laporan pkl

75
PENGARUH HORMON AUKSIN (IBA, NAA, DAN IAA) TERHADAP PERTUMBUHAN AKAR Rubus rosifolius Smith. SECARA IN VITRO Diajukan sebagai Laporan Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan Jurusan Biologi Oleh : FIRDA RIZKY KHOERUNNISSA 1127020024

description

kultur jaringan inisiasi akar

Transcript of laporan pkl

Page 1: laporan pkl

PENGARUH HORMON AUKSIN (IBA, NAA, DAN IAA)

TERHADAP PERTUMBUHAN AKAR Rubus rosifolius Smith.

SECARA IN VITRO

Diajukan sebagai Laporan Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan

Jurusan Biologi

Oleh :

FIRDA RIZKY KHOERUNNISSA

1127020024

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2014/2015

Page 2: laporan pkl

LEMBAR PENGESAHAN

PENGARUH HORMON AUKSIN (IBA, NAA, DAN IAA)

TERHADAP PERTUMBUHAN AKAR Rubus rosifolius Smith.

SECARA IN VITRO

PRAKTEK KERJA LAPANGAN

Jurusan Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati

Oleh :

FIRDA RIZKY KHOERUNNISSA

1127020024

Telah disetujui dan dan disahkan di Bandung, Tanggal………...........

Pembimbing Lapangan, Dosen Pembimbing,

Lily Ismaini, M.Si. Ateng Supriatna, M.Si.

NIP. 198005122008122002 NIP. 197704132009121001

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Ketua Jurusan Biologi,

Dr. H. Opik Taupik Kurahman Dr. Tri Cahyanto, M.Si.

NIP. 1968121419960310001 NIP. 198205822009021002

Page 3: laporan pkl

i

Page 4: laporan pkl

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan

karunia-Nya sehingga saya dapat menjalankan Praktik Kerja Lapangan dan dapat

menyelesaikan laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) dengan judul ”Pengaruh

Hormon Auksin (IBA, NAA, Dan IAA) Terhadap Pertumbuhan Akar Rubus

rosifolius Smith. Secara In Vitro” dengan tepat waktu tanpa adanya kendala

yang berarti. Shalawat serta salam semoga selalu terlimpah curah kepada

junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat.

Laporan Kerja Praktik ini disusun berdasarkan apa yang dilakukan di

tempat saya PKL, yaitu di UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya

Cibodas-LIPI yang beralamat di Jl. Kebun Raya Cibodas, Cipanas, Cianjur yang

dilaksanakan dari tanggal 08 Juni 2015 sampai 08 Juli 2015.

Praktik Kerja Lapangan merupakan salah satu syarat wajib yang harus

ditempuh pada semester 6 dalam program studi Biologi, Fakultas Sains dan

Teknologi. Selain merupakan kewajiban, Praktik Kerja Lapangan juga

memberikan banyak manfaat dalam bidak akademik maupun dalam bidang

pengalaman di dunia kerja yang tidak didapatkan selama perkuliahan.

Selama proses Praktik Kerja Lapangan dan penyusunan laporan, saya

banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan

semuanya, namun saya ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Opik Taupik Kurahman selaku Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi yang telah banyak memberikan dukungan selama penulis

menjadi mahasiswa di Fakultas Sains dan Teknologi.

2. Bapak Dr. Tri Cahyanto, M.Si. selaku Ketua Jurusan Biologi, yang

telah memberikan sarat yang membangun selama penulis

menyelesaikan laporan PKL ini.

3. Bapak Ateng Supriatna, M.Si. selaku Pembimbing Praktek Kerja

Lapangan yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam

menyusun laporan Praktek Kerja Lapangan.

i

Page 5: laporan pkl

4. Ibu Lily Ismaini, M.Si. selaku Pembimbing Lapangan di UPT-Balai

Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas-LIPI yang telah banyak

memberikan arahan serta bimbingan selama proses Praktik Kerja

Lapangan berjalan sehingga saya dapat menjalankannya dengan lancar.

Saya menyadari laporan yang saya buat tidaklah sempurna dan masih

banyak kesalahan kesalahan dan kekurangan dalam berbagai hal. Karenanya, saya

berharap adanya masukan dan saran yang dapat membangun dan memperbaiki

kesalahan yang ada.

Akhir kata, saya berharap laporan ini dapat memberikan manfaat untuk

banyak pihak yang membacanya.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bandung, 25 Juni 2015

Firda Rizky Khoerunnissa

ii

Page 6: laporan pkl

ABSTRAK

Induksi akar merupakan salah satu tahap penting pada perbanyakan

tanaman melalui teknik kultur jaringan (In Vitro). Perbanyakan Rubus rosifolius

secara In Vitro telah dilakukan sampai tahap multiplikasi tunas, dimana pada

tahap tersebut tunas yang terbentuk telah banyak. Tahap multiplikasi tunas harus

dilanjutkan ke tahap induksi akar dimana pada tahap ini dilakukan pemberian zat

pengatur tumbuh (ZPT) yang dimaksudkan untuk merangsang pembentukan akar.

Pengamatan ini bertujuan untuk mengukur respon R.rosifolius terhadap zat

pengatur tumbuh untuk induksi perakaran, yaitu jenis auksin (IBA, NAA, dan

IAA). Bahan yang digunakan adalah Kultur R.rosifolius hasil multiplikasi tunas

yang telah berumur 40 hari dan media MS. Pengamatan dilakukan di

Laboratorium Kultur Jaringan UPT. Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya

Cibodas pada hari ke-15 setelah menanaman. Tunas R.rosifolius dikulturkan pada

media MS dengan penambahan IBA (2, 4, dan 6) mg/l, NAA (2,4, dan 6) mg/l,

dan IAA (2,4,dan 6) mg/l. Ulangan dilakukan sebanyak dua kali ulangan dengan

parameter jumlah akar dan panjang akar. Hasil menunjukkan bahwa penambahan

NAA berpengaruh pada jumlah akar dengan konsentrasi optimum 2 mg/l

sedangkan IAA berpengaruh pada panjang akar dengan konsentrasi optimum 6

mg/l.

Kata kunci: Induksi akar, In Vitro, Auksin (IBA, NAA, dan IAA), Rubus rosifolius.

iii

Page 7: laporan pkl

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR i

ABSTRAK iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR DIAGRAM viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang........................................................................................................1

1.2. Tujuan.....................................................................................................................2

1.2.1. Tujuan Umum..................................................................................................2

1.2.2. Tujuan Khusus.................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1. Rubus......................................................................................................................3

2.1.1. Morfologi Rubus..............................................................................................3

2.1.2. Distribusi Rubus...............................................................................................4

2.2. Rubus Rosifolius......................................................................................................5

2.2.1. Morfologi Rubus rosifolius..............................................................................5

2.2.2. Distribusi Rubus rosifolius...............................................................................6

2.3. Kultur Jaringan........................................................................................................6

2.4. Auksin.....................................................................................................................7

2.5. Teknik Kultur Jaringan Pada Rubus........................................................................9

BAB III METODE PRAKTEK KERJA LAPANGAN 11

3.1. Waktu dan Tempat................................................................................................11

3.2. Alat dan Bahan......................................................................................................11

3.3. Metode Praktek Kerja Lapangan (PKL)................................................................11

3.3.1. Diskusi...........................................................................................................11

3.4. Prosedur Penelitian................................................................................................12

3.4.1. Sterilisasi Alat................................................................................................12

3.4.2. Pembuatan Larutan Stok Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)..................................12

iv

Page 8: laporan pkl

3.4.3. Pembuatan Media...........................................................................................12

3.4.4. Subkultur ke Media Induksi Akar..................................................................13

3.5. Pengamatan...........................................................................................................13

3.6. Analisis Data.........................................................................................................13

BAB IV KEADAAN UMUM PERUSAHAAN 14

4.1. Sejarah Kebun Raya Cibodas................................................................................14

4.2. Perkembangan Kebun Raya Cibodas....................................................................15

4.3. Visi dan Misi Kebun Raya Cibodas......................................................................15

4.4. Kondisi Fisik.........................................................................................................16

4.5. Kondisi Biotik.......................................................................................................17

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 19

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 27

6.1. Kesimpulan...........................................................................................................27

6.2. Saran.....................................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 31

v

Page 9: laporan pkl

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Jumlah persentase kontaminasi………………………………………19

Tabel 5.1. Rata rata jumlah akar, panjang akar, tinggi planlet dan jumlah daun

pada masing masing R.rosifolius mutan (M 20 Gy, M 40 Gy dan M 50 Gy)…..22

vi

Page 10: laporan pkl

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Morfologi Rubus…………………………………………………….4

Gambar 2.2. Rubus rosifolius………………………………………………………….. 5

Gambar 2.3. Struktur Kimia IBA, IAA, dan NAA ………………………………9

Gambar 4.1 Peta Kawasan Kebun Raya Cibodas ……………………………….17

Gambar 5.1. Morfologi Rubus Setelah 15 hari penanaman (a) M 20 Gy NAA 2

mg/l, (b) M 20 Gy IBA 6 mg/l, (c) M 40 Gy NAA 2 mg/l, (d) M 40 Gy IBA 2

mg/l, (e) M 50 IAA 4 mg/l, (f) M 50 Gy IBA 4 mg/l……………………………21

vii

Page 11: laporan pkl

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 5.1. Respon rata-rata jumlah akar pada pemberian IBA pada masing

masing konsentrasi pada masing-masing R.rosifolius mutan……………………23

Diagram 5.2. Respon rata-rata jumlah akar pada pemberian NAA pada masing

masing konsentrasi pada masing-masing R.rosifolius mutan……………………24

Diagram 5.3. Respon rata-rata jumlah akar pada pemberian IAA pada masing

masing konsentrasi pada masing-masing R.rosifolius mutan……………………24

Diagram 5.4. Respon rata-rata panjang pada pemberian IBA pada masing masing

konsentrasi pada masing-masing R.rosifolius mutan…………………………….26

Diagram 5.5. Respon rata-rata panjang pada pemberian NAA pada masing masing

konsentrasi pada masing-masing R.rosifolius mutan……………………………27

Diagram 5.6. Respon rata-rata panjang pada pemberian IAA pada masing masing

konsentrasi pada masing-masing R.rosifolius mutan…………………………….28

viii

Page 12: laporan pkl

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Harian Kerja Praktek………………………………………33

Lampiran 2. Foto Kegiatan………………………………………………………36

ix

Page 13: laporan pkl

x

Page 14: laporan pkl

1

Page 15: laporan pkl

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebun Raya Cibodas merupakan kawasan konservasi ex-situ

dataran tinggi bagian barat Indonesia di bawah naungan LIPI, yang

memiliki fungsi konservasi, penelitian, pendidikan dan pariwisata.

Merujuk pada fungsi konservasi inilah maka Kebun Raya Cibodas

memiliki berbagai macam koleksi tumbuhan baik yang didapat asli dari

pegunungan di Indonesia, maupun hasil introduksi.

Rubus merupakan genus tumbuhan dari famili Rosaceae yang

memiliki wilayah penyebaran yang sangat luas. Menurut Kalkman (1993),

di beberapa pegunungan biasanya Rubus tersebar pada ketinggian 1.000-

3.000 mdpl atau diantara zona sub pegunungan dan zona sub alpin.

Namun, beberapa jenis Rubus dapat ditemukan di bawah ketinggian 1000

mdpl dan diatas 3000 mdpl. Secara umum, Rubus lebih sering tumbuh di

kawasan yang terbuka seperti pinggiran hutan, pinggiran sungai, padang

rumput, atau areal bekas penebangan. Di Indonesia, Rubus tersebar di

Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, Papua, Bali,

dan Kepulauan Nusa Tenggara.

Kebun Raya Cibodas memiliki 8 jenis Rubus yang berasal dari

Indonesia maupun luar negeri; Rubus alpetris, Rubus chrysophyllus, Rubus

ellipticus, Rubus fraxinifolius, Rubus lineatus, Rubus molaccanus, Rubus

pyrifolius, dan Rubus rosifolius, Rubus fraxinifolius merupakan rubus yang

buahnya telah dikomersilkan di wilayah Cibodas (Surya, 2009).

R.rosifolius yang terdapat di Kebun Raya Cibodas berasal dari

pegunungan di Sulawesi Tengah. Perbanyakan R. rosifolius telah

dilakukan dengan teknik kultur jaringan hingga terjadi multiplikasi tunas,

namun tidak diikuti dengan pembentukan akar, sehingga diperlukan

konsentrasi hormon yang sesuai untuk dapat merangsang terbentuknya

akar.

1

Page 16: laporan pkl

2

1.2. Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum

1. Meningkatkan wawasan mahasiswa dalam berbagai aspek yang terkait

dengan Biologi.

2. Meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang berbagai ilmu dalam

bidang Biologi dan implementasinya di lapangan.

3. Meningkatkan pengalaman dan keterampilan mahasiswa secara teknis

dalam ilmu biologi di perusahaan atau instansi pemerintahan.

4. Meningkatkan kerjasama antara perguruan tinggi dengan UPT. Balai

Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas.

1.2.2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui pengaruh pemberian hormon IAA (Indole acetic acid), IBA

(Indole butiric acid), dan NAA (Naphtalene acetic acid) konsentrasi 2 mg/l, 4

mg/l dan 6 mg/l pada induksi akar Rubus rosifolius

2

Page 17: laporan pkl

3

Page 18: laporan pkl

4

Page 19: laporan pkl

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rubus

Rubus merupakan salah satu genus dari famili Rosaceae. Secara umum,

Rosaceae memiliki potensi baik sebagai tanaman hias maupun sebagai tanaman

buah, dan Rubus sendiri berpotensi sebagai tanaman buah. Pemanfaatan Rubus

sebagai tanaman buah telah dilakukan oleh beberapa negara seperti Australia,

Amerika, Jerman dan Rusia. Beberapa rubus yang dapat dikonsumsi dan telah

dibudidayakan di luar negeri yaitu Raspberry (Rubus idaeus), Cloudberry (Rubus

chamaemorus), Blackberry, Dwarf Raspberry (Rubus pubescens). Rubus memiliki

keanekaragaman jenis yang tinggi di Indonesia, sehingga peluang untuk

pengembangan ataupun domestikasi jenis-jenis tersebut sebagai tanaman buah

komersil sangat besar (Surya, 2009).

2.1.1. Morfologi Rubus

Rubus berbentuk semak dengan batang yang tumbuh secara acak, dan

biasanya tumbuh merambat, dan kadang tumbuh tegak, hanya pada beberapa

spesies berbentuk herba, ranting dan bagian bagian di dekatnya biasanya disertai

dengan duri. Daun dapat berupa daun majemuk maupun tunggal dan bergerigi.

Stipula bebas. Bunga biasanya biseksual, jarang sekali uniseksual. Petal

normalnya lebih panjang daripada sepal biasanya berwarna putih, krim, merah

muda, keunguan atau merah dengan banyak stamen dan pistil.

3

Page 20: laporan pkl

4

Buah majemuk dengan atau tanpa torus, buahnya berbiji dengan mesocarp

yang lembut dan endocarp keras. Secara morfologi, Rubus biasanya membentuk

tunas vegetatif yang panjang (primocanes atau turios) saat musim panas. Rubus

memiliki kandungan tannin yang dilaporkan bahwa teh daun Rubus fruticosus

eropa dapat mengobati diare dan sakit tenggorokan. Semua buah dari spesies

Rubus dapat dimakan, namun tidak semuanya bertekstur lembut dan enak seperti

Blackberry di Amerika dan Eropa, Raspberry, Loganberry dan Wine-berry

Jepang. Buah Rubus dapat dimakan mentah maupun dibuat manisan, jeli, dan jus

(Kalkman, 1993).

Gambar 2.1. Morfologi Rubus

(Watson dan M. J. Dallwitz, 1992)

2.1.2. Distribusi Rubus

Persebaran Rubus terbanyak terdapat di Malaysia, Papua Nugini, dan

Flipina, dan di Indonesia meliputi Jawa dan Sumatera. Biasanya tumbuh pada

rentang ketinggian 1000-3000 mdpl, namun beberapa spesies juga dapat tumbuh

dibawah 1000 dan diatas zona alpen, yaitu 3000 mdpl. Jenis Rubus yang tumbuh

pada ketinggian tertinggi ditemukan di Gunung Wilhelm, Papua Nugini, yaitu

Page 21: laporan pkl

5

pada ketinggian 4340 mdpl. Sebagian besar Rubus memerlukan cahaya yang

cukup dan terbatas pada lahan terbuka baik alami maupun antropogenik

(Kalkman, 1993).

2.2. Rubus Rosifolius

Roseleaf raspberry atau Rubus rosifolius biasa juga disebut Raspberry liar,

Mauritius raspberry, Queensland raspberry, fresa de montana, framboisier, dan

akalakala merupakan tanaman evergreen yang berbentuk semak acak dan tegak.

Klasifikasi berdasarkan data Registrasi KR.Cibodas (2015) Rubus rosifolius

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledones

Ordo :-

Famili : Rosaceae

Genus : Rubus

Spesies : Rubus rosifolius

Gambar 2.2. Rubus rosifolius

(Forest and Kim, 2011)

2.2.1. Morfologi Rubus rosifolius

R.rosifolius berbentuk semak dengan batang tegak dan tumbuh secara acak,

tingginya mencapai 0,75 m (Francis, 2004). Batangnya lunak dan berbulu,

biasanya memiliki sedikit duri yang berbentuk lurus hingga melengkung dengan

panjang 1-5 mm. Batangnya lengket karena mengandung kelenjar yang berwarna

kuning pucat pada sebagian besar bagian jaringan tanaman. Daun menyirip hingga

18 cm dengan tangkai daun 1-1,5 cm. Stipula linear. Pucuk daun berlawanan

berbentuk oval, permukaan daunnya halus. Bunga majemuk berjumlah lebih dari

4 di aksis dan merupakan hasil reduksi daun, panjang tangkai daun 4 cm dan

Page 22: laporan pkl

6

berbulu. Hypanthium berukuran 4-6,5 mm dengan banyak rambut dan kelenjar

yang tersebar di luar. Kelopak bunganya jatuh lebih awal dan berbentuk oval

hingga bulat telur, dengan ujung tumpul dan berwarna putih. Filamen benang sari

berukuran 8 mm, dan terdapat putik, dan biasanya ovarium terdapat kelenjar yang

berwarna pucat. Buah majemuk dan berbentuk bulat telur berwarna merah dan

lembut, dan hanya akan berupa lapisan tipis saat kering (Kalkman, 1993).

2.2.2. Distribusi Rubus rosifolius

Penyebaran R.rosifolius meliputi daerah Asia (India, Kamboja, dan

Vietnam), Jepang, Taiwan, dan Britania Raya, Irlandia Baru, Vanuatu, Caledonia

Baru, Australia (Queensland, New South Wales), Malesia (Kalimantan, Jawa,

Filipina, Sulawesi, Kepulauan Sunda Kecil, Papua Nugini). R.rosifolius

dinaturalisasi di daerah Afrika, Amerika, dan di Pulau di Samudera Pasifik dan

Hindia. R.rosifolius biasanya ditemukan di lahan terbuka seperti di lahan yang

baru dibuka, tepi hutan, tepi jalan, longsoran tanah, padang rumput, tepi sungai,

kebun yang kosong, hutan dengan semak belukar dan kadang tumbuh di hutan

dengan sedikit semak. R.rosifolius dapat ditemukan di ketinggian 0-2.000 (-2.400)

mdpl (Kalkman, 1993).

R.rosifolius memiliki pertumbuhan yang cepat dan mudah serta bunganya

indah, selain itu, buahnya dapat dimakan sehingga umumnya dibudidayakan di

lahan yang cukup sinar matahari. Akar R.rosifolius dilaporkan oleh Medic. PI.

Philipp. (1951) dapat digunakan sebagai ekspektoran (Kalkman, 1993). Selain itu,

Roseleaf raspberry juga membantu pengembalian lahan lahan rusak, menjaga

tanah, dan menyediakan makanan untuk hewan hewan liar. Buahnya dapat

dimakan langsung ataupun dibuat minuman (Burkill, 1997, dalam Francis, 2004).

Rubus kaya akan vitamin E dan C (1,58 dan 12,93 mg/100 g masing-masing buah

segar (Wei dan Paine, 2002, dalam Francis, 2004).

2.3. Kultur Jaringan

Kultur jaringan tanaman merupakan metode untuk mengisolasi bagian

tanaman seperti sel, sekelompok sel, jaringan atau organ, serta

membudidayakannya dalam lingkungan yang terkendali (secara in vitro) dan

Page 23: laporan pkl

7

aseptik, sehingga bagian tanaman tersebut dapat beregenerasi menjadi tanaman

lengkap kembali. Prinsip kultur jaringan mengacu pada teori totipotensi tumbuhan

yang menyatakan bahwa di dalam masing-masing sel tumbuhan mengandung

informasi genetik dan sarana fisiologis tertentu yang mampu membentuk tanaman

lengkap bila ditumbuhkan dalam lingkungan yang sesuai (Sulistiani dan Samsul,

2012).

Teknik kultur jaringan banyak digunakan untuk membantu

memperbanyak bibit tanaman, khususnya tanaman yang sulit dikembangbiakkan

secara generatif. Teknik kultur jaringan sendiri memiliki keunggulan jika

dibandingkan dengan teknik perbanyakan tanaman secara konvensional, seperti

perbanyakan bibit dapat dilakukan dengan cepat dan dalam skala banyak,

kontiniuitas ketersediaan bibit akan terjaga sepanjang waktu tanpa harus

menunggu adanya buah, dan bibit yang dihasilkan akan sama dengan induknya,

sehingga bibit yang dihasilkan akan seragam (Sulistiani dan Samsul, 2012). Selain

memiliki keunggulan, teknik kultur jaringan juga memiliki beberapa kelemahan

seperti biaya yang relatif lebih mahal dan membutuhkan sumber daya manusia

terdidik, selain itu juga dapat memunculkan variasi somaklonal yang akan

menyebabkan penyimpangan fenotip dari sifat genetik tanaman induknya

(Nursyamsi, 2010).

2.4. Auksin

Zat Pengatur Tumbuh adalah senyawa organik bukan nutrisi yang dalam

konsentrasi rendah (<1 mM) mendorong, menghambat atau secara kualitatif

mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Terdapat 5 tipe utama ZPT,

yaitu auksin, sitokinin, giberelin, asam absisat, dan etilen. Pengaruh dari suatu

ZPT bergantung pada spesies tumbuhan, situs aksi ZPT pada tumbuhan, tahap

perkembangan tumbuhan dan konsentrasi ZPT. Satu ZPT tidak bekerja sendiri

dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, pada umumnya

keseimbangan konsentrasi dari beberapa ZPT yang akan mengontrol pertumbuhan

dan perkembangan tumbuhan.

Auksin merupakan ZPT yang memiliki fungsi utama pada proses

pemanjangan kuncup yang sedang berkembang dan menyebabkan terbentuknya

Page 24: laporan pkl

8

akar adventif dan akar lateral. Ada beberapa jenis auksin yang diproduksi secara

alami oleh tumbuhan seperti IAA (indole acetic acid), PAA (phenyl acetic acid),

4-chloro IAA (4-chloro indole acetic acid) dan IBA (indole butyric acid) dan

beberapa lainnya merupakan auksin sintetik, seperti NAA (napthalene acetic

acid), 2,4D (2,4 dichloro phenoxy acetic acid) dan MCPA (2-methyl-4 chloro

phenoxy acetic acid).

Pembentukan akar merupakan tahapan penting dalam perbanyakan bibit

secara in vitro. Inisiasi perakaran tanaman dalam model ini dapat dipacu dengan

menambahkan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) pada media tanam. ZPT yang umum

digunakan untuk pendorong perakaran adalah golongan auksin, yaitu Indole-3-

Acetic Acid (IAA), Naphtalene Acetic Acid (NAA), dan Indole-3-Butyric Acid

(IBA). Pemilihan jenis auksin untuk memacu pertumbuhan akar didasarkan pada:

sifat translokasi, persistensi (tidak mudah terurai), dan laju aktivitas (Arlianti,

dkk., 2013).

IBA dan IAA memiliki sifat kimia lebih stabil dan mobilitasnya di dalam

tanaman rendah. Sifat-sifat inilah yang menyebabkan pemakaian IBA dan IAA

dapat lebih berhasil karena sifat kimianya yang lebih mantap dan pengaruhnya

yang lebih lama. NAA memiliki kisaran kepekatan yang sempit. Batas kepekatan

yang meracun dari zat ini sangat mendekati kepekatan optimum untuk perakaran,

karenanya penggunaanya harus disesuaikan agar kepekatan optimum ini tidak

terlampaui. Sedangkan IBA sifatnya lebih fleksibel dalam hal kepekatan. Jika IBA

digunakan dalam bentuk larutan, maka garam NA, K atau NH4 akan lebih mudah

larut daripada asam bebas (Daisy P, dkk., 1994).

Pengaruh rangsangan auksin terhadap jaringan berbeda-beda. Rangsangan

paling kuat adalah terhadap sel-sel meristem apikal batang dan koleoptil. Pada

kadar yang tinggi, auksin lebih bersifat menghambat daripada merangsang

pertumbuhan. Pengaruh auksin terhadap perkembangan sel menunjukkan adanya

indikasi bahwa auksin dapat menaikkan tekanan osmotik, meningkatkan sintesa

protein, meningkatkan permaebilitasan sel terhadap air, dan melunakkan dinding

sel yang diikuti menurunnya tekanan dinding sel sehingga air dapat masuk ke

dalam sel yang diikuti dengan kenaikan volume sel. Dengan adanya sintesa

Page 25: laporan pkl

9

protein, maka dapat digunakan sebagai sumber tenaga dalam pertumbuhan (Daisy

P, 1994).

Gambar 2.3. Struktur Kimia IBA, IAA, dan NAA

(Daisy P, 1994)

Pada penelitian Arlianti (2013) pada tanaman Stevia, pemberian NAA

berpengaruh pada jumlah akar, sedangkan pemberian IBA berpengaruh pada

panjang akar. Penggunaan konsentrasi yang optimal menjadi faktor yang dapat

menentukan berakar atau tidaknya eksplan yang ditanam.

Penambahan ketiga jenis auksin (IBA, IAA, dan NAA) serta

kombinasinya tidak memberikan respon yang signifikan terhadap panjang akar

kopi Arabika jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemberian auksin.

Bahkan pemberian beberapa jenis auksin menghasilkan akar yang lebih pendek

dari pertumbuhan akar tanpa penambahan auksin. Pada konsentrasi IAA rendah,

terjadi pemanjangan, baik pada pucuk maupun akar (Arimarsetiowati, 2012).

Auksin dapat dikombinasikan dengan sitokinin untuk menstimulasi pembelahan

sel dan diferensiasi sel sehingga tumbuhan dapat rumbuh secara optimal (Dewi,

2008).

Page 26: laporan pkl

10

2.5. Teknik Kultur Jaringan Pada Rubus

Perkembangan sistem regenerasi secara in vitro yang efisien dan dapat

digunakan secara luas telah dapat dilakukan, namun masih sulit dan tidak efisien

jika diterapkan pada Rubus spp. sehingga menjadi kendala dalam penerapan untuk

peningkatan tanaman dalam genus tersebut (Mendoza, 1998). Peningkatan

kultivar Rubus telah dilakukan dengan pemuliaan tanaman secara tradisional, tapi

waktu yang diperlukan untuk mendapatkan karakteristik tertentu yang diinginkan

masih menjadi kendala karena sulit untuk menggabungkan karakteristik tertentu

dengan teknik konvensional.

Dilaporkan mengenai mikropropagasi pada kultivar Blackberry “Jumbo”

bahwa kombinasi BA-IAA menunjukkan hasil yang lebih baik pada tahap

pertumbuhan sel jika dibandingkan dengan hanya menggunakan BA dan

kombinasi BA-NAA. Pertumbuhan tunas tertinggi untuk kultivar “Jumbo” adalah

dengan 2 mg/l IBA dan 0,5 mg/l IAA. Selain itu, semua pemberian konsentrasi

IBA berpengaruh pada perakaran tunas, namun konsentrasi yang paling baik

adalah 1 mg/l IBA (Arikan, 2014).

Intensitas reaksi morfogenesis pada kultivar Raspberry tergantung pada

tipe eksplan dan keseimbangan hormonal. Pucuk terminal merupakan eksplan

yang paling responsif terhadap pemberian zat pengatur tumbuh pada medium.

Secara umum, stimulasi perbanyakan tunas atau pembentukan pucuk terjadi pada

kultur eksplan pada media yang diberi sitokinin dengan konsentrasi relatif tinggi.

Pada medium dengan BAP yang dikombinasikan dengan GA3 morfogenesis

meninggi secara signifikan (Aliona, 2011).

Pada penelitian Aliona (2011), proses organogenesis dapat terjadi pada

kultivar Raspberry (Opal dan Cayuga) dengan tunas terminal pada media MS

yang diberi 2,4D dan TDZ atau BAP dan GA3. Konsentrasi auksin yang tinggi

yang dikombinasikan dengan kinetin akan merangsang pembentukan kalus. TDZ

dan GA3 menyebabkan multiplikasi tunas, sedangkan BAP menyebabkan

pemanjangan tunas.

Regenerasi red raspberry dilaporkan lebih sulit jika dibandingkan jenis

Rubus lainnya blackberry. Namun penggunaan forchlorfenuron (CPPU) pada

kultur red raspberry (R.idaeus) dilaporkan menghasilkan persentase regenerasi

Page 27: laporan pkl

11

yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Rubus lainnya (R.fructicosus), selain

itu penggunaan CPPU menghasilkan persentase regenerasi yang lebih tinggi pada

red raspberry jika dibandingkan dengan faktor pertumbuhan yang lain (Mendoza,

1998).

Page 28: laporan pkl

BAB III

METODE PRAKTEK KERJA LAPANGAN

3.1. Waktu dan Tempat

Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini dilakukan di UPT. Balai

Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas, tepatnya di Laboratorium

Kultur Jaringan UPT. Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas-

LIPI dari tanggal 08 Juni 2015 sampai 08 Juli 2015.

3.2. Alat dan BahanBahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas planlet

Rubus rosifolius, media Murashige dan Skoog (MS), sukrosa, agar, larutan

stok hormon IBA, NAA, dan IAA, KOH, Alkohol 70%, akuades,

alumunium foil, plastik, spirtus.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas panci,

pengaduk, botol kultur, cawan petri, timbangan analitik, beaker glass 100

ml, pipet tetes, mikropipet, autoclave, oven, Laminar Air Flow Cabinet

(LAFC), pinset dan skalpel.

3.3. Metode Praktek Kerja Lapangan (PKL)

Proses pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode

pengamatan langsung pada skala Lab, dimana data hasil pengamatan pada

hari ke-15 dengan parameter jumlah dan panjang akar dibuat dalam bentuk

tabel dan dirata-ratakan untuk kemudian dijelaskan dan dibuat diagram

sehingga dapat diambil kesimpulan dari data tersebut.

3.3.1. Diskusi

Metode PKL yang juga dilakukan penulis adalah dengan

melakukan diskusi secara langsung bersama para pegawai yang berada di

Laboratorium sehingga penulis mendapat informasi untuk bahasan dalam

laporan PKL ini.

12

Page 29: laporan pkl

13

3.4. Prosedur Penelitian

3.4.1. Sterilisasi Alat

Ada tiga kategori sterilisasi. Pertama sterilisasi media dan tempat

penyimpanan, kedua berkaitan dengan eksplan yang akan dipakai harus

steril, artinya bebas dari organisme yang lain, dan yang terakhir adalah

pemeliharaan kondisi aseptik dari kultur. Sterilisasi dimaksudkan untuk

meminimalisir terjadinya kontaminasi yang biasanya lebih sering terjadi

pada saat penanaman eksplan atau jika temperatur di dalam ruang kultur

tidak stabil.

Peralatan yang akan digunakan seperti botol kultur, cawan petri,

alumunium foil, pinset dan skalpel terlebih dahulu disterilkan dengan

menggunakan oven dengan temperatur 180oC selama 2 jam. Kemudian

peralatan yang akan digunakan di Laminar Air Flow Cabinet (LAFC)

(pinset dan skalpel) terlebih dahulu distrerilisasi dengan menggunakan

alkohol 70% dan dibakar sebelum digunakan. Selain sterilisasi alat alat

tersebut, alat-alat yang terkena kontaminan harus segera dibersihkan dan

disterilkan dengan menggunakan sabun, bayclin, dan disterilkan dengan

autoclave dan oven.

3.4.2. Pembuatan Larutan Stok Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)

Pembuatan larutan stok hormon IAA, IBA dan NAA dilakukan

dengan terlebih dahulu melarutkan masing-masing 10 mg hormon (IAA,

IBA dan NAA) dengan 2-3 tetes KOH sampai larut, kemudian

dicampurkan dengan 10 ml aquadest.

3.4.3. Pembuatan Media

Media dibuat dengan mencampurkan 1,107 gram MS, 2 gram agar, 7,5

gram sukrosa, 250 ml akuades dan 2 mg/l, 4 mg/l dan 6 mg/l IAA, IBA,

dan NAA untuk masing masing media. Kemudian dipanaskan hingga

larutan mendidih. Setelah mendidih, larutan dimasukkan ke dalam botol

kultur sebanyak 20 ml, kemudian ditutup dengan alumunium foil dan

plastik serta diikat dengan karet, pastikan botol tertutup rapat. Kemudian

Page 30: laporan pkl

14

lakukan sterilisasi dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 121oC.

Setelah steril simpan di ruang tanam.

3.4.4. Subkultur ke Media Induksi Akar

Sumber eksplan untuk induksi akar yang digunakan diambil dari

tunas kultur Rubus rosifolius yang telah berumur 40 hari. Pemindahan

eksplan tunas R.rosifolius dilakukan di dalam LAFC yang sebelumnya

telah disterilkan dengan UV. Selain itu, alat yang digunakan seperti pinset,

skalpel, alkohol, bunsen, media tanam dan sumber eksplan telah disiapkan

terlebih dahulu di dalam LAFC. Sebelum melakukan penanaman, tangan

dan jas lab terlebih dahulu disemprot alkohol 70% untuk mematikan

mikroorganisme yang terdapat di tangan dan jas lab, kemudian lampu

spirtus dinyalakan. Setelah semuanya siap, blower dan lampu LAFC

dinyalakan.

Proses penanaman dilakukan dengan membuka botol kultur

eksplan sehingga tunas eksplan dapat dipotong, pemotongan dilakukan di

dalam botol. Skalpel dan pinset yang digunakan untuk memotong terlebih

dahulu dibakar agar meminimalisir terjadinya kontaminasi. Kemudian

tutup botol media tanam dibuka dan eksplan diambil dan ditanam di botol

kultur yang berisi media. Kemudian bagian kepala botol dipanaskan dan

ditutup dengan alumunium foil, kemudian dipanaskan lagi, lalu tutup

dengan plastik dan diikat dengan karet.

3.5. Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada hari ke-15 setelah penanaman.

Parameter yang diamati adalah jumlah akar dan panjang akar.

3.6. Analisis Data

Data dianalisis dengan menghitung rata-rata dari jumlah akar dan

panjang akar dari masing masing planlet pada setiap ZPT dengan berbagai

konsentrasi.

Page 31: laporan pkl

12

Page 32: laporan pkl

BAB IV

KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

4.1. Sejarah Kebun Raya Cibodas

Pada tahun 1852, Johannes Ellias Teysmann yang saat itu menjabat

sebagai Hoetulanus pada ‘s Lands Plantentuin te Buitenzorg (sekarang

bernama Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor-LIPI)

menaanam pohon kina (Cinchona calisaya Wedd.) pertama di Cibodas,

Sindanglaya, Cianjur. Lokasi tersebut awalnya merupakan bagian dari

Kebun Raya Bogor sebagai areal aklimatisasi (penyesuaian iklim) untuk

jenis-jenis tanaman yang didatangkan dari luar negeri yang tidak dapat

tumbuh baik di Bogor. Kemudian areal aklimatisasi tersebut

dikembangkan menjadi kebun botani dengan nama Bergtuin te Tjibodas

atau Kebun Pegunungan Cibodas. Kemudian disusul dengan penanaman

kedua pada tahun 1854 oleh Justus Karl Hasskarl yang merupakan awal

dari perkebunan kina di Indonesia (Soerohaldoko, dkk., 2006).

Namun, pengembangan perkinaan selajutnya tidak dilanjutkan di

wilayah Cibodas, dan dipindahkan di sekitar Bandung karena pada tahun

1856 Dr. F. W. Junghunn yang ditugaskan untuk mengolah budidaya kina

di Kebun Pegunungan Cibodas berpendapat bahwa Cibodas kurang sesuai

untuk kina karena lingkungan Kebun Pegunungan Cibodas mengandung

cadas dengan lapisan humus yang tipis sehingga tidak cocok untuk

pengembangan kina. Karena tanaman kina di Cibodas telah berpindah ke

perkebunan pemerintah di sekitar Bandung, maka Kebun Pegunungan

Cibodas tidak lagi berkaitan langsung dengan pengembangan budidaya

kina. Sehingga pada tahun 1862 administrasi Kebun Pegunungan Cibodas

secara resmi digabungkan kembali dengan lembaga-lembaga lainnya yang

ada di bawah naungan Kebun Raya Bogor (Soerohaldoko, dkk., 2006).

15

Page 33: laporan pkl

16

4.2. Perkembangan Kebun Raya Cibodas

Eksistensi Kebun Pegunungan Cibodas mulai terangkat pada tahun

1880, yaitu ketika Kebun Raya Bogor (‘s Lands Plantentuin) dipimpin

oleh Dr. Malchior Treub dimana secara berangsung angsur diadakan

penambahan kelengkapan sarana dan perluasan Kebun Pegunungan

Cibodas sebagai stasiun penelitian Biologi (mencakup flora dan fauna)

yang pada saat itu merupakan cabang dari Kebun Raya Bogor.

Kemudian sesuai Surat Keputusan (SK) Kepala LIPI Nomor

1017/M/2002 tahun 2002 Kebun Raya Cibodas ditetapkan sebagai Unit

Pelaksana Kegiatan Teknis (UPT) Balai Konservasi Tumbuhan Kebun

Raya Cibodas, yang juga menaikkan statusnya menjadi Eselon III di

bawah Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya (PKT-KR), Lembaga

Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tugas pokok KRC sendiri adalah

melakukan inventarisasi, eksplorasi, koleksi, penanaman, dan

pemeliharaan tumbuhan pegunungan khususnya dari kawasan barat

Indonesia yang memiliki nilai ilmu pengetahuan dan potensi ekonomi

untuk dikoleksi dalam bentuk kebun botani, serta melakukan pendataan,

pendokumentasian, pengembangan, pelayanan jasa dan informasi,

pemasyarakatan ilmu pengetahuan di bidang konservasi, introduksi dan

reintroduksi tumbuhan (Soerohaldoko, dkk., 2006).

4.3. Visi dan Misi Kebun Raya Cibodas

Disebutkan dalam situs Kebun Raya Cibodas (2015), Kebun Raya

Cibodas memiliki visi dan misi sebagai berikut:

Visi UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas

adalah menjadi salah satu kebun raya terbaik di dunia dalam bidang

konservasi tumbuhan tropika khususnya tumbuhan tropika dataran tinggi

basah, penelitian, pelayanan pendidikan lingkungan, dan pariwisata.

Page 34: laporan pkl

17

Misi UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas

adalah:

a. Melestarikan tumbuhan tropika khususnya tumbuhan

tropika dataran tinggi basah;

b. Mengembangkan penelitian bidang konservasi dan

pendayagunaan tumbuhan tropika khususnya tumbuhan

tropika dataran tinggi basah.

c. Mengembangkan pendidikan lingkungan untuk

meningkatkan pengetahuan dan apresiasi masyarakat

terhadap arti penting tumbuhan dan lingkungan bagi

kehidupan; dan

d. Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat.

4.4. Kondisi Fisik

Kawasan Kebun Raya Cibodas secara geografis terletak di desa

Cimacan Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Kebun Raya

Cibodas terletak di kaki Gunung Gede dan Gunung Gede Pangrango pada

ketinggian ± 1300-1450 dpl dengan luas 84,99 hektare. Suhu udara rata-

ratanya adalah 17-27oC dengan kelembapan rata-rata 80-90%. Curah hujan

rata rata di kawasan ini berkisar 2.950 mm per tahun (Situs Kebun Raya

Cibodas, 2015).

Kebun Raya Cibodas dapat diakses dari dua pintu gerbang, yaitu

pintu gerbang utama dan pintu gerbang Cipanas, dan memiliki satu pintu

keluar. Di dalam Kebun Raya Cibodas terdapat beberapa tempat menarik

seperti Koleksi Paku Pakuan, Rumah Kaca tempat tanaman sukulen dan

kaktus serta koleksi anggrek, Air Terjun Ciismun, Air Terjun Cibogo,

Jalan Air, Taman Rhododendron, Taman Sakura, Taman Amorphopalus

dan Taman Lumut, Koleksi Tanaman Obat serta Galeri Tanaman Hias, dan

yang terbaru adalah koleksi Nepenthes

Page 35: laporan pkl

18

Gambar 4.1 Peta Kawasan Kebun Raya Cibodas.

(John, 2010)

Tanah di kawasan gunung aktif memiliki tanah vulkanis yang

penting untuk membuat tanaman lebih subur karena mengandung belerang

yang dapat memberantas hama, kaya akan kandungan mineral, terutama

elemen mikro seperti besi, tembaga dan silika yang berperan untuk

memasok unsur hara pada tumbuhan (Trubus, 2014). Jenis tanah di Kebun

Raya Cibodas merupakan salah satu jenis tanah vulkanis, yaitu tanah

andosol yang merupakan tanah hasil dari abu vulkanis yang telah

mengalami pelapukan. Tanah di kawasan ini umumnya berwarna kuning

kecoklatan, coklat kehitaman hingga berwarna hitam, jenis tanah seperti

ini cocok untuk ditanami berbagai tanaman karena memiliki tingkat

kesuburan yang tinggi dan biasanya terdapat di pegunungan. Aliran air di

kawasan ini berasal dari dua sumber, yaitu bersumber dari aliran Sungai

Ciliwung dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

4.5. Kondisi Biotik

Dari data registrasi terakhir Tahun 2015, Kebun Raya Cibodas

memiliki 1.327 jenis tanaman koleksi kebun, 101 jenis kaktus, 262 jenis

anggrek, 68 jenis tanaman sukulen, dan 101 jenis paku pakuan, 164 jenis

tanaman obat, 50 jenis tanaman Nepenthaceae, 13 jenis taman

Gesneriaceae, 767 jenis koleksi biji, dan 2.984 koleksi Herbarium.

Page 36: laporan pkl

19

Ada beberapa koleksi Kebun Raya Cibodas yang menarik misalnya

Taman Sakura, di Taman Sakura terdapat 5 jenis Sakura yaitu Prunus

cerasoides, Prunus yedoensis, Prunus yamasakura, Prunus lannesiana dan

Prunus sp, sedangkan jenis yang dikoleksikan untuk saat ini ada 3 jenis

yaitu Prunus arborea dari Java, Prunus costata dari Irian/ Papua dan

Prunus cerasoides dari Himalaya. Sakura dapat tumbuh di wilayah Kebun

Raya Cibodas dapat disebabkan karena ketinggian Kebun Raya Cibodas

yang hampir sama dengan habitat aslinya, dan juga dipengaruhi oleh iklim

dan perawatannya.

Selain Taman Sakura, terdapat Taman Lumut yang dibuat seperti

habitat alami lumut seperti tumbuh di batuan, batang pohon, tanah dan

media khusus, di Taman ini terdapat 134 spesies lumut. Kebun Raya

Cibodas juga memiliki Taman Rhododendron yang khusus ditanami

Rhododendron, dimana terdapat 3 spesies Rhododendron yaitu ada 3 jenis

Rhododendron yang ditanam yaitu Rhododendron javanicum dari Jawa,

Rhododendron macgregoriae dari Papua dan Rhododendron mucronatum

dari Jepang. Lalu ada Koleksi Paku pakuan yang dilihat dari data terakhir

(2013), terdapat 74 spesies paku pakuan. Terakhir adalah Koleksi

Tanaman Obat yang memiliki kurang lebih 164 jeis tanaman obat.

Page 37: laporan pkl

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan pada respon pemberian jenis auksin (IBA, NAA, dan IAA)

dengan beberapa konsentrasi (2 mg/l, 4 mg/l dan 6 mg/l) pada ketiga jenis Rubus

rosifolius hasil mutasi (M 20 Gy, M 40 Gy, dan M 50 Gy) pada hari ke-15

menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Hasil yang berbeda ini dapat dilihat dari

rata-rata jumlah akar dan rata-rata panjang akar yang terbentuk. Menurut Vater

(2015), konsentrasi IBA memberikan pengaruh pada perakaran, panjang tunas,

jumlah akar, panjang akar. Tanpa IBA , tidak ditemukan adanya pertumbuhan

akar, walaupun tidak ada perbedaan respon terhadap perbedaan konsentrasi IBA

yang diberikan.

Tidak semua eksplan yang ditanam pada masing masing media tumbuh

dengan seharusnya, ada beberapa eksplan yang mengalami kontaminasi baik dari

jenis cendawan maupun bakteri. Kontaminasi dapat berasal eksplan, media tanam,

alat yang digunakan, maupun dari orang yang melakukan kultur. Kontaminan

akan mengganggu proses pertumbuhan eksplan karena akan terjadi perebutan

nutrisi yang berasal dari media oleh eksplan dan kontaminan, selain itu

kontaminan juga dapat menghasilkan racun yang dapat mematikan eksplan.

Kotaminan sendiri biasanya pertumbuhannya lebih cepat daripada eksplan yang

ditanam. Kontaminan pada kultur R.rosifolius ini terlihat pada hari ke-4 setelah

penanaman, dimana pada hari tersebut belum terjadi inisiasi akar.

Tabel 5.1. Jumlah persentase kontaminasi

TanggalEksplan

awal/botol

Jumlah botol

kontaminasiEksplan Hidup

19 Juni 2015108

29 (26,85%) 79

22 Juni 2015 15 (13,88%) 64

Total 108 44 (40,73%) 64 (59,25%)

20

Page 38: laporan pkl

21

Kontaminasi yang terjadi tergolong tinggi walaupun kontaminasi tidak

mencapai 50%. Penyebab kontaminasi lebih banyak disebabkan oleh cendawan

daripada bakteri. Kontaminasi yang terjadi dapat disebabkan oleh kurang sterilnya

alat maupun media yang digunakan, dapat juga disebabkan kurang hati hatinya

saat proses penanaman, dapat pula disebabkan oleh ruangan yang kurang steril.

Dari pengamatan inisiasi akar pada Rubus mutan dengan penambahan

auksin (IBA, NAA dan IAA) memerlukan waktu rata-rata 15 hari, sehingga pada

saat dilakukan pengamatan pada hari ke-15 setelah penanaman akar Rubus telah

terbentuk. Menurut Rostiana (2007), tunas piretrum (Chrysanthemun

cinerariifolium) yang ditanam pada media tanpa penambahan auksin, waktu

inisiasi akarnya lebih cepat (12,3 cm), sedangkan waktu inisiasi akar paling

lambat terjadi pada penambahan IBA 0,8 mg/l (14 hari).

(a)

(b)

(c)

Page 39: laporan pkl

22

(d) (e) (f)

Gambar 5.1. Morfologi Rubus setelah 15 hari penanaman (a) M 20 Gy NAA 2

mg/l, (b) M 20 Gy IBA 6 mg/l, (c) M 40 Gy NAA 2 mg/l, (d) M 40 Gy IBA 2

mg/l, (e) M 50 IAA 4 mg/l, (f) M 50 Gy IBA 4 mg/l

Pengamatan morfologi pada ketiga jenis R.rosifolius hasil mutasi

menunjukkan hasil yang berbeda dilihat dari pertumbuhan akar yang merupakan

hasil dari pengaruh ZPT jenis auksin yang mempengaruhi pertumbuhan akar dari

eksplan. Dari Gambar 5.1, dapat dilihat pertumbuhan M 20 Gy (a), mengalami

pertumbuhan akar yang tinggi hingga akar terbentuk di bagian atas batang,

sedangkan pada M 40 Gy dan M 50 Gy, akar yang terbentuk masih berada pada

bagian bawah batang yang menempel pada media.

Respon pemberian auksin pada R.rosifolius mutan (M 20 Gy, M 40 Gy,

dan M 50 Gy) pada pengamatan setelah 15 hari dapat dilihat dari rata-rata jumlah

akar dan rata-rata panjang akar pada masing masing eksplan Rubus yang disajikan

pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Rata rata jumlah akar, panjang akar, tinggi planlet dan jumlah daun

pada masing masing R.rosifolius mutan (M 20 Gy, M 40 Gy dan M 50 Gy).

Jenis Rubus

Jenis ZPT

Konsentrasi/ mg/l

HasilRata- rata jumlah

akarRata-rata panjang

akar/ cm

M 20 Gy

IBA

2 1 0,5

4 1,5 0,25

6 0 0

NAA

2 9 0,65

4 4,5 0,60

6 3,5 0,25

IAA

2 1 1

4 0,5 0,6

6 4,5 0,5

M 40 Gy IBA 2 0,5 0,1

4 1,5 0,2

Page 40: laporan pkl

23

6 0,5 0,25

NAA

2 3,5 0,25

4 2,5 0,7

6 3 0,05

IAA

2 2,5 0,85

4 2,5 0,5

6 1,5 1,25

M 50 Gy

IBA

2 1,5 0,6

4 1 1,05

6 1 0,6

NAA

2 4 0,75

4 2 0,35

6 2,5 0,6

IAA

2 2,5 0,7

4 4 0,95

6 4 0,6

Page 41: laporan pkl

24

Data tabel tersebut diperjelas dengan diagram yang menunjukkan nilai

tertinggi masing masing parameter respon R.rosifolius terhadap ZPT (IBA, NAA,

dan IAA).

Diagram 5.1. Respon rata-rata jumlah akar terhadap ZPT dan konsentrasinya pada

masing-masing R.rosifolius mutan.

Pengamatan rata-rata jumlah akar pada masing masing jenis Rubus mutan

pada Diagram 1, menunjukkan bahwa adanya perbedaan respon terhadap jenis

ZPT dan konsentrasinya pada masing masing R.rosifolius mutan. Pada M 20 Gy,

jumlah akar paling banyak dihasilkan oleh R.rosifolius pada media dengan NAA 2

mg/l dan jumlah akar paling sedikit dihasilkan oleh R.rosifolius pada media

dengan IBA 6 mg/l. Pada M 40 Gy, jumlah akar paling banyak dihasilkan oleh

R.rosifolius pada media dengan NAA 2 mg/l dan jumlah akar paling sedikit

dihasilkan oleh R.rosifolius pada media dengan IBA 2 mg/l dan IBA 6 mg/l. Pada

M 50 Gy, jumlah akar paling banyak pada media dengan NAA 2 mg/l, IAA 4

mg/l dan IAA 6 mg/l dan paling sedikit pada media dengan IBA 4 mg/l dan IBA 6

mg/l. Dari hasil tersebut, NAA memberikan rata-rata pertumbuhan jumlah akar

paling banyak pada setiap jenis R.rosifolius mutan, sedangkan IBA memberikan

Page 42: laporan pkl

25

jumlah akar paling sedikit terhadap masing masing jenis R.rosifolius mutan

tersebut. Hal ini diperkuat oleh penelitian Rostiana (2007) yang menyebutkan

bahwa penambahan NAA 1,0 mg/l menghasilkan jumlah akar paling banyak

(17,2) dan penambahan IBA 0,8 mg/l menghasilkan jumlah akar paling sedikit

(7,9). Pada penelitian Fathurrahman (2013), perlakuan pemberian IBA pada kultur

anggrek Dendrobium menghasilkan rata-rata jumlah akar lebih sedikit, jika

dibandingkan dengan NAA, namun dari proses pertumbuhan akar terjadi secara

simultan.

Konsentasi ZPT jenis auksin (IBA, NAA, dan IAA) yang diberikan pada

R.rosifolius mempengaruhi pertumbuhan jumlah akar secara acak. Jumlah akar

pada R.rosifolius dengan jenis mutan yang sama namun diberi perlakuan jenis

auksin yang berbeda dengan konsentrasi yang sama, menunjukkan respon

berbeda. Pada R.rosifolius M 20 Gy pada konsentrasi 2 mg/l, pemberian IBA

menghasilkan jumlah akar paling sedikit, sedangkan pemberian NAA

menghasilkan jumlah akar paling banyak, hal ini sesuai dengan penelitian

Arliyanti (2013), yang menyatakan aplikasi NAA pada tanaman Stevia

mempengaruhi jumlah akar. Menurut Rostiana (2007), perbedaan pengaruh pada

auksin yang berbeda diduga karena perbedaan struktur kimia pada kedua jenis

auksin tersebut. Induksi perakaran tunas piretrum, IBA lebih efektif dibandingkan

dengan NAA karena pada konsentrasi rendah mampu menghasilkan jumlah akar

yang banyak

Menurut Fathurrahman (2013), penggunaan ZPT untuk merangsang

pertumbuhan akar dan tunas hanya diperlukan dalam jumlah kecil. Hal tersebut

berarti bahwa semakin tinggi ZPT, maka pertumbuhan yang terjadi akan semakin

kecil. Namun, dari Diagram 1, terlihat bahwa penambahan konsentrasi ZPT yang

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah akar hanya terjadi pada M 20 Gy pada

ZPT NAA dan M 40 Gy pada ZPT IAA. Menurut Fathurrahman (2013),

terjadinya penurunan jumlah akar juga dapat disebabkan oleh sumber eksplan

yang mengalami variasi dan karena meningkatnya konsentrasi auksin

menyebabkan eksplan anggrek Dendrobium menjadi kurang respon. Sedangkan

eksplan lain yang diberi penambahan ZPT memberikan pengaruh yang random,

Page 43: laporan pkl

26

namun masih menunjukkan adanya pertumbuhan akar pada masing masing

eksplan, bahkan pada M 20 Gy pada ZPT IAA menghasilkan penambahan jumlah

akar dengan ditambahkannya konsentrasi IAA. Menurut Fathurrahman (2013),

pemberian konsentrasi ZPT yang lebih tinggi (5 ppm) pada anggrek Dendrobium

masih menunjukkan respon yang baik.

Diagram 5.2. Panjang akar terhadap ZPT dan konsentrasinya pada masing-masing

R.rosifolius mutan.

Pengamatan rata-rata panjang akar pada masing-masing R.rosifolius mutan

pada Diagram 2, menunjukkan bahwa adanya perbedaan panjang akar pada

masing-masing R.rosifolius. Pada R.rosifolius M 20 Gy, rata-rata akar terpanjang

dihasilkan oleh IAA 2 mg/l, sedangkan akar rata rata akar terpendek dihasilkan

pada IBA 6 mg/l. Pada R.rosifolius M 40 Gy, rata-rata akar terpanjang dihasilkan

oleh IAA 6 mg/l, sedangkan akar terpendek dihasilkan oleh NAA 6 mg/l. Pada

R.rosifolius M 50 Gy, rata-rata akar terpanjang dihasilkan oleh IBA 4 mg/l dan

rata-rata akar terpendek dihasilkan oleh NAA 4 mg/l. Rata-rata panjang akar pada

setiap jenis R.rosifolius random, dimana seharusnya penambahan konsentrasi

auksin menghasilkan panjang akar yang semakin kecil. Pada penelitian Rostiana

Page 44: laporan pkl

27

(2007), penghambat panjang akar disebabkan oleh konsentrasi auksin yang

semakin tinggi. Pada M 50 Gy, semua pemberian ZPT dengan konsentrasi

berbeda menghasilkan rata rata jumlah akar yang tidak jauh berbeda. Dari

diagram 2, dapat dilihat bahwa IAA lebih optimal untuk merangsang panjang akar

pada setiap jenis R.rosifolius mutan, jika dibandingkan dengan IBA dan NAA, hal

ini tidak sesuai dengan penelitian Arlianti (2013), yang menyatakan bahwa

aplikasi IBA memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang akar. Pada

penelitian Kristina (2012), aplikasi IAA dan IBA pada semua konsentrasi tidak

berbeda nyata dalam menginduksi tunas dan akar tabat barito, kecuali untuk tinggi

tunas, hal ini dapat disebabkan oleh kandungan hormon endogenous yang cukup

tinggi pada tanaman tabat barito sehingga konsentrasi dan jenis hormon yang

diberikan tidak berpengaruh pada jumlah dan panjang akar. Menurut Bobrowski

(1996), penggunaan auksin pada media perakaran akan memberikan respon yang

berbeda tergantung pada genotip dan konsentrasi, selain itu Arlianti (2013)

menyatakan bahwa konsentrasi yang optimal akan mempengaruhi berakar atau

tidaknya eksplan yang ditanam.

Page 45: laporan pkl

28

Page 46: laporan pkl

1. BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Penggunaan auksin (IBA, NAA dan IAA) menunjukkan hasil yang

beragam untuk menginduksi akar. Jenis hormon/ZPT NAA berpengaruh pada

jumlah akar dan pada konsentrasi 2 mg/l NAA paling efektif menginduksi jumlah

akar karena menghasilkan rata-rata 9 akar per planlet, sedangkan jenis hormon

IAA berpengaruh menginduksi panjang akar dan pada konsentrasi IAA 6 mg/l

menghasilkan rata-rata panjang akar 1,25 cm. Peggunaan IBA menunjukkan hasil

yang kurang optimum pada jumlah akar maupun panjang akar. Penggunaan ZPT

hingga konsentrasi tinggi (6 mg/l) masih menunjukkan hasil yang baik.

6.2. Saran

Perlu adanya studi lebih lanjut mengenai penggunaan kombinasi auksin

dan sitokinin pada Rubus rosifolius agar didapat tanaman yang siap untuk

diaklimatisasi.

28

Page 47: laporan pkl

31

Page 48: laporan pkl

DAFTAR PUSTAKA

Aliona, Morariu, Caulet Raluca Petronela, Dascalu Marius Constantin, Sfichi–

Duke Liliana, Micropropagation Of Raspberry Cultivars By Terminal and

Lateral Bud Explants. Department of Horticulture, U.S.A.M.V. Iasi,

Romania.

Arikan, Seyma, Muzaffer Ipek, dan Ahmet Esitken. 2014. In Vitro

Micropropagation of Blackberry (Rubus fruticosus.) Cultivar “JUMBO”.

Australian Journal of Industry Research. SCIE Journals.

Arimarsetiowati, Rina, dan Fitria Ardiyani. 2012. Pengaruh Penambahan Auksin

Terhadap Pertunasan dan Perakaran Kopi Arabika Perbanyakan Somatik

Embriogenesis. Pelita Perkebunan Vol.28 (2).

Arlianti, Tias, Sitti Fatimah Syahid, NN Kristina, dan Otih Rostiana. 2013.

Pengaruh Auksin IAA, IBA dan NAA Terhadap Induksi Perakaran

Tanaman Stevia (Stevia rebaudiana) Secara In Vitro. Bul. Littro Vol.24.

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.

Bobrowski, Vera L, Mello-Farias, Paulo C., Peters, Jose A.. 1996.

Micropropagation of Blackberries (Rubus Sp.) Cultivars. Rev. Bras de

Agrociencia. Vol. 2 No.1.

Daisy P. Ir., Sriyanti Hendaryono, Ir. Ari Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan.

Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif-

Modern. Kanisius. Yogyakarta. Hal: 63-65.

Data Regist KR.Cibodas. 2015. Registration of Cibodas Botanical Gardens.

Cibodas.

Data Situs Resmi Kebun Raya Cibodas. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

2015. [online]. Tersedia: http://krcibodas.lipi.go.id/ . Diakses pada tanggal 23 Juli

2015 09:15 WIB.

29

Page 49: laporan pkl

30

Dewi A, Intan Ratna. 2008. Peranan dan Fungsi Fitohormon Bagi Pertumbuhan

Tanaman. [Makalah] Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. Bandung.

Fathurrahman. 2013. Pemberian Beberapa Jenis Auksin Terhadap Pertumbuhan

Akar Eksplan Anggrek Secara In Vitro. Jurnal Dinamika Pertanian

Volume XXVIII Nomor 2. ISSN 0215-2525.

Forest and Kim. 2011. Plant In Flower and Fruit. [online] Tersedia:

http://keys.lucidcentral.org/keys/v3/eafrinet/weeds/key/weeds/Media/

Html/Rubus_rosifolius_%28Rose-leaf_Bramble%29.htm. Diakses pada

tanggal 13 Agustus 2015 15:20 WIB.

Francis, Jhon K. 2004.Wildland Shrubs of The United States and Its Territories:

Thamnic Description. Volume 1.General technical Report. United States

Department of Agriculture. Hal. 658-659.

John. 2010. Tanaman Karnivora. [online]. Tersedia:

http://tanamanbuas.proboards.com/thread/2221/program-feedback-kritik-

saran . Diakses: 19 Juni 2015 09:30 WIB.

Kalkman, C. 1993. Flora Malesiana. Series I-Spermathophyta. Flowering Plants.

Volume 11(2).Foundation Flora Malesiana. Leiden University. Leiden.

Hal: 247-249.

Kristina, Nova Natalini dan Sitti Fatimah Syahid. 2012. Induksi Perakaran Dan

Aklimatisasi Tanaman Tabat Barito Setelah Konservasi In Vitro Jangka

Panjang. Bul. Littro Vo.23 No.1.

Mendoza, B. Millan.1998. Regeneration Of Rubus In Vitro Using

Forchlorfenuron (CPPU). Rev. Fac. Agron.( LUZ). Vol:15.

Nursyamsi. 2010. Teknik Kultur Jaringan Sebagai Alternatif Perbanyakan

Tanaman Untuk Mendukung Rehabilitasi Lahan. Prosiding Ekspose Hasil-

Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar. Makassar. 22 Juni

2010. Hal: 87.

Page 50: laporan pkl

31

Rostiana, Otih dan Deliah Seswita. 2007. Pengaruh Indole Butyric Acid Dan

Naphtaleine Acetic Acid Terhadap Induksi Perakaran Tunas Piretrum

[Chrysanthemum Cinerariifolium (Trevir.)Vis.] Klon Prau 6 Secara In

Vitro. Bul. Littro Vol. XVIII No.1. Hal: 39-48.

Rubus. 2014. Berkah Vulkanis.[online]. Tersedia: http://www.trubus-

online.co.id/berkah-vulkanis/ . Diakses: 19 Juni 2015 12.30 WIB.

Soerohaldoko, B, B, P. Naiola, R.E. Nasution, S. Danimihardja, R. S. Purwantoro,

N. K. A. Soegiarto, Supena, D. Mardi, D. S. Saputra, D. A. Nurdin, N.

Suryana, A. Suhatman, R. Solihin SP, H. Supriyadi, A. Hidajat, dan

Amiruddin. 2006. Sejarah Kebun Raya Cibodas. LIPI-UPT. Balai

Konservasi Tanaman Kebun Raya Cibodas. Cibodas. Hal: 2-89.

Sulistiani, Erina, dan Samsul Ahmad Yani. 2012. Produksi Bibit Tanaman

Dengan Menggunakan Teknik Kultur Jaringan. Seameo Biotrop. South

East Asian Regional Center for Tropical Biology. Hal: 1.

Surya, Muhammad Imam. 2009. Keanekaragaman dan Potensi Rubus spp.

Koleksi Kebun Raya Cibodas. Warta Kebun Raya 9(1). UPT Balai

Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas.

Watson. L, dan M.J. Dallwitz. 1992. The Families of Flowering Plants:

Desriptions, Illustrations, Identifications, and Informations Retrevial.

[online]. Tersedia: http://delta-intkey.com/angio/www/rosaceae.htm.

Diakses pada tanggal 13 Agustus 2015 15:00 WIB.

Page 51: laporan pkl

32

Page 52: laporan pkl

LAMPIRAN

1. Jadwal Harian Kerja Praktek

Tanggal Waktu Kegiatan Keterangan Paraf

08/06/2015 07.30-16.00 Pengenalan

lokasi kerja

praktik (kantor,

laboratorium,

pembibitan,

perpustakaan)

Studi literatur

Pembimbing

09/06/2015 07.30-16.00 Pembuatan

media MS+IAA

konsentrasi 2

mg/l, 4 mg/l, dan

6 mg/l

Pembimbing

10/06/2015 07.30-16.00 Pemuatan media

MS+NAA dan

MS+IBA

konsentrasi 2

mg/l, 4 mg/l,dan

6 mg/l

Pembuatan

larutan stok

hormon

Sterilisasi botol

kultur dan

persiapan bahan

kultur

(alumunium foil

dan tutup plastik)

Pembimbing

32

Page 53: laporan pkl

33

11/06/2015 07.30-16.00 Pembibitan (stek

pucuk Brunfelsia

pauciflora)

12/06/2015 07.30-16.30 Olahraga

Ijin

13/06/2015 LIBUR

14/06/2015

15/06/2015 07.30-16.00 Mensubkultur

Rubus rosifolius

(72 botol)

16/06/2015 07.30-16.00 Mensubkultur

Rubus rosifolius

(12 botol)

Pembuatan

media

17/06/2015 07.30-16.00 Aklimatisasi

Rubus rosifolious

18/06/2015 07.30-16.00 Perhitungan

jumlah daun baru

Brunfelsia

pauciflora dan

perhitungan

jumlah media

kontaminasi

(Rubus

rosifolius)

19/06/2015 07.30-16.30 Perhitungan

jumlah media

kontaminasi

20/06/2015 LIBUR

21/06/2015

22/06/2015 07.30-16.00 Stek Rubus

Page 54: laporan pkl

34

rosifolius

Pengamatan stek

Brunfelsia

pauciflora

23/06/2015 07.30-16.00 Study literatur

24/06/2015 07.30-16.00 Pembuatan

media MS ½,

MS0, dan KC

25/06/2015 07.30-16.00 Pengamatan akar

kultur Rubus

rosifolius

26/06/2015 07.30-16.30 Studi literatur

27/06/2015 LIBUR

28/06/2015

29/06/2015 07.30-16.00 Studi literatur

30/06/2015 07.30-16.00 Pengamatan akar

Rubus rosifolius

01/07/2015 07.30-16.00 Penyusunan

laporan

02/07/2015 07.30-16.00 Studi literatur

03/07/2015 07.30-16.30 Studi literatur

Bimbingan

koreksi laporan

04/07/2015 LIBUR

05/07/2015

06/07/2015 07.30-16.00 Pengamatan akar

Rubus rosifolius

07/07/2015 07.30-16.00 Mencuci botol

kultur

08/07/2015 07.30-16.00 Aklimatisasi

Rubus rosifolius

Page 55: laporan pkl

35

2. Foto Kegiatan

Foto 1. Kultur Rubus rosifolius

Foto 2. Penulisan label

Page 56: laporan pkl

36

Foto 3. Aklimatisasi

Foto 4. Bahan-bahan pembuatan media MS