baik Baik < 2
detik
Amoxicillin 2,8 ml 2 x 1 hari
Lain-lain: Diberi pakan kering
Tanggal Suhu Appetite Defekasi Urinasi SL Terapi
10
Oktober
38,3
°C
Baik Baik Baik < 2
detik
Amoxicillin 2,8 ml 2 x 1 hari
2014 Lain-lain: Diberi pakan kering
Tanggal Suhu Appetite Defekasi Urinasi SL Terapi
11
Oktober
2014
38,4
°C
Baik Baik Baik < 2
detik
Amoxicillin 2,8 ml 2 x 1 hari
Lain-lain: -
Tanggal Suhu Appetite Defekasi Urinasi SL Terapi
12
Oktober
2014
38,8
°C
Baik Baik Baik < 2
detik
Amoxicillin 2,8 ml 2 x 1 hari
Lain-lain: Diberi pakan kering
Tanggal Suhu Appetite Defekasi Urinasi SL Terapi
13
Oktober
2014
39,1
°C
Baik Baik Baik < 2
detik
Lain-lain: Diberi pakan kering
Tanggal Suhu Appetite Defekasi Urinasi SL Terapi
14
Oktober
2014
38,6
°C
Baik Baik Baik < 2
detik
Lain-lain: Diberi pakan kering
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada praktikum ini digunakan hewan kucing berjenis kelamin jantan
dengan ciri tubuh berwarna putih,abu-abu dan hitam dengan nama Aliando. Dua
jam sebelum praktikum dilakukan perhitungan dosis obat yang akan digunakan
yaitu Betamox sebagai antibiotik, Castran yang mengandung Acepromazine
sebagai sedasi, Atropin Sulfat sebagai premedikasi, Ketamin dan Xylazin sebagai
anastesi, Amox Sirup sebagai antibiotik paska operasi, Ketoproven sebagai
analgesik, serta Visilin sebagai antibiotik topikal. Selain melakukan perhitungan
dosis, dilakukan sterilisasi alat yang akan digunakan selama operasi.
Persiapan kucing dilakukan dengan memberikan antibiotik Betamox
sebanyak 0,35 ml secara intramuskuler pada pukul 13.15 kemudian dilanjutkan
dengan pemberian Castran yang mengandung Acepromazine sebanyak 0,0875 ml
secara intramuskuler. Pemberian Castran sebagai sedasi dilakukan agar kucing
lebih tenang dan mudah untuk dihandling. Setelah 15 menit penyuntikan Castran,
dilakukan penyuntikan Atropin Sulfat sebanyak 0.14 ml sebagai premedikasi
secara subcutan dengan tujuan untuk mengurangi efek samping dari anastesi
seperti muntah dan juga untuk mengurangi dosis anastesi. Setelah 15 menit
dilakukan penyuntikan Ketamine yang dikombinasikan dengan Xylazine masing-
masing sebanyak 0,35 ml yang dilakukan secara intramuskuler. Selanjutnya
ditunggu hingga kucing tenang dan mengalami relaksasi, beberapa menit
kemudian kucing direbahkan dorsal dan difiksasi keempat kakinya. Kemudian
dilakukan pencukuran rambut disekitar daerah testis yang akan dilakukan insisi.
Selanjutnya dilakukan pemasangan duk dengan lubang sesuai daerah yang akan
diinsisi.
Kastrasi kali ini dilakukan dengan metode kastrasi terbuka. Pertama-tama
dilakukan insisi tepat di bagian tengah skrotum dan fascia spermatika. Insisi
dilakukan pada bagian tengah skrotum dan bukan pada masing-masing skrotum
karena apabila insisi dilakukan pada masing-masing skrotum (kanan dan kiri)
maka akan menyebabkan banyak luka akibat insisi sehingga penjahitan harus
dilakukan pada dua tempat selain itu insisi dua tempat akan memperlama
kesembuhan luka. Selanjutnya didorong salah satu bagian testis (kanan atau kiri)
hingga keluar dari lubang insisi kemudian ditarik. Diinsisi pada bagian tunika
vaginalis dan testis didorong keluar serta ditarik hingga terlihat pembuluh darah
dan vas deferens. Kemudian dilakukan ligasi pada pembuluh darah dan vas
deferens dengan menggunakan dua arteri clamp dan dilakukan pengikatan pada
daerah antara kedua arteri clamp dengan cutgut chromik kemudian dipotong
spermatic cord tepat dibawah arteri clamp kedua yang dekat dengan testis.
Selanjutnya kedua arteri clamp dilepas dilanjutkan dengan pembuangan testis
kedua dengan cara yang sama seperti pemotongan testis pertama. Setelah kedua
testis dipotong, diberikan Visilin sebagai antibiotik topikal sebangak kurang lebih
1 ml pada bagian dalam skrotum dengan sara menyemprotkannya menggunakan
spuit. Selanjutnya dilakukan penjahitan pada skrotum menggunakan benang silk
yang tidak dapat diserap dengan tipe jahitan terputus sederhana (simple
interrupted). Setelah hewan sadar diberikan Ketoproven sebagai analgesik
sebanyak 0,07 ml untuk mengurangi rasa sakit akibat operasi. Selama kastrasi
berlangsung dilakukan pengukuran suhu tubuh dan perhitungan pulsus setiap 15
menit hingga hewan sadar dan menunjukkan suhu yang normal. Pada pengukuran
suhu didapatkan hasil bahwa pada menit ke 0 hingga menit ke 345 suhu tubuh
kucing mengalami naik turun dari suhu sebelum diberi anastesi, sedangkan setelah
menit ke 150 hingga menit ke 180 suhu tubuh kucing menurun hingga 37,0 °C
dan berangsur-angsur naik hingga menit ke 195 dengan suhu 38°C. Penurunan
suhu pada kucing saat dilakukan kastrasi diakibatkan karena efek anastesi yang
dapat menurunkan suhu tubuh. Pada perhitungan pulsus didapatkan hasil bahwa
pulsus selama kastrasi mengalami kenaikkan dan penurunan. Penurunan pulsus
dapat disebabkan karena adanya efek dari anastesi yang dapat menyebabkan
penurunan denyut jantung. Pemberian anastesi dilakukan pada pukul 13.40 WIB,
kastrasi dimulai pada pukul 14.05 WIB hingga pukul 15.10 WIB, hewan sadar
pada pukul 15.45 WIB,hewan mau makan pukul 16.32 WIB dan menunjukkan
suhu normal ada pukul 16.55 WIB.
Perawatan post operatif yang diberikan pada kucing yaitu Amox sirup
sebagai antibiotik secara peroral sebanyak 2,8 ml setiap 2 kali sehari selama 5 hari
berturut-turut. Pemantauan kesehatan kucing dilakukan setiap hari yakni dengan
melakukan pengukuran suhu tubuh, nafsu makan (appetite), defekasi, urinasi serta
selaput lendir. Semua indikator tersebut menunjukkan keadaan yang normal pada
kucing, baik nafsu makan, defekasi, urinasi, maupun SL. Pelepasan jahitan
dilakukan 13 hari setelah kastrasi dan luka insisi hewan sudah benar-benar kering
setelah pelepasan jahitan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kastrasi atau orchiectomi adalah tindakan bedah yang dilakukan pada
testis, berupa pengambilan atau pemotongan testis dari tubuh. Kastrasi ini
dilakukan pada hewan jantan dalam keadaan tidak sadar. Pada praktikum kali
ini kastrasi dilakukan dengan metode terbuka dimana testis dibuang tanpa
pembungkusnya dengan melakukan insisi pada skrotum dan tunika vaginalis.
Kerugian metode ini yaitu dengan terbukanya tunika vaginalis menyebabkan
adanya hubungan dengan rongga abdomen sehingga memungkinkan terjadinya
hernia skrotalis yang terutama berisi usus. Sedangkan keuntungan dari metode
ini adalah ikatan pembuluh darahnya lebih pasti (terjamin). Perawatan post
operatif sangat mempengaruhi proses penyembuhan luka, karena apabila luka
tidak dibersihkan dengan benar dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
infeksi yang menyebabkan munculnya pus atau nanah di dalam skrotum.
DAFTAR PUSTAKA
Aridha A., I Tabakha, M.M., 2006. Encapsulation of Ketopofen for Controlled
Drug Release, European J. Of Pharmaceutics and Biopharmacutics.
Dharmojono., 2001. Kapita Selecta Kedokteran Veteriner (Hewan Kecil) Edisi 2.
Jakarta, Pustaka Populer Obor
I Komang W.S, Diah K. 2004.Anestesi Veteriner Jilid 1. Gadjah Mada University
Press:Yogyakarta.
I Komang W.S, Diah K. 2011.Bedah Veteriner. Pusat Penerbitan dan Percetakan
Unair:Surabaya
Notosusilo Ashari., 2013. Laporan Praktikum Kastrasi dan Vasectomy.
http://asharicdvm.blogspot.com/2013/04/laporan-praktikum-kastrasi-
dan vasectomi html. diakses pada tanggal 9 Oktober 2014