Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

99
LAPORAN PLANT SURVEY FAKTOR RESIKO PESTISIDA PADA PEKERJA DI PERUSAHAAN PT.GMP PENULIS Agung Haryadi Aditya Rajasa Angga Bernatta S. Dian Elawati Diana Anggrelia Rusdi Diana Mayasari Erfia Aidiani Raden Ayu Tanzila Ratu Fajaria Remia Riana S. Rizki Fajar Utami Siti Ayu Rachmawati Suwardi Tri Susanti Ukhron Novansyah

description

hftthgfjj

Transcript of Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

Page 1: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

LAPORAN PLANT SURVEY

FAKTOR RESIKO PESTISIDA PADA PEKERJA

DI PERUSAHAAN PT.GMP

PENULIS

Agung HaryadiAditya Rajasa

Angga Bernatta S.Dian Elawati

Diana Anggrelia RusdiDiana Mayasari

Erfia AidianiRaden Ayu Tanzila

Ratu FajariaRemia Riana S.

Rizki Fajar UtamiSiti Ayu Rachmawati

SuwardiTri Susanti

Ukhron Novansyah

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITASPROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG, MEI 2006

Page 2: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Salah satu sektor pembangunan di Indonesia adalah pertanian dan perkebunan.

Untuk mencukupi pemenuhan kebutuhan penduduk dan memajukan bidang

agraris, pemerintah dalam hal ini bekerjasama dengan pihak swasta ataupun pihak

asing.Sebagai gambaran, kebutuhan gula pertahun di Indonesia 3 juta ton, dan

produksi gula dalam negeri adalah 2,2 juta ton pertahunnya. Dalam hal ini PT.

Gunung Madu sebagai pihak swasta telah mampu memproduksi 10 % dari

produksi nasional gula tersebut.

Perkebunan dapat dianggap sebagai satu masyarakat tertutup, sehingga usaha-

usaha kesehatanpun harus disesuaikan dengan sifat-sifat masyarakat tersebut,

dalam arti menyelenggarakan sendiri untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Dan hal

ini sesuai pula dengan luas daerah perkebunan, yang sudah sepatutnya ada usaha-

usaha tersendiri. Usaha-usaha ini meliputi bidang preventif dan kuratif, baik

mengenai penyakit-penyakit umum, maupun kecelakaan, ataupun penyakit -

penyakit akibat kerja. Pokok-pokok pikiran ini berlaku pula untuk pertanian dan

kehutanan yang dilakukan secara besar-besaran seperti perkebunan.

Page 3: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

Proses produksi perkebunan tebu dan pabrik gula PT.Gunung Madu ini terdiri dari

land preparation, crop maintenance, harvesting dan workshop. Bagian 1.Land

preparation adalah menyiapkan lahan agar siap dan sesuai untuk ditanami tebu,

misalnya dengan cara pembajakan dan penggaruan untuk memusnahkan alang-

alang. 2.Crop maintenance prosesnya terdiri dari pengairan, pemupukan,

penyulaman, pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit serta

penggemburan. 3.Harvesting terdiri dari pembakaran tebu, dilanjutkan dengan

tebang manual kemudian mengangkut tebu dari kebun ke pabrik gula dalam

keadaan segar, lancar, aman dan tepat waktu. 4.Workshop adalah tempat

perawatan alat dan mesin pertanian agar mekanisasi pertanian dapat berjalan

dengan lancar.

Proses crop maintenance salah satunya adalah penyemprotan hama atau pestisida.

Penggunaan pestisida dipertanian, perkebunan dan kehutanan sangat penting

untuk mencegah atau memberantas pengaruh-pengaruh buruk dari berbagai hama,

sehingga dapat dicapai hasil semaksimal mungkin, baik kwalitas maupun

kuantitas. Pada bagian ini PT Gunung Madu memperkerjakan 8 orang pegawai

yang menggunakan alat berat dan 250 orang melakukan penyemprotan pestisida

secara manual. Resiko yang mungkin dimiliki para pekerja tersebut adalah

terpaparnya residu pestisida yang bersifat akut maupun kronik didalam tubuh

manusia. Senyawa pestisida tersebut antara lain DDT, aminotriazol, aldrin,

dieldrin, dan PCNB ( Sastroutomo. Sutikno S, 1992).

Page 4: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

Selain itu untuk menghindari terjadinya masalah kesehatan dan kecelakaan kerja

terhadap para pekerja, diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai cara

penggunaan pestisida, cara perlindungan diri, langkah-langkah keamanan yang

perlu diambil, maupun cara-cara penyimpanannya.

I.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas dapat diidentifikasikan

masalah sebagai berikut :

1. Apa sajakah faktor risiko terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja yang

ada di tempat kerja crop maintanance khususnya pekerja penyemprot

pestisida?

2. Gangguan kesehatan apasajakah yang mungkin timbul dengan adanya

faktor risiko ?

3. Sejauh manakah upaya perlindungan atau pencegahan yang telah dilakukan

oleh perusahaan PT Gunung Madu tersebut ?

Page 5: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

I.3. Tujuan

1. Mengetahui faktor risiko terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja di

PT.GMP

2. Mengetahui gambaran gangguan kesehatan yang mungkin timbul dengan

adanya faktor risiko tersebut,

3. Mengetahui faktor resiko penggunaan pestisida yang ada pada bagian Crop

Maintenance

4. Mengetahui masalah kesehatan dan kecelakaan kerja yang dapat ditimbulkan

oleh pestisida

5. Mengetahui sejauh mana upaya perlindungan atau pencegahan yang telah

dilakukan oleh perusahaan PT.GMP,

6. Mengetahui upaya-upaya yang telah dilakukan oleh PT. GMP untuk

menghindari masalah kesehatan dan kecelakaan kerja yang dapat ditimbulkan

oleh pestisida

I.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Mahasiswa

a. Meningkatkan pengetahuan tentang kedokteran kerja,

b. Mengetahui tentang masalah paparan debu di lingkungan kerja dan akibat

yang ditimbulkannya,

Page 6: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

c. Memperoleh pengalaman melakukan identifikasi bahaya kerja dan

melakukan penilaian terhadap kinerja K3 terutama di PT.GMP.

2. Bagi Perusahaan

a. Memperoleh masukan identifikasi bahaya paparan debu di lingkungan

kerja,

b. Memperoleh masukan yang dapat dimanfaatkan bagi program pencegah

paparan debu di lingkungan kerja.

I.1. Metodologi

Data yang didapat merupakan data primer dan data sekunder yang diperoleh saat

kunjungan perusahaan. Data primer didapatkan dari wawancara dengan staf

GMP, pekerja, serta survey lingkungan kerja. Data sekunder didapatkan dari

profil perusahaan dan presentasi mengenai pelayanan kesehatan yang disampaikan

oleh pimpinan klinik perusahaan.

Dari data yang ada diidentifikasi faktor risiko penyakit dan kecelakaan akibat

kerja ditiap bagian produksi dengan metode matriks.

Page 7: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

II. HASIL PENGAMATAN

II.1. Profil Perusahaan

Perusahaan PT. Gunung Madu Plantation (GMP) adalah perusahaan yang

produksi utamanya ialah gula pasir. Perusahaan ini terletak di Gunung Madu,

Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Perusahaan ini didirikan di

Provinsi Lampung pada tahun 1975. Karena Pasokan gula nasional kurang, maka

pemerintah mulai mengajak pihak swasta untuk berswasembada gula. Pemerintah

mulai mencoba untuk membangun pabrik gula di luar wilayah Jawa yaitu di

provinsi Lampung karena Lampung dekat dengan wilayah pula Jawa serta

keadaan geografis Provinsi Lampung yang rata.

Status pemegang saham PT. GMP terdiri dari Kuok Investment, yang merupakan

perusahaan penanam modal asing dan pemegang saham 45%, dan pemegang

saham lokal terdiri dari dua kepemilikan yaitu PT. Pipit Indah 27,5% dan P.T.

Rejosari Bumi 27.5%. Proses produksi PT. GMP untuk pertama kali pada tahun

1978. Produksi utama adalah penanaman tebu dan pengolahan hingga menjadi

gula putih dikhususkan untuk memenuhi produksi dalam negeri, sedangkan

produk sampingan berupa molases yaitu sisa-sisa produksi yang kemudian diolah

Page 8: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

lagi menjadi alkohol, MSG, dan makanan ternak dipasarkan ke dalam negeri dan

ke luar negeri.

Perusahaan GMP ini mempekerjakan 100-200 ribu pekerja. Pada mulanya tenaga

kerja di GMP masih mempekerjakan tenaga asing, namun mulai tahun 1998

tenaga kerja asing sudah tidak dipekerjakan lagi. Dengan banyaknya tenaga kerja

di perusahaan ini maka GMP telah berhasil menjadi salah satu penggerak ekonomi

di provinsi Lampung tepatnya di Lampung Tengah.

Tabel Jumlah Pekerja di Perusahaan Gunung Madu

Tahun Staf & Manager Pekerja Total Pekerja Harian

1985 120 1.640 1.760 10.000

1987 125 1.598 1.723 10.500

1989 124 1.519 1.643 8.000

1991 131 1.627 1.758 8.500

1993 133 1.723 1.856 8.500

1995 142 1.745 1.887 8.500

1997 147 1.654 1.801 7.500

1999 153 1.553 1.706 8.500

2000 153 1.526 1.679 8.500

2001 152 1.549 1.701 8.500

2002 151 1.542 1.693 8.500

2003 147 1.553 1.700 8.500

Page 9: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

Data mengenai jumlah pekerja yang diperoleh dari PT. GMP adalah data sampai

tahun 2003, sedangkan untuk tahun 2006 tidak didapatkan data mengenai jumlah

pekerja dari perusahaan.

Area PT.GMP ini terdiri dari 7 divisi. Total area PT. GMP seluas 35 ribu hektar

yang dibagi dalam dimana 25 ribu hektar sebagai area penanaman tebu dan

sisanya sebagai sarana dan prasarana perusahaan.

Fasilitas-fasilitas yang ada di Perusahaan Gunung Madu

Fasilitas Lokasi Total

Site A I II III IV V

TK - 1 1 1 1 1 5

SD - 1 1 1 1 1 5

SMP - - 1 - - - 1

Masjid 1 1 1 1 1 1 6

Gereja 1 1 1 1 4

RS - - 1 - - - 1

Poliklinik 1 1 1 1 1 5

Kantin - 1 1 1 1 - 4

Mini market 1 1 1 1 1 1 6

Club House - 1 1 1 1 1 5

Lapangan

sepakbola

1 2 1 1 1 1 7

Lapangan tennis 1 1 2 1 1 1 7

Lapangan volli 2 2 4 2 2 2 14

Lapangan

Badminton

- 1 6 1 1 1 10

Lapangan basket - 1 1 - - - 2

Kolam renang - - 1 - - - 1

Page 10: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

AKTIVITAS UTAMA – ALUR PRODUKSI DI PT. GMP

Cultivation Crop Maintenance Harvesting

Steam Generating Processing Milling

Waste Management Water Treatment

PRODUK GULA

Page 11: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

AKTIVITAS PENUNJANG DI PT. GMP

Laboratory Workshop

Research Health service

II.2. Alur Produksi

Cultivation

Processing

MillingHarvestingCrop Maintenance

Steam Generating

Product

Waste

Page 12: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

Alur produksi terdiri dari plantation, fabrication, supporting, dan controlling.

Namun pada plant survey yang kami lakukan, kami hanya mengamati bagian

plantation yang terdiri dari land preparation, cultivating, crop maintenance, dan

harvesting. Kemudian juga dilakukan pengamatan di bagian supporting yaitu

workshop. Sehingga untuk selanjutnya, kami hanya membahas pada bagian yang

kami amati.

PROCESSING FLOW CHART

BAGASSE

FILTER MUD

MOLASSES

SUGAR

CURING

MASSECUITE

BOILING

SYRUP

EVAPORATION

CLEAR JUICE

CLARIFICATION

MIXED JUICE

MILLING

CANE

WATER

SO2 GAS

MILK LIME

IMBIBITION WATER

SO2 GAS

Page 13: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

II.3. Program Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

Penanganan bahaya yang dilakukan oleh PT. GMP dengan cara perlindungan,

modifikasi dan improvement pada proses, dan mengeliminasi atau meminimalkan

sumber bahaya.

II.3.1 Program Kesehatan Kerja

PT.GMP melakukan control dan monitoring perusahaan yang memiliki

sasaran terhadap pekerjanya dan lingkungan. Kontrol dan monitoring

terhadap pekerja pada tahap awal mencakup :

a. Pre-employment medical check up

b. Secara periodic medical check up

c. Pre-replacement medical check up

Yang kemudian dilanjutkan dengan :

a. Medical check up yang dilakukan pada pegawai perusahaan secara

berkala setiap 2 tahun sekali

b. Penyediaan medical center yang dikepalai oleh seorang dokter umum

c. Penyediaan serum anti bisa ular di klinik-klinik perusahaan.

Dalam rangka menjaga kesehatan pekerja, PT. GMP juga telah

menyediakan kantin perusahaan yang dapat dimanfaatkan oleh pekerja

pada saat makan siang. Namun berdasarkan hasil pengamatan kami,

perusahaan ini tidak menyediakan air minum yang cukup untuk pekerja

disekitar tempat kerjanya. Sedangkan suhu lingkungan di tempat kerja

Page 14: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

terutama pada bagian Plantation ini sangat tinggi, sehingga pekerja sangat

membutuhkan air minum yang cukup agar tidak mengalami dehidrasi. Saat

ini pekerja diminta untuk membawa sendiri air minum dari rumah masing-

masing untuk memenuhi kebutuhannya di tempat kerja.

Penanganan limbah

a. Penanganan limbah padat yang mencakup :

(1) Mengurangi sumber limbah padat dengan cara menggunakan

limbah padat sebagai sumber pembangkit listrik yang disebut

’bagas’

(2) Limbah padat digunakan lagi (recycling and reusing), contoh :

Bagase untuk bahan bakar dan dijual untuk membuat kertas

dan makanan ternak

(3) Utilization

b. Penanganan limbah cair :

(1) Pemrosesan selama 60 hari agar limbah cair bisa dialirkan ke

sungai alam, dimana pada kolam paling ujung

dikembangbiakan ikan sebagai kolam monitoring

(2) Filter Mud (limbah seperti lumpur), limbah cair diolah kembali

menjadi pupuk

Page 15: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

Control dan monitoring terhadap lingkungan dengan cara:

Pengukuran kualitas udara

Kualitas air pada sumber air

Kualitas air setelah perawatan

II.3.2 Program Keselamatan Kerja

(1). Pengurangan atau meminimalisasikan sumber bahaya, seperti

pada mekanik telah dibekali pengetahuan sebelum turun ke

tempat kerja, adanya pengecekan kepada pekerja yang dilakukan

oleh pengawas yang ada untuk tiap kelompok kerja

(2). Memodifikasi seperti :

- di harvesting, golok untuk memotong batang tebu telah diberi

insektisida,

- bibit sebelum digunakan direndam air panas terlebih dahulu,

- adanya pergantian shift karyawan untuk menghindari

tercapainya ambang batas bising

(3). Proteksi seperti perlengkapan Alat Pelindung Diri, yaitu

- Harvesting : helm, masker, kaca mata, arm protector, sepatu

- Cultivating : helm, masker buatan sendiri, sarung tangan,

kaca mata

- Crop Maintenance : masker, kacamata, sarung tangan

karet,

sepatu

- Workshop : helm, kaca mata las, body protector, Hydrant

Page 16: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

(4). Asuransi : Asuransi pekerja JAMSOSTEK

II.1. Identifikasi Faktor Resiko K3 di Perusahaan Dan Upaya Yang Telah

Dilakukan

Dari kunjungan plant survey ke PT. GMP yang dilakukan pada hari selasa tanggal

9 Mei 2006, didapatkan berbagai faktor resiko keselamatan dan kesehatan kerja.

Salah satu faktor resiko yang dirasakan cukup penting adalah pemakaian pestisida.

Faktor resiko pestisida di perusahaan GMP ditemukan di proses crop maintenance

(pemeliharaan tanaman). Jenis pestisida yang digunakan adalah Gesapax 80 WP,

Gramaxone, Bimaron 80 WP, 2, 4-D dan Sencor 70 WP. Semua pestisida yang

digunakan di bagian Crop Maintenance (pemeliharaan tanaman) pada PT. GMP

ini termasuk ke dalam golongan herbisida. Herbisida yang disemprotkan pada

tanaman merupakan campuran dari 2,4-D Amin (1,5 L/ha) dan Gesapax 80 WP (1

L/ha) yang kemudian dilarutkan dalam 400 L air, untuk diseprotkan pada lahan

seluas 1 ha. Namun pada pelaksanaannya, jika Gesapax 80 WP tak tersedia dapat

digantikan dengan Bimaron 80 WP.

Pemakaian pestisida pada tanaman tebu sangat penting untuk menghindarkan

tanaman tebu dari serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), namun di

sisi lain dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan pada pekerja.

Upaya yang telah dilakukan untuk menghindari gangguan kesehatan pada pekerja

akibat pestisida oleh PT. GMP adalah pemeriksaan kadar kolinesterase dalam

Page 17: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

darah pekerja, menggunakan alat spraying untuk menyemprot pestisida,

penyemprotan searah mata angin.

Adanya peraturan pemakaian alat pelindung diri dan penyediaan alat pelindung

diri (helm yang ada kacamata, sarung tangan dan masker) untuk pekerja yang

bekerja di area tersebut. Data mengenai identifikasi faktor resiko keselamatan dan

kesehatan kerja secara keseluruhan dapat dilihat di lampiran, namun data

mengenai hasil pemeriksaan kadar cholinesterase pada pekerja tidak dapat kami

peroleh.

Page 18: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

III. TINJAUAN PUSTAKA

III.1. Kedokteran Okupasi

Ilmu Kedokteran Okupasi adalah disiplin ilmu kedokteran yang bertujuan agar

pekerja/komunitas pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik

fisik, mental maupun sosial dengan usaha-usaha promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif terhadap penyakit/gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor

pekerjaan dan lingkungan kerja.

Kedokteran Okupasi; mempelajari penyakit akibat bahaya potensial yang berasal

dari bahan baku kerja, proses kerja, hasil produksi dan hasil samping serta

keadaan di lingkungan kerja, dan penyakit yang dapat diperberat sehubungan

dengan pekerjaan.

Ruang lingkup Ilmu Kedokteran Okupasi meliputi pendekatan menyeluruh dan

terpadu yang meliputi upaya promotif, preventif, protektif, kuratif, dan

rehabilitatif pada kelompok masyarakat yang berhubungan dengan okupasi

dalam :

Page 19: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

1). Layanan medis yang profesional terhadap penyakit-penyakit dan kedaruratan

medik akibat kerja,

2). Pencegahan masalah kesehatan pada pekerja dan lingkungan industri,

3). Penilaian terhadap bahan-bahan yang berbahaya,

4). Monitoring terhadap kesehatan para tenaga kerja untuk mengidentifikasi risiko

kesehatan sebelum terjadi kelainan klinis atau terjadi kecelakaan.

Higene Perusahaan: identifikasi bahaya potensial gangguan kesehatan serta

pencegahan dan tindakan korektif kepada lingkungan agar pekerja dan masyarakat

sekitar mencapai derajat kesehatan yang setinggi – tingginya.

Diagnosis Okupasi berdasarkan klinis, laboratorium & pemeriksaan penunjang,

data lingkungan kerja, dan analisis riwayat pekerjaan.

Langkah diagnosis Penyakit akibat kerja adalah

1). Diagnosa klinis,

2). Identifikasi pajanan yang dialami,

3). Konfirmasi hubungan pajanan dan penyakit,

4). Signifikansi tingkat pajanan terhadap timbulnya penyakit,

5). Identifikasi kerentanan individu,

6). Investigasi pajanan non-okupasi,

7). Penetapan diagnosis Penyakit akibat kerja.

Page 20: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

Penetapan diagnosis :

1). Penyakit akibat kerja,

2). Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan,

3). Penyakit yang diperberat oleh pekerjaan,

4). Penyakit bukan akibat kerja.

Penyebab Penyakit akibat kerja:

1). Golongan fisik: Bising, Radiasi, Suhu ekstrem, Tekanan udara, Vibrasi,

Penerangan

2). Golongan Kimiawi: Semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap , gas, larutan,

kabut

3). Golongan biologik: Bakteri, virus, jamur dll.

4). Golongan Fisiologik/ergonomik: Desain tempat kerja, beban kerja

5). Golongan Psikososial: Stress psikis, monotoni kerja, tuntutan pekerjaan dll

Pencegahan penyakit akibat kerja :

Health Promotion:

Penyuluhan: Perilaku kesehatan , faktor bahaya ditempat kerja, perilaku

kerja yang baik

Olah Raga

Gizi seimbang

Specific Protection:

Pengendalian melalui per-undang2 an

Page 21: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

Pengendalian administratif/organisasi:

Rotasi/pembatasan jam kerja

Pengendalian teknis: Substitusi, isolasi, ventilasi, APD

Pengendalian jalur kesehatan: imunisasi

Early Diagnosis & Prompt Treatment:

Pemeriksaan pra-kerja

Pemeriksaan berkala

Surveilans

Pemeriksaan lingkungan secara berkala

Pengobatan segera bila ditemukan adanya gangguan kesehatan pada

pekerja

Pengendalian segera ditempat kerja

Disability Limitation:

Evaluasi kembali bekerja (Fit to work)Rehabilitation:Evaluasi kecacadan

Menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi pekerja Mengganti pekerjaan

sesuai dengan kemampuan pekerja

III.2. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Secara Manajemen, Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah mengurangi

dan menghilangkan faktor-faktor yang berperan dalam kejadian kecelakaan dan

Page 22: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

penyakit akibat kerja ditempat kerja, terwujud suatu tempat kerja yang aman dan

sehat, yang dapat mendukung proses berproduksi yang efisien & produktif.

Peraturan-peraturan yang melindungi keselamatan kerja adalah faktor

penting dalam memberikan rasa aman dan ketenangan dalam melakukan

pekerjaan, sehingga terhindar dari bahaya berupa suatu kecelakaan kerja yang

dapat merugikan pihak pengusaha dan tenaga kerja itu sendiri. Adapun yang

menjadi dasar hukum perlindungan atas keselamatan kerja adalah sebagai berikut:

1) Pasal 108 ayat 1 huruf (a) dan pada Pasal 159 ayat 1 dan ayat 2 Undang-

Undang Nomor 25 tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan,

2) Undang-Undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Kecelakaan kerja didefinisikan sebagai kejadian yang tidak diduga, tidak

diharapkan yang mengganggu suatu proses dari aktivitas yang telah ditentukan

dari semula dan mengakibatkan kerugian dengan korban manusia dan harta benda.

Hubungan kerja :

Kecelakaan terjadi akibat langsung pekerjaan,

Kecelakaan terjadi pada saat melakukan pekerjaan,

Kecelakaan terjadi pada saat dalam perjalanan ke / dari tempat kerja.

Menurut Frank E. Bird dan George L. Germain, penyebab kecelakaan

kerja terdiri dari 4 elemen yaitu: People, Equipment, Material, Environment.

Page 23: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

People meliputi : eksekutif kebijakan perusahaan dll, perancang bangunan,

mereka yg merawat peralatan dll, pengawas yg memberi instruksi, bimbingan,

melatih dan memotivasi pekerja.Equipment meliputi mesin dan alat yg digunakan

untuk melaksanakan pekerjaan. Material meliputi bahan baku, bahan kimia dll yg

digunakan dalam proses. Environment meliputi semua yg ada disekeliling tempat

kerja spt bangunan, bising, cahaya dll.

Kerugian akibat kecelakaan kerja yang sering dialami adalah Kerusakan dan

kekacauan organisasi, keluhan dan kesedihan, kelainan dan cacat bahkan

kematian. Diukur dg besarnya biaya yg dikeluarkan, tdd: Biaya langsung

( pengobatan, perawatan, rumah sakit, transportasi, upah selama tak mampu

bekerja dll), Biaya tersembunyi (terhentinya proses produksi dll).

SISTEM MANAJEMEN K3

Permenaker No. PER.05 / MEN / 1996 : Mengatur tentang penerapan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja, tujuannya adalah

menciptakan suatu sistem K3 di tempat kerja dengan melibatkan struktur

organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan

sumberdaya yang terintegrasi.

Tugas pokok pelayanan kesehatan kerja adalah :

Page 24: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

1). Pemetiksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan

khusus

2). Pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga

kerja

3). Pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian pekerjaan terhadap

lingkungan kerja

4). Pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian pekerjaan terhadap

perlengkapan saniter

5). Pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian pekerjaan terhadap

perlengkapan untuk kesehatan kerja

6). Pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kerja yang mempunyai

kalainan tertentu dalam kesehatannya

7). Pertolongan pertama pada kecelakaan

8). Pendidikan kesehatan untuk tenaga kerja dan latihan untuk petugas PPPK

9). Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit akibat kerja dan penyakit

umum

10). Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat

kerja,pemilihan alat pelindung diri yang dibutuhkan, gizi serta

penyelenggaraan makanan di tempat kerja.

11). Membantu usaha rehabilitasi akibat kecelakaankerja atau penyakit akibat

kerja

12). Memberikan laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja kepada

pengurus.

Page 25: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

Pola pencegahan kecelakaan adalah :

1). Peraturan-peraturan

2). Standarisasi, wajib dan sukarela

3). Pengawasan

4). Penelitian teknik

5). Penelitian medis

6). Penelitian psikologis

7). Penelitian statistik

8). Pendidikan

9). Training (latihan)

10). Persuasi

Program K3 di tempat kerja, OSHA :

1). Komitmen manajemen dan keterlibatan pekerja

2). Analisis risiko di tempat kerja

3). Pencegahan dan pengendalian bahaya

4). Pelatihan untuk pekerja, penyelia dan manajer

Tugas Klinik Perusahaan adalah :

Identifikasi faktor risiko/penyebab penyakit akibat kerja / penyakit akibat

hubungan kerja,

Membuat konfirmasi penyakit akibat kerja,

Membantu menanggulangi permasalahan kesehatan kerja,

Melakukan tindak lanjut di tempat kerja,

Page 26: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

Memberi rekomendasi preventif, kuratif, dan rehabilitatif,

Pencatatan dan pelaporan,

Penelitian epidemiologis.Plant Survey (Walk Through Survey)

Plant survey adalah survei sesaat yang dilakukan di suatu perusahaan/tempat

kerja, dengan cara observasi,wawancara, pengukuran dan pengumpulan data di

tempat kerja. Survey yg dilakukan pada tempat kerja dengan cara :

Melakukan observasi,

Pengukuran lingkungan kerja,

Pengumpulan data-data yang berhubungan dengan kesehatan dan

keselamatan kerja.

Tujuan Plant Survey adalah :

1). Mengetahui proses produksi perusahaan

2). Mengidentifikasi faktor resiko&bahaya yang ada pada pekerja dan

lingkungan kerjanya

3). Mengidentifikasi gangguan kesehatan yang mungkin timbul karena faktor

resiko

4). Mengetahui upaya perlindungan atau pencegahan yg sudah dilakukan

perusahaan/lingkungan kerja dlm K3

5). Tujuan khusus

6). Memberikan rekomendasi terhadap perusahaan

Page 27: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

III.4. Bahaya Potensial Di Perusahaan

Faktor risiko di perusahaan terbagi dalam :

1). Faktor Risiko Fisik

2). Faktor Risiko Kimiawi

3). Faktor Risiko Biologi

4). Faktor Risiko Psikologis

5). Faktor Risiko Ergonomik

Faktor Resiko Kimiawi, Pestisida dan Penggunaannya

Pestisida

Pestisida berasal dari kata Pest berarti hama, sedangkan cide artinya membunuh.

Pestisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengkontrol, menolak, atau

menarik atau membunuh pes, contohnya serangga, rumput liar, burung, mamalia,

ikan, atau mikroba, yang dianggap mengganggu.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Pestisida) 

Dalam praktek, pestisida digunakan bersama-sama dengan bahan lain

misalnya dicampur minyak untuk melarutkannya, air pengencer, tepung untuk

mempermudah dalam pengenceran atau penyebaran dan penyemprotannya,

bubuk yang dicampur sebagai pengencer (dalam formulasi dust), atraktan

Page 28: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

(misalnya bahan feromon) untuk pengumpan, bahan yang bersifat sinergis

untuk penambah daya racun, dsb.

Karena pestisida merupakan bahan racun maka penggunaanya perlu kehati-

hatian, dengan memperhatikan keamanan operator, bahan yang diberi

pestisida dan lingkungan sekitar. Perhatikan petunjuk pemakaian yang

tercantum dalam label dan peraturan-pearturan yang berkaitan dengan

penggunaan bahan racun, khususnya pestisida.

Penggolongan pestisida menurut jasad sasaran :

Insektisida, racun serangga (insekta)

Fungisida, racun cendawan / jamur

Herbisida, racun gulma / tumbuhan pengganggu

Akarisida, racun tungau dan caplak (Acarina)

Rodentisida, racun binatang pengerat (tikus dsb.)

Nematisida, racun nematoda,dst.

Penggolongan menurut asal dan sifat kimia :

1. Sintetik

Anorganik : garam-garam beracun seperti arsenat, flourida, tembaga

sulfat dan garam merkuri.

Organik :

Organo khlorin : DDT, BHC, Chlordane, Endrin dll.

Heterosiklik : Kepone, mirex dll.

Organofosfat : malathion, biothion dll.

Page 29: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

Karbamat : Furadan, Sevin dll.

Dinitrofenol : Dinex dll.

Thiosianat : lethane dll.

Sulfonat, sulfida, sulfon.

Lain-lain : methylbromida dll.

2. Hasil alam : Nikotinoida, Piretroida, Rotenoida dll.

(Tarumingkeng, Rudy C. 1992. Insektisida; Sifat, Mekanisme Kerja dan

Dampak Penggunaannya. UKRIDA Press. 250 p.)

Cara masuk insektisida ke dalam tubuh serangga :

Melalui dinding badan, kulit (kutikel)

Melalui mulut dan saluran makanan (racun perut)

 Melalui jalan napas (spirakel) misalnya dengan fumigan.

Jenis Racun Pestisida

Dari segi racunnya pestisida dapat dibedakan atas:

1). Racun sistemik, artinya dapat diserap melalui sistem organisme

misalnya melalui akar atau daun kemudian diserap ke dalam jaringan

tanaman yang akan bersentuhan atau dimakan oleh hama sehingga

mengakibatkan peracunan bagi hama.

Page 30: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

2). Racun kontak, langsung dapat menyerap melalui kulit pada saat

pemberian insektisida atau dapat pula serangga target kemudian kena

sisa insektisida (residu) insektisida beberapa waktu setelah

penyemprotan.

Formulasi Pestisida

Pestisida dalam bentuk teknis (technical grade) sebelum digunakan perlu

diformulasikan dahulu. Formulasi pestisida merupakan pengolahan

(processing) yang ditujukan untuk meningkatkan sifat-sifat yang berhubungan

dengan keamanan, penyimpanan, penanganan (handling), penggunaan, dan

keefektifan pestisida. Pestisida yang dijual telah diformulasikan sehingga

untuk penggunaannya pemakai tinggal mengikuti petunjuk-petunjuk yang

diberikan dalam manual.

Formulasi insektisida yang digunakan dalam pengawetan kayu dan

pengendalian hama hasil hutan pada umumnya adalah dalam bentuk:

1). Untuk Penyemprotan (sprays) dan pencelupan (dipping)

Emulsifiable / emulsible concentrates (EC)

Water miscible liquids (S)

Water soluble concentrates (WSC)

Soluble concentrates (SC)

Page 31: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

Wettable powder (WP)

Flowable suspension (F)

Water soluble powders (SP)

Ultra Low Volume Concentrates (ULV)

2). Dalam bentuk Dusts (D)

Racun dust yang tidak diencerkan, misalnya langsung dioleskan

pada bagian tiang yang akan ditanam (direct dust admixture)

Racun dengan pengencer aktif, misalnya belerang

Racun dengan pengencer inert, misalnya pyrophyllite

3). Fumigan misalnya kloropikrin untuk Cryptotermes

4). Umpan (baits)

Cara Kerja Racun (Toksikologi)

1). Racun sel umum / protoplasma, misalnya logam-logam berat, arsenat

dll.

2). Racun syaraf :

Mempengaruhi keseimbangan ion-ion K dan Na dalam neuron (sel

syaraf) dan merusak selubung syaraf : DDT dan OK lainnya

Menghambat bekerjanya ChE (ensim pengurai acethylcholine yaitu

Choline Esterase) : semua OF dan KB

3). Racun lain misalnya merusak mitokondria, sel darah dll.

Page 32: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

* Keterangan : OK- orgonokhlorin (chlorinated hydrocarbons),OF-

organofofat (organophosphates atau fosfat organik), KB- karbamat

(carbamates)

Cara Pemakaian (application methods): 

1). Penyemprotan (spraying) : merupakan metode yang paling banyak

digunakan. Biasanya digunakan 100-200 liter enceran insektisida per ha.

Paling banyak adalah 1000 liter/ha sedang paling kecil 1 liter/ha seperti

dalam ULV.

2). Dusting (lihat penjelasan terdahulu) : untuk hama rayap kayu kering

Cryptotermes, dusting sangat efisien bila dapat mencapai koloni karena

racun dapat menyebar sendiri melalui efek perilaku trofalaksis.

3). Penuangan atau penyiraman (pour on) misalnya untuk membunuh sarang

(koloni) semut, rayap, serangga tanah di persemaian dsb.

a. Injeksi batang : dengan insektisida sistemik bagi hama batang, daun,

penggerek dll.

b. Dipping : perendaman / pencelupan seperti untuk biji / benih, kayu.

c. Fumigasi : penguapan, misalnya pada hama gudang atau hama kayu.

d. Impregnasi : metode dengan tekanan (pressure) misalnya dalam

pengawetan kayu.

(Tarumingkeng, Rudy C. 1992. Insektisida; Sifat, Mekanisme Kerja dan

Dampak Penggunaannya. UKRIDA Press. 250 p.)

Page 33: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

Dosis (Dosage), Konsentrasi, dan Aplikasi

Dosis (dosage) adalah banyaknya (volume) racun (bahan aktif,

walaupun dalam praktek yang dimaksud adalah product formulation) yang

diaplikasikan pada suatu satuan luas atau volume, misalnya : 1 liter / ha

luasan, 100 cc / m3 kayu dst. Dosis pestisida untuk suatu keperluan biasanya

tetap, walaupun kensentrasi dapat berubah-ubah. Dose adalah banyaknya

racun (biasanya dinyatakan dalam berat, mg) yang diperlukan untuk masuk

dalam tubuh organisme dan dapat mematikannya, misalnya lethal dose (LD)

dinyatakan dalam mg/kg (mg bahan aktif per kg berat tubuh organisme

sasaran).Konsentrasi adalah perbandingan (persentase, precentage) antara

bahan aktif dengan bahan pengencer, pelarut dan/atau pembawa.

(Tarumingkeng, Rudy C. 1992. Insektisida; Sifat, Mekanisme Kerja dan Dampak

Penggunaannya. UKRIDA Press. 250 p.)

BEBERAPA CONTOH INSEKTISIDA 

Di antara golongan-golongan insektisida yang paling banyak digunakan dalam

pertanian dan kehutanan pada saat ini adalah dari golongan OK

(organokhlorin), OF (organofosfat) dan KB (karbamat).

1). Organoklorin

2). Organofosfat (OF)

3). Karbamat (KB)

4). Thiosianat

Page 34: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

5). Fluoroasetat 

6). Dinitrofenol

7). Insektisida botanis

8). Inhibitor sintesis kutikel

9). Sinergis  

10).Fumigan

TOKSIKOLOGI

Senyawa-senyawa OK (organokhlorin, chlorinated hydrocarbons) sebagian

besar menyebabkan kerusakan pada komponen-komponen selubung sel syaraf

(Schwann cells) sehingga fungsi syaraf terganggu. Peracunan dapat

menyebabkan kematian atau pulih kembali. Kepulihan bukan disebabkan

karena senyawa OK telah keluar dari tubuh tetapi karena disimpan dalam

lemak tubuh. Semua insektisida OK sukar terurai oleh faktor-faktor

lingkungan dan bersifat persisten, Mereka cenderung menempel pada lemak

dan partikel tanah sehingga dalam tubuh jasad hidup dapat terjadi akumulasi,

demikian pula di dalam tanah. Akibat peracunan biasanya terasa setelah waktu

yang lama, terutama bila dose kematian (lethal dose) telah tercapai. Hal inilah

yang menyebabkan sehingga penggunaan OK pada saat ini semakin berkurang

dan dibatasi. Efek lain adalah biomagnifikasi, yaitu peningkatan peracunan

lingkungan yang terjadi karena efek biomagnifikasi (peningkatan biologis)

yaitu peningkatan daya racun suatu zat terjadi dalam tubuh jasad hidup,

karena reaksi hayati tertentu.

Page 35: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

Semua senyawa OF (organofosfat, organophospates) dan KB (karbamat,

carbamates) bersifat perintang ChE (ensim choline esterase), ensim yang

berperan dalam penerusan rangsangan syaraf. Peracunan dapat terjadi karena

gangguan dalam fungsi susunan syaraf yang akan menyebabkan kematian atau

dapat pulih kembali. Umur residu dari OF dan KB ini tidak berlangsung lama

sehingga peracunan kronis terhadap lingkungan cenderung tidak terjadi karena

faktor-faktor lingkungan mudah menguraikan senyawa-senyawa OF dan KB

menjadi komponen yang tidak beracun. Walaupun demikian senyawa ini

merupakan racun akut sehingga dalam penggunaannya faktor-faktor

keamanan sangat perlu diperhatikan. Karena bahaya yang ditimbulkannya

dalam lingkungan hidup tidak berlangsung lama, sebagian besar insektisida

dan sebagian fungisida yang digunakan saat ini adalah dari golongan OF dan

KB.

Parameter yang digunakan untuk menilai efek peracunan pestisida terhadap

mamalia dan manusia adalah nilai LD50 (lethal dose 50 %) yang

menunjukkan banyaknya pestisida dalam miligram (mg) untuk tiap kilogram

(kg) berat seekor binatang-uji, yang dapat membunuh 50 ekor binatang

sejenis dari antara 100 ekor yang diberi dose tersebut. Yang perlu diketahui

dalam praktek adalah LD50 akut oral (termakan) dan LD50 akut dermal

(terserap kulit). Nilai-nilai LD50 diperoleh dari percobaan-percobaan dengan

tikus putih. Nilai LD50 yang tinggi (di atas 1000) menunjukkan bahwa

pestisida yang bersangkutan tidak begitu berbahaya bagi manusia. LD50 yang

rendah (di bawah 100) menunjukkan hal sebaliknya. (Tarumingkeng, Rudy

Page 36: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

C. 1992. Insektisida; Sifat, Mekanisme Kerja dan Dampak Penggunaannya.

UKRIDA Press. 250 p.)

Akibat Pestisida

Mengutip data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Program Lingkungan

Persatuan Bangsa-bangsa (UNEP), 1-5 juta kasus  keracunan pestisida terjadi

pada pekerja yang bekerja di sektor pertanian. Sebagian besar kasus keracunan

pestisida tersebut terjadi di negara sedang berkembang, yang 20.000 di antaranya

berakibat fatal. Jumlah keracunan yang sebenarnya terjadi diperkirakan lebih

tinggi lagi, mengingat angka tersebut didapati dari kasus yang dilaporkan sendiri

oleh korban, maupun dari angka statistik.

(www.alumni-ipb.or.id/index.php?option=com)

Menurut WHO, selama beberapa dekade terakhir banyak penyakit bermunculan

karena keracunan zat-zat kimia yang dipergunakan untuk produk pertanian.

''Padahal pestisida bersifat karsinogenik dan dapat menimbulkan kanker. Pada

berbagai organ di tubuh kita.

Tapi berbagai hasil penelitian yang sudah dilakukan di luar negeri menunjukkan,

produk pertanian dengan pestisida memicu proses degenerasi kronik. ”Proses

penuaan dini dan penyakit degeneratif kian meninggi selama 30 tahun terakhir”.

Ia menambahkan, pestisida merupakan produk yang tidak ramah lingkungan

karena ia bersifat polutan. “Ini dengan sendirinya memunculkan radikal-radikal

Page 37: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

bebas yang ketika masuk ke dalam tubuh kita akan menyebabkan terjadinya

kerusakan yang lebih cepat.”

Pestisida menyebabkan mutasi gen yang cepat pada semua organ makhluk hidup,

baik itu serangga maupun manusia. Paparan pestisida yang kontinyu untuk jangka

panjang juga bisa memperpendek umur.

''Secara umum, pestisida mengganggu sususan syarat pusat.''

Waktu paruh masing-masing pestisida berbeda. ''Tapi waktu paruh rata-rata antara

5-10 tahun.

(.www. republika.co.id/Koran_detail.)

Tidak ada yang menyangkal bahwa kandungan bahan kimia dalam pestisida

merupakan racun baik itu bagi hama, jamur maupun tanaman pengganggu,

bahkan ditenggarai sisa kandungan kimia setelah aplikasi yang menjadi residu

dapat merusak struktur organik tanah. Istilahnya pestisida adalah identik dengan

racun.

Manifestasi Klinik Keracunan

A. Tanda dan Gejala

Keracunan organofosfat dapat menimbulkan variasi reaksi keracunan. Tanda dan

gejala dihubungkan dengan hiperstimulasi asetilkolin yang persisten. Tanda dan

gejala awal keracunan adalah stimulasi berlebihan kolinergik pada otot polos dan

Page 38: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi miosis, gangguan perkemihan, diare,

defekasi, eksitasi, dan salivasi (MUDDLES). Efek yang terutama pada sistem

respirasi yaitu bronkokonstriksi dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi

bronkus. Dosis menengah sampai tinggi terutama terjadi stimulasi nikotinik pusat

daripada efek muskarinik (ataksia, hilangnya refleks, bingung,, sukar bicara,

kejang disusul paralisis, pernafasan Cheyne Stokes dan coma. Pada umumnya

gejala timbul dengan cepat dalam waktu 6 – 8 jam, tetapi bila pajanan berlebihan

dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit. Bila gejala muncul setelah

lebih dari 6 jam,ini bukan keracunan organofosfat karena hal tersebut jarang

terjadi.

Kematian keracunan akut organofosfat umumnya berupa kegagalan pernafasan.

Oedem paru, bronkokonstriksi dan kelumpuhan otot-otot pernafasan yang

kesemuanya akan meningkatkan kegagalan pernafasan. Aritmia jantung seperti

hearth block dan henti jantung lebih sedikit sebagai penyebab kematian.

Insektisida organofosfat diabsorbsi melalui cara pajanan yang bervariasi, melalui

inhalasi gejala timbul dalam beberapa menit. Ingesti atau pajanan subkutan

umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda dan gejala.

Pajanan yang terbatas dapat menyebabkan akibat terlokalisir. Absorbsi perkutan

dapat menimbulkan keringat yang berlebihan dan kedutan (kejang) otot pada

daerah yang terpajan saja. Pajanan pada mata dapat menimbulkan hanya berupa

miosis atau pandangan kabur saja. Inhalasi dalam konsentrasi kecil dapat hanya

menimbulkan sesak nafas dan batuk.

Page 39: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

Komplikasi keracunan selalu dihubungkan dengan neurotoksisitas lama dan

organophosphorus-induced delayed neuropathy (OPIDN). Sindrom ini

berkembang dalam 8 – 35 hari sesudah pajanan terhadap organofosfat. Kelemahan

progresif dimulai dari tungkai bawah bagian distal, kemudian berkembang

kelemahan pada jari dan kaki berupa foot drop. Kehilangan sensori sedikit terjadi.

Demikian juga refleks tendon dihambat .

B. Laboratorium

Nilai laboratorium tidak spesifik , yang dapat ditemukan bersifat individual pada

keracunan akut, diantaranya lekositosis, proteinuria, glikosuria dan

hemokonsentrasi. Walaupun demikian, perubahan aktifitas kolinesterase

sesuaidengan tanda dan gejala merupakan informasi untuk diagnosa dan

penanganan sebagian besar kasus. Pada konfirmasi diagnosa, pengukuran aktifitas

inhibisi kolinesterase dapat digunakan, tetapi pengobatan tidak harus menunggu

hasil laboratotium.

Pemeriksaan aktivitas kolinesterase darah dapat dilakukan dengan cara acholest

atau tinktometer. Enzim kolinesterase dalam darah yang tidak diinaktifkan oleh

organofosfat akan menghidrolisa asetilkolin ( yang ditambahkan sebagai substrat)

menjadi kolin dan asam asetat. Jumlah asam asetat yang terbentuk, menunjukkan

aktivitas darah, dapat diukur dengan cara mengukur keasamannya dengan

kolinesterase indikator.

Page 40: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

Pada pekerja yang menggunakan organofosfat perlu diketahui aktivitas normal

kolinesterasenya untuk dipakai sebagai pedoman bila kemudian timbul keracunan.

Manifestasi klinik keracunan akut umumnya timbul jika lebih dari 50 %

kolinesterase dihambat, berat ringannya tanda dan gejala sesuai dengan tingkat

hambatan.

Monitoring keracunan insektisida organofosfat atau karbamat dapat dilihat dari

aktivitas enzim kolinesterasenya yang akan menurun. Untuk dapat mengevaluasi

dengan baik, nilai dasar pasien sebelum paparan seharusnya telah diperiksa

dahulu. Keadaan klinis yang dapat mengindikasi pemeriksaan ini yaitu paparan

pestisida dengan gejala terutama miosis, penglihatan kabur, kelemahan otot,

twitching dan fasciculation, bradikardi, nausea, diare, mual, banyak mengeluarkan

air liur, berkeringat, edem paru, aritmia dan kejang. Manfaat pemeriksaan

kolinesterase sebagai status risiko pada pasien yang terpapar insektisida

organofosfat masih dipertanyakan. Apakah nilai normal mengindikasikan

kepastian tidak adanya paparan dan bagaimana pada varian genetik dengan atau

tanpa paparan ?. Interpretasi masih menjadi problem pada aktivitas enzim

kolinesterase rendah atau tinggi. Studi keluarga dapat dilakukan pada individu

dengan tipe abnormal genetik defisiensi pseudokolinesterase serum, yang idealnya

dikonfirmasi dengan fenotip.

Page 41: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

Keterbatasan Pemeriksaan Kolinesterase :

Aktivitas Kolinesterase serum dapat menurun pada pasien dengan oral kontrasepsi

atau terapi estrogen. Fluoride mengganggu pemeriksaan (Inhibitor). Kolinesterase

juga rendah pada beberapa penyakit hati, termasuk sirosis dekompensasi,

hepatitis, karsinoma metastasis, CHF, dan pada malnutrisi. Walaupun demikian,

pada keadaan-keadaan tersebut hasil pemeriksaan yang konsisten tidak selalu

didapat sehingga kurang bermanfaat untuk menunjang pemeriksaan klinis.

Pada individu dengan atipikal defisiensi enzim secara genetik, pemeriksaan

aktivitas kolinesterase tidak bermanfaat, sehingga tidak dapat mencegah

prolonged apnea pascabedah.

Pemeriksaan Kolinesterase pada sel darah merah lebih dianjurkan pada kasus

dengan paparan insektisida kronik. Pasien dengan keracunan karbamat dapat

memperlihatkan aktivitas kolinesterase serum yang normal atau mendekati

normal.

Pemeriksaan kadar kolinesterase tidak bermanfaat untuk :

Penapisan terhadap keracunan insektisida chlorinated.

Penatalaksanaan Keracunan Pestisida

Penanganan keracunan insektsida organofosfat harus secepat mungkin dilakukan.

Keragu-raguan dalam beberapa menit mengikuti pajanan berat akan meningkatkan

Page 42: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

timbulnya korban akibat dosis letal. Beberapa puluh kali dosis letal mungkin

dapat diatasi dengan pengobatan cepat.

Pertolongan pertama yang dapat dilakukan :

1. Bila organofosfat tertelan dan penderita sadar, segera muntahkan penderita

dengan mengorek dinding belakang tenggorok dengan jari atau alat lain,

dan /atau memberikan larutan garam dapur satu sendok makan penuh dalam

segelas air hangat. Bila penderita tidak sadar, tidak boleh dimuntahkan karena

bahaya aspirasi,

2. Bila penderita berhenti bernafas, segeralah dimulai pernafasan buatan.

Terlebih dahulu bersihkan mulut dari air liur, lendir atau makanan yang

menyumbat jalan nafas. Bila organofosfat tertelan, jangan lakukan pernafasan

dari mulut ke mulut,

3. Bila kulit terkena organofosfat, segera lepaskan pakaian yang terkena dan kulit

dicuci dengan air sabun,

4. Bila mata terkena organofosfat, segera cuci dengan banyak air selama 15

menit.

Pengobatan

1. Segera diberikan antidotum Sulfas atropin 2 mg IV atau IM. Dosis besar ini

tidak berbahaya pada keracunan organofosfat dan harus dulang setiap 10 – 15

menit sampai terlihat gejala-gejala keracunan atropin yang ringan berupa

wajah merah, kulit dan mulut kering, midriasis dan takikardi. Kewmudian

Page 43: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

atropinisasi ringan ini harus dipertahankan selama 24 – 48 jam, karena gejala-

gejala keracunan organofosfat biasanya muncul kembali. Pada hari pertama

mungkin dibutuhkan sampai 50 mg atropin. Kemudian atropin dapat diberikan

oral 1 – 2 mg selang beberapa jam, tergantung kebutuhan. Atropin akan

menghialngkan gejala –gejala muskarinik perifer (pada otot polos dan kelenjar

eksokrin) maupun sentral. Pernafasan diperbaiki karena atropin melawan

brokokonstriksi, menghambat sekresi bronkus dan melawan depresi

pernafasan di otak, tetapi atropin tidak dapat melawan gejala kolinergik pada

otot rangka yang berupa kelumpuhan otot-otot rangka, termasuk kelumpuhan

otot-otot pernafasan,

2. Pralidoksim, diberikan segera setelah pasien diberi atropin yang merupakan

reaktivator enzim kolinesterase. Jika pengobatan terlambat lebih dari 24 jam

setelah keracunan, keefektifannya dipertanyakan. Dosis normal yaitu 1 gram

pada orang dewasa. Jika kelemahan otot tidak ada perbaikan, dosis dapat

diulangi dalam 1 – 2 jam. Pengobatan umumnya dilanjutkan tidak lebih dari

24 jam kecuali pada kasus pajanan dengan kelarutan tinggi dalam lemak atau

pajanan kronis. Pralidoksim dapat mengaktifkan kembali enzim kolinesterase

pada sinaps-sinaps termasuk sinaps dengan otot rangka sehingga dapat

mengatasi kelumpuhan otot rangka.

Penanggulangan Bahaya Pestisida

Keamanan pemakaian pestisida tergantung dari pemakainya. Bila pemakainya

menggunakan secara baik, tepat dan benar tentu saja tidak berbahaya. Dan

Page 44: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

sebaliknya, penggunaan dosis yang berlebihan tanpa pertimbangan disertai

aplikasi yang tidak memberikan perlindungan telah memperpanjang sisi negatif

pestisida itu sendiri.

Cara-Cara Pencegahan Keracunan Oleh Pestisida :

1) Pemakaian alat-alat pelindung:

a. Pakailah masker dan adakan ventilasi keluar setempat selama melakukan

pencampuran bahan pestisida,

b. Pakailah alat pelindung, kacamata dan sarung tangan terbuat dari neopren

atau bahan yang tahan minyak, jika menggunakan pelarut organis.Alat

pelindung harus terbuat dari karet,jika mengerjakan bahan clor

hidrokarbon. Pakaian pelindung harus dibuka dan kulit dicuci sempurna

sebelum makan.

2) Cara-Cara Pencegahan Lainnya

a. Selalu menyemprot kearah yang tidak memungkinkan angin membawa

bahan, sehingga terhirup atau mengenai kulit,

b. Hindarkan waktu kerja lebih dari 8 jam sehari bekerja ditempat tertutup

dengan memakai penguap termis; juga alat demikian tidak boleh

digunakan ditempat kediaman penduduk atau tempat pengolahan bahan

makanan,

c. Janganlah disemprot pada tempat-tempat yang sebagian tubuh manusia

akan bersentuhan dengannya,

Page 45: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

Petunjuk pemakaian pestisida yang dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja,

Transmigrasi dan Koperasi :

1) Semua pestisida adalah racun, tetapi bahayanya dapat diperkecil bila diketahui

cara-cara bekerja dengan aman dan tidak mengganggu kesehatan,

2) Bahaya pestisida terhadap pekerja lapangan ialah:

a. Pada waktu memindahkan pestisida,

b. Pada waktu mempersiapkannya sesuai dengan konsentrasi yang

dibutuhkan,

c. Pada waktu dan selama menyemprot,

d. Kontaminasi karena kecelakaan, yang dapat terjadi pada setiap tingkat

pekerjaan diatas (waktu memindahkan,transportasi, penyimpanan,

pengaduk, menyemprot dan pemakaian lainnya),

3) Bila dipakai pestisida golongan organofosfor atau karbamat, maka harus

tersedia atropine,

4) Penyemprot diharuskan memakai tutup kepala atau masker yang tak dapat

tembus, serta dicuci dengan baik secara berkala,

5) Pekerja yang mendapat cedera atau iritasi kulit pada tempat-tempat yang

mungkin terkena pestisida, dalam hal ini tidak diperkenankan bekerja dengan

pestisida karena mempermudah masuknya pestisida,

6) Fasilitas (termasuk sabun) untuk mencuci kulit (mandi) dan mencuci pakaian

harus tersedia. Mandi setelah menyemprot adalah merupakan keharusan,

Page 46: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

7) Pekerja tidak boleh bekerja dengan pestisida lebih dari 4-5 jam dalam satu hari

kerja, bila aplikasi pestisida oleh pekerja yang sama berlangsung dari hari ke

hari (kontinu) dan untuk waktu yang sama,

8) Harus dipakai pakaian kerja yang khusus dan tersendiri; pakaian ini harus

diganti dan dicuci setiap hari,

9) Selain itu, pekerja tidak boleh merokok, minum atau makan sebelum mencuci

tangan dengan bersih memakai sabun dan air,

10) Alat-alat penyemprot harus memenuhi ketentuan-ketentuan keselamatan kerja,

11) Semua wadah pestisida harus mempunyai etiket yang memenuhi syarat,

mudah dibaca dan dimengerti,

12) Sedapat mungkin diusahakan, bahwa supaya kepada tenaga kerja dilakukan

pemeriksaan kesehatan berkala; terhadap yang memakai jenis organofosfat

dilakukan setiap bulan sekali pemeriksaan, dan berpedoman kepada norma-

norma dalam daftar dihalaman berikut.

Page 47: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

STANDARD-STANDARD UNTUK PESTISIDA

Aktivitas

Kolinesterase

Analisa Hasil Pemeriksaan Tindakan Dalam Pengawasan

76-100 Belum begitu terlihat

adanya tanda-tanda

keracunan

- Belum perlu diambil tindakan

(boleh terus kerja)

51-75 Kemungkinan ada

keracunan

- Ulangi pemeriksaan kesehatan

- Bila meyakinkan, pekerja boleh

bekerja dengan pestisida

gol.organofosfat selama 2 minggu.

Kemudian ulangi kembali

pemeriksaan kesehatan

26-50 Ada keracunan yang gawat - Ulangi pemeriksaan kesehatan

- Bila meyakinkan, pekerja tidak

boleh bekerja dengan pestisida

gol.organofosfat . Kemudian

ulangi kembali pemeriksaan

kesehatan

0-25 Peracunan yang sangat

gawat

- Ulangi pemeriksaan kesehatan

- Tidak boleh bekerja sama sekali

dan harus dimintakan pemeriksaan

dan perawatan dokter, ulangi

kembali pemeriksaan

(Suma’mur, Dr, M.Sc. 1988. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja.

PT.Gunung Agung. Jakarta.hal 252-256)

Page 48: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

IV. PEMBAHASAN

Perusahaan GMP adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang agroindustri

yang memroduksi gula pasir. Bahan baku yang digunakan dalam produksi gula

pasir ini adalah tebu. Bahan baku produksi yang dibutuhkan oleh PT. GMP juga

dihasilkan oleh perusahaan itu sendiri. PT. GMP memiliki lahan seluas 25.000 ha

yang ditanami dengan tebu. Ada tiga kegiatan utama yang harus dilakukan untuk

menghasilkan tebu yang siap digunakan untuk memproduksi gula pasir, yaitu:

penanaman, pemeliharaan tanaman dan pemanenan. Pada tiap tahapan kegiatan itu

terdapat faktor resiko yang harus dihadapi oleh para pekerja. Berdasarkan

pengamatan selama kunjungan yang dilakukan ke PT. GMP, beberapa faktor

resiko yang ada dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori yaitu, faktor resiko

fisik, faktor resiko biologi, faktor resiko kimia, faktor resiko psikologis, dan

faktor resiko ergonomik.

Faktor resiko fisik yang didapat dari pengamatan adalah cuaca yang sangat panas,

debu, radiasi ultraviolet, bising dan getaran. Faktor resiko biologi terdiri dari

gigitan hewan berbisa dan infestasi parasit. Faktor resiko kimia terdiri dari pupuk

dan pestisida. Faktor resiko psikologis terdiri dari beban kerja yang berat dan

upah yang tidak mencukupi. Sedangkan faktor resiko ergonomik terdiri dari alat

Page 49: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

kerja (traktor) yang tidak sesuai dengan ukuran tubuh pekerja, cara kerja yang

tidak nyaman dan gerakan yang berulang.

Berdasarkan hasil pengamatan, salah satu faktor resiko yang cukup penting adalah

paparan pestisida. Alur produksi yang menimbulkan paparan pestisida adalah

pada tahap pemeliharaan tanaman, pestisida digunakan untuk melindungi tanaman

tebu dari serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Meskipun sebelum

diproduksi secara komersial pestisida telah menjalani pengujian yang sangat ketat

perihal syarat-syarat keselamatannya, namun karena bersifat bioaktif, maka

pestisida tetap merupakan racun. Setiap racun selalu mengandung resikio (bahaya)

dalam penggunaannya, baik resiko bagi manusia maupun bagi lingkungan.

Mengutip data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Program Lingkungan

Persatuan Bangsa-bangsa (UNEP), 1-5 juta kasus  keracunan pestisida terjadi

pada pekerja yang bekerja di sektor pertanian. Sebagian besar kasus keracunan

pestisida tersebut terjadi di negara sedang berkembang, yang 20.000 di antaranya

berakibat fatal. Jumlah keracunan yang sebenarnya terjadi diperkirakan lebih

tinggi lagi, mengingat angka tersebut didapati dari kasus yang dilaporkan sendiri

oleh korban, maupun dari angka statistik. Banyak kasus keracunan yang terjadi di

lapangan, tidak dilaporkan oleh korban sehingga tidak tercatat oleh instansi yang

terkait.

Pemahaman prinsip-prinsip dasar tentang toksisitas serta perbedaan antara

toksisitas dan bahaya keracunan adalah sangat penting. Toksisitas adalah daya

racun yang dimiliki oleh pestisida dan seberapa kuat daya racunnya terhadap

Page 50: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

sejenis hewan pada kondisi perobaan yang dilakukan di laboratorium. Sedangkan

bahaya keracunan (hazard) adalah bahaya atau resiko keracunan dari seseorang

pada waktu sejenis pestisida sedang digunakan.

Bagi para pemakai pestisida, bahaya keracunan lebih penting jika dibandingkan

dengan toksisitasnya. Bahaya keracunan tidak saja tergantung pada toksisitas

senyawa pestisida tetapi juga kesempatan akan kemungkinan terjadinya

kecelakaan terkena sejumlah racun dari pestisida yang digunakan. Kemungkinan

resiko keracunan akibat penggunaan pestisida dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu

keracunan yang akut, yang diakibatkan oleh kelalaian dalam menangani dan

menggunakan pestisida, dan keracunan kronik yang terjadi akibat terkena racun

pestisida dalam jumlah yang sedikit tetapi berulangkali dan lama atau

menghisap/menelanya. Dan kedua jenis keracunan ini dapat terjadi pada pekerja

di PT. GMP yang bekerja menggunakan pestisida.

Resiko bagi keselamatan pengguna adalah kontaminasi pestisida secara langsung,

yang dapat mengakibatkan keracunan, baik akut maupun kronis. Keracunan akut

dapat menimbulkan gejala sakit kepala, pusing, mual, muntah, dan sebagainya.

Beberapa pestisida dapat menimbulkan iritasi kulit, bahkan dapat mengakibatkan

kebutaan.Keracunan pestisida yang akut berat dapat menyebabkan penderita tidak

sadarkan diri, kejang-kejang, bahkan meninggal dunia. Keracunan kronis lebih

sulit dideteksi karena tidak segera terasa, tetapi dalam jangka panjang dapat

menimbulkan gangguan kesehatan. Akibat yang ditimbulkan oleh keracunan

kronis tidak selalu mudah diprediksi.Beberapa gangguan kesehatan yang sering

Page 51: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

dihubungkan dengan pestisida, meskipun tidak mudah dibuktikan dengan pasti

dan meyakinkan, adalah kanker, gangguan saraf, fungsi hati dan ginjal, gangguan

pernafasan, keguguran, cacat pada bayi dan sebagainya. Pada PT. GMP proses

penggunaan pestisida selalu menggunakan alat bantu dan APD, sehingga pada

proses ini frekuensi kontak dengan pestisida sangat minimal. Namun, data yang

lengkap mengenai gangguan kesehatan pada pekerja yang disebabkan oleh

paparan pestisida tidak dapat kami peroleh pada saat kegiatan Plant Survey.

Prinsip utama untuk menolong seseorang yang keracunan pestisida adalah, segera

putuskan hubungan dengan produk yang menyebabkan keracunan agar

kontaminasi tidak berlangsung terus dan harus segera mendapatkan pertolongan

medis dari dokter. Namun, kasus keracunan umumnya terjadi di kebun atau sawah

yang tidak selalu dekat dengan dokter atau rumah sakit. Oleh karena itu, pengguna

pesitisida harus sungguh hati-hati menggunakan pestisida dan mentaati semua

pesyaratan yang berlaku.

Ada 4 macam pekerjaan yang dapat menimbulkan kontaminasi dalam

pengguanaan pestisida, yaitu :

1) Membawa, menyimpan, dan memindahkan konsentrat pestisida (produk

pestisida yang belum diencerkan),

2) Mencampur pestisida sebelum diaplikasikan atau disemprotkan,

3) Mengaplikasikan atau menyemprotkan pestisida,

4) Mencuci alat-alat aplikasi sesudah aplikasi selesai.

Page 52: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

Diantara pekerjaan tersebut di atas yang paling sering menimbulkan kontaminasi

adalah pekerjaan mengaplikasikan, terutama menyemprotkan pestisida. Namun,

yang paling berbahaya adalah pekerjaan mencampur pestisida. Hal ini

dikarenakan ketika mencampur pestisida, kita bekerja dengan konsentrat

(pestisida dengan kadar tinggi), sedangkan waktu menyemprotkan, kita bekerja

dengan pestisida yang sudah diencerkan.

Pestisida yang menempel di permukaan kulit dapat meresap ke dalam tubuh dan

menimbulkan keracunan. Kejadian kontaminasi lewat kulit merupakan

kontaminasi yang paling sering terjadi. Sedangkan keracunan partikel pestisida

yang terhisap lewat hidung merupakan kasus yang terbanyak kedua sesudah

kontaminasi kulit. Gas dan partikel semprotan yang sangat halus , dapat masuk ke

paru-paru, sedangkan partikel yang lebih besar akan menempel di selaput lendir

hidung atau di kerongkongan. Bahaya penghirupan pestisida lewat saluran

pernapasan juga dipengaruhi LD₅₀ pestisida yang terhisap dan ukuran partikel

serta bentuk fisik pestisida. Pestisida yang berbentuk gas mudah masuk ke dalam

paru-paru dan sangat berbahaya. Partikel atau droplet yang berukuran kurang dari

10 mikron dapat mencapai paru-paru, namun droplet yang berukuran lebih dari 50

mikron mungkin tidak mencapai paru-paru, tetapi dapat menimbulkan gangguan

pada selaput lendir hidung dan kerongkongan. Gas beracun yang terhisap

ditentukan oleh :

1) Konsentrasi gas di dalam ruangan atau udara,

2) Lamanya pemaparan,

3) Kondisi fisik seseorang (penyemprot).

Page 53: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

Selain kejadian keracunan, diketemukan pula data penyakit-penyakit akut yang

diderita pada kelompok petani yang karena keterbatasan pengetahuannya akan

penggunaan pestisida yang baik dan bijaksana seperti penyakit hamil anggur pada

isteri-isteri petani di lembang, 12 orang petani di Klaten meninggal dunia akibat

keracunan DDT, atau 18 penduduk transmigrasi di Lampung Utara meninggal

akibat racun tikus atau penyakit kulit eksim basah, tubercolusis, atau bahkan

kanker saluran pernapasan pada banyak petani diberbagai daerah (www.alumni-

ipb.or.id).

Dalam kunjungan ke PT. GMP pada tanggal 9 Mei 2006, terdapat beberapa upaya

yang telah dilakukan untuk mengurangi bahaya yang mungkin timbul akibat

paparan pestisida. Dalam melakukan pelarutan pestisida yang akan digunakan,

pekerja menggunakan sarung tangan karet. Berdasarkan hasil pengamatan, pada

saat penyemprotan pekerja menggunakan alat pelindung diri berupa helm, kaca

mata hitam, masker, baju lengan panjang, celana panjang dan sepatu. Sebelum

melakukan penyemprotan, pada pagi harinya pekerja diharuskan untuk minum

susu yang disediakan oleh perusahaan. Karena pekerja yang berhubungan dengan

pestisida harus berada dalam kondisi tubuh yang sehat. Pengguna/petani yang

kondisi badannya tidak sehat jangan bekerja dengan pestisida. Pengguna /petani

yang perutnya kosong (lapar) jangan pula bekerja dengan pestisida. Namun, badan

yang sehat, kuat, dan perut cukup terisi tidak menjamin bebas dari keracunan

pestisida, tetapi kondisi yang kurang sehat dan perut kosong akan memperburuk

keadaan bila terjadi kontaminasi atau keracunan.

Page 54: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

Namun dari hasil pengamatan, pada saat penyemprotan masker yang digunakan

pekerja adalah masker biasa yang dilapisi dengan dust respirator namun ada juga

pekerja yang hanya menggunakan masker biasa saja, bahkan ada juga pekerja

yang berada ditempat penyemprotan hanya menutupi hidungnya dengan kain.

Untuk alat pelindung kaki, ada pekerja yang menggunakn Sepatu Boots namun

ada juga pekerja yang hanya menggunakan sepatu kets. Sebagai alat pelindung

mata, kaca mata hitam biasa sehingga digunakan belum cukup melindungi

pekerja dari paparan pestisida yang terbawa oleh angin.

Sedangkan kriteria penggunaan pakaian serta peralatan pelindung yang baik yang

harus digunakan adalah :

1) Pakaian yang sebanyak mungkin menutupi tubuh. Ada banyak jenis bahan

yang dapat digunakan sebagai pakaian pelindung, tetapi pakaian yang

sederhana cukup terdiri atas celana panjang dan kemeja lengan panjang yang

terbuat dari bahan yang cukup tebal dan tenunannya rapat. Pakaian kerja

sebaiknya tidak berkantung karena adanya kantung cenderung digunakan

untuk menyimpan benda-benda seperti rokok dan sebagainya,

2) Semacam celemek (appron), yang dapat dibuat dari plastik atau kulit.

Appron terutama harus digunakan ketika menyemprot tanaman yang tinggi,

3) Penutup kepala, misalnya berupa topi lebar atau helm khusus untuk

menyemprot,

4) Pelindung mulut dan lubang hidung, misalnya berupa masker atau sapu

tangan atau kain lainnya,

Page 55: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

5) Sarung tangan yang terbuat dari bahan yang tidak tembus air,

6) Sepatu boot untuk menyemprot di lahan basah, memang agak

menyulitkan, tetapi untuk aplikasi di lahan kering perlu juga digunakan.

Ketika menggunakan sepatu boot, ujung celana panjang jangan dimasukkan

ke dalam sepatu, tetapi ujung celana harus menutupi sepatu boot.

Penyemprotan (spraying) merupakan cara aplikasi yang paling banyak digunakan

para pengguna pestisida pertanian di Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Dalam

penyemprotan, larutan semprot (pestisida + air), dengan alat semprot akan dipecah

menjadi butiran-butiran halus (droplet), dan didistribusikan ke seluruh bidang

sasaran penyemprotan, sehingga seluruh bidang sasaran tertutup droplet. Pestisida

yang digunakan akan mampu menampilkan efikasi biologis yang optimal jika

penyemprotan dilakukan dengan benar. Agar penyemprotan yang benar tersebut

dapat dipenuhi, maka diperlukan:

1) Peralatan aplikasi (dalam hal ini sprayer) yang memadai; dan

2) Tenaga penyemprot yang terlatih dan terampil.

Pencampuran pestisida dengan air juga dimaksud untuk mengencerkan pestisida

tersebut agar kadar bahan aktifnya tidak terlampau tinggi, sekaligus untuk

mengurangi risiko keselamatan pengguna.

Pestisida ini disemprotkan pada tanaman dengan menggunakan Boom Sprayer

yang ditarik traktor dilengkapi dengan pompa untuk menyedot dan mengalirkan

larutan semprot. Sprayer ini umumnya digerakkan dengan PTO ( power take off)

Page 56: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

dari traktor. Larutan semprot melewati selang pembagi ke masing-masing nozzle.

Jenis pestisida yang digunakan adalah Gesapax 80 WP, Gramaxone, Bimaron 80

WP, 2, 4-D dan Sencor 70 WP. Semua pestisida yang digunakan di bagian

pemeliharaan tanaman pada PT. GMP ini termasuk ke dalam golongan herbisida.

Herbisida yang disemprotkan pada tanaman merupakan campuran dari 2,4-D

Amin (1,5 L/ha) dan Gesapax 80 WP (1 L/ha) yang kemudian dilarutkan dalam

400 L air, untuk diseprotkan pada lahan seluas 1 ha. Namun pada pelaksanaannya,

jika Gesapax 80 WP tak tersedia dapat digantikan dengan Bimaron 80 WP.

Upaya untuk melindungi pekerja dari bahaya potensial yang dapat timbul akibat

penggunaan pestisida ini tidak cukup hanya dengan menyediakan APD bagi

pekerja saja, karena kasus keracunan pestisida di kalangan pengguna pada

umumnya terjadi karena hal-hal berikut:

1) Pengguna tidak memiliki pengetahuan tentang kesehatan pada umumnya,

2) Pengguna tidak memiliki informasi yang akurat dan jujur tentang

pestisida, risiko penggunaan pestisida, dan teknik aplikasi yang benar dan

bijaksana,

3) Kalaupun sudah mendapat informasi yang cukup, pengguna sering tidak

mematuhi syarat-syarat keselamatan dalam menggunakan pestisida.

Banyak pengguna yang tidak mempedulikan atau menganggap enteng

risiko yang mungkin timbul dari pestisida.

Page 57: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

Sedangkan, berdasarkan hasil wawancara dengan pekerja dan dokter perusahaan

di PT. GMP dinyatakan bahwa PT. GMP tidak memiliki program pelatihan atau

penyuluhan rutin untuk pekerja mengenai keselamatan dan kesehatan kerja.

Untuk mengetahui tingkat paparan pestisida pada pekerja maka perlu dilakukan

pemeriksaan kadar kolinesterase dalam darah pekerja. Namun, berdasarkan hasil

kunjungan ke PT. GMP tidak didapatkan data sekunder mengenai paparan yang

diterima pekerja apakah sudah melebihi ambang batas atau belum. Pada PT. GMP

pemeriksaan kesehatan tersebut dilakukan setiap dua tahun sekali, yang dilkukan

di medical centre yang ada di perusahaan tersebut, yang meliputi pemeriksaan

darah lengkap, pemeriksaan kimia darah dan x-ray. Pemeriksaan kesehatan

tersebut penting untuk dilakukan oleh perusahaan, karena kesehatan pekerja juga

memepengaruhi kinerja dan produktivitas perusahaan. Oleh karena itu, sebaiknya

perusahaan melakukan general check-up secara berkala kepada pekerja minimal 6

bulan sekali, hal ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini akibat yang dapat

ditimbulkan dari paparan pestisida lebih lanjut. Proses pendeteksian ini dapat

dilakukan dengan pemeriksaan foto thorak dan uji kolinesterase secara rutin. Hal

ini penting untuk dilakukan karena dalam pengendalian penyakit akibat kerja,

salah satu upaya yang wajib dilakukan adalah deteksi dini, sehingga pengobatan

dapat diberikan secepat mungkin. Dengan demikian, penyakit atau gangguan

kesehatan dapat pulih tanpa menimbulkan kecacatan. Sekurang-kurangnya, tidak

menimbulkan kecacatan lebih lanjut. Untuk paparan terhadap pestisida

organofosfat, uji spesifik praktis yang dapat dilakukan adalah pengukuran

aktivitas kolinesterase total dalam darah.

Page 58: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

Menurut WHO sekurang-kurangnya ada tiga hal yang dapat dijadikan sebagai

pedoman dalam deteksi dini, yakni:

1) Perubahan biokimiawi dan morfologis yang dapat diukur melalui analisis

laboratorium. Misalnya hambatan aktivitas kolinesterase pada paparan

terhadap pestisida organofosfat, penurunan kadar hemoglobin (Hb),

sitologi sputum yang abnormal dan sebagainya,

2) Perubahan kondisi fisik dan fungsi sistem tubuh yang dapat dinilai melalui

pemeriksaan fisik dan laboratorium. Misalnya elektrokardiogram, uji

kapasitas kerja fisik, uji saraf dan sebagainya,

3) Perubahan kesehatan umum yang dapat dinilai dari riwayat medis.

Misalnya rasa kantuk dan iritasi mukosa setelah paparan terhadap pelarut-

pelarut organik.

Selain itu, karena APD yang diberikan perusahaan kepada pekerja belum

memenuhi standar yang seharusnya dipakai pada pekerja yang seharusnya

menggunakan pestisida, maka perusahaan harus lebih memperhatikan APD yang

diberikan dan juga perlu memberikan penyuluhan kepada pekerja sehingga

pekerja lebih menyadari akan pentingnya menggunakan APD pada saat bekerja.

Berdasarkan hasil kunjungan, wawancara, dan diskusi dengan pihak PT. GMP,

kami tidak memperoleh data tentang hasil pemeriksanan medical check up yang

dilakukan PT. GMP terhadap para pekerjanya.

Page 59: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

1. Faktor risiko yang terdapat pada PT. GMP (bagian Plantation ) terdiri dari

faktor risiko fisik, faktor risiko biologi, faktor risiko kimia, faktor risiko

psikologis, dan faktor risiko ergonomik,

2. Gangguan kesehatan yang dapat terjadi adalah: gangguan muskuloskeletal,

heat stroke, dehidrasi, keracunan zat kimia, gangguan psikologis, gangguan

saluran respirasi, infestasi parasit, gigitan hewan berisa, gangguan

pendengaran, dan dermatitis,

3. Penggunaan pestisida di bagian Crop Maintanance merupakan salah satu

faktor resiko kimia yang penting dan dapat menimbulkan gangguan kesehatan

pada pekerja baik secara akut maupun kronik,

4. Pestisida dapat menyebabkan gangguan kesehatan berupa keracunan akut,

keracunan kronik, iritasi kulit, gangguan pernapasan bahkan kebutaan bila

mengenai mata,

5. Upaya perlindungan dan pencegahan yang telah dilakukan PT. GMP adalah

penyediaan dan penggunaan alat pelindung diri, pemeriksaan kesehatan pada

Page 60: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

awal bekerja, medical check up berkala setiap 2 tahun sekali, serta penyediaan

klinik perusahaan dan tenaga kesehatan,

6. Upaya yang telah dilakukan untuk masalah pestisida pada bagian

pemeliharaan tanaman (crop maintenance) adalah penggunaan APD dan

pemberian susu sebelum mulai bekerja, pemeriksaan kesehatan berkala 2

tahun sekali.

V.2. Saran

1. Untuk melindungi pekerja dari berbagai penyakit akibat kerja terutama yang

disebabkan oleh paparan pestisida maka diperlukan berbagai upaya

pencegahan baik primer (penyuluhan tentang pentingnya penggunaan APD

untuk pencegahan), sekunder (pengendalian kontak terhadap pestisida)

maupun tersier (diagnosa, pengobatan, rehabilitasi terhadap suatu penyakit

ataupun kecacatan akibat kerja),

2. Perlu dilakukan evaluasi tentang penyediaan alat pelindung diri yang tepat di

perusahaan, evaluasi kepatuhan penggunaan alat pelindung diri oleh pekerja,

mengadakan penyuluhan tentang pentingnya alat pelindung diri bagi pekerja.

Membuat peraturan untuk meningkatkan kepatuhan pekerja terhadap

pemakaian alat pelindung diri,

3. Mengadakan pelatihan bagi pekerja mengenai cara bekerja yang sesuai dengan

standar operasional prosedur,

Page 61: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

4. Melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi pekerja setiap 6 bulan sekali

yakni melakukan pemeriksaan foto thorak dan uji kolinesterase, agar dapat

dilakukan deteksi dini terhadap penyakit yang bersifat akut ataupun kronis,

seperti keracunan akut dan keracunan kronik, gangguan saluran pernafasan,

dan pencegahan bahaya yang lebih lanjut dari penggunaan pestisida bagi

pekerja.

Page 62: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3
Page 63: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

BAHAYA POTENSIAL YANG SUDAH DILAKUKAN PROSES PRODUKSI FISIK BIOLOGI KIMIA ERGONOMI PSIKOLOGIK

GANGGUAN KESEHATAN ALAT/

LINGK KERJA

PERATURAN APD

KECELAKAAN YG MUNGKIN

JML PEKERJA

Harvesting Sinar UV, getaran mesin, suara mesin (bising), panas

Infeksi parasit, serangan binatang (ular)

Debu dari tanah, asap mesin

Duduk dalam traktor selama berjam-jam dalam posisi dinamis, berdiri, membunbungkuk

Stres pekerjaan yg statis (monoton), over work

Muskuloskeletal (low back pain), gangguan pendengaran, gannguan respirasi, gangguan psikologis, heat stroke, dehidrasi, infestasi parasit

Pemeriksaan kesehatan berkala

Helm, sepatu boots

Terjepit mesin, jatuh dari traktor, terbacok golok, tertusuk sisa potongan tebu, tabrakan traktor

850 orang

Cultivating Sinar UV , getaran mesin, suara mesin(bising), panas

Infeksi parasit

Debu dari tanah, asap mesin, pupuk, NPK

Duduk dalam traktor selama berjam-jam, posisi dinamis

Stres pekerjaan yg statis i(monoton)

Muskuloskeletal (low back pain), gangguan pendengaran, gannguan respirasi, gangguan psikologis, heat stroke, dehidrasi, infestasi parasit

Training sebelum mengoperasikan alat

Helm, sepatu boots, Baju, celana panjang, penutup hidung dan baju pekerja

Terjepit mesin, terjatuh dari traktor

4 orang

Crop maintenance

Sinar UV , getaran mesin,

Investasi parasit

Pestisida, herbisida,

Duduk dalam traktor selama

Stres pekerjaan yg statis

Muskuloskeletal (low back pain),

  Minum susu sebelum kerja

Helm, sepatu

Terjepit mesin, terjatuh dari

 

Page 64: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

suara mesin(bising), panas

Debu dari tanah, asap mesin, pupuk

berjam-jam (monoton) gangguan pendengaran, gangguan respirasi, gangguan psikologis, heat stroke, dehidrasi

boots, sarung tangan karet, masker, baju dan celana panjang, kaca mata

traktor

Workshop Percikan bunga api, panas, kelembaban

Infeksi jamur

Oli, minyak tanah, asap, gas CO, NO2, SO2, uap Pb, bensin, karat besi

Membungkuk, posisi dinamis, berdiri lama, gerakan berulang

Stres pekerjaan yg statis (monoton), gaji yg tidak memenuhi kebutuhan

Muskuloskeletal (low back pain),

Pemadam kebakaran

Memeakai APD, asuransi jamsostek, pemeriksaan kesehatan berkala

Face shield, baju kerja (baju dan celana panjang), body protektor, sarung tangan kulit

Kejatuhan spare part mesin, terjepit komponen, luka bakar, tergores, terpeleset oli, terpercik partikel las.

65 orang

Page 65: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

KEGIATAN K3

1 x 1 tahun (laporan tahunan)

1 x 3 bulan (membahas rekomendasi)

Bila ada kasus

1x 1 bulan

Frekuensi

3

2

1

No

Laporan tahunan

Hasil rekomen dasi yang telah dibicarakan dengan managemen

Kepala Departemen+Pengurus inti P2K3

Pertemuan dengan Managemen

Notulen rapatP2K3 (s/d Pokja)+Unit terkait + wakil SPSI

Pertemuan K3 khusus

Notuln rapatPengurus P2K3 (s/d PokJa) + wakil SPSI

Pertemuan K3 (Safety Meeting)

P2K

3 IN

TI

OutputPesertaKegiatan

Page 66: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

5

4

No

B I D

A N

G Disesuaikan dengan kondisi di GMP dan peraturan pemerintah

1 x 3 bulan

Sewaktu-waktu dibutuhkan

Frekuensi

Laporan hasil pelatihan

Disesuaikan dengan materi pelatihan.

Identifikasipelatihan yangsesuai denganbidangnya

LaporanHasilinspeksi

ke:P2K3 intiKaDiv/

SubDiv/KaBag

Ketua bidang, Pokja, Unit, KaDiv/ KaSubDiv/KaBag tempat kerja yang akan di inspeksi.

Unit, Pokja, Ketua bidang, KaDiv/ KaSubDiv/KaBag

InspeksiReguler

Sewaktu-waktu bila dibutuhkan unit.

OutputPesertaJenis

Kegiatan

Page 67: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

Laporan analisa Kecelakaan Kerja

Setiap ada kecelakaan kerja

Unit, Pokja, KaDiv/ KaSubDiv/KaBag/ Supervisor

Investigasi kecelakaan

9

K E

L O

M P

O K

K E

R J A

Laporan Kelompok kerja

1 x 3 bulan (sebagai bahan laporan ke Disnaker)

Kelompok kerja, unit

Administrasi:Rekapitulasi laporan unit

8

Hasil Risk Assessmen & Rekomen dasi perbaikan

1 x 6 bulanatau sewaktu waktu dirasa perlu

Unit, Pokja, KaDiv/KaSubDiv/ KaBag/Supervisor, Kabid Terkait

Risk Assessmen

10

Hasil Inspeksi

1 x 1 bulanUnit, kelompok kerja, Kaidiv/ KaSubDiv/KaBag.

Inspeksi7

Hasil petemuan

1 x 1 bulanKelompok kerja, Unit, Kaidv/ KaSubDiv/KaBag.

Pertemuan Kelompok Kerja.

6

Frekuensi

No OutputPesertaJenis

Kegiatan

Page 68: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

1x 1 tahunP2K3 lengkap

Emergency Information Route Training

1x 1 tahunPengemudiSafety Driving Training

1x 1 tahunPengurus Inti K3 + Unit K3

Training Kesehatan kerja

Out Site TrainingK-3 Depnaker, dll

Akan disesuaikan dengan peraturan pemerintah

Team Pemadam Kebakaran

Pemadam Kebakaran Training

Waktu rekruitmen2x1 tahun (buka giling dan tutup giling)

Karyawan baruKaryawan lama

Diklat K3 In House TrainingBasic Safety Training

14

FrekuensiPesertaJenis KegiatanNo

Page 69: Laporan Plant Survey Pestisida Revisi 3

Akhir tahunSafety Audit17

Setiap unitDokumentasi kegiatan safety

18

1x 1 tahun

1x 3 bulan

1x 1 tahun (awal giling)

1x 1 tahun

Seluruh karyawan

Setiap Karyawan Pengurus P2K3 + Semua karyawan pabrikSeluruh karyawan di tiap kelompok kerjaSemua karyawan (non shift + shift pagi)

Kegiatan lain-lain:Questioner K3

untuk seluruh karyawan

Laporan Nyaris Celaka

Apel SafetySeluruh

pabrikIntern

Kelompok KerjaApel bulan K3

16

Lomba K3Safety Poster

ContestSafety Slogan

ContestPerfect Unit

Contest

15

FrekuensiPesertaJenis KegiatanNo