Laporan PKL

124
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN BAGIAN KEDUA (TUGAS KHUSUS) PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI MALAPARI (Pongamia pinnata) DENGAN BENTONIT DAN ZEOLIT Oleh: Teguh Eka Aprilliadi Rahman 24030111130029 JURUSAN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA

description

laporan PKL PT.INDAH KIAT PULP AND PAPPER

Transcript of Laporan PKL

LAPORAN

PRAKTIK KERJA LAPANGAN

BAGIAN KEDUA (TUGAS KHUSUS)

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI MALAPARI (Pongamia pinnata) DENGAN BENTONIT DAN ZEOLIT

Oleh:

Teguh Eka Aprilliadi Rahman24030111130029

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

FEBRUARI, 2014

HALAMAN PENGESAHAN

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

RINGKASAN ix

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang................................................................................................1

1.2 Tujuan.............................................................................................................5

1.3 Manfaat...........................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 Bahan Bakar Diesel.........................................................................................6

2.1.1 Karakteristik bahan bakar biodiesel 6

2.2 Biodiesel.........................................................................................................9

2.2.1 Kelebihan biodiesel 10

2.2.2 Karakteristik biodiesel 11

2.2.3 Spesifikasi biodiesel 14

2.3 Tanaman Malapari........................................................................................16

2.3.1 Klasifikasi dan morfologi 16

2.3.2 Manfaat tanaman malapari 19

iv

2.3.3 Spesifikasi minyak biji malapari 20

2.4 Ekstraksi dan Pemurnian Minyak.................................................................20

2.4.1 Ekstraksi 21

2.4.2 Pemurnian minyak 22

2.5 Transesterifikasi............................................................................................24

2.5.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi 24

BAB III METODE PERCOBAAN 29

3.1 Lokasi Penelitian...........................................................................................29

3.2 Bahan dan Alat..............................................................................................29

3.2.1 Bahan 29

3.2.2 Alat 30

3.3 Prosedur Kerja..............................................................................................31

3.3.1 Ekstraksi minyak 31

3.4.2 Tahap degumming 32

3.3.3 Tahap bleaching (pemucatan)32

3.3.4 Pembuatan metil ester33

3.3.5 Pencucian biodiesel 34

3.4 Karakterisasi Biodiesel.................................................................................34

3.4.1 Berat jenis 34

3.4.2 Angka asam 35

3.4.3 Angka penyabunan 36

3.4.4 Angka iod 36

v

3.4.5 Indeks Setana 37

3.4.6 Viskositas Kinematik 38

3.4.7 Kadar Air 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 39

4.1 Ekstraksi Minyak Biji Malapari....................................................................39

4.2 Proses Pemurnian Minyak Biji Malapari......................................................41

4.2.1 Tahap degumming 41

4.2.2 Tahap bleaching (pemucatan)42

4.3 Pembuatan Metil Ester..................................................................................44

4.4 Pencucian Metil Ester...................................................................................53

4.5 Karakteristik Metil Ester...............................................................................55

4.5.1 Berat Jenis 56

4.5.2 Angka Asam 56

4.5.3 Angka Penyabunan 57

4.5.4 Angka Iod 57

4.5.5 Indeks Setana 58

4.5.6 Viskositas Kinematik 59

4.5.7 Kadar Air 60

BAB V PENUTUP 61

5.1 Kesimpulan...................................................................................................61

5.2 Saran.............................................................................................................62

DAFTAR PUSTAKA 63

vi

LAMPIRAN 64

vii

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

Daftar Gambar

Gambar 2.1 Bagian tanaman malapari (Pongamia pinnata L.); (a) habitus; (b) batang;

(c) daun; (d) bunga; (e) buah; (f) biji .........................................................................18

Gambar 4.1 (a) Biji malapari (b) Proses crushing (c) Proses pengepresan.................39

Gambar 4.2 (a) Proses Degumming (b) Residu Getah.................................................42

Gambar 4.3 (a) Minyak Sebelum Pemucatan (b) Minyak Setelah Pemucatan...........44

Gambar 4.4 Proses Transesterifikasi dengan Katalis Asam........................................46

Gambar 4.5 Mekanisme Reaksi Transesterifikasi dengan Katalis Asam....................48

Gambar 4.6 Pemisahan Lapisan Metil Ester dengan Alkoholnya (Katalis Asam)......51

Gambar 4.7 Mekanisme Transesterifikasi Menggunakan Katalis Basa......................53

Gambar 4.8 Pemisahan Lapisan Metil Ester dan Alkoholnya (Katalis Basa).............53

Gambar 4.9 Biodiesel Biji Malapari............................................................................55

Daftar Tabel

Tabel I.1 Tumbuhan Sumber Potensial Minyak-Lemak untuk Biodiesel.....................3

Tabel 2.1 Karakteristik Biodiesel Sesuai Standar ASTM.............................................8

Tabel 2.2 Perbandingan Emisi Biodiesel dengan Petrodiesel.....................................10

Tabel 2.3 Perbandingan Biodiesel dengan Petrodiesel................................................12

Tabel 2.4 Spesifikasi Biodiesel Menurut Standar Indonesia, Eropa, dan Amerika.....15

viii

Tabel 2.5 Spesifikasi Minyak Biji Malapari................................................................20

Tabel 4.1 Perbandingan Nilai Konversi Tahapan Transesterifikasi dengan Katalis

Asam............................................................................................................................50

Tabel 4.2 Hasil Analisis Biodiesel dan Minyak Biji Malapari....................................56

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram Alir Pembuatan Biodiesel Minyak Biji Malapari 64

Lampiran 2. Diagram Ekstraksi Minyak 65

Lampiran 3. Diagram Tahapan Degumming I 66

Lampiran 4. Diagram Tahapan Degumming II 67

Lampiran 5. Diagram Tahapan Transesterifikasi 68

Lampiran 6. Diagram Tahapan Pencucian dan Pemanasan 69

Lampiran 7. Perhitungan Parameter Analisis 70

x

RINGKASAN

Dengan semakin menipisnya cadangan energi fosil dan semakin

meningkatnya kebutuhan bahan bakar serta tuntutan akan bahan bakar yang ramah

lingkungan, pemikiran mengenai sumber energi yang dapat diperbarui semakin

berkembang. Salah satu caranya adalah penggunaan biodiesel, yaitu bahan bakar

yang terbuat dari sumber yang dapat diperbarui seperti minyak nabati atau lemak

hewani. Pada penelitian ini, biodiesel dibuat dari bahan biji malapari (Pongamia

pinnata) melalui reaksi transesterifikasi dengan menggunakan katalis asam (HCl) dan

katalis basa (KOH) yang sebelumnya dilakukan bleaching oleh bentonit dan zeolit.

Pemucatan dilakukan dengan jumlah adsorben masing-masing 0,5 % b/b. Proses

transesterifikasi dengan katalis asam HCl 1 % v/v dilakukan pada suhu 60 – 70

oCdengan penambahan metanol 25 % b/b selama 60 menit. Kemudian, dilanjutkan

dengan katalis basa KOH 0,2 % b/b dengan penambahan metanol 25 % b/b dilakukan

pada suhu 60 – 70 oC selama 30 menit. Biodiesel yang telah terbentuk dilakukan

karakterisasi dan hasilnya adalah angka asam sebesar 0,78 mg basa/g sampel;

viskositas kinematik sebesar 8,25 cSt, angka penyabunan sebesar 173,64 mg KOH/g

sampel; angka iod sebesar 44,9361 g iod/100 g sampel, berat jenis sebesar 909

Kg/m3; kadar air sebesar 0,792 % b/b; dan indeks setana sebesar 67,62.

Kata kunci : P. pinnata, biodiesel, bleaching, bentonit, zeolit, transesterifikasi,

katalis.

xi

xii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gagasan awal dari perkembangan biodiesel adalah dari suatu kenyataan yang

terjadi di Amerika pada pertengahan tahun 80-an, ketika petani kedelai kebingungan

memasarkan produk kedelainya serta anjloknya harga di pasar.Dengan pengetahuan

yang berkembang saat itu serta dukungan pemerintah setempat, petani mampu

membuat bahan bakar sendiri dari kandungan minyak kedelai menjadi bahan bakar

biodiesel yang lebih dikenal dengan biodiesel.

Biodiesel adalah sebuah alternatif bagi bahan bakar diesel yang terbuat dari

bahan bakar yang dapat diperbarui seperti lemak nabati atau lemak hewani.Secara

kimia, biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran monoalkil ester

dari rantai panjang asam lemak.

Cadangan energi fosil semakin hari semakin berkurang padahal kebutuhan

masyarakat dan industri akan energi fosil cenderung meningkat. Para pakar energi

memperkirakan bahwa energi fosil pada waktu tertentu akan habis terkonsumsi.

Perkiraan yang ekstrem menyebutkan, minyak bumi akan habis jika dikonsumsi

terus-menerus selama 200 tahun. Adapun batu bara akan habis terpakai dalam 400

tahun (Anonimous, 2006). Demikian halnya dengan ketersediaan BBM dalam negeri

yang semakin menipis. Di sisi lain, muncul berbagai masalah lingkungan sebagai

1

akibat dari buangan hasil pembakaran bahan bakar fosil yang menyebabkan efek

rumah kaca dan pemanasan global. Asap kendaraan bermotor yang menggunakan

2

2

BBM dari fosil menjadi penyumbang polusi terbesar didunia. Seperti dilaporkan

Walhi, dalam setiap liter premium yang diproduksi, terkandung timbal (Pb) sebesar

0,45 gram sehingga jumlah Pb yang terlepas ke udara total sebesar 5.181,930 ton

Semakin menipisnya cadangan energi fosil dan semakin meningkatnya

kebutuhan bahan bakar, termasuk minyak diesel, pemikiran tentang sumber energi

yang terbarukan serta diversifikasi energi semakin berkembang.Selain itu, dunia

internasional saat ini juga sedang berlomba-lomba untuk menggunakan bahan bakar

yang ramah lingkungan dalam rangka mengimplementasikan komitmen Kyoto

Protocol tentang penyelamatan dunia dari pemanasan global akibar emisi karbon dan

isu global mengenai CDM (Clean Development Mechanism).

Hal inipun didukung oleh rencana pemerintah untuk mengurangi

ketergantungan Indonesia pada bahan bakar fosil dengan mengeluarkan peraturan

presiden RI No. 5 Tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional untuk

mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar fosil.

Pemerintah juga telah memberikan perhatian serius untuk pengembangan bahan bakar

nabati (biofuel) dengan menerbitkan instruksi Presiden No.1 Tahun 2006 tertanggal

25 Januari 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel)

sebagai bahan bakar lain.

Pembuatan biodiesel dari minyak nabati dilakukan dengan mengkonversi

trigliserida (komponan utama minyak nabati) menjadi metil ester asam lemak, yaitu

3

dengan memanfaatkan katalis pada proses metanolisis/transesterifikasi. Beberapa

katalis telah digunakan secara komersial dalam memproduksi biodiesel.

Keunggulan dari bahan bakar ini adalah dalam melakukan kontrol polusi,

dimana biodiesel lebih mudah dikontrol daripada bahan bakar diesel fosil karena tak

mengandung sulfur bebas dan memiliki gas buangan dengan kadar pengotor yang

rendah dan dapat didegradasi. Di sisi lain, secara ekonomi menguntungkan bagi

Indonesia karena sumber bahan baku tidak perlu diimpor seperti bahan bakar

konvensional.

Indonesia kaya akan tumbuhan penghasil minyak/lemak baik itu yang berasal

minyak lemak pangan maupun minyak lemak nonpangan, meskipun demikian bahan

mentah utama biodiesel sebaiknya dipilih dari jenis minyak/lemak

nonpangan.Menurut hasil riset BPPT, Indonesia memiliki enam puluh jenis tanaman

yang berpotensi menjadi energi bahan bakar alternatif sesuai dengan tabel berikut :

Tabel I.1 Tumbuhan Sumber Potensial Minyak-Lemak untuk Biodiesel

Nama

IndonesiaNama Latin Sumber

Kadar, %-

berat keringP/NP

Kelapa sawit Elais guineensis Sabut +

daging buah

45-70 +

46-54

P

Kelapa Cocos nucifera Daging buah 60-70 P

Jarak pagar Jatropha curcas Inti biji 40-60 NP

Kacang suuk Arachis hypogeal Biji 35-55 P

4

Randu Ceiba Pentandra Biji 24-40 NP

Kecipir Psophocarpus tetrag. Biji 15-20 P

Kelor Moringa oleifera Biji 30-49 P

Karet Hevea brasiliensis Biji 40-50 NP

Kemiri Aleurites moluccana Inti biji 57-69 NP

Malapari Pongamia pinnata Biji 27-39 NP

Kusambi Sleichera trijuga Daging biji 55-70 NP

Nyamplung Callophyllum

inophyllum

Inti biji 40-73 NP

Saga utan Adenanthera pavonina Inti biji 14-28 P

P = Minyak/lemak Pangan, NP = Minyak/lemak Non Pangan

Salah satu sumber bahan mentah non pangan yang potensial adalah malapari

(Pongamia pinnata L.).Saat ini pemanfaatan malapari sebagai biodiesel banyak

ditemukan di India. Kelebihan malapari sebagai bahan baku biodiesel adalah biji

mempunyai rendemen minyak yang tinggi (mencapai 27 - 39%) terhadap berat kering

dan dalam pemanfaatannya tidak berkompetisi dengan kepentingan pangan

(Soerawidjaja, 2005). Hal ini menjadi suatu alasan bahwa tanaman malapari perlu

untuk dikembangkan dan dibudidayakan.

5

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengembangan skala laboratorium

proses sintesis biodiesel dari minyak biji malapari (Pongamia pinnata L.), menguji

karakteristik biodieselnya, serta membandingkan dengan spesifikasi dan klasifikasi

standar biodiesel.

1.3 Manfaat

Penelitian ini memiliki manfaat untuk mengetahui langkah proses yang

optimal dalam pengembangan sintesis biodiesel dari minyak biji malapari (Pongamia

pinnata L.) dan mengetahui karakteristik biodiesel hasil sintesis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Bakar Diesel

Bahan bakar diesel adalah minyak yang digunakan untuk mengoperasikan

mesin diesel.Bahan bakar diesel tersebut harus memenuhi klasifikasi tertentu agar

berfungsi dengan baik dan sesuai dengan kemampuan mesinnya.

2.1.1 Karakteristik bahan bakar biodiesel

a. Angka setana

Angka setana adalah ukuran kualitas pembakaran dari bahan bakar

diesel.Angka setana diperlukan untuk performa mesin yang bagus.Tingkatan angka

setana tergantung dari desain mesin, ukuran, kecepatan natural, dan variasi muatan,

serta kondisi awal dan kondisi atmosfer.

Alkana dengan berat molekul yang lebih tinggi akan memiliki angka setana

yang lebih tinggi juga. Kuantitasnya mempengaruhi emisi gas dan

partikulat.Penentuan angka setana, memerlukan peralatan yang mahal dan sampel

yang banyak.Oleh karena itu, sebagai alternatif dan perkiraannya, dilakukan

penentuan indeks setana. Indeks setana yang dekat dengan angka setana ditentukan

dengan metode ASTM D 976 yang dihitung dengan menggunakan suhu destilasi 50

% volume dan berat jenisnya, sedangkan indeks setana untuk bahan bakar biodiesel

ditentukan dengan metode AOCS, yang dihitung dengan menggunakan data angka

penyabunan dan angka iod dari metil ester tersebut.

6

7

b. Viskositas

Viskositas adalah kekentalan atau tahanan suatu cairan untuk mengalir

mengikuti gravitasi.Suatu mesin memerlukan bahan bakar dengan viskositas

tertentu.Hal tersebut penting untuk kemampuan alir pada saluran bahan bakar.Nilai

Viskositas juga berpengaruh terhadap sifat pelumasan terhadap pompa injeksi dan

komponen mesin lainnya yang bergesekan dengan pompa injeksi bahan

bakar.Minyak diesel yang dikehendaki memiliki viskositas yang relatif rendah agar

mudah mengalir dari pompa injeksi.Tingkat yang minimum dari viskositas juga

diperlukan pada petroleum diesel.Metode yang digunakan untuk menentukan

viskositas kinematik adalah ASTM D 445.

c. Titik nyala (flash point)

Titik nyala adalah suhu terendah yang dikoreksi pada tekanan barometer 760

mmHg, dimana uap di atas permukaan sampel dapat menyala bila dilakukan

penyalaan dengan kondisi uji yang ditentukan.Penyimpanan dan penanganan suatu

bahan bakar penting untuk memperhatikan nilai titik nyalanya karena titik nyala harus

cukup tinggi agar terhindar dari terjadinya bahaya kebakaran atau menyala sendiri

pada suhu kamar.

2.1.2 Klasifikasi bahan bakar diesel

Bahan bakar diesel diklasifikasikan menurut karakter yang dimiliki oleh

bahan bakar dari minyak bumi, terutama volatilitas atau kemudahan untuk menguap,

8

viskositas, kandungan belerang dan titik tuangnya. Pada tabel 2.1 disajikan berbagai

sifat/persyaratan bahan bakar diesel pada tiga mesin dengan kecepatan putaran yang

berbeda. Persyaratan mutu ini harus dipenuhi bahan bakar yang akan

direkomendasikan sebagai pengganti bahan bakar diesel fosil seperti biodiesel.

Klasifikasi dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1 Karakteristik Biodiesel Sesuai Standar ASTM

No KarakteristikJenis Bahan Bakar Diesel Metode

PengujianNo. 1-D No. 2-D No. 4-D

1Angka setana*,

min.45 40 30 ASTM D 613

2

Berat jenis pada 15oC

min.

max.

0,82

0,87

0,84

0.92

-

-

ASTM D 1298

3

Suhu destilasi (oC) pada

90 % volume distilat,

min.

max.

-

288

282

338

-

-

ASTM D 38

4

Viskositas Kinematik

pada 40 oC (cSt),

min.

max.

1,4

2,4

1,9

4,2

5,5

24,0

ASTM D 445

5 Titik nyala (oC) min. 38 52 55 ASTM D 93

6 Titik tuang (oC) max. 18,3 18,3 - ASTM D 97

7

Panas Pembakaran

(MJ/Kg),

min.

45,30 42,70 - ASTM D 240

8 Kandungan: 0,05 0,25 0,75 ASTM D 95

9

a. Air (% volume)

maks.

b. Sedimen (% berat)

maks.

c. Belerang (% berat)

maks.

d. Residu karbon pada

10 % residu (% berat)

maks.

e. Abu (% berat)

maks.

0,01

0,5

0,15

0,01

0,02

0,50

0,35

0,01

0,15

2,0

-

0,01

ASTM D 473

ASTM D 1266

ASTM D 189

ASTM D 482

*Jika penentuan angka setana dengan ASTM D 613 tidak dapat dilakukan, maka digunakan penentuan indeks setana dengan ASTM D 976/AOCS

2.2 Biodiesel

Biodiesel adalah suatu ester dari monoalkil dari asam lemak rantai panjang,

yang berasal dari sumber yang dapat diperbarui, seperti minyak tumbuhan dan lemak

hewan, yang dapat digunakan dalam mesin diesel atau bisa juga diartikan bahan bakar

dari minyak nabati yang mempunyai sifat seperti minyak diesel atau solar.

Kandungan utama biodiesel adalah metil ester asam lemak yang dihasilkan dari

trigliserida dalam minyak nabati atau lemak hewani melalui reaksi transesterifikasi

dengan metanol. Hasilnya adalah suatu bahan bakar yang tidak berbeda

karakteristiknya dengan bahan bakar diesel konvensional. Biodiesel dapat digunakan

langsung dari mesin diesel, yang lebih dikenal dengan B100 atau dipakai untuk

10

campuran bahan bakar diesel misalnya B20 (campuran 20 % biodiesel, 80 % diesel

konvensional).

Dengan adanya penurunan persediaan minyak bumi, penggunaan minyak

tumbuhan sebagai bahan bakar diesel mulai berkembang kembali di beberapa

negara.Dengan keadaan iklim tertentu dan kondisi tanahnya, beberapa negara telah

mencari sumber-sumber minyak tumbuhan yang dapat dipakai untuk bahan bakar

diesel. Salah satunya yang akan dilakukan pada penelitian ini, yaitu minyak biji

malapari.

2.2.1 Kelebihan biodiesel

Tabel 2.2 Perbandingan Emisi Biodiesel dengan Petrodiesel

Nilai yang

diemisikanSatuan Biodiesel Petrodiesel

SO2 ppm 0 78

CO ppm 10 40

NO ppm 37 64

NO2 ppm 1 1

O2 %-berat 6 6,6

Total partikulat mg/Nm3 0,25 5,6

Benzena mg/Nm3 0,3 5,01

Toluena mg/Nm3 0,57 2,31

Xylena mg/Nm3 0,73 1,57

Etil Benzena mg/Nm3 0,3 0,73

11

Kelebihan biodiesel dibanding minyak solar/minyak diesel :

Merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan karena menghasilka emisi

yang jauh lebih baik (free sulphur, halogen, smoke number rendah)

Bilangan setana lebih dari 60, sehingga efisiensi pembakaran lebih baik.

Memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin

Biodegredable (dapat terurai oleh lingkungan)

Merupakan energi yang dapat diperbarui karena terbuat dari bahan alam yang

dapat diperbarui.

Meningkatkan independensi suplai bahan bakar karena dapat diproduksi

secara lokal.

2.2.1 Karakteristik biodiesel

Biodiesel yang dikenal merupakan bahan bakar yang dapat diperbarui, tidak

beracun, bahkan dapat dibandingkan dengan garam dapur, dan tidak menyebabkan

iritasi pada kulit jika dibandingkan dengan sabun.Jika tumpah, biodiesel dapat

dikonsumsi oleh mikroba hingga 98 % dalam waktu tiga minggu. Daerah yang

sensitif terhadap pencemaran, seperti pelabuhan, kanal, daerah pariwisata harus

menggunakan biodiesel dibandingkan petrodiesel karena toksisitasnya rendah. Hal ini

dapat dilihat pada tabel 2.3

12

Biodiesel diperoleh dari hasil transesterifikasi dapat digunakan dalam keadaan

murni ataupun campuran solar.Biodiesel dapat digunakan 100 % atau dikenal dengan

B100.Namun harus diperhatikan bahwa biodiesel adalah ester yang dapat

melunakkan polimer karet, sehingga bahan tersebut harus diganti dengan jenis yang

tahan terhadap ester. Maka, sebagai alternatif lain adalah mencampur biodiesel

sebanyak 20 % dalam minyak solar, yang selanjutnya dikenal sebagai B20. Campuran

ini dapat digunakan langsung tanpa memerlukan pergantian peralatan.

Tabel 2.3 Perbandingan Biodiesel dengan Petrodiesel

Fisika-Kimia Biodiesel Petrodiesel

Kelembaban % 0,1 0,3

Energi mesinEnergi yang dihasilkan

128000 BTU

Energi yang dihasilkan

130000 BTU

Torsi mesin Sama Sama

Konsumsi bahan bakar Sama Sama

Lubrikasi Lebih tinggi Lebih rendah

EmisiCO, total hidrokarbon, SO2

rendah

CO, total hidrokarbon, SO2

tinggi

Penanganan Tidak mudah terbakar Mudah terbakar

13

Lingkungan Toksisitas rendahToksisitas 10 kali lebih

tinggi

Keberadaan Dapat diperbarui Tidak dapat diperbarui

Sebagaimana diketahui, pada otomotif banyak menggunakan bahan karet

sebagai pipa saluran bahan bakar atau penyekat kebocoran.Penggunaan B100 atau

lebih besar dari 20 % biodiesel harus memerlukan bahan polimer yang tahan solar

dan ester.

Karakter biodiesel dekat dengan spesifikasi untuk bahan bakar diesel, maka

biodiesel juga mempunyai karakteristik seperti angka setana, titik nyala, titik tuang,

viskositas kinematik, dan lainnya.Dibandingkan dengan bahan bakar minyak bumi,

angka setana biodiesel yang tinggi berdampak pada mudah terbakarnya bahan ini,

sehingga emisi partikulatnya kecil.Biodiesel tidak berbau seperti minyak diesel dari

minyak bumi dan penggunaanya dapat meminimalkan endapan karbon pada saluran

bahan bakar. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa campuran diesel dan biodiesel

dapat mengurangi kepekatan asap, emisi partikulat, hidrokarbon yang tidak terbakar,

CO, CO2, dan NOx.

Masalah yang timbul dari penyimpanan biodiesel dalam jangka waktu panjang

adalah adanya degradasi hidrolisis dan oksidatif.Degradasi hidrolisis adalah hidrolisis

metil ester dengan air sebagai mediumnya. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh

jumlah air (terlarut, teremulsi, atau terpisah pada bagian bawah tempat penyimpanan).

14

Kelarutan dan kemampuan emulsi air terhadap bahan bakar ini sangat berpengaruh

pada kualitas produknya.Biodiesel dengan kandungan intermedietberupa mono dan

digliserida memiliki kecenderungan untuk menyerap air.Sedangkan degradasi

oksidatif dipengaruhi oleh senyawa lemak awalyang digunakan (jumlah ikatan

rangkapnya) dan adanya oksidator berupa sinar ultraviolet dan beberapa logam serta

suhu dan udara.

Kadar kemurnian dari biodiesel memiliki pengaruh yang kuat pada karakter

bahan bakarnya terutama adanya monogliserida, digliserida, dan trigliseridanya

karena dapat memberikan masalah yang serius pada penggunaan biodiesel. Faktor

lain yang harus diperhatikan adalah biodiesel harus sebisa mungkin bebas air,

alkohol, gliserol, dan katalisnya. Oleh karena itu, tahap pemurnian dari hasil

transesterifikasi merupakan hal yang tak dapat diabaikan.

2.2.2 Spesifikasi biodiesel

Negara-negara produsen dan pengguna biodiesel telah mencoba menyusun

standar baru untuk produsen biodiesel yang mengadopsi sifat-sifat atau parameter

minyak tumbuhan dan petroleum-diesel konvensional.Berikut ini adalah standar

biodiesel Indonesia yang diajukan pada Forum Biodiesel Indonesia dan

perbandingannya dengan standar Eropa dan Amerika.

15

Tabel 2.4 Spesifikasi Biodiesel Menurut Standar Indonesia, Eropa, dan Amerika

Parameter Satuan(Eropa) EN

14214

(Amerika)

ASTM

(Indonesia)

SNI 04-7182-

2006

Densitas 15 oC g/ml 0,86 – 0,90 - 0,85 – 0,89

Viskositas 40 oC mm2/s (cSt) 3,50 – 5,00 1,90 – 6,00 2,30 – 6,00

Indeks setana - min. 51 min. 40 min. 51

Titik nyala oC min. 120 min. 100 min. 100

Titik tuang oC -15 - 13 - -

Residu karbon %-berat - maks. 0,05 maks. 0,05

Angka asammg KOH/ g

sampelmaks. 0,5 maks. 0,8 maks. 0,8

Angka iodg iod/100 g

sampelmaks. 120 - maks. 115

Kadar belerang %-berat maks. 0,01 maks. 0,05 maks. 0,01

Gliserol total %-berat maks. 0,25 maks. 0,24 maks. 0,24

Kadar Abu %-berat - - maks. 0,02

16

2.3 Tanaman Malapari

Beberapa nama daerah untuk tanaman malapari antara lain Malapari

(Simeuleu), Mabai (Bangka), Ki pahang Laut (Jawa Barat), Bangkongan, Kepik

(Jawa), Kranji (Madura), Marauwen (Minahasa), Hate hira (Ternate), Butis, Sikam

(Timor). Nama internasional tanaman ini adalah Pongam, Karanj, Karanja, Honge,

Indian beech (Soerawidjaja, 2005).

2.3.1 Klasifikasi dan morfologi

Tanaman malapari (Pongamia pinnata L.) tergolong dalam famili

Leguminoceae dengan klasifikasi sebagai berikut (Cronquist, 1981) :

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Rosales

Famili : Caesalpiniaceae

Genus : Pongamia

Spesies : Pongamia pinnata L.

Sinonim : Pongamia glabra Ventenat, Millettia novo-guineensis Kanehira &

Hatusima, Derris indica Lamk, Millettia pinnata L., Pongamia pinnata

Merr.

Tanaman malapari berupa perdu atau pohon yang menggugurkan daunnya

dengan percabangan tersebar. Tinggi pohon ini berkisar antara 15 – 25 m dengan

17

diameter batang mencapai 80 cm. Batang berwarna abu-abu, melekah tegak lurus

samar-samar, cabang pada umumnya tidak memiliki rambut atau urat, dan memiliki

goresan yang menyerupai bintil berdekatan dengan pinak daun pada pangkal gagang

daun. Setiap ranting memiliki 5 – 9 helai daun. Daun malapari tersusun dalam dua

deret dengan 3 – 7 pinak daun yang terletak secara bersilangan, mengkilat dan

warnanya hijau tua. Unit dan letak daun majemuk bersilangan, berbentuk bulat telur,

menjorong atau lonjong (elips) berukuran 5 – 22,5 cm × 2,5 – 15 cm, pangkalnya

membundar hingga membaji, dan ujung daun menumpul–meruncing. Perbungaannya

berupa tandan semu di ketiak daun dengan panjang 6 – 27 cm. Pada setiap buku

terdapat sepasang bunga berbau menyengat, berwarna putih hingga merah muda,

bagian dalam berwarna ungu dengan ruam hijau di tengah, dan terdapat urat

kecoklatan di bagian luarnya. Tangkai bunga berukuran 7-15 mm ditutupi oleh pinak

daun yang halus dan berambut pendek. Mahkota daun berbentuk bulat telur terbalik

dengan panjang 11 – 18 mm. Kelopak bunga berbentuk cangkir, panjangnya 4-5 mm,

ditutupi oleh rambut yang pendek dan halus serta memiliki gigi tumpul yang sangat

pendek. Polong berbentuk lonjong menyerong hingga menjorong, tipis berukuran 5 –

8 cm × 2 – 3,5 cm × 1 – 1,5 cm, halus, berkulit tebal hingga agak mengayu, berparuh,

bertangkai pendek, merekah lambat, berisi 1 – 2 biji, mesokarp berserabut, biji bulat

telur gepeng berukuran 1,5 – 2,5 cm × 1,2 – 2 cm × 0,8 cm, dan bermantel rapuh.

Polong tidak membuka ketika masak (Anonimous, 2007). Kenampakan morfologi

tanaman malapari dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini:

18

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Gambar 2.1 Bagian tanaman malapari (Pongamia pinnata L.); (a) habitus; (b) batang; (c) daun; (d) bunga; (e) buah; (f) biji

19

2.3.2 Manfaat tanaman malapari

Pongamia pinnata (L.) Pierre berperan dalam menyediakan dua sumber

energi : kayunya sebagai bahan bakar untuk memasak, sedangkan minyak yang

berasal dari bijinya dimanfaatkan untuk penerangan. Kayunya juga menyediakan

timber untuk lemari dan kereta beroda dan pulp kertas.Minyaknya digunakan sebagai

pelumas, dimanfaatkan dalam industri penyamakan kulit tradisional di India, dan

dalam pembuatan sabun, pernis dan cat.Pongamia pinnata (L.)Pierre digunakan

dalam reforestasi tanah kurang subur, sistem akarnya yang ekstensif berguna dalam

menahan erosi.Di Sri Lanka ditanam sebagai penahan angin.Daun, bunga dan bijinya

dimanfaatkan sebagai pupuk hijau, daun dan bijinya juga sebagai pakan

ternak.Bunganya merupakan sumber serbuk sari dan nektar yang baik untuk madu

hitam/coklat.

Ekstrak daun dan biji merupakan antiseptik melawan penyakit kulit dan

rematik.Biji yang telah dimemarkan dan dipanggang dulu digunakan sebagai racun

ikan.Di pedalaman, daun-daun kering disimpan pada lumbung padi atau biji-bijian

untuk mengusir serangga.

Pongamia pinnata (L.) Pierreakan tetap diperlukan sebagai pohon reforestasi

dan kayu bakar karena kemampuan adaptasinya terhadap tanah-tanah kurang subur,

berbagai produknya yang bermanfaat, dan mudah ditanam. Pongamia pinnata

(L.)Pierre (Famili Leguminoceae, subfamili Papilionoideae) merupakan salah satu

20

tanaman fiksasi nitrogen, yaitu tanaman yang bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium

dalam menyuburkan tanah (Irwanto, 2008).

2.3.3 Spesifikasi minyak biji malapari

Tabel 2.5 Spesifikasi Minyak Biji Malapari

Spesifikasi Keterangan

Wujud Cair

Viskositas Kinematik, 40 oC 24,91 mm2/s

Densitas 0,927 kg/l

Warna Coklat tua

Komposisi Asam lemak :

Asam palmitat

Asam stearat

Asam oleat

Asam linoleat

Asam laurat

Asam kaproat

Asam arakidat

Asam linolenat

Unidentified

10,80 %

8,70 %

46,00 %

27,10 %

0,10 %

0,10 %

0,80 %

6,30 %

0,10 %

21

2.4 Ekstraksi dan Pemurnian Minyak

2.4.1 Ekstraksi

Lemak dan minyak dapat diperoleh dari ekstraksi jaringan hewan atau

tanaman dengan 3 cara, yaitu :

a. Rendering

Rendering, merupakan suatu cara yang sering digunakan untuk mengekstraksi

minyak hewan dengan cara pemanasan. Pemanasan dapat dilakukan dengan air panas

(wet rendering). Lemak akan mengapung dipermukaan sehingga dapat dipisahkan.

Pemanasan tanpa air, biasanya digunakan untuk mengekstraksi minyak babi dan

lemak susu. Secara komersial rendering dilakukan dengan menggunakan ketel

vakum. Protein akan rusak oleh panas dan air akan menguap sehingga lemak dapat

dipisahkan.

b. Pengepresan

Bahan yang mengandung lemak atau minyak mengalami perlakuan

pendahuluan, misalnya dipotong-potong atau dihancurkan. Kemudian ditekan dengan

tekanan tinggi menggunakan tekanan hidrolik atau screw press. Dengan cara ini,

minyak tidak dapat seluruhnya diekstraksi. Kadang-kadang potongan-potongan

tersebut ditekan lagi dengan menggunakan filter press.

c. Ekstraksi dengan pelarut

Cara ekstraksi ini dapat digunakan dengan menggunakan pelarut dan

digunakan untuk bahan yang kandungan minyaknya rendah.Minyak dalam bahan

dilarutkan dalam pelarut menggunakan alat soxhlet. Minyak yang diperoleh,

22

selanjutnya dipisahkan dari pelarutnya dengan cara diuapkan, sedangkan ampasnya

harus dipisahkan dari pelarut yang tertahan, sebelum ampas tersebut dibuang atau

dijadikan pupuk.

2.4.2 Pemurnian minyak

Untuk memperoleh minyak yang bermutu baik, minyak kasar harus

dimurnikan terlebih dahulu dari bahan-bahan atau kotoran yang terdapat di dalamnya.

Cara-cara pemurnian dilakukan beberapa tahap, yaitu :

a. Pengendapan (settling) dan pemisahan getah (degumming)

Tahapan ini bertujuan untuk menghilangkan partikel-partikel halus yang

tersuspensi atau berbentuk koloidal. Pemisahan dilakukan dengan sentrifugasi atau

penyaringan

b. Netralisasi dengan alkali atau penyabunan (saponification)

Tahapan ini bertujuan untuk memisahkan senyawa-senyawa terlarut seperti

fosfatida, asam lemak bebas, dan hidrokarbon.Lemak dengan kandungan asam lemak

bebas tinggi dipisahkan dengan uap panas dalam keadaan vakum, kemudian

ditambahkan alkali.Sedangkan lemak dengan kandungan asam lemak bebas rendah

cukup ditambahkan basa, seperti KOH, NaOH atau garam Na2CO3, sehingga asam

lemak bebas yang membentuk sabun ikut fase air dan terpisah dari lemaknya.

c. Bleaching (pemucatan)

Tahapan ini bertujuan untuk menghilangkan zat-zat warna, sabun, dan

komponen-komponen logam dalam minyak dengan penambahan adsorbing

23

agentseperti arang aktif, zeolit, bentonit, dan reagen kimia lainnya.Setelah

penyerapan warna, lemak disaring dalam keadaan vakum.

Bentonit adalah nama dagang untuk sejenis lempung yang mengandung

mineral montmorilonit (pembangun struktur bentonit). Di Inggris, nama bentonit

ditujukan untuk sejenis lempung dari mineral montmorilonit-natrium, sedangkan dari

jenis mineral montmorilonit-kalsium disebut fuller earth (lempung pembersih).

Rumus kimianya adalah (MgCa)O.Al2O3.5SiO2.nH2O dengan nilai n sekitar 8.

Bentonit berwarna dasar putih sedikit kecoklatan, kemerahan atau kehijauan

tergantung dari komposisi jenis mineralnya. Selain itu juga bersifat sangat lunak,

ringan, mudah menyerap air, dan dapat melakukan pertukaran ion.

Zeolit adalah senyawa alumina-silikat berhidrat dengan kation natrium,

kalium, dan barium. Rumus kimianya adalah M2/nO.Al2O3.xSiO2.yH2O. Secara

umum, zeolit memiliki struktur molekular yang unik, dimana atom silikon dikelilingi

oleh 4 atom oksigen sehingga membentuk semacam jaringan dengan pola yang

teratur. Beberapa tempat di jaringan ini, atom silikon digantikan oleh atom

aluminium, yang hanya terkoordinasi dengan 3 atom oksigen. Atom aluminium ini

hanya memiliki muatan 3+, sedangkan silikon sendiri memiliki muatan 4+.

Keberadaan atom aluminium ini secara keseluruhan akan menyebabkan zeolit

memiliki muatan negatif. Muatan negatif inilah yang menyebabkan zeolit mampu

mengikat kation. Zeolit juga sering disebut sebagai molecular sieve atau molecular

mesh (saringan molekular) karena zeolit memiliki pori-pori berukuran molekular

sehingga mampu memisahkan atau menyaring molekul dengan ukuran tertentu. Zeolit

24

memiliki beberapa sifat antara lain mudah melepas air akibat pemanasan, mudah

melepas kation dan diganti dengan kation lainnya.

d. Penghilangan bau (deodorasi)

Tahapan ini dilakukan dalam botol vakum, kemudian dipanaskan dengan

mengalirkan uap panas yang akan membawa senyawa volatile (mudah menguap).

Setelah proses deodorasi, lemak harus segera didinginkan untuk mencegah kontak

dengan oksigen.

2.5 Transesterifikasi

Transesterifikasi atau disebut alkoholisis adalah reaksi suatu ester asam lemak

(dalam hal ini trigliserida) dengan alkohol yang membentuk alkil ester dan

gliserol.Suatu katalis biasanya digunakan untuk meningkatkan laju reaksi dan jumlah

produk.Karena reaksinya reversibel, alkohol berlebih digunakan untuk menggeser

kesetimbangan ke arah pembentukan produk. Reaksinya sebagai berikut :

25

2.5.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi

a. Asam lemak bebas dan air

Kandungan asam lemak bebas (FFA) dan air merupakan parameter kunci

untuk menentukan keberlangsungan proses transesterifikasi dari minyak nabati.

Untuk menyempurnakan reaksi dengan katalis basa, FFA harus lebih rendah dari 3 %.

Tingginya angka asam akan menyebabkan rendahnya konversi pada ester karena

adanya FFA, basa, dan air akan membentuk sabun.

Pada transesterifikasi menggunakan katalis asam, trigliserida yang digunakan

tidak harus memiliki angka asam yang rendah dan bebas air karena katalis asam

seperti asam sulfat memiliki sifat dehidrasi yang baik dan mampu mengubah asam

lemak bebas menjadi ester tanpa disertai dengan pembentukan produk samping,

sehingga menghasilkan konversi metil ester yang besar.

b. Tipe alkohol yang digunakan

Alkohol yang digunakan adalah alkohol rantai pendek seperti metanol, etanol,

dan butanol.Namun yang paling sering digunakan adalah metanol dan etanol.Etanol

ternyata meninggalkan residu karbon yang lebih banyak.Etil ester yang memiliki

jumlah atom karbon lebih banyak dibanding metil ester ternyata dapat meningkatkan

angka setananya dan angka pembakaran. Selain itu, etil ester ada bahaya, yaitu pada

suhu sekitar 400 oC akan terjadi proses pirolisis etil, dimana ester yang mengandung

atom H pada posisi β akan menghasilkan asam karboksilat dan alkena.

26

c. Waktu dan suhu reaksi

Nilai konversi metil ester tergantung pada waktu reaksinya. Pada percobaan

transesterifikasi menggunakan kacang tanah, biji matahari, dan kedelai dengan

perbandingan mol metanol : minyak = 6 : 1 dengan katalis NaOH pada suhu 60 oC ,

konversinya 80 % setelah satu menit, tetapi setelah satu jam konversinya meningkat

menjadi 93 – 98 % untuk semua jenis minyak.

Suhu reaksi juga mempengaruhi reaksi dan konversi ester, tergantung pada

jenis minyak yang digunakan. Pada percobaan Freedman yang menggunakan minyak

goring yang menggunakan perbandingan mol metanol : minyak = 6 : 1 dengan

menggunakan katalis NaOH dalam waktu satu jam, konversi ester yang dihasilkan

sebesar 94 %; 87 %; dan 60 % untuk masing-masing suhu 60 oC; 45 oC, dan 32 oC.

Pada transesterifikasi dengan katalis asam, konversi yang dihasilkan cukup

tinggi, namun reaksinya berjalan lambat serta memerlukan suhu reaksi yang tinggi

(>100 oC) dan memerlukan waktu reaksi yang cukup lama (>3 jam) untuk

menyempurnakan reaksi.

d. Rasio alkohol terhadap minyak

Rasio molar alkohol terhadap minyak tumbuhan adalah merupakan salah satu

variabel yang mempengaruhi hasil alkil esternya. Stoikiometri reaksi transesterifikasi

memerlukan tiga mol alkohol untuk setiap mol trigliserida, untuk menghasilkan tiga

mol ester dan satu mol gliserol.Untuk menggeser reaksi ke arah pembentukan ester

maka diperlukan alkohol yang berlebih.

27

Pada transesterifikasi dengan menggunakan katalis basa dengan perbandingan

mol metanol : minyak sebesar 6 : 1 biasa digunakan di industri. Pada percobaan

menggunakan minyak biji Cynara, hasil yang memuaskan terjadi pada perbandingan

mol 9 : 1 dan 12 : 1. Perbandingan mol yang terlalu besar dapat menyulitkan

pemisahan gliserol karena meningkatkan kelarutan dengan ester. Oleh karena itu,

perbandingan mol 9 : 1 memungkinkan untuk mendapat konversi yang memuaskan.

Pada transesterifikasi menggunakan katalis asam, memerlukan perbandingan

mol metanol : minyak yang cukup besar. Pada percobaan metanolisis dengan

menggunakan minyak kedelai, reaksi berjalan sempurna dan menghasilkan konversi

yang cukup besar dengan perbandingan metanol : minyak sebesar 30 : 1 selama dua

puluh jam.

e. Intensitas pengadukan

Pengadukan sangat penting pada proses transesterifikasi karena minyak dan

larutan KOH-metanol yang tidak dapat larut. Reaktan awalnya membentuk sistem

cairan dua fase.Reaksi ini tergantung pada kemampuan difusi reaktan. Terbentuknya

metil ester akan menghasilkan pelarutan yang baik pada kedua reaktan dan akan

membentuk satu fase cairan.Pengadukan yang tepat sangat signifikan pengaruhnya

pada saat awal reaksi.Namun setelah campuran membentuk satu fase, maka

pengadukan tidak lagi begitu berpengaruh.

28

f. Tipe katalis dan konsentrasinya

Katalis yang dapat digunakan untuk transesterifikasi diklasifikasikan menjadi

tiga katalis, yaitu katalis asam, katalis basa, dan katalis enzim.Katalis basa seperti

NaOH, NaOMe, KOH, dan KOMe merupakan katalis yang lebih efektif. Jika

memiliki kadar asam lemak bebas yang tinggi dan air yang berlebih, maka katalis

yang tepat adalah katalis asam seperti asam sulfat, asam fosfat, atau asam hidroklorat.

Katalis yang digunakan memiliki efek yang penting tentunya untuk

meningkatkan kecepatan pada reaksi.KOH dan NaOH paling sering digunakan.Dalam

hal ini, KOH dan NaOH merupakan katalis yang paling efektif digunakan. Satu jam

diperlukan untuk merampungkan reaksi transesterifikasi pada suhu ruang. Sementara

itu, untuk katalis asam, seperti asam sulfat memerlukan suhu yang lebih tinggi (>100

oC) dan waktu yang lebih lama (>3 jam).

Katalis enzimatis seperti lipase dapat juga digunakan pada proses

transesterifikasi dalam sistem hidrat ataupun nonhidrat. Namun, secara signifikan

biaya produksi dari katalis lipase ini lebih besar daripada katalis basa dan katalis

asam.

BAB III METODE PERCOBAAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian pembuatan biodiesel dari biji malapari (Pongamiapinnata),

dilakukan di Laboratorium Pengolahan Kimia dan Energi Hasil Hutan, Pusat

Penelitian Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan

Bogor.Pengambilan biji malapari dilaksanakan di daerah Jawa Barat.

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Bahan

Biji Malapari

Larutan metanol teknis

Asam fosfat teknis

Adsorben bentonit

Adsorben zeolit

Kalium hidroksida teknis

Larutan natrium hidroksida 0,1 N

Larutan natrium hidroksida 0,5 N

Larutan etanol pro analysis

Larutan asam klorida 0,5 N

Akuades

Indikator Phenolphtalein

Indikator Kanji

29

30

Larutan Wijs

Larutan kalium iodida 15 %

Larutan asam sulfat pekat

Kloroform

Larutan natrium tiosulfat 0,1 N

3.2.2 Alat

Mesin pengepres biji sistem semi kontinu dan pengepres hidrolik manual

Destilator

Hotplatedan magnetic stirrer

Magnetic bar

Penangas air

Labu ukur

Piknometer

Erlenmeyer asah

Neraca analitik

Oven

Kondensor

Pipet tetes

Corong pemisah

Viskosimeter

Gelas beker

Batang pengaduk

31

Corong kaca

Kaca arloji

Kertas saring

Buret

Termometer

Cawan porselen

Alat penggiling

3.3 Prosedur Kerja

Pada proses penelitian dilakukan prosedur baku seperti yang dilakukan pada

minyak nabati lain yaitu menggunakan perlakuan degumming, esterifikasi-

transesterifikasi, dan tahap finishing seperti pencucian dengan akuades serta

pemanasan untuk menghilangkan sisa air.

Prosedur kerja yang dilakukan dalam pembuatan minyak biodiesel meliputi

beberapa tahapan kerja :

3.3.1 Ekstraksi minyak

Biji malapari dikupas dari kulitnya kemudian dikeringkan untuk mengurangi

kadar air dari biji malapari tersebut. Proses pengeringan dapat dilakukan di bawah

sinar matahari selama satu hari atau beberapa hari atau dilakukan pengeringan di

dalam oven dengan suhu ± 80 oC selama satu malam. Setelah dikeringkan, biji

malapari digiling untuk memperoleh ukuran yang lebih halus dan kemudian diambil

minyak malaparinya dengan mesin kempa hidrolik manualberkapasitas 500 g. Hasil

yang lebih optimal untuk mengambil minyak biji malapari tersebut, mesin kempa

32

hidrolik manual dihubungkan dengan elemen pemanas sehingga minyak yang

diperoleh lebih banyak atau rendemen yang diperoleh lebih besar.

3.4.2 Tahap degumming

Minyak mentah atau crude oil yang diperoleh dari hasil ekstraksi masih

mengandung komponen pengotor yang perlu dipisahkan yaitu, gum (getah), protein,

fosfolipid, dan resin.

Proses untuk menghilangkan pengotor itu disebut degumming, dimana minyak

mentah sebanyak 500 ml dimasukkan ke dalam gelas beker yang kemudian

dipanaskan di atas hotplate hingga suhu mencapai 60 – 70 oC, selanjutnya

ditambahkan larutan asam fosfat teknis ke dalam minyak mentah yang telah

dipanaskan hingga konsentrasi 0,5 % dari berat minyak sambil diaduk dengan

kecepatan tinggi selama tiga puluh menit. Selanjutnya larutan dipindahkan ke gelas

beker dan didiamkan minimal tiga jam agar semua pengotor mengendap di dasar

wadah untuk dipisahkan dari minyak malapari.

3.3.3 Tahap bleaching (pemucatan)

Minyak hasil degumming kemungkinan masih mengandung zat warna dalam

minyak, sabun, dan komponen-komponen logam yang dapat dipisahkan dengan baik

pada proses bleaching atau pemucatan. Proses pemucatan dilakukan dengan cara

adsorbsi dan khelasi. Minyak dipanaskan hingga suhu 60 – 70 oC yang kemudian

ditambahkan bleaching agent, yaitu bentonit dan zeolit sebanyak 0,5 % dari berat

minyak sambil diaduk dengan kecepatan tinggi. Penambahan bleaching agent

dilakukan secara bertahap, yaitu bentonit dahulu atau zeolit dahulu selama masing-

33

masing tiga puluh menit. Kemudian larutan didiamkan minimal tiga jam dalam gelas

beker agar partikel adsorben terendapkan di dasar dan dipisahkan dari minyak.

3.3.4 Pembuatan metil ester

a. Menggunakan katalis asam

Minyak hasil dari tahapan bleachingyang telah dipisahkan dengan

adsorbennya selanjutnya diubah menjadi suatu metil ester dengan proses reaksi

esterifikasi. Katalis yang digunakan pada tahapan ini bergantung dari angka asam

yang dikandung minyak. Jika minyak masih memiliki nilai angka asam di atas 5 mg

KOH/g minyak maka proses esterifikasi dilakukan dengan katalis asam. Katalis yang

digunakan adalah asam sulfat. Minyak dipanaskan hingga suhu 60 – 70 oC dalam labu

leher tiga yang dihubungkan dengan pendingin tegak atau kondensor, kemudian

direaksikan dengan metanol teknis sebanyak 25 % dari berat minyak dan katalis asam

klorida 1 % dari berat minyak sambil diaduk dengan kecepatan tinggi. Pemanasan

dilakukan selama satu jam sambil diaduk dengan kecepatan tinggi. Setelah itu larutan

didiamkan minimal selama 3 jam agar terpisah antara minyak dan metanol yang

kemudian dipisahkan dengan corong pemisah.

b. Menggunakan katalis basa

Sampel hasil proses esterifikasi selanjutnya dilakukan proses transesterifikasi

setelah nilai angka asamnya di bawah 5 mg KOH/g minyak. Proses ini menggunakan

katalis basa yaitu KOH. Sampel dipanaskan hingga suhu 60 – 70 oC dalam

erlenmeyer leher tiga yang dihubungkan dengan pendingin tegak atau kondensor.

Setelah itu ditambahkan metanol teknis sebanyak 25 % dari berat sampel dan KOH

34

sebanyak 0,2 % dari berat sampel. Lalu, dipanaskan sambil diaduk dengan kecepatan

tinggi selama tiga puluh menit. Setelah itu didiamkan selama minimal tiga jam dan

dipisahkan lapisan ester dengan metanolnya dengan corong pemisah.

3.3.5 Pencucian biodiesel

Metil ester atau biodiesel yang telah terbentuk kemungkinan masih

mengandung gliserol dan metanol, maka perlu dipisahkan dari biodiesel.Pencucian

biodiesel dilakukan dengan air hangat dengan volume tiga puluh ml dalam corong

pemisah.Pencucian pertama dilakukan dengan pengocokan yang tidak terlalu kuat

agar tidak terbentuk emulsi yang sulit dipisahkan, kemudian dilakukan pencucian

hingga tiga kali dengan volume air hangat tiga puluh ml. Pada pencucian ketiga

ditambahkan asam sitrat sebanyak satu gram kemudian dipisahkan air dan

biodieselnya dengan corong pemisah.Kemudian biodiesel disaring untuk memisahkan

pengotor lainnya dengan kertas saring.Setelah itu dilakukan pemanasan pada

biodiesel dengan suhu 80 oC selama dua jam.

3.4 Karakterisasi Biodiesel

3.4.1 Berat jenis

Piknometer dengan ukuran 10 ml digunakan untuk menentukan berat jenis

baik minyak biji malapari maupun biodiesel malapari yang telah diperoleh.

Pengukuran dilakukan dengan menimbang bobot piknometer kosong yang kering

kemudian sampel minyak biji malapari atau biodiesel malapari didinginkan hingga

diperoleh suhu 15 oC lalu dimasukkan ke dalam piknometer yang telah diketahui

bobotnya hingga tidak ada gelembung udara di dalamnya kemudian piknometer

35

ditutup dan cairan sampel harus mengisi penuh pipa kapiler yang ada pada tutup

piknometer. Setelah itu, piknometer diseka dengan kertas tisu kemudian piknometer

yang telah berisi sampel tersebut ditimbang bobotnya. Berat jenis sampel dapat dicari

dengan menggunakan persamaan berikut :

3.4.2 Angka asam

Angka asam dapat ditentukan dengan menggunakan metode titrasi asam basa

atau netralisasi. Sampel sebanyak 1 g ditimbang dalam erlenmeyer 100 ml kemudian

ditambahkan dengan pelarut etanol 96 % dan diaduk. Setelah itu, larutan dipanaskan

pada temperatur 65 oC sambil diaduk hingga terbentuk larutan homogen. Setelah itu,

larutan ditambahkan beberapa tetes indikator fenolftalein lalu dititrasi dengan

menggunakan larutan NaOH 0,1 N hingga diperoleh titik akhir berwarna merah

muda. Setelah itu, dilakukan perhitungan jumlah mg basa yang digunakan untuk

menetralkan asam lemak bebas dalam 1 g sampel. Perhitungannya adalah sebagai

berikut :

3.4.3 Angka penyabunan

36

Angka penyabunan adalah jumlah miligram basa yang digunakan untuk

menyabunkan 1 gram asam lemak. Angka penyabunan dapat ditentukan dengan

metode titrasi. Sebanyak 1 g sampel dimasukkan ke dalam wadah kemudian

ditambahkan dengan 12,5 ml KOH-alkoholis 0,5 N. Setelah itu, larutan dipanaskan

hingga sampel tersabunkan secara sempurna, yaitu bila butiran metil ester terlihat

lagi. Kemudian larutan didinginkan lalu ditambahkan indikator fenolftalein beberapa

tetes dan dititrasi dengan menggunakan larutan HCl 0,5 N hingga warna merah

hilang. Dilakukan pengerjaan blanko, yaitu dengan matriks yang sama dan perlakuan

yang sama dengan sampel. Hasil titrasi sampel dibandingkan dengan blanko untuk

mendapatkan angka penyabunan, yang merupakan selisih antara jumlah yang

digunakan untuk titrasi blanko dengan yang digunakan untuk titrasi sampel.

Keterangan : B = Volume titrasi blanko

A = Volume titrasi sampel

N = Normalitas KOH

3.4.4 Angka iod

Angka iod menunjukkan ketidakjenuhan asam lemak pada penyusun minyak

atau lemak. Angka iod disebut sebagai banyaknya gram iod yang diikat oleh 100

gram minyak atau lemak. Sebanyak 0,5 gram sampel dilarutkan dalam pelarut

kloroform 10 ml, kemudian ditambahkan dengan larutan wijs yang merupakan

37

campuran dari iod monoklorida dan asam asetat glasial, sebanyak 25 ml kemudian

diaduk dan didiamkan selama 30 menit. Setelah itu, ditambahkan larutan KI 15 %

sebanyak 10 ml lalu dikocok kuat. Larutan tersebut dititrasi dengan menggunakan

larutan Na2S2O3 0,1 N hingga larutan berwarna kuning muda. Kemudian ditambahkan

larutan kanji sebagai indikator, lalu dititrasi kembali dengan larutan Na2S2O3 0,1 N

hingga warna biru pada larutan hilang. Lakukan prosedur yang sama untuk blanko,

tetapi tidak dengan menggunakan sampel, kemudian dihitung angka iodnya.

Keterangan : B = Volume titrasi untuk blanko

A = Volume titrasi untuk sampel

N = Normalitas larutan Na2S2O3

0,1 = Angka untuk mengkonversi satuan ke g iod/ 100 g sampel

3.4.5 Indeks Setana

Penentuan indeks setana dapat ditentukan dengan persamaan :

Keterangan : X = Angka penyabunan

Y = Angka iod

3.4.6 Viskositas Kinematik

38

Viskositas kinematik diukur dengan menggunakan alat viskometer brookfield

dimana larutan dalam gelas beaker ditempatkan pada tempat sampel dari alat

viskometer brookfield kemudian untuk mengetahui viskositasnya adalah dengan

menurunkan spindle dari alat hingga tercelup ke dalam larutan kemudian spindle

diputar tiga kali dan dilihat nilai viskositasnya pada skala alat viskometer tersebut.

Nilai viskositas yang diperoleh adalah viskositas dinamis yang kemudian dapat

dikonversi ke dalam satuan viskositas kinematik.

3.4.7 Kadar Air

Kadar air ditentukan dengan menggunakan metode pemanasan yang mengacu

pada standar ASTM D 95. Sebanyak 1 gram sampel ditimbang dalam wadah cawan

berisikan kertas saring yang telah diketahui beratnya. Penggunaan kertas saring sebab

sampel yang dianalisis adalah minyak untuk mencegah letupan ketika dipanaskan.

Kemudian, sampel dipanaskan pada temperatur 105 0C selama 1 jam dalam oven.

Selanjutnya, sampel yang telah dipanaskan, ditimbang kembali untuk diketahui

bobotnya. Kadar air dapat diketahui melalui :

Keterangan : W1= Bobot sampel sebelum dipanaskan

W2 = Bobot sampel setelah dipanaskan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ekstraksi Minyak Biji Malapari

Pada penelitian ini digunakan biji malapari yang telah dikupas yang berasal

dari daerah Pangandaran karena tanaman malapari banyak tumbuh di daerah pesisir

pantai. Ekstraksi minyak biji malapari dapat dilakukan dengan cara mekanik dan

kimiawi. Pada penelitian ini ekstraksi dilakukan secara mekanik, yaitu dengan

pengepresan biji malapari pada alat pressyang dihubungkan dengan elemen pemanas

agar minyak lebih mudah terekstrak dari biji mapalari. Sebelum memulai proses

ekstraksi, biji malapari dihaluskan terlebih dahulu pada mesin crusher agar diperoleh

ukuran biji malapari yang lebih kecil. Hal ini dimaksudkan agar memperbesar luas

permukaan dari biji malapari sehingga minyak lebih mudah keluar saat di-press atau

diekstraksi.

(a) (b) (c)Gambar 4.1 (a) Biji malapari (b) Proses crushing (c) Proses pengepresan.

Proses pengepresan dilakukan dengan alat press hidrolik yang dihubungkan

dengan elemen pemanas. Satu kali tahapan pengepresan hanya cukup untuk 500 g biji

39

40

malapari yang telah dihaluskan, sedangkan total biji malapari ada 10 kg sehingga

untuk mengepres semuanya diperlukan dua puluh kali tahapan pengepresan.

Pengepresan dilakukan hingga semua minyak dalam satu tahap press tidak keluar lagi

dari alat press yang kemudian dilanjutkan hingga semua biji malapari di-press. Hasil

ekstraksi minyak biji malapari dengan cara mekanik diperoleh minyak sebanyak

1354,213 gram dari total biji malapari yang diekstrak 10 kg, sehingga kandungan

minyak biji malapari yang diperoleh adalah 13,54 % dari berat keringnya. Jika

dibandingkan bahwa sebenarnya minyak yang terdapat pada biji malapari adalah

sebesar 27 – 39 %, sedangkan hasil yang diperoleh hanya sebesar 13,54 %. Hal ini

dapat disebabkan karena pilihan metode ekstraksinya, dengan cara mekanik sulit

memberikan hasil ekstraksi mencapai 27 – 39 % sebab prosesnya hanya secara fisika

saja dimana biji malapari diberikan tekanan yang tinggi serta pemanasan untuk

mengeluarkan minyaknya. Hasil yang optimal akan diperoleh dengan cara ekstraksi

pelarut, yaitu dengan mengekstraknya menggunakan pelarut tertentu yang memiliki

kesamaan polaritas antara pelarut tertentu dengan minyak yang akan diekstrak karena

pada proses ini terjadi interaksi antara pelarut dan minyak yang disebut like dissolve

like sehingga akan lebih banyak minyak yang terbawa dan menghasilkan nilai

rendemen yang lebih besar.

41

4.2 Proses Pemurnian Minyak Biji Malapari

4.2.1 Tahap degumming

Proses ini bertujuan untuk menghilangkan fosfor (fosfolipid) danpemanasan

pada proses ini pun digunakan untuk menghilangkan asam lemak bebas.Kedua bahan

tersebut harus dihilangkan jika minyak biji malapari digunakan sebagai biodiesel

karena fosfor dapat mengendap sebagai kerak diruang bakar mesin diesel sedangkan

asam lemak bebas bersifat korosif yang dapat merusak komponen mesin diesel.

Proses dilakukan dengan memanaskan minyak biji malapari (minyak mentah/crude

oil) pada suhu 60 – 70 oCpada gelas beker sambil diaduk kuat dengan magnetic

stirrer kemudian ditambahkan dengan H3PO4 teknis sebanyak 0,5 % (b/b) hingga

larutan berubah warna menjadi coklat kemerahan serta timbul endapan yang

berwarna coklat kemerahan atau getah yang terendapkan. Pemanasan dimaksudkan

agar reaksi antara asam fosfat dengan getah dapat berlangsung. Berikut reaksi antara

asam fosfat dengan getah fosfolipid yang ada pada crude oil :

Setelah proses degumming selesai maka larutan didiamkan terlebih dahulu

selama tiga jam atau proses dekantasi agar pembentukan fosfatida berlangsung secara

optimal. Jika larutan tidak didiamkan akan menyebabkan senyawa fosfatida kembali

42

ke bentuk semula karena senyawaan ini kurang stabil sehingga saat dipisahkan

dengan minyaknya akan ada getah yang tertinggal dalam minyak. Proses dekantasi

yang optimum dilakukan selama 24 jam seharusnya agar fosfatida yang terbentuk

lebih stabil dan akan terpisahkan dari minyaknya. Peningkatan konsentrasi asam

fosfat yang digunakan akan meningkatkan jumlah getah yang terendapkan, tetapi

akan diperoleh konsentrasi maksimum asam fosfat yang digunakan untuk

mengendapkan getah dimana sudah tidak terjadi peningkatan jumlah residu seiring

dengan bertambahnya konsentrasi asam fosfat yang digunakan.

(a) (b)Gambar 4.2 (a) Proses Degumming(b) Residu Getah

4.2.2 Tahap bleaching (pemucatan)

Minyak biji malapari yang telah di degumming masih memiliki komponen-

komponen lain yang perlu dihilangkan salah satunya yaitu, pigmen warna. Pigmen

warna yang ada dalam minyak perlu dihilangkan untuk mengurangi jumlah zat

terlarut dalam minyak yang dapat mempengaruhi viskositas dari biodiesel yang

43

nantinya dihasilkan. Pemucatan minyak biji malapari dilakukan dengan menggunakan

bleaching earth atau perusakan dengan panas. Bleachingearth yang digunakan adalah

bentonit dan zeolit sebab kedua bahan tersebut efektif untuk memucatkan bahkan

menghilangkan zat warna yang terkandung dalam minyak. Minyak hasil degumming

dipanaskan hingga suhu 60 – 70 oC kemudian ditambahkan zat pemucat pertama yaitu

bentonit sebanyak 2,516 g (± 0,5 % b/b) yang kemudian diaduk dengan cepat dengan

magnetic stirrer selama 30 menit. Setelah itu, dilakukan penambahan zeolit sebanyak

2,491 g (± 0,5 % b/b) dan diaduk kuat sambil dipanaskan juga selama 30 menit,

setelah selesai larutan didiamkan selama kurang lebih tiga jam agar partikel-partikel

zat pemucat mengendap didasar wadah dan mudah untuk dipisahkan. Pengadukan

dan pemanasan dilakukan untuk memperbesar energi interaksi agar zeolit dan

bentonit dapat lebih mudah mengadsorbsi pigmen warna yang terkandung dalam

minyak. Penambahan zat pemucat sebanyak 0,5 % b/b cukup baik untuk memucatkan

minyak, tetapi dengan penambahan jumlah zat pemucat yang lebih banyak dapat

memberikan hasil yang lebih baik meskipun perbedaan dari hasil pemucatannya tidak

terlalu besar maka cukup digunakan zat pemucat sebanyak 0,5 % b/b. Hasil dari

proses ini adalah warna dari minyak yang lebih pucat yaitu berwarna kecoklatan yang

kemudian dipisahkan dari partikel zat pemucat yang mengendap di dasar wadah.

44

(a) (b)

Gambar 4.3 (a) Minyak Sebelum Pemucatan (b) Minyak Setelah Pemucatan

4.3 Pembuatan Metil Ester

Sintesis metil ester (biodiesel) ini diproses melalui reaksi transesterifikasi.

Transesterifikasi adalah reaksi perombakan molekul trigliserida oleh alkohol yang

menghasilkan alkil ester dan gliserol. Pada dasarnya reaksi ini bertujuan untuk

mengubah (tri, di, mono) gliserida yang memiliki berat molekul yang besar dan

viskositasnya tinggi menjadi asam lemak metil ester (FAME), bila metanol sebagai

alkoholnya yang memiliki berat molekul dan viskositas rendah. Sumber minyak

trigliserida berasal dari biji malapari dan apabila minyak ini langsung digunakan

sebagai bahan bakar mesin diesel, maka akan menyulitkan pompa bahan bakar dalam

mengalirkan bahan bakar ke ruang pembakaran. Aliran bahan bakar yang rendah akan

menyulitkan terjadinya atomisasi bahan bakar yang baik. Hal itulah yang

menyebabkan kualitas pembakaran, daya mesin, dan emisi gas buang menjadi buruk.

45

Pada umumnya proses transesterifikasi dapat menggunakan metanol, etanol,

dan butanol sebagai alkoholnya, tetapi metanol lebih banyak digunakan sebab

memberikan keunggulan dibanding alkohol lainnya yaitu, reaksi yang lebih cepat,

konversi produk yang lebih besar, lebih melarutkan katalis karena kepolarannya yang

besar karena alkohol ini hanya terdiri dari satu atom karbon, dan viskositas yang

dihasilkan pada metil ester lebih rendah. Selain itu, penggunaan metanol, emulsi yang

dihasilkan dengan cepat dan mudah dirombak menjadi metil ester dan gliserol.

Sedangkan jika menggunakan etanol, emulsi ini lebih stabil sehingga akan

menyulitkan pemisahan metil ester dari gliserolnya.

Selain itu, penggunaan etanol yang akan menghasilkan etil ester ada

bahayanya, yaitu pada suhu sekitar 400 oC akan terjadi proses pirolisis ester, dimana

atom karbon yang mengandung atom H pada posisi β akan menghasilkan asam

karboksilat dan alkena.

Proses transesterifikasi pertama untuk minyak dari biji malapari menggunakan

katalis asam. Hal ini karena minyak biji malapari mempunyai angka asam yang cukup

tinggi yaitu sekitar 6,05 mg basa/g minyak yang menunjukkan bahwa minyak

mengandung cukup banyak asam lemak bebas yang perlu dihilangkan dahulu dengan

46

mengkonversinya menjadi metil ester. Katalis asam memiliki keuntungan sebab

merupakan pendehidrasi yang baik. Katalis asam yang digunakan pada penelitian ini

adalah HCl teknis sebanyak 1 % v/v dari volume minyak yang akan direaksikan.

Alkohol yang digunakan adalah alkohol teknis dengan kemurnian 98 % v/v sebanyak

20 % v/v dari volume minyak yang digunakan. Tujuan utama reaksi transesterifikasi

dengan menggunakan katalis asam adalah agar jumlah asam lemak bebas dalam

minyak dapat berkurang setidaknya hingga angka asamnya kurang dari5 mg basa/g

minyak karena jika angka asamnya masih besar dan dilakukan transesterifikasi

dengan menggunakan katalis basa akan menyebabkan reaksi penyabunan pada asam

lemak bebasnya dan akan membentuk emulsi yang stabil sehingga sulit memisahkan

metil ester dan gliserolnya.

Gambar 4.4 Proses Transesterifikasi dengan Katalis Asam

Reaksi dilangsungkan dengan pemanasan pada suhu 60 – 70 oC sambil diaduk

kuat dengan menggunakan magnetic stirrer. Pemanasan dilakukan tidak

47

menggunakan suhu yang terlalu tinggi karena dikhawatirkan banyak metanol yang

akan menguap karena titik didih metanol berkisar pada suhu 60 oC. Selain itu,

pengadukan yang kuat serta pemanasan dilakukan untuk meningkatkan kinetika

reaksi sehingga reaksi dapat mengarah ke pembentukan produk sebab reaksi

transesterifikasi merupakan reaksi yang reversibel sehingga diperlukan pengaturan

kinetika reaksi agar berjalan ke arah pembentukan produk yaitu, metil ester.

Mekanisme transesterifikasi dengan menggunakan katalis asam dijelaskan

pada gambar berikut :

Mekanisme reaksinya :

48

Sesuai dengan mekanisme di atas, maka 1 mol digliserida akan dihasilkan 1 mol metil ester dan 1 mol monogliserida dan 1 mol monogliserida akan menghasilkan 1 mol metil ester dan 1 mol gliserol.

Gambar 4.5 Mekanisme Reaksi Transesterifikasi dengan Katalis Asam

Secara stoikiometri, reaksi transesterifikasi membutuhkan 3 mol alkohol dan 1

mol trigliserida untuk menghasilkan 3 mol metil ester dan 1 mol gliserol. Oleh karena

itu, dibutuhkan alkohol yang berlebih untuk menggeser kesetimbangan ke kanan,

sehingga akan menghasilkan produk yang maksimal. Untuk konversi ester yang

maksimal digunakan perbandingan mol metanol dan minyak = 6:1. Perbandingan mol

yang tinggi akan menyulitkan pemisahan metil ester dan gliserol karena

bertambahnya kelarutan. Jika pemisahan metil ester tak sempurna, maka akan

menurunkan konversi metil ester. Telah dilakukan penelitian menggunakan minyak

Cynara dengan perbandingan mol metanol : minyak antara 3:1 hingga 15:1. Hasil

yang baik diperoleh pada perbandingan mol 9:1 dengan tujuan menggeser

kesetimbangan ke arah produk, sehingga akan menghasilkan konversi metil ester

yang besar. Selain itu, juga karena pertimbangan metanol yang cepat menguap.

Sedangkan dengan katalis asam, membutuhkan perbandingan metanol : minyak yang

besar, dalam hal ini sebesar 30:1. Hal ini disebabkan karena reaksi yang berjalan

49

lambat sehingga perlu waktu yang lama dan metanol yang sangat berlebih untuk

mengurangi kemungkinan berkurangnya metanol yang mudah menguap. Proses

transesterifikasi ini menggunakan reaktor yang dihubungkan dengan kondensor agar

metanol yang dipanaskan dan menguap dapat mengembun kembali sehingga reaksi

dapat berjalan sempurna.

Proses reaksi transesterifikasi dengan menggunakan katalis asam pada

penelitian ini dilakukan sebanyak tiga kali sebab nilai angka asam masih cukup tinggi

dan diperlukan tiga kali proses reaksi transesterifikasi dengan katalis asam hingga

diperoleh angka asam sebesar 2,39 mg basa/g minyak. Hal ini diakibatkan karena

waktu reaksi yang dilakukan hanya satu jam dan digunakan perbandingan metanol

minyak yang berlebih pada tiap proses transesterifikasi. Pada tahap pertama

digunakan perbandingan metanol : minyak sebesar 34:1, pada tahap kedua digunakan

perbandingan metanol : minyak sebesar 88,04:1, dan pada tahap ketiga digunakan

perbandingan metanol : minyak sebesar 146,48:1. Perbandingan yang sangat besar

akan meningkatkan polaritas dari larutan dalam reaktor tersebut sehingga sulit untuk

memisahkan metil ester dengan gliserol yang terbentuk dan mengakibatkan nilai

konversi metil ester yang rendah. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan angka asam

yang kecil, yaitu :

50

No. Tahapan (dengan katalis asam) Perbandingan Angka Asam (mg

basa/g minyak)

1. Transesterifikasi I 34:1 7,87

2. Transesterifikasi II 88,04:1 4,73

3. Transesterifikasi III 146,48:1 2,39

Tabel 4.1 Perbandingan Nilai Konversi Tahapan Transesterifikasi dengan Katalis Asam

Temperatur dan waktu reaksi sangat mempengaruhi jalannya reaksi

transestersifikasi. Untuk kondisi yang optimal, reaksi transesterifikasi dengan katalis

asam dilakukan pada suhu 100 oC selama 20 jam dengan sistem kondensasi yang

sangat baik sehingga metanol yang digunakan tidak banyak yang hilang. Sedangkan

pada penelitian ini suhu reaksi hanya berkisar pada 60 – 70 oC selama satu jam saja,

hal ini akan mengakibatkan nilai konversi metil ester yang kurang baik karena reaksi

belum berjalan optimal.

Setelah proses transesterifikasi, maka perlu dilakukan pemisahan antara metil

ester dan gliserol yang terbentuk. Pada tahapan ini minyak masih banyak

mengandung trigliserida sehingga ketika didekantasikan pada corong pemisah selama

minimal 3 jam akan terbentuk dua lapisan cairan dimana minyak berada di lapisan

bawah sedangkan gliserol atau metanol sisa berada di lapisan atas. Hal tersebut

disebabkan berat molekul minyak lebih besar dibanding alkohol yang mayoritas

masih banyak mengandung metanol dibandingkan gliserolnya.

51

Gambar 4.6 Pemisahan Lapisan Metil Ester dengan Alkoholnya (Katalis Asam)

Tahapan selanjutnya adalah transesterifikasi dengan menggunakan katalis

basa. Tahapan ini dilakukan untuk menyempurnakan reaksi pengubahan asam lemak

ataupun trigliserida menjadi metil ester yang belum seluruhnya terkonversi oleh

reaksi transesterifikasi dengan katalis asam. Syarat untuk melakukan tahapan ini

adalah angka asam dari minyak harus kurang dari 5 mg basa/g minyak. Angka asam

yang diperoleh setelah tahapan transesterifikasi dengan menggunakan katalis asam

yang terakhir adalah 2,39 mg basa/g minyak. Hal tersebut mengindikasikan bahwa

minyak sudah bisa dilanjutkan ke tahapan transesterifikasi menggunakan katalis basa.

Penggunaan katalis basa akan membuat reaksi berjalan 4000 kali lebih cepat

dibanding menggunakan katalis asam. Konsentrasi katalis basa yang digunakan

adalah sekitar 0,4 – 2,0 % b/b. Konsentrasi basa 0,5 % dipilih sebab memberikan nilai

konversi yang cukup baik. Konsentrasi basa yang terlalu tinggi akan menyebabkan

terbentuknya banyak emulsi dan sabun, sehingga akan menurunkan nilai konversi dan

52

menyulitkan pemisahan metil ester dengan gliserolnya. Proses ini dilakukan dengan

memanaskan minyak dalam labu leher tiga yang terhubung dengan kondensor hingga

suhu 60 – 70 oC kemudian dilakukan penambahan metanol 50 % v/v dari volume

minyak yang telah dicampur dengan katalis basa yaitu KOH sebanyak 0,5 % b/b.

Proses reaksi diperlukan panas dan pengadukan yang kuat untuk menggeser

kesetimbangan reaksi ke arah produk. Hasil dari proses reaksi transesterifikasi adalah

metil ester dengan angka asam yang rendah yaitu sebesar 0,78 mg basa/gram minyak.

Angka asam tersebut sudah memenuhi standar untuk biodiesel sesuai dengan SNI 04-

7182-2006 yang mengizinkan nilai maksimal angka asam untuk biodiesel adalah 0,8

mg basa/gram minyak. Berikut adalah mekanisme reaksi yang terjadi saat

transesterifikasi menggunakan katalis basa :

53

Gambar 4.7 Mekanisme Transesterifikasi Menggunakan Katalis Basa

Setelah tahapan transesterifikasi dilakukan, akan didapatkan dua lapisan

cairan dimana lapisan bagian atas adalah metil ester/biodiesel dan lapisan bagian

bawah adalah alkoholnya. Hal ini disebabkan berat jenis dari alkoholnya (gliserol dan

metanol) lebih besar dari metil ester yang telah terbentuk yang mengakibatkan

alkohol berada pada lapisan bawah cairan.

Gambar 4.8 Pemisahan Lapisan Metil Ester dan Alkoholnya (Katalis Basa)

54

4.4 Pencucian Metil Ester

Pencucian metil ester bertujuan untuk menghilangkan senyawa yang tidak

diperlukan seperti sisa gliserol, sabun, katalis, dan metanol. Pencucian metil ester

dilakukan dengan menggunakan air hangat karena air yang bersifat polar akan

membawa gliserol, sabun, katalis, dan metanolnya yang memiliki kepolaran yang

cukup besar sehingga sisa zat tersebut akan terlarut dalam air dan terpisah dari metil

esternya yang bersifat lebih nonpolar. Kemudian, air yang bersisa pada metil ester

ditarik oleh natrium sulfat anhidrat karena garam ini tidak mempunyai molekul air

terhidrat serta bersifat polar juga sehingga dapat menarik sisa molekul air yang

berada dalam metil ester, kemudian dipisahkan natrium sulfat anhidrat yang

ditambahkan dengan penyaringan sehingga dihasilkan biodiesel/metil ester yang

memiliki kemurnian yang cukup baik. Selain itu, dilakukan pula pemanasan pada

temperatur 80 oC agar molekuk air dan zat pengotor lainnya dapat menguap karena

metil ester/biodiesel yang dihasilkan mempunyai titik didih lebih tinggi dari zat

pengotor lainnya maka yang akan menguap ketika dipanaskan pada suhu 80 oC hanya

zat pengotor yang hilang dan dihasilkan metil ester yang lebih murni serta

viskositasnya lebih rendah. Pencucian sangat penting untuk menghilangkan metanol,

air, katalis, dan sabun yang masih tertinggal pada biodiesel. Air yang tercampur pada

biodiesel dapat menyebabkan tumbuhnya mikroorganisme sehingga dapat merusak

mesin. Lalu, metanol yang bersisa akan menyebabkan bahaya bila terkena api dan

menyebabkan korosi pada komponen mesin. Katalis yang tertinggal dapat

menyebabkan rusaknya komponen mesin. Begitu pula dengan sabun, jika masih

55

tertinggal pada biodiesel dapat mengurangi lubrisitas biodiesel dan menyebabkan

deposit pada injektor.

Gambar 4.9 Biodiesel Biji Malapari

4.5 Karakteristik Metil Ester

Hasil Uji karakteristik metil ester dari minyak biji malapari dapat dilihat pada tabel

berikut :

No. Parameter SatuanHasil

Minyak Biji Malapari

Biodiesel

1. Angka asam mg-KOH/g sampel 6,05 0,78

2. Viskositas kinematis mm2/s (cSt) 94,49 8,25

3. Berat Jenis Kg/m3 934 909

4. Angka penyabunan mg-KOH/g sampel 127,50 173,64

5. Angka Iod g iod/100 g sampel 42,6049 44,9361

56

6. Kadar air % berat 5,54 0,792

7. Indeks setana - - 67,62

Tabel 4.2 Hasil Analisis Biodiesel dan Minyak Biji Malapari

4.5.1 Berat Jenis

Berat jenis adalah berat dari suatu sampel dibandingkan dengan volume dari

sampel pada temperatur 15 0C. Penentuan berat jenis disesuaikan dengan standar yang

digunakan yaitu ASTM D 1298. Hasil analisis pada biodiesel dan minyak biji

malapari untuk parameter berat jenis adalah sebesar 909 Kg/m3dan 934 Kg/m3. Berat

jenis yang diperoleh pada metil esternya atau biodiesel lebih kecil dibanding berat

jenis minyaknya, hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi pengubahan minyak

menjadi metil ester dengan berat molekul yang lebih rendah sehingga menghasilkan

berat jenis yang lebih rendah juga. Rentang yang disyaratkan untuk parameter berat

jenis ini sesuai dengan ASTM D 1298 adalah pada 840 – 920 Kg/m3 sehingga berat

jenis dari biodiesel yang diperoleh sesuai dengan standar ASTM D 1298.

4.5.2 Angka Asam

Angka asam adalah jumlah mg basa yang digunakan untuk menetralkan asam

lemak bebas yang terkandung dalam 1 gram minyak. Reaksinya adalah sebagai

berikut :

57

Penentuan angka asam ini sesuai dengan ASTM D 664 yang mensyaratkan

nilai maksimalnya adalah 0,8 mg basa/g sampel. Hasil analisis biodiesel untuk nilai

angka asam adalah sebesar 0,78 mg basa/g biodiesel. Nilai angka asam tersebut sudah

memenuhi persyaratan ASTM D 664, serta menunjukkan bahwa jumlah asam lemak

bebas dalam biodiesel sudah sangat sedikit dan telah terkonversi menjadi metil ester

atau biodiesel. Nilai angka asam yang rendah menunjukkan kualitas biodiesel yang

semakin baik karena biodiesel dengan nilai angka asam yang tinggi dapat

menyebabkan korosi pada komponen mesin dan deposit pada sistem bahan bakar.

4.5.3 Angka Penyabunan

Angka penyabunan merupakan jumlah mg KOH yang dibutuhkan untuk

menyabunkan 1 g minyak. Angka penyabunan menunjukkan jumlah banyaknya asam

lemak yang terikat sebagai trigliserida maupun asam lemak bebasnya dalam

biodiesel. Metode yang digunakan dalam penentuan angka penyabunan ini mengacu

pada AOCS Cd 3d-25. Hasil yang diperoleh adalah untuk biodiesel angka

penyabunannya sebesar 173,64 mg KOH/g minyak dan untuk minyak biji malapari

sebesar 127,50 mg KOH/g minyak. Angka penyabunan perlu diketahui untuk

menghitung indeks setana dari metil ester yang merupakan parameter penting untuk

bahan bakar biodiesel.

4.5.4 Angka Iod

Angka iod adalah jumlah gram iod yang diikat oleh 100 g minyak. Metode

yang digunakan untuk penentuan angka iod ini sesuai dengan AOCS Cd 1-25 yang

mensyaratkan nilai maksimal angka iod dari biodieselnya adalah sebesar 115 g/100 g

58

minyak. Hasil yang diperoleh untuk biodiesel sebesar 44,9361 g/100 g biodiesel dan

untuk minyak biji malapari sebesar 42,6049 g/100 g minyak. Hasil tersebut

menunjukkan angka iod biodiesel yang diperoleh masih di bawah nilai maksimal

yang diizinkan. Angka iod itu sendiri menunjukkan jumlah ikatan rangkap yang

terdapat dalam biodiesel. Semakin besar angka iod, maka semakin besar jumlah

ikatan rangkap pada metil ester, sehingga daya tahan minyak terhadap oksidasi

semakin rendah. Bahan bakar dengan angka iod yang tinggi memiliki emisi NOx dan

emisi aldehid yang tinggi pula. Asam lemak tidak jenuh pada metil ester mempunyai

kecenderungan yang lebih besar untuk membentuk radikal dibandingkan ikatan

tunggal, sehingga metil ester dapat berpolimerisasi membentuk getah. Getah yang

terbentuk dapat menyumbat saluran penyaring bahan bakar pada mesin diesel. Jadi,

biodiesel yang memiliki mutu yang baik adalah yang memiliki nilai angka iod yang

rendah.

4.5.5 Indeks Setana

Indeks setana merupakan indikator kualitas penyalaan dan pembakaran bahan

bakar. Analisis angka setana tidak dilakukan karena memerlukan volume biodiesel

yang relatif banyak dan perlu menggunakan peralatan yang mahal. Jadi, pada

penelitian ini penentuan indeks setana mengacu pada metode AOCS dimana kalkulasi

indeks setana dilakukan dengan perhitungan yang melibatkan angka iod dan angka

penyabunan. Indeks setana yang diperoleh dari kalkulasi menggunakan metode

AOCS adalah sebesar 67,62. Pada metode ini mensyaratkan nilai indeks setana bahan

bakar minimal sebesar 51, maka biodiesel yang telah dibuat memenuhi persyaratan

59

indeks setana nya. Semakin baik indeks setana dari bahan bakar, maka semakin cepat

bahan bakar tersebut terbakar setelah diinjeksikan ke dalam ruang bakar pada mesin

diesel dan semakin baik proses pembakarannya.

Angka setana yang tinggi menunjukkan ignition delay (waktu tunda

pembakaran) yang pendek dan akan mudah menyala dengan sendirinya

(autoigintion). Sedangkan bahan bakar dengan suhu autoignition yang tinggi dan

angka setana yang rendah menyebabkan ketukan pada mesin. Oleh karena itu,

biodiesel merupakan alternatif bahan bakar diesel yang baik karena angka setana nya

yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah juga sehingga baik untuk mesin

diesel.

4.5.6 Viskositas Kinematik

Viskositas kinematik adalah ukuran dari arus resistif dari fluida di bawah

pengaruh gravitasi, sedangkan viskositas dinamis adalah sifat fluida yang

menghubungkan tegangan geser cairan dengan gerakan fluida. Analisis viskositas

kinematik dapat dilakukan dengan viskometer brookfield, tetapi data viskositas yang

diperoleh adalah sebagai viskositas dinamis (cP), maka perlu ada konversi kembali

hasil yang diperoleh untuk mendapatkan nilai viskositas kinematik (cSt). Standar

ASTM D 445 untuk viskositas kinematik biodiesel adalah pada rentang 1,90 – 6,00

cSt. Viskositas kinematik dari biodiesel yang telah dianalisis adalah sebesar 8,25 cSt

dan untuk minyak biji malapari sebesar 94,49 cSt. Biodiesel yang telah dibuat masih

memiliki nilai viskositas kinematik di atas standar, hal ini dapat disebabkan oleh

pemanasan setelah pencucian biodiesel dengan air kurang optimal, proses konversi

60

minyak menjadi metil ester belum sempurna, serta pencucian dengan air yang belum

sempurna karena kemungkinan masih ada komponen polar yang tertinggal dalam

biodiesel.

Viskositas yang tinggi menyebabkan pembakaran menjadi tidak bagus

sehingga membentuk deposit pada mesin, sedangkan viskositas yang rendah dapat

menyebabkan kebocoran pada pompa injeksi bahan bakar. Oleh karena itu, Viskositas

biodiesel perlu diatur hingga pada rentang tertentu yang sesuai dengan standar.

4.5.7 Kadar Air

Kadar air menunjukkan jumlah air yang terkandung dalam sampel yang

dianalisis. Penentuan kadar air mengacu pada ASTM D 95 yang memberikan batas

maksimum kadar air untuk biodiesel adalah sebesar 0,25 % b/b. Hasil yang diperoleh

untuk biodiesel adalah sebesar 0,792 % b/b dan untuk minyak biji malapari sebesar

5,54 % b/b. Hal ini menunjukkan bahwa biodiesel yang diperoleh masih memiliki

kadar air di atas ambang batasnya. Kadar air yang masih tinggi ini dapat disebabkan

proses pemanasan biodiesel yang telah dibuat kurang lama dan suhunya kurang tinggi

sehingga masih ada air yang tertinggal pada biodiesel.

Kadar air yang tinggi dapat mengganggu pembakaran biodiesel dalam mesin

diesel karena proses pembakaran biodiesel akan terhambat oleh adanya air yang dapat

mengakibatkan pula kerusakan mesin. Oleh karena itu, kadar air dari biodiesel tidak

diizinkan melebihi dari 0,25 % b/b.

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Minyak biji malapari yang diperoleh dari hasil ekstraksi mekanik adalah

sebesar13,54 % dari berat keringnya.

2. Berdasarkan hasil penelitian, bahwa perlakuan degumming II dengan

menggunakan zeolit dan bentonit masing-masing 0,5 % b/b menunjukkan

hasil biodiesel yang cukup baik yang ditunjukkan dengan banyaknya getah

yang terendapkan

3. Metil ester yang diperoleh memiliki karakteristik angka asam sebesar 0,78 mg

basa/g sampel; viskositas kinematik sebesar 8,25 cSt, angka penyabunan

sebesar 173,64 mg KOH/g sampel; angka iod sebesar 44,9361 g iod/100 g

sampel, berat jenis sebesar 909 Kg/m3; kadar air sebesar 0,792 % b/b; dan

indeks setana sebesar 67,62.

4. Hasil uji karakteristik dapat disimpulkan untuk parameter angka asam (ASTM

D 664), berat jenis (ASTM D 1298), angka iod (AOCS Cd 1-25), dan indeks

setana (AOCS) telah memenuhi standar.

5. Hasil uji karakteristik untuk parameter viskositas kinematik (ASTM D 445)

dan kadar air (ASTM D 95) dapat disimpulkan belum memenuhi standar

karena nilainya berada di atas ambang maksimum tiap parameternya.

61

62

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian yang mendetail mengenai perbandingan metanol

dengan minyak biji malapari agar diperoleh nilai konversi metil ester yang optimal.

Kemudian, perlu digunakan alat sentrifugasi yang baik agar proses pemisahan

metanol dengan metil ester lebih optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Annual Book of ASTM Standards. 2004

Biodiesel, alternatif pendamping solar. (BEI News Edisi 12 tahun IV, Desember 2002-Januari 2003).pdf

Biodiesel Handling and Use Guideline.Third Edition.September, 2006.

Hess, M.A., Haas, M.J., Foglia, T.A., Marmer, W.N. 2005.Effect of Antioxidant Addition on NOxEmission from Biodiesel. Energy and Fuels, 19, 1749-1754.

Haryanto, B. 2002. Bahan Bakar Alternatif Biodiesel (Bag I. Pengenalan). Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Kimia, Universitas Sumatera.

http://ec.bppt.go.id/biodiesel/index.htm

http://www.ybiofuels.org/bio fuels/hystory biofuels.html

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.

Meher, L.C., Sagar, D.V., Naik, S.N. 2004. Technical Aspects of Biodiesel Production by Transesterification – a Review.

Meneghetti, Plantz, S.M., Mario, R., Wolf, C.R. 2006. Biodiesel from Castor Oil: A Comparison of Ethanolysis and Methanolysis. March, 23, 2006, 2262-2265.

Mutiah, E., Rionugroho, G. 2012. Praperancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Malapari dengan Kapasitas 70000 ton/tahun. Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Kimia, Universitas Diponegoro.

Shintawaty, A. Prospek Pengembangan Biodiesel dan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar di Indonesia.Pdf.

Soerawidjaja, T.H. 2006, Katalis dalam Produksi Biodiesel (Pendahuluan).Dalam seminar masyarakat katalis Indonesia 2006.”Peningkatan nilai tambah, efisiensi, dan ramah lingkungan”,Kampus UI Depok, 27 Juni 2006.

Srivastava, A., Prasad, R. 2000. Triglycerides-based Diesel Fuels.Renewableand Sustainable Energy Review. 4, 111-133.

Van Gerpen, J., Shanks, B., Pruszto, R., Clemens, D., Knothe, G. 2004. Biodiesel Analytical Method.National Renewable Energy Laboratory. USA.

Winarno, F.G. 1997.Kimia Pangan dan Gizi.PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

63

LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram Alir Pembuatan Biodiesel Minyak Biji Malapari

64

65

Lampiran 2. Diagram Ekstraksi Minyak

66

Lampiran 3. Diagram Tahapan Degumming I

67

Lampiran 4. Diagram Tahapan Degumming II

68

Lampiran 5. Diagram Tahapan Transesterifikasi

69

Lampiran 6. Diagram Tahapan Pencucian dan Pemanasan

70

Lampiran 7. Perhitungan Parameter Analisis

a. Angka Asam

b. Berat Jenis

c. Kadar Air

71

d. Angka Penyabunan

e. Angka Iod

f. Viskositas Kinematik

72

g. Indeks Setana

Keterangan : X = Angka penyabunan (173,64 mg basa/g sampel)

Y = Angka iod (44,9361 g iod/100 g sampel)