Laporan Praktikum Beton

47
Laporan Praktikum Beton Kelompok 7 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Beton adalah material yang sangat penting dalam konstruksi bangunan. Oleh karena itu, mahasiswa teknik sipil perlu mengetahui sifat-sifat material pembentuk beton, parameter-parameter material pembentuk beton, perencanaan dan percobaan pembuatan campuran beton dengan kekuatan tekan tertentu, dan pengujian kuat tekan beton, serta sifat mekanik dari material beton tersebut melalui praktikum atau eksperimen. Beton terbentuk dari beberapa material yaitu semen, agregat halus dan agregat kasar, air, dan bahan tambahan (admixtures). 1.1.1 Semen Semen adalah material yang mengeras apabila dicampur dengan air dan setelah mengeras tidak mengalami perubahan kimia jika dikenai air. Semen yang dikenal sekarang ini yang juga disebut sebagai semen Portland, terbuat dari campuran kalsium, silika, alumina, dan oksida besi. Kalsium bisa didapat dari bahan berbasis kapur, seperti batu kapur, marmer, batu karang, dan cangkang keong. Sedangkan silika, alumina, dan zat besi dapat ditemukan pada lempung dan batuan serpih. Selain itu, silika juga dapat dijumpai pada pasir, alumina pada bauksit, sedangkan oksida besi diperoleh dari biji besi. Proporsi dari zat-zat pencampuran tersebut menentukan sifat-sifat dari semen yang dihasilkan. Senyawa-senyawa pada semen portland terdiri atas C 3 S, C 2 S, C 3 A dan C 4 AF. Dari keempat senyawa utama semen, C3S dan C2S adalah senyawa- senyawa yang paling penting, yang merupakan sumber timbulnya kekuatan pasta semen yang telah terhidrasi. Adanya C 3 A didalam semen sebenarnya tidak diinginkan, dan hanya memberikan sumbangan kecil pada kekuatan kecuali pada umur dini, namun C 3 A berfungsi sebagai penurun temperatur pembakaran pada klinker. C 4 AF berjumlah sedikit dan tidak terlalu mempengaruhi perilaku semen. Panas Hidrasi Hidrasi senyawa semen bersifat eksotermal (mengeluarkan panas). Jumlah panas (dalam joule) per gram semen yang belum terhidrasi yang dikeluarkan sampai hidrasi yang komplit pada temperatur tertentu, didefinisikan sebagai panas hidrasi. Tidak ada hubungan antara panas hidrasi dan sifat pengikatan dari senyawa-senyawa individual semen. Kekuatan semen yang telah terhidrasi tidak dapat diramalkan atas dasar kekuatan masing-masing senyawanya.

Transcript of Laporan Praktikum Beton

Page 1: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Beton adalah material yang sangat penting dalam konstruksi bangunan.

Oleh karena itu, mahasiswa teknik sipil perlu mengetahui sifat-sifat material pembentuk beton, parameter-parameter material pembentuk beton, perencanaan dan percobaan pembuatan campuran beton dengan kekuatan tekan tertentu, dan pengujian kuat tekan beton, serta sifat mekanik dari material beton tersebut melalui praktikum atau eksperimen. Beton terbentuk dari beberapa material yaitu semen, agregat halus dan agregat kasar, air, dan bahan tambahan (admixtures).

1.1.1 Semen

Semen adalah material yang mengeras apabila dicampur dengan air dan setelah mengeras tidak mengalami perubahan kimia jika dikenai air. Semen yang dikenal sekarang ini yang juga disebut sebagai semen Portland, terbuat dari campuran kalsium, silika, alumina, dan oksida besi. Kalsium bisa didapat dari bahan berbasis kapur, seperti batu kapur, marmer, batu karang, dan cangkang keong. Sedangkan silika, alumina, dan zat besi dapat ditemukan pada lempung dan batuan serpih. Selain itu, silika juga dapat dijumpai pada pasir, alumina pada bauksit, sedangkan oksida besi diperoleh dari biji besi. Proporsi dari zat-zat pencampuran tersebut menentukan sifat-sifat dari semen yang dihasilkan.

Senyawa-senyawa pada semen portland terdiri atas C3S, C2S, C3A dan C4AF. Dari keempat senyawa utama semen, C3S dan C2S adalah senyawa-senyawa yang paling penting, yang merupakan sumber timbulnya kekuatan pasta semen yang telah terhidrasi. Adanya C3A didalam semen sebenarnya tidak diinginkan, dan hanya memberikan sumbangan kecil pada kekuatan kecuali pada umur dini, namun C3A berfungsi sebagai penurun temperatur pembakaran pada klinker. C4AF berjumlah sedikit dan tidak terlalu mempengaruhi perilaku semen.

Panas Hidrasi Hidrasi senyawa semen bersifat eksotermal (mengeluarkan panas). Jumlah

panas (dalam joule) per gram semen yang belum terhidrasi yang dikeluarkan sampai hidrasi yang komplit pada temperatur tertentu, didefinisikan sebagai panas hidrasi. Tidak ada hubungan antara panas hidrasi dan sifat pengikatan dari senyawa-senyawa individual semen. Kekuatan semen yang telah terhidrasi tidak dapat diramalkan atas dasar kekuatan masing-masing senyawanya.

Page 2: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

2

Kehalusan semen Hidrasi dimulai pada permukaan partikel semen, maka luas permukaan

total memberikan material yang tersedia untuk hidrasi. Oleh karena itu laju hidrasi tergantung dari kehalusan partikel semen dan untuk memperoleh pertumbuhan kekuatan yang cepat diperlukan kehalusan yang tinggi.

Berbagai jenis semen berdasarkan perbedaan komposisinya (ASTM C-150), yaitu: Semen Tipe I (semen biasa/normal)

Kandungan C3S 45-55% Kandungan C3A 8-12% Kehalusan ≥ 350-400 m2/kg

Semen Tipe II (semen panas sedang) Kandungan C3S 40-45% Kandungan C3A 5-7% Kehalusan ≥ 300 m2/kg Ketahanan terhadap sulfat cukup baik Panas hidrasi tidak tinggi

Semen Tipe III (semen cepat mengeras) Kandungan C3S > 55% Kandungan C3A > 12% Kehalusan ≥ 500 m2/kg Laju pengerasan awal tinggi Untuk rasio air semen yang sama, penggunaan semen tipe III akan menghasilkan kuat tekan 28 hari yang lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan semen tipe I Tidak baik untuk semen mutu tinggi

Semen Tipe IV (semen panas rendah) Kandungan C3S maksimum 35% Kandungan C3A maksimum 7% Kandungan C2S 40-50% Kehalusan butirnya lebih kasar dari tipe I Digunakan bila menginginkan panas hidrasi yang rendah

Semen Tipe V (semen tahan sulfat) Kandungan C3S 45-55% Kandungan C3A < 5% (tapi > 4% untuk proteksi tulangan) Kehalusan ≥ 300 m2/kg Panas hidrasi rendah Ketahanan terhadap sulfat tinggi Laju pengerasan rendah

Page 3: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

3

1.1.2 Agregat

Agregat mengisi 60-80% dari volume beton. Oleh karena itu, karakteristik kimia, fisik dan mekanik agregat yang digunakan dalam pencampuran sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat beton yang dihasilkan, seperti kuat tekan, kekuatan, durabilitas, berat, biaya produksi, dan lain-lain. Agregat alam dapat diperoleh dari proses pelapukan dan abrasi atau pemecahan massa batuan induk yang lebih besar. Sifat agregat yang bergantung dari sifat induknya, antara lain: komposisi kimia dan mineral, klasifikasi petrografik, berat jenis, kekerasan (hardness), kekuatan, stabilitas fisik dan kimia, struktur pori, dan lain-lain. Sifat yang tidak bergantung dari sifat batuan induk, antara lain: ukuran dan bentuk partikel, tekstur, dan absorpsi permukaan. Berat agregat yang digunakan menentukan berat beton yang dihasilkan: Beton ringan 1360 - 1840 kg/m3 Beton normal 2160 – 2560 kg/m3 Beton berat 2800 – 6400 kg/m3

Secara umum agregat yang baik haruslah agregat yang mempunyai bentuk yang menyerupai kubus atau bundar, bersih, keras, kuat, bergradasi baik dan stabil secara kimiawi.

Modulus kehalusan Didefinisikan sebagai jumlah persen kumulatif yang tertahan pada saringan seri standar, dibagi 100. Seri standar terdiri dari saringan yang masing-masing mempunyai ukuran sebesar 2 kali ukuran saringan sebelumnya yaitu 150,300,600μm, 1.18, 2.36, 5.00 mm. biasanya modulus kehalusan dihitung untuk agregat halus, nilai tipikalnya berkisar antara 2.3 dan 3, dimana nilai yang lebih tinggi menyatakan gradasi yang lebih kasar. Nilai modulus kehalusan berguna dalam mendeteksi variasi kecil pada agregat yang berasal dari sumber yang sama, yang dapat mempengaruhi workability beton segar. Persyaratan gradasi Gradasi mempengaruhi workability (kelecakan) campuran beton, namun tidak mempengaruhi kekuatan. Ukuran agregat maksimum Semakin besar ukuran partikel agregat, semakin kecil luas permukaan yang harus dibasahi per unit massa. Untuk tingkat workability tertentu rasio air-semen dapat dikurangi dan konsekuensinya kekuatan meningkat. Tetapi walaupun begitu ada batas atas ukuran agregat maksimum agregat dimana peningkatan kekuatan akibat

Page 4: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

4

berkurangnya kebutuhan air masih dapat mengimbangi efek negative yang timbuk dengan berkurangnya luas permukaan lekatan dengan adanya diskontinuitas akibat penggunaan agregat berukuran besar yang menyebabkan sifat heterogenitas beton menjadi menonjol. Sifat heterogenitas inilah yang member pengaruh negative terhadap kekuatan beton. Untuk beton structural dibatasi ukuran agregat maksimum pada 25 mm sampai 40 mm Karena pertimbangan ukuran penampang beton dan jarak antara tulangan yang umum digunakan.

Beton dapat terdiri dari partikel agregat yang biasanya berada diantara ukuran 10 mm sampai 50 mm. Ukuran 20 mm merupakan ukuran tipikal. Gradasi merupakan distribusi ukuran partikel.

Agregat (ASTM C-33):

Kasar Batas bawah pada ukuran 4.75 mm atau ukuran saringan no.4 (ASTM) Halus

Batas bawah = 0.075 mm atau no.200 Batas atas = 4.75 mm atau no. 4

Dari segi petrografi agregat dapat dibagi kedalam beberapa kelompok batuan yang mempunyai karakteristik masing-masing sebagai berikut:

Kelompok Basalt Kelompok Gabbro Kelompok Gritstone Kelompok Limestone Kelompok Quartzite Kelompok Flint Kelompok Granit Kelompok Hornfels Kelompok Porphyry Kelompok Schist

Mineral terpenting dalam agregat (ASTM Standart C 294-69)

Mineral Silika Mineral Micaceous Mineral Sulphate Mineral Ferromagnesian Mineral Ion Oksida Besi Feldspar Mineral Carbonate Mineral Iron Sulphide

Page 5: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

5

Zeolites Mineral Lempung

Karakteristik bagian luar agregat, terutama bentuk partikel dan tekstur

permukaan memegang peranan penting terhadap sifat beton segar yang sudah mengeras. Berikut ini adalah klasifikasi bentuk partikel agregat:

Rounded Flaky Elongated Irrenguler Angular Flaky & Elongated

Partikel dengan rasio luas permukaan terhadap volume yang tinggi

menurunkan workability campuran beton (flaky dan elongated). Berikut ini klasifikasi tekstur permukaan agregat:

Glassy Granular Crystalline Smooth Rough Honeycombed Bentuk dan tekstur permukaan agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat beton segar seperti kelecakan, kelecakan adalah sifat distribusi dari aggregate. Bentuk dan tekstur permukaan agregat, terutama agregat halus, sangat mempengaruhi kebutuhan air campuran beton. Semakin banyak kandungan void pada agregat yang tersusun secara tidak padat, semakin tinggi kebutuhan air. Gaya Lekat

Bentuk dan tekstur permukaan agregat mempengaruhi kekuatan beton, terutama untuk beton berkekuatan tinggi. Dalam hal ini, kekuatan lentur lebih dipengaruhi oleh bentuk-bentuk tekstur agregat daripada kekuatan tekan.semakin kasar tekstur, semakin besar daya lekat agregat dengan matriks semen. Biasanya pada agregat dengan daya lekat yang baik akan banyak dijumpai partikel agregat yang pecah dalam beton yang diuji tekan sampai kapasitasnya. Namun, terlalu banyak partikel agregat yang pecah menandakan bahwa agregat bersifat terlalu lemah.

Page 6: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

6

Lekatan yang terbentuk antara agregat dan pasta semen terdiri atas: Ikatan fisik, yaitu ikatan yang bersumber dari kekasaran permukaan agregat.

Agregat yang mempunyai permukaan yang kasar dapat mengembangkan ikatan yang baik dengan pasta semen.

Ikatan kimia, yaitu ikatan yang bersumber dari reaksi kimiawi yang terjadi antara unsur yang ada pada agregat dengan pasta semen. Agregat yang mengandung silika dapat mengikat dengan pasta semen secara kimiawi.

Ikatan antara agregat dengan pasta semen sering menjadi bagian terlemah dari beton.

Kekuatan Informasi mengenai kekuatan partikel agregat harus diperoleh dari

pengujian tak langsung antara lain dari pengujian tekan sample batuan, nilai crushing tumpukan agregat atau performansi agregat dalam beton. Kekuatan tekan agregat yang dibutuhkan pada beton umumnya lebih tinggi daripada kekuatan tekan betonnya sendiri. Hal ini dikarenakan tegangan sebenarnya yang bekerja pada titik kontak masing-masing partikel agregat biasanya jauh lebih tinggi daripada tegangan yang bekerja pada beton. Agregat dengan kekuatan moderat atau rendah dan yang mempunyai modulus elastisitas rendah bersifat baik dalam mempertahankan integritas beton pada saat terjadi perubahan volume akibat perubahan suhu atau sebab lainnya. Tegangan yang timbul pada pasta semen biasanya lebih rendah jika agregat lebih kompresibel.

Toughness dapat didefinisikan sebagai daya tahan agregat terhadap kehancuran akibat beban impak.

Hardness atau daya tahan terhadap keausan agregat merupakan sifat yang penting bagi beton yang digunakan untuk jalan atau permukaan lantai yang harus memikul lalu lintas berat.

Los Angeles Test mengkombinasikan proses atrisi dan abrasi dan memberikan hasil yang menunjukan korelasi yang baik dengan keausan aktual agregat pada beton dan juga kekuatan tekan dan lentur beton yang dibuat dengan agregat yang bersangkutan.

Sifat fisik Sifat fisik agregat biasanya dibutuhkan dalam perhitungan proporsi

agregat dalam campuran beton. Sifat-sifat fisik agregat antara lain: - Specific gravity: perbandingan massa (atau berat diudara) dari suatu

unit volume bahan terhadap massa air dengan volume yang sama pada temperature tertentu

- Apparent specific gravity: perbandingan massa agregat kering (yang dioven pada 110 derajat selama 24 jam) terhadap massa air dengan volume yang sama dengan agregat tersebut.

Page 7: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

7

- Bulk spesifi gravity: perbandingan massa agregat SSD (Saturated and surface dry) terhadap massa air dengan volume yang sama denga agregat tersebut.

- Bulk density: massa actual yang akan mengisi suatu penampang/wadah dengan volume satuan. Berguna untuk merubah ukuran massa menjadi ukuran volume.

- Porositas dan absorpsi: porositas, permeabilitas, dan absorpsi agregat mempengaruhi daya lekat antara agregat dan pasta semen, daya tahan beton terhadap pembekuan dan pencairan, stabilitas kimia, daya tahan terhadap abrasi dan specific gravity.

- Berat isi: berat agregat yang ditempatkan didalam wadah 1 m3. Berat isi agregat untuk beton normal berkisar 1200-1760 kg.

1.1.3 Admixtures

Additive : Bahan yang ditambahkan pada semen pada tahap pembuatannya.

Admixture: Bahan yang ditambahkan pada campuran beton pada tahap pencampurannya.

Hal ini dilakukan untuk mengubah beberapa sifat semen yang biasa digunakan.

Suatu material, selain air, agregat, semen, dan fiber yang digunakan sebagai bahan pencampuran beton. Bahan ini ditambahkan ke dalam batch sebelum , selama, atau setelah proses pencampuran.

Admixture dibagi dua:

Chemical Admixture Bahan-bahan admixture yang dapat larut dalam air digolongkan sebagai chemical admixtue

Mineral Admixture Bahan-bahan admixture yang tidak dapat larut dalam air digolongkan sebagai mineral admixture

Chemical Admixture:

Biasanya digunakan dalam jumlah yang sedikit pada campuran beton. Tujuan penggunaannya adalah untuk memperbaiki sifat-sifat tertentu dari campuran.

Penggunaan admixture harus mengikuti spesifikasi yang ditetapkan produsennya. Trial Mix sebelum penggunaan sangat dianjurkan.

Page 8: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

8

Berbagai jenis admixture yang umum digunakan : 1. Accelerator

Admixture yang mempercepat proses pengerasan atau pertumbuhan kekuatan pada umur dini dari beton. Admixture ini sebenarnya tidak mempunyai efek tertentu terhadap setting time sekali pun demikian, dalam praktek, setting time juga berkurang.

Yang biasa digunakan sebagai accelerator : Calcium Chlorida (CaCl 2 ) CaCl 2 mungkin bertindak sebagai katalisator di dalam proses hidrasi C 3 S

dan C 2 S atau berfungsi sebagai pereduksi sifat alkalinitas dari larutan sehingga mempercepat hidrasi silikat. Dengan menggunakan CaCl 2 proses hidrasi C 3 A diperlambat , tetapi proses hidrasi normal dari semen tidak berubah.

CaCl 2 dapat ditambahkan untuk digunakan bersama semen tipe III (rapid hardening) dan juga semen biasa/ Ordinary Portland Cement (tipe I). CaCl 2 tidak boleh digunakan dengan semen yang mempunyai kandungan alumina yang tinggi. Jumlah CaCl 2 yang ditambahkan pada campuran harus dikontrol secara hati-hati. Asumsi :

Penambahan 1 % CaCl 2 (terhadap massa semen) mempengaruhi kecepatan pengerasan seperti kenaikan temperatur sebesar 6º C. Penambahan 1-2% CaCl 2 umumnya cukup. CaCl 2 harus terdistribusi secara seragam pada campuran di larutkan pada air pencampur. Pengaruh CaCl 2 menurunkan daya tahan terhadap serangan sulfat terutama untuk campuran kurus (lean mix) dan meningkatkan resiko reaksi alkali – agregat bagi agregat yang reaktif. Kemungkinan korosi tulangan pada beton bertulang menjadi besar dengan adanya ion chlorida Cl pada campuran. Accelerator yang tidak mempunyai resiko ini: Calcium formate. 2. Set Accelerating Admixtures Admixture ini digunakan untuk mengurangi setting time. Contohnya adalah Sodium Carbonate yang biasa digunakan untuk memperoleh flash set pada shot creting. Penggunaan bahan ini dapat menimbulkan efek negatif terhadap kekuatan beton. 1.2 Perencanaan Beton Penentuan parameter material pembentuk beton: 1. Semen Pemeriksaan berat jenis semen Pemeriksaan konsistensi normal semen hidrolis Penentuan waktu pengikatan dari semen hidrolis

Page 9: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

9

2. Agregat Halus (Pasir) dan Agregat Kasar Analisis saringan agregat halus Pemeriksaan bahan lolos saringan #200 Pemeriksaan zat organic dalam agregat halus Pemeriksaan kadar Lumpur dalam agregat halus Analisis specific gravity dan penyerapan agregat halus Perencanaan campuran beton: Penentuan komposisi material pembentuk beton Pemeriksaan kualitas adukan beton (Percobaan nilai slump beton) Pemeriksaan kekuatan hancur benda uji beton:

Penentuan tegangan hancur beton

1.3 Tujuan Praktikum Menambah pengetahuan mengenai sifat-sifat material pembentuk beton Mengetahui parameter-parameter material pembentuk beton Perencanaan dan percobaan pembuatan campuran beton dengan kekuatan

tekan tertentu Pengujian kuat tekan beton serta sifat mekanik dari material beton tersebut

melalui eksperimen atau percobaan laboratorium

Page 10: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

10

1.4 Metodologi Praktikum

Penentuan Parameter Dari Material Beton Agregat Halus dan Agregat Kasar

(Analisis saringan, pemeriksaan bahan lolos saringan #200, zat organik dalam agregat halus, analisis specific gravity dan penyerapan agregat halus)

Penetapan Variabel Perencanaan

Kategori jenis struktur Rencana slump

Kekuatan tekan rencana beton Ukuran maksimum agregat kasar

Perbandingan air semen Kandungan agregat kasar Kandungan agregat halus

Pelaksanaan Praktikum Campuran Beton

Pengukuran slump aktual Pembuatan benda uji silinder

Pencatatan hal-hal yang menyimpang dari perencanaan

Perawatan Benda Uji

Pemeriksaan Kekuatan Tekan Hancur Beton

Kesimpulan

Page 11: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

11

BAB II PEMERIKSAAN PARAMETER MATERIAL

PEMBENTUK BETON 2.1 Pemeriksaan Berat Volume Agregat agregat mengisi 60-80% dari volume beton. Oleh karena itu, karakteristik kimia, fisik dan mekanik agregat yang digunakan dalam pencampuran sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat beton yang dihasilkan, seperti kuat tekan, dll. Keuntungan dalam penggunaan agregat pada beton adalah: - menghasilkan beton yang murah - menimbulkan sifat volume beton yang stabil - mengurangi susut - mengurangi rangkak - memperkecil pengaruh suhu

2.1.1 Tujuan Praktikum Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan berat volume agregat halus,

kasar, atau campuran yang didefinisikan sebagai perbandingan antara berat material kering dengan volumenya.

2.1.2 Peralatan

a. Timbangan dengan ketelitian 0,1 % berat contoh b. Talam kapastitas cukup besar untuk mengeringkan contoh agregat c. Tongkat pemadat diameter 15 mm, panjang 60 cm yang ujungnya bulat,

terbuat dari baja tahan karat d. Mistar perata e. Sekop f. Wadah baja yang cukup kaku berbentuk silinder dengan alat pemegang

2.1.3 Bahan

Bahan yang digunakan adalah agregat kasar atau agregat halus

2.1.4 Prosedur Pemeriksaan Masukkan agregat ke dalam talam sekurang-kurangnya sebanyak kapasitas

wadah sesuai dengan table di atas. Keringkan dengan oven pada suhu (110±5)C sampai berat menjadi tetap untuk digunakan sebagai benda uji.

Page 12: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

12

1. Berat Isi Lepas a. Ditimbang dan dicatat berat wadah yang dipakai b. benda uji dimasukkan dengan hati-hati sehingga tidak terjadi pemisahan

dengan menggunakan sendok atau sekop sampai penuh. c. permukaan benda uji diratakan dengan menggunakan mistar perata. d. berat wadah beserta benda uji ditimbang dan dicatat (W2). e. berat benda uji dihitung (W3 = W2 – W1).

2. Berat isi agregat ukuran butir maksimum 38,1 mm (1,5”) dengan cara

penusukan a. berat wadah ditimbang dan dicatat (W1). b. Wadah diisi dengan benda uji dalam tiga lapis yang sama tebal. Setiap lapis

dipadatkan dengan tongkat pemadat yang ditusukkan sebanyak 25 kali secara merata.

c. Permukaan diratakan dengan menggunakan mistar perata. d. berat benda wadah beserta benda uji ditimbang dan dicatat (W2) e. berat benda uji dihitung (W3 = W2 - W1). 3. Berat isi pada agregat ukuran butir antara 38,1 mm (1,5”)samapi 101,1 mm

(4”) dengan cara penggoyangan a. berat wadah ditimbang dan dicatat (W1). b. wadah diisi dengan benda uji dalam tiga lapis yang sama tebal. c. setiap lapisan dipadatkan dengan cara menggoyang-goyangkan wadah dengan

prosedur sebagai berikut: wadah diletakkan di atas tempat yang kokoh dan datar, salah satu sisinya

diangkat kira-kira setinggi 5 cm kemudian lepaskan. hal ini diulangi pada sisi yang berlawanan. lapisan dipadatkan sebanyak 25

kali untuk setiap sisi. permukaan benda uji diratakan dengan menggunakan mistar perata.

d. berat wadah beserta benda uji ditimbang dan dicatat (W2) e. berat benda uji dihitung (W3 = W2 – W1)

2.1.5 Perhitungan Berat isi agregat = 3 (kg/m3); V = isi wadah (m3)

Page 13: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

13

2.1.6 Laporan Hasil Pengamatan Observasi I

Tabel 2.2 Pemeriksaan Berat Volume Agregat Halus

Observasi II

Tabel 2.3 Pemeriksaan Berat Volume Agregat Kasar Observasi Padat Gembur

A Volume wadah = 2,781 ltr = 2,781 ltr B Berat Wadah = 2,702 kg = 2,702 kg C Berat Wadah + Benda Uji = 6,957 kg = 6,318 kg D Berat benda uji = 4,225 kg = 3,616 kg Berat Volume ( 3) = 1,530 kg/ltr = 1,300 kg/ltr

2.1.7 Analisis Data

Pada praktikum ini diperoleh berat volume agregat yang padat lebih besar dibandingkan dengan berat volume agregat yang gembur. Hal ini berlaku pada 2 jenis agregat baik kasar maupun halus. Hal ini terjadi karena pada agregat yang gembur tidak dilakukan pemadatan seperti yang dilakukan pada keadaan padat. Pada keadaan padat dilakukan penumbukan sebanyak 25 kali pada setiap lapisan kira-kira tiap 1/3 dari volume wadah. Pemadatan dilakukan dengan cara penumbukan. Penumbukan ini berguna untuk memadatkan pori-pori / celah sewaktu pemasukan agregat ke dalam wadah. Penumbukan ini berguna untuk mengurangi volume wadah yang kosong sehingga makin banyak agregat yang masuk (semakin padat) sehingga menyebabkan berat volume membesar (W makin besar, V tetap). Pada agregat yang gembur tidak dilakukan penumbukan sama sekali sehingga volume udara yang tersisa lebih banyak dibandingkan pada keadaan padat.Keadaan ini menyebabkan berat volume agregat pada keadaan gembur menjadi lebih kecil.

Observasi Padat Gembur A Volume wadah = 2,781 ltr = 2,781 ltr B Berat Wadah = 2,702 kg = 2,702 kg C Berat Wadah + Benda Uji = 7,475 kg = 7,250 kg D Berat benda uji = 4,773 kg = 4,580 kg Berat Volume ( 3 ) = 1,710 kg/ltr = 1,640 kg/ltr

Page 14: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

14

2.1.8 Kesimpulan Berat volume agregat kasar pada keadaan padat ialah 1,530 kg/ltr Berat volume agregat kasar pada keadaan gembur ialah 1,300 kg/ltr Berat volume agregat halus pada keadaan padat ialah 1,710 kg/ltr Berat volume agregat halus pada keadaan gembur ialah 1,530 kg/ltr Pemadatan dapat menambah berat volume agregat. 2.2 Analisis Saringan Agregat Kasar

Analisis saringan adalah proses untuk membagi suatu contoh agregat kedalam fraksi-fraksi dengan ukuran partikel yang sama dengan maksud untuk menentukkan gradasi atau distribusi ukuran agregat.

2.2.1 Tujuan Praktikum

Untuk menentukkan pembagian butir (gradasi) agregat kasar yang diperlukan dalam perencanaan adukan beton.

2.2.2 Peralatan a. Saringan-saringan dengan ukuran 25 mm, 19 mm, 9,5 mm, 4,75 mm, dan

2,38 mm b. Oven yang dilengkapi pengatur suhu untuk pemanasan sampai (110 ± 5)

C c. Timbangan dengan ketelitian 0,2% berat contoh d. Talam berkapasitas cukup besar untuk mengeringkan contoh agregat e. Sekop f. Wadah pencuci benda uji dengan kapasitas yang cukup besar sehingga

pada waktu diguncang – guncangkan benda uji/air tidak tumpah

2.2.3 Bahan Berat minimum contoh agregat tergantung pada ukuran maksimum dengan

batasan sebagai berikut : 2.38 mm (No.8) =100 gram 4.75 mm (No.4) = 500 gram 9.5 mm (3/8”) = 2000 gram 19.00 mm (3/4”) = 2500 gram 25.00 mm (1.5”) = 5000 gram

Berdasarkan batasan bahwa diameter maksimum agregat kasar adalah yang lolos saringan ¾” , maka berat minimum contoh agregat adalah 2500 gram.

Page 15: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

15

2.2.4 Prosedur Pemeriksaan

1. contoh agregat yang beratnya 1.25 kali berat minimum benda uji dimasukkan ke dalam talam. Keringkan dalam oven dengan suhu (110±5)oC sampai mencapai berat tetap

2. benda uji agregat dimasukkan ke dalam wadah, dan air pencuci secukupnya sehingga benda uji terendam.

3. Wadah diguncang-guncangkan dan air cucian dituangkan ke dalam susunan saringan-saringan yang ada.

4. air pencuci baru dimasukkan dan pekerjaan 3 diulangi sampai air cucian menjadi jernih

5. Semua bahan tertahan saringan dikembalikan ke dalam wadah, kemudian seluruh bahan tersebut dimasukka ke dalam talam yang telah diketahui beratnya (W2). dimasukkan dalam oven dengan suhu (110±5)oC sampai mencapai berat tetap

6. Setelah kering ditimbang dan dicatat beratnya (W3) 7. berat kering tersebut dihitung (W4= W3-W2).

2.2.5 Perhitungan Jumlah bahan lewat saringan No.8 = (W1-W4)/W1 x 100% W1 = Berat uji semula (gram) W2 = Berat bahan tertahan saringan No.8 (gram)

2.2.6 Laporan Hasil Pengamatan

2.2.6.1 Analisis Gradasi Saringan

Tabel 2.4 Analisis Saringan Agregat Kasar Analisis Saringan Agregat Kasar

Berat Contoh 2500 gr Ukuran

Saringan (mm)

Berat Tertahan

(gr)

Persentase Tertahan

Persentase Tertahan

Kumulatif

Persentase Lolos

Kumulatif

SPEC ASTM C33-90

25,0 0 0% 0% 100% 100

19,0 615,28 24,86% 24,86% 75% 90-100

Page 16: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

16

2.2.6.2 Kurva Gradasi agregat kasar

Grafik 2.1 Kurva Gradasi Agregat Kasar Keadaan agregat kasar berdasarkan kurva gradasi yang dibuat kurang ideal

karena berada diluar batas batas kurva gradasi ideal agregat kasar. Hal ini menunjukkan bahwa pembagian butir (gradasi) agregat kasar yang ada cenderung tidak heterogen. Grafik presentase lolos kumulatif yang berada dibawah batas bawah kurva agregat ideal menunjukkan bahwa sampel agregat berukuran lebih besar daripada agregat ideal yang sudah ditentukan.

2.2.7 Analisis Data Hasil grafik yang diperoleh sebagian besar berada di bawah batas

minimum agregat kasar. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran agregat kasar tidak

9,5 1523,85 61,57% 86,43% 13,57% 20-55

4,75 273,98 11,07% 97,50% 2,50% 0-10

2,38 62,12 2,51% 100% 0% 0-5

05

101520253035404550556065707580859095

100

1 10 100

pers

enta

se lo

los k

umul

atif

(%)

ukuran saringan (mm)

kurva gradasi agregat kasar

batas atas

persentase lolos kumulatif

batas bawah

Page 17: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

17

memenuhi standar dan kurang layak digunakan dalam pembuatan beton, ketidaklayakan ini akibat terjadinya segregasi (pemisahan) pada agregat. Untuk mengatasinya dilakukan pemilihan ukuran agregat kasar dengan komposisi yang lebih memenuhi standar.

2.2.8. Kesimpulan

Gradasi agregat kasar tidak memenuhi standar dan kurang layak digunakan dalam pembuatan beton.

2.3 Analisis Saringan Agregat Halus 2.3.1. Tujuan Praktikum Menentukan pembagian butir (gradasi) agregat halus 2.3.2. Peralatan a. Timbangan dan neraca ketelitian 0,2% dari berat benda uji. b. Seperangkat saringan dengan ukuran:

Tabel 2.5 Spesifikasi Saringan Nomor

Saringan Ukuran Lubang Keterangan

mm inci - 9,5 3/8 Perangkat

saringan untuk agregat halus

Berat minimum

contoh: 500 gr

No. 4 4,75 - No. 6 2,36 -

No. 16 1,18 - No. 30 0,60 - No. 50 0,003 - No. 100 0,150 - No. 200 0,075 -

c. Oven yang dilengkapi pengatur suhu untuk pemanasan sampai (110 ± 5)C d. Alat pemisah contoh (sample spliter) e. Mesin penggetar saringan f. Talam-talam g. Kuas, sikat kawat, sekop, dan alat-alat lainnya 2.3.3. Bahan Benda uji (agregat halus) yang diperoleh dari alat pemisah contoh atau dengan cara perempatan. Berat benda uji dapat dilihat pada tabel perangkat saringan.

Page 18: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

18

2.3.4. Prosedur Pemeriksaan a. Benda uji dikeringkan di dalam oven dengan suhu (110 ± 5) C sampai

beratnya konstan b. Contoh dicurahkan pada perangkat saringan, susunan saringan dimulai

dari saringan paling besar di atas. Perangkat saringan diguncang dengan tangan atau mesin pengguncang selama 15 menit.

2.3.5. Perhitungan

Menghitung persentase berat benda uji yang bertahan di atas masing-masing saringan terhadap berat total benda uji.

Menghitung Modus Kehalusan:

푚표푑푢푙푢푠 푘푒ℎ푎푙푢푠푎푛 =푝푒푟푠푒푛푡푎푠푒 푡푒푟푡푎ℎ푎푛 푘푢푚푢푙푎푡푖푓

100 = 2,888

2.3.6. Laporan Hasil Pengamatan 2.3.6.1. Analisis Gradasi Saringan

Tabel 2.6 Analisis Saringan Agregat Halus

Analisis Saringan Agregat Halus Berat Contoh 500 gr

Ukuran Saringan

(mm)

Berat Tertahan

(gr)

Persentase(%)

Persentase Tertahan

Kumulatif

Persentase Lolos

Kumulatif SPEC ASTM C33-90

9,5 0 0 0 100 100 4,75 35 7 7 93 95 – 100 2,36 77 15,4 22.4 77.6 80 – 100 1,18 87 17,4 39.8 60.2 50 – 85 0,60 99 19,81 59.6 40.4 25 – 60 0,003 62 12,4 72 28 10 – 30 0,150 80 16 88 12 2 – 10 0,075 36 7.2 95.2 4.8 - PAN 24 4,8 100 0 -

500

- - Modulus kehalusan : 2,888

Page 19: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

19

2.3.6.2. Kurva Gradasi Agregat Halus

Grafik 2.2 Kurva Gradasi Agregat Halus

Keadaan agregat halus tersebut berdasarkan kurva gradasi yang dibuat cukup ideal karena berada diantara batas batas kurva gradasi ideal agregat halus. Hal ini menunjukkan bahwa agregat halus yang ada merupakan heterogen. Hal ini juga menunjukan bahwa pembagian butir (gradasi) agregat cukup merata.

2.3.7. Analisis Data Dalam perhitungan modulus kehalusan ini yang diambil hanya data

persentase tertahan kumulatif dari saringan dengan ukuran 9,5 mm sampai 0,15 mm karena disesuaikan dengan analisis saringan agregat kasar.

Dari hasil perhitungan di atas, didapat modulus kehalusan sebesar 2,888. Nilai ini sudah berada di dalam rentang modulus kehalusan ideal yaitu 2,3-3,0.

Pada grafik terdapat hasil pengamatan, kurva masih berada diluar batas minimum dan batas maksimal diujungnya, walaupun demikian, hal tersebut dapat diabaikan, karena tidak terlalu berpengaruh. Secara keseluruhan, gradasi agregat merata.

05

101520253035404550556065707580859095

100

0,01 0,1 1 10

pers

enta

se lo

los k

umul

atif

(%)

ukuran saringan (mm)

kurva gradasi agregat halus

batas atas

persentase lolos kumulatif

batas bawah

Page 20: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

20

2.3.8. Kesimpulan Modulus kehalusan agregat halus yang diperoleh adalah sebesar 2,888.

Agregat yang diuji termasuk dalam rentang agregat halus ideal. Meskipun pada kurva gradasi agregat halus terdapat titik yang berada di luar batas maksimum dan minimum. Namun, hal tersebut tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap keidealan agregat halus.

2.4 Pemeriksaan Kadar Air Agregat 2.4.1 Tujuan Praktikum

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan besarnya kadar air yang terkandung dalam agregat dengan cara pengeringan. Kadar air agregat merupakan perbandingan antara berat agregat dalam kondisi kering terhadap berat semula yang dinyatakan dalam persen dan berfungsi sebagai koreksi terhadap pemakaian air untuk campuran beton yang disesuaikan dengan kondisi agregat lapangan. Jadi, nilai kadar air dipakai sebagai koreksi takaran air untuk adukan beton pada agregat kondisi lapangan.

2.4.2 Peralatan

a. Timbangan dengan ketelitian 0,1 % dari berat contoh b. Oven yg bersuhu sampai 110,5oC c. Talam logam tahan karat berkapasitas cukup besar bagi tmp pengeringan

benda uji

2.4.3 Bahan Berat minimum contoh agregat dengan diameter maksimum 5 mm adalah

500 gram.

2.4.4 Prosedur Pemeriksaan a. berat talam ditimbang dan dicatat (W1) b. benda uji dimasukkan ke dalam talam, kemudian berat talam ditambah benda

uji ditimbang. Catat berat sebagai W2. c. berat benda uji dihitung W3 = W2 - W1 d. contoh benda uji dikeringkan bersama talam dalam oven pada suhu (110 ±

5)oC

Page 21: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

21

e. Setelah kering contoh ditimbang dan dicatat berat benda uji beserta talam (W4)

f. berat benda uji kering dihitung W5 = W4 - W1 2.4.5 Perhitungan

Kadar air dalam agregat = 푋100% C: berat benda uji (B – A) D: berat benda uji kering

2.4.6 Laporan Hasil Pengamatan Observasi I (Pasir)

Tabel 2.7 Pemeriksaan Kadar Air Agregat Halus A Berat wadah 95 gram B Berat wadah + benda uji 1095 gram C Berat benda uji (B-A) 1000 gram D Berat benda uji kering 873 gram

kadar air = (C-D)/D * 100% 14,547% [KA1]

Observasi II (Batu) Tabel 2.8 Pemeriksaan Kadar Air Agregat Kasar

A Berat wadah 59 gram B Berat wadah + benda uji 1059 gram C Berat benda uji (B-A) 1000 gram D Berat benda uji kering 975 gram

kadar air = (C-D)/D * 100% 2,56 % [KA2]

2.4.7 Analisis Data

Dari data di atas dapat dilihat bahwa persentase kadar air agregat kasar lebih kecil dari agregat halus. Hal ini disebabkan karena agregat kasar lebih susah untuk menyerap air dibandingkan dengan agregat halus. Kadar air agregat kasar yang didapat pada percobaan ini sesuai untuk digunakan dalam penggunaan beton, sedangkan pada agregat halus tidak didapatkan sedemikian. Hal ini disebabkan karena agregat halus yang digunakan tidak dalam keadaan benar-benar kering karena pada saat percobaan agregat halus berada di luar ruangan dan sempat terkena

Page 22: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

22

air hujan. Kadar air yang baik untuk agregat halus berkisar antara 3% sampai 5%. Hal ini disebabkan sifat dari agregat halus itu sendiri yang mudah untuk menyerap air.

2.4.8 Kesimpulan

Kadar air agregat kasar = 2,56 % Kadar air agregat halus = 14,547% Agregat halus menyerap air lebih banyak daripada agregat kasar. 2.5 Analisis Specific-Gravity dan Penyerapan Agregat Halus

2.5.1 Tujuan Praktikum Praktikum ini bertujuan untuk menentukan bulk and apparent Specific-

Gravity dan penyerapan (absorpsi) agregat halus menurut prosedur ASTM C128. Nilai ini diperlukan untuk menetapkan besarnya komposisi volume agregat dalam campuran beton.

2.5.2 Peralatan

a. Timbangan dengan ketelitian 0,5 gram dengan kapasitas minimum sebesar 1000 gram

b. Piknometer dengan kapasitas 500 gram c. Cetakan kerucut pasir (sand cone mold) d. Tongkat pemadat dari logam untuk cetakan kerucut pasir

2.5.3 Bahan Berat contoh agregat halus disiapkan sebanyak 500 gram. Contoh diperoleh

dari bahan yang diproses melalui alat pemisah atau cara perempatan.

2.5.4 Prosedur Pemeriksaan a. Agregat halus yang jenuh air dikeringkan sampai diperoleh kondisi kering

dengan indikasi contoh tercurah dengan baik. b. Sebagian dari contoh dimasukkan ke dalam cetakan kerucut pasir (metal sand

cone mold). Benda uji lalu dipadatkan dengan tongkat pemadat (tamper) dengan jumlah tumbukan sebanyak 25 kali setiap satu dari tiga bagian yang terisi. Kondisi SSD diperoleh ketika butir-butir pasir longsor/runtuh ketika cetakan tersebut diangkat.

c. Contoh agregat halus sebesar 500 gram dimasukkan ke dalam piknometer.

Page 23: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

23

Kemudian piknometer diisi dengan air sampai 90% penuh. Bebaskan gelembung-gelembung udara dengan cara menggoyang- goyangkan piknometer. Rendamlah piknometer dengan suhu air 73,43o F selama 24 jam. Timbang berat piknometer yang berisi contoh dengan air.

d. benda uji dipisahkan dari piknometer dan dikeringkan pada suhu 213,13o F. Langkah ini harus diselesaikan dalam waktu 24 jam.

e. berat piknometer yang berisi air ditimbang sesuai dengan kapasitas kalibrasi pada temperatur 73,43o F dengan ketelitian 0,1 gram.

2.5.5 Perhitungan

Apparent Specific-Gravity = E / (E + D - C) Bulk Specific-Gravity Kondisi Kering = E / (B + D - C) Bulk Specific-Gravity Kondisi SSD = B / (B + D - C) Persentase Absorpsi = ( B – E ) / E x 100% Keterangan: A = Berat piknometer B = Berat contoh kondisi SSD C = Berat piknometer + contoh + air D = Berat piknometer + air E = Berat contoh kering

2.5.6 Laporan Hasil Pengamatan Tabel 2.9 Penentuan Specific Gravity Agregat Halus

Penentuan Specific Gravity Agregat Halus OBSERVASI I A. Berat Piknometer = 140 gram B. Berat contoh kondisi SSD = 500 gram C. Berat piknometer + contoh + air = 953 gram D. Berat piknometer + air = 637 gram E. Berat contoh kering = 459 gram Apparent Specific-Gravity = E / (E + D - C) = 3,209 Bulk Specific-Gravity Kondisi Kering = E / (B + D - C) = 2,4945 Bulk Specific-Gravity Kondisi SSD = B / (B + D - C) = 2,7173 Persentase Absorpsi = ( B – E ) / E x 100% = 8,93 %

Page 24: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

24

2.5.7 Analisis Data Dari percobaan pengamatan dan perhitungan menurut prosedur ASTM

C128, diperoleh ukuran Apparent Specific-Gravity = 3,209, Bulk Specific-Gravity Kondisi Kering = 2,4945, Bulk Specific-Gravity Kondisi SSD = 2,7173, dan Persentase Absorpsi = 8,93%. Selisih kondisi SSD dan kondisi kering menunjukan kandungan air pada agregat. Pada saat percobaan, pengovenan dilakukan lebih dari 24 jam agar contoh benar-benar kering.

2.5.8 Kesimpulan

Apparent Specific-Gravity = 3,209 Bulk Specific-Gravity Kondisi Kering = 2,4945 Bulk Specific-Gravity Kondisi SSD = 2,7173 Persentase Absorpsi = 8,93 %

2.6 Analisis Specific-Gravity dan Penyerapan Agregat Kasar 2.6.1 Tujuan Praktikum

Percobaan ini bertujuan menentukan bulk dan apparent specific grafity dan penyerapan/absorbsi dari agregat kasar menurut ASTM C 127. Nilai ini diperlukan untuk menetapkan besaran komposisi volume agregat dalam adukan beton.

2.6.2 Peralatan

a. Timbang dengan ketelitian 0,5 gram dan kapasitas minimum 5 Kg b. Keranjang besi dengan diameter 203,2 mm (8”) dan tinggi 63,5 mm (2,5”) c. Alat penggantung keranjang d. Oven e. Handuk atau kain pel

2.6.3 Bahan Sebelas liter agregat dalam keadaan SSD, yang didapat dari cara

pengambilan sample dengan alat pemisah atau cara perempatan. Untuk agregat lewat saringan No 4 tidak diperkenankan sebagai benda uji.

2.6.4 Prosedur Pemeriksaan

1. Benda uji direndam selama 24 jam 2. Benda uji digulung dengan handuk, sehingga air permukaan habis, tetapi harus

masih tampak lembab ( kondisi SSD ) , kemudian timbang benda uji. 3. Benda uji dimasukkan kedalam keranjang dan rendam kembali kedalam air.

Temperatur air (73,4 3) 0F dan kemudian timbang kembali. Sebelum

Page 25: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

25

menimbang, container diisi dengan benda uji, lalu digoyang – goyangkan didalam air untuk melepaskan udara yang terperangkap.

4. benda uji dikeringkan pada temperatur (212 130) 0F, kemudian didinginkan dan ditimbang

2.6.5 Perhitungan

Apparent Specific grafity BC

C

Bulk Specific grafity kondisi kering BA

C

Bulk Specific grafity kondisi SSD BA

A

Persentase absorbsi %100

C

CA

Keterangan: A = berat (gram) contoh SSD B = berat (gram) contoh dalam air C = berat (gram) kering di udara

2.5.6 Laporan Hasil Pengamatan Tabel 2.10 Penentuan Specific Gravity Agregat Kasar

Penentuan Specific Gravity Agregat Kasar Observasi I A. Berat contoh SSD = 3000 gram B. Berat contoh dalam air = 1848 gram C. Berat contoh kering di udara = 2902 Gram Apparent Spesific Gravity = C/(C-B) = 2,754 Bulk Spesific Gravity (Kering) = C/(A-B) = 2,819 Bulk Spesific Gravity (SSD = A/(A-B) = 2,604 Presentase Absorpsi Air =((A-C)/C)x 100% = 3,38 %

2.6.7 Analisis Data Dari percobaan ini diperoleh apparent specific gravity dari sampel adalah

2.754, bulk specificic gravity (kering) adalah 2,819 serta bulk specific gravity (SSD) adalah 2,604, dan persentase absorpsi air adalah 3.38 %,. Dengan kata lain perbandingan antara massa agregat kering (yang dioven pada 110° selama 24 jam) terhadap masa air dengan massa air dengan volume yang sama dengan agregat

Page 26: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

26

tersebut adalah 2,754. Perbandingan antara massa agregat SSD (Saturated and Surface Dry) terhadap massa air dengan volume yang sama dengan agregat tersebut adalah 2,604.

2.5.8 Kesimpulan

Apparent Specific-Gravity = 2,754 Bulk Specific-Gravity Kondisi Kering = 2,819 Bulk Specific-Gravity Kondisi SSD = 2,604 Persentase Absorpsi = 3,38 %

2.6 Pemeriksaan Kadar Lumpur dalam Agregat Halus Kadar lumpur merupakan salah satu parameter agregat halus dalam keadaan baik atau tidak untuk digunakan dalam pencampuran beton. Kandungan lumpur yang baik adalah < 5%. 2.6.1 Tujuan Praktikum

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan besarnya persentase kadar lumpur dalam agregat halus yang digunakan sebagai campuran beton. Kandungan lumpur < 5% merupakan ketentuan bagi penggunaan agregat halus untuk pembuatan beton.

2.6.2 Peralatan a. Gelas ukur b.Alat pengaduk

2.6.3 Bahan

Contoh pasir secukupnya dalam kondisi lapangan, dengan bahan pelarut biasa.

2.6.4 Prosedur pemeriksaan

1. contoh agregat halus dimasukkan kedalam gelas ukur 2. air ditambahkan kedalam gelas ukur untuk melarutkan lumpur 3. gelas ukur dikocok untuk mencuci pasir dari lumpur 4. gelas ukur disimpan pada tempat yang datar dan biarkan selama 24 jam 5. tinggi lumpur ( V1) dan tinggi pasir ( V2) diukur

Page 27: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

27

2.6.5 Perhitungan

%100)( 21

2

VV

VlumpurKadar

Keterangan: V2 = tinggi lumpur pada gelas ukur ( mm) V1 = tinggi pasir pada gelas ukur ( mm)

2.6.6 Laporan Hasil Pengamatan Tabel I.15 Kadar Lumpur pada Agregat Halus

Tinggi pasir setelah 24 jam = 165 Tinggi lumpur setelah 24 jam = 3

Kadar lumpur = V2 x 100% = 3/168 x 100% = 1,786%

2.6.7 Analisis Data Berdasarkan hasil percobaan diperoleh hasil sebagai mana diatas. Kadar

lumpur dalam agregat halus adalah 1,786 % dan jauh dibawah 5 %. Artinya agregat ini cukup baik bagi mix design beton.

2.6.8 Kesimpulan Agregat dengan kadar lumpur 1,786 % cukup baik untuk mix design beton.

2.7 Pemeriksaan Zat Organik dalam Agregat Halus

2.7.1 Tujuan Praktikum Pemeriksaan zat organik pada agregat halus dimaksudkan untuk

menentukan adanya bahan organik dalam agregat halus yang akan digunakan pada campuran beton. Kandungan bahan organik yang melebihi batas dapat mempengaruhi mutu beton yang direncanakan.

2.7.2 Peralatan

a. Botol gelas tidak berwarna dengan volume sekitar 350 ml yang mempunyai tutup dari karet gabus atau lainnya yang tidak larut dalam NaOH

b. Standard warna (Organik Plate) c. Larutan NaOH 3%

Page 28: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

28

2.7.3 Bahan Contoh pasir dengan volume 115 ml (1/3 volume botol). 2.7.4 Prosedur pemeriksaan

1. 115 ml pasir dimasukkan ke dalam botol tembus pandang (kurang lebih 1/3 isi botol)

2. larutan NaOH 3%. ditambahkan Setelah dikocok, isinya harus mencapai kira-kira ¾ volum botol

3. botol gelas tersebut ditutup dan dikocok hingga lumpur yang menempel pada agregat Nampak terpisah dan biarkan selama 24 jam agar lumpur tersebut mengendap

4. Setelah 24 jam, warna cairan yang terlihat dibandingkan dengan standar warna no. 3 pada organic plate (bandingkan apakah lebih tua atau muda).

2.7.5 Laporan Hasil Pengamatan Warna air di atas pasir yang terdapat di dalam botol berubah menjadi berwarna

kuning seperti air seni. Bila dibandingkan dengan organic plate maka sesuai dengan organic plate nomor 2.

2.7.6 Analisis Data

Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh hasil percobaan berupa warna larutan yang berwarna kuning agak tua (nomor 2) Warna larutan yang tidak menunjukkan warna hitam mengindikasikan bahwa pasir memiliki kandungan bahan organik dalam batas wajar. Agregat halus mengandung kadar organik yang masih layak sehingga agregat halus berdasarkan kandungan zat organik terbilang layak untuk campuran beton

2.7.7 Kesimpulan Pasir yang digunakan (nomor 2) layak digunakan untuk campuran beton.

Page 29: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

29

BAB III RANCANGAN CAMPURAN BETON

3.1 Pendahuluan Rancangan campuran beton adalah rancangan komposisi beton yang akan

dibuat agar mendapatkan komposisi beton yang ekonomis dan memenuhi persyaratan kelecakan, kekuatan, dan durabilitas/ ketahanan. Komposisi/jenis beton yang akan diproduksi biasanya tergantung pada beberapa hal yaitu: Sifat-sifat mekanis beton keras yang diinginkan yang ditentukan oleh

perencana struktur. Sifat-sifat beton segar yang diinginkan yang dikendalikan oleh jenis

konstruksi, teknik penempatan/ pengecoran, dan pemindahan. Tingkat pengendalian (kontrol) di lapangan.

Untuk mendapatkan komposisi campuran beton tersebut perlu dilakukan proses yang dimulai dari suatu perancangan campuran dan kemudian diikuti oleh pembuatan campuran awal. Sifat-sifat yang dihasilkan dari campuran kemudian diperiksa terhadap persyaratan yang ada, dan jika perlu, dilakukan penyesuaian/ perubahan komposisi sampai didapat hasil yang memuaskan.

Hal utama yang harus diperhatikan dalam perancangan campuran beton adalah kekuatan beton yang disyaratkan. Biasanya, kekuatan yang disyaratkan adalah kekuatan beton umur 28 hari. Namun, ada pertimbangan lain (misalnya: waktu pelepasan bekisting) yang dapat menjadi alasan untuk memilih kekuatan beton umur selain 28 hari sebagai syarat yang harus dipenuhi. Faktor-faktor lainnya adalah rasio air-semen, tipe dan kandungan semen, durabilitas, kelecakan, kandungan air, dan pemilihan agregat.

Nilai perbandingan air-semen merupakan parameter dalam perancangan campuran beton. Sifat-sifat beton, seperti kuat tekannya, biasanya membaik dengan menurunnya nilai perbandingan air - semen yang digunakan dalam campuran. Nilai perbandingan air-semen yang sering digunakan di lapangan berkisar antara 0,40 sampai dengan 0,45. Untuk nilai perbandingan air : semen < 0.4 dibutuhkan adanya penambahan superplastisizer. Mengurangi nilai air : semen suatu campuran merupakan cara termurah untuk mendapatkan beton dengan mutu yang lebih baik. Sifat-sifat beton merupakan fungsi dari nilai perbandingan air : semen. Jika nilai air : semen menurun maka harga fc’ akan naik. Selain itu, porositas atau kepadatan beton juga merupakan fungsi dari nilai perbandingan air : semen.

Page 30: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

30

3.2 Tujuan

Tujuan dirancangnya campuran beton ini adalah untuk menentukan komposisi campuran beton dengan perhitungan yang sesuai dengan rencana kekuatan, durabilitas dan kelecakan.

3.3 Alat dan bahan percobaan

Sekop Timbangan Saringan Mixer Kerucut slump Karung Bekisting Penggaris Tongkat pengaduk Ember besar Semen Agregat kasar (batu pecah) Agregat halus (pasir) Air

3.4 Tahapan Rancangan Campuran Beton

3.4.1 Pemilihan Angka Slump Slump menentukan kelecakan adukan campuran beton. Nilai slump dapat

dipilih dari tabel 3.1 berikut untuk berbagai jenis pengerjaan kontruksi.

Page 31: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

31

Tabel 3.1Nilai Slump yang Disarankan untuk Berbagai Jenis Pekerjaan Konstruksi

Jenis Konstruksi Slump (mm)

Maksimum Minimum Dinding fondasi, footing, sumuran, dinding

basement 75 25

Dinding dan balok 100 25 Kolom 100 25

Perkerasan dan lantai 75 25 Beton dalam jumlah besar (misalnya DAM) 50 25

Dalam praktikum ini kami memilih jenis konstruksi Kolom dengan nilai

slump 7,5 cm.

3.4.2 Pemilihan Ukuran Maksimum Agregat Kasar Untuk volume agregat yang sama, penggunaan agregat dengan gradasi

yang baik dengan ukuran maksimum yang besar akan menghasilkan rongga yang lebih sedikit daripada penggunaan agregat dengan ukuran maksimum agregat yang lebih kecil. Hal ini akan menyebabkan penurunan kebutuhan mortar dalam setiap volume satuan beton.

Dasar pemilihan ukuran maksimum agregat biasanya dikaitkan dengan dimensi struktur. Sebagai contoh, Karena beton akan dibuat menggunakan bekisting, maka persyaratan yang dipakai adalah:

퐷 ≤푑5

Sehingga didapat ukuran maksimum agregat sebesar 2 cm.

3.4.3 Estimasi Kebutuhan Air Pancampur dan Kandungan Udara Jumlah air pencampur per satuan volume beton yang dibutuhkan untuk

menghasilkan nilai slump tertentu sangat bergantung pada ukuran maksimum agregat, bentuk gradasi agregat, dan jumlah kebutuhan kandungan udara pada campuran.

Jumlah air yang dibutuhkan tersebut tidak banyak terpengaruh oleh jumlah kandungan semen dalam campuran.Tabel 3.2 memperlihatkan informasi mengenai kebutuhan air pencampur untuk berbagai nilai slump dan ukuran maksimum agregat.

Page 32: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

32

Tabel 3.2 Kebutuhan Air Pencampuran dan Udara untuk Berbagai Nilai Slump dan Ukuran maksimum Agregat

Jenis Beton Slump (mm)

Air (Kg/m3) 10 mm 12,5 mm 20 mm 25 mm 40 mm 50 mm 75 mm

Tanpa Penambahan

Udara

25-50 205 200 185 180 160 155 140 75-100 225 215 200 190 175 170 155 150-175 240 230 210 200 185 175 170 Udara Yang

Tersekap (%)

3 2,5 2 1,5 1 0,5 0,3

Dengan Penambahan

Udara (air entrained concrete)

25-50 180 175 165 160 150 140 135 75-100 200 190 180 175 160 155 150 150-175 215 205 190 180 170 165 160

Kandungan Udara Yang

disarankan (%)

8 7 6 5 4,5 4 3,5

Dalam Praktikum ini kami menentukan rencana air adukan sebesar 200 kg/m3 dengan 2% udara yang terperangkap.

3.4.4 Pemilihan Nilai Perbandingan Air Semen

Untuk rasio air semen yang sama, kuat tekan beton dipengaruhi oleh jenis agregat dan semen yang digunakan. Oleh karena itu, hubungan rasio air semen dan kekuatan beton yang dihasilkan seharusnya dikembangkan berdasarkan material yang sebenarnya yang digunkan dalam pencampuran. Terlepas dari hal di atas, Tabel 3.3 berikut bisa dijadikan pegangan dalam pemilihan nilai perbandingan air semen

Page 33: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

33

Tabel 3.3 Hubungan Rasio Air Semen dan Kuat Tekan Beton

Kuat Tekan Beton umur 28 hari (Mpa)

Rasio Air Semen (dalam Perbandingan Berat) Tanpa Penambahan

Udara Dengan Penambahan

Udara 48 0,33 - 40 0,41 0,32 35 0,48 0,4 28 0,57 0,48 20 0,68 0,59 14 0,82 0,74

Dalam Praktikum ini, kuat tekan rencana adalah 207,289 kg Dengan

interpolasi 4 data, didapat rasio air semen tanpa penambahan udara 0,752. Nilai kuat beton yang digunakan pada tabel 3.3 di atas adalah nilai kuat

tekan beton rata-rata yang dibutuhkan, yaitu: fm = fc’ + 1,34 Sd Keterangan: fm = nilai kuat tekan beton rata-rata fc’ = nilai kuat tekan karakteristik (yang disyaratkan) Sd = stndar deviasi (dapat diambil berdasarkan table 3.4) Nilai 1,34 menyebabkan galat pada praktikum tidak melebihi 5 %.

Tabel 3.4Klasifikasi Standar Deviasi untuk Berbagai Kondisi

Pengerjaan

Kondisi Pengerjaan Standar Deviasi (MPa)

Lapangan Laboratorium Sempurna < 3 < 1,5

Sangat Baik 3 - 3,5 1,5 – 1,75 Baik 3,5 – 4 1,75 - 2

Cukup 4 – 5 2 – 2,5 Kurang Baik > 5 > 2,5

Dalam Praktikum ini kami menentukan rencana kondisi pengerjaan baik

dengan standar deviasi di laboratorium adalah sebesar 3,05.

Page 34: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

34

3.4.5 Perhitungan Kandungan Semen Berat semen yang dibutuhkan per m3 adalah sama dengan jumlah berat air

pencampur (3.2.3) dibagi dengan nilai rasio air semen (3.2.4). Berat semen yang dibutuhkan per m3 dalam praktikum ini = 200 kg/ 0,752

= 265,957 kg.

3.4.6 Estimasi Kandungan Agregat Kasar dan Modulus Agregat Halus Rancangan campuran beton yang ekonomis bisa didpat dengan

menggunakan semaksimal mungkin volume agregat kasar (atas dasar berat isi kering/ dry rodded unit weight) per satuan volume beton. Data eksperimen menunjukan bahwa semakin halus pasir dan semakin besar ukuran maksimum partikel agregat kasar, semakin banyak volume agregat kasar yang dapat dicampurkan untuk menghasilkan campuran beton dengan kelecakan yang baik.

Tabel 3.5 memperlihatkan bahwa pada derajat kelecakan tertentu (slump = 75-100 mm), volume agregat kasar yang dibutuhkan per satuan volume beton adalah fungsi daripada ukuran maksimum agregat kasar dan modulus kehalusan agregat halus.

Tabel 3.5 Volume Agregat Kasar Per Satuan Volume Beton Untuk Beton

dengan Slump 75-100 mm

Ukuran Maksimum Agregat Kasar (mm)

Volume Agregat Kasar (Dry Rodded) Per Satuan Volume untuk Berbagai

Nilai Modulus Kehalusan Pasir 2,4 2,6 2,8 3

10 0,5 0,48 0,46 0,44 12,5 0,59 0,57 0,55 0,53 20 0,66 0,64 0,62 0,6 25 0,71 0,69 0,67 0,65 40 0,75 0,73 0,71 0,69 50 0,78 0,76 0,74 0,72 75 0,82 0,8 0,78 0,76 150 0,87 0,85 0,83 0,81

Page 35: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

35

Berdasarkan tabel 3.5, volume agregat kasar (dalam satuan m3) per 1 m3 beton adalah sama dengan fraksi volume yang didapat dari tabel 3.5. Volume ini kemudian dikonversikan menjadi berat kering agregat kasar dengan mengalikannya dengan berat isi kering dari agregat yang dimaksud.

Untuk campuran dengan nilai slump selain 75-100 mm, volume agregat kasar dapat diperoleh dengan mengoreksi nilai yang ada pada tabel 3.6.

Tabel 3.6 Faktor Koreksi Tabel 3.5 untuk Nilai Slump yang Berbeda

Slump (mm)

Faktor Koreksi Untuk Berbagai Ukuran Maksimum Agregat 10 mm 12,5 mm 20 mm 25 mm 40 mm

25 - 50 1,08 1,06 1,04 1,06 1,09 75 - 100 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 150-175 0,97 0,98 1,00 1,00 1,00

Dalam Praktikum ini karena modulus kehalusan agregat halus adalah 2,888. Dengan interpolasi data, didapat volume agregat kasar (dry rodded) per satuan volume senilai 0,612/ m3 beton.

3.4.7 Koreksi Kandungan Air Pada Agregat

Pada Umumnya, stok agregat di lapangan berada dalam kondisi basah atau tidak dalam kondisi jenuh dan kering permukaan SSD.

Tanpa adanya koreksi kadar air, harga rasio air semen yang diperoleh bisa lebih besar bahkan lebih kecil dari harga yang telah ditentukan berdasarkan langkah 4 dan berat SSD agregat (kondisi jenuh dan kering permukaan) menjadi lebih kecil dari atau lebih besar dari harga estimasi.

Urutan rancangan beton dilakukan berdasarkan kondisi agregat yang SSD. Oleh karena itu, untuk trial mix, air pencampur yang dibutuhkan dalam campuran bisa diperbesar atau diperkecil tergantung dengan kandungan air bebas pada agregat. Sebaliknya, untuk mengimbangi perubahan air tersebut, jumlah agregat harus diperkecil tau diperbesar.

3.5 Prosedur Perencanaan Campuran Beton

Dalam prosedur perencanaan campuran beton terdiri dari beberapa langkah yaitu: 1. Penetapan variabel perencanaan, variabel perencanaan terdiri dari: katagori

jenis struktur, rencana slump, rencana kuat tekan beton, modulus kehalusan

Page 36: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

36

agregat halus, ukuran maksimum agregat kasar, spesific gravity agregat kasar kondisi SSD, spesific gravity agregat halus kondisi SSD, dan berat volume/ isi agregat kasar.

2. Perhitungan komposisi unsur beton, unsur beton yang dihitung adalah : rencana air adukan untuk 1 m3 beton, persentase udara yang terperangkap, w/c rasio, w/c rasio maksimum, berat semen, volume agregat kasar/ m3 beton, berat agregat kasar, volume semen, volume air, volume agregat kasar, volume udara, dan volume agregat halus/ m3 beton.

3. Komposisi Berat unsur adukan/ m3 beton, yang terdiri dari: semen, air, agregat kasar kondisi SSD, agregat halus kondisi SSD, faktor semen.

4. Komposisi jumlah air dan betat unsur untuk perencanaan lapangan, terdiri dari: kadar air asli/ kelembaban aggregat kasar, penyerapan air kondisi SSD agggregat kasar, kadar air asli/ kelembaban aggregat halus, penyerapan air kondisi SSD agggregat halus, tambahan air adukan dari kondisi aggregat kasar, tambahan aggregat kasar untuk kondisi lapangan, tambahan air adukan dari kondisi aggregat halus, dan tambahan aggregat halus untuk kondisi lapangan.

5. Komposisi akhir unsur untuk perencanaan lapangan, unsur yang dihitung adalah air, semen, agregat kasar, dan agregat halus.

6. Komposisi unsur campuran beton/ kapasitas mesin molen, unsur yang dihitung adalah air, semen, agregat kasar, dan agregat halus.

7. Data-data setelah pengadukan/ pelaksanaan, data yang dihitung diantaranya adalah: sisa air campuran, tambahan air selama pengadukan, jumlah air sesungguhnya yang digunakan, nilai slump hasil pengukuran, dan berat isi beton basah waktu pelaksanaan.

3.6 Perhitungan Perencanaan Campuran Beton Penetapan Variabel Perencanaan 1. Kategori Jenis Struktur : Kolom 2. Rencana Slump (Tabel 3.1) : 7,5 cm 3. Rencana Kuat Tekan Beton : 207,289Kg 4. Modulus Kehalusan Agregat Halus

Berdasarkan tabel 2.6, modulus kehalusan agregat halus pada percobaan ini adalah 2,888. 5. Ukuran Maksimum Agregat Kasar

Berdasarkan tabel 3.2. ukuran maksimum agregat kasar adalah 2 cm dimana semua agregat lolos dalam saringan.

Page 37: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

37

6. Specific Gravity Agregat Kasar Kondisi SSD

Berdasarkan tabel 2.10, specific gravity agregat kasar SSD yaitu 2,5609167.

7. Specific Gravity Agregat Halus Kondisi SSD Berdasarkan tabel 2.9, specific gravity agregat kasar SSD yaitu 2,717391.

8. Berat Volume/ Isi Agregat Kasar

Berdasarkan Tabel 2.3, berat volume/ isi agregat kasar yaitu 1,53 kg/l = 1530 kg/m3.

Perhitungan Komposisi Unsur Beton: 9. Rencana air adukan untuk 1 m3 beton : berdasarkan tabel 3.2 tanpa

penambahan udara = 200 kg 10. Persentase udara yang terperangkap : berdasarkan tabel 3.2 tanpa penambahan

udara = 2% 11. W/C rasio : berdasarkan tabel 3.3 = 0,752 12. W/C rasio maksimum = 0,752 13. Berat semen yang diperlukan : (9) / (11) = 200 / 0,752 = 265,957 kg 14. Volume agregat kasar perlu/ m3 beton : berdasarkan tabel 3.5 dan 3.6 = 0,612 15. Berat agregat kasar perlu : (14) x (8) = 0,612 x 1530 = 936,36 kg 16. Volume semen : 0,001 x (13) / 3,15 = 0,001 x 265,957 / 3,15 = 0,08443 m3 17. Volume air : 0,001 x (9) = 0,001 x 200 = 0,2 m3 18. Volume agregat kasar : 0,001 x (15) / (6) = 0,001 x 936,36 / 2,609167 =

0,35956 m3 19. Volume udara : (10) = 0,02 m3 20. Volume agregat halus perlu/ m3 beton : 1- [(16)+(17)+(118)+(19)] = 0,33601

m3

Komposisi Berat Unsur Adukan / m3 Beton : 21. Semen : (13) = 265,957 kg 22. Air : (9) = 200 kg 23. Agregat kasar kondisi SSD : (15) = 936,36 kg 24. Agregat halus kondisi SSD : (20) x (7) x 1000 = 0,33601 x 2,717391 x 1000 =

913,0705 25. Faktor semen : (21) / 50 (1 zak = 50 kg) = 6,649 zak

Page 38: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

38

Komposisi Jumlah Air dan Berat Unsur untuk Perencanaan Lapangan 26. Kadar air asli/kelembaban agregat kasar (mk): berdasarkan tabel 2.8 = 2,56 % 27. Penyerapan air kondisi SSD agregat kasar (ak): berdasarkan tabel 2.10 = 3,38

% 28. Kadar air asli/kelembaban agregat halus (mh): berdasarkan tabel 2.7 = 14,55

% 29. Penyerapan air kondisi SSD agregat halus (ah): berdasarkan tabel 2.9 = 8,93

% 30. Tambahan air adukan dari kondisi agregat kasar : (23)x[(ak-mk)/(1-mk)] =

(936,36) x [(3,38-2,56)/(1-2,56)] = +7,851 kg 31. Tambahan agregat kasar untuk kondisi lapangan : (23)x[(mk-ak)/(1-mk)] =

(936,36) x [(2,56-3,38)/(1-2,56)] = -7,851 kg 32. Tambahan air adukan dari kondisi agregat halus : (24)x[(ah-mh)/(1-mh)] =

(913,0705) x [(8,93-14,55)/(1-14,55)] = -59,976 kg 33. Tambahan agregat halus untuk kondisi lapangan : (24)x [(mh-ah)/(1-mh)] =

(913,0705) x [(14,55-8,93)/(1-14,55)] = +59,975 kg

Komposisi Akhir Unsur untuk Perencanaan Lapangan / m3 Beton 34. Semen : (13) = 265,977 kg 35. Air : (22)+(30)+(32) = 200+7,851+(-59,976) = 147,8751 kg 36. Agregat kasar kondisi lapangan : (23)+(31) = 936,36+(-7,851) = 928,509 kg 37. Agregat halus kondisi lapangan : (24)+(33) =913,0705+59,975 = 972,7323 kg

KomposisiUnsur Campuran Beton / Kapasitas Mesin Molen : 0,038 Nilai 1,2 didapat dari 120% x perbandingan volume kubus (a=15 cm)

dengan silinder (d=15 dan t=15). Tambahan 20% untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. 38. Semen = 0,038 x 1,2 x 265,977 = 10,149 kg 39. Air =0,038 x 1,2 x147,8751 = 5,645042 kg 40. Agregat kasar kondisi lapangan = 0,038 x 1,2 x928,509 = 35,4319 kg 41. Agregat halus kondisi lapangan = 0,038 x 1,2 x972,7323 = 37,11946 kg

Data-data Setelah Pengadukan/ Pelaksanaan 42. Sisa air campuran (jika ada) = 1,36 kg 43. Tambahan air selama pengadukan (jika ada) = - 44. Jumlah air sesungguhnya yang digunakan = 5,645042-1,36= 4,285042 kg 45. Nilai slump hasil pengukuran = 7,5 cm 46. Berat isi beton basah waktu pelaksanaan = -

Page 39: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

39

Secara keseluruhan perencanaan campuran beton dipaparkan melalui tabel berikut ini :

Penetapan variabel perencanaan

1 kategori jenis struktur Kolom 2 rencana SLUMP 7,5 cm 3 rencana kuat tekan beton 207,289 kg 4 modulus kehalusan agregat halus 2,888 5 ukuran maksimum agregat kasar 2,00 cm 6 spesific gravity agregat kasar kondisi ssd 2,609167 7 spesific gravity agregat halus kondisi ssd 2,717391 8 berat volume / isi agregat kasar 1,53 kg/ltr

Perhitungan komposisi unsur beton

9 rencana air adukan untuk 1 m3 beton 200 kg 10 persentase udara terperangkap 2,00% 11 w/c ratio berdasarkan grafik 2 0,752 12 w/c ratio maksimum berdasarkan 0,752 13 berat semen yang diperlukan 265,957 kg 14 volume agregat kasar perlu/m3 0,612 m3 15 berat agregat kasar perlu 936,36 kg 16 volume semen 0,08443 m3 17 volume air 0,2 m3 18 volume agregat kasar 0,35956 m3 19 volume udara 0,02 m3 20 volume agregat halus/m3 beton 0,33601 m3

Komposisi berat unsur adukan/m3 beton

21 semen 265,957 kg 22 air 200,00 kg 23 agregat kasar kondisi ssd 936,36 kg 24 agregat halus kondisi ssd 913,0705 kg 25 faktor semen ( 1 zak = 40 kg) 6,649 zak 26 kadar air asli/kelembapan agregat kasar 2,56%

Page 40: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

40

27 penyerapan air kondisi ssd agregat kasar 3,38% 28 kadar air asli/ kelembapan agregat halus 14,55% 29 penyerapan air kondisi ssd agregat halus 8,93% 30 tambahan air adukan dari kondisi agg.kasar 7,851 kg 31 tambahan agg.kasar untuk kondisi lapangan -7,851 kg 32 tambahan air adukan dari kondisi agg. Halus - 59,976 kg

Komposisi akhir unsur untuk perencanaan lapangan/m3 beton

34 semen 265,97 kg 35 air 147,87 kg 36 aggregat kasar kondisi lapangan 928,50 kg 37 aggregat halus kondisi lapangan 972,73 kg

Komposisi unsur campuran beton/kapasitas mesin molen : 0,038 M

38 semen 10,14 kg 39 air 5,64 kg 40 aggregat kasar kondisi lapangan 35,43 kg 41 aggregat halus kondisi lapangan 37,12 kg

Data-data setelah pengadukan/pelaksanaan

42 sisa air campuran 1,36 kg 43 tambahan air selama pengadukan -

44 jumlah air sesungguhnya yang digunakan 4,28 kg

45 nilai slump hasil pengukuran 7,5 cm 46 berat isi beton basah waktu pelaksanaan -

Page 41: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

41

3.7 Analisis Berdasarkan hasil perhitungan diatas, didapat jumlah air dibutuhkan adalah sebesar 5.64, semen sebesar 10.14, agregat kasar sebesar 35.43 dan agregat halus sebesar 37.12. dari data ini dapat kita buat perbandingannya, dan hasil perbandingan dari air : semen : agregat kasar : agregat halus adalah sebesar 1 : 1,7 : 6,27 : 6,57. Jika dibandingkan dengan perbandingan normal material pembentuk beton, yaitu 1:2:3:4, cukup berbeda. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kekurangtelitian praktikan dalam menghitung.

3.8 Kesimpulan

Komposisi unsur campuran beton yang di butuh kan untuk menghasilkan beton K-175 adalah :

Semen = 10,14 kg Air = 5,64 kg Agregat kasar = 35,4 kg Agregat halus = 37,1 kg

Page 42: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

42

BAB IV UJI KEKUATAN BETON

4.1 Pengertian Uji kekuatan beton adalah menguji beton yang telah dicetak dalam bekisting

silinder dan didiamkan selama 7,14, dan 28 hari dan mengetesnya pada hari ke 7, 14, dan 28 untuk melihat kekuatan beton yang telah dibuat.

4.2 Alat yang digunakan

4.2.1 Pembuatan beton 1. Silinder pencetak beton

2. Oven

3. Ayakan pasir

4. Sekop

5. Serokan kecil

6. Timbangan

7. Molen

8. Ember

9. Kuas

4.2.2 Pengujian kuat tekan beton 1. UTM (Universal Testing Machine)

2. Timbangan

3. Alat untuk capping

4.3 Prosedur pengujian 4.3.1. Prosedur pembuatan benda uji 1. Rancangan campuran beton/mix design dibuat berdasarkan kuat tekan

yang ingin dicapai.

2. Agregat kasar, agregat halus, air, dan semen, ditimbang berdasarkan mix design yang telah dibuat.

Page 43: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

43

3. Semua bahan dimasukkan ke dalam molen dan dicampur. Seletah pasta dirasa cukup tercampur, dilakukan slump tes. Jika sudah sesuai, beton sudah boleh di cetak.

4. Beton yang nilai slump nya sudah sesuai, dicetak dengan cara memasukkan beton segar ke dalam bekisting silinder. Cara memasukkannya adalah dimasukkan dulu sekitar ¼ silinder lalu di tekan-tekan menggunakan tangkai besi untuk memadatkan beton dan menghindari adanya ruang udara. Lalu di tambah lagi ¼ silinder dan di tekan-tekan lagi, dan begitu seterusnya.

5. Setelah selesai dimasukkan ke dalam cetakan, maka beton didiamkan dulu selama satu hari sampai mengeras. Setelah satu hari, beton yang sudah mengeras di keluarkan dari cetakan dan di cure dengan cara di rendam di dalam air. perendaman ini berlangsung terus sampai tiba waktunya untuk di uji tekan yaitu pada hari ke 7, 14 dan 28.

4.3.2 Prosedur Pengujian 1. Benda uji diambil.

2. Benda uji diletakkan pada mesin tekan secara simetris

3. Mesin tekan dijalankan. Tekanan dinaikkan secara perlahan-lahan

4. Pembebanan dilakukan sampai beton retak, catat besar beban

5. Ulangi untuk beton yang lain

Page 44: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

44

4.4. Data Hasil Percobaan Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan Uji Tekan

No Kode Tanggal

Cor Tanggal

Tes Umur (Hari)

Slump (cm)

Luas Bidang Tekan (cm2)

Beban Maks (ton)

σb silinder

(kg/cm2)

σb kubus 28 hari

(kg/cm2)

1 K-175 28-09-2010

05-10-2010

7 7,5 176,71 13000 73.56 136.34

2 K-175 28-09-2010

05-10-2010

7 7,5 176,71 21100 119,40 221.31

3 K-175 28-09-2010

12-10-2010

14 7,5 176,71 20400 115,44 158.04

4 K-175 28-09-2010

12-10-2010

14 7,5 176,71 19500 110,35 151.07

5 K-175 28-09-2010

26-10-2010

28 7,5 176,71 27600 156,18 188.16

6 K-175 28-09-2010

26-10-2010

28 7,5 176,71 26400 149,39 179.98

4.5 Perhitungan

1. Mencari nilai kuat tekan beton rata-rata fm28hari= (136.34 + 221.31 + 158.04 + 151.07 + 188.16 + 179.98)/6 =172,49 kg/cm2 = 17,249 MPa 2. Mencar nilai standar deviasi

standar deviasi = s2 = ∑(푥 − 푥̅)

푠 = [(136,34− 172,49) + (221,31− 172,49) + (158,04− 172,49) +(151,07− 172,49) + (188,16− 172,49) + (179,98− 172,49) ] = 931.896

푠 = 3.05

Page 45: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

45

Tabel 4.2 Klasifikasi Standar Deviasi untuk berbagai kondisi pekerjaan

Kondisi Lapangan Standar Devisiasi (MPa)

Lapangan Laboratorium Sempurna < 3 < 1.5

Sangat Baik 3-3.5 1.5-1.75 Baik 3.5-4 1.75-2

Cukup 4-5 2-2.5 Kurang Baik > 5 > 2.5

Berdasarkan tabel diatas, standar deviasi yang didapat adalah 3,05. Maka kondisi pengerjaan termasuk sangat baik. 3. Mencari perbandingan nilai kuat tekan beton dengan kuat tekan percobaan

푓푐 = 푓푐 ′ + 1,34푆 172,49 = 푓푐 ′ + 1,34 푥 3.05

푓푐 ′ = 168,4 Sehingga perbandingan antara kuat tekan rencana dan kuat tekan percobaan : 168,4/175 푥100% = 96.23% 96,23% > 75 % , karena syarat rancangan beton dapat diterima adalah perbandingannya lebih dari 75%, maka rancangan beton ini dapat diterima.

Grafik 4.1 Kuat Tekan Beton

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

0 5 10 15 20 25 30

kuat tekan

hari

kuat tekan beton

kuat tekan beton

Page 46: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

46

Analisis grafik : Grafik diatas menunjukkan hubungan antara kuat tekan beton dengan jumlah hari. Dapat dilihat bahwa semakin hari, kekuatan beton semakin meningkat.

4.6. Analisis hasil tekan

Dari perhitungan fm (28 hari) (kuat tekan beton rata-rata) di dapatkan hasil 17,249 MPa, bila hasil ini dibandingkan dengan K-175, terdapat selisih kekuatan sebesar 2,51 kg/cm2. kesalahan ini didapatkan karena adanya udara yang terperangkap sehingga menggangu proses penyatuan agregat dengan pasta semen sehingga menyebabkan berkurangnya kekuatan tekan beton. Hal lain yang menyebabkan kesalahan ini adalah penggetaran beton segar saat sedang di cetak terlalu lama sehingga aggregat menumpuk di bawah.

Page 47: Laporan Praktikum Beton

Laporan Praktikum Beton

Kelompok 7

47

BAB 5 KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan, praktikan dapat mengetahui bahan-

bahan pokok pembuatan beton, yaitu agregat kasar, agregat halus, air dan semen, serta mengenal perannya dalam pembuatan beton, seperti air dan semen digunakan untuk membuat pasta semen, lalu agregat digunakan sebagai bahan penguat beton dan pasta semen digunakan untuk mengikat agregat.

Selain itu juga mengetahui parameter-parameter material pembentuk beton, antara lain kadar air, kadar Lumpur dan kadar zat organic pada material pembentuk beton. parameter material ini diperlukan agar saat membuat beton, campurannya sesuai dengan kebutuhan sehingga menghasilkan beton sesuai dengan yang diinginkan. Dari dua hal tersebut, praktikan mengetahui cara merencanakan pembuatan beton, yaitu dengan membuat perhitungan kebutuhan bahan-bahan pembuatan beton sesuai dengan kekuatan yang diinginkan. Dan setelah di rencanakan, praktikan dapat mengetahui cara membuat beton, seperti mencampur bahan-bahan dan mencetaknya di bekisting. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat mencetak beton adalah penumbukan untuk memastikan udara yang tersimpan keluar, penggetaran untuk memastikan agregat merata dan pelapisan oli pada bekisting agar beton yang sudah jadi tidak menempel pada dinding bekisting.

Terakhir adalah praktikan dapat mengetahui cara merawat beton, yaitu dapat dengan direndam dalam air untuk mengurangi panas hidrasi, dan melakukan uji tekan untuk menguji kuat tekan beton dan menguji sifat mekanik beton tersebut.