Laporan Praktikum Diagnosa Klinik Anjing
-
Upload
anastaseka -
Category
Documents
-
view
616 -
download
0
Transcript of Laporan Praktikum Diagnosa Klinik Anjing
LAPORAN PRAKTIKUM
DIAGNOSA KLINIK
Prosedur Pemeriksaan Klinis Pada Anjing
DISUSUN OLEH :
ANASTAS EKA A.M
O 111 11 258
KELOMPOK 1
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2013
A. JUDUL PRAKTIKUM
Prosedur pemeriksaan klinis pada anjing
B. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Untuk mengetahui prosedur pemeriksaan klinis pada anjing
C. TINJAUAN PUSTAKA
Diagnostik klinik merupakan tonggak yang paling penting bagi suatu
proses pembelajaran dalam pendidikan ilmu – ilmu Kedokteran klinik disiplin
kedokteran hewan. Dari diagnostik klinnik inilah langkah – langkah mengenai
hewan sakit di mulai. Diagnostik klinik merangkum seluruh proses
pembelajaran dari sinyalmen sampai dengan pengertian tentang terapi (Setyo
widodo, 2011).
Dunia diagnostik kedokteran hewan terbagi dalam 2 (dua) kegiatan besar
yaitu, diagnostik klinik dan diagnostik post – mortem. Diagnostika klinik
merupakan rangkaian pemeriksaan medik terhadap fisik hewan hidup untuk
mendapatkan kesimpulan berupa diagnosis sekaligus pemeriksaan dengan
mengguanakan alat bantu diagnostika sebagai pelengkap untuk mendapatkan
peneguhan diagnosis. Diagnostika sejatinya adalah suatu cabang ilmu
tentang mengenali dan memahami penyakit atau membuat diagnosis (Setyo
widodo, 2011).
Adapun tahapan – tahapan dalam melakukan diagnosa adalah sebagi
berikut :
A. Sinyalemen
Sinyalemen (Iggris : Signalment) atau jati diri atau identitas diri atau ciri
– ciri dari seekor hewan merupakan ciri pembeda yang membedakannya dari
hewan lain sebangsa dan sewarna meski ada kemiripan satu sama lain (twin).
Sinyalmen sanagt penting untuk di kenali dan di catat pada awal pemeriksaan
fisik. Sinyalemen selalu dimuat di dalam surat laksana jalan atau surat jalan
bagi hewan yang akan dibawa dari satu tempat ke tempat lain (pindah provinsi
atau antar pulau atau keluar negeri) dan menerangkan sebenar - benarnya
bahwa hewan dengan ciri - ciri yang tertuang dalam dokumen berasal dar
tempat yang tertuang pada surat jalan hewan. Fungsi lain dari sinyalemen
hewan adalah pencantuman status kesehatan hewan disurat keterangan sehat
atau surat status vaksinansi yang telah dijalaninya sesuai dengan ciri-ciri hewan
dimaksud dalam surat tersebut. Fungsi ketiga adalah identitas diri didalam
rekam medik kerumahsakitan bahwa hewan dengan ciri-ciri yang jelas pernah
dirawat di rumah sakit atau pernah di bawa berkonsultasi ke klinik atau rumah
sakit, sehingga memudahkan petugas administrasi medik membuka kembali
dokumen rekam medik untuk tujuan mempelajari sejarah penyakit hewan
sebelumnya (Setyo Widodo, 2011).
Sinyalemen pada anjing dan kucing terdiri atas :
1. Nama Hewan
2. Jenis Hewan
3. Bangsa atau Ras
4. Jenis Kelamin
5. Umur
6. Warna Kulit dan Rambut
7. Berat Badan
8. Ciri-Ciri Khusus
B. Anamnesis (Riwayat penyakit)
Anamnesis atau history atau sejarah hewan adalah berita atau keterangan
atau lebih tepatnya keluhan dari pemilik hewan mengenai keadaan hewannya
ketika dibawa datang berkonsultasi untuk pertama kalinya, namun dapat pula
berupa keterangan tentang sejarah perjalanan penyakit hewannya jika pemilik
telah sering datang berkonsultasi. Cara – cara mendapatkan sejarah tersebut
dari pemilik hewan perlu dipelajari seperti juga dengan tahapan pemeriksaan
yang lain. Caranya dengan pertanyaan – pertanyaan menyelidik namun tidak
disadari oleh pemilik hewan, seorang dokter hewan berusaha memperoleh
keterangan – keterangan selengkap mungkin dari pemilik hewan akan hal-hal
seputar kejadian atau ditemukannya hewan yang menunjukkan tanda – tanda
subjektif kesakitan misalnya muntahan atau vomitant (Setyo Widodo, 2011).
Catatan kejadian penyakit yang telah berlangsung sebelum penderita
sebelum penderita dihadapi oleh dokter hewan untuk pemeriksaan merupakan
hal yang sangat penting dalam penentuan diagnosis. Pada kenyataannya catatan
tersebut mungkin malahan lebih penting dari hasil – hasil yang diperoleh dalam
pemeriksaan fisis. Meskipun demikian tidaklah berarti bahwa riwayat yang
dianggap baik dapat digunakan untuk melupakan atau melalaikan kewajiban
memeriksa secara klinis secara sempurna. Oleh karena itu riwayat penyakit
merupakan hasil tangkapan indera dari seeorang awam mungkin saja riwayat
tersebut dapat bersifat menyesatkan (Subronto, 2008).
Suatu riwayat penyakit yang baik dapat diperoleh dari seeorang pengamat
yang baik pula. Seringkali pemilik atau pengelola suatu peternakan kurang
dapat memberikan keterangan yang berguna, dibandingkan dengan orang yang
merawat hewan sehari – hari (Subronto, 2008).
Riwayat dapat pula bersifat tidak benar oleh karena riwayat tersebut
mungkin hendak digunakan untuk menutupi suatu kelalaian atau
menyembunyikan sesuatu termasuk usaha – usaha pengobatan sebelumnya
(Subronto, 2008).
Anamnesis dapat diperoleh secara pasif dari informasi atau cerita pemilik
hewan yang tahu kejadiannya misalnya tentang gejala yang timbul mula – mula
,waktu dan lama kejadiannya, situasi hewan ketika ditemukan seperti malas –
malasan atau tiduran di tempat yang tidak biasanya. Anamnesis Pasif pada
hakikatnya ialah simptom – simptom penyakit yang dilihat, dicermati dan
dicatat serta sering kali dinilai sendiri oleh pemilik hewan dengan kesan telah
di tentukan penyakitnya oleh pemilik dan disampaikan kepada dokter hewan.
Suatu anamnesa dapat pula diperoleh secara aktif, dilakukan oleh dokter hewan
jika dirasa informasi atau cerita yang diberikan oleh pemilik hewan belum
mewakili atau belum terfokus untuk suatu bentuk anamnesa kejadian penyakit
(Setyo Widodo, 2011). .
Jika semuanya berjalan lancer dan pemilik hewan sangat kooperatif, baik
anamnesis pasif maupun aktif telah cukup bagi dokter untuk melakukan
pemeriksaan terarah tanpa harus melakukan tahapan pemeriksaan secara
seksama dan mendalam. Dan untuk yang demikian diagnosis yang dibuat
menjadi sangat cepat dan pengobatan segera dilakukan. Tentang pertanyaan-
pertanyaan apa yang harus diajukan dalam mendapatkan anamnesis aktif dapat
dipelajari dari pengalaman dan membaca buku-buku psikologi komunikasi.
Kepiawaian untuk mendapatkan sejarah penyakit yang memuaskan, bergantung
kepada pengetahuan dokter hewan tentang penyakit hewan dan pengalaman
berpraktek. Namun demikian pertanyaan-pertanyaan dibawah ini biasanya
sering diajukan (Setyo Widodo, 2011) :
1. Sudah berapa lama sakitnya?
2. Bagaimana gejalanya pada mulanya?
3. Bagaimana dengan nafsu makannya?
4. Apakah hewan-hewan lain yang dekat dengannya juga menunjukkan
gejala yang sama?
5. Apakah penyebab dari penyakitnya betul – betul diketahui ataukah baru
kecurigaan saja?
6. Apakah sudah pernah diobati sebelumnya, oleh siapa dan obat apa saja
yang sudah diberikan?
Kegagalan dalam mendapatkan informasi sesungguhnya dari pemilik
hewan dalam anamnesis aktif sering kali disebabkan oleh kekakuan
komunikasi antara dokter dengan kliennya. Membangun kepercayaan dalam
waktu singkat bahwa pemilik berada di tempat yang benar dan datang ke
dokter hewan tepat dan sebaliknya dokter berusaha meyakinkan bahwa
penyakit hewannya akan dapat di bantu di tangani sangatlah tidak mudah.
Komunikasi dua arah pada tingkat atau derajat yang sama akan membangun
rasa saling percaya. Disinilah hakikat konsultasi sesungguhnya dan bukan
sederetan pertanyaan seperti kuesioner yang harus diisi klien yang datang
(Setyo Widodo, 2011).
C. Restrain pada Anjing
Dari semua hewan peliharaan, anjing memerlihatkan varisi terbesar dalam
tempramen dan personalitas. Beberapa diantaranya tenang dan ramah serta
sebagai pasien dapat di perrcaya sepenuhya. Yang lainnya jahat dan harus
menjaga jarakengan jerat atau tongkat. Anjing yang sudah tua, sebagaimana
manusia usia lanjut, sesuai dengan umurnya mempunyai keaggunan dan harus
diperlakukan dengan hormat. Harus hati – hati agar tidak mencedrainya.
Beberapa anjing dapat menjadi takut sehingga menurut untuk diperiksa hanya
dengan menempatkannya di atas meja (Soegiri, 2007).
Kita terutama harus menjaga agar jangan mengejutkan seekor anjing. Kita
harus yakin bahwa anjing tidak hanya melihat kita mendekatinya, tetepi juga
mendengar kita. Pada anjing tua yang penglihatannya mungkin kurang baik,
hal ini sangat penting. Hampir merupakan suatu keharusan, bahwa kita harus
berbicara dengan menenangkannya. Sebaiknya biarkan anjing melakukan
pemeriksaan pendahuluan sendiri dengan mencium – cium sepuasnya yang
ditempatkan di depan moncongnya. Kita tidak boleh mengadakan gerakan tiba
– tiba pada waktu menyentuh anjing itu kita harus menggerakkan tangan secara
perlahan serta hati – hati di sepanjang tubuh hewan tersebut (Soegiri, 2007).
Pada umumnya anjing – anjing Jenis Herder, Doberman, dan Chow –
Chow akan segera memberitahu kita apakah mereka mau atau tidak untuk
diperiksa. Jenis Terrie dan Cokcer spaniel sering kali nampak ramah dan
tenang, tetapi dapat menggigit tanpa peringatan lebih dahulu, jika
penanganannya tidak berkenaan. Jenis Beagle dan Hound agak tenang dan
mudah di tangani. Juga jenis Setter biasanya dapat dipercaya, tetapi dapat
sangat keras kepala (Soegiri, 2007).
Seorang yang menagani anjing harus selalu mengamati tanda – tanda
keadaan jiwa hewan tersebut. Dia tidak boleh menunggu geram
ketidaksenagan, tetapi harus dapat melihat bibir atas yang agak dikejangkan
dan diangkat yang tampak sebel anjing itu menggeram atau rambut di
punggung hewan itu agak berdiri. Jika tampak tanda ketidaksenagan ini, dia
harus menghentikan apa yang dikerjakan atau segera mengekang secara efektif.
Seekor anjing tidak membuat ribut seribut kucing, tetapi jika mengggit,
gigitannya sangat keras (Soegiri, 2007).
D. Tata Cara Pemeriksaan
Tata cara dapat juga disebut sebagai tahapan yang dipakai untuk
menemukan atau mengenali gejala-gejala penyakit adalah bervariasi.
Pemeriksaan fisik hewan dapat dilakukan dengan menggunakan catur indera
pemeriksa, yakni penglihatan, perabaan, pendengaran, serta penciuman. Untuk
lebih jelasnya tata cara tersebut diuraikan dibawah ini (Setyo Widodo, 2011):
1. Inspeksi
Inspeksi atau peninjauan atau pemantauan dapat dilakukan dengan
cara melihat hewan atau pasien secara keseluruhan dari jarak pandang
secukupnya sebelum hewan didekati untuk suatu pemeriksaan lanjut. Yang
di inspeksi adalah permukaan luar dari badan hewan dari daerah kepala,
leher, badan samping kiri dan kanan, belakang dan kaki –
kaki/ekstremitas, aspek kulit, aspek rambut, orifisium eksternum mulut,
anus, vulva/vagina atau preputium. Ketegasan (konformitas) dan
kompaksitas dari petulangan juga dapat di temukan dengan cara inspeksi
ini. Kesan yang dapat diperoleh pada waktu inspeksi dicata, misalkan
punggung kiposis atau lordosis, telinga kiri jatuh, kaki depan adductio, dan
lain – lain (Setyo Widodo, 2011).
2. Palpasi Atau Perabaan
Pemeriksaan permukaan luar ragawi dapat dilakukan dengan cara
palpasi atau perabaan dengan tangan. Di setiap bagian – bagian ragawi
baik bagian tengkorak, leher, bagian rongga dada, atau thoraks, bagian
perut atau abdomen, bagian panggul atau pelvis dan alat – alat gerak atau
ekstremitas dapat dinilai kualitasnya dengan cara palpasi. Untuk ragawi
bagian luar dapat diperiksa adanya pulsus-pulsus arteria subkutanea,
kelenjar getah bening atau limfonodus, trachea, pertulangan dada (ossa
costae), lekuk liku pertulangan kaki-kaki dan konformitas tulang dahi
dengan mudah dipalpasi. Palpasi demikian disebut perabaan permukaan
atau palpasi superfisialis. Namun demikian sebagian organ hanya dapat
dipalpasi dengan lebih intensif untuk mendapatkan hasilnya. Palpasi
demikian disebut palpasi dalam atau palpasi profundal. Contoh palpasi
profundal yaitu untuk mendapatkan ada tidaknya batuk dilakukan
penekanan menggunakan telapak tangan di daerah trachea sepertiga atas
region cervikalis atau penekanan tulang-tulang costae kiri dan kanan
secara bersamaan (Setyo Widodo, 2011).
3. Perkusi Atau Mengetuk
Prinsip perkusi adalah mengetuk atau memukul alat untuk
mengeluarkan denting atau gema. Pada pemeriksaan dengan cara perkusi
ini adalah mendengarkan pantulan gema yang ditimbulkan oleh alat
pleximeter yang diketuk oleh palu (hammer) atau jari pemeriksa (Setyo
Widodo, 2011).
4. Auskultasi Atau Mendengar
Melakukan suatu auskultasi adalah mendengarkan suara – suara yang
ada yang ditimbulkan oleh kerja dari organ – organ baik pada saat sehat
fungsional maupun pada kasus-kasus tertentu. Prinsip penggunaan alat
auskultasi adalah mendengarkan suara yang ditimbulkan oleh aktifitas
organ ragawi kemudian dievaluasi untuk mendapatkan keterangan
kejadian pada organ – organ yang mengeluarkan suara tersebut. Auskultasi
dapat dilakukan dengan cara langsung yaitu telinga diletakkan diatas
daerah atau organ yang diduga mengeluarkan suara dimaksud, atau dengan
cara tidak langsung dengan menggunakan stetoskop. Secara prinsip pada
pemeriksaan tidak langsung ujung objek pada alat stetoskop dilapisi
membran yang bertujuan untuk memfokuskan atau mengumpulkan
gelombang suara (vibrasi) yang timbul dari daerah yang dicurigai,
diteruskan oleh slang khusus yang tidak memecahkan atau mengurai suara
sampai diterima telinga pemeriksa melalui ujung slang satunya. Suara
yang dapat ditangkap pada saat melakukan auskultasi dapat berasal dari
gerak paru – paru pada saat inspirasi maupun ekspirasi, suara katup –
katup jantung, suara peristaltik lambung, dan suara peristaltik usus – usus
(Setyo Widodo, 2011).
5. Mencium Atau Membaui
Pemeriksaan fisik hewan dengan cara mencium atau membaui ini
dimaksudkan untuk mengetahui perubahan aroma atau bau yang
ditimbulkan atau dikeluarkan dari lubang umlah hewan yang nantinya
akan dapat menuntun pemeriksa fisik hewan pada kejadian penyakit
tertentu (Setyo Widodo, 2011).
6. Mengukur Dan Menghitung
Melakukan pemeriksaan fisik hewan dengan cara mengukur dan
menghitung secara kuantitatif menggunakan satuan – satuan yang lazim
untuk pengukuran atau penghitungan yaitu kali per menit dan derajat
Celcius. Suara katub-katub jantung pada saat sistolik dan diastolik, suara
paru-paru pada saat inspirasi atau ekspirasi dan pulsus dapat dihitung
dalam satuan kali per menit (Setyo Widodo, 2011).
7. Pungsi Pembuktian Atau Proof Punctio
Pungsi Pembuktian Atau Proof Punctio merupakan suatu tindakan
medic untuk mendapatkan ketegasan tunggal dari beberapa kemungkinan
yang didapat dari inspeksi dan palpasi sebelumnya. Diperlukan tindakan
ini untuk menyederhanakan kompleksitas tanda atau temuan klinis,
misalkan timbunan cairan di rongga dada, atau di dalam rongga abdomen.
Pungsi pembuktian dilakukan dengan penusukan jarum steril atau trokar
atau dengan pembedahankecil/sederhana ke titik orientasi pungsi. Untuk
melakukan pungsi pembuktian diperlukan keahlian keteknikan tersendiri
dan berdasarkan pengalaman praksis terutama jika bersentuhan dengan
organ vital seperti jantung dan hati. Hasil dari suatu pungsi pembuktian
adalah cairan yang langsung dievaluasi aspek warna, kekentalan, dan
baunya. Jika dirasa perlu, sekaligus cairan tersebut dikirmkan ke
laboratorium klinik tertentu untuk tujuan pemeriksaan lebih lanjut (Setyo
Widodo, 2011).
8. Tes Alergi
Kulit dapat dipandang sebagai indikator alergi. Hampir semua
kejadian alergi, termasuk alergi makanan, menyebabkan perubahan pada
kualitas kulit berupa kemerahan (hiperemia), kebengkakan (vasodilatasi
atau pengembangan otot-otot) dan panas. Keadaan ini memberi jalan bagi
penilaian alergi secara klinis pada tindakan tuberkulinasi, malleinasi dan
uji sensitifitas terhadap antibiotika (Setyo Widodo, 2011).
9. Pemeriksaan laboratorium klinik
Pemeriksaan laboratorium klinik dilakukan dengan maksud membantu
dan melengkapi data pemeriksaan fisik pada hewan pasien agar dapat
diperoleh keputusan diagnostik yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pemeriksaan laboratorium klinik tidak dapat menggantikan atau menepis
hasil pemeriksaan fisik hewan karena sifatnya menunjang. Menjadi suatu
kesalahan langkah jika pemeriksaan laboratorium didahulukan untuk
maksud meneguhkan diagnosis, sedangkan diagnosisnya itu sendiri belum
dibuat. Oleh karena itu, keunggulan diagnostik masih tetap pada
kemampuan melakukan pemeriksaan fisik hewan. Pemeriksaan
laboratorium klinik dapat dilakukan atas sampel asal hewan/pasien untuk
tujuan pemeriksaan-pemeriksaan seperti histology-patologis, bakteriologis,
parasitologis, serologis-immunologis, mikologis, dan hematologis. Sampel
atau contoh yang dapat dikirim ke laboratorium klinik berasal dari
jaringan, darah, serum, sekreta, ekskreta, sampel pungsi pembuktian,
sampel biopsi, pungsi liquor cerebri, potongan organ, feses, dan urin serta
rambut (Setyo Widodo, 2011).
10. Pemeriksaan Dengan Alat Diagnostik Lain
Pada bidang kedokteran klinis banyak dikembangkan penggunaan alat
endoskopi (laringoskopi, bronchoskopi, rektoskopi ), Ultrasonografi, X-
Ray, Elektrocardiografi, Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau
Computed Tomography Scanning (CT Scan). Untuk mendapatkan kualitas
organ-organ yang lebih lembut digunakan pelacak pembuluh dalam organ
atau system ragawi seperti misalnya : angiografi, bronkhosgrafi, urografi,
dan sebagainya (Setyo Widodo, 2011).
D. MATERI DAN METODE
1. Materi :
Alat :
a. Stetoskop
b. Spatel
c. Penlight
d. Termometer
e. Otoskop
f. Stopwatch
Bahan :
a. Anjing
2. Metode :
1. Menyiapkan peralatan diagnosa seperti hammer, stetoskop, pen light,
spatel, otoscope, vagioscope, thermometer.
2. Melakukan anamnesa atau memberikan pertanyaan kepada pemilik
kucing.
3. Catatlah sinyalemen dari kucing tersebut (Nama, Ras, Sex, Jenis
kelamin, dan ciri – ciri khusus)
4. Kemudian lakukan restrain pada kucing yang akan dilakukan
pemeriksaan yang bertujuan untuk mempermudah jalannya
pemeriksaan.
5. Lakukan pemeriksaan klinis seperti inspeksi, palpasi, perkusi,
auskultasi, serta menghitung atau mengukur kucing tersebut yang
dimulai dari depan ke belakang.
6. Melakukan pemeriksaan fisis berupa menghitung pulsus, dengan cara
meletakkan jari pada daerah arteri femoralis. Kemudian hitung
denyutnya
7. Kemudian hitung suhu tubuhnya dengan cara memasukkan
thermometer pada lubang anus lihat jumlah suhunya kemudin
kurangkan dengan 0.5
8. Menghitung jumlah respirasi berapa jumlah tarikan nafas (inspirasi)
9. Menghitung denyut jantung dengan cara menggunakan stetoskop
dengan menhitung jumlah denyut per menit
10. Selanjutnya melakukan inspeksi yaitu dengan melihat gerak gerik dari
anjing tersebut
11. Lalu melakukan palpasi, dengancara meraba daerah- daerah superficial
dan profundal
12. Melakukan perkusi pada rongga perut dan dada
13. Selanjutnya melakukan aukultasi mendengarkan denyut jantung apakah
denyutnya normal atau tidak..
14. Lalu melakukan pembauan terhadap rongga hidung, mulut
15. Kemudian catatlah jika terjadi kelainan-kelainan pada kucing tersebut.
E. HASIL
Hasil pemeriksaan :
Praktikum kali ini menggunakan seekor anjing.
A. Sinyalemen :
1. Pasien
Nama/nomor : Moly
Spesies : Anjing
Ras/Breed : Mix domestik
Kelamin/Sex : Betina
Umur/Age : 1.5 tahun
Bulu dan Warna
/specific Pattern : Coklat kehitaman
Berat Badan : -
Tanda-tanda lain : Ada tanda hitam pada kaki depan.
2. Klien
Nama : Raymond tumanduk
Alamat : Antang
Nomor telepon : 085 xxx xxx xxx
B. Anamnesa : Check Up
Umur kucingnya sudah berapa tahun?
Sekitar 1.5 tahun
Makanan apa yang sering diberikan?
Nasi dan Ikan
Bagaimana dengan kondisi lingkungannya? Apakah ada yang
sekandang atau berdekatan dengan hewan apa?
Linkungan berkelompok, sekandang dengan anjing jantan.
Bagaimana nafsu makannya?
Nafsu makannya baik, tidak malas makan.
Pernahkah dia menderita penyakit sebelumnya?
Sejauh ini tidak. Cuma dia tidak terlalu suka keramaian. Apalagi
kalau banyak orang. Tidak suka dipegang-pegang.
C. Pemeriksaan fisik berupa :
1. Pulsus
- Bagian yang mudah digunakan dalam menghitung pulsus
adalah kaki belakang kiri dengan dua tangan
- Hasil pemeriksaan = 92 kali/menit
- Frekuensi pulsus normal anjing besar = 65 – 90 kali/menit
- Frekuensi pulsus normal anjing kecil/muda = 90 – 120
kali/menit
2. Respirasi
- Pada pemeriksaan respirasi perlu diperhatikan: gerakan cuping
hidung, cara-cara bernafas, discharge nasal, rongga/sinus
hidung, lgl. Sub maxillaris, batuk/tidak, larynx,trachea, perkusi,
dan auskultasi thorax, perlu diperhatikan juga mengenai
kecepatan (rate), type (karakter), ritme (irama), dan dalamnya
(intensitas). Variasi kecepatan respirasi disebabkan karena
ukuran tubuh, umur, setelah melakukan exercise, bunting,dan
sehabis makan kenyang (dikarenakan karena rumen penuh
makanan)
- Hasil pemeriksaan : -3. Suhu tubuh
- Pengukuran dilakukan dengan cara memasukkan termometer
kedalam anus kucing selama beberapa saat.
- Hasil pemeriksaan = 39.3ºc
- Temperatur normal anjing besar = 38,0˚C – 38,5˚C
- Temperatur normal anjing kecil/mini = 38,5˚C – 39,5˚C
4. Konjungtiva : Normal tidak terdapat kotoran atau lesi. Warna
merah muda
5. Mata : Normal peka terhadap cahaya
6. CRT : Normal sekitaran 2- 3 detik, gusi berwarna merah
muda
7. Turgor : Normal tidak dehidrasi.
8. Refleks pupil : normal reaksi terhadap cahaya 3-4 detik (normal)
D. Inspeksi
- Tremor
- Ekor selalu melengkung (stress)
- Hidung lembab tidak terlalu basah maupun kering (normal)
- Mulut bersih tidak terdapat lesi (normal)
- Didaerah mata dan telinga terdapat kotoran
- Terdapat kutu pada rambut
- Anus bersih tidak terdapat lesi atau bekas bekas kotoran (normal)
- Abdomen meregang
E. Palpasi
- Palpasi superficialis
- Terdapat tonjolan karena terdapat kutu
- Palpasi profundal
1. Abdomen keras, diakibatkan karena stress
2. Suhu tubuh 39.30
3. Respirasi tidak terdeteksi karena stress
4. Conjunctiva normal
5. Limfonodus:
a. Submandibularis : ukuran sama besar (normal) tidak
terjdi pembengkakan
b. Axillaris : ukuran sama besar (normal) tidak
terjadi pembengkakan
c. Poplitea : ukuran sama besar (normal) tidak
terjadi pembengkakan
F. Perkusi
- Rongga dada : bunyi nyaring / resonan tidak ada cairan atau benda
asing yang membuat suara terdengar berbeda (normal)
- Rongga perut : bunyi peka’ tidak ada gas atau benda asing yang
membuat suara terdengar nyaring (normal)
G. Aukultasi
Suara jantung (systole maupun diastole) tidak terdengar sulit
dibedakan karena suara jantung sulit dibedakan dengan getaran
tubuh akibat tremor.
Lampiran Foto
Gambar 1. Cara merestrain anjing Gambar 2. Menhitung Suhu tubuh
Gambar 3. Menghitung pulsus di a. Femoralis Gambar 4. Memeriksa denyut
jantung
F. PEMBAHASAN
Dari hasil sinyalemen didapatkan data bahwa anjing tersebut adalah
anjing mix domestic betina dan berumur sekitar 1.5 tahun. Adapun penyakit-
penyakit yang biasa menyerang dari ras tersebut adalah “Dermatofìtosis”.
Dermatofitosis adalah penyakit yang disebabkan oleh kolonísasi jamur
dermatofit yang menyerang jaringan yang mengandung keratin seperti stratum
korneum kulít, rambut dan kuku pada manusia dan hewan. Derrnatofit adalah
sekelompok jamur yang memiliki kemampuan membentuk molekul yang
berikatan dengan keratin dan menggunakannya sebagai sumber nutrisi untuk
membentuk kolonisasi. Penegakan diagnosis dermatofitosis pada umumnya
dilakukan secara klinis, dapat diperkuat dengan pemeriksaan mikroskopis,
kultur, dan pemeriksaan dengan lampu wood pada spesies tertentu. Terdapat
tiga genus penyebab dermatofitosis, yaitu Trichophyton, Microsporum, dan
Epidermophyton yang dikelompokkan dalam kelas Deureromyceres.
Selain itu, penyakit yang kadang menyerang adalah “Ehrlichiosis”.
Ehrlichiosis adalah penyakit pathogen pada anjing dan juga manusia.
Ehrlichiosis juga dikenal dengan Rickettsiosis anjing , Demam berdarah
anjing , Tifus anjing , AIDS anjing dan Pansitopenia anjing tropis Tick-borne
anjing.
Dari hasil data pada saat pemeriksaan fisik diperoleh pulsus (denyut
nadi) anjing 92 kali/menit. Bagian yang mudah digunakan dalam menghitung
pulsus adalah kaki belakang kiri dengan dua tangan yaitu disekitar arteri
femoralis (region os. Femur). Jumlah denyut yang di peroleh dalam 15 detik
kemudian dikalikan 4, berdasarkan dari hasil pemeriksaan diperoleh 23 denyut
dalam 15 detik. Jadi dikali 4 sehingga didapatkan hasil 92 kali denyut
permenit. Frekuensi pulsus normal pada anjing kacil/mini adalah 90 – 120
kali/menit, jadi hasil pemeriksaan pulsus kucing dinyatakan normal.
Adapun pengukuran suhu tubuh anjing dilakukan dengan cara
memasukkan termometer kedalam anus anjing selama beberapa saat. Dan di
dapatkan hasil 39,3o C. Adapun temperatur normal pada anjing kecil/mini
adalah 38,5˚C – 39,5˚C. Sedangkan pada saat menghitung frekuensi respirasi
pada anjing tersebut kita mengalami kesulitan karena akibat tremor pada anjing
tersebut. Selain itu, tissue yang digunakan bergerak tidak teratur karena juga
disebabkan oleh tremor pada aning tersebut.
Pada saat inspeksi Pada saat inspeksi ditemukan bahwa anjing tersebut
dalam keadaan stress, hal ini dikaitkan dengan hasil anamnesa dari pemilik
bahwa anjing tersebut tidak suka keramaian dan tidak suka dipegang. Adapun
alasannya kami menduga bahwa hal tersebut berkaitan dengan keadaan
psikologis anjing tersebut, selain itu juga di dapatkan kutu pada anjing tersebut.
Abdomen keras, jelas ini menunjukkan anjing dalam keadaan stress. Kutu
ditemukan di rambut anjing itu, diduga ini akibat tertular dari anjing yang
sekandang dengannya. Begitupun halnya dengan saat palpasi. Ukuran organ
dalam sesuai dengan normalnya. Saat perkusi, rongga dada dan rongga perut
diketuk. Di rongga dada terdengar bunyi nyaring hal ini disebabkan karena
rongga dada berisi gas atau udara yang apabila diketuk dinding rongganya akan
terdengar suara nyaring ini berarti bahwa rongga dada dalam keadaan normal.
Tidak terdapatnya cairan atau benda padat yang mengisi. Lain halnya dengan
rongga perut, dirongga perut terdengar suara peka’ karena yang mengisi
merupakan cairan apabila terdengar suara nyarig berarti terdapat kelainan. Hal
ini mungkin disebabkan karena adanya udara yang mengisi rongga perut atau
benda asing.
Pada saat Aukultasi(menghitung denyut jantung) kita tidak mendapatkan
hasil karena anjing yang di periksa waktu itu sedang dalam keadaan tremor
sehingga sangat sulit untuk menentukan berapa denyut jantung beserta
respirasinya. Sehingga menyulitkan dalam melakukan aukultasi, maka jumlah
sitole atau diastole sulit dibedakan dan tidak terdengar suara denyutan.
Pada saat membaui ditemukan bahwa bau anjing tersebut normal. Hal ini
dapat ditemukan dari bau mulut serta hidung anjing tersebut. bau mulut anjing
tersebut berbau daging karena habis memakan daging.
G. KESIMPULAN
Tahapan dalam mendiagnosa hewan yaitu sinyalmen, anamnesis dan
melakukan pemeriksaan fisik.
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik sebaiknya kita melakukan restrain
pada anjing yang akan diperiksa, agar mempermudah jalannya pemeriksaan
pada anjing tersebut.
Anjing yang telah diperiksa pada saat praktikum diagnosa klinik ini tidak
ada gejala – gejala klinis yang abnormal yang mengarah ke suatu penyakit
tertentu. Meskipun harus ada penindak lanjutan akibat adanya kutu yang
ditemukan.
H. DAFTAR PUSTAKA
Widodo, Setyo. dkk . 2011. Diagnosa Kilinik Hewan Kecil. IPB Press :
Bogor.
Soegiri J. dan Wulansari, Retno. 2007. Cara-cara mengekang hewan. IPB
Press: Bogor.
Subronto. 2008. Ilmu Penyakit Ternak I-a [Mamalia]. Gadja Mada University
Press : Yogyakarta.
.